Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor

HUBUNGAN ASUPAN SERAT MAKANAN DAN AIR
DENGAN POLA DEFEKASI ANAK SEKOLAH DASAR
DI KOTA BOGOR

ELYZZABETH MAYORGA AMBARITA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Asupan
Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor”
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Elyzzabeth Mayorga Ambarita

NIM I14090003

ABSTRAK
ELYZZABETH MAYORGA AMBARITA. Hubungan Asupan Serat Makanan
dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Dibimbing
oleh SITI MADANIJAH.
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara asupan serat
makanan dan air dengan pola defekasi pada anak sekolah dasar. Sebanyak 527
siswa SD dengan kisaran usia 9−13 tahun diambil sebagai contoh. Berdasarkan
indeks IMT/U dan TB/U status gizi contoh sebagian besar normal. Rata-rata
asupan serat contoh 12.4 g/hari; rata-rata asupan air contoh 1086 ml/hari.
Frekuensi BAB contoh 6 kali/minggu dengan mayoritas konsistensi feses menurut
Bristol Stool Chart termasuk kategori normal (tipe 3 dan 4). Sebanyak 8.5%
contoh memiliki konsistensi feses keras (tipe 1 dan 2 ) dan 8.3% contoh memiliki

konsistensi feses lunak/cair (tipe 5−7). Sebanyak 22.2% contoh mengalami nyeri
ketika buang air besar dan 18.0% contoh mengeluh sulit buang air besar
(konstipasi). Terdapat hubungan signifikan (p0.05).
Kata kunci: asupan air, asupan serat, frekuensi BAB, konstipasi, pola defekasi.
ABSTRACT
ELYZZABETH MAYORGA AMBARITA. Association of dietary fiber and
water intake with defecation pattern among elementary school students in Bogor
City. Supervised by SITI MADANIJAH.
The study aimed to analyze corelation between dietary fiber and water
intake with defecation pattern among elementary school students. The number of
samples in this research as much as 527 students with a range of ages 9−13 years
old. The average dietary fiber intake as much as 12.4 g/d. The average water
intake as much as 1086 ml. The average frequency of bowel movements as much
as 6 times/week with the consistency of the stool according to Bristol Stools Chart
categories include into normal (type 3 and 4). There were 8.5% subject had hard
stools (type 1 and 2) and 8.3% subject had watery stools (type 5−7). There were
22.2% of subject who experience pain when defecating and as much as 18.0% of
subject complained of difficult bowel movements. Based on BMI/A and H/A
index, sample had normal nutritional status. Based on correlation test, there was a
significant correlation between fiber intake with stool frequency and consistency

of stool (p0.05).
Keywords: constipation, defecation pattern, fiber intake, stool frequency, water
intake.

HUBUNGAN ASUPAN SERAT MAKANAN DAN AIR
DENGAN POLA DEFEKASI ANAK SEKOLAH DASAR
DI KOTA BOGOR

ELYZZABETH MAYORGA AMBARITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi
Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor
Nama
: Elyzzabeth Mayorga Ambarita
NIM
: I14090003

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Asupan Serat
Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor”
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, dapat
terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan arahan, saran, dan
motivasi kepada penulis sejak awal penelitian hingga akhir penyusunan
skripsi ini.
2. dr. Naufal Muharam Nurdin selaku pemandu seminar dan penguji yang
telah banyak memberikan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi
ini.
3. Tim penelitian BOPTN−Lintas Fakultas/Departemen/Pusat/Advanced
Research dengan koordinasi Southeast Asian Food Agricultural Science and
Technology (SEAFAST) Center IPB yang telah memberikan kesempatan
untuk bergabung dalam kegiatan penelitian.

4. Orang tua, kak Ellien, bang Victor Manulang, kak Frisca, Rabecca, dan
keluarga besar yang selalu mendoakan penulis, memberikan semangat,
motivasi, dan dukungan baik moril maupun materi selama masa pendidikan.
5. Teman-teman sesama tim penelitian Uthu, Dian serta sahabat dan teman
terdekat Evi, Lativa, Weny, Nisa, Sarah, Debora, Velyn, Sefri, Lisa, Ika,
Hanum, Tania, Fera, Anggar, Suty, Ayu, Erwin, Diego, Onald, Tami, Nabil,
Etong, Irul, Kak Ai, Yuyun,Icha dan adik-adik Wisma Jenius atas semua
saran, motivasi, bantuan, dan dukungannya selama ini.
6. Teman-teman Gizi 46 atas kebersamaannya selama ini, semangat, motivasi,
saran dan juga bantuan baik dalam perkuliahan maupun dalam penyusunan
skripsi ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas segala
doa, dukungan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan selama ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik yang
membangun berkaitan dengan penulisa skripsi ini. Akhir kata, semoga tulisan ini
dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Bogor, Maret 2014
Elyzzabeth Mayorga Ambarita


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

KERANGKA PEMIKIRAN

3

METODE

5

Desain, Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian


5

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

6

Pengolahan dan Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Karakteristik Contoh


11

Karakteristik Keluarga Contoh

12

Status Gizi Contoh

14

Asupan Energi dan Zat Gizi

16

Asupan Serat

20

Asupan Air


20

Pola Defekasi

21

Hubungan antar Variabel

24

SIMPULAN DAN SARAN

28

Simpulan

28

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

29

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Jenis variabel dan cara pengumpulan data
Kategori status gizi berdasarkan indeks IMT/U dan TB/U
Sebaran contoh berdasarkan kelas dan jenis kelamin
Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin
Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan jenis kelamin
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan keluarga
Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua
Sebaran contoh berdasarkan status gizi indeks IMT/U dan TB/U
Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan energi contoh
Sebaran contoh berdasarkan TKE dan jenis kelamin
Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan protein contoh
Sebaran contoh berdasarkan TKP dan jenis kelamin
Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan lemak contoh
Sebaran contoh berdasarkan TKL dan jenis kelamin
Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan karbohidrat contoh
Sebaran contoh berdasarkan TKKh dan jenis kelamin
Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan serat
Asupan, kebutuhan dan tingkat kecukupan air contoh
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pemenuhan air minum
Sebaran contoh berdasarkan frekuensi BAB per minggu
Sebaran contoh berdasarkan konsistensi feses
Sebaran contoh berdasarkan Nyeri ketika BAB
Sebaran contoh berdasarkan keluhan konstipasi 1 bulan terakhir
Sebaran contoh berdasarkan asupan serat dan pola defekasi
Sebaran contoh berdasarkan asupan air dan pola defekasi
Sebaran contoh berdasarkan status gizi (IMT/U) dan pola defekasi

6
9
11
11
12
12
13
13
14
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
21
21
22
23
23
24
25
26
28

DAFTAR GAMBAR
1
2

Kerangka pemikiran mengenai asupan serat makanan dan air serta pola
defekasi anak sekolah dasar
Bristol stool chart

4
9

PENDAHULUAN
Latar belakang
Anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yang rentan terhadap
masalah gizi dan kesehatan. Salah satu masalah yang sering dihadapi anak usia
sekolah dasar yaitu pergeseran pola makan yang cenderung mengonsumsi
makanan tinggi energi dan rendah serat. Berbagai penelitian melaporkan bahwa
ada hubungan antara kurangnya asupan serat makanan dengan pola defekasi. Hal
ini mendorong konsumsi serat makanan menjadi suatu kebutuhan yang harus
dipenuhi karena serat dapat membantu memelihara kesehatan terutama sistem
pencernaan dan mencegah atau mengontrol kejadian penyakit (Sulistijani 2002).
Sejauh ini penelitian tentang konsumsi serat Indonesia masih sangat terbatas.
Rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5
gram/orang/hari (Depkes 2001). Nilai ini hanya mencapai setengah dari
kecukupan serat yang dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi untuk orang dewasa usia 19−29 tahun adalah 38 g/hari
untuk laki-laki dan 32 g/hari untuk perempuan. Data rata-rata konsumsi serat
untuk anak di Indonesia belum ada. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk anak-anak berusia 9-13 tahun adalah 26–35
g/hari (WNPG 2012).
Serat makanan adalah zat non gizi yang tidak dapat diserap oleh dinding
usus halus dan tidak dapat masuk dalam sirkulasi darah. Serat akan dilewatkan
menuju usus besar (kolon) dengan gerakan peristaltik usus (Sulistijani 2002).
Serat makanan memiliki kemampuan mengikat air di dalam kolon membuat
volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang syaraf pada rektum
sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan demikian feses lebih
mudah dieliminir. Pengaruh nyata yang telah dibuktikan adalah bertambahnya
volume feses, melunakkan konsistensi feses dan memperpendek waktu transit di
usus (Kusharto 2006). Tensiska (2008) juga mengemukakan konsumsi serat
pangan yang cukup, akan memberi bentuk, meningkatkan air dalam feses,
menghasilkan feses yang lembut dan tidak keras sehingga hanya dengan kontraksi
otot yang rendah feses dapat dikeluarkan dengan lancar. Hal ini berdampak pada
fungsi gastrointestinal lebih baik dan sehat. Oleh karena itu penelitian tentang
konsumsi serat pada anak menjadi sangat penting.
Selain serat, faktor lain yang dapat memperlancar proses defekasi adalah
asupan air. Air merupakan zat yang vital dalam memelihara hidup dan sangat
dibutuhkan oleh manusia. Air memiliki banyak fungsi. Salah satu fungsi air
adalah media eliminasi sisa metabolisme. Tubuh menghasilkan berbagai sisa
metabolisme yang tidak diperlukan termasuk toksin. Berbagai sisa metabolisme
tersebut dikeluarkan melalui saluran kemih, saluran nafas, kulit dan saluran cerna
yang memerlukan media air ( Santoso et al. 2011).
Di Indonesia, hasil penelitian The Indonesian Regional Hydration Study
(THIRST) (2009) menunjukkan sebanyak 46,1% dari 1.200 contoh remaja dan
dewasa di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, mengalami
dehidrasi ringan (Santoso et al. 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Kant dan
Graubard (2010) menggunakan data National Health and Nutrition Examination

2
Surveys (NHANES) tahun 2005−2010, menunjukkan bahwa rata-rata asupan air
pada anak di United States lebih rendah daripada kebutuhan tubuhnya. Asupan
rata-rata air pada kelompok usia 9−13 tahun sebesar 1.6 L pada perempuan dan
sebesar 1.7 L pada laki-laki. Berdasarkan penelitian Linorita 2009 menggunakan
Data Riskesdas 2010 menunjukkan rata-rata asupan air minum pada anak
Indonesia masih kurang. Rata-rata konsumsi air minum anak usia 10−12 tahun
sebesar 905 ml/hari untuk laki-laki dan 887 ml/hari pada perempuan.
Proses defekasi dapat berjalan lancar jika kebutuhan air tercukupi.
Sanjoaquin et al. 2003 melaporkan terdapat peningkatan jumlah pergerakan usus
dengan meningkatkan asupan air. Klauser et al. 1990 meneliti 8 orang sehat yang
diberi air 2500 ml selama 1 minggu, kemudian 1 minggu berikutnya hanya diberi
air kurang dari 500 ml. Hasil menunjukkan frekuensi buang air besar dan berat
feses menurun secara bermakna.
Penelitian mengenai asupan air pada anak, pengaruh asupan air dan serat
terhadap pola defekasi masih terbatas. Data mengenai pola defekasi juga masih
terbatas. Oleh karena itu peneliti ingin melihat asupan serat makanan, air dan pola
defekasi serta hubungan antara variabel tersebut pada anak sekolah dasar di Kota
Bogor.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan pokokpokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik contoh dan keluarga contoh.
2. Bagaimana asupan serat makanan dan asupan air contoh.
3. Bagaimana status gizi contoh.
4. Bagaimana tingkat kecukupan serat dan air contoh.
5. Bagaimana pola defekasi contoh.
6. Bagaimana hubungan antara asupan serat dan air dengan pola defekasi
contoh.
7. Bagaimana hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan pola defekasi.

Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Hubungan
Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di
Kota Bogor.
Adapun tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengindentifikasi karakteristik contoh (usia, kelas, jenis kelamin, uang
saku) dan keluarga contoh (besar keluarga, total pendapatan, pekerjaan dan
pendidikan orang tua).
2. Menganalisis asupan energi dan zat gizi makro contoh (lemak, protein dan
karbohidrat).
3. Menganalisis status gizi contoh.
4. Menganalisis asupan serat dan air contoh.
5. Menganalisis pola defekasi contoh.

3
6. Menganalisis hubungan antara asupan serat dan air dengan pola defekasi.
7. Menganalisis hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan pola defekasi.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
asupan serat makanan dan konsumsi air serta status kesehatan (pola defekasi)
anak sekolah dasar di Kota Bogor. Selain itu dapat memberikan informasi tentang
zat gizi yang diperlukan oleh anak sekolah serta pentingnya serat makanan bagi
anak usia sekolah. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan serta berguna sebagai tambahan pustaka pada
penelitian selanjutnya.

KERANGKA PEMIKIRAN
Anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yang rentan terhadap
masalah gizi dan kesehatan. Salah satu masalah yang sering dihadapi anak usia
sekolah dasar yaitu pergeseran pola makan yang cenderung mengonsumsi
makanan tinggi energi dan rendah serat.
Karakteristik individu seperti jenis kelamin dan umur bepengaruh terhadap
kecukupan serat dan air. Karakteristik keluarga diantaranya pendidikan orang tua
dan pendapatan orang tua akan berpengaruh pada pengetahuan dan sikap
seseorang dalam mengonsumsi serat dan air sedangkan besar keluarga akan
mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi. Lingkungan sosial yang berada
di sekitar individu akan membentuk suatu kebiasaan seseorang untuk
mengonsumsi makanan mengandung serat dan minum air.
Kebiasaan makan anak-anak cenderung mengarah pada pola konsumsi
pada makanan cepat saji. Anak-anak cenderung tidak menyukai makanan seperti
buah dan sayur yang banyak mengandung serat. Serat merupakan zat non gizi
yang penting untuk mengatasi konstipasi. Konstipasi merupakan kesulitan dalam
pengeluaran sisa pencernaan karena volume feses terlalu kecil sehingga penderita
jarang buang air besar.
Jika konsumsi pangan anak baik, maka tingkat kecukupannya juga
semakin baik dan akan mempengaruhi status gizi anak. Penentuan status gizi anak
menggunakan metode antropometri IMT/U. IMT/U digunakan sebagai indikator
terbaik untuk anak usia sekolah dan remaja. Selain serat, asupan air juga perlu
diperhatikan mengingat asupan air anak sekolah masih kurang. Konsumsi air pada
penelitian ini meliputi asupan air dari minuman (kemasan atau tidak). Asupan air
yang kurang terutama air putih juga dapat menyebabkan proses pencernaan
terganggu. Pemenuhan kecukupan akan air dipengaruhi oleh konsumsi air dan
kecukupan air. Perhitungan kecukupan air dilakukan dengan membandingkan
konsumsi air terhadap kecukupan air pada individu.

4
Asupan serat dan air kemudian dihubungkan dengan pola defekasi
meliputi frekuensi buang air besar, konsistensi feses, rasa nyeri ketika buang air
besar dan keluhan konstipasi. Kerangka pemikiran penelitian secara lengkap
dapat dilihat pada Gambar 1.

Karakteristik sosial ekonomi
keluarga
1. Pendidikan orang tua
2. Pekerjaan orang tua
3. Besar keluarga
4. Pendapatan keluarga

Karakteristik contoh
1.1.Umur
Umur
2.2.Kelas
Kelas
3.3.Jenis
Jenis
kelamin
kelamin
4.4.Besar
Besar
uang
uang
saku
saku

Konsumsi pangan contoh
Konsumsi makanan
1. Jenis bahan pangan
2. Jumlah bahan pangan

Konsumsi air
Air minum

Asupan serat

Tingkat pemenuhan
- Serat
- Air

Pola defekasi :
1. Frekuensi BAB
2. Konsistensi feses
3. Nyeri ketika BAB
4. Keluhan konstipasi

Kebutuhan
-Serat
-Air

Status gizi
- IMT/U
- TB/U

Keterangan :
= variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti
= hubungan yang dianalisis
= hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran mengenai asupan serat makanan dan air serta pola
defekasi anak sekolah dasar

5

METODE
Desain, Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian BOPTN−Lintas
Fakultas/Departemen/Pusat/Advanced Research yang berjudul “Pola Konsumsi
Pangan Sumber Serat dan Formulasi Produk Intervensi pada Anak Usia Sekolah”,
dengan koordinasi Southeast Asian Food Agricultural Science and Technology
(SEAFAST) Center IPB. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di 20 (dua puluh) sekolah dasar di
wilayah perkotaan Bogor, Jawa Barat meliputi 6 (enam) kecamatan yaitu
kecamatan Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur Bogor Barat, Bogor Tengah
dan Tanah Sereal. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai
Februari 2014.

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh
Populasi penelitian adalah anak laki-laki dan perempuan usia 9−13 tahun
yang tinggal di Kota Bogor, sedangkan populasi terjangkau adalah anak-anak
yang terdaftar di 20 Sekolah Dasar (SD) yang tersebar di 6 kecamatan di Kota
Bogor yang dipilih secara acak menggunakan metode Simple Random Sampling.
Jumlah SD di setiap kecamatan ditentukan proporsional berdasarkan jumlah
penduduk di kecamatan tersebut terhadap jumlah penduduk kota Bogor, menurut
data statistik kota Bogor 2012. Jumlah SD di setiap kecamatan adalah sebagai
berikut:
Kecamatan Bogor selatan
Kecamatan Bogor timur
Kecamatan Bogor utara
Kecamatan Bogor tengah
Kecamatan Bogor barat
Kecamatan Bogor tanah sareal

: 4 SD
: 2 SD
: 3 SD
: 3 SD
: 4 SD
: 4 SD

Jumlah contoh ditetapkan berdasarkan angka simpangan baku asupan serat
pada anak sekolah menurut data NHANES 2003−2006, yakni 12g/hari, dengan
ketepatan absolut sebesar 1.5 g/hari. Berikut adalah rumus perhitungan
pengambilan contoh :

Keterangan:
n
Z
S
d

= Jumlah contoh yang diambil
= Deviat baku normal = 1.96
= Simpangan baku asupan serat anak sekolah = 12
= Presisi yang diinginkan = 1.5

6
Berdasarkan rumus perhitungan diatas maka diperoleh n= 246, dibulatkan
menjadi 250 untuk setiap kelompok jenis kelamin. Dengan demikian, dari setiap
sekolah akan diambil sebanyak 13 contoh perempuan dan 12 contoh laki-laki,
dengan total contoh minimal sebanyak 500 anak. Jumlah contoh yang diambil
dalam penelitian ini 527 anak.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik anak (usia, kelas, uang
saku), karakteristik keluarga (tingkat pendapatan keluarga, pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua, besar keluarga), konsumsi pangan, asupan serat dan air,
status gizi anak berdasarkan IMT/U dan TB/U, pola defekasi serta data hasil
review kandungan serat pangan.
Tabel 1 menunjukkan jenis dan cara pengumpulan data. Data tersebut
diperoleh melalui wawancara terstruktur. Data karakteristik dan pola defekasi
dikumpulkan melalui wawancara pada ibu contoh dengan menggunakan kuesioner
yang terstruktur. Data konsumsi pangan dan air diukur dengan menggunakan
metode food recall 2x24 jam. Data status gizi dikumpulkan dengan pemeriksaan
antropometri yang meliputi berat badan dan tinggi badan. Alat ukur timbangan
berupa timbangan injak digital sedangkan pengukuran tinggi badan menggunakan
microtoise.
Tabel 1 Jenis variabel dan cara pengumpulan data
No

Jenis data

1

Karakteristik
contoh

2

Karakteristik
keluarga

3

Status gizi

4

Asupan serat
dan air

Variabel
Usia
Jenis kelamin
Uang saku
Besar keluarga
Pendidikan orang tua
Pekerjaan orang tua
Total pendapatan
Berat badan (kg)
Tinggi badan (cm)
Jumlah makanan yang
dikonsumsi 2x24 jam
Jumlah minuman yang
dikonsumsi 2x24 jam

Cara pengumpulan
Wawancara kepada contoh
menggunakan kuisioner
terstruktur.
Pengisian kuesioner oleh
ibu contoh

Penimbangan berat badan
menggunakan timbangan
injak dan pengukuran tinggi
badan menggunakan
microtoise
Wawancara kepada contoh
menggunakan kuisioner
terstruktur.

Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry dan analisis. Proses
editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul. Coding
adalah pemberian angka atau kode tertentu yang telah disepakati terhadap

7
jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner, sehingga memudahkan pada saat
memasukkan data ke komputer. Entry adalah memasukkan data jawaban
kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel
sehingga menjadi suatu data dasar. Cleaning yaitu melakukan pengecekan
terhadap isian data yang di luar pilihan jawaban yang disediakan kuesioner atau
isian data yang diluar kewajaran.
Karakteristik contoh dan keluarga dianalisis secara deskriptif.
Karakteristik anak adalah usia, jenis kelamin, kelas dan uang saku. Jenis kelamin
terdiri dari laki-laki dan perempuan. Usia anak dilihat berdasarkan tanggal lahir
dan dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu usia 9 tahun, 10 tahun, 11 tahun, 12
tahun dan 13 tahun. Uang saku anak sekolah dasar diolah dengan
mengelompokkannya menjadi 4 kategori yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat
tinggi. Kategori tersebut diperoleh dengan cara mengelompokkan uang saku anak
SD dengan mencari simpangan kuartilnya. Data peubah karakteristik contoh
disajikan secara deskriptif yang meliputi kelas dikategorikan menjadi kelas V
(lima) dan VI (enam).
Data karakteristik keluarga berupa besar keluarga, pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga. Menurut BKKBN (2009), data
besar keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil dengan jumlah
anggota keluarga ≤ 4 orang, keluarga sedang 5−6 orang, dan keluarga besar
dengan jumlah anggota keluarga ≥ 7 orang. Data pendidikan orang tua
dikategorikan menurut jenjang pendidikan yang pernah diperoleh yaitu tamat
SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi yang
kemudian dianalisis secara deskriptif. Data pekerjaan orang tua dikategorikan
menjadi tidak bekerja (ibu rumah tangga untuk ibu), PNS/Polisi/ABRI, karyawan
swasta, buruh, wiraswasta/pedagang, jasa (penjahit, supir, ojeg, reparasi) dan
lainnya. Pendapatan orang tua dihitung berdasarkan total pendapatan per bulan
dan dikelompokkan menjadi 5 kategori < Rp 1 juta, Rp 1 juta – Rp 2 juta, Rp 2
juta – Rp 4 juta, Rp 4 juta – Rp 6 juta dan > Rp 6 juta.
Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam gram/URT
diolah dengan menggunakan Aplikasi Analisis Konsumsi Pangan. Jumlah
makanan dalam bentuk gram/URT kemudian dikonversi dengan menggunakan
Daftar Konsumsi Bahan Makanan. Kemudian dilakukan perhitungan tingkat
kecukupan gizi untuk energi, protein, lemak dan karbohidrat. Angka kecukupan
zat gizi yang digunakan mengacu pada angka kecukupan gizi yang dianjurkan
menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2012. Adapun rumus
umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang
dikonsumsi adalah :
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan :
KGij
Bj
Gij
BDDj

= Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang
dikonsumsi
= Berat bahan makanan j (gram)
= Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j
= Persen bahan makanan j yang dapat dimakan

8
Pengukuran tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat
merupakan tahap lanjutan dari penghitungan konsumsi pangan. Tingkat
kecukupan konsumsi merupakan persentase konsumsi aktual siswa dengan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2012. Secara
umum tingkat kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:
TKGi = (Ki/AKGi) x 100%
Keterangan:
TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i
Ki = Konsumsi zat gizi i
AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan
Untuk menentukan AKG individu dapat dilakukan dengan melakukan
koreksi terhadap berat badan, dengan rumus:
AKG Aktual =

x AKG

Tingkat konsumsi energi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: defisiensi
tingkat berat (10 000 )

85
118
13
47

32.3
44.9
4.9
17.9

77
122
14
51

29.2
46.2
5.3
19.3

162
240
27
98

30.7
45.5
5.1
18.6

Total

263

100

264

100

527

100

Median (min;max)

5 000 (0;28 000)

5 000 (1 000;30 000) 5 000 (0;30 000)

Karakteristik Keluarga Contoh
Tingkat Pendidikan Orang tua
Pendidikan orang tua dibedakan menjadi pendidikan ayah dan ibu. Tingkat
pendidikan orang tua adalah jenjang/strata pendidikan formal yang ditempuh.
Tingkat pendidikan orang tua disajikan pada Tabel 7 sebagai berikut.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua
Pendidikan Terakhir
Tidak sekolah
SD/sederajat
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Perguruan Tinggi
Total

Ayah
n
12
92
84
226
113
527

Ibu
%
2.3
17.5
15.9
42.9
21.4
100

n
4
135
111
187
90
527

%
0.8
25.6
21.1
35.5
17.1
100

Berdasarkan Tabel 7 sebagian besar pendidikan ayah contoh tergolong
tinggi. Sebagian besar pendidikan ayah contoh (42.9%) adalah tamat
SMA/sederajat. Demikian hal nya dengan pendidikan ibu sebagian besar
merupakan tamat SMA/sederajat dengan persentase 35.5%. Pendidikan ayah dan
ibu contoh jika dibandingkan menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat
pendidikan ayah rata-rata lebih tinggi daripada tingkat pendidikan ibu.
Kualitas pendidikan dari orang tua mungkin saja mempengaruhi kualitas
dari keluarga itu sendiri, karena pendidikan merupakan salah satu faktor penting
dalam menentukan pengetahuan gizi seseorang. Tingkat pendidikan sangat

13
berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Menurut
Atmarita & Fallah (2004), tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan
seseorang/masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya
dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan
gizi.
Pendapatan Keluarga
Besar kecilnya pendapatan akan menentukan kemampuan keluarga untuk
membeli bahan makanan. Salah satu faktor penting dalam pemilihan makanan
adalah pendapatan dan jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan. Terdapat
sejumlah bukti bahwa makanan yang banyak direkomendasikan untuk pola makan
sehat bukan hanya bergizi, lebih mengenyangkan dan padat energi, namun juga
harus dibeli dengan harga yang tinggi (Gibney et al.2005).
Pendapatan keluarga merupakan akumulasi pendapatan yang dihasilkan
oleh ayah dan ibu yang bekerja per bulan. Hasil menunjukkan sebagian besar
keluarga contoh memiliki tingkat pendapatan yang cukup rendah < Rp 1 juta
sebanyak 40.1%, Rp 1 juta–Rp 2 juta sebanyak 25.8%, Rp 2 juta–Rp 4 juta
sebanyak 16.3%. Terdapat juga keluarga yang memiliki tingkat pendapatan yang
cukup tinggi, 9.1% keluarga contoh memiliki tingkat pendapatan Rp 4 juta–Rp 6
juta dan 8.7% keluarga contoh memiliki tingkat pendapatan ≥ Rp 6 juta. Sebaran
contoh berdasarkan tingkat pendapatan keluarga disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan keluarga
Tingkat Pendapatan (Rp/bulan)
6 juta
Total

n
211
136
86
48
46
527

%
40.1
25.8
16.3
9.1
8.7
100

Besar Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat terdiri atas ayah, ibu,
anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang
sama. Sementara besar keluarga menggambarkan jumlah anggota keluarga yang
tinggal di bawah satu atap (dalam satu rumah). Hasil menunjukkan sebagian besar
contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil (45.5%) dan keluarga sedang
(49.5%). Hanya sedikit contoh yang termasuk dalam kategori keluarga besar
(5.0%). Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 6.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Besar keluarga (orang)
Kecil (≤ 4)
Sedang (5−7)
Besar (≥ 8)
Total

n
240
261
26
527

%
45.5
49.5
5.0
100

14
Besar kecilnya anggota keluarga dapat mempengaruhi pemenuhan gizi
anggota keluarga terutama keluarga miskin. Pendapatan perkapita dan belanja
pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah keluarga. Semakin
besar anggota keluarga maka kecukupan pangan yang harus tercukupi akan
semakin meningkat, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kecukupan pangan
keluarga akan tinggi (Sanjur 1982).
Pekerjaan Orang tua
Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling
menentukan kualitas dan kuantitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki
hubungan dengan pendapatan yang diterima (Soehardjo 1989). Pekerjaan orang
tua dikategorikan menjadi 6 kelompok yaitu: PNS/POLRI/TNI, Swasta,
Petani/Buruh tani, Wiraswasta, Tidak bekerja, dan lainnya selain yang disebutkan
di atas. Berikut sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua disajikan pada
Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua
Jenis Pekerjaan
PNS/POLRI/TNI
Swasta
Petani/Buruh tani
Wiraswasta
Tidak bekerja
Lainnya
Total

Ayah
n
51
204
29
155
0
88
527

Ibu
%
9.7
38.7
5.5
29.4
0.0
16.7
100

n
16
33
0
32
425
21
527

%
3.0
6.3
0.0
6.1
80.7
3.9
100

Sebanyak 38.7% pekerjaan ayah contoh adalah swasta, kemudian disusul
oleh wiraswasta sebesar 29.4%. Terdapat juga ayah contoh yang bekerja sebagai
PNS/POLRI/TNI (9.7%), petani/buruh tani 5.5% dan lainnya 16.7% seperti buruh
non tani, jasa (penjahit, supir, ojeg, reparasi). Sebaliknya, sebagian besar ibu
termasuk dalam kategori tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu
sebesar 80.7%, tetapi ada juga sebagian kecil ibu yang bekerja. Sebanyak 3.0%
bekerja sebagai PNS/POLRI/TNI, 6.3% bekerja sebagai karyawan swasta, 6.1%
bekerja dibidang wiraswasta dan lainnya sebanyak 3.9%. Menurut Soehardjo
(1989), semakin baik pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat
pendapatannya, hal tersebut juga akan mempengaruhi dalam pemenuhan
kebutuhan gizi keluarga demi tercapainya taraf hidup yang lebih baik.
Status Gizi Contoh
Status gizi adalah suatu kondisi tubuh akibat asupan, penyerapan dan
penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama ( Supariasa et
al. 2001). Gibson (2005) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan
tubuh individu atau kelompok individu sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan,
dan pemanfaatan zat gizi dari makanan. Penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung.

15
Pengukuran secara langsung terdiri atas antropometri, pemeriksaan biokimia,
klinis, dan biofisik.
Penilaian status gizi contoh dalam penelitian ini menggunakan indeks
IMT/U dan TB/U, dengan parameter z-skor yang diklasifikasikan menurut WHO
(2007). Tabel 10 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kedua indeks tersebut.
Secara keseluruhan status gizi contoh cenderung berbeda antara laki-laki dan
perempuan tetapi tidak signifikan (p=0.05). Sebanyak 70.8% contoh memiliki
status gizi berdasarkan IMT/U normal dengan persentase perempuan lebih tinggi
(72.3%) daripada laki-laki (69.2%). Sebaliknya, proporsi contoh laki-laki (20.1%)
yang memiliki status gizi di atas normal lebih banyak dibandingkan contoh
perempuan (17.4%). Proporsi contoh yang memiliki status gizi kurus juga lebih
banyak pada laki-laki (10.6%) dibandingkan contoh perempuan (10.2%). Status
gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga
terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi secara langsung
dipengaruhi oleh faktor konsumsi pangan dan status kesehatan. Konsumsi pangan,
salah satunya dipengaruhi oleh akses terhadap pangan ditentukan oleh tingkat
pendapatan seseorang (Riyadi 2003).
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi indeks IMT/U dan TB/U
Indeks

Kategori

Sangat kurus
Kurus
IMT/U Normal
Overweight
Obese
Total
Rata-rata z skor ± SD
Sangat pendek
TB/U Pendek
Normal
Total
Rata-rata z skor ± SD
a

Laki-laki
n
%
4
1.5
24
9.1
182 69.2
33
12.5
20
7.6
263
100
-0.39±1.44
11
4.2
39
14.8
213 81.0
263
100
-1.07±1.15

Perempuan
n
%
5
1.9
22
8.3
191 72.3
24
9.1
22
8.3
264
100
-0.21±1.38
12
4.5
41
15.5
211 79.9
264
100
-0.94±1.23

Nilai signifikansi uji beda T, signifikan jika p < 0.05;
signifikan jika p < 0.05.

b

Total
n
%
9
1.7
46
8.7
373 70.8
57
10.8
42
8.0
527
100
-0.3±1.41
23
4.4
80
15.2
424 80.5
527
100
-1.01±1.19

Uji beda
p=0.05b

p=0.229a

Nilai signifikansi uji Mann-Whitney,

Salah satu aspek penting yang menjadi perhatian utama dalam kehidupan
anak adalah pertumbuhan. Supariasa et al. (2001) menjelaskan bahwa
pertumbuhan merupakan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, dan fungsi baik
pada tingkat sel, organ, maupun individu yang diukur dengan ukuran berat (gram,
kilo gram), ukuran panjang (centimeter, meter), umur tulang, dan keseimbangan
metabolik. Tinggi badan dalam keadaan normal bertambah seiring dengan
bertambahnya usia. Oleh karena itu indeks TB/U merupakan indikator masalah
gizi yang bersifat kronis atau jangka panjang. Sebagian besar contoh (80.5%)
memiliki status gizi TB/U tergolong normal, dengan proporsi contoh laki-laki
relatif sama dengan contoh perempuan yaitu 81.0% dan 79.9% (Tabel 10).
Proporsi contoh yang berstatus gizi sangat pendek antara contoh laki-laki dan
perempuan juga relatif sama yaitu 4.2% dan 4.5%, sedangkan untuk status gizi

16
contoh yang termasuk kategori pendek lebih banyak pada perempuan (15.5%)
daripada laki-laki (14.8%). Hasil uji beda T menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara status gizi TB/U contoh laki-laki dan perempuan
(p=0.229).
Asupan Energi dan Zat Gizi
Asupan energi
Energi merupakan suatu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan
suhu dan kegiatan fisik (Hardinsyah & Tambunan 2004). Hasil analisis
menunjukkan rata-rata asupan energi contoh per hari secara keseluruhan adalah
1763.0±587.2 kkal dengan asupan contoh perempuan lebih tinggi 1822.0 ± 587.2
kkal daripada laki-laki 1703.0 ± 582.2, nilai ini sedikit dibawah angka kecukupan
energi yang dianjurkan untuk anak sekolah.
Angka kecukupan energi untuk anak berusia 9 tahun sebesar 1 850 kkal.
Angka kecukupan energi anak laki-laki usia 10−12 tahun sebesar 2 100 kkal, usia
13−15 tahun 2 475 kkal, sedangkan angka kecukupan energi untuk anak
perempuan usia 10−12 tahun sebesar 2 000 kkal, usia 13−15 tahun 2 125 kkal.
Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan energi contoh disajikan pada
Tabel 11.
Tabel 11 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan energi contoh
Rata-rata ± SD
Laki-laki
Perempuan
Asupan (g/hari)
1703.0 ± 582.2
1822.0 ± 587.2
Kebutuhan (g/hari)
1888.9 ± 320.6
1805.6 ± 305.0
Tingkat Kecukupan (%) 86.9 ± 32.7
101.3 ± 39.1
Energi

Total
1763.0 ± 587.2
1805.6 ± 316.6
93.3 ± 36.1

Hasil penelitian Masti (2009) yang membandingkan rata-rata asupan
energi SD swasta dan SD negeri di Kota Bogor menunjukkan hasil serupa, ratarata asupan energi siswa SD Swasta dan SD negeri berturut-turut yaitu 1 679
kkal/hari dan 1 546 kkal/hari. Hasil uji beda T menunjukkan terdapat perbedaan
yang signifikan antara asupan energi laki-laki maupun perempuan (p=0.020). Hal
ini diduga akibat dari baik frekuensi maupun jumlah makanan yang dikonsumsi
contoh laki-laki dan perempuan berbeda. Asupan energi yang telah dihitung
kemudian dibandingkan dengan kebutuhan contoh sehinggga didapatkan tingkat
kecukupan energi contoh. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi
disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan jenis kelamin
Tingkat Kecukupan
Energi (%AKG)
Defisit Berat
Defisit Sedang
Defisit Ringan
Normal
Lebih
Total

Laki-laki
n
69
37
31
83
43
263

%
26.2
14.1
11.8
31.6
16.3
100

Perempuan
n
%
43
16.3
30
11.4
31
11.7
73
27.7
87
33.0
264
100

Total
n
112
67
62
156
130
527

%
21.3
12.7
11.8
29.6
24.7
100

17
Berdasarkan Tabel 12 didapatkan bahwa sebagian besar contoh tingkat
kecukupan energi termasuk dalam kategori normal (29.6%) selebihnya defisit
berat sebanyak 21.3%, defisit sedang 12.7%, defisit ringan 11.8% dan lebih
24,7%. Tingkat kecukupan energi yang berlebih banyak terdapat pada contoh
perempuan daripada laki-laki. Masih banyak contoh yang tingkat pemenuhan
kecukupan energi kurang baik. Total contoh yang masuk dalam kategori tingkat
kecukupan defisit baik berat, sedang maupun ringan sebesar 45.8%. Keadaan
tersebut diduga konsumsi pangan contoh pada saat dilakukan recall dalam jumlah
yang sedikit.Terdapat juga contoh yang termasuk kategori tingkat kecukupan
lebih. Asupan energi yang berlebihan akan tertimbun di dalam tubuh, terutama
dalam jaringan adiposa dalam bentuk lemak yang dapat menimbulkan obesitas
dan pada akhirnya akan menyebabkan resistensi insulin dan sindrom metabolik
(Gross et al. 2004).
Asupan Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh; karena selain
sebagai sumber energi, protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat
pengatur di dalam tubuh. Selain zat pembangun, fungsi utama protein bagi tubuh
yaitu membentuk jaringan baru (Muchtadi 2008). Berdasarkan Angka Kecukupan
Gizi (AKG) tahun 2012, diketahui angka kecukupan protein untuk laki-laki usia
9−13 tahun adalah 49−72 g/hari sedangkan untuk perempuan usia 9−13 tahun
adalah 49−69 g/hari. Rata-rata asupan protein contoh secara keseluruhan yaitu
52.4 ± 20.2 g/hari. Asupan protein perempuan 53.9 ± 19.3 g/hari relatif sama
dengan contoh laki-laki 50.9 ± 21.1 g/hari. Hasil uji beda T menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan protein laki-laki maupun
perempuan (p=0.094).
Tabel 13 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan protein contoh
Rata-rata ± SD
Laki-laki
Perempuan
Asupan (g/hari)
50.9 ± 21.1 53.9 ± 19.3
Kebutuhan (g/hari)
50.3 ± 8.7
53.1 ± 9.1
Tingkat Kecukupan (%) 103.3 ± 44.3 101.1 ± 40.0
Protein

Total
52.4 ± 20.2
51.7 ± 9.01
103.6 ± 42.2

Asupan protein yang telah dihitung kemudian dibandingkan dengan
kebutuhan contoh sehinggga didapatkan tingkat kecukupan protein contoh.
Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan TKP dan jenis kelamin
Tingkat Kecukupan
Protein (%AKG)
Defisit Berat
Defisit Sedang
Defisit Ringan
Normal
Lebih
Total

Laki-laki
n
%
59
22.4
22
8.4
33
12.5
77
29.3
72
27.4
263
100

Perempuan
n
%
53
20.1
21
8
23
8.7
84
31.8
83
31.4
264
100

Total
n
112
43
56
161
155
527

%
21.3
8.2
10.6
30.6
29.4
100

18
Hasil analisis menunjukkan tingkat kecukupan protein contoh hampir
merata dalam 5 kategori tersebut. Sebagian besar contoh berada pada kategori
tingkat kecukupan normal dan lebih dengan persentase masing-masing yaitu
30.6% dan 29.4%. Terdapat contoh yang pemenuhan kecukupan protein kurang
baik, dibuktikan dengan 21.3% contoh termasuk dalam kategori defisit tingkat
berat, 8.2% termasuk defisit tingkat sedang dan 10.6% termasuk kategori defisit
tingkat ringan. Keadaan tersebut diduga konsumsi pangan contoh pada saat recall
khususnya pangan sumber protein sedikit.
Asupan lemak
Peranan lemak dalam bahan pangan yang utama adalah sebagai sumber
energi. Lemak merupakan sumber energi yang dapat menyediakan energi sekitar
2.25 kali lebih banyak daripada yang diberikan oleh karbohidrat (pati, gula) atau
protein (Muchtadi 2008). Asupan, kebutuhan dan tingkat kecukupan lemak dapat
dilihat pada Tabel 15.