Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.

ABSTRAK
SELLY MAURINA AMIN. Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap
Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan
Bibit Cendana (Santalum album Linn.). Dibimbing oleh SUPRIYANTO dan
BENNY SUBANDI.
Cendana memiliki sifat perkecambahan benih yang sangat lamban dan
tergolong jenis pohon lambat tumbuh. Tujuan penelitian ini adalah menguji
efektivitas pemberian unsur boron pada berbagai konsentrasi dalam rangka
mempercepat perkecambahan benih dan mempelajari pengaruh kombinasi boron
dan arang sekam terhadap pertumbuhan semai cendana. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan awal benih cendana dengan
perendaman boron konsentrasi 400 ppm dapat mempercepat perkecambahan
benih cendana 1 minggu lebih awal dengan persentase kecambah 42% sedangkan
kontrol hanya 34.6%. Waktu optimal untuk perendaman benih cendana adalah 24
jam. Pemberian arang sekam 7.5% (w/w) dan boron konsentrasi 400 ppm pada
media tumbuh menghasilkan indeks mutu bibit (IMB) cendana terbaik dengan
nilai IMB 30 dan 29 poin, sedangkan interaksi keduanya mendapat nilai IMB 26
poin sedang kontrol hanya mendapatkan IMB 9 poin.
Kata kunci: arang sekam, boron, cendana, perkecambahan, pertumbuhan


ABSTRACT
SELLY MAURINA AMIN. The Effect of Boron and Soaking on
Germination and the Effect of Rice Husk Carchoal and Boron on the Growth of
Sandalwood (Santalum album Linn.) Seedlings. Supervised by SUPRIYANTO
and BENNY SUBANDI.
Characteristic of sandalwood germination is very slow and it is belong to
slow growing tree spesies. The aim of this research was to test the effectiveness of
boron on various concentrations and period of soaking to speed up the seed
germination and to study the effect of combination treatment between boron and
rice husk charcoal on the growth of sandalwood seedlings. The experimental
design of research was factorial in Completely Randomized Design (CRD). The
results of this research showed that the initial treatment of sandalwood seed in
boron soaking on 400 ppm concentration could accelerate the sandalwood seed
germination one weeks earlier with 42% germination percentage while control
was 34.6%. The optimal Soaking of sandalwood seeds was 24 hours. Rice husk
charcoal addition on 7.5% (w/w) in the growing medium and boron on 400 ppm
concentration produced the best seedling quality index (SQI) of sandalwood
seedling with the SQI value of 30 and 29 points, while the interaction of both got
SQI at 26 points and 9 points for control.
Keywords: boron, germination, growth, rice husk charcoal, sandalwood.


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cendana (Santalum album Linn.) adalah tumbuhan asli Provinsi Nusa
Tenggara Timur yang tergolong kayu mewah. Kayu teras cendana menghasilkan
minyak dengan aroma wangi yang mengandung tiga komponen senyawa utama
yaitu santalol, santalyl acetate, dan santalene. Ekstrak minyak tersebut
dibutuhkan oleh industri farmasi sebagai bahan obat-obatan (aromaterapi,
antiseptic, diaphoretic, dan diurit) dan industri komestik sebagai bahan pembuat
parfum. Hal tersebut menjadikan cendana memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga
keberadaannya di lapangan menjadi terancam (Damayanti dan Kurniaty 2008).
Hal yang sama dinyatakan oleh Sukmadjaja (2005) bahwa cendana merupakan
salah satu komoditas yang bernilai tinggi dan banyak terdapat di Nusa Tenggara
Timur, namun populasinya cenderung menurun akibat tidak seimbangnya antara
eksploitasi dan upaya pelestariannya. Menurut Rahayu et al. (2002) kepemilikan
dan perdagangan cendana diatur dalam Peraturan Daerah No. 11/PD/1966 Pasal
1(1) karena nilai ekonominya yang tinggi. Peraturan tersebut dianggap sangat
merugikan dan memberatkan masyarakat setempat, sehingga masyarakat enggan
untuk menanam maupun memelihara anakan cendana di lahannya. Keengganan
masyarakat menanam cendana menjadi salah satu penyebab lain menurunnya

populasi cendana di NTT, bahkan dapat dikatakan cendana di NTT hampir punah.
Menurut International Union for Conservation of Natural Resource (IUCN)
cendana spesies Santalum album Linn. masuk ke dalam kategori spesies yang
hampir punah (vulnerable) atau terancam mengalami kepunahan di alam liar dan
menurut Convention on International Trade for Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (CITES) cendana dimasukkan ke dalam spesies Appendix II.
Oleh karena itu untuk mengatasi kepunahan atau kelangkaan akibat eksploitasi
tersebut perlu dilakukan teknik silvikultur pembudidayaan cendana salah satunya
budidaya secara generatif.
Tanaman memerlukan nutrisi yang cukup dalam melangsungkan siklus
hidupnya. Nutrisi bagi tanaman berupa unsur hara makro dan unsur hara mikro,
salah satu unsur hara mikro penting yaitu boron (B). Perhatian terhadap unsur
hara mikro meningkat dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh desakan terhadap
efisiensi dalam proses produksi memaksa untuk terus memperhatikan unsur mikro
(Soepardi 1983). Boron memiliki banyak manfaat bagi tanaman salah satunya
meningkatkan perkecambahan benih dan vigor benih (Fageria 2009). Menurut
Hardjowigeno (2003) boron membantu dalam pembentukan protein,
perkembangan akar, pembentukan buah dan benih, serta metabolisme nitrogen
dan karbohidrat pada tanaman. Pemilihan boron dalam penelitian ini juga didasari
oleh penggunaan beberapa pupuk makro pada tanaman cendana tidak berpengaruh

baik. Hasil penelitian Suriamihardja et al. (1993) dalam Surata (2007)
penggunaan pupuk urea dosis (2 g/pohon, 4 g/pohon, dan 6 g/pohon) pada tanah
grumosol tidak memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan dan
meningkatkan kematian bibit cendana. Menurut Surata (2007) penggunaan pupuk
seperti urea, TSP, dan KCl menekan pertumbuhan cendana.

2
Tanaman memerlukan kondisi tanah yang subur untuk menunjang
pertumbuhannya. Penambahan arang sekam ke tanah dapat meningkatkan
kesuburan tanah karena arang sekam mampu mengikat dan menyerap unsur hara.
Hal ini sesuai dengan pendapat Lehmann et al. (2006) yang menyatakan bahwa
aplikasi pemberian arang ke tanah akan memberikan manfaat langsung terhadap
peningkatan kesuburan tanah dan produksi tanaman. Menurut Komarayanti et al.
(2003) dalam Supriyanto dan Fiona (2010) arang sekam berfungsi sebagai
pengikat unsur hara ketika terjadi kelebihan dan penyerap unsur hara ketika
kekurangan, unsur hara dilepas secara perlahan sesuai kebutuhan semai atau slow
release. Hasil penelitian Heriyanto dan Siregar (2004) menunjukkan bahwa
penambahan arang 10% ke dalam media tanam mampu meningkatkan
pertambahan tinggi dan diameter anakan Acacia mangium. Hasil penelitian
Supriyanto dan Fiona (2010) juga menunjukkan bahwa penambahan arang sekam

sebanyak 5% (v/v) pada media tumbuh dapat menghasilkan pertumbuhan semai
jabon terbaik. Cendana termasuk ke dalam slow growing spesies dan sifat
perkecambahan benihnya relatif lamban yang disebabkan oleh ketebalan kulitnya
(dormansi kulit). Dormansi kulit tersebut menghambat masuknya air secara
imbibisi sehingga proses perkecambahannya membutuhkan waktu yang relatif
lama atau lamban. Permasalahan lain yaitu cendana hidup secara semiparasit
dengan membentuk houstoria karena sistem perakarannya yang sederhana.
Pemanfaatan arang sekam diharapkan dapat meningkatkan porositas media untuk
memperbaiki sistem perakarannya yang pada gilirannya akan meningkatkan
pertumbuhan bibit cendana. Berkaitan dengan masalah-masalah yang terjadi pada
cendana maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai pengujian
efektivitas boron dan arang sekam untuk mempercepat perkecambahan benih dan
meningkatkan pertumbuhan semai cendana.

Perumusan Masalah
Populasi pohon cendana cenderung menurun akibat tidak seimbangnya
eksploitasi dan upaya pelestariannya, perkecambahan benihnya pun membutuhkan
waktu yang cukup lama, dan cendana termasuk ke dalam slow growing tree
spesies. Solusi untuk mempercepat perkecambahan benih dan meningkatkan
pertumbuhan cendana perlu dilakukan sebagai salah satu usaha budidaya cendana

secara generatif dengan menggunakan perendaman boron sebagai katalisator
untuk mempercepat perkecambahan benih serta kombinasi boron dan arang sekam
untuk meningkatkan pertumbuhan cendana. Hasil yang diharapkan dengan
terserapnya boron cair ke dalam benih cendana mampu membantu dalam
mengaktivasi hormon giberelin serta enzim α dan β amilase untuk mempercepat
perkecambahan benih cendana. Boron berperan penting untuk pertumbuhan akar
cendana dan arang sekam berfungsi untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan
porositas media tumbuh. Akar yang tumbuh dengan baik akan membantu
penyerapan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan banyak terkandung di
dalam tanah yang subur. Kombinasi boron dan arang sekam diharapkan mampu
meningkatkan pertumbuhan semai cendana.

3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ada dua, yaitu:
1. Menguji efektivitas pemberian unsur boron pada berbagai konsentrasi dalam
rangka mempercepat perkecambahan benih cendana.
2. Mempelajari pengaruh kombinasi boron dan arang sekam terhadap
pertumbuhan semai cendana.


Manfaat Penelitian
Penggunaan boron untuk mempercepat perkecambahan benih serta
kombinasi boron dan arang sekam untuk meningkatkan pertumbuhan semai
cendana dapat direkomendasikan untuk diterapkan sebagai salah satu teknologi
benih dan pembibitan di bidang kehutanan dalam memperbanyak produksi bibit
cendana yang berkualitas. Penggunaan boron diharapkan menjadi salah satu
teknik untuk meningkatkan daya berkecambah cendana dan perakaran akar bibit
cendana, sehingga luas bidang akar untuk menyerap air dan nutrisi menjadi lebih
luas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan semai maupun bibit
cendana.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup aspek silvikultur cendana yang dititik beratkan
pada perkecambahan dan pembibitan tanaman cendana dengan menggunakan
benih yang berasal dari hutan rakyat di Kabupaten Sumba Barat Provinsi Nusa
Tenggara Timur dan induknya telah disertifikasi oleh Balai Perbenihan Tanaman
Hutan (BPTH) Denpasar. Boron sebagai salah satu unsur mikro digunakan
sebagai katalisator untuk mempercepat perkecambahan benih dan pertumbuhan
akar cendana. Arang sekam diperoleh dari proses pembakaran tidak sempurna dari
sekam padi, yang ditambahkan ke dalam media tanam yang berfungsi untuk

menyuburkan tanah dan meningkatkan porositas media tumbuh.
Pengujian perkecambahan benih cendana dilakukan di Propagation House
sedangkan pengujian pertumbuhan semai cendana dilakukan di Shading House
dengan kondisi yang terkontrol. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial masing-masing dua faktor yaitu
boron dan lama waktu perendaman pada pengujian perkecambahan benih cendana
serta boron dan arang sekam pada pengujian pertumbuhan semai cendana. Total
benih yang ditabur sebanyak 1600 benih dan total semai yang disapih sebanyak
400 semai. Parameter yang diuji meliputi perkecambahan benih cendana yaitu
daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KT), nilai perkecambahan (NP), dan
laju perkecambahan (LP) serta pertumbuhan semai cendana yaitu tinggi semai,
diameter semai, kekokohan semai (KS), berat kering pucuk (BKP), berat kering
akar (BKA), panjang akar, jumlah akar sekunder, nisbah pucuk akar (NPA), berat
kering total (BKT), dan indeks mutu bibit (IMB). Nilai IMB digunakan untuk
pengambilan keputusan setelah analisis data.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Boron

Unsur hara esensial adalah unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman
dan fungsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Unsur hara
esensial ini dapat berasal dari udara, air, atau tanah (Hardjowigeno 2003).
Menurut Cambell et al. (2000) unsur hara esensial ada 17 yaitu unsur makro (C,
H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan unsur mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Ni, dan
Cl). Boron termasuk ke dalam unsur mikro yang diperlukan dalam jumlah yang
sangat sedikit oleh tanaman. Boron banyak tersedia pada pH 5–6. Boron
termasuk unsur mikro jenis anion, diambil tanaman dalam bentuk anion terlarut
seperti B3-. Lahan yang terlalu banyak mengandung kapur akan menghambat
penyerapan unsur boron (Hardjowigeno 2003). Menurut Hanafiah (2010) boron
juga dapat diserap dalam bentuk senyawa (HBO3).
Fungsi Boron dan Akibat Kekurangan Unsur Boron
Boron merupakan salah satu unsur hara esensial mikro yang dibutuhkan
oleh tanaman untuk proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Pertumbuhan,
perkembangan, dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama
yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang
sangat menentukan lajunya pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu
tanaman adalah tersedianya unsur-unsur hara yang cukup di dalam tanah. Unsur
boron mempunyai dua fungsi fisiologis utama yaitu membentuk ester dengan
sukrosa sehingga sukrosa yang merupakan bentuk gula terlarut dalam tubuh

tanaman lebih mudah diangkut dari tempat fotosintesis ke tempat pengisian buah
dan boron juga memudahkan pengikatan molekul glukosa dan fruktosa menjadi
selulosa untuk mempertebal dinding sel sehingga tanaman akan lebih tahan
terhadap serangan hama dan penyakit. Jika tanaman kekurangan unsur boron
maka dinding sel yang terbentuk sangat tipis, sel menjadi besar yang diikuti
dengan penebalan suberin atau terbentuk ruang-ruang reksigen karena sel menjadi
retak dan pecah akibat tidak terbentuk selulosa untuk mempertebal dinding sel.
Pertumbuhan vegetatif akan terhambat karena boron berfungsi sebagai aktivator
maupun inaktivator hormon auksin dalam pembelahan dan pembesaran sel serta
laju proses fotosintesis akan menurun, hal ini disebabkan gula yang terbentuk dari
karbohidrat hasil fotosintesis akan tertumpuk di daun (Wijaya 2009).
Fungsi Boron bagi tanaman selain yang telah dijelaskan di atas, menurut
hasil rangkuman Fageria dan Gheyi (1999) dalam Fageria (2009) dikelompokkan
sebagai berikut: (1) boron adalah unsur penting yang diperlukan dalam proses
pengecambahan dari pollen grains dan tabung pollen, (2) boron sangat diperlukan
benih dan pembentukan dinding sel, (3) boron penting dalam pembentukan
protein, (4) apabila kandungan boron rendah, sintesis dari sitokinin akan menurun,
(5) boron dianggap penting dalam sintesis asam nukleid, (6) tanaman yang kurang
persediaan boron menyebabkan NO3-N yang terkumpul di akar, daun, dan batang
berkurang serta sintesis asam amino menurun, (7) boron menyalurkan

perpindahan gula (siklus) pada tanaman, (8) boron mempermainkan peranan
penting transportasi nutrisi yang dilakukan oleh membran tanaman, (9) boron
mengurangi keguguran polong pada jenis legum, (10) boron mempengaruhi

5
peningkatan jumlah polong dalam setiap proses pembungaan pada jenis legum,
(11) boron mempengaruhi perkembangan dan perpanjangan sel, (12) boron larut
dalam metabolisme N dan P, (13) boron meningkatkan perkecambahan benih dan
vigor benih, dan (14) boron sangat menyatu atau berasosiasi dengan pektin
dinding sel dan karakteristik fisik dari pertumbuhan dinding sel berubah di bawah
pengaruh penurunan boron.
Unsur boron diperlukan tanaman bagi proses pertumbuhan dalam jumlah
yang sedikit, namun jika unsur ini tidak tersedia bagi tanaman gejalanya cukup
serius. Gejala tersebut dapat terjadi pada bagian daun dan buah. Daun-daun yang
masih muda mengalami klorosis, secara setempat-setempat pada permukaan daun
bagian bawah, yang selanjutnya menjalar ke bagian tepi daun. Jaringan-jaringan
daun mati. Daun-daun baru yang masih kecil-kecil tidak dapat berkembang
sehingga menyebabkan pertumbuhan selanjutnya menjadi kerdil, kuncup-kuncup
yang mati berwarna hitam atau coklat. Buah akan mengalami penggabusan,
sedangkan pada tanaman yang menghasilkan umbi, umbinya kecil-kecil yang
kadang-kadang penuh dengan lubang-lubang kecil berwarna hitam, demikian pula
pada bagian akar-akarnya (Setiawan 2010).
Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa jenis-jenis pupuk unsur mikro
masih belum banyak dikenal. Penggunaan jenis pupuk atau senyawa kimia
sebagai pupuk mikro terutama unsur boron yaitu: borax (mengandung 10.6% B,
berwarna putih, larut dalam air), asam borat (cairan H3BO3) dengan B 17%, dan
solubor (dapat dilarutkan di air kemudian disemprotkan melalui daun, kadar B
20%). Menurut Wijaya (2009) saat ini pupuk boron yang beredar di pasaran
adalah fitomik, pupuk borax (Na2BO4O10H2O), dan datolit (Ca(OH)2BOSiO4).

Arang Sekam
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85–95% karbon,
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada
suhu tinggi (Sembiring dan Sinaga 2003). Aplikasi pemberian arang ke tanah
akan memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan kesuburan tanah dan
produksi tanaman (Lehmann et al. 2006). Arang dapat bertindak sebagai
kondisioner tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan mempertahankan
nutrisi serta meningkatkan sifat fisik tanah dan biologi (Glaser et al. 2002,
Lehmann et al. 2003a, Lehmann dan Rondon 2005 dalam Lehmann et al. 2006).
Menurut Heriyanto dan Siregar (2004) arang dapat merangsang aktivitas dan
merupakan tempat berkembang biak mikroorganisme, arang juga mempunyai
kemampuan untuk mengikat dan menyimpan hara tanah melalui porinya sehingga
dapat meningkatkan produktivitas lahan.
Salah satu penggunaan arang pada media tanam lainnya yaitu dengan
penambahan arang sekam pada tanah, atau arang sekam sendiri dapat digunakan
sebagai pengganti media tanam. Limbah tanaman padi yang berupa sekam
seringkali menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat, namun pada kenyataanya
sekam yang sudah diproses lebih lanjut menjadi arang akan memiliki banyak
manfaat untuk pemulihan lahan. Arang sekam sangat baik digunakan pada lahan
pertanian untuk membantu menyuburkan tanah. Arang sekam berfungsi sebagai
penyimpan sementara unsur hara dalam tanah sehingga tidak mudah tercuci oleh

6
air dan akan sangat mudah dilepaskan ketika dibutuhkan atau diambil oleh akar
tanaman, sehingga dengan demikian arang sekam berfungsi seperti zeolit. Arang
sekam bersifat porous, ringan, tidak kotor, dan cukup dapat menahan air.
Penggunaan arang sekam cukup meluas dalam budidaya tanaman hias maupun
sayuran terutama budidaya secara hidroponik (Maspary 2011).
Cendana (Santalum album Linn.)
Menurut Rudjiman (1987) dalam Suhaendi (2007) secara morfologis
tanaman cendana memiliki ciri-ciri seperti berikut: pohon kecil sampai sedang,
menggugurkan daun, dapat mencapai tinggi 20 m dan diameter 40 cm, tajuk
ramping atau melebar, batang bulat agak berlekuk-lekuk, akar tanpa banir.
Cendana memiliki daun tunggal, berhadapan, agak bersilangan, bertangkai daun,
bentuk elips, tepi rata, ujung runcing tetapi kadang-kadang tumpul atau bulat.
Pembungaan cendana terminal atau axiler, recimus paniculatus, bunga
pedikel 3–5 cm, gundul, tabung perigonium berbentuk campanulatus, panjang 3
mm dan diameter ± 2 mm, memiliki 4 cuping perigonium, bentuk segitiga, tumpul
pada bagian ujung, dan kedua permukaan gundul. Cendana memiliki buah batu
dan bulat, waktu masak daging kulit buah berwarna hitam dan mempunyai lapisan
eksokarp, mesokarp berdaging, endokarp keras dengan garis dari ujung ke
pangkal. Pohon cendana mempunyai ciri-ciri arsitektur sebagai berikut: cabang
dan batang monopodial, arthotropis (mengarah ke atas), pertumbuhan kontinyu.
Perbuangaan di ujung dan atau di ketiak daun. Berdasarkan ciri-ciri ini, Rudjiman
(1987) dalam Suhaendi (2007) menyimpulkan bahwa cendana termasuk model
arsitektur ROUX.
Klasifikasi Cendana
Cendana yang tumbuh di NTT dikenal sebagai pohon asli daerah setempat
yang mempunyai nama ilmiah Santalum album Linn. Pohon cendana di daerah
asalnya dikenal dengan nama hau meni atau ai nitu (Pulau Timor) dan sendana
dalam bahasan melayu. Cendana dikenal di dunia perdagangan dengan nama
sandalwood. Spesies cendana di Indonesia hanya satu yaitu Santalum album.
Klasifikasi cendana menurut Rudjiman (1987) dalam Suhaendi (2007) adalah
sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta (Magnoliophyta)
Sub divisi
: Angiospermae (Magnoliophytina)
Kelas
: Dicotylodonae
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Santales
Famili
: Santalaceae
Genus
: Santalum
Spesies
: S. album
Persyaratan Tempat Tumbuh
Cendana menyebar secara alami pada kondisi iklim yang kering. Spesies ini
tumbuh pada daerah curah hujan rata-rata 625–1625 mm/tahun, tipe iklim D dan E
menurut Schmidt dan Ferguson. Rata-rata suhu berkisar antara 10–35 oC pada
siang hari. Kelembaban relatif pada musim kemarau 50–60%. Cendana

7
membutuhkan tanah subur, sarang, drainase baik, reaksi tanah alkalis solum tanah
tipis dalam untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik. Cendana di NTT tumbuh
di daerah batuan induk berkapur-vulkanis, tanah dangkal berbatu, tekstur tanah
lempung, pH tanah netral-sedikit alkalis, kadar N sedang, P2O5 sedang sampai
dengan tinggi, warna tanah merah-coklat, di tanah hitam atau putih pertumbuhan
cendana kurang baik, jenis tanah pada umumnya litosol, red mediteran (Hamzah
1976). Spesies pohon ini tumbuh di Pulau Timor pada ketinggian tempat 0–1200
m dpl. Cendana secara alami tumbuh pada ketinggian tempat 400 m dpl dengan
pertumbuhannya lebih baik (Surata 2006).
Sifat Umum Benih
Buah berbentuk bulat berwarna ungu kehitaman dengan benih keras yang
dibalut daging buah. Buah cendana berdiameter sekitar satu cm bila telah masak
berwarna ungu hingga hitam, dan berbenih tunggal. Kuncup bunga di India
muncul pada bulan Maret sampai April dan buah masak pada musim dingin.
Bunga cendana di Australia muncul pada bulan Desember sampai Januari dan
bulan Juni sampai Agustus, dan buah masak antara bulan Juni sampai September.
Pengunduhan dan pengumpulan benih yang baik diambil dari pohon yang telah
berumur lebih dari 20 tahun (Dephut 2002). Di Pulau Timor, NTT musim bunga
pertama terjadi pada bulan Mei sampai Juni dengan musim buah pada bulan
September sampai Oktober, sedangkan musim bunga kedua jatuh pada bulan
Desember sampai Januari dan musim berbuah jatuh pada bulan Maret sampai
April, yang merupakan musim berbuah utama (BPK Kupang 1992).

Perkecambahan
Perkecambahan benih adalah muncul dan berkembangnya kecambah sampai
kecambah tersebut dapat berkembang menjadi semai sehat pada kondisi optimal
dalam periode tertentu (Dephut 2002). Perkecambahan benih dapat dibagi menjadi
dua yaitu benih berkecambah dan benih tidak berkecambah. Benih berkecambah
dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecambah normal dan abnormal. Kecambah
normal adalah kecambah yang memiliki semua struktur kecambah penting yang
berkembang baik, panjang kecambah harus paling tidak dua kali panjang
benihnya, dan kecambah harus dalam keadaan sehat. Kecambah abnormal adalah
kecambah yang tidak memperlihatkan potensi untuk berkembang menjadi
kecambah normal, kriteria kecambah tidak normal antara lain: kecambah rusak,
kecambah cacat atau tidak seimbang, kecambah busuk dan kecambah lambat.
Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai
akhir masa pengujian dan digolongkan menjadi benih keras, benih segar tidak
tumbuh, benih mati, benih hampa, dan benih terserang hama (Dephut 2002).
Menurut Cambell et al. (2000) perkecambahan benih bergantung pada
imbibisi, penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering.
Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit
pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada embrio yang
menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan (a). Setelah benih
mengimbibisi air, embrio membebaskan hormon yang disebut giberelin (GA)
sebagai sinyal kepada aleuron, yaitu bagian tipis bagian luar endosperma (b).

8
Aleuron merespon dengan cara mensintesis dan mensekresikan enzim pencernaan
yang menghidrolisis makanan yang tersimpan dalam endosperma, yang
menghasilkan molekul kecil yang larut dalam air, contohnya adalah α dan β
amilase, suatu enzim yang menghidrolisis pati (c). Gula dan zat-zat makanan lain
yang diserap dari endosperma oleh skutelum (kotiledon) dikonsumsi dan
dihabiskan selama pertumbuhan embrio menjadi sebuah bibit (d). Mobilisasi zatzat makanan pada benih selama proses perkecambahan tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1 Mobilisasi zat-zat makanan pada benih selama proses perkecambahan
Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan hasil perkembangan dari siklus kehidupan setiap
tanaman dan berubah dalam bentuk volume dan massa (Oldeman 1990; Hopkins
1995) dalam Omon (2006). Menurut Zaede (1993) dalam Omon (2006) bahwa
pertumbuhan tanaman merupakan hasil dua faktor yang berlawanan, yaitu faktor
pertama merupakan hasil dari naiknya potensial biotik yang tidak terbatas dan
kedua pertumbuhan merupakan hasil penyesuaian terhadap lingkungan dan umur
(ekofisiologis). Pertumbuhan diawali dari pembelahan dan perbanyakan sel yang
diikuti dengan pembentukan jaringan dan organ tanaman. Perubahan fungsi
struktural menyebabkan setiap organ tanaman mewakili fungsi yang diadaptasikan
dengan lingkungannya, misal perakaran akan berubah, arsitektur dan jumlahnya
ketika berhadapan dengan media yang porous atau padat. Pertumbuhan dibagian
atas tanah akan mengikuti arsitektur pohonnya yang disatukan oleh faktor genetik
yaitu genetik dari setiap pohon.

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu benih tanaman cendana
yang berasal dari Hutan Rakyat di Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa
Tenggara Timur, dimana induknya telah disertifikasi Balai Perbenihan Tanaman
Hutan (BPTH) Denpasar dan benih cabe (Capsicum frutescens) yang telah lulus
uji mutu Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPSBTPH). Bahan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu asam borat (H3BO3) yang mengandung boron 11%, arang sekam, pasir,
tanah latosol, dan air.

8
Aleuron merespon dengan cara mensintesis dan mensekresikan enzim pencernaan
yang menghidrolisis makanan yang tersimpan dalam endosperma, yang
menghasilkan molekul kecil yang larut dalam air, contohnya adalah α dan β
amilase, suatu enzim yang menghidrolisis pati (c). Gula dan zat-zat makanan lain
yang diserap dari endosperma oleh skutelum (kotiledon) dikonsumsi dan
dihabiskan selama pertumbuhan embrio menjadi sebuah bibit (d). Mobilisasi zatzat makanan pada benih selama proses perkecambahan tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1 Mobilisasi zat-zat makanan pada benih selama proses perkecambahan
Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan hasil perkembangan dari siklus kehidupan setiap
tanaman dan berubah dalam bentuk volume dan massa (Oldeman 1990; Hopkins
1995) dalam Omon (2006). Menurut Zaede (1993) dalam Omon (2006) bahwa
pertumbuhan tanaman merupakan hasil dua faktor yang berlawanan, yaitu faktor
pertama merupakan hasil dari naiknya potensial biotik yang tidak terbatas dan
kedua pertumbuhan merupakan hasil penyesuaian terhadap lingkungan dan umur
(ekofisiologis). Pertumbuhan diawali dari pembelahan dan perbanyakan sel yang
diikuti dengan pembentukan jaringan dan organ tanaman. Perubahan fungsi
struktural menyebabkan setiap organ tanaman mewakili fungsi yang diadaptasikan
dengan lingkungannya, misal perakaran akan berubah, arsitektur dan jumlahnya
ketika berhadapan dengan media yang porous atau padat. Pertumbuhan dibagian
atas tanah akan mengikuti arsitektur pohonnya yang disatukan oleh faktor genetik
yaitu genetik dari setiap pohon.

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu benih tanaman cendana
yang berasal dari Hutan Rakyat di Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa
Tenggara Timur, dimana induknya telah disertifikasi Balai Perbenihan Tanaman
Hutan (BPTH) Denpasar dan benih cabe (Capsicum frutescens) yang telah lulus
uji mutu Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPSBTPH). Bahan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu asam borat (H3BO3) yang mengandung boron 11%, arang sekam, pasir,
tanah latosol, dan air.

9
Alat
Peralatan yang digunakan dalam membantu pelaksanaan penelitian yaitu
bak tabur berukuran 40 cm x 25 cm x 10 cm, kantong polibag dengan ukuran 20
cm x 20 cm, alat sangrai, traktor pick-up, kaliper, dan mistar ukur. Alat-alat
lainnya yang juga diperlukan dalam penelitian yaitu plastik ukuran 1 kg, gunting,
timbangan digital, timbangan 60 kg, alat penyiram (gembor/sprayer), oven, gelas
ukur, alat pelarut zat kimia (magnetic stirrer), kertas koran, spidol permanen,
label, kamera digital, dan alat tulis.

Prosedur Percobaan
Prosedur penelitian “Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap
Perkecambahan Benih dan Arang Sekam terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana
(Santalum album Linn.)” meliputi seleksi benih, pembuatan media tabur,
penaburan benih, pembuatan media sapih dan penyapihan kecambah cendana,
pemberian pupuk boron, pemeliharaan, serta pengamatan dan pengambilan data.
Pelaksanaan dan penjelasan dari prosedur penelitian ini sebagai berikut:
Seleksi Benih
Seleksi benih dilakukan dengan cara memisahkan terlebih dahulu benih dari
kotoran yang terbawa benih serta benih yang rusak, kurang, dan tidak bagus.
Benih dipilih yang berwarna cokelat dan padat, berbentuk bulat, dan tidak keriput.
(Surata 2006). Kondisi benih sebelum, sesudah diseleksi, dan diberi perlakuan
awal dapat dilihat pada Gambar 2.
A

B

C

Gambar 2 Seleksi dan perlakuan awal benih cendana; A) benih cendana sebelum
diseleksi, B) setelah diseleksi, dan C) yang diberi perlakuan awal

10
Pembuatan Media Tabur
Pembuatan media tabur dilakukan dengan menggunakan bahan campuran
antara pasir dan arang sekam dengan perbandingan 3:1 (v/v), pasir disaring
terlebih dahulu supaya diperoleh butiran pasir yang halus dan terbebas dari
kotoran yang terbawa pasir. Pasir disterilkan terlebih dahulu dengan cara disangrai
selama kurang lebih empat jam untuk mencegah terjadinya serangan hama dan
penyakit yang terbawa oleh media. Pasir yang telah disangrai kemudian
dimasukkan ke dalam bak tabur berukuran 40 cm x 25 cm x 10 cm yang
sebelumnya telah dicuci bersih dengan menggunakan air sabun dan dicampur
dengan arang sekam. Arang sekam yang digunakan berasal dari proses
pembakaran tidak sempurna sekam padi. Pasir yang sedang disangrai, pencucian
bak tabur, dan media tabur yang siap digunakan tersaji pada Gambar 3.
A

B

C

Gambar 3 Persiapan dan pembuatan media tabur untuk perkecambahan benih
cendana; A) pasir yang sedang disangrai, B) pencucian bak tabur, dan
C) media tabur
Penaburan Benih
Benih cendana yang sudah diseleksi, diberi perlakuan perendaman dengan
asam borat yang sudah dilarutkan dalam air dengan kandungan boron sebesar
11%. Boron ditimbang masing-masing 0 g, 0.2 g, 0.4 g, dan 0.6 g dengan
menggunakan timbangan digital untuk masing-masing konsentrasi yaitu 0 ppm,
200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm. Penggunaan konsentrasi 200 ppm, 400 ppm,
dan 600 ppm diacu dari penelitian Munir (2000). Benih cendana kemudian
direndam dengan waktu 3 jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam. Benih cendana
ditaburkan ke media tabur. Benih cendana ditaburkan pada media tabur dengan
teknik menabur dalam larikan dan dikecambahkan pada bak yang berisi media
tabur. Benih cendana yang sudah ditabur selanjutnya ditutup dengan lapisan pasir

11
tipis namun menutupi seluruh benih. Bak kecambah disiram air secukupnya
dengan menggunakan sprayer atau gembor agar kelembaban media perakaran
terjaga, kemudian ditutup dengan plastik putih transparan. Proses penaburan benih
cendana hingga bak tabur yang telah ditutup dengan menggunakan plastik putih
transparan dapat dilihat pada Gambar 4.
A

B

C

Gambar 4 Proses penaburan benih cendana; A) penaburan benih, B) penutupan
benih dengan lapisan tipis pasir setelah selesai penaburan, dan C) bak
tabur yang telah ditutup plastik putih transparan
Pembuatan Media Sapih dan Penyapihan Kecambah Cendana
Media sapih yang digunakan adalah tanah latosol yang diperoleh dari
belakang areal kantor Rumpin Seed and Nursery Center (RSSNC) dan pasir.
Tanah latosol dan pasir disebut sebagai media dasar dengan perbandingan 3:1
(v/v) dan untuk perlakuan digunakan arang sekam serta boron. Konsentrasi
pemberian arang sekam ke dalam media diberikan sebanyak 0%, 2.5%, 5%, 7.5%,
dan 10% dihitung berdasarkan berat isi dalam wadah (w/w). Menurut Heriyanto
dan Siregar (2004) penambahan arang 10% ke dalam media tanam mampu
meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter anakan akasia mangium.
Konsentrasi boron yang diberikan dalam penelitian ini yaitu 0 ppm, 200 ppm, 400
ppm, dan 600 ppm. Menurut hasil penelitian Munir (2000) konsentrasi boron 400
ppm menghasilkan mutu bibit sengon terbaik. Boron diberikan sebagai pupuk
mikro cair pada tanaman. Media sapih selanjutnya dimasukkan ke dalam polibag
berukuran 20 cm x 20 cm. Kecambah cendana yang telah memiliki dua sampai
dengan empat helai daun dapat dipindahkan ke media sapih (polibag). Proses
persiapan media sapih hingga penyapihan dapat dilihat pada Gambar 5.

12
A

B

C

D

E

F

Gambar 5 Pembuatan media sapih dan penyapihan cendana; A) proses
pencampuran tanah latosol dan pasir (media dasar), B) proses
pencampuran media dasar dan arang sekam, C) media sapih, D) dan
E) penyapihan, dan F) selesai penyapihan
Pemberian Pupuk Boron
Konsentrasi garam organik hara mikro yaitu boron pada asam borat
(H3BO3) sebesar 11%. Pemberian pupuk boron tersebut dilakukan dengan
membuat larutan dengan masing-masing konsentrasi 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm,
dan 600 ppm, dengan cara menimbang asam borat (H3BO3) masing-masing 0 g,
0.2 g, 0.4 g, dan 0.6 g, kemudian masing-masing hasil timbangan boron dilarutkan
dalam satu liter air. Pupuk boron diberikan sebanyak empat kali yaitu dua kali
pada bulan pertama, selanjutnya diberikan setiap satu bulan sekali. Pemberian
pupuk dilakukan selama tiga bulan setelah disapih atau dipindahkan ke dalam
polibag. Dosis pemberian pupuk boron adalah 10 ml/semai setiap kali
pemupukan. Proses pembuatan pupuk dan pemberian pupuk boron cair dapat
dilihat pada Gambar 6.

13
A

B

C

Gambar 6 Proses pembuatan pupuk boron cair dan pemupukan: A) proses
memasukkan serbuk asam borat ke dalam air; B) proses pelarutan
asam borat dan air dengan menggunakan magnetic stirer; dan
C) pemberian pupuk boron cair
Pemeliharaan
Pemeliharaan terdiri dari kegiatan penyiraman, pengendalian hama, dan
pengendalian fungi. Kegiatan penyiraman air dilakukan secara rutin sebanyak dua
kali setiap pagi dan sore hari dan disesuaikan dengan kondisi kelembaban media.
Kegiatan pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida
langsung ke tanaman yang terserang hama dan dilakukan pula cara manual yaitu
mematikan langsung hama yang meyerang semai, mencabut langsung gulma yang
dapat mengganggu pertumbuhan semai cendana, dan melakukan pemangkasan
pada cabang inang atau mengurangi jumlah daunnya supaya tidak mengganggu
pertumbuhan semai cendana. Kegiatan pengendalian fungi dilakukan dengan
menyemprotkan fungisida pada seluruh semai dan media yang terserang fungi.
Pengamatan dan Pengambilan Data
Parameter-parameter yang diamati dalam penelitian ini ada 14 parameter.
Parameter tersebut meliputi: daya kecambah (DB), kecepatan tumbuh (KT), nilai
perkecambahan (NP), laju perkecambahan (LP), tinggi semai, diameter semai,
kekokohan semai (KS), pengukuran berat kering pucuk semai (BKP), pengamatan
akar (panjang akar, berat kering akar (BKA), dan jumlah akar sekunder), nisbah
pucuk akar (NPA), berat kering total, dan perhitungan Indeks Mutu Bibit (IMB).
Daya Berkecambah (DB)
Daya kecambah merupakan kemampuan benih untuk tumbuh dan
berkembang menjadi kecambah normal yang akan tercapai secara maksimal
apabila sudah mencapai masak fisiologis (Copeland 1972 dalam Atmoko 2010).

14
Menurut Bramasto et al. (2002) daya berkecambah diukur dalam presentase
kecambah normal terhadap jumlah benih yang ditanam atau dihitung dengan
rumus sebagai berikut.
Jumlah benih yang berkecambah normal
Daya berkecambah =
x 100%
Jumlah benih yang ditanam
Kecepatan Tumbuh (KT)
Menurut Sutopo (2002), secara umum vigor atau uji kekuatan tumbuh
diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan
lingkungan yang suboptimal, ada kemungkinan benih memiliki kemampuan untuk
tumbuh menjadi semai normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi
suboptimum. Kekuatan tumbuh atau vigor benih dapat diungkapkan oleh tiga
parameter salah satunya parameter kecepatan tumbuh (KT) benih (Sadjad et al.
1999). Kecepatan tumbuh benih dihitung dengan menggunakan rumus 80%
dikalikan dengan jumlah benih yang berkecambah selama 12 minggu setelah tabur
(12 MSTb). Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali, sehingga satuan
kecepatan tumbuh benih pada penelitian ini adalah %/minggu.
Nilai Perkecambahan (NP)
Nilai perkecambahan merupakan indeks yang menyatakan kecepatan dan
kesempurnaan benih untuk berkecambah. Nilai perkecambahan benih dapat
dihitung berdasarkan rumus Czabator (1962) dalam Bramasto et al. (2002)
sebagai berikut.
GV (%) = PV x MDG
% Perkecambahan tertinggi
PV =

x 100%
Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapainya
% Perkecambahan pada akhir pengamatan

MDG =

x 100%
Jumlah hari uji seluruhnya

Keterangan: GV (germination value) = nilai perkecambahan
PV(peak value) = nilai puncak
MDG (mean daily germination) = rata-rata perkecambahan harian
Laju Perkecambahan (LP)
Laju perkecambahan adalah jumlah hari yang diperlukan benih untuk
pemunculan radikel atau plumula. Laju perkecambahan benih dapat dihitung
berdasarkan rumus (Bramasto et al. 2002).
N1 T1 + N2 T2 + ... + Nx Tx
Rata-rata hari =
Jumlah total benih yang berkecambah
Keterangan: N
T

= jumlah benih yang berkecambah pada satuan waktu tertentu
= menunjukkan jumlah waktu antara awal pengujian dengan
akhir dari interval tertentu suatu pengamatan

15
Tinggi Semai
Pengukuran tinggi semai cendana dilakukan selama tiga bulan setelah
penyapihan, dengan interval waktu pengamatan seminggu sekali. Tinggi semai
cendana diukur dari titik penandaan batang 1.5 cm di atas permukaan media
tanam dengan menggunakan spidol permanen sampai titik tumbuh tunas muda
dengan menggunakan mistar ukur. Pertumbuhan tinggi semai cendana dihitung
dengan cara tinggi akhir dikurangi dengan tinggi awal. Nilai tinggi semai cendana
dinyatakan dalam satuan cm.
Diameter Semai
Pengukuran diameter dilakukan setiap satu minggu sekali selama tiga bulan.
Pengukuran diameter dilakukan pada titik 1.5 cm di atas permukaan media tanam
dengan menggunakan kaliper. Laju pertumbuhan diameter dihitung dengan
mengurangi diameter akhir dengan diameter awal semai. Nilai diameter semai
dinyatakan dalam satuan mm.
Kekokohan Semai (KS)
Kekokohan semai merupakan nilai perbandingan antara tinggi dengan
diameter semai. Nilai kekokohan semai dihitung dengan menggunakan rumus:
Tinggi semai (cm)
Kekokohan semai (KS) =
Diameter semai (mm)
Pengukuran Berat Kering Pucuk (BKP)
Pengukuran berat kering pucuk semai dilakukan setelah semai dipanen (12
MSTn). Bagian pucuk semai kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas
koran dan diturunkan kadar airnya pada suhu 70 oC dalam waktu 72 jam,
selanjutnya berat kering pucuk semai ditimbang. Nilai berat kering pucuk
dinyatakan dalam satuan gram (g).
Pengamatan Akar
Kegiatan pengamatan akar dilakukan pada bibit yang berusia tiga bulan
setelah penyapihan. Pengamatan arsitektur akar meliputi menghitung jumlah akar
sekunder, pengukuran panjang akar, dan berat kering akar (BKA). Semai yang
diberi perlakuan boron dibandingkan dengan semai kontrol (tanpa boron).
Nisbah Pucuk Akar (NPA)
Nisbah pucuk akar (NPA) menggambarkan perbandingan antara berat
kering bagian pucuk dengan bagian akar bibit yang dilakukan pada akhir
pengamatan. Nisbah pucuk akar diperoleh dengan rumus sebagai berikut.
Berat kering bagian pucuk (g)
NPA =
Berat kering bagian akar (g)

16
Berat Kering Total (BKT)
Pengukuran berat kering total semai dilakukan setelah semai dipanen atau
ketika tiga bulan disapih dalam polibag. Semai dipisahkan antara bagian akar
dengan pucuknya kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas koran dan
diturunkan kadar airnya pada suhu 70 oC selama 72 jam, selanjutnya berat kering
pucuk dan akar semai ditimbang. Nilai berat kering total diperoleh dari
penjumlahan berat kering pucuk dan akar yang dinyatakan dalam satuan gram (g).
Perhitungan Indeks Mutu Bibit (IMB)
Indeks mutu bibit dapat dihitung berdasarkan parameter penduga kunci
penentu pertumbuhan semai dengan cara scoring. Parameter penduga kunci
penentu pertumbuhan semai di antaranya parameter tinggi, diameter, dan berat
kering total (BKT) semai (Supriyanto dan Fiona 2010).

Analisis Data
Perkecambahan
Perkecambahan benih cendana diamati selama 12 minggu setelah tabur (12
MSTb). Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian perkecambahan
benih cendana adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, dengan dua
faktor yaitu faktor konsentrasi boron (B) dengan empat taraf dan faktor lama
waktu perendaman (W) dengan empat taraf. Jumlah ulangan sebanyak empat, tiap
ulangan terdiri dari 25 benih. Total benih yang dibutuhkan untuk pengujian
perkecambahan sebanyak 1600 benih. Faktor percobaan tersebut sebagai berikut:
Faktor konsentrasi boron dalam ppm (B)
B0 = boron 0 ppm
B1 = boron 200 ppm
B2 = boron 400 ppm
B3 = boron 600 ppm
Faktor lama waktu perendaman dalam jam (W)
W1 = 3 jam
W2 = 6 jam
W3 = 12 jam
W4 = 24 jam
Menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) model linier aditif yang secara
umum digunakan pada rancangan percobaan acak lengkap dua faktor adalah
sebagai berikut:
Yijk
Yijk
µ
αi
βj
(αβ)ij

= µ + αi + βj +(αβ)ij + εijk

= respon/nilai pengamatan pada faktor konsentrasi boron ke-i, faktor
lama waktu perendaman ke-j, pada ulangan ke-k
= nilai rata-rata umum
= pengaruh utama faktor konsentrasi boron taraf ke-i
= pengaruh utama faktor lama waktu perendaman taraf ke-j
= pengaruh faktor interaksi percobaan faktor konsentrasi boron taraf ke-i
dan faktor lama waktu perendaman taraf ke-j

17
εijk

= pengaruh kesalahan percobaan yang disebabkan oleh taraf ke-i faktor
konsentrasi boron dengan taraf ke-j faktor lama waktu perendaman
pada ulangan ke-k
untuk i = 0, 1, 2, 3
j = 0, 1, 2, 3 k = 1, 2, 3, 4
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam uji F untuk mengetahui
nilai Fhitung (Sugandi dan Sugiarto 1994). Sidik ragam dapat disebut juga dengan
ANOVA. ANOVA adalah suatu metode analisis data pada suatu eksperimen atau
observasi dari kelompok sampel lebih dari dua untuk menyimpulkan variasi yang
terjadi pada objek (Siregar 2004). Nilai Fhitung digunakan untuk pengujian
perlakuan dengan kriteria uji F sebagai berikut:
1. Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka tolak H0
2. Jika Fhitung < Ftabel, maka terima H0
Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) bentuk hipotesis yang diuji dalam
rancangan acak lengkap dua faktor adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh utama faktor konsentrasi boron:
H0 : α1 =…= αa = 0 (Faktor konsentrasi boron tidak berpengaruh).
H1 : paling sedikit ada satu i dengan αi ≠ 0
2. Pengaruh utama faktor lama waktu perendaman:
H0 : β1 =…= βb = 0 (Faktor lama waktu perendaman tidak berpengaruh).
H1 : paling sedikit ada satu j dengan βj ≠ 0
3. Pengaruh interaksi faktor konsentrasi boron dengan faktor lama waktu
perendaman:
H0 : (αβ)11 = (αβ)12 = …= (βα)ab = 0 (Interaksi faktor konsentrasi boron dan
faktor lama waktu perendaman tidak berpengaruh)
H1 : paling sedikit ada sepasang (i, j) dengan (αβ)ij ≠ 0
Hasil sidik ragam yang menunjukkan pengaruh nyata, maka dilakukan uji
lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test/DMRT)
pada taraf 5%. DMRT digunakan untuk menentukan variabel mana yang memiliki
perbedaan cukup berarti terhadap variabel lainnya (Siregar 2004). Pengolahan dan
analisis data hasil penelitian menggunakan software Microsoft Office Excel 2007,
SPSS 16, dan SAS 9.0.
Pertumbuhan
Pertumbuhan semai cendana diamati selama 12 minggu setelah tanam (12
MSTn). Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian pertumbuhan
cendana adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, dengan dua faktor
yaitu faktor penggunaan komposisi penambahan arang (A) dengan lima taraf dan
faktor konsentrasi pupuk boron (B) dengan empat taraf. Jumlah ulangan sebanyak
lima kali, tiap ulangan terdiri dari empat bibit. Total semai yang dibutuhkan untuk
pengujian pertumbuhan cendana sebanyak 400 semai. Faktor percobaan tersebut
sebagai berikut:
Faktor konsentrasi arang dalam % w/w (A)
A0 = penambahan arang 0%
A1 = penambahan arang 2.5%
A2 = penambahan arang 5%
A3 = penambahan arang 7.5%
A4 = penambahan arang 10%

18
Faktor konsentrasi pupuk boron dalam ppm (B)
B0 = pupuk boron 0 ppm
B1 = pupuk boron 200 ppm
B2 = pupuk boron 400 ppm
B3 = pupuk boron 600 ppm
Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) model linier aditif yang secara
umum digunakan pada rancangan percobaan acak lengkap dua faktor adalah
sebagai berikut:
Yijk
Yijk

= µ + αi + βj +(αβ)ij + εijk

= respon/nilai pengamatan pada faktor penambahan arang sekam ke-i
faktor pupuk boron ke-j, pada ulangan ke-k
µ
= nilai rata-rata umum
αi
= pengaruh utama faktor penambahan arang taraf ke-i
βj
= pengaruh utama faktor pupuk boron taraf ke-j
(αβ)ij = pengaruh faktor interaksi percobaan faktor penambahan arang taraf ke-i
dan faktor pupuk boron taraf ke-j
εijk = pengaruh kesalahan percobaan yang disebabkan oleh taraf ke-i faktor
penambahan arang sekam dengan taraf ke-j faktor pupuk boron pada
ulangan ke-k
untuk i = 0, 1, 2, 3, 4 j = 0, 1, 2, 3 k = 1, 2, 3, 4, 5
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam uji F untuk mengetahui
nilai Fhitung (Sugandi dan Sugiarto 1994). Sidik ragam dapat disebut juga dengan
ANOVA. ANOVA adalah suatu metode analisis data pada suatu eksperimen atau
observasi dari kelompok sampel lebih dari dua untuk menyimpulkan variasi yang
terjadi pada objek (Siregar 2004). Nilai Fhitung digunakan untuk pengujian
perlakuan dengan kriteria uji F sebagai berikut:
3. Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka tolak H0
4. Jika Fhitung < Ftabel, maka terima H0
Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) bentuk hipotesis yang diuji dalam
rancangan rancangan acak lengkap dua faktor adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh utama faktor A:
H0 : α1 =…= αa = 0 (Faktor konsentrasi arang sekam tidak berpengaruh).
H1 : paling sedikit ada satu i dengan αi ≠ 0
2. Pengaruh utama faktor B:
H0 : β1 =…= βb = 0 (Faktor konsentrasi boron tidak berpengaruh).
H1 : paling sedikit ada satu j dengan βj ≠ 0
3. Pengaruh interaksi faktor A dengan faktor B:
H0 : (αβ)11 = (αβ)12 = …= (βα)ab = 0 (Interaksi faktor konsentrasi arang sekam
dan faktor konsentrasi boron tidak berpengaruh)
H1 : paling sedikit ada sepasang (i, j) dengan (αβ)ij ≠ 0
Hasil sidik ragam yang menunjukkan pengaruh nyata, maka dilakukan uji
lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test/DMRT)
pada taraf 5%. DMRT digunakan untuk menentukan variabel mana yang memiliki
perbedaan cukup berarti terhadap variabel lainnya (Siregar 2004). Pengolahan dan
analisis data hasil penelitian menggunakan software Microsoft Office Excel 2007,
SPSS 16, dan SAS 9.0.

19

HASIL
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dengan judul “Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap
Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan
Bibit Cendana (Santalum album Linn.)” dilaksanakan pada 30 April-5 Oktober
2012. Penelitian dilakukan di Pusat Sumber Benih dan Pembibitan Semai Hutan
Rumpin (Rumpin Seed Sources and Nursery Center) RSSNC yang berada pada
ketinggian ± 140 m dpl. Kondisi tanah di wilayah Rumpin umumnya tanah
latosol, yang telah mengalami pelapukan intensif dan berlanjut dengan ciri
morfologi teksturnya lempung, struktur tanahnya remah, dan konsistensinya
gembur. Sifat-sifat dominan dari tanah latosol yaitu kadar liat lebih dari 60%,
remah sampai gumpal, warna tanah seragam dengan batas-batas horison yang
kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50%, dan
umumnya mempunyai epipedon umbrik. Nilai pH masam hingga agak masam
(pH berkisar antara 4.5–5). Warna tanah umumnya merah, coklat hingga kuning.
Kandungan hara rendah hingga sedang, semakin merah tanah semakin miskin hara
tanah (Dephut 2009).
Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah latosol merah yang
diambil di belakang kantor RSSNC, struktur remah hingga gumpal, dan memiliki
pH KCl rata-rata sebesar 4.04 dan pH H2O rata-rata sebesar 5.10. Hasil
pengukuran suhu di propagation house lokasi pengujian perkecambahan benih
cendana pada kondisi cuaca cerah tercatat rata-rata berkisar antara 25.4–35.8 °C
dengan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 39–84% dan hasil pengukuran
suhu di shading house lokasi pengujian pertumbuhan semai cedana pada kondisi
cuaca cerah tercatat rata-rata berkisar antara 25.7–37.9 °C dengan kelembaban
udara rata-rata berkisar antara 38–81%.

Analisis Tanah
Analisis tanah terutama kandungan boron tersedia di dalam tanah dilakukan
untuk mengetahui pengaruh boron dan kaitannya dengan arang sekam dalam
penelitian ini. Tanah yang dianalisis adalah tanah yang telah digunakan pada
pertumbuhan semai cendana (12 MSTn). Analisis boron tersedia dilakukan di
Laboratorium Services SEAMEO BIOTROP dan hasilnya tersaji pada Tabel 1.
Hasil analisis boron tersedia dalam tanah (Tabel 1) menunjukkan bahwa
sampel tanah kontrol yang digunakan memiliki kandungan boron tersedia rata-rata
secara alami sebesar 1.20 ppm. Penambahan unsur boron ke dalam tanah yang
dicampur dengan arang sekam (2.5% (A1), 5% (A2), 7.5% (A3), dan 10% (A4))
menyebabkan konsentrasi boron tersedia rata-rata dalam tanah semakin meningkat
dari 0.88 ppm menjadi 1.38 ppm, 1.56 ppm, dan 3.36 ppm. Penambahan arang
sekam pada berbagai perlakuan mampu menurunkan nilai rata-rata ketersediaan
unsur boron berlebih di dalam tanah yaitu dari 2.23 ppm menjadi 1.93 ppm, 1.28
ppm, 1.45 ppm, dan 2.10 ppm. Diduga boron diikat oleh silika yang terdapat pada
arang sekam.

20
Tabel 1 Hasil analisis boron tersedia pada berbagai media sapih
Perlakuan
A0
A1
A2
A3
A4
Rata-rata (ppm)

Boron tersedia (ppm) dengan metoda
Morgan Wolf-Azomethine
B0
B1
B2
B3
1.20
2.00
2.50
3.20
0.70
1.20
1.40
4.40
0.70
1.20
0.80
2.40
0.80
0.90
1.80
2.30
1.00
1.60
1.30
4.50
0.88
1.38
1.56
3.36

Rata-rata (ppm)
2.23
1.90
1.28
1.45
2.10

Perkecambahan
Benih terdiri dari tiga bagian yaitu dormansi embrio, jaringan penyimpan
makanan (endosperma), dan kulit benih (Ross dan Koning 1994). Hal tersebut
juga nampak pada Gambar 7 mengenai penampang benih cendana. Menuru