Litterfall Production and Semi Aerobic Decomposition of Leaf Mahogany (Swietenia macrophylla King).
PRODUKTIVITAS SERASAH DAN DEKOMPOSISI SEMI
AEROBIK DAUN MAHONI (Swietenia macrophylla King)
SETYO ANDI NUGROHO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul produktivitas serasah dan
dekomposisi semi aerobik daun mahoni (Swietenia macrophylla King) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Setyo Andi Nugroho
NIM G353110131
RINGKASAN
SETYO ANDI NUGROHO. Produktivitas Serasah dan Dekomposisi Semi
Aerobik Daun Mahoni (Swietenia macrophylla King). Dibimbing oleh
MUHADIONO dan IMAN RUSMANA.
Mahoni (Swietenia macrophylla King) merupakan salah satu jenis pohon
tropis yang paling berharga di dunia. Mahoni dijadikan prioritas utama dalam
rangka pembangunan hutan buatan seperti tanaman hutan kota. Pohon mahoni
yang ditanam menghasilkan produktivitas cukup banyak. Akan tetapi serasah
yang dihasilkan mahoni tidak dimanfaatkan secara maksimal. Serasah bisa
dimanfaatkan sebagai kompos dengan cara mendekomposisi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji produktivitas serasah mahoni, mengkaji pengaruh
ukuran potongan daun mahoni, dan mengkaji pengaruh konsentrasi EM4.
Produktivitas serasah pada tegakan mahoni diukur menggunakan littertrap method. Serasah yang jatuh ditampung menggunakan litter trap berukuran
1m x 1m sebanyak 24 buah yang diletakkan pada lokasi di bawah tegakan
mahoni, dengan tinggi trap 50 cm dari permukaan tanah. Dekomposisi semi
aerobik dilakukan dengan menyediakan ember dilengkapi jaring. Tutup ember
diberi lubang (ventilasi udara) diameter 2 mm jumlah 3 buah. Lubang bekerja
untuk memasukkan udara dan mempertahankan kelembaban. Setiap minggu
dilakukan pengamatan dan pengukuran suhu serta pH. Pengaruh kompos diuji
menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor
pertama Perlakuan potongan serasah daun mahoni P1 dengan luas daun 25-30
cm2, P2 luas 7-10 cm2, dan P3 luas 0,7-1 cm2. Faktor kedua konsentrasi EM4, K1
adalah rasio larutan gula (100 g gula dilarutkan 1 liter air) yaitu K1 sebanyak 5
ml, K2 dengan 10 ml dan K3 dengan 20 ml. Data dianalisis menggunakan uji F
pada tingkat kepercayaan 95%. Apabila ada perlakuan nyata selanjutnya
dilakukan uji Duncan (DMRT).
Isolasi bakteri menggunakan 4 media selektif, yaitu MRSA untuk
Lactobacillus sp; SCA untuk Actinomycetes sp; medium sistrom’s untuk bakteri
fotosintetik, dan PDA untuk yeast. Analisis produktivitas serasah menggunakan
rerata serasah yang dikumpulkan selama periode percobaan. Analisis dekomposisi
semi aerobik menggunakan perbedaan penurunan bobot serasah. Pada akhir
percobaan dilakukan uji kadar C organik, N, P, dan K.
Hasil penelitian menunjukkan produktivitas serasah tertinggi terjadi pada
minggu ke-16 sebesar 89,24 g/m2/minggu pada bulan mei-juni yaitu bertepatan
dengan musim kemarau. Total produktivitas serasah terbesar terdapat pada pohon
2 yaitu pohon berdiameter 33 cm, tinggi 20 m, dan tebal tajuk 5,5 m dengan total
produktivitas 1415 g/m2/minggu. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan P3K2
lebih efisien pada minggu ke-7 karena sudah berwarna hitam, dengan konsentrasi
EM4 lebih rendah dibanding perlakuan P3K3. Hasil terbaik dekomposisi daun
mahoni adalah potongan P3 dengan luas daun 0,7-1 cm2, sedang proses
dekomposisi paling efisien pada konsentrasi K2 yaitu larutan gula (100 gr gula
dilarutkan 1 liter air) dengan 10 ml EM4.
Kata kunci: Produktivitas serasah mahoni, dekomposisi semi aerobik
SUMMARY
SETYO ANDI NUGROHO. Litterfall Production and Semi Aerobic
Decomposition of Leaf Mahogany (Swietenia macrophylla King). Supervised by
MUHADIONO and IMAN RUSMANA.
Mahogany (Swietenia macrophylla King) is one of the most valuable
tropical tree in the world, due to their potential use in the development of artificial
forest such as a forest city. Mahogany trees produced enough litter, however the
litter was not used maximally. These litter can be used as a compost fertilizer after
composting decomposition. This research aims were to assess the productivity of
litter mahogany, to evaluate the effect of leaf size mahogany and addition of EM4.
Mahogany litter productivity was measured using litter-trap method. Litter
leaf fall was trapped by 1m x 1m sample plot. There were 24 sample plots placed
under mahagony stands. The plot height was 50 cm above the soil surface. Semi
aerobic decomposition was set up in bucket with nets. The cover of the bucket had
3 holes with a diameter of 2 mm for air ventilation and maintaining moisture.
Temperature and pH were monitored weekly. The experiment was set up with two
factors completely randomized design. The first factor was the size of litter with 3
different sizes i.e. 25-30 cm2 (P1), 7-10 cm2 (P2) and 0,7-1 cm2 (P3). The second
factor was microbes (EM4) addition with 3 different volume i.e. 5 ml (K1), 10 ml
(K2) and 20 ml (K3). The microbes (EM4) was prepared with 100 g of sugar in 1
liter water. Data were analyzed using the F test at the 95% confidence level. If
there was significancy, then continued with DMRT.
Enumeration of bacterial groups was conducted using 4 selective media
i.e. MRSA media for Lactobacillus sp, SCA for Actinomycetes sp, sistrom’s
media for photosynthetic bacteria, and PDA for yeast. Productivity of litterfall
was determined from the average of collected litter. The reduction rate of semi
aerobic litter decomposition were used to show the decomposition rate. Total
concentration organic carbon, nitrogen, phosphate and potash were analised at the
end of experiment.
The results showed that the highest litter productivity of mahogany at
sixteen weeks of composting periode, it was 89.24 g/m2/week in May-June (the
dry season). The highest litter productivity was found in tree no 2 (with 33 cm in
diameter, 20 m in height, and 5.5 m crown thickness). Total productivity was
1415 g/m2/week. The results showed that P3K2 treatment was the most efficient
decomposition process, it was shown at seven week of composting periode. This
treatment was combination of 0.7-1 cm2 litter size and addition of 10 ml EM4.
Key words : Litterfall production of mahogony, semi aerobic decomposition
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRODUKTIVITAS SERASAH DAN DEKOMPOSISI SEMI
AEROBIK DAUN MAHONI (Swietenia macrophylla King)
SETYO ANDI NUGROHO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sulistijorini, MSi
Judul Tesis : Produktivitas Serasah dan Dekomposisi Semi Aerobik Daun
Mahoni (Swietenia macrophylla King)
Nama
: Setyo Andi Nugroho
NIM
: G353110131
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Muhadiono, MSc
Ketua
Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Miftahudin, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian ini adalah Produktivitas Serasah dan Dekomposisi Semi
Aerobik Daun Mahoni (Swietenia macrophylla King). Penelitian ini berlangsung
dari bulan Februari 2013 sampai Desember 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Muhadiono, MSc
dan Bapak Dr Ir Iman Rusmana, MSi selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan nasihat, saran serta bimbingan. Ucapan terimakasih penulis
sampaikan kepada Bapak Zainal atas segala ilmu dan bantuannya dalam proses
mencari data dihutan penelitian Dramaga Bogor. Terimakasih juga penulis
ucapakan kepada Bapak Jaka dan Ibu Heni selaku teknisi laboratorium
mikrobiologi IPB yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan isolasi
bakteri.
Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada bapak dan ibu pengajar
Biologi Tumbuhan (BOT) atas semua ilmu, pengalaman, bimbingan, dan nasihat
selam ini. Ucapan terimakasih untuk teman-teman Biologi Tumbuhan angkatan
2011 atas kebersamaan, kecerian, kehangatan dan semangat yang telah diberikan.
Serta untuk seluruh teman-teman perkumpulan beasiswa unggulan (BU) atas
dukungan dan persahabatan selama ini. Ucapan terimakasih penulis berikan
kepada orang tua, adik-adik, dan seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang,
semangat, dan dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Mei 2014
Setyo Andi Nugroho
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Peneliitian
Hipotesis
1
2
2
2
2
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan bahan
Metode Pengumpulan Data Vegetasi
Metode Pengumpulan Data produktivitas Serasah
Metode Pengomposan Semi Aerobik
Metode Isolasi Bakteri Serasah Mahoni
Analisis Data Produktivitas
Analisis Data Laju Dekomposisi Semi Aerobik
Analisis Data Pengaruh Pengomposan Semi Aerobik
3
3
3
3
4
4
5
5
5
6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Produktivitas Serasah
Dekomposisi Serasah
PEMBAHASAN
Produktivitas Serasah
Dekomposisi Serasah
6
6
6
8
11
11
14
4 SIMPULAN DAN SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Tinggi pohon, diameter pohon, dan laju produktivitas serasah daun mahoni 8
Pengaruh potongan daun dan konsentrasi EM4 terhadap laju dekomposisi
semi aerobik
8
Warna kematangan hasil dekomposisi semi aerobik
9
Konsentrasi unsur hara daun mahoni minggu ke-10
10
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
Produktivitas serasah dan parameter lingkungan tegakan mahoni (Swietenia
macrophylla King) di Kebun Percobaan Dramaga Bogor
7
Temperatur dan pH dekomposisi semiaerobik daun mahoni
10
Perhitungan koloni bakteri EM4 minggu ke-10 dekomposisi semiaerobik
daun Mahoni
11
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
Analisis ragam laju dekomposisi serasah mahoni (Swietenia macrophylla
King)
23
Hasil dekomposisi semi aerobik daun mahoni
24
Koloni bakteri minggu ke-10 dengan medium selektif
26
Penelitian lain mengenai scanning electron microscopy (SEM) bakteri yang
terlibat dalam EM4
27
Bahan media selektif sebagai penangkap bakteri EM4
28
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mahoni (Swietenia macrophylla King) merupakan salah satu jenis pohon
tropis yang paling berharga di dunia (Rodan et al. 1992; Veríssimo et al. 1995).
Mahoni dijadikan prioritas utama dalam rangka pembangunan hutan buatan
seperti tanaman hutan kota. Pohon mahoni yang ditanam pada hutan kota
menghasilkan produktivitas serasah cukup banyak. Akan tetapi serasah yang
dihasilkan mahoni tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Serasah bisa
dimanfaatkan sebagai kompos dengan cara dekomposisi serasah. Dalam
pembuatan kompos tidak terlepas dari produksi serasah dan dekomposisi serasah.
Produksi serasah dan dekomposisi serasah adalah dua sarana penting dalam
sebuah ekosistem (Karma 1970).
Produktivitas serasah dan dekomposisi serasah merupakan rantai dasar
ekosistem secara fungsional dalam sebuah vegetasi. Produksi serasah dan
dekomposisi adalah proses yang saling berkaitan dan memberikan umpan balik
positif (Kitayama et al. 2004). Dekomposisi memberikan nutrisi yang diperlukan
untuk produktivitas serasah dengan daur ulang bahan organik, sedang peningkatan
biomassa tanaman berhubungan positif untuk menyediakan substrat dalam proses
dekomposisi serasah. Oleh karena itu, laju dekomposisi dapat mengatur siklus
nutrisi di komunitas tumbuhan dan dapat memperkirakan produktivitas bersih
serasah secara tidak langsung (Clark et al. 2001).
Serasah merupakan salah satu jalur utama dari siklus unsur hara (Vitousek
1984). Ketersediaan unsur hara penting bagi pertumbuhan tanaman secara normal.
Hilangnya beberapa unsur hara dari daerah perakaran akan menyebabkan
kesuburan tanah menurun sehingga tanah tidak mampu mendukung pertumbuhan
tanaman secara normal. Ketersediaan unsur hara yang cukup dan seimbang
diindikasikan oleh perbedaan produksi serasah dan dekomposisi serasah. Serasah
memindahkan unsur hara, nutrisi, dan energi dari vegetasi ke dalam tanah dan ini
merupakan paling dominan dalam siklus biogeokimia (Facelli dan Pickett 1991;
Liu et al. 2004). Pengetahuan ini bersifat komprehensif dari dekomposisi bahan
organik dan pola pelepasan hara dari serasah daun memaksimalkan keberlanjutan
produktivitas tanah dan tanaman.
Produktivitas dan dekomposisi serasah merupakan proses sangat komplek
melibatkan beberapa faktor (Dezzeo et al. 1998). Salah satunya ditentukan oleh
kualitas dan lingkungan fisik (Villela dan Proctor 2002). Faktor lingkungan
produktivitas serasah meliputi kecepatan angin, suhu, dan kelembaban, sedang
dekomposisi serasah meliputi fakor pH, temperatur, dan komposisi kimia serasah
dan mikroorganisme tanah (Van Breemen 1995; Aerts dan Caluwe 1997; Saetre
1998; Guo dan Sims 1999). Selain lingkungan faktor lain yang mempengaruhi
laju dekomposisi serasah dan produksi serasah adalah iklim, musim, kualitas
serasah, substrat dan jenis vegetasi (Melillo et al. 1982; Upadhyay et al. 1989;
Hobbie 1992; Vitousek et al. 1994).
Penelitian dilakukan secara semi aerobik dengan memberi lubang
(ventilasi udara) pada ember percobaan. Lubang berfungsi meminimalkan
kerugian penguapan selama resirkulasi (Pohland 1980). Dekomposisi semi
2
aerobik memberi keuntungan yaitu mempercepat biodegradasi senyawa organik
dan stabilisasi (Robison dan Peter 1983). Sistem semi aerobik menguntungkan
dengan nitrifikasi dan denitrifikasi terjadi secara bersamaan dan mempercepat
proses stabilisasi (Theng et al. 2005).
Spesies yang tumbuh pada lingkungan miskin hara lebih sulit
terdekomposisi dan menyebabkan lambatnya proses siklus hara pada lingkungan
tersebut dibanding serasah berasal dari tanaman hidup pada lingkungan kaya hara
(Van Breemen 1995; Aerts dan Caluwe 1997). Dekomposisi serasah lebih cepat
pada kondisi aerobik dibanding kondisi anaerobik (Johnson dan Damman 1991).
Serasah yang berada pada daerah mempunyai jumlah mikro organisme banyak
cenderung lebih cepat terdekomposisi dibanding pada daerah mempunyai jumlah
mikro organisme sedikit (Saetre 1998).
Proses dekomposisi dalam mempercepat kematangannya ditambahkan
dengan effective innoculant atau aktivator (Saptoadi 2001). Salah satu bahan
aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4 (EM4). Penggunaan
mikrobia terpilih EM4 mempercepat dekomposisi bahan organik dari 3 bulan
menjadi 7-14 hari. EM4 merupakan kultur campuran mikrobia terpilih seperti
Lactobacillus sp, bakteri fotosintetik, Actinomycetes sp dan yeast yang bekerja
secara sinergik dalam proses dekomposisi (Higa dan Wididana 1994).
Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengkaji produktivitas serasah mahoni (Swietenia macrophylla King).
2. Mengkaji pengaruh ukuran potongan daun mahoni (Swietenia macrophylla
King) terhadap dekomposisi semi aerobik.
3. Mengkaji pengaruh konsentrasi EM4 terhadap dekomposisi semi aerobik
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberi informasi tentang produktivitas
serasah dan dekomposisi serasah semi aerobik.
Hipotesis
Hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Produktivitas serasah tinggi terjadi pada saat musim kemarau, kecepatan
angin tinggi, temperatur udara tinggi, dan kelembaban udara rendah.
2. Terdapat pengaruh luas potongan daun terhadap dekomposisi serasah daun
mahoni (Swietenia macrophylla King).
3. Terdapat pengaruh konsentrasi EM4 terhadap dekomposisi serasah daun
mahoni (Swietenia macrophylla king).
3
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan bulan Februari sampai Desember 2013. Penelitian
dilakukan di beberapa tempat yaitu produktivitas serasah dilakukan di Kebun
Percobaan Dramaga Bogor, kemudian dekomposisi serasah dilakukan di
laboratorium Ekologi Departemen Biologi FMIPA IPB, dan isolasi bakteri
dilakukan di laboratorium Mikrobiologi FMIPA IPB serta analisis uji kandungan
C organik, N, P, dan K di laboratorium Ilmu Tanah BIOTROP.
Alat dan bahan
Peralatan dan bahan penunjang yang digunakan dalam penelitian
produktivitas serasah yaitu pita ukur 1,5 meter dan 25 meter, litter-trap (alat
penampung serasah) terbuat dari kain kasa/nylon berukuran 1 m x 1 m x 0,5 m,
tali plastik, patok bambu, timbangan, cangkul, golok, spiegel relaskop, 4 in 1.
Sedang alat untuk dekomposisi yaitu ember dengan ukuran volume 21 liter,
kantong plastik dan oven, termometer, 4 in 1, pH meter, gelas ukur 1000 ml, spray
dengan ukuran 1000 ml, dan timbangan analitik. Bahan utama yang digunakan
pada penelitian adalah serasah dari tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King)
dan media isolasi mikro organisme meliputi 4 media isolasi yaitu media MRSA
terdiri protein dari kasein, ekstrak daging, ekstrak ragi, glukosa, magnesium
sulfat, agar bacto, dipotassium hidrogen, phosphate, tween 80, diamonium
hidrogen sitrat, natrium asetat, mangan sulfat, kemudian medium soluble-casein
Agar 100 ml dengan komposisi 1 g soluble starch, 0,03 g casein, 0,2 g KNO3, 0,2
g K2HPO4, 0.005 g MgSO4.7H2O, 0,002 g CaCO3, 0,001 g FeSO4,7H2O,
selanjutnya medium sistrom 100 ml dengan komposisi 3.48 g KH2PO4, 0.5 g
NH4CI, 0,5 g NaCI, 0.3 g MgSO4.7H20, 0.0334 g CaCI2.2H20, 0.002 g
FeSO4.7H20, 0,02 ml NH4-molibdat 1%, 0.1765 mg/l EDTA, 0.1540 mg/l
MnSO4.2H20, 0.5 mg/I ZnSO4.7H2O, 0.0392mg/l CuSO4.5H2O, 0.0248 mg/I
Co(N03)2.6H2O, 0.011 mg/ml H3B03, 0.2 ml vitamin (1 mg/mI asam nikotinat,
0.5 mg/mI tiamina, dan 0.01 mg/mI biotina), dengan 5mM Na-benzoat, 0.1 mM
fenol, 5 mM Na-salisilat 2-hidroksibenzoat, 0.5 mM katekol sebagai sumber
karbon, dan medium PDA 100 ml dengan komposisi kentang 25 g, agar bacto 2 g,
dan dextrose 2 g.
Metode Pengumpulan Data Vegetasi
Serasah pada tegakan Mahoni dikumpulkan menggunakan litter-trap
method (Metode alat penampung serasah). Langkah pelaksanaan yaitu
menampung serasah daun Mahoni (Swietenia macrophylla King) ditampung
dengan menggunakan litter trap berukuran 1m x 1m sebanyak 24 buah dan
diletakkan di bawah tegakan mahoni (Swietenia macrophylla King), tinggi trap 50
cm diatas permukaan tanah.
4
Metode Pengumpulan Data produktivitas Serasah
Pengambilan serasah daun dilakukan dengan menempatkan ke dalam
plastik untuk masing-masing trap. Pengambilan serasah setiap hari minggu sekitar
pukul 08.00-10.00 WIB. Serasah yang diamati terdiri helaian daun (lamina) dan
tangkai daun (petiol). Setiap pengambilan daun, dilakukan perhitungan jumlah
daun dan penimbangan berat kering daun. Pengambilan daun hanya dilakukan
pada daun mahoni (Swietenia macrophylla King), untuk daun komunitas lain yang
tertampung dalam trap tidak dilakukan perhitungan dan penimbangan. Perlakuan
daun yang didapatkan dalam kondisi basah, dilakukan pengeringan udara (airdry), terlebih dahulu selama 1 hingga 2 minggu. Kemudian, perlakuan daun
dibungkus kertas untuk dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oF (60oC) selama
24 jam sehingga didapatkan berat kering daun konstan. Perhitungan berat kering
daun dihitung per satuan luas trap per waktu pengambilan (g/m2/minggu).
Data iklim selama penampungan serasah daun dilakukan pengamatan dan
pengumpulan yaitu meliput temperatur udara, kelembaban udara, dan kecepatan
angin. Pengukuran tinggi dan diameter pohon sebagai data penunjang dilakukan
dengan mengukur tinggi masing-masing pohon menggunakan spiegel relaskop
dan mengukur diameter pohon menggunakan meteran. Pengamatan tinggi pohon
diukur tinggi tajuk sampai ujung dan tinggi tajuk bebas cabang untuk mengetahui
tebal tajuk pohon.
Metode Pengomposan Semi Aerobik
Pengomposan semi aerobik yaitu menyediakan ember dilengkapi jaring
(rajut). Fungsi jaring (rajut) untuk memisahkan antara serasah padat dengan
bagian cair serta mempermudah mengambil serasah di ember. Penutup ember
diberi lubang (ventilasi udara) dengan diameter 2 mm sebanyak 3 buah. Lubang
berfungsi memasukkan udara dalam rangka menjaga kelembaban. Setiap
seminggu sekali dilakukan pengamatan dan pengukuran suhu dan pH. Proses
dekomposisi serasah dilakukan selama 10 minggu.
Perlakuan penelitian tentang perbedaan luas potongan serasah daun mahoni
(P1,P2,P3), Potongan mencakup P1 yaitu potongan daun mahoni dipotong
menjadi 2 bagian sama besar dengan luas daun 25-30 cm2, kemudian P2 yaitu
potongan daun mahoni yang dipotong menjadi 4 bagian sama besar dengan luas
daun 7-10 cm2, dan P3 yaitu potongan daun mahoni yang dipotong menjadi 10
bagian sama besar dengan luas daun 0,7-1 cm2. Selanjutnya serasah diberi
perlakuan 3 konsentrasi (K1,K2,K3). Konsentrasi K1 yaitu perbandingan larutan
gula (100 gr gula dilarutkan 1 liter air) dengan EM4 5 ml, selanjutnya K2 yaitu
perbandingan larutan gula (100 gr gula dilarutkan 1 liter air) dengan EM4 10 ml
dan K3 yaitu larutan gula (100 gr gula dilarutkan 1 liter air) dengan EM4 20 ml.
Dengan demikian ada sebanyak 3x3= 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi
perlakuan ditempatkan pada ember berukuran volume 21 liter dan diulang
sebanyak 3 kali. Banyak petak percobaan yang digunakan adalah 9x3 = 27 unit
percobaan. Pada akhir percobaan serasah dilakukan Uji C organik, N, P, dan K.
5
Metode Isolasi Bakteri Serasah Mahoni
Isolasi bakteri diambil dari hasil deomposisi serasah pada bagian padat
dengan perlakuan potongan daun Mahoni (P1,P2,P3) dan 3 konsentrasi EM4
(K1,K2,K3). Isolasi menggunakan 4 medium selektif mengindikasikan bakteri
tertentu yang tumbuh dari aktivator EM4. Isolasi bakteri Lactobacillus sp
menggunakan medium deMann Rogosa Sharpe Agar (MRSA), kemudian bakteri
Actinomycetes sp menggunakan medium soluble-casein, selanjutnya bakteri
fotosintetik menggunakan medium Sistrom's, dan jamur fermentasi menggunakan
medium PDA yaitu media berguna untuk menumbuhkan yeast pada perlakuan.
Analisis Data Produktivitas
Nilai tengah (rata-rata) produktivitas serasah per plot diperoleh dari setiap
pengamatan dengan rumus :
gr/m2/minggu
Dimana:
Xj : rata-rata produksi serasah per plot setiap periode (minggu)
Xi : produksi serasah per plot setiap periode
n : (trap)
Analisis Data Laju Dekomposisi Semi Aerobik
Analisis laju dekomposisi semi aerobik menggunakan rumus adalah
sebagai berikut :
Penurunan bobot didapat dengan rumus:
W0 – Wt x 100%
W0
Dimana :
W0
= berat kering awal serasah
Wt
= berat kering akhir serasah (gram) per periode waktu t
W
= Penurunan bobot
W=
Laju dekomposisi diduga dengan rumus:
D = Penurunan bobot
Minggu
Dimana : D = pendugaan laju dekomposisi.
6
Analisis Data Pengaruh Pengomposan Semi Aerobik
Pengaruh potongan luas daun dan konsentrasi EM4 dalam sistem kompos
diukur melalui rancangan Percobaan Dua Faktor dalam Rancangan Acak Lengkap
(RAL) atau Faktorial RAL. Penelitian mengkaji perbedaan luas potongan serasah
daun Mahoni (P1,P2,P3) dengan pemberian konsentrasi EM4 (K1,K2,K3).
Dengan demikian ada sebanyak 3x3= 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi
perlakuan dilakukan pengulangan 3 kali. Banyak unit percobaan adalah 9x3 = 27
unit. Seluruh ember yang digunakan dianggap seragam. Data diperoleh dari hasil
pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (Uji F) pada tingkat
kepercayaan 95%. Apabila ada perlakuan nyata dilakukan uji Duncan (DMRT).
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Produktivitas Serasah
Uji produktivitas serasah dilakukan di Kebun Percobaan Dramaga Bogor.
Kebun percobaan menurut administrasi pemerintahan termasuk ke dalam wilayah
Situ Gede dan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Batasan
secara geografis lokasi penelitian terletak pada 6 033’8” sampai dengan 6 033’38”
LS dan 106 0 44’50” sampai dengan 106 0105’19” BT. Jarak lokasi dari Bogor
sekitar 9 km ke arah Barat.
Luas kebun percobaan 60 ha, status kebun penelitian milik Departemen
Kehutanan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Iklim rata-rata
curah hujan setahun 3.552 mm, hari hujan 187. Temperatur maximum rata-rata:
30,10oC minimum rata-rata 20,10oC dengan rata-rata kelembaban 88,33%.
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk type A yaitu
iklim tropika basah.
Tanah di areal kebun Percobaan Dramaga adalah jenis latosol coklat
kemerahan. Bahan induknya berupa tuf volkan intermedier dicirikan dengan
lapisan setebal ± 17 cm, berwarna kuning kemerahan dengan kedalaman 150-167
cm. Tanah latosol yaitu lapisan atas berwarna coklat tua kemerahan dan
berangsur-angsur lebih cerah pada lapisan dalam. Tekstur tanah berupa liat sampai
liat berdebu (halus), struktur gumpal sampai remah, konsistensi gembur, liat
plastis, solum sangat dalam, batas lapisan baur, drainase sedang sampai baik dan
air tanahnya dalam (8-12 meter). Topografi kebun percobaan datar sampai agak
berombak dengan kelerengan 0-6 %. dan terletak pada ketinggian 220 meter di
atas permukaan laut.
7
kecepatan angin (m/s)
suhu (0C), kelembaban udara (%), dan
produktivitas serasah (g/m2/minggu)
Pengamatan produktivitas serasah di Kebun Percobaan Dramaga Bogor
dilakukan selama 22 minggu. jumlah pohon yang diamati sebanyak 6 pohon,
setiap pohon ada 4 trap (alat penampung serasah), sehingga trap yang digunakan
penelitian sebanyak 24 trap. Jarak tanam pohon satu dengan lain yaitu berjarak 5
meter. Hasil produktivitas serasah ditunjukkan Gambar 1 sebagai berikut:
waktu
Gambar 1
Produktivitas serasah dan parameter lingkungan tegakan mahoni
(Swietenia macrophylla King) di Kebun Percobaan Dramaga Bogor.
Hasil penelitian menunjukkan produktivitas tertinggi terjadi minggu ke-16
sebesar 89,24 g/m2/minggu yaitu bulan mei sampai juni bertepatan dengan musim
kemarau. Produktivitas terendah terjadi minggu ke-10 sebesar 29,12 g/m2/minggu
bertepatan musim hujan. Produktivitas serasah tinggi dijumpai pada musim hujan
yaitu bulan maret atau minggu ke-6 sebesar 84,61 g/m2/minggu.
Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap banyak serasah seperti suhu,
kelembaban udara, dan kecepatan angin. Pengamatan suhu berkisar antara 27,8 oC
sampai 32,60C. Suhu memiliki pengaruh signifikan terhadap produktivitas serasah
(Gosz et al. 1972). Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi produktivitas
serasah, hal ini terlihat minggu ke-6 produktivitas tinggi 84,609 g/m2/minggu
dengan suhu tinggi sebesar 31,50C. Kelembaban udara berkisar 69,1% sampai
80,4%, kelembaban udara berkaitan dengan suhu, semakin tinggi suhu maka
kelembaban udara rendah dan produktivitas tinggi. Pengamatan kecepatan angin
berkisar 0,7 m/s sampai 3,2 m/s. Semakin besar kecepatan angin semakin besar
produktivitas serasah. Angin menyebabkan daun berdekatan bergesekan satu sama
lain, menciptakan berbagai macam kerusakan.
8
Tabel 1
Tinggi pohon, diameter pohon, dan produktivitas serasah daun mahoni
(Swietenia macrophylla King)
Produktivitas
Pohon ke-
Diameter (cm)
Tinggi (m)
Tebal tajuk (m)
(g/m2/minggu)
Pohon 1
Pohon 2
Pohon 3
Pohon 4
Pohon 5
Pohon 6
rata-rata
32
33
28
26
26
28
29
17
20
14
11
15
14
15
4,6
5,5
4,3
3,8
3,7
4,4
4,5
1394,80
1415,52
1291,17
1256,29
1173,87
1249,98
1296,94
Pohon mahoni (Swietenia macrophylla King) di Kebun Percobaan
Dramaga Bogor ditanam homogen dan berumur 26 tahun, tetapi semua pohon
memiliki tinggi dan diameter berbeda. Pohon 2 memiliki diameter dan tinggi
paling besar dari pohon lain yaitu sebesar 33 cm dan tinggi 20 m. Semakin besar
diameter dan tinggi maka semakin besar nilai produktivitas. Hal ini terbukti pohon
2 memiliki total produktivitas paling tinggi sebesar 1415,52 g/m2/minggu, serta
tebal tajuk paling besar yaitu 5,5 m.
Dekomposisi Serasah
Dekomposisi yaitu perubahan yang terjadi dalam biokimia, wujud fisik,
dan bobot bahan organik (Thaiutsa dan Granger 1979). Pengaruh potongan dan
konsentrasi terhadap dekomposisi semi aerobik sebagai berikut:
Tabel 2 Pengaruh potongan daun dan konsentrasi EM4 terhadap laju dekomposisi
semi aerobik
Perlakuan
Laju dekomposisi (%)
Notasi
P1K1
3,00
a
P1K2
3,43
bcde
P1K3
3,20
ab
P2K1
3,23
abc
P2K2
3,57
defg
P2K3
3,43
bcde
P3K1
3,36
bcd
P3K2
3,70
efg
P3K3
4,03
h
Laju dekomposisi paling cepat adalah perlakuan P3K3 yaitu potongan 3
dengan ukuran paling kecil dan memiliki rentang luas daun 0,7-1 cm2, dan
konsentrasi EM4 yaitu larutan gula (100 gr gula dilarutkan 1 liter air) dengan
EM4 20 ml. Laju dekomposisi lambat adalah perlakuan P1K1 yaitu potongan 1
dengan rentang luas daun 25-30 cm2, dan konsentrasi 1 yaitu perbandingan larutan
gula (100 gr gula dilarutkan 1 liter air) dengan EM4 5 ml.
9
Tabel 3 Warna kematangan hasil dekomposisi semi aerobik daun mahoni
Perlakuan
Minggu ke-
PIK1
PIK2
PIK3
P2K1
P2K2
P2K3
P3K1
P3K2
P3K3
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
1
1
1
1
2
2
3
3
3
3
1
1
1
2
2
3
3
3
3
3
1
1
1
2
2
3
3
3
3
3
1
1
2
2
2
3
3
4
4
4
1
1
2
2
2
3
4
4
4
4
1
1
2
2
2
3
4
4
4
4
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 5
Minggu 6
Minggu 7
Minggu 8
Minggu 9
Minggu10
Ket: 1. Warna asli (tingkat kematangan 0-25 %)
2. Cokelat (tingkat kematangan 26%-50%)
3. Cokelat Pekat (tingkat kematangan 51%-75%)
4. Hitam (Tingkat kematangan 76%-100%)
Karakteristik yang digunakan untuk menilai kematangan dan kualitas
kompos salah satunya meliputi warna (Lekasi et al. 2003). Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P3K2 lebih efisien karena pada minggu
ke-7 sudah berwarna hitam dengan kebutuhan konsentrasi EM4 rendah
dibandingkan dengan perlakuan P3K3. Dekomposisi semi aerobik matang
ditunjukkan minggu terakhir perlakuan yaitu perlakuan P3K1, P3K2 dan P3K3.
Dekomposisi serasah dipengaruhi oleh beberapa kondisi lingkungan,
kualitas kimia serasah, dan adanya kelimpahan organisme pengurai dari sebuah
vegetasi (Polyakova dan Billor 2007). Faktor dominan yang mempengaruhi
aktivitas mikroorganisme dalam perombakan dan penguraian serasah adalah jenis
tanaman dan iklim. Efek terhadap jenis tanaman terhadap mikroflora ditentukan
oleh sifat fisik dan kimia daun, keduanya tercermin dalam C/N rasio (Thaiutsa
dan Granger 1979). Berikut konsentrasi unsur hara daun mahoni pada proses
dekomposisi semi aerobik minggu ke-10 sebagai berikut:
Tabel 4 Konsentrasi unsur hara daun mahoni (Swietenia macrophylla King)
minggu ke-10
Perlakuan
P1K1
P1K2
P1K3
P2K1
P2K2
P2K3
P3K1
P3K2
P3K3
C (%)
organik
37,84
36,90
38,19
32,72
36,97
36,61
23,00
20,06
20,80
N (%)
total
0,95
1,07
0,94
1,08
1,04
1,06
1,25
1,22
1,27
C/N
39,83
34,49
40,63
30,29
35,55
34,54
18,40
16,44
16,38
P (%)
total
0,10
0,12
0,11
0,14
0,11
0,14
0,14
0,14
0,13
K (%)
total
0,45
0,53
0,37
0,44
0,58
0,68
0,51
0,65
0,57
10
pH
temperatur (oC)
Nilai rasio C/N bahan organik daun serasah mahoni paling efisien yaitu
perlakuan potongan 3 dengan rentang luas 0,7-1 cm2, memiliki nilai rasio C/N
kecil dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu 16,38 sampai 18,40. Standar
Nasional Indonesia (SNI) kompos matang berkisar antara 10-20%. Prinsip
pengomposan yaitu nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N
tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang
terkandung di dalam bahan serasah. Bahan serasah mempunyai nisbah C/N tinggi
lebih susah terdekomposisi dibanding bahan serasah yang mempunyai nisbah C/N
rendah (Kochy dan Wilson 1997).
Minggu
Gambar 2 Temperatur dan pH dekomposisi semi aerobik daun mahoni (Swietenia
macrophylla King)
Pengukuran temperatur dan pH dilakukan selama 10 minggu. Hasil
penelitian menunjukkan pengukuran temperatur pada minggu pertama sebesar
30oC, kemudian naik dengan cepat dan mencapai temperatur puncak pada minggu
kelima sebesar 39oC, tumpukan serasah kemudian mengalami fase pendinginan
dan pematangan yang ditandai dengan penurunan temperatur dari temperatur
puncak menuju kestabilan. Pengukuran pH minggu pertama 6,8 kemudian
minggu kelima mengalami penurunan sejalan dengan kenaikan temperatur yaitu
sebesar 4,2 dan naik kembali menuju kestabilan saat kompos mendekati matang
atau matang.
11
14 x 106
12 x 106
10 x 106
8 x 106
6 x 106
4 x 106
2 x 106
0
Perlakuan
Gambar 3 Koloni bakteri EM4 minggu ke-10 dekomposisi semiaerobik daun
mahoni.
Hasil akhir penelitian menunjukkan yeast paling banyak pada perlakuan
P3K3 dengan total koloni 11,9 x 106, sedangkan Lactobacillus paling banyak pada
perlakuan P3K3 dengan total koloni 2,84 x 106, selanjutnya bakteri Actinomycetes
paling banyak pada perlakuan P3K3 dengan total koloni 9,94 x 106, dan tidak
terdapat bakteri fotosintetik pada pengamatan akhir minggu ke-10.
PEMBAHASAN
Produktivitas Serasah
Produktivitas serasah dipengaruhi oleh faktor fisik seperti proses mekanik
dari hujan, angin dan fisiologis respon tanaman terhadap perubahan lingkungan
(Santiago dan Mulkey 2005). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
produktivitas tertinggi terjadi pada minggu ke-16 sebesar 89,24 g/m2/minggu
yaitu bulan mei sampai juni bertepatan dengan musim kemarau. Produktivitas
terendah pada minggu ke-10 sebesar 29,12 g/m2/minggu bertepatan dengan
musim hujan. Produktivitas serasah tinggi dijumpai pada musim hujan yaitu bulan
maret atau minggu ke-6 sebesar 84,61 g/m2/minggu. Musim memiliki pengaruh
kuat dalam penentuan jumlah serasah, musim kemarau jumlah produktivitas
serasah tinggi, sedangkan musim hujan produktivitas serasah rendah, namun akan
berbeda dengan tipe hutan lain (Hopkins 1966; John 1973; Songwe et al. 1988;
Muoghalu et al. 1993). Produktivitas serasah meningkat dan mencapai maksimum
pada musim kemarau dan menurun pada musim hujan, hal ini terjadi karena pada
musim kemarau terjadi persaingan antar tanaman dan antar organ dalam suatu
tanaman untuk mendapatkan cahaya matahari, sehingga menyebabkan terjadinya
12
efisiensi dalam proses fotosintesis dan tanaman cepat melakukan regenerasi
(Sallata et al. 1990). Tingkat serasah di areal kebun Percobaan Dramaga musim
hujan puncak serasah minggu ke-6 sebesar 84,61 g/m2/minggu, berbeda pada
musim kemarau tingkat serasah merata. Penelitian ini sejalan yang dilakukan oleh
Cuevas dan Medina (1986), serta Barbosa dan Fearnside (1996) menemukan
tingkat serasah merata selama musim kemarau. Beberapa penelitian lain
mengungkapkan bahwa musim kemarau adalah puncak serasah, hal ini karena
tanaman mengalami stres air dan respon vegetatif musiman (Arato et al. 2003).
Pohon mahoni saat musim kemarau menggugurkan daun dalam jumlah banyak,
tetapi hasil penelitian juga menunjukkan jumlah serasah banyak saat musim hujan
(Gambar 1) karekteristik ini menjadi catatan tersendiri oleh Arato et al. (2003)
dan Ara´ujo et al. (2002) di hutan dengan iklim musim antara intensitas curah
hujan sedang dan tinggi. Menurut Luiz˜ao (1989) ada hubungan positif selama
hujan yang intens ditambah dengan angin kencang yang diikuti kekeringan
singkat menghasilkan tingkat serasah yang tinggi.
Produksi serasah berhubungan dengan faktor lingkungan (Finer 1996; Hart
et al. 1992), faktor lingkungan yang diukur dalam penelitian yaitu kecepatan
angin, kelembaban udara, dan suhu. Berdasarkan hasil penelitian kecepatan angin
memiliki pengaruh terhadap besar kecilnya produktivitas serasah, semakin besar
kecepatan angin sebesar 2,7 m/s semakin besar pula produktivitas serasah sebesar
87,77 g/m2/minggu. Angin menyebabkan daun berdekatan bergesekan satu sama
lain, menciptakan berbagai macam kerusakan. Thompson (1974) melaporkan
penelitian mengenai tumbuhan Festuca arundinacea Schreb dengan perlakuan
lubang angin sebesar 3,5 m/s dan dilihat secara mikroskopis terjadi kerusakan
pada bagian epidermis. Kerusakan menyebabkan pecahnya epidermal sel,
keretakan pada kutikula, dan semakin menipisnya lapisan lilin. Dalam percobaan
menunjukkan bahwa daun rusak akan kehilangan banyak kapasitas untuk kontrol
kehilangan air (Grace 1974). Angin menyebabkan kerusakan daun dan telah
dilaporkan dapat menyebabkan daun mengering (Boodle 1920; Tsuboi 1961).
Angin menyebabkan daun bergesekan sehingga menimbulkan goresan, luka, dan
pecah (Aston dan Bradshaw 1966; Taylor dan Sexton 1972; Wilson 1980), dilihat
secara makroskopik kerusakan bahkan lebih jelas ketika angin membawa partikel
pasir, tanah atau es (Fryrear 1971; Armbrust et al. 1974). Pengaruh lain yang
sering disebut dalam literatur adalah stomata yang segera menutup dalam
menanggapi perlakuan angin (Martin dan Clements 1935; Tranquillini 1969;
Caldwell 1970).
Daun merupakan komponen penting dalam produktivitas serasah dan
merespon dengan cepat terhadap perubahan iklim (Liu et al. 2004). Perubahan
iklim salah satunya adalah suhu. Berdasarkan hasil penelitian suhu memiliki
rentang 27,80C-32,60C. Suhu memiliki pengaruh signifikan terhadap produktivitas
serasah (Gosz et al. 1972). Semakin tinggi suhu semakin besar pula produktivitas
serasah, terlihat suhu 30,30C produktivitas serasah tinggi sebesar 89,24
g/m2/minggu . Suhu memiliki keterkaitan dengan musim yang terjadi pada sebuah
vegetasi (Tadaki dan Kagawa 1968). Ketika suhu naik pohon mulai
menggugurkan daunnya, kondisi tanah terlihat kering, sehingga daun tidak
mendapat nutrisi dari akar. Suhu naik terjadi saat akhir musim semi dan
memasuki musim panas, dalam kondisi ini daun dapat menggugurkan daunnya
sampai lima kali lipat atau lebih (Dimock 1958). Kekeringan daun akibat suhu
13
tinggi dapat meningkatkan stres pada tanaman (Vose dan Allen 1991). Kondisi
kekeringan merupakan salah satu faktor yang dapat menekan pertumbuhan
(Schwanz dan Polle 2001). Gejala pertama yang disebabkan oleh kekeringan ialah
penurunan potensial air kemudian diikuti oleh penutupan stomata (Chaves 1991;
Brodribb dan Holbrook 2003) sehingga menyebabkan pengambilan CO2 proses
fotosintesis terhambat yang akhirnya menurunkan laju fotosintesis (Lawlor 2002;
Neumann 2008). Apabila kekeringan berlanjut menyebabkan pertumbuhan fase
generatif terganggu sehingga melakukan mekanisme menggugurkan daun
(Neumann 2008). Hamim (2004) menyatakan bahwa pada tahap awal, kekeringan
menyebabkan berkurangnya pembukaan stomata untuk meminimalisir kehilangan
air di bawah kondisi cahaya berlebihan. Peristiwa ini mengakibatkan terjadinya
penurunan konsentrasi CO2 intrasel, sehingga tanaman mengalami overreduksi
pada transfer elektron fotosintesis. Overreduksi terjadi karena pembentukan
NADPH reaksi terang tidak diimbangi oleh pemakaian NADPH pada reaksi gelap
karena penurunan konsentrasi CO2 intrasel. Hal ini mengakibatkan terbentuknya
reactive oxygen species (ROS) diawali dengan pengikatan elektron pada transpor
elektron fotosintesis oleh oksigen. Proses selanjutnya terbentuk berbagai bentuk
senyawa ROS seperti; superoksida (O2-), singlet oksigen (.O2), radikal hidroksil
(OH) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Mckersie dan Leshem 1994). Senyawa
reactive oxygen species (ROS) dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman
(Aroca et al. 2001). Jika hal ini dibiarkan, maka daun akan gugur (Apel dan Hirt
2004).
Suhu dan kelembaban udara memiliki keterkaitan dengan produktivitas
serasah. Naiknya suhu udara menyebabkan menurunnya kelembaban udara
sehingga transpirasi meningkat, dan untuk menguranginya daun harus segera
digugurkan (Yuliadi dan Suci 2008). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terlihat
minggu ke-1 dan minggu ke-2 memiliki suhu tertinggi sebesar 31,40C dan 32,60C,
sebaliknya minggu ke-1 dan minggu ke-2 untuk pengukuran kelembaban udara
memiliki nilai paling kecil yaitu sebesar 69,5% dan 69,1%.
Penelitian mengenai pengaruh umur tanaman terhadap produktivitas
serasah telah dilakukan oleh banyak peneliti (Finer 1996). Produktivitas serasah
akan meningkat pada penutupan kanopi, selanjutnya relatif konstan, kemudian
mengalami penurunan pada usia tua, umur tanaman sebenarnya tidak berpengaruh
secara langsung terhadap produktivitas serasah (Albrektson 1988). Umur tanaman
sama memiliki perbedaan volume batang antara satu dengan yang lain. Volume
batang memiliki pengaruh terhadap produktivitas serasah. Tanaman dengan
volume batang besar memiliki nilai produktivitas serasah lebih tinggi
dibandingkan tanaman dengan volume batang yang kecil (Michael et al. 2005).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon 2 dengan
diameter 33 cm, tinggi 20 m, dan tebal tajuk 5,5 m dengan total produktivitas
1415 g/m2/minggu. Perbedaan volume dengan umur yang sama terjadi karena
unsur hara dan air yang terkandung dalam tanah berbeda antara satu dengan yang
lain. Tanaman dengan air dan unsur hara yang cukup, memiliki volume batang
yang lebih besar (Hennessey et al. 1992).
14
Dekomposisi Serasah
Dekomposisi serasah merupakan proses yang sangat penting dalam
dinamika hara pada suatu ekosistem (Regina dan Tarazona 2001). Kecepatan
kematangan dalam proses dekomposisi bervariasi (Kochy dan Wilson 1997).
Secara umum kematangan dalam proses dekomposisi mengacu pada sedikit
banyaknya bakteri, jamur, air, dan kelembaban serasah (Lekasi et al. 2003).
Beberapa karakteristik yang digunakan untuk menilai kematangan dan kualitas
kompos meliputi tekstur, warna, bau, dan aktivitas biologis (Lekasi et al. 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P3K2 lebih efisien karena pada
minggu ke-7 sudah berwarna hitam dengan kebutuhan konsentrasi EM4 rendah
dibandingkan dengan perlakuan P3K3. Kompos matang dengan karakteristik
tekstur serasah kasar menjadi lebih halus, kompos matang diperkirakan tinggal
30% dari biomassa awal, selanjutnya warna kompos cokelat seragam gelap atau
hitam, dan tidak berbau busuk (Kochy dan Wilson 1997).
Hasil penelitian menunjukkan F hitung 24,77 > F tabel 3,555 atau P value
0,000 < α 0,05 sehingga terdapat pengaruh perbedaan potongan serasah daun
mahoni terhadap proses dekomposisi (Lampiran 1). Perlakuan P3K2 dengan luas
daun 0,7-1 cm2 lebih cepat matang dan efisien pada perlakuan lain (Tabel 2).
Ukuran partikel serasah kecil mempengaruhi pergerakan oksigen ke dalam
tumpukan yaitu berkaitan dengan kerja mikroba dalam mendekomposisi serasah
yang melibatkan fungsi enzim dan substrat. Partikel kecil dari bahan organik
meningkatkan permukaan area, sehingga mikroba dalam dekomposisi serasah
bekerja secara maksimal. Ukuran serasah kecil membuat pergerakan karbon
dioksida dalam tumpukan serasah sehingga proses dekomposisi lebih cepat atau
matang (Zia et al. 2003). Ukuran potongan daun yang lebih kecil menjadikan
mikroba bekerja secara maksimal dalam mendekomposisi serasah, sedangkan
ukuran potongan yang lebih besar memiliki luas permukaan area yang lebar dan
terdapat rongga udara yang menyebabkan mikroba bekerja kurang maksimal
(Marie et al. 2002). Proses semi aerobik terdapat lubang (ventilasi udara) pada
penutup ember percobaan. Lubang berfungsi meminimalkan kerugian
menguapkan selama resirkulasi (Pohland 1980). Dekomposisi secara semi aerobik
menyebabkan kerja bakteri lebih cepat mendekomposisi seperti bakteri aerobik
(Hanashima et al. 1981). Selain itu dekomposisi secara semi aerobik memberikan
keuntungan yaitu mempercepat biodegradasi senyawa organik dan stabilisasi
(Robison dan Peter 1983). Sistem semi aerobik menguntungkan dengan nitrifikasi
dan denitrifikasi terjadi secara bersamaan dan mempercepat proses stabilisasi
(Theng et al. 2005).
Hasil penelitian menunjukkan F hitung 17,95 > F tabel 3,555 atau P value
0,000 < α 0,05 sehingga terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi Effective
Microorganism 4 (EM4) terhadap proses dekomposisi (Lampiran 1). Konsentrasi
paling efisien terdapat pada perlakuan P3K2 yaitu larutan gula (100 gr gula
dilarutkan 1 liter air) dengan EM4 10 ml (Tabel 1). Effective Microorganism 4
(EM4) berfungsi mempercepat penguraian bahan organik, menghilangkan bau
yang timbul selama proses penguraian dan meningkatkan aktivitas mikro
organisme (Syafrudin dan Badrus 2007). Hasil penelitian lainnya menunjukkan F
hitung 3,77 > F tabel 2,928 atau P value 0,021 < α 0,05 sehingga terdapat
pengaruh interaksi antara potongan daun mahoni dan konsentrasi EM4 terhadap
15
dekomposisi serasah (Lampiran 1). Dekomposisi serasah adalah proses
penghancuran bahan organik seperti daun mahoni menjadi menjadi unsur hara
terlarut dan partikel yang lebih kecil yaitu berkurangnya bobot serasah.
Kehilangan bobot yang cepat dalam tahap awal dekomposisi serasah terkait
dengan karbohidrat mudah terurai, Sedang pada tahap selanjutnya relatif lambat
karena akumulasi senyawa yang lebih rekalsitran seperti lignin dan selulosa
(Songwe et al. 1988; Berg 2000).
Rasio karbon dengan hara lain sangat penting dalam proses dekomposisi.
Proses dekomposisi semi aerobik melibatkan mikroorganisme yang bekerja secara
sinergik. Mikroorganisme membutuhkan sumber karbon untuk menyediakan
energi dan pasokan nitrogen untuk protein sel. Berdasarkan hasil penelitian
perlakuan dengan potongan 3 dengan luas 0,7-1 cm2 memiliki nilai rasio C/N
rasio lebih kecil dibanding dengan potongan lain dengan rentang 16,38-18,40.
Penurunan rasio C/N disebabkan karena kenaikan kadar N dan penurunan kadar
C. Peningkatan kadar N akibat terjadinya penguraian protein menjadi asam amino
selama pengomposan dengan bantuan kegiatan mikroorganisme heterotropik,
seperti bakteri, fungi dan Actinomycetes. Asam amino kemudian mengalami
amonifikasi menghasilkan ammonium yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat
(Oades 1994). Penurunan unsur karbon (C) disebabkan karena senyawa karbon
organik digunakan sebagai sumber energi bagi organisme dan selanjutnya karbon
tersebut hilang sebagai CO2. EM4 merupakan kultur campuran mikroorganisme
aerob dan anerob seperti Lactobacillus, bakteri fotosintetik, Actinomycetes dan
sedikit jamur. Mikroorganisme tersebut bekerja secara sinergik untuk
menguraikan bahan organik secara terus menerus, dan suksesif terbukti adanya
koloni bakteri tertangkap pada minggu ke-10 (Lampiran 3).
Dekomposisi yaitu proses yang komplek melibatkan beberapa faktor
lingkungan seperti suhu (Guo dan Sims 1999). Berdasarkan hasil penelitian
temperatur menunjukkan kenaikan dari minggu ke-1 dengan rentang suhu 300C310C hingga minggu 5 dengan rentang 390C-420C. Selanjutnya mengalami
penurunan pada minggu 8 menjadi 270C. Suhu tinggi dipertahankan berguna
mempercepat proses dekomposisi sedangkan suhu rendah menyebabkan kompos
terhambat bahkan menghentikan proses dekomposisi menunjukkan kurangnya
oksigen atau kondisi kelembaban yang tidak memadai sehingga aktivitas mikroba
juga terhambat (Lekasi et al. 2003). Suhu memainkan perannya dalam proses
dekomposisi dimana populasi mikroba mengalami proses mesofilik (20-400C) dan
termofilik (>400C). Tahap mesofilik adalah tahapan awal proses dekomposisi
yang mempunyai peranan membusukan serasah dengan cepat, saat fase mesofilik
perkembangbiakkan mikroorganisme (jamur fermentasi dan Actinomyces) paling
baik, dan enzim yang dihasilkan untuk menguraikan bahan organik paling efektif
daya urainya. Aktivitas mikroorganisme mesofilik menghasilkan panas dan
mengawali fase termofilik. Pada fase termofilik melakukan proses pencernaan
secara kimiawi, dimana bahan organik dilarutkan dan kemudian diuraikan dan
akan mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme (Anni et al. 2003).
Tahap termofilik diperlukan untuk menjamin stabilisasi dan pasteurisasi kompos
serta menghilangkan organisme merugikan. Tahap termofilik berlangsung
beberapa hari tergantung bagaimana mendapat pasokan oksigen kedalam
tumpukan serasah, kualitas serasah, dan kuantitas substrat. Suhu tumpukan turun
kembali pada kisaran mesofilik (Epstein et al. 1976; Lekasi et al. 2003).
16
Faktor penting dalam proses dekomposisi selain suhu yaitu pH. Dalam
proses dekomposisi pH berkisar 4-12 (Rizwan et al. 2007). Tidak ada pH spesifik
yang diperlukan untuk proses dekomposisi (Gaur 1997). Proses dekomposisi
serasah melibatkan kegiatan metabolik yang berpengaruh terhadap pH kompos.
Meningkatnya pH disebabkan oleh deaminasi yaitu reaksi kimiawi metabolisme
melepaskan gugus amina dari molekul senyawa asam amino. Gugus amina
terlepas akan terkonversi menjadi amonia sebaliknya produksi asam organik
selama dekomposisi karbohidrat dan lipid mengurangi pH. Peningkatan pH erat
kaitannya dengan proses dekomposisi. Bahan organik yang telah terdekompisisi
dapat meningkatkan aktivitas ion OH- yang bersumber dari gugus karboksil (COOH) dan gugus hidroksil (OH-). Ion OH- akan menetralisir ion H+ yang berada
dalam larutan. Brady dan Weil (2002), menyatakan bahwa naik turunnya pH
merupakan fungsi ion H+ dan OH-, jika konsentrasi ion H+ dalam larutan naik,
maka pH akan turun dan jika konsentrasi ion OH- naik maka pH akan naik, lebih
lanjut dijelaskan pula bahwa bahan organik yang telah terdekomposisi akan dapat
menghasilkan ion OH- yang dapat menetralisir aktivitas ion H+. Peningkatan pH
tersebut erat kaitannya dengan hasil dekomposisi bahan organik. Hasil penelitian
menunjukkan pH dalam kondisi asam hingga minggu 5 yaitu sebesar 4 sampai 4,3
kemudian pH netral hingga proses dekomposisi selesai, hal ini sesuai dengan
Hernando et al. (1989) melaporkan bahwa produk kompos pengukuran pH pada
tahap awal asam dan kompos matang dengan pH netral.
Proses dekomposisi merupakan proses dinamis yang melibatkan banyak
mikroba seperti bakteri fotosintetik, Lactobacillus, Actinomycetes, dan yeast
(Crawford 1983). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivator EM4 diisolasi
dengan menggunakan medium selektif, yeast menggunakan medium PDA dimana
yeast paling banyak terdapat pada perlakuan P3K3 dengan total koloni 11,9 x 106,
sedangkan Lactobacillus menggunakan medium MRSA bakteri paling banyak
pada perlakuan P3K3 dengan total koloni 2,84 x 106, selanjutnya bakteri
Actinomycetes menggunakan medium SCA bakteri paling banyak terdapat pada
perlakuan P3K3 dengan total koloni 9,94 x 106, dan medium sistrom tidak
terdapat bakteri fotosintetik. B
AEROBIK DAUN MAHONI (Swietenia macrophylla King)
SETYO ANDI NUGROHO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul produktivitas serasah dan
dekomposisi semi aerobik daun mahoni (Swietenia macrophylla King) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Setyo Andi Nugroho
NIM G353110131
RINGKASAN
SETYO ANDI NUGROHO. Produktivitas Serasah dan Dekomposisi Semi
Aerobik Daun Mahoni (Swietenia macrophylla King). Dibimbing oleh
MUHADIONO dan IMAN RUSMANA.
Mahoni (Swietenia macrophylla King) merupakan salah satu jenis pohon
tropis yang paling berharga di dunia. Mahoni dijadikan prioritas utama dalam
rangka pembangunan hutan buatan seperti tanaman hutan kota. Pohon mahoni
yang ditanam menghasilkan produktivitas cukup banyak. Akan tetapi serasah
yang dihasilkan mahoni tidak dimanfaatkan secara maksimal. Serasah bisa
dimanfaatkan sebagai kompos dengan cara mendekomposisi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji produktivitas serasah mahoni, mengkaji pengaruh
ukuran potongan daun mahoni, dan mengkaji pengaruh konsentrasi EM4.
Produktivitas serasah pada tegakan mahoni diukur menggunakan littertrap method. Serasah yang jatuh ditampung menggunakan litter trap berukuran
1m x 1m sebanyak 24 buah yang diletakkan pada lokasi di bawah tegakan
mahoni, dengan tinggi trap 50 cm dari permukaan tanah. Dekomposisi semi
aerobik dilakukan dengan menyediakan ember dilengkapi jaring. Tutup ember
diberi lubang (ventilasi udara) diameter 2 mm jumlah 3 buah. Lubang bekerja
untuk memasukkan udara dan mempertahankan kelembaban. Setiap minggu
dilakukan pengamatan dan pengukuran suhu serta pH. Pengaruh kompos diuji
menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor
pertama Perlakuan potongan serasah daun mahoni P1 dengan luas daun 25-30
cm2, P2 luas 7-10 cm2, dan P3 luas 0,7-1 cm2. Faktor kedua konsentrasi EM4, K1
adalah rasio larutan gula (100 g gula dilarutkan 1 liter air) yaitu K1 sebanyak 5
ml, K2 dengan 10 ml dan K3 dengan 20 ml. Data dianalisis menggunakan uji F
pada tingkat kepercayaan 95%. Apabila ada perlakuan nyata selanjutnya
dilakukan uji Duncan (DMRT).
Isolasi bakteri menggunakan 4 media selektif, yaitu MRSA untuk
Lactobacillus sp; SCA untuk Actinomycetes sp; medium sistrom’s untuk bakteri
fotosintetik, dan PDA untuk yeast. Analisis produktivitas serasah menggunakan
rerata serasah yang dikumpulkan selama periode percobaan. Analisis dekomposisi
semi aerobik menggunakan perbedaan penurunan bobot serasah. Pada akhir
percobaan dilakukan uji kadar C organik, N, P, dan K.
Hasil penelitian menunjukkan produktivitas serasah tertinggi terjadi pada
minggu ke-16 sebesar 89,24 g/m2/minggu pada bulan mei-juni yaitu bertepatan
dengan musim kemarau. Total produktivitas serasah terbesar terdapat pada pohon
2 yaitu pohon berdiameter 33 cm, tinggi 20 m, dan tebal tajuk 5,5 m dengan total
produktivitas 1415 g/m2/minggu. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan P3K2
lebih efisien pada minggu ke-7 karena sudah berwarna hitam, dengan konsentrasi
EM4 lebih rendah dibanding perlakuan P3K3. Hasil terbaik dekomposisi daun
mahoni adalah potongan P3 dengan luas daun 0,7-1 cm2, sedang proses
dekomposisi paling efisien pada konsentrasi K2 yaitu larutan gula (100 gr gula
dilarutkan 1 liter air) dengan 10 ml EM4.
Kata kunci: Produktivitas serasah mahoni, dekomposisi semi aerobik
SUMMARY
SETYO ANDI NUGROHO. Litterfall Production and Semi Aerobic
Decomposition of Leaf Mahogany (Swietenia macrophylla King). Supervised by
MUHADIONO and IMAN RUSMANA.
Mahogany (Swietenia macrophylla King) is one of the most valuable
tropical tree in the world, due to their potential use in the development of artificial
forest such as a forest city. Mahogany trees produced enough litter, however the
litter was not used maximally. These litter can be used as a compost fertilizer after
composting decomposition. This research aims were to assess the productivity of
litter mahogany, to evaluate the effect of leaf size mahogany and addition of EM4.
Mahogany litter productivity was measured using litter-trap method. Litter
leaf fall was trapped by 1m x 1m sample plot. There were 24 sample plots placed
under mahagony stands. The plot height was 50 cm above the soil surface. Semi
aerobic decomposition was set up in bucket with nets. The cover of the bucket had
3 holes with a diameter of 2 mm for air ventilation and maintaining moisture.
Temperature and pH were monitored weekly. The experiment was set up with two
factors completely randomized design. The first factor was the size of litter with 3
different sizes i.e. 25-30 cm2 (P1), 7-10 cm2 (P2) and 0,7-1 cm2 (P3). The second
factor was microbes (EM4) addition with 3 different volume i.e. 5 ml (K1), 10 ml
(K2) and 20 ml (K3). The microbes (EM4) was prepared with 100 g of sugar in 1
liter water. Data were analyzed using the F test at the 95% confidence level. If
there was significancy, then continued with DMRT.
Enumeration of bacterial groups was conducted using 4 selective media
i.e. MRSA media for Lactobacillus sp, SCA for Actinomycetes sp, sistrom’s
media for photosynthetic bacteria, and PDA for yeast. Productivity of litterfall
was determined from the average of collected litter. The reduction rate of semi
aerobic litter decomposition were used to show the decomposition rate. Total
concentration organic carbon, nitrogen, phosphate and potash were analised at the
end of experiment.
The results showed that the highest litter productivity of mahogany at
sixteen weeks of composting periode, it was 89.24 g/m2/week in May-June (the
dry season). The highest litter productivity was found in tree no 2 (with 33 cm in
diameter, 20 m in height, and 5.5 m crown thickness). Total productivity was
1415 g/m2/week. The results showed that P3K2 treatment was the most efficient
decomposition process, it was shown at seven week of composting periode. This
treatment was combination of 0.7-1 cm2 litter size and addition of 10 ml EM4.
Key words : Litterfall production of mahogony, semi aerobic decomposition
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRODUKTIVITAS SERASAH DAN DEKOMPOSISI SEMI
AEROBIK DAUN MAHONI (Swietenia macrophylla King)
SETYO ANDI NUGROHO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sulistijorini, MSi
Judul Tesis : Produktivitas Serasah dan Dekomposisi Semi Aerobik Daun
Mahoni (Swietenia macrophylla King)
Nama
: Setyo Andi Nugroho
NIM
: G353110131
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Muhadiono, MSc
Ketua
Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Miftahudin, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian ini adalah Produktivitas Serasah dan Dekomposisi Semi
Aerobik Daun Mahoni (Swietenia macrophylla King). Penelitian ini berlangsung
dari bulan Februari 2013 sampai Desember 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Muhadiono, MSc
dan Bapak Dr Ir Iman Rusmana, MSi selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan nasihat, saran serta bimbingan. Ucapan terimakasih penulis
sampaikan kepada Bapak Zainal atas segala ilmu dan bantuannya dalam proses
mencari data dihutan penelitian Dramaga Bogor. Terimakasih juga penulis
ucapakan kepada Bapak Jaka dan Ibu Heni selaku teknisi laboratorium
mikrobiologi IPB yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan isolasi
bakteri.
Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada bapak dan ibu pengajar
Biologi Tumbuhan (BOT) atas semua ilmu, pengalaman, bimbingan, dan nasihat
selam ini. Ucapan terimakasih untuk teman-teman Biologi Tumbuhan angkatan
2011 atas kebersamaan, kecerian, kehangatan dan semangat yang telah diberikan.
Serta untuk seluruh teman-teman perkumpulan beasiswa unggulan (BU) atas
dukungan dan persahabatan selama ini. Ucapan terimakasih penulis berikan
kepada orang tua, adik-adik, dan seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang,
semangat, dan dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Mei 2014
Setyo Andi Nugroho
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Peneliitian
Hipotesis
1
2
2
2
2
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan bahan
Metode Pengumpulan Data Vegetasi
Metode Pengumpulan Data produktivitas Serasah
Metode Pengomposan Semi Aerobik
Metode Isolasi Bakteri Serasah Mahoni
Analisis Data Produktivitas
Analisis Data Laju Dekomposisi Semi Aerobik
Analisis Data Pengaruh Pengomposan Semi Aerobik
3
3
3
3
4
4
5
5
5
6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Produktivitas Serasah
Dekomposisi Serasah
PEMBAHASAN
Produktivitas Serasah
Dekomposisi Serasah
6
6
6
8
11
11
14
4 SIMPULAN DAN SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Tinggi pohon, diameter pohon, dan laju produktivitas serasah daun mahoni 8
Pengaruh potongan daun dan konsentrasi EM4 terhadap laju dekomposisi
semi aerobik
8
Warna kematangan hasil dekomposisi semi aerobik
9
Konsentrasi unsur hara daun mahoni minggu ke-10
10
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
Produktivitas serasah dan parameter lingkungan tegakan mahoni (Swietenia
macrophylla King) di Kebun Percobaan Dramaga Bogor
7
Temperatur dan pH dekomposisi semiaerobik daun mahoni
10
Perhitungan koloni bakteri EM4 minggu ke-10 dekomposisi semiaerobik
daun Mahoni
11
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
Analisis ragam laju dekomposisi serasah mahoni (Swietenia macrophylla
King)
23
Hasil dekomposisi semi aerobik daun mahoni
24
Koloni bakteri minggu ke-10 dengan medium selektif
26
Penelitian lain mengenai scanning electron microscopy (SEM) bakteri yang
terlibat dalam EM4
27
Bahan media selektif sebagai penangkap bakteri EM4
28
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mahoni (Swietenia macrophylla King) merupakan salah satu jenis pohon
tropis yang paling berharga di dunia (Rodan et al. 1992; Veríssimo et al. 1995).
Mahoni dijadikan prioritas utama dalam rangka pembangunan hutan buatan
seperti tanaman hutan kota. Pohon mahoni yang ditanam pada hutan kota
menghasilkan produktivitas serasah cukup banyak. Akan tetapi serasah yang
dihasilkan mahoni tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Serasah bisa
dimanfaatkan sebagai kompos dengan cara dekomposisi serasah. Dalam
pembuatan kompos tidak terlepas dari produksi serasah dan dekomposisi serasah.
Produksi serasah dan dekomposisi serasah adalah dua sarana penting dalam
sebuah ekosistem (Karma 1970).
Produktivitas serasah dan dekomposisi serasah merupakan rantai dasar
ekosistem secara fungsional dalam sebuah vegetasi. Produksi serasah dan
dekomposisi adalah proses yang saling berkaitan dan memberikan umpan balik
positif (Kitayama et al. 2004). Dekomposisi memberikan nutrisi yang diperlukan
untuk produktivitas serasah dengan daur ulang bahan organik, sedang peningkatan
biomassa tanaman berhubungan positif untuk menyediakan substrat dalam proses
dekomposisi serasah. Oleh karena itu, laju dekomposisi dapat mengatur siklus
nutrisi di komunitas tumbuhan dan dapat memperkirakan produktivitas bersih
serasah secara tidak langsung (Clark et al. 2001).
Serasah merupakan salah satu jalur utama dari siklus unsur hara (Vitousek
1984). Ketersediaan unsur hara penting bagi pertumbuhan tanaman secara normal.
Hilangnya beberapa unsur hara dari daerah perakaran akan menyebabkan
kesuburan tanah menurun sehingga tanah tidak mampu mendukung pertumbuhan
tanaman secara normal. Ketersediaan unsur hara yang cukup dan seimbang
diindikasikan oleh perbedaan produksi serasah dan dekomposisi serasah. Serasah
memindahkan unsur hara, nutrisi, dan energi dari vegetasi ke dalam tanah dan ini
merupakan paling dominan dalam siklus biogeokimia (Facelli dan Pickett 1991;
Liu et al. 2004). Pengetahuan ini bersifat komprehensif dari dekomposisi bahan
organik dan pola pelepasan hara dari serasah daun memaksimalkan keberlanjutan
produktivitas tanah dan tanaman.
Produktivitas dan dekomposisi serasah merupakan proses sangat komplek
melibatkan beberapa faktor (Dezzeo et al. 1998). Salah satunya ditentukan oleh
kualitas dan lingkungan fisik (Villela dan Proctor 2002). Faktor lingkungan
produktivitas serasah meliputi kecepatan angin, suhu, dan kelembaban, sedang
dekomposisi serasah meliputi fakor pH, temperatur, dan komposisi kimia serasah
dan mikroorganisme tanah (Van Breemen 1995; Aerts dan Caluwe 1997; Saetre
1998; Guo dan Sims 1999). Selain lingkungan faktor lain yang mempengaruhi
laju dekomposisi serasah dan produksi serasah adalah iklim, musim, kualitas
serasah, substrat dan jenis vegetasi (Melillo et al. 1982; Upadhyay et al. 1989;
Hobbie 1992; Vitousek et al. 1994).
Penelitian dilakukan secara semi aerobik dengan memberi lubang
(ventilasi udara) pada ember percobaan. Lubang berfungsi meminimalkan
kerugian penguapan selama resirkulasi (Pohland 1980). Dekomposisi semi
2
aerobik memberi keuntungan yaitu mempercepat biodegradasi senyawa organik
dan stabilisasi (Robison dan Peter 1983). Sistem semi aerobik menguntungkan
dengan nitrifikasi dan denitrifikasi terjadi secara bersamaan dan mempercepat
proses stabilisasi (Theng et al. 2005).
Spesies yang tumbuh pada lingkungan miskin hara lebih sulit
terdekomposisi dan menyebabkan lambatnya proses siklus hara pada lingkungan
tersebut dibanding serasah berasal dari tanaman hidup pada lingkungan kaya hara
(Van Breemen 1995; Aerts dan Caluwe 1997). Dekomposisi serasah lebih cepat
pada kondisi aerobik dibanding kondisi anaerobik (Johnson dan Damman 1991).
Serasah yang berada pada daerah mempunyai jumlah mikro organisme banyak
cenderung lebih cepat terdekomposisi dibanding pada daerah mempunyai jumlah
mikro organisme sedikit (Saetre 1998).
Proses dekomposisi dalam mempercepat kematangannya ditambahkan
dengan effective innoculant atau aktivator (Saptoadi 2001). Salah satu bahan
aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4 (EM4). Penggunaan
mikrobia terpilih EM4 mempercepat dekomposisi bahan organik dari 3 bulan
menjadi 7-14 hari. EM4 merupakan kultur campuran mikrobia terpilih seperti
Lactobacillus sp, bakteri fotosintetik, Actinomycetes sp dan yeast yang bekerja
secara sinergik dalam proses dekomposisi (Higa dan Wididana 1994).
Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengkaji produktivitas serasah mahoni (Swietenia macrophylla King).
2. Mengkaji pengaruh ukuran potongan daun mahoni (Swietenia macrophylla
King) terhadap dekomposisi semi aerobik.
3. Mengkaji pengaruh konsentrasi EM4 terhadap dekomposisi semi aerobik
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberi informasi tentang produktivitas
serasah dan dekomposisi serasah semi aerobik.
Hipotesis
Hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Produktivitas serasah tinggi terjadi pada saat musim kemarau, kecepatan
angin tinggi, temperatur udara tinggi, dan kelembaban udara rendah.
2. Terdapat pengaruh luas potongan daun terhadap dekomposisi serasah daun
mahoni (Swietenia macrophylla King).
3. Terdapat pengaruh konsentrasi EM4 terhadap dekomposisi serasah daun
mahoni (Swietenia macrophylla king).
3
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan bulan Februari sampai Desember 2013. Penelitian
dilakukan di beberapa tempat yaitu produktivitas serasah dilakukan di Kebun
Percobaan Dramaga Bogor, kemudian dekomposisi serasah dilakukan di
laboratorium Ekologi Departemen Biologi FMIPA IPB, dan isolasi bakteri
dilakukan di laboratorium Mikrobiologi FMIPA IPB serta analisis uji kandungan
C organik, N, P, dan K di laboratorium Ilmu Tanah BIOTROP.
Alat dan bahan
Peralatan dan bahan penunjang yang digunakan dalam penelitian
produktivitas serasah yaitu pita ukur 1,5 meter dan 25 meter, litter-trap (alat
penampung serasah) terbuat dari kain kasa/nylon berukuran 1 m x 1 m x 0,5 m,
tali plastik, patok bambu, timbangan, cangkul, golok, spiegel relaskop, 4 in 1.
Sedang alat untuk dekomposisi yaitu ember dengan ukuran volume 21 liter,
kantong plastik dan oven, termometer, 4 in 1, pH meter, gelas ukur 1000 ml, spray
dengan ukuran 1000 ml, dan timbangan analitik. Bahan utama yang digunakan
pada penelitian adalah serasah dari tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King)
dan media isolasi mikro organisme meliputi 4 media isolasi yaitu media MRSA
terdiri protein dari kasein, ekstrak daging, ekstrak ragi, glukosa, magnesium
sulfat, agar bacto, dipotassium hidrogen, phosphate, tween 80, diamonium
hidrogen sitrat, natrium asetat, mangan sulfat, kemudian medium soluble-casein
Agar 100 ml dengan komposisi 1 g soluble starch, 0,03 g casein, 0,2 g KNO3, 0,2
g K2HPO4, 0.005 g MgSO4.7H2O, 0,002 g CaCO3, 0,001 g FeSO4,7H2O,
selanjutnya medium sistrom 100 ml dengan komposisi 3.48 g KH2PO4, 0.5 g
NH4CI, 0,5 g NaCI, 0.3 g MgSO4.7H20, 0.0334 g CaCI2.2H20, 0.002 g
FeSO4.7H20, 0,02 ml NH4-molibdat 1%, 0.1765 mg/l EDTA, 0.1540 mg/l
MnSO4.2H20, 0.5 mg/I ZnSO4.7H2O, 0.0392mg/l CuSO4.5H2O, 0.0248 mg/I
Co(N03)2.6H2O, 0.011 mg/ml H3B03, 0.2 ml vitamin (1 mg/mI asam nikotinat,
0.5 mg/mI tiamina, dan 0.01 mg/mI biotina), dengan 5mM Na-benzoat, 0.1 mM
fenol, 5 mM Na-salisilat 2-hidroksibenzoat, 0.5 mM katekol sebagai sumber
karbon, dan medium PDA 100 ml dengan komposisi kentang 25 g, agar bacto 2 g,
dan dextrose 2 g.
Metode Pengumpulan Data Vegetasi
Serasah pada tegakan Mahoni dikumpulkan menggunakan litter-trap
method (Metode alat penampung serasah). Langkah pelaksanaan yaitu
menampung serasah daun Mahoni (Swietenia macrophylla King) ditampung
dengan menggunakan litter trap berukuran 1m x 1m sebanyak 24 buah dan
diletakkan di bawah tegakan mahoni (Swietenia macrophylla King), tinggi trap 50
cm diatas permukaan tanah.
4
Metode Pengumpulan Data produktivitas Serasah
Pengambilan serasah daun dilakukan dengan menempatkan ke dalam
plastik untuk masing-masing trap. Pengambilan serasah setiap hari minggu sekitar
pukul 08.00-10.00 WIB. Serasah yang diamati terdiri helaian daun (lamina) dan
tangkai daun (petiol). Setiap pengambilan daun, dilakukan perhitungan jumlah
daun dan penimbangan berat kering daun. Pengambilan daun hanya dilakukan
pada daun mahoni (Swietenia macrophylla King), untuk daun komunitas lain yang
tertampung dalam trap tidak dilakukan perhitungan dan penimbangan. Perlakuan
daun yang didapatkan dalam kondisi basah, dilakukan pengeringan udara (airdry), terlebih dahulu selama 1 hingga 2 minggu. Kemudian, perlakuan daun
dibungkus kertas untuk dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oF (60oC) selama
24 jam sehingga didapatkan berat kering daun konstan. Perhitungan berat kering
daun dihitung per satuan luas trap per waktu pengambilan (g/m2/minggu).
Data iklim selama penampungan serasah daun dilakukan pengamatan dan
pengumpulan yaitu meliput temperatur udara, kelembaban udara, dan kecepatan
angin. Pengukuran tinggi dan diameter pohon sebagai data penunjang dilakukan
dengan mengukur tinggi masing-masing pohon menggunakan spiegel relaskop
dan mengukur diameter pohon menggunakan meteran. Pengamatan tinggi pohon
diukur tinggi tajuk sampai ujung dan tinggi tajuk bebas cabang untuk mengetahui
tebal tajuk pohon.
Metode Pengomposan Semi Aerobik
Pengomposan semi aerobik yaitu menyediakan ember dilengkapi jaring
(rajut). Fungsi jaring (rajut) untuk memisahkan antara serasah padat dengan
bagian cair serta mempermudah mengambil serasah di ember. Penutup ember
diberi lubang (ventilasi udara) dengan diameter 2 mm sebanyak 3 buah. Lubang
berfungsi memasukkan udara dalam rangka menjaga kelembaban. Setiap
seminggu sekali dilakukan pengamatan dan pengukuran suhu dan pH. Proses
dekomposisi serasah dilakukan selama 10 minggu.
Perlakuan penelitian tentang perbedaan luas potongan serasah daun mahoni
(P1,P2,P3), Potongan mencakup P1 yaitu potongan daun mahoni dipotong
menjadi 2 bagian sama besar dengan luas daun 25-30 cm2, kemudian P2 yaitu
potongan daun mahoni yang dipotong menjadi 4 bagian sama besar dengan luas
daun 7-10 cm2, dan P3 yaitu potongan daun mahoni yang dipotong menjadi 10
bagian sama besar dengan luas daun 0,7-1 cm2. Selanjutnya serasah diberi
perlakuan 3 konsentrasi (K1,K2,K3). Konsentrasi K1 yaitu perbandingan larutan
gula (100 gr gula dilarutkan 1 liter air) dengan EM4 5 ml, selanjutnya K2 yaitu
perbandingan larutan gula (100 gr gula dilarutkan 1 liter air) dengan EM4 10 ml
dan K3 yaitu larutan gula (100 gr gula dilarutkan 1 liter air) dengan EM4 20 ml.
Dengan demikian ada sebanyak 3x3= 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi
perlakuan ditempatkan pada ember berukuran volume 21 liter dan diulang
sebanyak 3 kali. Banyak petak percobaan yang digunakan adalah 9x3 = 27 unit
percobaan. Pada akhir percobaan serasah dilakukan Uji C organik, N, P, dan K.
5
Metode Isolasi Bakteri Serasah Mahoni
Isolasi bakteri diambil dari hasil deomposisi serasah pada bagian padat
dengan perlakuan potongan daun Mahoni (P1,P2,P3) dan 3 konsentrasi EM4
(K1,K2,K3). Isolasi menggunakan 4 medium selektif mengindikasikan bakteri
tertentu yang tumbuh dari aktivator EM4. Isolasi bakteri Lactobacillus sp
menggunakan medium deMann Rogosa Sharpe Agar (MRSA), kemudian bakteri
Actinomycetes sp menggunakan medium soluble-casein, selanjutnya bakteri
fotosintetik menggunakan medium Sistrom's, dan jamur fermentasi menggunakan
medium PDA yaitu media berguna untuk menumbuhkan yeast pada perlakuan.
Analisis Data Produktivitas
Nilai tengah (rata-rata) produktivitas serasah per plot diperoleh dari setiap
pengamatan dengan rumus :
gr/m2/minggu
Dimana:
Xj : rata-rata produksi serasah per plot setiap periode (minggu)
Xi : produksi serasah per plot setiap periode
n : (trap)
Analisis Data Laju Dekomposisi Semi Aerobik
Analisis laju dekomposisi semi aerobik menggunakan rumus adalah
sebagai berikut :
Penurunan bobot didapat dengan rumus:
W0 – Wt x 100%
W0
Dimana :
W0
= berat kering awal serasah
Wt
= berat kering akhir serasah (gram) per periode waktu t
W
= Penurunan bobot
W=
Laju dekomposisi diduga dengan rumus:
D = Penurunan bobot
Minggu
Dimana : D = pendugaan laju dekomposisi.
6
Analisis Data Pengaruh Pengomposan Semi Aerobik
Pengaruh potongan luas daun dan konsentrasi EM4 dalam sistem kompos
diukur melalui rancangan Percobaan Dua Faktor dalam Rancangan Acak Lengkap
(RAL) atau Faktorial RAL. Penelitian mengkaji perbedaan luas potongan serasah
daun Mahoni (P1,P2,P3) dengan pemberian konsentrasi EM4 (K1,K2,K3).
Dengan demikian ada sebanyak 3x3= 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi
perlakuan dilakukan pengulangan 3 kali. Banyak unit percobaan adalah 9x3 = 27
unit. Seluruh ember yang digunakan dianggap seragam. Data diperoleh dari hasil
pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (Uji F) pada tingkat
kepercayaan 95%. Apabila ada perlakuan nyata dilakukan uji Duncan (DMRT).
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Produktivitas Serasah
Uji produktivitas serasah dilakukan di Kebun Percobaan Dramaga Bogor.
Kebun percobaan menurut administrasi pemerintahan termasuk ke dalam wilayah
Situ Gede dan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Batasan
secara geografis lokasi penelitian terletak pada 6 033’8” sampai dengan 6 033’38”
LS dan 106 0 44’50” sampai dengan 106 0105’19” BT. Jarak lokasi dari Bogor
sekitar 9 km ke arah Barat.
Luas kebun percobaan 60 ha, status kebun penelitian milik Departemen
Kehutanan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Iklim rata-rata
curah hujan setahun 3.552 mm, hari hujan 187. Temperatur maximum rata-rata:
30,10oC minimum rata-rata 20,10oC dengan rata-rata kelembaban 88,33%.
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk type A yaitu
iklim tropika basah.
Tanah di areal kebun Percobaan Dramaga adalah jenis latosol coklat
kemerahan. Bahan induknya berupa tuf volkan intermedier dicirikan dengan
lapisan setebal ± 17 cm, berwarna kuning kemerahan dengan kedalaman 150-167
cm. Tanah latosol yaitu lapisan atas berwarna coklat tua kemerahan dan
berangsur-angsur lebih cerah pada lapisan dalam. Tekstur tanah berupa liat sampai
liat berdebu (halus), struktur gumpal sampai remah, konsistensi gembur, liat
plastis, solum sangat dalam, batas lapisan baur, drainase sedang sampai baik dan
air tanahnya dalam (8-12 meter). Topografi kebun percobaan datar sampai agak
berombak dengan kelerengan 0-6 %. dan terletak pada ketinggian 220 meter di
atas permukaan laut.
7
kecepatan angin (m/s)
suhu (0C), kelembaban udara (%), dan
produktivitas serasah (g/m2/minggu)
Pengamatan produktivitas serasah di Kebun Percobaan Dramaga Bogor
dilakukan selama 22 minggu. jumlah pohon yang diamati sebanyak 6 pohon,
setiap pohon ada 4 trap (alat penampung serasah), sehingga trap yang digunakan
penelitian sebanyak 24 trap. Jarak tanam pohon satu dengan lain yaitu berjarak 5
meter. Hasil produktivitas serasah ditunjukkan Gambar 1 sebagai berikut:
waktu
Gambar 1
Produktivitas serasah dan parameter lingkungan tegakan mahoni
(Swietenia macrophylla King) di Kebun Percobaan Dramaga Bogor.
Hasil penelitian menunjukkan produktivitas tertinggi terjadi minggu ke-16
sebesar 89,24 g/m2/minggu yaitu bulan mei sampai juni bertepatan dengan musim
kemarau. Produktivitas terendah terjadi minggu ke-10 sebesar 29,12 g/m2/minggu
bertepatan musim hujan. Produktivitas serasah tinggi dijumpai pada musim hujan
yaitu bulan maret atau minggu ke-6 sebesar 84,61 g/m2/minggu.
Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap banyak serasah seperti suhu,
kelembaban udara, dan kecepatan angin. Pengamatan suhu berkisar antara 27,8 oC
sampai 32,60C. Suhu memiliki pengaruh signifikan terhadap produktivitas serasah
(Gosz et al. 1972). Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi produktivitas
serasah, hal ini terlihat minggu ke-6 produktivitas tinggi 84,609 g/m2/minggu
dengan suhu tinggi sebesar 31,50C. Kelembaban udara berkisar 69,1% sampai
80,4%, kelembaban udara berkaitan dengan suhu, semakin tinggi suhu maka
kelembaban udara rendah dan produktivitas tinggi. Pengamatan kecepatan angin
berkisar 0,7 m/s sampai 3,2 m/s. Semakin besar kecepatan angin semakin besar
produktivitas serasah. Angin menyebabkan daun berdekatan bergesekan satu sama
lain, menciptakan berbagai macam kerusakan.
8
Tabel 1
Tinggi pohon, diameter pohon, dan produktivitas serasah daun mahoni
(Swietenia macrophylla King)
Produktivitas
Pohon ke-
Diameter (cm)
Tinggi (m)
Tebal tajuk (m)
(g/m2/minggu)
Pohon 1
Pohon 2
Pohon 3
Pohon 4
Pohon 5
Pohon 6
rata-rata
32
33
28
26
26
28
29
17
20
14
11
15
14
15
4,6
5,5
4,3
3,8
3,7
4,4
4,5
1394,80
1415,52
1291,17
1256,29
1173,87
1249,98
1296,94
Pohon mahoni (Swietenia macrophylla King) di Kebun Percobaan
Dramaga Bogor ditanam homogen dan berumur 26 tahun, tetapi semua pohon
memiliki tinggi dan diameter berbeda. Pohon 2 memiliki diameter dan tinggi
paling besar dari pohon lain yaitu sebesar 33 cm dan tinggi 20 m. Semakin besar
diameter dan tinggi maka semakin besar nilai produktivitas. Hal ini terbukti pohon
2 memiliki total produktivitas paling tinggi sebesar 1415,52 g/m2/minggu, serta
tebal tajuk paling besar yaitu 5,5 m.
Dekomposisi Serasah
Dekomposisi yaitu perubahan yang terjadi dalam biokimia, wujud fisik,
dan bobot bahan organik (Thaiutsa dan Granger 1979). Pengaruh potongan dan
konsentrasi terhadap dekomposisi semi aerobik sebagai berikut:
Tabel 2 Pengaruh potongan daun dan konsentrasi EM4 terhadap laju dekomposisi
semi aerobik
Perlakuan
Laju dekomposisi (%)
Notasi
P1K1
3,00
a
P1K2
3,43
bcde
P1K3
3,20
ab
P2K1
3,23
abc
P2K2
3,57
defg
P2K3
3,43
bcde
P3K1
3,36
bcd
P3K2
3,70
efg
P3K3
4,03
h
Laju dekomposisi paling cepat adalah perlakuan P3K3 yaitu potongan 3
dengan ukuran paling kecil dan memiliki rentang luas daun 0,7-1 cm2, dan
konsentrasi EM4 yaitu larutan gula (100 gr gula dilarutkan 1 liter air) dengan
EM4 20 ml. Laju dekomposisi lambat adalah perlakuan P1K1 yaitu potongan 1
dengan rentang luas daun 25-30 cm2, dan konsentrasi 1 yaitu perbandingan larutan
gula (100 gr gula dilarutkan 1 liter air) dengan EM4 5 ml.
9
Tabel 3 Warna kematangan hasil dekomposisi semi aerobik daun mahoni
Perlakuan
Minggu ke-
PIK1
PIK2
PIK3
P2K1
P2K2
P2K3
P3K1
P3K2
P3K3
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
1
1
1
1
2
2
3
3
3
3
1
1
1
2
2
3
3
3
3
3
1
1
1
2
2
3
3
3
3
3
1
1
2
2
2
3
3
4
4
4
1
1
2
2
2
3
4
4
4
4
1
1
2
2
2
3
4
4
4
4
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 5
Minggu 6
Minggu 7
Minggu 8
Minggu 9
Minggu10
Ket: 1. Warna asli (tingkat kematangan 0-25 %)
2. Cokelat (tingkat kematangan 26%-50%)
3. Cokelat Pekat (tingkat kematangan 51%-75%)
4. Hitam (Tingkat kematangan 76%-100%)
Karakteristik yang digunakan untuk menilai kematangan dan kualitas
kompos salah satunya meliputi warna (Lekasi et al. 2003). Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P3K2 lebih efisien karena pada minggu
ke-7 sudah berwarna hitam dengan kebutuhan konsentrasi EM4 rendah
dibandingkan dengan perlakuan P3K3. Dekomposisi semi aerobik matang
ditunjukkan minggu terakhir perlakuan yaitu perlakuan P3K1, P3K2 dan P3K3.
Dekomposisi serasah dipengaruhi oleh beberapa kondisi lingkungan,
kualitas kimia serasah, dan adanya kelimpahan organisme pengurai dari sebuah
vegetasi (Polyakova dan Billor 2007). Faktor dominan yang mempengaruhi
aktivitas mikroorganisme dalam perombakan dan penguraian serasah adalah jenis
tanaman dan iklim. Efek terhadap jenis tanaman terhadap mikroflora ditentukan
oleh sifat fisik dan kimia daun, keduanya tercermin dalam C/N rasio (Thaiutsa
dan Granger 1979). Berikut konsentrasi unsur hara daun mahoni pada proses
dekomposisi semi aerobik minggu ke-10 sebagai berikut:
Tabel 4 Konsentrasi unsur hara daun mahoni (Swietenia macrophylla King)
minggu ke-10
Perlakuan
P1K1
P1K2
P1K3
P2K1
P2K2
P2K3
P3K1
P3K2
P3K3
C (%)
organik
37,84
36,90
38,19
32,72
36,97
36,61
23,00
20,06
20,80
N (%)
total
0,95
1,07
0,94
1,08
1,04
1,06
1,25
1,22
1,27
C/N
39,83
34,49
40,63
30,29
35,55
34,54
18,40
16,44
16,38
P (%)
total
0,10
0,12
0,11
0,14
0,11
0,14
0,14
0,14
0,13
K (%)
total
0,45
0,53
0,37
0,44
0,58
0,68
0,51
0,65
0,57
10
pH
temperatur (oC)
Nilai rasio C/N bahan organik daun serasah mahoni paling efisien yaitu
perlakuan potongan 3 dengan rentang luas 0,7-1 cm2, memiliki nilai rasio C/N
kecil dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu 16,38 sampai 18,40. Standar
Nasional Indonesia (SNI) kompos matang berkisar antara 10-20%. Prinsip
pengomposan yaitu nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N
tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang
terkandung di dalam bahan serasah. Bahan serasah mempunyai nisbah C/N tinggi
lebih susah terdekomposisi dibanding bahan serasah yang mempunyai nisbah C/N
rendah (Kochy dan Wilson 1997).
Minggu
Gambar 2 Temperatur dan pH dekomposisi semi aerobik daun mahoni (Swietenia
macrophylla King)
Pengukuran temperatur dan pH dilakukan selama 10 minggu. Hasil
penelitian menunjukkan pengukuran temperatur pada minggu pertama sebesar
30oC, kemudian naik dengan cepat dan mencapai temperatur puncak pada minggu
kelima sebesar 39oC, tumpukan serasah kemudian mengalami fase pendinginan
dan pematangan yang ditandai dengan penurunan temperatur dari temperatur
puncak menuju kestabilan. Pengukuran pH minggu pertama 6,8 kemudian
minggu kelima mengalami penurunan sejalan dengan kenaikan temperatur yaitu
sebesar 4,2 dan naik kembali menuju kestabilan saat kompos mendekati matang
atau matang.
11
14 x 106
12 x 106
10 x 106
8 x 106
6 x 106
4 x 106
2 x 106
0
Perlakuan
Gambar 3 Koloni bakteri EM4 minggu ke-10 dekomposisi semiaerobik daun
mahoni.
Hasil akhir penelitian menunjukkan yeast paling banyak pada perlakuan
P3K3 dengan total koloni 11,9 x 106, sedangkan Lactobacillus paling banyak pada
perlakuan P3K3 dengan total koloni 2,84 x 106, selanjutnya bakteri Actinomycetes
paling banyak pada perlakuan P3K3 dengan total koloni 9,94 x 106, dan tidak
terdapat bakteri fotosintetik pada pengamatan akhir minggu ke-10.
PEMBAHASAN
Produktivitas Serasah
Produktivitas serasah dipengaruhi oleh faktor fisik seperti proses mekanik
dari hujan, angin dan fisiologis respon tanaman terhadap perubahan lingkungan
(Santiago dan Mulkey 2005). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
produktivitas tertinggi terjadi pada minggu ke-16 sebesar 89,24 g/m2/minggu
yaitu bulan mei sampai juni bertepatan dengan musim kemarau. Produktivitas
terendah pada minggu ke-10 sebesar 29,12 g/m2/minggu bertepatan dengan
musim hujan. Produktivitas serasah tinggi dijumpai pada musim hujan yaitu bulan
maret atau minggu ke-6 sebesar 84,61 g/m2/minggu. Musim memiliki pengaruh
kuat dalam penentuan jumlah serasah, musim kemarau jumlah produktivitas
serasah tinggi, sedangkan musim hujan produktivitas serasah rendah, namun akan
berbeda dengan tipe hutan lain (Hopkins 1966; John 1973; Songwe et al. 1988;
Muoghalu et al. 1993). Produktivitas serasah meningkat dan mencapai maksimum
pada musim kemarau dan menurun pada musim hujan, hal ini terjadi karena pada
musim kemarau terjadi persaingan antar tanaman dan antar organ dalam suatu
tanaman untuk mendapatkan cahaya matahari, sehingga menyebabkan terjadinya
12
efisiensi dalam proses fotosintesis dan tanaman cepat melakukan regenerasi
(Sallata et al. 1990). Tingkat serasah di areal kebun Percobaan Dramaga musim
hujan puncak serasah minggu ke-6 sebesar 84,61 g/m2/minggu, berbeda pada
musim kemarau tingkat serasah merata. Penelitian ini sejalan yang dilakukan oleh
Cuevas dan Medina (1986), serta Barbosa dan Fearnside (1996) menemukan
tingkat serasah merata selama musim kemarau. Beberapa penelitian lain
mengungkapkan bahwa musim kemarau adalah puncak serasah, hal ini karena
tanaman mengalami stres air dan respon vegetatif musiman (Arato et al. 2003).
Pohon mahoni saat musim kemarau menggugurkan daun dalam jumlah banyak,
tetapi hasil penelitian juga menunjukkan jumlah serasah banyak saat musim hujan
(Gambar 1) karekteristik ini menjadi catatan tersendiri oleh Arato et al. (2003)
dan Ara´ujo et al. (2002) di hutan dengan iklim musim antara intensitas curah
hujan sedang dan tinggi. Menurut Luiz˜ao (1989) ada hubungan positif selama
hujan yang intens ditambah dengan angin kencang yang diikuti kekeringan
singkat menghasilkan tingkat serasah yang tinggi.
Produksi serasah berhubungan dengan faktor lingkungan (Finer 1996; Hart
et al. 1992), faktor lingkungan yang diukur dalam penelitian yaitu kecepatan
angin, kelembaban udara, dan suhu. Berdasarkan hasil penelitian kecepatan angin
memiliki pengaruh terhadap besar kecilnya produktivitas serasah, semakin besar
kecepatan angin sebesar 2,7 m/s semakin besar pula produktivitas serasah sebesar
87,77 g/m2/minggu. Angin menyebabkan daun berdekatan bergesekan satu sama
lain, menciptakan berbagai macam kerusakan. Thompson (1974) melaporkan
penelitian mengenai tumbuhan Festuca arundinacea Schreb dengan perlakuan
lubang angin sebesar 3,5 m/s dan dilihat secara mikroskopis terjadi kerusakan
pada bagian epidermis. Kerusakan menyebabkan pecahnya epidermal sel,
keretakan pada kutikula, dan semakin menipisnya lapisan lilin. Dalam percobaan
menunjukkan bahwa daun rusak akan kehilangan banyak kapasitas untuk kontrol
kehilangan air (Grace 1974). Angin menyebabkan kerusakan daun dan telah
dilaporkan dapat menyebabkan daun mengering (Boodle 1920; Tsuboi 1961).
Angin menyebabkan daun bergesekan sehingga menimbulkan goresan, luka, dan
pecah (Aston dan Bradshaw 1966; Taylor dan Sexton 1972; Wilson 1980), dilihat
secara makroskopik kerusakan bahkan lebih jelas ketika angin membawa partikel
pasir, tanah atau es (Fryrear 1971; Armbrust et al. 1974). Pengaruh lain yang
sering disebut dalam literatur adalah stomata yang segera menutup dalam
menanggapi perlakuan angin (Martin dan Clements 1935; Tranquillini 1969;
Caldwell 1970).
Daun merupakan komponen penting dalam produktivitas serasah dan
merespon dengan cepat terhadap perubahan iklim (Liu et al. 2004). Perubahan
iklim salah satunya adalah suhu. Berdasarkan hasil penelitian suhu memiliki
rentang 27,80C-32,60C. Suhu memiliki pengaruh signifikan terhadap produktivitas
serasah (Gosz et al. 1972). Semakin tinggi suhu semakin besar pula produktivitas
serasah, terlihat suhu 30,30C produktivitas serasah tinggi sebesar 89,24
g/m2/minggu . Suhu memiliki keterkaitan dengan musim yang terjadi pada sebuah
vegetasi (Tadaki dan Kagawa 1968). Ketika suhu naik pohon mulai
menggugurkan daunnya, kondisi tanah terlihat kering, sehingga daun tidak
mendapat nutrisi dari akar. Suhu naik terjadi saat akhir musim semi dan
memasuki musim panas, dalam kondisi ini daun dapat menggugurkan daunnya
sampai lima kali lipat atau lebih (Dimock 1958). Kekeringan daun akibat suhu
13
tinggi dapat meningkatkan stres pada tanaman (Vose dan Allen 1991). Kondisi
kekeringan merupakan salah satu faktor yang dapat menekan pertumbuhan
(Schwanz dan Polle 2001). Gejala pertama yang disebabkan oleh kekeringan ialah
penurunan potensial air kemudian diikuti oleh penutupan stomata (Chaves 1991;
Brodribb dan Holbrook 2003) sehingga menyebabkan pengambilan CO2 proses
fotosintesis terhambat yang akhirnya menurunkan laju fotosintesis (Lawlor 2002;
Neumann 2008). Apabila kekeringan berlanjut menyebabkan pertumbuhan fase
generatif terganggu sehingga melakukan mekanisme menggugurkan daun
(Neumann 2008). Hamim (2004) menyatakan bahwa pada tahap awal, kekeringan
menyebabkan berkurangnya pembukaan stomata untuk meminimalisir kehilangan
air di bawah kondisi cahaya berlebihan. Peristiwa ini mengakibatkan terjadinya
penurunan konsentrasi CO2 intrasel, sehingga tanaman mengalami overreduksi
pada transfer elektron fotosintesis. Overreduksi terjadi karena pembentukan
NADPH reaksi terang tidak diimbangi oleh pemakaian NADPH pada reaksi gelap
karena penurunan konsentrasi CO2 intrasel. Hal ini mengakibatkan terbentuknya
reactive oxygen species (ROS) diawali dengan pengikatan elektron pada transpor
elektron fotosintesis oleh oksigen. Proses selanjutnya terbentuk berbagai bentuk
senyawa ROS seperti; superoksida (O2-), singlet oksigen (.O2), radikal hidroksil
(OH) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Mckersie dan Leshem 1994). Senyawa
reactive oxygen species (ROS) dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman
(Aroca et al. 2001). Jika hal ini dibiarkan, maka daun akan gugur (Apel dan Hirt
2004).
Suhu dan kelembaban udara memiliki keterkaitan dengan produktivitas
serasah. Naiknya suhu udara menyebabkan menurunnya kelembaban udara
sehingga transpirasi meningkat, dan untuk menguranginya daun harus segera
digugurkan (Yuliadi dan Suci 2008). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terlihat
minggu ke-1 dan minggu ke-2 memiliki suhu tertinggi sebesar 31,40C dan 32,60C,
sebaliknya minggu ke-1 dan minggu ke-2 untuk pengukuran kelembaban udara
memiliki nilai paling kecil yaitu sebesar 69,5% dan 69,1%.
Penelitian mengenai pengaruh umur tanaman terhadap produktivitas
serasah telah dilakukan oleh banyak peneliti (Finer 1996). Produktivitas serasah
akan meningkat pada penutupan kanopi, selanjutnya relatif konstan, kemudian
mengalami penurunan pada usia tua, umur tanaman sebenarnya tidak berpengaruh
secara langsung terhadap produktivitas serasah (Albrektson 1988). Umur tanaman
sama memiliki perbedaan volume batang antara satu dengan yang lain. Volume
batang memiliki pengaruh terhadap produktivitas serasah. Tanaman dengan
volume batang besar memiliki nilai produktivitas serasah lebih tinggi
dibandingkan tanaman dengan volume batang yang kecil (Michael et al. 2005).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon 2 dengan
diameter 33 cm, tinggi 20 m, dan tebal tajuk 5,5 m dengan total produktivitas
1415 g/m2/minggu. Perbedaan volume dengan umur yang sama terjadi karena
unsur hara dan air yang terkandung dalam tanah berbeda antara satu dengan yang
lain. Tanaman dengan air dan unsur hara yang cukup, memiliki volume batang
yang lebih besar (Hennessey et al. 1992).
14
Dekomposisi Serasah
Dekomposisi serasah merupakan proses yang sangat penting dalam
dinamika hara pada suatu ekosistem (Regina dan Tarazona 2001). Kecepatan
kematangan dalam proses dekomposisi bervariasi (Kochy dan Wilson 1997).
Secara umum kematangan dalam proses dekomposisi mengacu pada sedikit
banyaknya bakteri, jamur, air, dan kelembaban serasah (Lekasi et al. 2003).
Beberapa karakteristik yang digunakan untuk menilai kematangan dan kualitas
kompos meliputi tekstur, warna, bau, dan aktivitas biologis (Lekasi et al. 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P3K2 lebih efisien karena pada
minggu ke-7 sudah berwarna hitam dengan kebutuhan konsentrasi EM4 rendah
dibandingkan dengan perlakuan P3K3. Kompos matang dengan karakteristik
tekstur serasah kasar menjadi lebih halus, kompos matang diperkirakan tinggal
30% dari biomassa awal, selanjutnya warna kompos cokelat seragam gelap atau
hitam, dan tidak berbau busuk (Kochy dan Wilson 1997).
Hasil penelitian menunjukkan F hitung 24,77 > F tabel 3,555 atau P value
0,000 < α 0,05 sehingga terdapat pengaruh perbedaan potongan serasah daun
mahoni terhadap proses dekomposisi (Lampiran 1). Perlakuan P3K2 dengan luas
daun 0,7-1 cm2 lebih cepat matang dan efisien pada perlakuan lain (Tabel 2).
Ukuran partikel serasah kecil mempengaruhi pergerakan oksigen ke dalam
tumpukan yaitu berkaitan dengan kerja mikroba dalam mendekomposisi serasah
yang melibatkan fungsi enzim dan substrat. Partikel kecil dari bahan organik
meningkatkan permukaan area, sehingga mikroba dalam dekomposisi serasah
bekerja secara maksimal. Ukuran serasah kecil membuat pergerakan karbon
dioksida dalam tumpukan serasah sehingga proses dekomposisi lebih cepat atau
matang (Zia et al. 2003). Ukuran potongan daun yang lebih kecil menjadikan
mikroba bekerja secara maksimal dalam mendekomposisi serasah, sedangkan
ukuran potongan yang lebih besar memiliki luas permukaan area yang lebar dan
terdapat rongga udara yang menyebabkan mikroba bekerja kurang maksimal
(Marie et al. 2002). Proses semi aerobik terdapat lubang (ventilasi udara) pada
penutup ember percobaan. Lubang berfungsi meminimalkan kerugian
menguapkan selama resirkulasi (Pohland 1980). Dekomposisi secara semi aerobik
menyebabkan kerja bakteri lebih cepat mendekomposisi seperti bakteri aerobik
(Hanashima et al. 1981). Selain itu dekomposisi secara semi aerobik memberikan
keuntungan yaitu mempercepat biodegradasi senyawa organik dan stabilisasi
(Robison dan Peter 1983). Sistem semi aerobik menguntungkan dengan nitrifikasi
dan denitrifikasi terjadi secara bersamaan dan mempercepat proses stabilisasi
(Theng et al. 2005).
Hasil penelitian menunjukkan F hitung 17,95 > F tabel 3,555 atau P value
0,000 < α 0,05 sehingga terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi Effective
Microorganism 4 (EM4) terhadap proses dekomposisi (Lampiran 1). Konsentrasi
paling efisien terdapat pada perlakuan P3K2 yaitu larutan gula (100 gr gula
dilarutkan 1 liter air) dengan EM4 10 ml (Tabel 1). Effective Microorganism 4
(EM4) berfungsi mempercepat penguraian bahan organik, menghilangkan bau
yang timbul selama proses penguraian dan meningkatkan aktivitas mikro
organisme (Syafrudin dan Badrus 2007). Hasil penelitian lainnya menunjukkan F
hitung 3,77 > F tabel 2,928 atau P value 0,021 < α 0,05 sehingga terdapat
pengaruh interaksi antara potongan daun mahoni dan konsentrasi EM4 terhadap
15
dekomposisi serasah (Lampiran 1). Dekomposisi serasah adalah proses
penghancuran bahan organik seperti daun mahoni menjadi menjadi unsur hara
terlarut dan partikel yang lebih kecil yaitu berkurangnya bobot serasah.
Kehilangan bobot yang cepat dalam tahap awal dekomposisi serasah terkait
dengan karbohidrat mudah terurai, Sedang pada tahap selanjutnya relatif lambat
karena akumulasi senyawa yang lebih rekalsitran seperti lignin dan selulosa
(Songwe et al. 1988; Berg 2000).
Rasio karbon dengan hara lain sangat penting dalam proses dekomposisi.
Proses dekomposisi semi aerobik melibatkan mikroorganisme yang bekerja secara
sinergik. Mikroorganisme membutuhkan sumber karbon untuk menyediakan
energi dan pasokan nitrogen untuk protein sel. Berdasarkan hasil penelitian
perlakuan dengan potongan 3 dengan luas 0,7-1 cm2 memiliki nilai rasio C/N
rasio lebih kecil dibanding dengan potongan lain dengan rentang 16,38-18,40.
Penurunan rasio C/N disebabkan karena kenaikan kadar N dan penurunan kadar
C. Peningkatan kadar N akibat terjadinya penguraian protein menjadi asam amino
selama pengomposan dengan bantuan kegiatan mikroorganisme heterotropik,
seperti bakteri, fungi dan Actinomycetes. Asam amino kemudian mengalami
amonifikasi menghasilkan ammonium yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat
(Oades 1994). Penurunan unsur karbon (C) disebabkan karena senyawa karbon
organik digunakan sebagai sumber energi bagi organisme dan selanjutnya karbon
tersebut hilang sebagai CO2. EM4 merupakan kultur campuran mikroorganisme
aerob dan anerob seperti Lactobacillus, bakteri fotosintetik, Actinomycetes dan
sedikit jamur. Mikroorganisme tersebut bekerja secara sinergik untuk
menguraikan bahan organik secara terus menerus, dan suksesif terbukti adanya
koloni bakteri tertangkap pada minggu ke-10 (Lampiran 3).
Dekomposisi yaitu proses yang komplek melibatkan beberapa faktor
lingkungan seperti suhu (Guo dan Sims 1999). Berdasarkan hasil penelitian
temperatur menunjukkan kenaikan dari minggu ke-1 dengan rentang suhu 300C310C hingga minggu 5 dengan rentang 390C-420C. Selanjutnya mengalami
penurunan pada minggu 8 menjadi 270C. Suhu tinggi dipertahankan berguna
mempercepat proses dekomposisi sedangkan suhu rendah menyebabkan kompos
terhambat bahkan menghentikan proses dekomposisi menunjukkan kurangnya
oksigen atau kondisi kelembaban yang tidak memadai sehingga aktivitas mikroba
juga terhambat (Lekasi et al. 2003). Suhu memainkan perannya dalam proses
dekomposisi dimana populasi mikroba mengalami proses mesofilik (20-400C) dan
termofilik (>400C). Tahap mesofilik adalah tahapan awal proses dekomposisi
yang mempunyai peranan membusukan serasah dengan cepat, saat fase mesofilik
perkembangbiakkan mikroorganisme (jamur fermentasi dan Actinomyces) paling
baik, dan enzim yang dihasilkan untuk menguraikan bahan organik paling efektif
daya urainya. Aktivitas mikroorganisme mesofilik menghasilkan panas dan
mengawali fase termofilik. Pada fase termofilik melakukan proses pencernaan
secara kimiawi, dimana bahan organik dilarutkan dan kemudian diuraikan dan
akan mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme (Anni et al. 2003).
Tahap termofilik diperlukan untuk menjamin stabilisasi dan pasteurisasi kompos
serta menghilangkan organisme merugikan. Tahap termofilik berlangsung
beberapa hari tergantung bagaimana mendapat pasokan oksigen kedalam
tumpukan serasah, kualitas serasah, dan kuantitas substrat. Suhu tumpukan turun
kembali pada kisaran mesofilik (Epstein et al. 1976; Lekasi et al. 2003).
16
Faktor penting dalam proses dekomposisi selain suhu yaitu pH. Dalam
proses dekomposisi pH berkisar 4-12 (Rizwan et al. 2007). Tidak ada pH spesifik
yang diperlukan untuk proses dekomposisi (Gaur 1997). Proses dekomposisi
serasah melibatkan kegiatan metabolik yang berpengaruh terhadap pH kompos.
Meningkatnya pH disebabkan oleh deaminasi yaitu reaksi kimiawi metabolisme
melepaskan gugus amina dari molekul senyawa asam amino. Gugus amina
terlepas akan terkonversi menjadi amonia sebaliknya produksi asam organik
selama dekomposisi karbohidrat dan lipid mengurangi pH. Peningkatan pH erat
kaitannya dengan proses dekomposisi. Bahan organik yang telah terdekompisisi
dapat meningkatkan aktivitas ion OH- yang bersumber dari gugus karboksil (COOH) dan gugus hidroksil (OH-). Ion OH- akan menetralisir ion H+ yang berada
dalam larutan. Brady dan Weil (2002), menyatakan bahwa naik turunnya pH
merupakan fungsi ion H+ dan OH-, jika konsentrasi ion H+ dalam larutan naik,
maka pH akan turun dan jika konsentrasi ion OH- naik maka pH akan naik, lebih
lanjut dijelaskan pula bahwa bahan organik yang telah terdekomposisi akan dapat
menghasilkan ion OH- yang dapat menetralisir aktivitas ion H+. Peningkatan pH
tersebut erat kaitannya dengan hasil dekomposisi bahan organik. Hasil penelitian
menunjukkan pH dalam kondisi asam hingga minggu 5 yaitu sebesar 4 sampai 4,3
kemudian pH netral hingga proses dekomposisi selesai, hal ini sesuai dengan
Hernando et al. (1989) melaporkan bahwa produk kompos pengukuran pH pada
tahap awal asam dan kompos matang dengan pH netral.
Proses dekomposisi merupakan proses dinamis yang melibatkan banyak
mikroba seperti bakteri fotosintetik, Lactobacillus, Actinomycetes, dan yeast
(Crawford 1983). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivator EM4 diisolasi
dengan menggunakan medium selektif, yeast menggunakan medium PDA dimana
yeast paling banyak terdapat pada perlakuan P3K3 dengan total koloni 11,9 x 106,
sedangkan Lactobacillus menggunakan medium MRSA bakteri paling banyak
pada perlakuan P3K3 dengan total koloni 2,84 x 106, selanjutnya bakteri
Actinomycetes menggunakan medium SCA bakteri paling banyak terdapat pada
perlakuan P3K3 dengan total koloni 9,94 x 106, dan medium sistrom tidak
terdapat bakteri fotosintetik. B