Identifikasi Fungi Yang Berasosiasi Dengan Benih Mahoni (Swietenia Macrophylla King. ) Sewaktu Masih Di Pohon dan Setelah Disimpan

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN
BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU
MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Oleh :
Devie Fadhilah
E 14202066

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN
BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU
MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor


Oleh:
Devie Fadhilah
E14202066

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul

Nama
NRP

: IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN
BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU
MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN
: DEVIE FADHILAH
: E14202066


Menyetujui,
Pembimbing

Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc
NIP. 130 696 561

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan

Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP. 131 430 799

Tanggal:

RINGKASAN
DEVIE FADHILAH. Identifikasi Fungi yang Berasosiasi dengan Benih
Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sewaktu Masih di Pohon dan Setelah
Disimpan. Dibimbing oleh I GUSTI KETUT TAPA DARMA.
Perkembangan industri hasil hutan di Indonesia, menuntut kebutuhan

bahan baku yang semakin besar. Karena itu, pembangunan Hutan Tanaman
Industri (HTI) merupakan salah satu alternatif untuk mengantisipasi dan
mendukung pemenuhan kebutuhan industri tersebut. Mahoni daun lebar
(Swietenia macrophylla King.) dipilih sebagai tanaman HTI karena sifatnya yang
multiguna (Schmidt 2000). Namun, dalam penyediaan bibit mahoni untuk
tanaman HTI ada beberapa hambatan yang perlu diperhatikan terutama masalah
penyakit yang disebabkan fungi terbawa benih (seedborne fungy). Penyakit ini
dapat menyebabkan kerusakan pada benih itu sendiri, pada waktu perkecambahan
dan pada tanaman dewasa. Akhirnya dapat menurunkan kualitas kayu yang
dihasilkan. Dari hal tersebut maka dilakukanlah penelitian untuk menentukan
jenis-jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni (Swietenia macrophylla
King.) sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan dengan mengukur persen
infeksi dan daya berkecambah benih.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: (1) menginkubasikan
benih pada media pasir steril pada kisaran suhu 25-27°C dan (2) mengidentifikasi
fungi yang berasosiasi dengan benih melalui pengamatan morfologi koloni fungi
pada media PDA dalam cawan petri dan pengamatan sifat-sifat morfologi setiap
fungi di bawah mikroskop, lalu mencocokkan dengan beberapa pustaka yang ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah koloni fungi yang berasosiasi
dengan benih setelah disimpan (276 koloni) lebih banyak daripada sewaktu masih

di pohon (130 koloni). Beberapa fungi yang teridentifikasi pada benih sewaktu
masih di pohon adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 11,75%), Botryodiplodia
theobromae (persen infeksi 14,25%) dan Aspergillus sp. (persen infeksi 6,50%)
dengan total persen infeksi sebesar 32,50%. Sedangkan pada benih setelah
disimpan adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 14,50%), B. theobromae
(persen infeksi 11,75%), Aspergillus sp. (persen infeksi 26,25%) dan Rhizopus sp.
(persen infeksi 4,50%) dengan total persen infeksi sebesar 69,00%. Daya
berkecambah benih sewaktu masih di pohon (71,25%) menurun setelah disimpan
(57,75%). Adanya perbedaan jumlah koloni dan variasi jenis fungi yang
berasosiasi pada benih mahoni sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan
menunjukkan adanya perbedaan kemampuan adaptasi ekologis masing - masing
fungi.
Berdasarkan hasil penelitian di atas tersebut, maka dapat diketahui jenisjenis fungi yang menyerang benih dan karakter dari masing-masing fungi yang
teridentifikasi. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan
tindakan pencegahan atau penyelamatan benih pada berbagai kondisi. Adapun
saran yang direkomendasikan untuk mengetahui kapan waktu fungi itu
menimbulkan penyakit pada benih, maka perlu dilakukan penelitian dengan
menginokulasikan fungi-fungi tersebut sejak dalam bentuk fase benih, kecambah,
anakan dan pohon. Dengan memberikan kondisi yang terbaik pada fungi tersebut


dalam semua bentuk fase tanaman mahoni maka barulah dapat diketahui peranan
dari fungi itu dalam menimbulkan penyakit pada tanaman mahoni. Selain itu perlu
diadakan penelitian tahap lanjutan mengenai proteksi benih mahoni yang sejak
awal sudah dilakukan tindakan yang paling tepat terhadap fungi-fungi tersebut.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1984 di
Bogor Jawa Barat, sebagai anak keempat dari lima bersaudara
keluarga Bapak Adang Ali dan Siti Aisyah.
Tahun 1990 penulis memasuki pendidikan dasar di SD
Negeri Sukasari 2 Bogor, lulus pada tahun 1996. Penulis
kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke
Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002.
Tahun 2002 penulis diterima pada program Studi Budidaya Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru), penulis menekuni bidang patologi hutan pada
Laboratorium Patologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Selama


mengikuti

perkuliahan,

penulis

menjadi

anggota

Forest

Management Students Club (FMSC) periode 2003-2004 dan anggota DKM
‘Ibaadurrahmaan periode 2003-2006. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang
(magang) di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya - LIPI Bogor pada tanggal
6-17 Juli 2004. Tahun 2005 penulis pernah menjadi asisten mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam. Pada tahun yang sama, penulis juga telah melaksanakan
Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cagar Alam Leuweung
Sancang dan Kamojang serta di KPH Sukabumi, Jawa Barat selama 1,5 bulan.
Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang di IUPHHK PT Erna

Djuliawati Logging unit II Kalimantan Tengah pada bulan Februari – April 2006.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana penulis
melakukan praktek khusus berupa penelitian dengan judul Identifikasi Fungi yang
Berasosiasi dengan Benih Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sewaktu Masih
di Pohon dan Setelah Disimpan, di bawah bimbingan Bapak Dr.Ir. I.G.K. Tapa
Darma, M.Sc.

UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada nabi akhir
zaman Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan seluruh pengikutnya
sampai akhir masa.
Penulis mengucapkan terima kasih atas selesainya skripsi ini kepada :
1. Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan pengarahan kepada
penulis sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
2. Prof.Dr.Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen
Hasil Hutan dan Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc sebagai dosen penguji dari
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

3. Umi dan Bapa atas doa dan kasih sayangnya yang tak pernah putus.
4. A Iyuh, Teh Novie dan Eva atas pengertian dan bantuannya.
5. Pa Iwa yang banyak membantu penulis selama di Lab. Mikrobiologi dan
Biokimia Pusat Antar Universitas (PAU) IPB.
6. Lab. Patologi Hutan (Ibu Tutin, Siti, Ope, Reny, Ze, Alwiah, Ahmad dan
Gunawan).
7. Teman-teman BDH-ers (Ikhsan, Diana, Uyun, Yosi, Irina, Iin, Radna, Baim,
Arief, Nunung, Bagus, Benu, Eka, Ona dan Angga ) atas kebersamaannya.
8. Teman-teman ‘Ibaad-ers (Nurul, Yofi, Eka, Desna, Suwilin, Jum’s, Lucky
dan Arizia) atas motivasinya selama ini.
9. Kepada semua pihak yang telah membantu dan namanya tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, namun
penulis berharap semoga karya ini berguna untuk pembaca.

Bogor, Januari 2007

Penulis

PRAKATA

Segala puji bagi Allah atas segala rahmat, karunia dan hidayah yang
dianugerahkan kepada penulis. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga hari
kiamat.
Skripsi ini berjudul Identifikasi Fungi yang Berasosiasi dengan Benih
Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sewaktu Masih di Pohon dan Setelah
Disimpan. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Terwujudnya tulisan ini tidak terlepas dari dukungan semua pihak, untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc sebagai dosen
penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc sebagai
dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu memberikan semangat,
dukungan dan motivasi untuk selalu berkarya. Kemudian, terima kasih juga
kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam
penyempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini
dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya
dalam Ilmu Pathology Kehutanan.

Bogor,

Januari 2007

Penulis

vii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang ....................................................................................... 1

Tujuan ..................................................................................................... 2
Manfaat Penelitian .................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3
Swietenia macrophylla King. .................................................................. 3
Taksonomi dan Tata Nama ..................................................................... 3
Penyebaran dan tempat tumbuh .............................................................. 3
Deskripsi botani ...................................................................................... 4
Pembungaan dan pembuahan .................................................................. 5
Pemanfaatan ............................................................................................ 5
Hama dan Penyakit ................................................................................. 6
Fungi Pada Benih .................................................................................... 6
METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................... 9
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 9
Bahan dan Alat ....................................................................................... 9
Metode Penelitian .................................................................................. 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 12
Hasil ...................................................................................................... 12
Pembahasan ............................................................................................ 19
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 23
LAMPIRAN ........................................................................................................ 26

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Identifikasi fungi pada benih mahoni sewaktu masih di pohon ........................ 12
2. Identifikasi fungi pada benih mahoni setelah disimpan. ................................... 12

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Buah mahoni ....................................................................................................

4

2. Benih mahoni; a. Benih yang sudah dikupas; b. Sayap; c. Benih yang masih
terbungkus kulit................................................................................................

5

3. Koloni Cladosporium sp. pada umur 10 hari; (A) Dilihat dari atas; (B) Dilihat
dari bawah ........................................................................................................ 13
4. Struktur hifa Cladosporium sp.; a. Ramokonidia; b. Konidiofor; c. Konidia .. 14
5. Koloni B. theobromae; (A) umur 5 hari; (B) umur 15 hari.............................. 15
6. Struktur hifa B. theobromae; a. Hifa – hifa konidiogenous; b. Konidia muda
bersel satu; c. Konidia yang sudah matang ditunjukkan dengan adanya sekat
konidia ............................................................................................................. 15
7. Struktur hifa Aspergillus sp.; a. Konidiofor; b. Vesikel; c. Metula; d. Fialid;
e. Konidia ........................................................................................................ 16
8. Koloni Aspergillus sp. pada umur 16 hari . ...................................................... 17
9. Koloni Rhizopus sp.; (A) umur 10 hari; (B) umur 20 hari. .............................. 18
10. Struktur hifa Rhizopus sp.; a. Sporangiofor; b. Sporangium; c. Kolumela;
d. Sporangiospora ............................................................................................ 18

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tabel Kadar Air Rata-Rata Benih Sewaktu Di Pohon ...................................... 27
2. Tabel Kadar Air Rata-Rata Benih Setelah Disimpan ........................................ 27

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang telah memberikan
hasil dan peranannya dalam pembangunan nasional. Selama ini peran strategis
sumber daya hutan dalam pembangunan sepenuhnya bertumpu pada pemanfaatan
hutan alam guna memenuhi bahan baku industri hasil hutan, dalam rangka
meningkatkan eksport dan devisa negara.
Perkembangan industri hasil hutan di Indonesia, menuntut kebutuhan
bahan baku yang semakin meningkat. Sebagai salah satu alternatif, Departemen
Kehutanan telah menggalakkan program pembangunan Hutan Tanaman Industri
(HTI) dengan tujuan utama untuk mendukung pemenuhan kebutuhan industri
hasil hutan secara berkesinambungan, peningkatan devisa dan penyediaan
lapangan kerja.
Beberapa jenis pohon hutan potensial telah dipilih sebagai prioritas untuk
program – program rehabilitasi hutan dan pembangunan HTI. Salah satu jenis
pohon yang potensial adalah mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.).
Jenis ini telah lama ditanam di Pulau Jawa baik oleh rakyat maupun Perum
Perhutani karena sifatnya yang multiguna (Schmidt 2000).
Namun, dalam penyediaan bibit mahoni untuk tanaman HTI terdapat
beberapa hambatan yang perlu diperhatikan terutama masalah penyakit pada
tanaman. Agarwal dan Sinclair (1997) menambahkan bahwa timbulnya penyakit
pada tanaman disebabkan oleh berbagai fungi yang terbawa benih (seedborne
fungy). Umumnya fungi ini dapat menyebabkan kerusakan pada benih itu sendiri,
pada waktu perkecambahan dan pada tanaman hingga dewasa sehingga dapat
menurunkan kualitas kayu yang dihasilkan.
Untuk

menunjang

keberhasilan

program

rehabilitasi

hutan

dan

pembangunan hutan tanaman, dibutuhkan penyediaan bibit tanaman sehat.
Sedangkan bibit yang sehat hanya dapat diperoleh dari benih yang sehat dan bebas
dari penyakit benih. Namun, penyakit benih merupakan kendala dalam
penyediaan, penyimpanan dan pengemasan benih. Menurut Sadjad (1980),
kualitas benih ditentukan oleh cara pengelolaan di lapangan, saat pemanenan yang

2

tepat, cara pengangkutan benih ke tempat pengolahan, cara penyimpanan, cara
pengemasan dalam pengangkutan dan lama pengangkutan dari tempat
penyimpanan ke tempat penanaman.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai identifikasi fungi
yang berasosiasi dengan benih mahoni sewaktu masih di pohon dan setelah
disimpan

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis-jenis fungi yang
berasosiasi dengan benih mahoni (Swietenia macrophylla King.) sewaktu masih di
pohon dan setelah disimpan, dengan mengukur persen infeksi dan daya
berkecambah benih.

Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui sejak awal jenis fungi dan karakter masing-masing
fungi yang menyerang benih diharapkan dapat diketahui tindakan pencegahan
terhadap kerusakan benih untuk memperoleh benih yang sehat.

TINJAUAN PUSTAKA
Swietenia macrophylla King.
Taksonomi dan Tata Nama
Mahoni (Swietenia macrophylla King) diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio

: Spermatophyta

Sub Divisio

: Angiospermae

Kelas

: Dikotiledonae

Ordo

: Rutales

Famili

: Meliaceae

Sub Famili

: Swietenidae

Genus

: Swietenia

Spesies

: Swietenia macrophylla King.
Swietenia terdiri dari tiga jenis, yaitu Swietenia macrophylla King.,

Swietenia humilis Zucc. dan Swietenia mahagony (L.) Jacq. Pengenalan
taksonomi dapat diamati melalui perbedaan-perbedaan fisik dari ketiga jenis
tersebut (Mayhew dan Newton 1998).

Penyebaran dan tempat tumbuh
Mahoni merupakan jenis yang tumbuh pada zona lembab dan menyebar
luas secara alami atau dibudidayakan (Jøker 2001). Menurut Sutisna et al. (1998),
tiga jenis Mahoni tersebut tersebar di Amerika Tropika, dari Mexico Tengah,
Amerika Tengah, Hindia Barat, termasuk Florida bagian Selatan, Bolivia, Peru
dan Brazil. Sekarang ini mahoni ditanam di seluruh daerah Tropika, termasuk
Malaysia, Indonesia dan Filipina. Heyne (1987) lebih spesifik menyatakan bahwa
mahoni daun besar berasal dari Honduras, sedangkan di Indonesia ditanam di
Jawa dan Aceh.
Menurut Kunia (2005), mahoni dapat tumbuh baik pada lahan dengan
ketinggian bervariasi antara 0-1.000 meter di atas permukaan laut dengan curah
hujan 1.600-4.000 mm per tahun dan tipe iklim A sampai D. Jenis ini juga masih
bisa bertahan pada tanah yang sewaktu-waktu tergenang air.

4

Deskripsi botani
Pohon besar dengan tinggi total antara 30-35 m. Kulit berwarna abu-abu
dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan
mengelupas setelah tua. Daun majemuk dengan tata daun alternate dan menyirip.
Bunga malai kecil berwarna putih, panjangnya mencapai 10-20 cm (Jøker 2001).
Buah: Umumnya buah berbentuk kapsul, kalau masih muda berwarna
hijau dan setelah tua menjadi berwarna cokelat abu-abu. Buahnya bercuping lima,
panjangnya mencapai 12-15 hingga 22 cm. Bagian luar buah mengeras seperti
kayu, berbentuk kolom dengan 5 sudut yang memanjang menuju ujung. Jika buah
sudah tua, kulit buahnya akan pecah sendiri mulai dari ujung atau pangkal. Bijibijinya akan terbang tertiup angin dengan bantuan sayap. Umumnya setiap buah
terdapat 35- 45 biji (Jøker 2001).

Gambar 1. Buah mahoni.

Benih: Menurut Jøker (2001), benih berbentuk pipih, berwarna hitam atau
cokelat, bagian atas benih memanjang membentuk sayap, panjangnya mencapai
7,5 – 15 cm. Jumlah benih 1.800 – 2.500 butir per kg. Persentase kecambah benih
segar 60 - 90 %.

5

a.

b.

c.

Gambar 2.

Benih mahoni; a. Benih yang sudah dikupas; b. Sayap; c. Benih yang
masih terbungkus kulit.

Pembungaan dan pembuahan
Pembentukan bunga sampai buah masak diperlukan waktu 9-12 bulan.
Masa berbunga dan berbuah terjadi setiap tahun mulai umur 10-15 tahun.
Pembungaan terjadi ketika pohon menggugurkan daun atau pada saat daun baru
mulai muncul sesaat sebelum musim hujan. Di Indonesia, musim bunga terjadi
pada bulan September - Oktober dan berbuah antara bulan Juni - Agustus (Jøker
2001).

Pemanfaatan
Menurut Kunia (2005), pohon mahoni di Indonesia mula-mula tumbuh
secara liar di hutan-hutan, di kebun maupun di mana saja. Namun sejak 20 tahun
terakhir ini sudah dibudidayakan karena kualitas kayunya keras dan sangat baik,
terutama untuk mebel, kerajinan tangan, keperluan perabot rumah tangga dan
barang ukiran. Kayunya juga sering dibuat penggaris karena tak mudah berubah.
Bahkan akhir-akhir ini banyak yang menggunakan kayu mahoni untuk membuat
dinding dan lantai. Kayu tua berwarna merah kecokelatan. Kualitas kayu mahoni
berada sedikit di bawah kayu jati, maka mahoni pun dijuluki primadona kedua
setelah kayu jati. Getahnya baik untuk bahan perekat.

6

Dalam sistem agroforestry pohon mahoni digunakan sebagai tanaman
naungan dan kayu bakar (Jøker 2001).
Kandungan flavonoida pada mahoni berguna untuk melancarkan peredaran
darah, terutama untuk mencegahnya tersumbatnya saluran darah, mengurangi
tingkat kolesterol, mengurangi penimbunan lemak pada dinding saluran darah,
membantu mengurangi rasa sakit, pendarahan dan lebam, bertindak sebagai anti
oksidan dan berfungsi menyingkirkan radikal bebas. Sedangkan saponin berguna
mengurangi lemak badan, meningkatkan sistem kekebalan, mencegah pembekuan
darah dan tingkat gula dalam darah, serta menguatkan fungsi hati dan
memperlambat proses pembekuan darah (Kunia 2005).

Hama dan Penyakit
Menurut Mayhew dan Newton (1998), dua jenis hama penggerek pucuk
utama yang menyerang tanaman mahoni adalah Hypsipyla grandella (Zeller) dan
H. robusta (Moore). Selain itu hama lain di persemaian adalah bekicot (Achatina
fulica) yang memakan anakan baru tumbuh. Di lapangan juga terdapat kumbang
ambrosia (Xyleborus morstati Mac.) yang merupakan hama penggerek ranting,
cabang dan batang (Martawijaya et al. 1981).
Penyakit yang sering menyerang pohon mahoni adalah Armillaria mellea
(Vahl.) Quel. atau dikenal dengan nama cendawan madu, yang menyebabkan
pembusukan pada akar dan leher akar. Selain itu Corticium salmonicolor Berk.
and Br. atau dikenal dengan nama fungi upas yang menyerang bagian bawah
cabang dan ranting (Suratmo 1974).

Fungi Benih
Christensen dan Kauffman (1969) mengelompokkan

fungi yang

menyerang benih dalam dua kelompok, yaitu
1. Fungi lapangan (field fungi) seperti Curvularia sp. dan Fusarium spp.
Meliputi fungi yang menyerang biji sebelum dipanen.
2. Fungi di tempat penyimpanan (storage fungi), seperti Aspergillus sp. dan
Rhizopus sp., merupakan contoh fungi yang menyerang benih sejak benih
tersebut dipanen, diangkut hingga disimpan di tempat penyimpanan

7

sebelum benih tersebut ditanam. Fungi ini dalam pertumbuhannya dapat
beradaptasi dengan lingkungan yang mempunyai kadar air relatif rendah
dan tekanan osmotik tinggi.
Fungi lapangan (field fungi) seperti Alternaria spp., Botryodiplodia
theobromae, Cladosporium herbarum, Curvularia spp., Epicoccum purpuracens,
Fusarium spp., Verticillium alboatrum dan Sclerotium rolfsii. Jenis- jenis fungi
ini dapat bertahan pada biji dalam kondisi dingin atau kering. Fungi ini
menyerang biji selama masih di lapangan dan menginfeksi biji yang telah masak
atau sesudah biji dipanen, ataupun sebelum dilakukan pemrosesan. Fungi dapat
berupa patogen ataupun saprofit (Rahayu 1999).
Fungi di tempat penyimpanan (storage fungi), umumnya tergolong ke
dalam genus Aspergillus dan Penicillium. Fungi tersebut biasanya menyerang dan
merusak benih pada kisaran suhu dari 4 – 45° C (Justice dan Louis 1994).
Agarwal dan Sinclair (1997) juga menyatakan Aspergillus sp. adalah jamur yang
umum dijumpai pada benih yang disimpan.
Serangan penyakit dapat terjadi pada waktu benih masih dalam
penyimpanan atau pengangkutan, pada waktu benih belum sempat berkecambah
sesudah disemai, pada waktu bibit sudah mulai berkembang selama dalam masa
pemeliharaan atau sesaat sebelum pemanenan (Hadi 2001).
Menurut definisi umum patogen fungi dapat diklasifikasikan sebagai
bawaan benih atau disebarkan oleh benih. Fungi bawaan benih termasuk semua
jenis fungi yang menyerang permukaan benih atau jaringannya. Fungi yang
disebarkan oleh benih tidak menyerang benih itu sendiri, tetapi hanya menyerang
semai di persemaian (Neergard 1977).
Sedangkan menurut Hadi (1996) terdapat empat kelompok fungi yang
dapat menyebabkan benih yang ditanam di persemaian tidak mampu untuk
berkecambah sehingga mengganggu produksi semai dan bibit, yaitu:
1. Fungi yang menyerang benih pada waktu benih masih terdapat pada
pohon.
2. Fungi yang terdapat pada benih sewaktu benih dipanen dan masih ada di
lapangan.

8

3. Fungi yang berkembang pada waktu benih dalam angkutan atau dalam
penyimpanan.
4. Fungi yang berada di dalam medium perkecambahan di persemaian yang
menyerang benih dan semai.
Kelompok fungi 1, 2 dan 3 adalah fungi yang dapat merusak benih dengan
mengakibatkan penurunan ketahanan atau hilangnya viabilitas benih. Beberapa
jenis fungi dapat berada dalam keadaan dorman pada permukaan atau di dalam
jaringan benih. Fungi tersebut kemudian dapat berkembang pada kecambah yang
keluar dari benih tersebut, atau pada kecambah yang lain, bibit atau tanaman yang
telah dewasa.
Neergaard (1977) menyatakan bahwa fungi yang terbawa benih dapat
menimbulkan satu atau lebih gejala kerusakan seperti berikut: a. Aborsi benih, b.
berkurangnya ukuran benih, c. Pembusukan benih, d. Pembentukan sklerotium
atau stroma pada benih, e. Nekrosa pada benih, f. Pewarnaan pada benih, g.
Perubahan sifat fisiologi benih dan h. Berkurangnya kapasitas perkecambahan
benih.
Sadjad (1980) menyatakan bahwa untuk mengetahui adanya fungi seperti
spora atau miselium, baik berada di permukaan maupun di dalam jaringan benih,
pengujian kesehatan benih sebaiknya digunakan dengan cara inkubasi. Pengujian
untuk benih yang berukuran besar seperti benih mahoni, terdiri dari dua cara yaitu
metode inkubasi dengan pasir dan metode agar (PDA).
Beberapa jenis fungi perusak yang berasosiasi dengan benih mahoni
adalah: Botryodiplodia theobromae, Chaetomium sp., Cladosporium sp.,
Curvularia lunata, Nigrospora sp. dan Pestalotia sp. (Chalerempongse 1987,
Kamnerdratana et al. 1987, Quiniones dan Zamora, 1987 dalam Rahayu 1999).

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat
Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor, pada bulan Juli - Oktober 2006.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih mahoni yang berasal dari Pasirkuda,
pasir steril, media agar kentang atau Potato Dextrose Agar (PDA), alkohol, spirtus
dan air steril.
Alat- alat yang digunakan adalah kotak pasir (bak kecambah), saringan
berukuran diameter 2 mm, ruang inkubasi, oven, laminar air flow, autoclave,
pembakar bunsen, korek api, cawan petri, kaca obyek dan penutupnya, pipet,
jarum ose, mikroskop, plastik wrap, kertas label, alat tulis dan kamera digital.

Metode Penelitian

1. Determinasi Kadar Air Benih
Kadar air benih dideteksi menggunakan metode pengeringan oven
(gravimetri) pada suhu 103 ± 3°C selama 17 ± 1 jam. Periode pengeringan
dimulai pada waktu oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Sebelum
dikeringkan, benih ditimbang sebagai berat benih sebelum dioven. Setelah
pengeringan, benih dimasukkan ke dalam desikator selama ± 15-30 menit dan
ditimbang sebagai berat benih setelah dioven (ISTA 1993 dalam Schmidt 2000).
2. Pengecambahan benih
Semua benih yang mendapat perlakuan, baik benih sewaktu masih di
pohon maupun benih setelah disimpan (dalam kantung plastik) diuji kesehatan
benihnya secara tidak langsung dengan uji perkecambahan menggunakan metode
pasir. Benih dikecambahkan di atas media pasir steril dalam box pasir berukuran
40 x 30 x 15 cm. Setelah itu bak kecambah diletakkan di ruang inkubasi dengan
kisaran suhu 25-27°C hingga semua benih tersebut berkecambah atau mencapai
daya kecambah maksimal. Total benih yang dikecambahkan berjumlah 800 benih.

10

Pada akhir pengujian jumlah kecambah normal dihitung dan dinyatakan
sebagai persen kecambah. Sedangkan jumlah kecambah abnormal karena benih
terinfeksi fungi, dihitung dan dinyatakan sebagai persentase infeksi untuk tiap-tiap
jenis fungi.
3. Isolasi Fungi
Sebelum melakukan isolasi, terlebih dahulu dilakukan sterilisasi alat-alat
gelas. Lalu penyiapan medium biakan untuk menumbuhkan fungi yang diisolasi.
Benih yang terserang fungi dipisahkan dari box pasir. Lalu diambil bagian
benih yang terserang fungi dengan menggunakan jarum dan ditanam pada media
PDA dalam cawan petri sampai membentuk koloni. Fungi yang tumbuh diisolasi
kembali dengan mengambil sekelumit hifa dan menumbuhkannya pada media
PDA yang baru. Semua kegiatan isolasi fungi dilakukan di dalam ruang laminar
air flow untuk menghindari kontaminasi.
4. Identifikasi Fungi
Identifikasi dilakukan melalui pengamatan morfologi koloni fungi pada
media PDA dalam cawan petri dan pengamatan sifat-sifat morfologis dari masingmasing fungi di bawah mikroskop.
Pada pengamatan morfologi koloni fungi, setiap hari dilakukan
pengamatan dan mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada koloni masingmasing fungi. Adapun faktor-faktor yang diamati adalah bentuk permukaan koloni
(granular, seperti tepung, seperti kapas, menggunung, licin dan sebagainya) dan
warna koloni (Gandjar et al.1999).
Setiap fungi yang muncul dibuat preparatnya dan dilakukan uji di bawah
mikroskop. Preparat dibuat dengan meletakkan langsung struktur fungi
(miselium) pada setetes air steril di atas gelas preparat. Struktur fungi yang
menggumpal, diuraikan dengan menggunakan dua jarum sampai menipis dan
ditutup dengan gelas penutup secara perlahan-lahan agar tidak terbentuk
gelembung udara. Hasil pengamatan tersebut dicocokkan dengan beberapa
pustaka yang ada.
Identifikasi fungi didasarkan pada (Gandjar et al.1999):
a. Bentuk serta susunan konidiofora
b. Bentuk, pigmentasi, dan septasi hifa.

11

c. Bentuk dari masa spora atau miselium dan sebagainya.
Cara-cara ini telah dipergunakan untuk berbagai macam biji-bijian seperti
serealia, sayuran, bunga-bungaan, tanaman kehutanan dan sebagainya.

Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah kadar air benih, jenis fungi yang muncul,
daya berkecambah benih, dan persentase infeksi oleh tiap - tiap jenis fungi.
Adapun prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Kadar Air (KA) Benih:
KA =

B0 - B1
× 100 %
B0

Keterangan:
KA : Kadar Air benih
B0 : Berat benih sebelum dioven
B1 : Berat benih setelah dioven
2. Daya Berkecambah Benih (DB):
DB =

Jumlah benih berkecambah normal
× 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan

3. Persen Infeksi (PI) :

PI =

Jumlah benih yang terinfeks i
× 100%
Jumlah benih yang diinkubasi kan

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Hasil identifikasi fungi, jumlah koloni fungi yang berasosiasi dengan
benih dan persentase benih yang terinfeksi tersaji pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Identifikasi fungi pada benih mahoni sewaktu masih di pohon.
Jumlah koloni yang

Persentase benih

berasosiasi dengan

yang terinfeksi

benih

(%)

47

11,75

2

Cladosporium sp.
Botryodiplodia theobromae

57

14,25

3

Aspergillus sp.

26

6,50

No.

1

Nama

Persen Infeksi (%)

32,50

Daya Berkecambah Benih (%)

71,25

Tabel 2. Identifikasi fungi pada benih mahoni setelah disimpan.
No.

Nama

Jumlah koloni yang

Persentase benih

berasosiasi dengan

yang terinfeksi

benih

(%)

1

Cladosporium sp.

58

14,50

2

Botryodiplodia theobromae

105

26,25

3

Aspergillus sp.

18

4,50

4

Rhizopus sp.

95

23,75

Persen Infeksi (%)

69,00

Daya Berkecambah Benih (%)

57,75

Sedangkan data hasil identifikasi fungi yang berasosiasi dengan benih
mahoni sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan secara konsisten
dideskripsikan ciri-cirinya sebagai berikut :

13

1. Cladosporium sp.
Berdasarkan hasil pengamatan, koloni fungi pada permukaan benih
muncul dengan tekstur halus seperti kapas berwarna putih, menutupi sebagian
atau seluruh permukaan benih. Pada media PDA berumur 0-3 hari, miselium
berwarna bening (hyalin). Setelah berumur 10 hari miselium sudah memenuhi
cawan petri dan berwarna hijau keabu-abuan (Gambar 3). Kemudian menjadi
berwarna hijau kehitaman setelah berumur 27 hari. Sedangkan di bawah
mikroskop konidia membentuk seperti rantai dan berwarna coklat. Fungi ini
ditemukan lebih banyak pada benih setelah penyimpanan daripada jumlah koloni
fungi sewaktu di pohon.
Ciri- ciri tersebut sesuai dengan ciri fungi Cladosporium sp. menurut
Domsch et al. (1980) yaitu tekstur koloninya gelap, berwarna hijau keabu-abuan,
coklat abu-abu atau abu-abu. Konidiofor panjang dengan konidia membentuk
rantai. Konidiofor bercabang atau tidak bercabang.
Menurut Barnet dan Hunter (1998), fungi jenis ini dapat tumbuh sebagai
parasit maupun sapropit serta kontaminan dalam berbagai kondisi lingkungan.
Secara taksonomi termasuk Kingdom: Fungi, Divisi: Eumycotina, Kelas:
Deuteromycetes,

Ordo:

Moniliales,

Famili:

Dematiaceae

dan

Genus:

Cladosporium.

(A)

(B)

Gambar 3. Koloni Cladosporium sp. pada umur 10 hari; (A) Dilihat dari atas; (B) Dilihat
dari bawah

14

a.
c.
b.

Gambar 4. Struktur hifa Cladosporium sp.; a. Ramokonidia; b. Konidiofor; c. Konidia

2. Botryodiplodia theobromae
Pada permukaan benih fungi ini muncul dengan tekstur hifa yang halus,
menggumpal, berwarna hitam dan lengket. Pada media PDA yang berumur satu
hari, miselium tidak berwarna. Miselium pada umur 2 hari berwarna putih
kecoklatan dan sudah memenuhi cawan petri. Pada umur 5 hari miselium berubah
menjadi warna coklat keabu-abuan dan menjadi warna coklat kehitaman setelah
berumur 15 hari. Di bawah mikroskop konidia berbentuk elips, bersel satu dan
tidak berwarna. Fungi ini ditemukan pada benih setelah penyimpanan dan sewaktu
di pohon.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan penelitian Risviana (1993) bahwa B.
theobromae menunjukkan pertumbuhan yang cepat pada media PDA dan dapat
memenuhi seluruh permukaan media pada cawan petri dengan diameter 10 cm
hanya dalam waktu lima hari. Demikian juga menurut Gandjar et al. (1999),
koloni tumbuh cepat pada media PDA dengan membentuk miselia aerial yang
lebat dan berwarna coklat kehitaman. Konidia bersel dua, berbentuk elips,
berwarna coklat tua. Akan tetapi pematangan konidia berjalan lambat, sehingga
sering ditemukan konidia bersel satu dan berwarna hyalin.
Menurut Barnet dan Hunter (1998) fungi ini termasuk Kingdom: Fungi,
Divisi: Eumycotina, Kelas: Deuteromycetes, Ordo: Sphaeropsidales, Famili:
Sphaeropsidaceae, Genus: Botryodiplodia dan Species: B. theobromae.

15

(A)

(B)

Gambar 5. Koloni B. theobromae; (A) umur 5 hari; (B) umur 15 hari

b.

a.
c.

Gambar 6. Struktur hifa B. theobromae; a. Hifa – hifa konidiogenous; b. Konidia
muda bersel satu; c. Konidia yang sudah matang ditunjukkan dengan
adanya sekat konidia
3. Aspergillus sp.
Pada permukaan benih koloni fungi menggelembung seperti beludru,
berwarna hijau, menutupi seluruh atau sebagian permukaan benih. Pada media
PDA dalam satu cawan petri, tekstur koloninya ada yang berwarna putih,
berwarna hijau, bahkan berwarna hijau kekuningan. Di bawah mikroskop, hifa
berwarna bening tidak bersekat, konidiofor berwarna bening, tidak bercabang.
Fungi ini ditemukan lebih banyak pada benih sewaktu di pohon daripada
jumlah koloni fungi pada benih setelah penyimpanan.

16

Ciri- ciri tersebut sesuai dengan hasil identifikasi Sumrahardi (1993) yaitu,
pada media PDA Aspergillus sp. tumbuh cepat dalam waktu 10 hari memenuhi
cawan petri berdiameter 90 mm. Tekstur koloninya seperti beludru dan berwarna
hijau, hijau kekuning-kuningan. Miseliumnya hialin dan bersekat. Konidiofor
tidak bercabang dan tidak bersepta. Ciri- ciri tersebut juga sesuai dengan deskripsi
fungi genus Aspergillus dalam Barnet dan Hunter (1998). Warna konidia beragam
dan bersifat sangat karakteristik untuk setiap species. Warna yang umum terdapat
adalah hitam, coklat, dan hijau (Pelczar 1958).
Taksonomi menurut Barnet dan Hunter (1998), Alexopoulos (1960) dan
Agrios (1969) fungi ini termasuk Kingdom: Fungi, Divisi: Eumycotina, Kelas:
Deuteromycetes, Ordo: Moniliales, Famili: Moniliaceae dan Genus: Aspergillus.
Menurut Tapa Darma (1990) dalam Sumrahardi (1993), Aspergillus sp.
merupakan fungi yang menyerang berbagai benih tanaman kehutanan seperti
akasia, sengon, agathis, pinus, rotan dan mahoni.

e
d.
c.
b. .

a.

Gambar 7. Struktur hifa Aspergillus sp.; a. Konidiofor; b. Vesikel; c. Metula;
d. Fialid; e. Konidia

17

Gambar 8. Koloni Aspergillus sp. pada umur 16 hari.
4. Rhizopus sp.
Pada permukaan benih koloni berwarna putih seperti kapas. Pada media
PDA yang berumur lima hari, koloni berwarna putih. Pada umur sepuluh hari
koloni berwarna putih keabu-abuan. Kemudian koloni berubah menjadi berwarna
abu-abu kecoklatan pada umur duapuluh hari. Berdasarkan hasil pengamatan di
bawah mikroskop, hifa tidak bersekat, sporangiofor tunggal menghasilkan
sporangium, kolumela berbentuk bulat dan sporangiospora berbentuk semibulat.
Fungi ini hanya ditemukan pada benih setelah penyimpanan
Ciri- ciri tersebut sesuai dengan fungi Rhizopus sp. hasil identifikasi
Gandjar et al. (1999) yaitu, koloni seperti kapas berwarna putih dan menjadi abuabu kecoklatan dengan bertambahnya usia biakan, serta mencapai tinggi kurang
lebih 1mm. Sporangiofor dapat tunggal atau berkelompok, berwarna subhialin
hingga kecoklatan. Sporangiospora berbentuk bulat membentuk massa berwarna
kecoklatan. Kolumela berbentuk semibulat atau bulat.
Menurut Agrios (1969) fungi ini termasuk Kingdom: Fungi, Divisi:
Zygomycotina, Kelas: Phycomycetes, Ordo: Mucorales, Famili: Mucoraceae dan
Genus: Rhizopus.
Rhizopus sp. merupakan golongan fungi yang dapat ditemukan di tanah,
sayuran yang membusuk, buah-buahan dan kotoran binatang. Rhizopus sp. juga
merupakan salah satu fungi patogen yang dapat menyebabkan infeksi atau
peradangan pada manusia (Moore- Landecker 1996).

18

Beberapa jenis Rhizopus yang paling umum adalah Rhizopus oryzae,
Rhizopus oligosporus, Rhizopus microsporus, Rhizopus schipperae dan Rhizopus
stolonifer.

(A)

(B)

Gambar 9. Koloni Rhizopus sp.; (A) umur 10 hari; (B) umur 20 hari.

b.

d.

a.
c.

Gambar 10. Struktur hifa Rhizopus sp.;
c. Kolumela; d. Sporangiospora

a. Sporangiofor;

b. Sporangium;

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 1 dan 2, tampak
adanya perbedaan baik dalam jumlah jenis, jumlah koloni, keragaman jenis dan
persen infeksi secara keseluruhan atau dari masing - masing jenis fungi yang
berasosiasi dengan benih mahoni. Pada Tabel 1, diperoleh tiga jenis fungi yang
berasosiasi dengan benih sewaktu masih di pohon yaitu Cladosporium sp.,
Botryodiplodia theobromae dan Aspergillus sp. Sedangkan pada Tabel 2 diperoleh
empat jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni setelah disimpan yaitu
Cladosporium sp., B. theobromae, Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. Jumlah jenis
fungi yang berasosiasi dengan benih setelah disimpan lebih banyak daripada
jumlah jenis fungi sewaktu masih di pohon disebabkan adanya perbedaan
kemampuan adaptasi ekologis masing - masing fungi. Pada benih setelah
disimpan muncul jenis fungi yang berbeda dengan fungi-fungi pada benih
sewaktu masih di pohon yaitu Rhizopus sp. Fungi ini merupakan fungi patogen
penyebab busuk pada buah dan benih-benih kehutanan di tempat penyimpanan
(Agrios 1969). Koloni Rhizopus sp. menjadi dominan kedua pada benih setelah
disimpan.
Sedangkan koloni yang selalu menjadi dominan baik benih sewaktu masih
di pohon maupun benih setelah disimpan adalah fungi jenis B. theobromae.
Jumlah koloninya semakin bertambah pada benih setelah disimpan dan umumnya
benih yang terserang fungi ini menjadi berwarna hitam. Menurut Mayhew dan
Newton (1998), B. theobromae sering menyebabkan busuk batang, seed coating
discoloration dan kematian pada semai.
Berbeda dengan Aspergillus sp., fungi ini ditemukan lebih banyak pada
benih sewaktu di pohon daripada jumlah koloni fungi pada benih setelah
penyimpanan. Persen infeksi pada benih sewaktu di pohon sebesar 6,50% dan
persen infeksi fungi pada benih setelah penyimpanan sebesar 4,50%. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Christensen dan Kaufmann (1969) bahwa fungi
Aspergillus sp. merupakan contoh fungi yang menyerang benih sejak benih
tersebut dipanen, diangkut hingga disimpan di tempat penyimpanan sebelum
benih tersebut ditanam. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian

20

Sumrahardi (2000) yaitu pada benih Acacia crassicarpa A. Cunn Ex Benth.
persen infeksi fungi Aspergillus sp. sesaat setelah panen sebesar 8,67% dan
setelah penyimpanan sebesar 1,33%.
Pada penelitian ini terjadi penurunan daya berkecambah benih, dari
71,25% pada benih sewaktu masih di pohon menjadi 57,75% pada benih setelah
disimpan. Salah satu penyebab penurunan daya berkecambah benih ini adalah
adanya peningkatan serangan fungi tempat penyimpanan. Schmidt (2000)
menyatakan di tempat penyimpanan, benih dapat berkurang daya berkecambahnya
dan sering memperlihatkan gejala serangan fungi. Hal ini dapat terlihat dari
meningkatnya persen infeksi fungi yang menyerang benih. Besarnya persen
infeksi fungi yang menyerang benih sewaktu masih di pohon sebesar 32,50% dan
setelah disimpan menjadi 69,00%. Peningkatan persen infeksi ini juga
berhubungan dengan meningkatnya kadar air pada benih setelah disimpan. Kadar
air benih sewaktu masih di pohon sebesar 11,26% dan menjadi 15,16% pada
benih setelah disimpan. Kadar air yang tinggi ini merupakan lingkungan yang
ideal bagi pertumbuhan fungi. Pada kondisi ini aktivitas fungi meningkat dan
sering mengakibatkan gejala kerusakan pada benih (pembusukan). Christensen
dan Kaufmann (1969) menyatakan bahwa kondisi utama yang mempengaruhi
perkembangan fungi tempat penyimpanan adalah : kadar air benih, suhu
lingkungan, tingkat serangan fungi tempat penyimpanan, adanya benda asing
(tanah, biji), oksigen, karbohidrat dan adanya kegiatan serangga dan tungao.
Serangan fungi pada benih baik sewaktu masih di pohon ataupun setelah
disimpan tidak seutuhnya menghambat perkecambahan benih. Terdapat sejumlah
benih yang terinfeksi fungi namun masih dapat berkecambah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Schmidt (2000) bahwa dampak dari infeksi fungi patogen
tergantung pada jumlah dan bagian benih yang terpengaruh. Kerusakan kecil pada
endosperma atau kotiledon dapat menyebabkan sedikit dampak atau tidak
menimbulkan dampak sama sekali. Benih masih dapat bertahan dan berkecambah
meskipun mengalami gangguan karena berkurangnya sumber makanan.
Sebaliknya kerusakan kecil pada bagian vital embrio seperti hipokotil dan
radikula dapat menyebabkan kematian benih (Lamprey et al. 1974 dalam Schmidt
2000).

21

Umumnya benih-benih yang dipanen ada yang langsung ditanam, ada
yang disimpan, diangkut ke tempat lain untuk ditanam dan atau diangkut ke
tempat lain untuk disimpan. Khusus untuk benih yang disimpan tersebut ada benih
yang sehat dan ada yang telah terinfeksi patogen di lapangan atau dalam
perjalanannya. Pada awalnya fungi pada benih setelah dipanen sangat dominan,
tetapi lambat laun aktifitas fungi tersebut menurun dan selanjutnya yang dominan
adalah fungi tempat penyimpanan. Keadaan ini disebabkan oleh keadaan
lingkungan yang tidak sesuai lagi untuk perkembangan fungi tersebut.
Dengan mengetahui jenis-jenis fungi yang menyerang benih dan karakter
dari masing-masing fungi yang teridentifikasi, maka hal tersebut dapat dijadikan
sebagai dasar untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyelamatan benih
pada berbagai kondisi. Sehingga kerusakan pada benih akibat serangan fungi
dapat diatasi dan diperoleh benih sehat yang bebas dari penyakit dan mampu
berproduksi normal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Jumlah koloni fungi yang berasosiasi dengan benih setelah penyimpanan
lebih banyak daripada jumlah koloni fungi sewaktu masih di pohon.
2. Jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni sewaktu masih di pohon
adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 11,75%), B. theobromae (persen
infeksi 14,25%) dan Aspergillus sp. (persen infeksi 6,50%). Daya
berkecambah benih sewaktu masih di pohon sebesar 71,25%.
3. Jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni setelah disimpan adalah
Cladosporium sp. (persen infeksi 14,50%), B. theobromae (persen infeksi
11,75%), Aspergillus sp. (persen infeksi 26,25%) dan Rhizopus sp. (persen
infeksi 4,50%). Daya berkecambah benih setelah disimpan adalah 57,75%.
4. Fungi jenis Rhizopus sp. hanya ditemukan pada benih yang telah disimpan.

Saran
1. Untuk mengetahui kapan waktu fungi itu menimbulkan penyakit pada
benih, maka perlu dilakukan penelitian dengan menginokulasikan fungifungi tersebut sejak dalam bentuk fase benih, kecambah, anakan dan
pohon. Dengan memberikan kondisi yang terbaik pada fungi tersebut
dalam semua bentuk fase tanaman mahoni maka barulah dapat diketahui
peranan dari fungi itu dalam menimbulkan penyakit pada tanaman mahoni.
2. Perlu diadakan penelitian tahap lanjutan mengenai proteksi benih mahoni
yang sejak awal sudah dilakukan tindakan yang paling tepat terhadap
fungi-fungi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal VK dan Sinclair BJ. 1997. Principles of Seed Pathology. 2nd ed. New
York: CRC Press.
Agrios GN. 1969. Plant Pathology. New York: Academic Press.
Alexopoulos CJ. 1960. Introductory Mycology. New York: John Wiley & Sons
Inc.
Barnet HL dan Hunter BH. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. 4th ed.
Minnesota: APS Press.
Christensen CM dan Kaufmann HH. 1969. Grain Storage. The Role of Fungi in
Quality Loss. Minneapolis: University of Minnesota Press.
Domsch KH, Gams W and Anderson TH. 1980. Compendium of soil fungi. Vol 1.
London: Academic Press.
http://www.mycology.adelaide.edu.au/Fungal_Descriptions/Hyphomycete
s_(dematiaceous)/Cladosporium/ [ 12 Desember 2006]
Eka PN. 2004. Inhibisi Fraksi Aktif Biji Mahoni pada Pertumbuhan
Saccharomyces cerevisiae sebagai Uji Anti Kanker. [Skripsi]. Bogor:
Departemen Kimia, Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor.
Gandjar I, Samson RA, Vermeulen, Oetari A dan Santoso I. 1999. Pengenalan
Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hadi S. 1996. Pengaruh Kondisi Penyimpanan Terhadap Penyakit Benih dan
Penyakit Lodoh pada Tanaman Kehutanan di Indonesia. Bogor: Badan
Litbang Hutan. 128 – 136.
Hadi S. 2001. Patologi Hutan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Litbang Kehutanan
Jakarta (Penterjemah). Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Jøker D. 2001. Informasi Singkat Benih Swietenia macrophylla King. Bandung:
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.
Justice OL dan Louis NB. 1994. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kunia K. 2005. Mahoni, Pohon Pelindung dan Fitofarmaka. Jakarta: Cakrawala.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/04/cakrawala/lain02.htm
[14 Desember 2006]

24

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YS, Prawira SA dan Kadir K. 1981.
Atlas Kayu Indonesia. Jilid 1. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan.
Mayhew JE and Newton AC. 1998. The Silvicultur of Mahogany. Walling Ford:
CABI Publishing.
Moore - Landecker E. 1996. Fundamentals of the fungi. 4th ed. New Jersey:
Prentice- Hall, Inc.
Neergaard P. 1977. Seed Pathology. Volume 1. New York: John Wiley & Sons,
Inc.
Pelczar MJ. 1958. Microbiology. New York: McGraw-Hill Book Company.
Rahayu S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan Indonesia. Gejala, Penyebab, dan
Teknik Pengendaliannya. Yogyakarta: Kanisius.
Risviana 1993. Beberapa Sifat Jamur Pewarna Botryodiplodia theobromae Pat.
dan Kemungkinan Pengendalian Serangannya Dengan Bahan Pengawet
Everwood. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Sadjad S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di
Indonesia. Bogor: Lembaga Afiliasi Institut Pertanian Bogor.
Samingan T. 1979. Dendrologi. Bagian Ekologi. Bogor: Departemen BOTANI.
Fakultas Pertanian IPB.
Schmidt L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub
Tropis 2000. Danida Forest Seed Centre. Jakarta: Direktorat Jendral
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departeman Kehutanan.
Sumrahardi A. 2000. Identifikasi Fungi yang Berasosiasi dengan Benih Acacia
crassicarpa A. Cunn Ex Benth. Sesaat Setelah Panen dan Setelah
Penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Suratmo G. 1974. Perlindungan Hutan. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan
Tinggi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sutisna UP dan Kalima T. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di
Indonesia. Bogor: Yayasan PROSEA.
Tapa Darma IGK. 1986. Seed Health Testing. Bogor: Agricultural University.
Faculty of Forestry. 36 p.

25

Tjitrosomo SS, Gunawan, Hadioetomo dan Zakaria. 1981. Penuntun Praktikum
Mikologi Dasar. Edisi Kedua. Bogor: Departemen Botani, Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Wijayakusuma H, Setiawan D dan Wirian AS. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat di
Indonesia. Jilid II. Jakarta: Pustaka Kartini.

LAMPIRAN

27

Tabel Kadar Air Rata-Rata Benih Sewaktu Di Pohon
Benih sewaktu di pohon
Ulangan

B0

B1

KA

(gram)

(gram)

(%)

1

7,2230

6,3743

11,75

2

7,5303

6,7682

10,12

3

7,1801

6,3766

11,19

4

7,2257

6,3528

12,08

5

7,1138

6,3213

11,14

KA rata-rata

11,26

Tabel Kadar Air Rata-Rata Benih Setelah Disimpan
Benih setelah disimpan
Ulangan

B0

B1

KA

(gram)

(gram)

(%)

1

6,4359

5,4265

15,68

2

6,9062

5,8759

14,92

3

6,1971

5,2352

15,52

4

6,1734

5,246

15,02

5

6,2961

5,3739

14,65

KA rata-rata

15,16

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN
BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU
MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Oleh :
Devie Fadhilah
E 14202066

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN
BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU
MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
Devie Fadhilah
E14202066

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul

Nama
NRP

: IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOS