Propagasi mikro dan Sambung Mikro Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata) Hasil Mutagenesis In Vitro dengan Batang Bawah Japansche Citroen

PROPAGASI MIKRO DAN SAMBUNG MIKRO JERUK
KEPROK GARUT (Citrus reticulata) HASIL MUTAGENESIS IN
VITRO DENGAN BATANG BAWAH JAPANSCHE CITROEN

I MADE ARISUDANA PUTRA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Propagasi Mikro dan
Sambung Mikro Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata) Hasil Mutagenesis In
Vitro dengan Batang Bawah Japansche Citroen adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya ini kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

I Made Arisudana Putra
NIM A24100130

ABSTRAK
I MADE ARISUDANA. Propagasi Mikro dan Sambung Mikro Jeruk Keprok
Garut (Citrus Reticulata) Hasil Mutagenesis In Vitro dengan Batang Bawah
Japansche Citroen. Dibimbing oleh AGUS PURWITO dan MIA KOSMIATIN.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan konsentrasi penambahan kinetin
terbaik pada multiplikasi jeruk keprok garut hasil induksi mutasi, mendapatkan
perlakuan perendaman GA3 terbaik untuk perkecambahan batang bawah
Japansche Citroen (JC), dan mendapatkan konsentrasi gula terbaik untuk
menumbuhkan tanaman hasil sambung mikro. Penelitian dibagi menjadi tiga
tahap. Pada tahap pertama, tunas hasil induksi mutasi sebagai batang atas
diperbanyak dengan dipotong 2 buku dan ditanam pada media dasar dengan
penambahan konsentrasi kinetin sebanyak 1 mg/L, 3 mg/L, dan 5 mg/L. Pada

tahap kedua, biji JC direndam dalam larutan GA3 10 mg/L selama 1, 2, 3 jam lalu
dikecambahkan dalam media dasar sebagai batang bawah. Pada tahap ketiga,
eksplan hasil tahapan 1 dan 2 disambung kemudian ditanam pada media dasar
dengan penambahan gula sebesar 30g/L, 50g/L, dan 70 g/L. Konsentrasi kinetin
optimal untuk pertumbuhan batang atas adalah 1 mg/l sedangkan untuk kecepatan
dan jumlah tunas baru adalah 5 mg/l. Lama perendaman pada larutan GA3 10 mg/l
yang terbaik untuk memacu perkecambahan biji dan pemanjangan kecambah
adalah 3 jam. Persentase keberhasilan sambung mikro tertinggi diperoleh media
dengan konsentrasi gula 70 g/l.
Kata kunci: giberelin, kinetin, multiplikasi, gula

ABSTRACT
I MADE ARISUDANA. Micropropagation and Micrografting of Mandarin var.
Garut (Citrus reticulata) Derived from In Vitro Mutagenesis with Japansche
Citroen as Rootstock. Supervised by AGUS PURWITO and MIA KOSMIATIN.
This study aimed to get proper concentration of kinetin for multiplication of
Mandarin var. Garut as derived from in vitro mutation, to determine period of
immersion of Japansche citroen seed in GA3 10 mg/l solution and to get proper
concentration of sucrose concentration in agar for grafted plant. This research is
consist of three steps. For the first step, shoot as derived from in vitro mutation

multiplicated with 2 books cutting and planted in standard medium with kinetin 1
mg/L, 3 mg/L, 5 mg/L added. For the second step, JC seed immersed in 10 mg/L
of GA3 for 1, 2, and 3 hours and planted in standard medium. For the last step,
explant from the first and second step was grafted and planted in standard medium
with sucrose 30 g/L, 50 g/L, and 70 g/L. The optimal concentration of kinetin for
scion growth is 1 mg/l and for multiplication is 5 mg/l. The best period for
rootstock immersion in GA3 solution is 3 hours. The best percentage of success
micrografting occured in 70 g/l sucrose medium.
Key words: gibberellin, kinetin, multiplication, sucrose

PROPAGASI MIKRO DAN SAMBUNG MIKRO JERUK
KEPROK GARUT (Citrus reticulata) HASIL MUTAGENESIS IN
VITRO DENGAN BATANG BAWAH JAPANSCHE CITROEN

I MADE ARISUDANA PUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Propagasi mikro dan Sambung Mikro Jeruk Keprok Garut (Citrus
reticulata) Hasil Mutagenesis In Vitro dengan Batang Bawah
Japansche Citroen
Nama
: I Made Arisudana Putra
NIM
: A24100130

Disetujui oleh,

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Dosen Pembimbing 1


Dr Mia Kosmiatin, SSi.MSi.
Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Penelitian yang dilakukan penulis berjudul Propagasi Mikro dan
Sambung Mikro Jeruk Keprok Garut Hasil Mutagenesis In Vitro dengan Batang
Bawah Japansche Citroen.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr
dan Dr Mia Kosmiatin, SSi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih
juga prnulis sampaikan kepada Dr. Ir Supijatno, Msi selaku dosen pembimbing

akademik. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada I Made Utama
dan Kitty Lisa yang selaku orang tua yang tidak ada habisnya menyemangati dan
membantu penulis, juga teman seperjuangan Mohammad Prayogi dan Danu
Kuansa, serta teman-teman Edelweiss AGH 47.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

I Made Arisudana Putra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA


3

Jeruk Japansche Citroen

3

Jeruk Keprok Garut

3

Sambung Mikro Jeruk

4

Media Kultur Jaringan

5

Zat Pengatur Tumbuh


5

METODE PENELITIAN

7

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

7

Bahan

7

Alat

7

Prosedur Penelitian


7

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
11

Multiplikasi Jeruk Keprok Garut Hasil Mutagenesis In Vitro

11

Perkecambahan Biji Japansche Citroen (JC)

13

Sambung Mikro Batang Atas Jeruk Keprok Garut Putatif Mutan dengan Batang
Bawah JC
15

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Pertumbuhan tunas jeruk keprok putatif mutan pada media multiplikasi
tunas dengan penambahan kinetin 8 minggu setelah dikulturkan
2 Rata-rata pertambahan tinggi tunas jeruk keprok putatif mutan
3 Rata-rata pertambahan tinggi kecambah JC hasil perlakuan dengan GA3,
5 dan 8 minggu setelah pengkulturan

10
10
12

DAFTAR GAMBAR
1 Skema sambung mikro menurut Navarro (1988)
2 Skema penyambungan mikro antara tunas putatif mutan jeruk keprok
garut (batang atas) dengan jeruk JC (batang bawah)
3 Jumlah tunas jeruk putatif mutan per minggu pada media multiplikasi
tunas
4 Persentase perkecambahan benih JC setelah diberi perlakuan GA3 10
mg/l, 8 minggu setelah dikulturkan
5 Perkecambahan benih JC setelah diberi perlakuan GA3 10 mg/l, 8
minggu setelah dikulturkan
6 Persentase keberhasilan sambung mikro antara tunas jeruk keprok
putatif mutan dengan batang bawah JC, 8 minggu setelah pengkulturan.
7 Pertumbuhan sambung mikro antara tunas jeruk keprok putatif mutan
dengan batang bawah JC pada media dengan peningkatan konsentrasi
gula
8 Jumlah tunas samping batang bawah

5
9
12
13
14
15

15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media dasar kultur, vitamin dan komponen lainnya

20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu sumber vitamin C dalam kehidupan manusia.
Menurut FAO, satu jeruk memiliki kandungan vitamin C sebesar 70 mg
(konsumsi rekomendasi 30–100 mg/hari) sehingga satu orang cukup memakan
satu jeruk setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan vitamin C-nya. Hal ini
membuat konsumsi jeruk di Indonesia cukup tinggi terbukti dari kebutuhan impor
jeruk di Indonesia yang meningkat tajam dari 100 655 ton tahun 2006 menjadi
204 148 ton pada tahun 2010 (BPS 2010).
Pemuliaan jeruk bisa dilakukan secara konvensional maupun nonkonvensional. Pemuliaan secara konvensional yakni persilangan memiliki
beberapa kendala yakni: tingginya kerontokan buah, rendahnya kemampuan
pembentukan buah, dan viabilitas tepung sari yang rendah (Martasari 2008).
Pemuliaan mutasi secara in vitro merupakan salah satu teknik non konvensional
yang dapat dipilih dalam pemuliaan jeruk. Kendala yang dihadapi dalam teknik
ini antara lain lambatnya regenerasi tunas dan pertumbuhan tunas putatif mutan
sehingga perlu dilakukan upaya untuk mempercepat pertumbuhan tunas tersebut.
Perbanyakan tanaman jeruk bisa dilakukan secara generatif yakni dengan
biji atau dengan vegetatif yakni dengan cangkok maupun sambung. Perbanyakan
secara dengan biji jarang dilakukan karena fase juvenil pada jeruk yang lama
(antara 3-20 tahun) (Pena et al. 2001). Lamanya fase juvenil dari jeruk
memperlambat proses pembuahan jeruk di lapangan. Perbanyakan secara vegetatif
yakni secara sambung atau grafting banyak dipilih karena dapat melewati masa
juvenil.
Penyambungan mengombinasikan antara batang bawah dan batang atas
dengan keunggulan masing-masing. Batang bawah yang dipakai umumnya
memiliki perakaran yang kuat dan tahan terhadap penyakit perakaran tertentu
sedangkan batang atas yang dipakai umumnya memiliki produktivitas yang tinggi
(Tambing 2008). Penyambungan pada tanaman jeruk bisa dilakukan secara
konvensional maupun secara in vitro Sambung konvensional memiliki masalah
terutama dalam ketersediaan batang atas dan batang bawah yang lama karena
harus menunggu batang atas dan bawah tumbuh sesuai dengan kriteria sambung
(Khan 2007), dan dalam penanganan penyakit (Roistacher 2004).
Sambung mikro adalah teknik yang sangat berpotensi karena
menggabungkan keuntungan propagasi mikro dengan pertambahan produksi hasil
penyambungan batang bawah dan batang atas (Gebhardt dan Goldbach 1988).
Teknik ini bebas dari penyakit karena dilakukan pada kondisi in vitro dan jaringan
meristem dapat dibebaskan dari virus dan patogen lainnya (Mudge et al. 2009).
Tanaman disambung pada umur yang relatif sangat muda sehingga
inkompatibilitas dapat segera terlihat (Obeidy dan Smith 1991) dan pertumbuhan
batang atas lebih dapat dipacu.
Perbanyakan secara in vitro tidak lepas dari pemakaian Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT) untuk mengoptimalkan pertumbuhan eksplan. Purnamaningsih

2
dan Lestari (1998) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang optimum
maka penggunaan media dasar dan zat pengatur tumbuh yang tepat merupakan
faktor yang penting. Batang atas perlu diperbanyak terutama pertambahan tunas
baru yang akan digunakan sebagai batang atas dalam sambung mikro. Penyediaan
batang bawah dilakukan dengan perkecambahan yang dipacu dengan pertambahan
ZPT. Zat Pengatur Tumbuh yang umum digunakan untuk menginduksi tunas baru
dan perkecambahan adalah kinetin dan giberelin.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan konsentrasi penambahan kinetin
terbaik pada media multiplikasi jeruk keprok garut hasil induksi mutasi,
mendapatkan lama perendaman dalam GA3 terbaik untuk perkecambahan batang
bawah Japansche Citroen (JC), dan mendapatkan konsentrasi gula terbaik untuk
menumbuhkan tanaman hasil sambung mikro.

Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan konsentrasi kinetin terbaik untuk pertumbuhan tunas pucuk
jeruk keprok garut hasil induksi mutasi yang dapat dipakai sebagai batang
atas.
2. Mendapatkan perlakuan perendaman terbaik pada larutan GA untuk
mengecambahkan biji batang bawah bawah Japansche Citroen (JC).
3. Mendapatkan konsentrasi sukrosa terbaik untuk keberhasilan sambung
mikro tunas putatif mutan dengan JC.

Hipotesis
1. Terdapat konsentrasi kinetin terbaik untuk multiplikasi jeruk keprok garut
hasil induksi mutasi.
2. Terdapat perlakuan perendaman terbaik dalam larutan GA untuk
mengecambahkan batang bawah JC.
3. Terdapat konsentrasi sukrosa terbaik untuk keberhasilan sambung mikro
tunas jeruk putatif mutan dan JC.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Jeruk Japansche Citroen
Menurut Hodgson (1967) tanaman jeruk yang penting secara komersial
dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu orange (jeruk manis),
mandarin (jeruk keprok), pummelo (jeruk besar) dan grapefruit, serta kelompok
common acid (lime, lemon, dan citron).
Taksonomi tanaman jeruk menurut Cronquist (1981),
Divisio
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Familia
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus sp.
Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck) merupakan varietas hibrid hasil
persilangan antara Citrus reticulata dengan Citrus medic. Japansche Citroen
sebenarnya adalah Rangpur Lime berasal dari India atau Canton Lemon, di Jepang
disebut Hime Lemon, dan di Brazil disebut Cravo Lemon (Swingle dan Reece
1967). Jeruk ini seringkali dijadikan batang bawah dalam grafting tanaman jeruk
karena tahan kekeringan, dapat merangsang buah lebih awal, mampu
menghasilkan produksi tinggi dengan kualitas baik, serta tahan terhadap serangan
virus Exocortis (Sugiyanto 1994). Jeruk JC juga mempunyai daya adaptasi yang
luas, kompatibel dengan berbagai varietas jeruk batang atas, dan dapat bertahan
dengan baik pada kondisi lahan rawa daerah pasang surut (Dwiastuti et al. 2007,
Putri 2002, Supriyanto dan Setiono 2008).
Benih JC bersifat poliembrioni yakni di dalam sebuah kantung embrio
terdapat lebih dari satu embrio yaitu embrio zigotik dan atau embrio nuselar
sehingga menguntungkan untuk perbanyakan batang bawah karena embrio ini
bersifat seragam dengan induknya. Andriani et al. (2013) menyatakan bahwa JC
memiliki 1-6 embrio yang mampu tumbuh menjadi 1-4 semaian. Tingkat
kemasakan fisiologis benih JC dapat ditandai dengan indeks vigor, kecepatan
tumbuh, dan daya berkecambah optimum yang diperoleh pada saat buah berwarna
kuning lebih dari 90% merata dengan karakter warna kulti benih krem kecoklatan
dan embrio dominan krem.

Jeruk Keprok Garut
Jeruk keprok garut merupakan salah satu buah unggulan nasional. Ciri-ciri
Jeruk keprok yakni aromanya khas, menyegarkan, rasanya enak, manis, memiliki
rasa asam, segar dan warna kulit kekuning-kuningan serta daging buah mudah
terlepas dari kulit ari. Produktivitas jeruk keprok garut rata-rata 40–50 kg/pohon
dalam satu musim.
Berdasarkan data tahun 1987 populasi Jeruk di Kabupaten Garut tercatat
sebanyak 1.300.000 pohon dengan areal luas seluas 2.600 Ha akibat adanya
serangan CVPD dalam kurun waktu 5 tahun terjadi penurunan yang sangat tajam,

4
tercatat pada tahun 1992 populasinya hanya tinggal 52.000 pohon. (Diperta Jabar
2011)
Sambung mikro jeruk
Grafting atau graftage adalah penggabungan buatan atau secara alami dari
bagian tanaman sehingga kontinuitas vaskular terjadi di antara 2 tanaman tersebut .
Hasilnya adalah individu yang secara genetik tergabung dan berfungsi sebagai
satu individual tanaman. Teknik penyambungan ini melibatkan batang atas dan
batang bawah. Batang bawah seringkali disebut rootstock karena umumnya
batang bawah dipilih karena sifat perakarannya yang unggul. Batang atas dipilih
karena karakter batangnya, daun, bunga, atau buahnya biasa disebut scion atau
entres. Terdapat 3 tujuan utama dalam pemilihan batang atas yakni performa
pohon (hasil, adaptasi klimatik, adaptasi panen mekanik, dan ketahanan
Organisme Pengganggu Tanaman), karakteristik buah (penampakan, ukuran,
PadatanTerlarut Total /Total Asam Tertitrasi (PTT/TAT), jumlah jus, rasa,
seedless, maupun umur panen), dan pascapanen buah (penanganan, nilai ekonomi,
kualitas prosesing, dan lama penyimpanan). Sedangkan batang bawah dipilih
dengan tujuan peningkatan produktivitas, pengurangan ukuran tanaman (dwarf),
adaptasi kondisi tanah maupun cekaman lingkungan, ketahanan penyakit maupun
hama, peningkatan kualitas buah, dan peningkatan produksi benih (Khan 2007).
Micrografting merupakan salah satu teknik grafting yang menggabungkan
keuntungan dari pertumbuhan secara cepat in vitro, karena pada
perkembangbiakan secara in vitro dapat dioptimalkan lingkungan tumbuh
tanaman dengan penambahan berbagai ZPT yang sesuai, dengan penambahan
produktivitas dari metode grafting. 5 langkah penting yang perlu diperhatikan
dalam Shoot Tip Micrografting (STG) berdasarkan Nappo Treatment Protocol
(2009) adalah mendapatkan benih batang bawah dan kecambahkan secara in vitro,
mendapatkan tunas muda, sambung mikro, re-graft, dan aklimatisasi.
Gambar 1 menunjukkan tahapan melakukan sambung mikro. Sumber
batang atas bisa didapat dari tunas aksilar maupun tunas apikal. Jika melakukan
sambung mikro dengan sumber tunas aksilar, maka eksplan bisa langsung
disambung sedangkan bila dengan tunas apikal, maka eksplan harus dikulturkan
terlebih dahulu sampai ukuran tunas bertambah. Hal ini dikarenakan jaringan
meristematik pada tunas aksilar terletak pada dasar sehingga jaringan vaskular
antara batang atas dan batang bawah dapat segera terbentuk. Pada tunas apikal,
jaringan meristematik berada pada ujung tunas (dome) sehingga harus dikulturkan
terlebih dahulu sebelum disambung mikro.

5

Gambar 1 Skema sambung mikro menurut Navarro (1988)
Media Kultur Jaringan
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam keadaan in vitro
dipengaruhi oleh empat faktor yakni genetik, nutrisi, lingkungan, dan substansi
organik (Pierik 1998). Di antara keempat faktor tersebut, media menyumbang
faktor nutrisi dan substansi organik dalam keberhasilan kultur jaringan.
Secara umum media kultur jaringan terdiri dari makronutrien,
mikronutrien, sumber karbon, vitamin, sumber asam amino, zat pengeras, dan zat
pengatur tumbuh. Walaupun tidak bisa dipakai di semua tanaman, formulasi
media yang paling umum digunakan adalah media Muroshige dan Skoog. Lebih
dari 70% fromulasi media yang berhasil meregenerasikan baik tanaman dikotil
maupun monokotil menggunakan fromulasi media MS (Evans et al. 1981). Media
MS lengkap berisi makronutrien, mikronutrien, serta vitamin dan asam organik
dengan komposisi yang tepat untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

Zat Pengatur Tumbuh
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan bagian penting dalam menentukan
arah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Perimbangan dan interaksi antar

6
ZPT menentukan pertumbuhan dan perkembangan seluruh bagian tumbuhan
secara spesifik.
Terdapat lima kelompok ZPT yang biasa digunakan dalam kultur jaringan,
yaitu: auksin, sitokonin, giberelin, asam absisat (ABA), dan etilen. Penelitian baru
ini mengelompokkan brassinosteroid sebagai kelompok ZPT keenam (Bajguz dan
Tretyn 2002). Sitokinin memegang peranan penting dalam pembelahan sel serta
pembentukan jaringan meristem pembentuk organ. Kinetin merupakan turunan
dari sitokinin yang banyak dipakai dalam propagasi mikro tanaman hias (Jain dan
Ochatt 2010). Proliferasi dan multiplikasi tunas pada in vitro didasarkan pada
formulasi media yang mengandung sitokinin sebagai ZPT utamanya (Mamidala
dan Nanna 2009). Berbagai penelitian juga menggunakan sitokinin dalam media
untuk multiplikasi tunas Rosa damascena(Kumar et al 2001). Afshin et al (2011)
melakukan multiplikasi tunas Matthiola incana dengan bantuan kinetin dan
melaporkan bahwa pertambahan panjang dan banyaknya node tunas berbanding
lurus dengan konsentrasi kinetin yang dipakai.
Giberelin juga merupakan salah satu ZPT dalam mengatur pemanjangan sel
dan membantu perkecambahan biji dengan menstimulasi molekul mRNA dalam
biji untuk mengeluarkan enzim-enzim hidrolitik. Dalam jeruk sendiri GA telah
dipakai dalam perkecambahan sweet oranges (Burns dan Coggins 1969) dan
mandarin (Rawash et al 1980). GA3 secara umum digunakan untuk membantu
perkecambahan.

METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium in vitro kelompok peneliti Biologi
Sel dan Jaringan Balai Besar Bioteknologi dan Smber Daya Genetik serta
Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini akan dilaksanakan pada April
2014 hingga Agustus 2014.

Bahan
Bahan yang digunakan sebagai eksplan dalam penelitian ini adalah tunas
hasil induksi mutasi Ethyl Methyl Sulfonate (EMS) pada kalus jeruk keprok yang
akan diperbanyak dan disambung mikro dengan Japansche Citroen sebagai
batang bawah. Bahan kimia yang digunakan adalah formulasi media dasar MS,
formulasi vitamin Morel and Wetmore (MW), Giberelin Acid (GA3), Kinetin,
bahan sterilisasi (alkohol 96%, sodium hypochlorite 30%, dan sodium
hypochlorite 10%), Malt Extract, serta gula pasir.

Alat
Alat yang digunakan terdiri atas peralatan gelas (botol kultur, botol ukur,
gelas piala, cawan petri, gelas ukur, dan corong gelas), kompor, otoklaf, laminar
airflow cabinet, filter milipore, syringe, peralatan diseksi seperti pinset, gunting,
dan scalpel, lampu spiritus, rak kultur, stirrer, pengukur pH digital, kertas label,
plastik dan karet gelang. Pada saat kultur tanaman diperlukan rak dan ruang kultur
bersuhu 18°C-21°C.

Prosedur Penelitian
Persiapan Alat dan Bahan
Botol yang akan dipakai dicuci bersih dengan detergen lalu dikeringkan
dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 150oC selama minimal 2 jam. Media
yang digunakan yakni media dasar MS dan MW dibuat dengan mengambil larutan
dari stok makro, mikro, myoinositol, vitamin (sesuai formulasi media), ZPT
sesuai perlakuan, serta gula pasir. Setelah itu dilakukan penyusuaian pH dengan
penambahan NaOH dan HCl sampai pH mencapai 5.8. media kemudian ditera
dengan labu takar sampai batas tera dengan penambahan akuades. Media yang
telah siap kemudian ditambahkan agar phytagel sebanyak 2.5gr/l dan didihkan
sampai homogen kemudian dimasukkan dalam botol kultur kurang lebih 25ml per
botol dan diautoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

8
Percobaan terdiri dari 3 kegiatan percobaan. Percobaan 1 untuk
memultiplikasi tunas batang atas jeruk keprok garut hasil induksi mutasi,
percobaan 2 untuk mengecambahkan biji jeruk JC dengan perlakuan perendaman
dalam GA3, dan percobaan 3 untuk menumbuhkan tanaman hasil sambung mikro.
Percobaan 1 Multiplikasi jeruk keprok putatif mutan pada media dengan
penambahan kinetin
Tunas in vitro hasil induksi mutasi dipotong kira-kira 2 buku, dan
disubkultur pada media perlakuan multiplikasi yaitu MS+Vitamin Mwdengan
penambahan kinetin 1, 3, 5 mg/l. Pengamatan dilakukan tiap minggu terhadap
tinggi tanaman, jumlah buku, dan jumlah tunas baru. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan konsentrasi kinetin sebagai
faktornya. Terdapat 12 ulangan untuk masing-masing perlakuan sehingga terdapat
36 satuan percobaan. Tiap satuan percobaan terdiri dari 3 eksplan sehingga
terdapat 108 satuan amatan.
Model aditif linear yang digunakan adalah
Yik = μ + αi + εik
Keterangan :
Yik = respon pengaruh konsentrasi kinetin ke-i
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh konsentrasi kinetin taraf ke-i
εik
= galat pada perlakuan konsentrasi kinetin taraf ke-i pada ulangan ke-k
Komponen pertumbuhan tunas jeruk keprok garut putatif mutan yang diamati
pada 108 tanaman. Pengamatan dilakukan sampai minggu 8 MST dikarenakan
penyesuaian dengan pertumbuhan batang bawah agar berukuran diameter 1.6-2
mm.
1. Tinggi tunas
tinggi tunas diukur dari permukaan agar sampai titik tumbuh. Pengamatan
dilakukan mulai dari 1 MST hingga 8 MST
2. Jumlah buku
Jumlah buku dihitung dari banyaknya ruas antar daun. Pengamatan
dilakukan mulai dari 1 MST hingga 8 MST
3. Jumlah tunas
Dihitung dari jumlah tunas tumbuh pada buku. Pengamatan dilakukan mulai
dari 1 MST hingga 8 MST
Percobaan 2 Perkecambahan biji Japansche Citroen (JC) dengan perlakuan
GA3
Buah JC direndam dalam larutan alkohol 96% selama 1 jam dan dibilas
dengan akuades steril. Biji kemudian diambil dari buah dengan bantuan pinset dan
scalpel dalam laminar air flow cabinet. Biji diperlakukan dalam larutan GA3 10
mg/l yang telah disterilkan dengan filter milipore selama 1, 2, dan 3 jam.
Pengamatan dilakukan tiap minggu terhadap persentase tumbuh dan tinggi
tanaman. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
dengan lama perendaman GA3 sebagai faktornya. Terdapat 9 ulangan untuk

9

masing-masing perlakuan sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Tiap satuan
percobaan terdiri dari 5 eksplan sehingga terdapat 135 satuan amatan perlakuan.
Model aditif linear yang digunakan adalah
Yik = μ + αi + εik
Keterangan :
Yik
= respon pengaruh perlakuan perendaman GA3 ke-i
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan perendaman GA3 taraf ke-i
εik
= galat pada perlakuan perendaman GA3 taraf ke-i pada ulangan ke-k
Komponen perkecambahan biji jeruk JC yang telah direndam dalam larutan GA3
10 mg/L diamati pada 135 tanaman.
1. Daya berkecambah
Daya berkecambah dihitung dari banyaknya kecambah normal yang tumbuh,
dengan kriteria kecambah normal yaitu munculnya dua daun pertama
berwarna hijau dengan bentuk daun sempurna. Selain itu dihitung juga
kecambah tidak normal dan biji tidak tumbuh. Pengamatan dilakukan pada 8
MST
2. Tinggi kecambah
Tinggi kecambah diukur dari pangkal tumbuh batang sampai titik tumbuh.
pengamatan dilakukan saat biji mulai berkecambah
Percobaan 3 Optimasi pertumbuhan tanaman hasil sambung mikro jeruk
keprok putatif mutan dengan JC
Tunas batang atas hasil multiplikasi dipotong pucuknya kira-kira sepanjang
2 buku sedangkan batang bawah hasil perkecambahan JC dibuang bagian tunas
pucuknya menyisakan bagian hipokotil sepanjang ±3 cm. Bagian atas hipokotil
batang atas dipotong membentuk seperti huruf V sedangkan pada batang bawah
disayat bagian tengah sepanjang kira-kira 0.3 cm. Batang atas kemudian
disambungkan/disisipkan dengan batang bawah menggunakan pinset. Tanaman
hasil sambung ini kemudian ditanam dalam media MS0 yang ditambahkan
gulanya sesuai perlakuan yakni 30 g/l, 50 g/l, dan 70 g/l. Pengamatan dilakukan
setiap minggu sampai minggu keempat terhadap persentase keberhasilan sambung.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan
konsentrasi gula pasir sebagai faktornya. Terdapat 7 ulangan untuk masingmasing perlakuan sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Tiap satuan percobaan
terdiri dari 2 eksplan sehingga terdapat 42 satuan amatan.
Model aditif linear yang digunakan adalah
Yik = μ + αi + εik
Keterangan :
Yik
= respon pengaruh konsentrasi sukrosa ke-i
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh konsentrasi sukrosa taraf ke-i
εik
= galat pada konsentrasi sukrosa taraf ke-i pada ulangan ke-k

10
Komponen pertumbuhan tanaman hasil sambung mikro yang telah diamati pada
42 tanaman
1. Persentase keberhasilan
Persentase keberhasilan dihitung dari banyaknya batang atas yang masih
hijau dibagi dengan keseluruhan tanaman. Pengamatan dilakukan pada 1
MST hingga 4 MST
2. Jumlah tunas samping
Jumlah tunas samping dihitung dari banyaknya tunas samping yang tumbuh
pada batang bawah. Pengamatan dilakukan pada 4 MST.

Gambar 2 Skema penyambungan mikro antara tunas putatif mutan jeruk keprok
garut (batang atas) dengan jeruk JC (batang bawah)

Analisis Data
Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji sidik
ragam (uji F) pada taraf 5%. Apabila hasil sidik ragam (uji F) menunjukkan
pengaruh nyata pada taraf 5%, maka dilakukan uji lanjut dengan Uji Jarak
Berganda Duncan (DMRT).

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Multiplikasi Jeruk Keprok Garut Hasil Mutagenesis In Vitro
Multiplikasi merupakan tahap penting dalam propagasi mikro tanaman. Hal
ini bertujuan untuk memperbanyak tanaman yang memiliki sifat yang sama
dengan tanaman induk. Multiplikasi dilakukan dengan menginduksi dari tunas
samping atau tunas adventif. Tunas yang diperlukan dalam sambung mikro adalah
tunas pucuk berukuran 1-2 cm dengan 2-3 primordia daun. Hasil pengamatan
pertumbuhan tunas putatif mutan menunjukkan pertumbuhan tunas yang relatif
lambat (tabel 1).
Tabel 1 Pertumbuhan tunas jeruk keprok putatif mutan pada media multiplikasi
tunas dengan penambahan kinetin 8 minggu setelah dikulturkan
Media
Jumlah tunas
Tinggi tunas (cm)
K1
1.11 ±0.64
0.39 ±0.18
K3
0.83 ±0.65
0.38 ±0.18
K5
1.45 ±1.25
0.23 ±0.10
Keterangan: K1=media dengan penambahan kinetin 1 mg/l, K3=media dengan
kinetin 3 mg/l, K5=media dengan penambahan kinetin 5 mg/l

Jumlah buku
1.50 ±1,12
0.81 ±0,67
1.11 ±0,83
penambahan

Tunas yang ditumbuhkan pada media dengan penambahan kinetin
konsentrasi 1 mg/l menunjukkan rata-rata pertambahan tinggi dan jumlah buku
yang paling besar dibandingkan dengan kedua perlakuan lain. Rata-rata
pertambahan tinggi tanaman pada media kinetin 1 mg/l adalah 0.39 cm dengan
pertambahan buku 1.50. Media dengan penambahan kinetin 5 mg/l menunjukkan
jumlah tunas terbanyak yakni 1.45 tunas baru per eksplan, tetapi pertambahan
tingginya tidak signifikan yakni hanya 0.23 cm (tabel 2). Sambung mikro
memerlukan batang atas dari tunas pucuk sehingga jumlah tunas baru adalah yang
terpenting, sehingga tunas yang belum membentuk tunas baru disubkultur pada
media dengan penambahan kinetin 5 mg/l. Fungsi utama kinetin adalah dalam
pembelahan sel sehingga jumlah yang tepat dapat menginduksi tunas baru.
Tabel 2 Rata-rata pertambahan tinggi tunas jeruk keprok putatif mutan pada media
multiplikasi
Konsentrasi kinetin (mg/l)

1
3
5
Uji F
KK

Umur (MST)
3
5
8
------------------------------- cm ----------------------------------1.09ab
1.26ab
1.56a
1.31a
1.43a
1.53ab
1.05b
1.16b
1.35b
*
**
*
22.26T
16.59 T
14.45 T

a

Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
(uji selang berganda Duncan), KK=Koefisien Keragaman, (T)=hasil transformasi log (100 * x)

Peningkatan konsentrasi kinetin menghambat pertumbuhan batang atas.
Tinggi eksplan pada perlakuan kinetin konsentrasi 3 mg/l berbeda nyata
dibandingkan dengan konsentrasi 1 mg/l dan 5 mg/l pada minggu ketiga dan
kelima. Pertumbuhan eksplan pada kinetin konsentrasi 1 mg/l naik secara drastis

12
pada minggu ke-8 sehingga pertumbuhannya lebih tinggi daripada eksplan pada
kinetin konsentrasi 3 mg/l. Media dengan penambahan kinetin konsentrasi 3 mg/l
menginduksi pertumbuhan secara cepat pada awal, tetapi pertumbuhannya
melambat setelah minggu ke 5. Hal ini berbeda dengan media dengan konsentrasi
kinetin 1 mg/l yang menginduksi pertumbuhan lambat pada awal, tetapi nilai
pertumbuhan eksplan semakin tinggi tiap minggunya. Ekplan pada media dengan
konsentrasi kinetin 5 mg/l memiliki nilai pertumbuhan yang paling rendah
dibandingkan dengan kedua perlakuan lain. Hal ini diduga karena konsentrasi
kinetin yang berlebihan cenderung menghambat pertambahan tinggi tanaman.
Kinetin selain dapat menginduksi pembelahan sel, juga dapat menginduksi
pertumbuhan sel dan dapat meningkatkan tinggi tanaman (Miller et al. 1995).
Nilai koefisien keragaman pada data tergolong tinggi untuk penelitian yang
berbasis laboratorium. Hal ini dikarenakan eksplan yang merupakan hasil dari
induksi mutasi. Eksplan hasil induksi mutasi memiliki kondisi tiap sel maupun
gen yang belum stabil dan berbeda-beda sehingga respon terhadap perlakuan juga
berbeda-beda.
Kinetin berperan dalam menginduksi tunas baru dan telah terbukti dalam
menginduksi tunas baru pada ubi kayu (Khumaida N et al. 2011), Purwoceng
(Darwati dan Roostika 2006), dan Seruni. Lestari (2011) menyatakan bahwa
penggunaan zat pengatur tumbuh sitokinin (BA atau kinetin) dapat memacu
pertumbuhan tunas baru. Pada tunas putatif mutan jeruk keprok, tunas baru mulai
terbentuk pada minggu ketiga. Kinetin 5 mg/l menginduksi tunas baru paling
banyak setiap minggunya dibandingkan dengan kinetin 1 mg/l dan 3 mg/l. Kinetin
5 mg/l menginduksi pembentukan 53 tunas baru sedangkan kinetin 1mg/l dan 3
mg/l hanya menghasilkan 38 dan 30 tunas baru pada minggu ke 8 setelah kultur.
Hesar A et al. (2011) menyatakan bahwa konsentrasi kinetin berbanding lurus
dengan pertambahan jumlah tunas baru, jadi dengan peningkatan konsentrasi
kinetin dapat memacu pertambahan tunas.
Multiplikasi dapat dilakukan dengan memperbanyak tunas samping
sehingga jumlah buku mempengaruhi berapa banyak tanaman bisa diperbanyak.
Eksplan pada media dengan konsentrasi kinetin 1 mg/l menghasilkan buku
terbanyak dibandingkan dengan kinetin 3 mg/l dan 5 mg/l. Rata-rata satu eksplan
yang dikulturkan pada media dengan penambahan kinetin 1 mg/l menghasilkan
1.6 buku per tunas. Hasil ini lebih baik dibanding dengan kinetin 3 mg/l dan 5
mg/l yang rata-rata hanya menghasilkan 1.2 buku per eksplan dalam periode 8
minggu pengkulturan.
Gambar 3 menunjukkan hasil multiplikasi tunas jeruk keprok pada 8 MST
pada tiap media perlakuan. Pada kinetin 1 mg/l dapat dilihat bahwa jumlah tunas
sedikit tapi tinggi tunas paling tinggi dibandingkan dengan kedua perlakuan
lainnya. Tunas pada media kinetin 3 mg/l memiliki tunas yang banyak dan tinggi.
Pada media dengan penambahan kinetin 5 mg/l memiliki tunas yang rimbun
meskipun tunasnya pendek.

13

a

b

c

Gambar 3 Multiplikasi jeruk keprok garut putatif mutan pada media dengan
penambahan kinetin 1 mg/l (a), 3 mg/l (b), dan 5 mg/l (c)
Perkecambahan Biji Japansche Citroen (JC)
GA3 berperan penting dalam perkecambahan benih. Giberelin pada benih
belum masak (berukuran kecil/muda) merangsang perkecambahan dengan
menghilangkan kekangan mekanik yang berasal dari jaringan di sekitar embrio
dan mengendurkan dinding sel (Ogawa et al. 2003). Giberelin endogen pada
epitelium merangsang perkecambahan dengan menginduksi α-amilase sehingga
cadangan makanan cepat terserap benih (Kaneko et al. 2002). Perendaman benih
dalam larutan giberelin telah diketahui dapat memecahkan dormansi pada benih
padi (Vieira et al. 2002). Larutan GA3 hasil perendaman dapat kembali dipakai
dengan mensterilkan larutan dengan filter milipore sehingga lebih ekonomis
dibandingkan penambahan GA3 pada media, namun perlu diteliti lebih lanjut
tentang aktifitas GA3 yang yang dipakai berulang.
Benih JC yang dipakai diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan
Buah Subtropika yang masih sangat muda yakni berumur 5 bulan setelah antesis
dengan daya berkecambah yang kurang dari 50%, sehingga diperlukan perlakuan
untuk meningkatkan daya berkecambahnya. Hasil perlakuan menunjukkan bahwa
perendaman dalam larutan GA3 menunjukkan pengaruh positif dengan
meningkatnya persentase perkecambahan. Dari gambar 4 terlihat bahwa semakin
lama perendaman akan meningkatkan persentase perkecambahan benih JC. Daya
berkecambah meningkat menjadi 52% pada perendaman 1 jam, 56% pada
perendaman 2 jam, dan 71% pada perendaman 3 jam. Hal ini menunjukkan bahwa
sampai 3 jam setelah perlakuan dalam larutan, GA3 baru bisa menembus testa.
Testa jeruk dapat disayat untuk memudahkan masuknya larutan ke dalam benih,
tetapi menyayat jeruk yang baru saja dikeluarkan dari dalam buah sangat licin
sehingga sulit membuat luka yang tipis. Pelukaan terlalu dalam juga dapat
mengenai embrio dalam benih sehingga benih tidak dapat berkecambah.

14

80%
70%

60%
50%
Kecambah normal

40%

Kecambah tidak normal
Tidak tumbuh

30%

20%
10%
0%

1 jam

2 jam

3 jam

Gambar 4 Persentase perkecambahan benih JC setelah diberi perlakuan GA3 10
mg/l, 8 minggu setelah dikulturkan.
Giberelin berpengaruh terhadap pemanjangan kecambah. Eksplan pada
perendaman GA3 selama 3 jam memiliki pertumbuhan yang terbaik dibandingkan
pertumbuhan eksplan pada lama perendaman 1 dan 2 jam pada minggu keenam.
Pada minggu kedelapan pertumbuhan eksplan pada ketiga perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata meskipun hasil paling tinggi tetap pada
eksplan dengan lama perendaman 3 jam. Little dan McDonald (2003) menyatakan
bahwa giberelin dapat menstimulasi aktivitas dari meristem subapikal dan
meristem apikal sehingga semakin tua umur benih maka semakin sedikit jaringan
meristem sehingga efek giberelin dalam memicu pertumbuhan semakin lama akan
semakin berkurang. Hal ini juga diduga karena giberelin yang diberikan hanya
pada pra tanam sehingga semakin lama giberelin yang tersisa pada jaringan akan
berkurang.
Tabel 3 Rata-rata pertambahan tinggi kecambah JC hasil perlakuan dengan GA3, 5
dan 8 minggu setelah pengkulturan
Lama perendaman (jam)

1
2
3
Uji F
KK

Umur (MST)
6
8
------------------------------- cm ---------------------------------2.58a
4.43
3.46a
4.56
3.92b
5.07
**
tn
29.29
22.66

a

Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
(uji selang berganda Duncan), KK=Koefisien Keragaman.

Gambar 5 menunjukkan hasil kecambah JC setelah 8 MST. Pada perlakuan
perendaman 1 jam dapat dilihat bahwa kecambah tidak banyak dan pendek. Pada
perlakuan perendaman 2 jam kecambah JC tinggi meskipun masih ada yang tidak

15

berkecambah. Pada perlakuan perendaman 3 jam hampir semua biji berkecambah
dengan kecambah yang tinggi.

a

b

c

Gambar 5 Perkecambahan benih JC setelah diberi perlakuan GA3 10 mg/l, 8
minggu setelah dikulturkan; perendaman 1 jam (a), 2 jam (b), 3 jam
(c)

Sambung Mikro Batang Atas Jeruk Keprok Garut Putatif Mutan dengan
Batang Bawah JC
Gula merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan kultur secara
in vitro. Pierik (1987) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
tanaman dalam in vitro berbanding lurus dengan konsentrasi gula sampai pada
konsentrasi tertentu. Tanaman hasil sambung mikro memerlukan energi yang
tinggi untuk menstimulasi pertumbuhan sel di antara jaringan yang baru
disambung terutama jaringan transportasi antara kedua bagian tanaman tersebut.
Hal ini menyebabkan pentingnya penambahan gula lebih tinggi dari biasanya
untuk meningkatkan keberhasilan sambung mikro. Gambar 6 menunjukkan bahwa
tingkat keberhasilan sambung mikro tergolong tinggi (di atas 80%). Teknik
sambung mikro memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi karena jaringan
eksplan berupa jaringan meristem yang masih aktif membelah sehingga lebih
cepat menstimulasi pemulihan di daerah hasil sambungan (Naz et al. 2007).
Tanaman hasil sambung mikro mengkonsumsi energi yang lebih tinggi
dibandingkan tanaman normal karena penyatuan dua jaringan vaskuler sehingga
gula pada media ditambahkan melebihi kapasitas standar yakni 30 g/l. Semakin
tinggi konsentrasi gula, semakin tinggi pula keberhasilan sambung mikro.
Penambahan gula konsentrasi 70 g/l memiliki persentase keberhasilan 96%
sedangkan pada gula konsentrasi 50 g/l persentase keberhasilan 89% dan pada
gula konsentrasi 30 g/l hanya 87%. Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi gula pada media, juga menginduksi pembentukan tunas samping
batang bawah sehingga apabila terlalu banyak tunas samping dapat menghambat
pertumbuhan tunas sambung.
Hambatan dalam teknik sambung mikro adalah dominansi apikal yang
diinduksi auksin terhenti pada batang bawah dikarenakan pucuk dipotong

16
sehingga memicu pertumbuhan tunas samping batang bawah. Hal ini
menimbulkan terhambatnya pertumbuhan batang atas. Jumlah tunas samping
batang bawah jyang muncul berbanding lurus dengan konsentrasi gula. Pada
konsentrasi gula 30 g/l, jumlah tunas samping batang bawah berjumlah 15. Pada
konsentrasi gula 50 g/l dan 70 g/l jumlah tunas samping batang bawah tidak
terlalu berbeda jauh yakni 23 dan 24 tunas. Pada penelitian ini pertumbuhan 1
sampai 2 tunas samping tidak menghambat pertumbuhan batang atas hasil
sambungan (data tidak ditampilkan). Semakin tinggi konsentrasi gula juga
semakin meningkatkan pertumbuhan batang atas setelah penyambungan. Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan batang atas dan keberhasilan sambungan tidak
terhambat sepenuhnya dengan kemunculan tunas samping.
100
90
Persentase Keberhasilan

80
70
60
50
40
30
20
10
0
30 g/l

50 g/l

70 g/r

Konsentrasi Gula

Gambar 6 Persentase keberhasilan sambung mikro antara tunas jeruk keprok
putatif mutan dengan batang bawah JC, 8 minggu setelah
pengkulturan.
25

Jumlah tunas samping

20

15

10

5

0
Glukosa 30 gr/l

Glukosa 50 g/l

Gambar 7 Jumlah tunas samping batang bawah.

Glukosa 70 g/l

konsentrasi
gula

17

Gambar 8 menunjukkan tanaman hasil sambung mikro 1 bulan setelah
penyambungan. Pada gula konsentrasi 30 g/l batang atas terlihat menguning dan
tunas samping yang sedikit. Pada gula konsentrasi 50 g/l batang atas terlihat
normal dan tunas samping yang sedikit. Pada gula konsentrasi 70 g/l batang atas
terlihat segar tetapi tunas samping batang bawah yang banyak.

b

c

a

Gambar 8 Pertumbuhan sambung mikro antara tunas jeruk keprok putatif mutan
dengan batang bawah JC pada media dengan peningkatan konsentrasi
gula 30 g/l (a), 50g/l (b), dan 70 g/l (c)
= batang atas,

= batang bawah,

= tunas samping

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Konsentrasi kinetin optimal untuk menginduksi tunas baru adalah 5 mg/l
sedangkan untuk pertambahan buku kinetin 1 mg/l lebih efektif. Lama
perendaman dalam GA3 10 mg/l yang terbaik untuk meningkatkan
perkecambahan benih dan pemanjangan kecambah adalah 3 jam. Persentase
keberhasilan sambung mikro tertinggi pada sambung mikro yang dikulkturkan
pada media dengan konsentrasi gula 70 g/l.
Saran
Perlu dilakukan penelitian untuk menguji multiplikasi batang atas jeruk
keprok garut hasil mutasi dengan ZPT kelas sitokinin selain kinetin yakni Benzil
Adenine atau kinetin dengan konsentrasi yang lebih kecil agar dapat memacu
multiplikasi. Penelitian perlakuan GA3 perlu ditingkatkan. Pemakaian konsentrasi
GA3 lebih dari 10 ppm perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasi optimum
untuk perkecambahan.

DAFTAR PUSTAKA
Afshin A, Behzad K, Alireza T, Sahar B. 2011. Effect of different concentrations
of kinetin on regeneration of ten weeks (Matthiola incana). Plant Omics J.
4(5):236-238.
Andriani A, Suharsi T, Surahman M. 2013. Studi poliembrioni dan penentuan
tingkat kemasakan fisiologis benih Japansche Citroen berdasarkan warna
kulit buah. J.Hort. 23(3):195-202
Badan Pusat Statistika. 2010. Import Buah-Buahan Indonesia 2006-2010. tersedia
pada: www.bps.go.id [diunduh pada: 2013 Mei 4]
Bajguz A, Tretyn A. 2003. The chemical characteristic and distribution of
brassinosteroids in plants. Phytochemistry. 62:1027-1046
Burns R, Coggins W. 1969. Sweet orange germination and growth aided by water
and gibberellin seed soak. Calif. Agri. Dec. pp. 18-19.
Cronquist A. 1981. An Integrated System of Classification in Flowering Plants.
New York (US): Springer
Darwati I, Roostika I. 2006. Status penelitian purwoceng (Pimpina alpina Molk.)
di Indonesia. Bul. Plasma Nutfah. 12 (1):9–15.
Dwiastuti M, Wiratno A, Sumardi. 2007. Respons ketahanan varietas batang
bawah jeruk introduksi terhadap penyakit busuk pangkal batang dan akar
Phytophtora sp. di lahan pasang surut. J. Hort. 3(2):59-65
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2011. Sekilas Tentang
Jeruk Garut. tersedia pada: www.diperta.jabarprov.go.id/index.php [diunduh
pada: 2014 Desember 21]
Evans D, Sharp W, Flick C. 1981. Plant regeneration from cell to callus. Hort.
Rev 3:214-314.
Gebhardt K, Goldbach H. 1988. Establishment, graft union characteristics and
growth of Prunus micrografts. Phys. Plant. 72:153–159.
Hesar A, Behzad K, Alireza T, Sahar B. 2011. Effect of different concentrations
of kinetin on regeneration of ten weeks (Matthiola incana). Plant Omics J.
4(5):236-238.
Jain S, Ochatt S. 2010. Protocols For In Vitro Propagation of Ornamental Plants.
Springer protocols. Humana press.
Ji-Zhong X, Bao-Sheng S, Bao-kun M, Run-Fang G, Xiao-Dong L, Xian-Bin Z.
2002. Studies on the POD and IOD activities of the dwarfing stocks and the
red fuji apple grafted on corresponding interstocks. China. Agric. Sci.,
1(5):562–567.
Kaneko M, Itoh H, Tanaka M, Ashikari M, Matsuoka M. 2002. The α-amylase
induction in endosperm during rice seed germination is caused by
gibberellin sythesized in epithelium. Plant Physiol. 128:1264-1270
Khan I. 2007. Citrus Genetics, Breeding and Biotechnology. Khan I, editor.
Wallingford (GB): CABI.
Khumaida N, Ardie S, Nugroho C, Suwarto. 2011. Kinetin and Calcium
Pantothenate Effect on Shoot Multiplication in in vitro Cultured Cassava var.
Adira 2 and Adira 4. Proceedings of the 7th ACSA Conference.

19

Kumar A, Sood A, Palni UT, Gupta A, Palni L. 2001. Micropropagation of Rosa
damascena Mill from mature bushes using thidiazuron. J Hortic Sci
Biotechnol. 76(1):30-34.
Lestari EG. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman. J.
Agrobiogen. 7(1):63–68.
Little C, MacDonald J. 2003. Effects of exogenous gibberellin and auxin on shoot
elongation and vegetative bud development in seedlings of Pinus sylvestris
and Picea glauca. Tree Physiol. 23 (2):73–83.
Mamidala P, Nanna R. 2009. Efficient in vitro plant regeneration, flowering, and
fruiting of dwarf tomato cv. Micro-Msk. Plant Omics J. 2(3):98-102.
Martasari C. 2008. Teknologi Perbaikan Jeruk Tanpa Biji. tersedia pada:
http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/id/599.html [diunduh pada: 2014
Desember 21]
Miller O, Skoog F, Saltza M, Strong F. 1955. Kinetin, a cell division factor fron
deoxyribonucleic acid. J. Am. Chem. Soc. 77(5):1392-1392
Mudge K, Janick J, Scofield S, Goldschmidt E. 2009. History of Grafting.
Horticultural Reviews. 35:437–493.
Naz A, Jaskani M, Abbas H, Qasim M. 2007. In vitro studies on micrografting
technique in two cultivars of citrus to produce virus free plants. Pak. J. Bot.
39(5):1773-1778
Navarro L. 1988. Application of shoot-tip grafting in vitro to woody species. Acta
Hortic. 227:43-55
Obeidy A, Smith M. 1991. A Versatile New Tactic for Fruit Tree Micrografting.
Hort. Technology. p. 91–94.
Ogawa M, Hanada A, Yamauchi Y, Kuwahara A, Kamiya Y, Yamaguchi S. 2003.
Gibberellin biosynthesis and response during Arabidopsis Seed Germination.
The Plant Cell. 15:1591-1604
Pena L, Trilo M, Juarez J, Pina J, Navarro L, Zapater J. 2001. Constitutive
expression of Arabidopsis Leafy or Apetala1 genes in citrus reduces their
generation time. Nature Biotechnology. 19:263–267.
Pierik R. 1998. In Vitro Culture of Higher Plants. Manhattan (US): Springer.
Purnamaningsih R, Lestari EG. 1998. Multiplikasi tunas temu giring melalui
kultur in vitro. Bul. Plasma Nutfah 1(5):24–27.
Putri L. 2002. Karakteristik fisiologi karakter jeruk besar Cikoneng dan
Nambangan pada beberapa batang bawah [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Roistacher C. 2004. Diagnosis and Management of Virus and Virus Like Diseases
of Citrus. Houten (NL): Springer.
Sugiyarto M. 1994. Deskripsi beberapa varietas batang bawah dan varietas jeruk
komersial. Balit. Hort. Solok. p.20
Supriyanto A, Setiono. 2008. Keragaan pertumbuhan jeruk siam Banjar pada 11
varietas batang bawah di lahan pasang surut. Prosiding Seminar Nasional
Jeruk. Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 228-34
Tambing Y. 2008. Keberhasilan pertautan sambung pucuk pada mangga dengan
waktu penyambungan dan panjang entris berbeda. J. Agro. 15(4):296–301.
Vieira A, Vieira M, Fraga A, Oliveira J, Santos C. 2002. Action of gibberellic
acid (GA3) on dormancy and activity of α-amylase in rice seeds. Rev. bras.
sementes. 24(2) 101–103.

20

LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi media dasar kultur, vitamin dan komponen lainnya.

Komposisi
Macronutrient
KNO3
NH4Cl
NH4NO3
(NH4)2.SO4
MgSO4.7H2O
CaCl2.2H2O
NaH2PO4.2H2O
K2HPO4
KH2PO4
KCl

MS (mg/l)

MW (mg/l)

1900.00
1650.00
180.54
332.02
170.00
-

1900.00
1650.00
180.54
332.02
170.00
-

Micronutrient
Na2EDTA
FeSO4.7H2O
FeNaEDTA
MnSO4.4H2O
ZnSO4.7H2O
CuSO4.5H2O
CoCl2.6H2O
KI
H3BO3
Na2MoO4.2H2O

36.700
16.900
8.600
0.025
0.025
0.830
6.200
0.250

36.700
16.900
8.600
0.025
0.025
0.830
6.200
0.250

Vitamin
Myo inositol
Nicotinic acid
Pyridoxine HCl
Thiamine HCl
Biotin
Ca-panthotenate
Nicotinamide

10.00
0.50
0.50
0.10
0.50

10.00
1.00
1.00
1.00
1.00
0.50
1.00

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1992 dari Bapak I
Made Utama dan Ibu Kitty Lisa Handojo. Penulis adalah putra kedua dari tiga
bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 38 Jakarta dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM) dan diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Penulis aktif spada kegiatan kampus sebagai panitia Masa Perkenalan
Departemen AGH 48 divisi PDD, panitia AGS 2012 divisi medis, panitia kuliah
lapang divisi dana dan usaha, panitia FBBN 2013 dan 2014 divisi expo dan bursa.