Perbandingan Uji Mastitis IPB-1 dengan Metode Breed untuk Diagnosa Mastitis Subklinis pada Susu Kerbau dan Susu Kambing

PERBANDINGAN UJI MASTITIS IPB-1 DENGAN METODE
BREED UNTUK DIAGNOSA MASTITIS SUBKLINIS
PADA SUSU KERBAU DAN SUSU KAMBING

FAISAL TANJUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Uji
Mastitis IPB-1 dengan Metode Breed untuk Diagnosa Mastitis Subklinis pada
Susu Kerbau dan Susu Kambing adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Faisal Tanjung
NIM B04100128

ABSTRAK
FAISAL TANJUNG. Perbandingan Uji Mastitis IPB-1 dengan Metode Breed
untuk Diagnosa Mastitis Subklinis pada Susu Kerbau dan Susu Kambing.
Dibimbing oleh MIRNAWATI BACHRUM SUDARWANTO dan HERA
MAHESHWARI.

Kejadian mastitis subklinis mengakibatkan turunnya produksi dan kualitas
susu yang tidak hanya terjadi pada sapi perah, tetapi juga pada kerbau dan
kambing perah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan
antara uji mastitis IPB-1 dengan metode Breed untuk diagnosa mastitis subklinis
pada susu kerbau dan susu kambing berdasarkan jumlah sel somatis. Penelitian ini
dilakukan menggunakan 42 sampel susu kerbau Murrah dan 20 sampel susu
kambing dengan metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung
dilakukan menghitung jumlah sel somatis didalam susu menggunakan metode
Breed, sedangkan metode tidak langsung dilakukan melihat reaksi yang terbentuk

antara pereaksi IPB-1 dengan susu. Hasil uji menunjukkan 28 dari 42 sampel
(66.67%) susu kerbau Murrah dan 13 dari 20 sampel susu kambing (65%) yang
diuji dengan metode Breed berasal dari ternak yang mengalami mastitis subklinis
dan dengan uji mastitis IPB-1 menunjukkan 27 dari 42 sampel (64.28%) sampel
susu kerbau Murrah dan 10 dari 20 sampel (50%) susu kambing menunjukkan
reaksi positif. Penelitian ini juga menunjukkan uji mastitis IPB-1 mempunyai
tingkat sensitivitas 96% dan spesifisitas 100% terhadap susu kerbau Murrah dan
sensitivitas 71% dan spesifisitas 100% terhadap susu kambing. Uji mastitis IPB-1
dapat digunakan sebagai uji cepat untuk mendiagnosa mastitis subklinis lebih dini
dengan cepat dan mudah pada susu kerbau Murrah dan susu kambing.
Kata kunci : kambing, kerbau Murrah, mastitis subklinis, metode Breed, uji
mastitis IPB-1

ABSTRACT
FAISAL TANJUNG. The Comparison of IPB-1 Mastitis Test with Breed Method
for Sub-clinical Mastitis Detection on Murrah Buffalo’s Milk and Goat’s Milk.
Supervised by MIRNAWATI BACHRUM SUDARWANTO and HERA
MAHESHWARI.
Sub-clinical mastitis cause decreases in milk production and milk quality. It
is not only happen to milking dairies, but also happens to dairy buffalos and goats.

The objective of this study is to know the differences between IPB-1 mastitis test
(IMT) and Breed method to diagnose sub-clinical mastitis on dairy buffalos and
goats. Fourty two samples of buffalo’s milk and 20 samples of goat’s milk were
used to somatic cell count (SCC) with direct and indirect method. Direct method
was performed by counting the milk’s SCC with Breed method, and indirect
method was performed by observing the reaction between IMT reagent and milk.
The results showed that 28 from 42 samples (66.67%) of buffalo’s milk and 13
from 20 samples (65%) of goat’s milk tested with Breed method came from the

herds which suffered from sub-clinical mastitis and 27 from 42 samples (64.28%)
and 10 from 20 samples (50%) of goat’s milk tested with IMT showed positive
reaction. This research also showed that IMT has sensitivity of 96% and
specivicity of 100% for buffalo’s milk and sensitivity of 71% and specivicity of
100% for goat’s milk. IMT can be used to obtain fast result for sub-clinical
mastitis diagnosis and it is faster and easier for buffalo’s and goat’s milk.
Keywords : Breed method, goat, IPB-1 mastitis test (IMT), Murrah buffalo, subclinial mastitis

PERBANDINGAN UJI MASTITIS IPB-1 DENGAN METODE
BREED UNTUK DIAGNOSA MASTITIS SUBKLINIS
PADA SUSU KERBAU DAN SUSU KAMBING


FAISAL TANJUNG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Perbandingan Uji Mastitis IPB-1 dengan Metode Breed untuk

Diagnosa Mastitis Subklinis pada Susu Kerbau dan Susu
Kambing
: Faisal Tanjung
: B04100128

Disetujui oleh

Prof Dr Drh Mirnawati B. Sudarwanto
Pembimbing I

Dr Drh Hera Maheshwari, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi dengan judul Perbandingan Uji Mastitis IPB-1 dengan
Metode Breed untuk Diagnosa Mastitis Subklinis pada Susu Kerbau dan Susu
Kambing dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr Drh Mirnawati B.
Sudarwanto dan Ibu Dr Drh Hera Maheshwari, MSc selaku dosen pembimbing
atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama
penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
Prof Dr Drh Tutik Wresdiyati, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa FKH IPB. Terimakasih
juga penulis sampaikan kepada Dr med vet Drh Denny W. Lukman, MSi selaku
Kepala Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, Bapak Hendra, dan
rekan penelitian Moh. Adis Mawaddah P.S. atas bantuannya selama penulis
melakukan penelitian. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada sahabat
(Bayu, Dini, Donny, Gamma, Ghina, Hadyan, Harini, Iwan, Laras, Nurul Hafsari,
Nurul Chotimah, Nur Hasrena, Risti, Sheanie, Shovia) dan teman-teman
Acromion (Angkatan 47 FKH IPB) atas segala bantuan, persahabatan, dan
kebersamaan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Cecep
Saprudin, ibu Siti Rubaeah, serta adik Puspa Tanjung Sari dan Diana Tanjung Sari,
atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kesalahan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sebagai evaluasi bagi penulis. Terlepas dari kekurangan yang ada penulis berharap
skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2014
Faisal Tanjung

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2


Susu

2

Komposisi Susu Kerbau Murrah

2

Komposisi Susu Kambing

3

Mastitis

4

Sel Somatis

5


Pengujian Mastitis Menggunakan Uji Mastitis IPB-1 dan Metode Breed

5

METODE

6

Waktu dan Tempat Penelitian

6

Bahan

6

Alat

7


Metode

7

Analisis Statistik

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Tingkat Kejadian Mastitis Subklinis pada Kerbau Murrah dan Kambing
Berdasarkan Uji Mastitis IPB-1 dan Metode Breed

8

Sensitivitas dan Spesifisitas Uji Mastitis IPB-1 terhadap Jumlah Sel
Somatis Menggunakan Metode Breed pada Susu Kerbau Murrah dan
Susu Kambing

12

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11

12
13
14
15

Komposisi susu kerbau Murrah
Perbandingan daya produksi susu kerbau lumpur dan kerbau sungai
Perbandingan kualitas susu kerbau dan susu sapi
Perbandingan komposisi susu kambing dan susu sapi
Pengaruh jumlah sel somatis terhadap produksi susu sapi
Pengaruh jumlah sel somatis terhadap kualitas susu sapi
Hubungan tingkat kekentalan terhadap perkiraan jumlah sel somatis/ml
Tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis (metode
Breed) pada susu kerbau Murrah (n=42)
Tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis (metode
Breed) pada susu kambing (n=20)
Nilai minimum, kuartil kedua, dan nilai maksimum dari jumlah sel
somatis yang dihubungkan dengan tingkat reaksi uji mastitis IPB-1
pada susu kerbau Murrah
Nilai minimum, kuartil kedua, dan nilai maksimum dari jumlah sel
somatis yang dihubungkan dengan tingkat reaksi uji mastitis IPB-1
pada susu kambing
Hubungan antara tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel
somatis pada susu kerbau Murrah (n=42)
Hubungan antara tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel
somatis pada susu kambing (n=20)
Penentuan nilai mastitis subklinis berdasarkan uji mastitis IPB-1 dan
jumlah sel somatis pada susu kerbau Murrah (n=42)
Penentuan nilai mastitis subklinis berdasarkan uji mastitis IPB-1 dan
jumlah sel somatis pada susu kambing (n=20)

3
3
3
4
5
5
6
9
9

9

10
11
11
12
12

DAFTAR GAMBAR
1 Hubungan antara tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel
somatis metode Breed pada susu kerbau Murrah dan susu kambing

10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Uji Mastitis IPB-1 dan metode Breed pada susu kerbau Murrah
dan susu kambing
2 Tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis (metode
Breed) pada susu kerbau Murrah (n=42)
3 Tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis (metode
Breed) pada susu kambing (n=20)

16
19
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu merupakan bahan pangan yang mengandung nilai gizi tinggi yang
dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan manusia akan susu semakin meningkat
seiring dengan kesadaran manusia untuk mendapat gizi yang baik. Seluruh
kandungan dalam susu dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh manusia. Susu
segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sehat dan bersih, yang diperoleh
dengan cara pemerahan yang benar, kandungan alaminya tidak dikurangi atau
ditambah sesuatu apapun kecuali pendinginan (SNI 3141.1:2011 tentang Susu
Segar). Susu yang umum dikonsumsi manusia adalah susu sapi karena mudah
ditemukan dalam berbagai produk susu olahan dengan harga yang relatif
terjangkau. Beberapa ternak lain yang susunya dapat dimanfaatkan untuk
konsumsi manusia contohnya susu kerbau dan susu kambing yang memiliki
kandungan gizi yang tidak kalah penting dibandingkan susu sapi. Kebutuhan gizi
pada setiap hewan berbeda sehingga kandungan susu yang dihasilkan dari setiap
hewan juga tidak sama.
Potensi pengembangan ternak kerbau dan kambing sebagai penghasil susu
dapat dijadikan alternatif pengganti susu sapi, terutama bagi orang yang alergi
terhadap susu sapi. Beternak kerbau perah dapat menjadi sumber pendapatan yang
berarti bagi peternak pedesaan di Indonesia. Selama ini usaha peternakan kerbau
perah hanya dijadikan pekerjaan sambilan oleh petani yang memeliharanya.
Kerbau perah sudah banyak dipelihara oleh masyarakat di wilayah Sumatera
Utara untuk diambil susunya. Kerbau Murrah (Bubalus bubalis) merupakan salah
satu jenis kerbau perah yang dipelihara di daerah ini. Kerbau jenis ini awalnya
didatangkan dari India pada masa penjajahan Belanda. Susu yang dihasilkan oleh
kerbau Murrah lebih banyak dibanding kerbau jenis lainnya sehingga merupakan
kerbau perah utama di dunia. Usaha peternakan kerbau perah di Sumatera Utara
sudah lama dilakukan oleh penduduk pedesaan dengan cara pemeliharaan dan
perawatan yang masih bersifat tradisional menggunakan tenaga manusia sehingga
produksi susu kerbau terhambat untuk berkembang.
Kambing perah relatif lebih mudah dipelihara dibandingkan dengan sapi
karena ukurannya yang hanya sepersepuluh sapi dan mampu mengonsumsi
berbagai macam pakan. Kambing perah dapat dipelihara baik dalam skala kecil
untuk keperluan rumah tangga maupun skala industri sebagai peternakan besar.
Susu kambing banyak diminati masyarakat karena rasanya yang enak, sedikit
manis, dan berlemak. Sebagian besar konsumen mengonsumsi susu kambing
dengan alasan kesehatan dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Apabila
diolah dan ditangani dengan baik susu kambing tidak akan menimbulkan bau khas
kambing. Banyak orang mengonsumsi susu kambing karena alergi terhadap susu
sapi sehingga potensi untuk pengembangan usaha susu kambing menjadi lebih
baik.
Kendala dalam usaha peningkatan dan pengembangan produksi susu adalah
kejadian penyakit mastitis subklinis. Penyakit ini mengakibatkan turunnya
produksi dan kualitas susu. Usaha untuk memperbaiki mutu ternak kerbau dan

2
kambing sebagai penghasil susu perlu dilakukan agar dapat diperoleh produksi
susu yang banyak dengan kualitas yang baik.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara uji mastitis
IPB-1 dengan metode Breed untuk diagnosa mastitis subklinis pada susu kerbau
dan susu kambing berdasarkan jumlah sel somatis.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat tingkat kejadian mastitis subklinis
pada kerbau Murrah di Deli Serdang, Sumatera Utara dan kambing perah di
Bogor. Penelitian ini juga dilakukan untuk memberikan informasi mengenai
potensi kerbau Murrah dan kambing sebagai penghasil susu. Selain itu,
memberikan manfaat kepada peternak kerbau Murrah di Deli Serdang, Sumatera
Utara dan peternak kambing di Bogor sebagai pertimbangan untuk dilakukan
peningkatan penyuluhan dan pelatihan sehingga dapat mengurangi kejadian
mastitis subklinis serta pencegahan lebih dini kejadian mastitis subklinis.

TINJAUAN PUSTAKA
Susu
Definisi susu segar menurut SNI Nomor 3141.1 Tahun 2011 tentang Susu
Segar adalah cairan yang berasal dari ambing sehat dan bersih yang diperoleh
dengan cara pemerahan benar, yang kandungan alamiahnya tidak dikurangi atau
ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali
pendinginan (BSN 2011). Komponen susu terbesar adalah air yang berfungsi
sebagai bahan pelarut. Air dalam susu diperoleh dari cairan dalam darah melalui
proses selektif permeabel oleh sel epitel selapis alveolus.

Komposisi Susu Kerbau Murrah
Secara umum, komposisi susu kerbau sama dengan susu sapi atau ternak
ruminansia lainnya hanya proporsinya yang berbeda-beda, yaitu mengandung air,
protein, lemak, laktosa, vitamin, dan mineral. Susu kerbau mudah dikenali karena
lebih kaya lemak, molekul lemak susunya lebih kecil, dan membentuk emulsi
dalam susu serta warnanya memiliki ciri khas lebih putih dibanding dengan susu
sapi karena ketiadaan karoten (Murti 2002). Lemaknya lebih mudah dicerna dan
mengandung mineral yang lengkap. Kandungan lemak susu kerbau (butterfat)
lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi yaitu mencapai 15% (Williamson et al.
1968). Curd proteinnya lebih lunak sehingga memungkinkan untuk dibuat keju.

3
Untuk membuat 1 kg keju dibutuhkan 8 kg susu sapi, tetapi menggunakan susu
kerbau cukup 5 kg saja. Dengan kata lain, secara komersial pemasaran susu
kerbau merupakan potensi yang tidak bisa diabaikan (Hasinah dan Haniwirawan
2007).
Jumlah produksi susu kerbau tidak sebanyak produksi susu sapi, namun
secara kualitas susu kerbau lebih baik dibandingkan susu sapi (Bahri et al. 2007).
Kerbau yang diternakkan sebagai kerbau perah di Deli Serdang, Sumatera Barat
yaitu kerbau sungai spesies kerbau Murrah. Kerbau Murrah mempunyai
kemampuan produksi susu yang lebih baik dari kerbau lumpur. Komposisi susu
kerbau Murrah dapat dilihat pada Tabel 1, perbandingan daya produksi susu
kerbau lumpur dan kerbau sungai dapat dilihat pada Tabel 2, dan perbandingan
komposisi susu kerbau dan susu sapi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 1 Komposisi susu kerbau Murrah
Komposisi

Persentase Komposisi

Lemak
Protein
Laktose
Abu / mineral
Bahan kering tanpa lemak (BKTL)
Air

7.4
3.8
4.9
0.78
9.5
83.1

Sumber: Warner (1976)

Tabel 2 Perbandingan daya produksi susu kerbau lumpur dan kerbau sungai
Kriteria
Laju pertumbuhan anak kerbau (kg per hari)
Lama laktasi (hari)
Produksi susu (liter per hari)

Kerbau Lumpur
0.4-0.8
236-277
1.0-2.5

Kerbau Sungai
0.4-0.7
240-300
4.0-15.0

Sumber: Bahri et al. (2007)

Tabel 3 Perbandingan komposisi susu kerbau dan susu sapi
Ternak
Kerbau Sungai
Kerbau Lumpur
Sapi Holstein
Sapi Zebu

Bahan Kering
17.96
18.34
12.50
12.45

Lemak
7.45
8.95
3.60
4.97

Protein
4.36
4.18
3.25
3.18

Laktosa
4.83
4.78
4.60
4.59

Sumber: Bahri et al. (2007)

Komposisi Susu Kambing
Keistimewaan susu kambing dibandingkan dengan susu sapi, yaitu: (1) kaya
protein, enzim, mineral, vitamin A, dan vitamin B (riboflavin). Beberapa jenis
enzim yang terdapat dalam susu kambing antara lain ribonuklease, alkalin
fosfatase, lipase, dan xantin oksidase. Susu kambing juga mengandung beberapa
mineral, yaitu kalsium, kalium, magnesium, fosfor, klorin, dan mangan, (2) susu
kambing mengandung antiartritis (inflamasi sendi), (3) mempunyai khasiat untuk
mengobati demam kuning, penyakit kulit, gastritis, asma, dan insomnia, (4)
molekul lemaknya kecil sehingga mudah dicerna, dan (5) bisa disimpan di tempat
dingin tanpa mengubah kualitas dan khasiatnya (Budiana dan Susanto 2005).

4
Bila ditinjau dari nilai gizinya, susu kambing mengandung protein dan
lemak mendekati susu sapi. Sejauh ini susu kambing tidak menyebabkan alergi
pada orang yang alergi meminum susu sapi sehingga dapat dijadikan alternatif
pengganti susu sapi. Jumlah sel somatis pada susu kambing sehat berkisar antara
270 000-2 000 000 sel/ml (Souza et al. 2012). Perbandingan komposisi susu
kambing dan susu sapi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan komposisi susu kambing dan susu sapi
Nilai Gizi
Air
Laktosa
Energi (kkal)
Lemak (g)
Protein (g)
Kalsium (Ca) (mg)
Phospor (P) (mg)
Besi (Fe) (mg)
Vitamin A (IU)
Vit B-12 (mg)

Susu Kambing
87.5
4.6
67.0
4.0-7.3
3.3-4.9
129
106
0.05
185
0.07

Susu Sapi
87.2
4.7
66.0
3.7
3.3
117
151
0.05
138
0.36

Sumber: Budiana dan Susanto (2005)

Mastitis
Penyakit radang ambing atau dikenal dengan mastitis merupakan
peradangan pada jaringan interna ambing yang ditandai dengan perubahan
kualitas maupun perubahan produksi susu (Tyler dan Ensminger 1993). Susu yang
dihasilkan hewan ternak penderita mastitis mengalami perubahan fisik dan kimia.
Perubahan secara fisik antara lain perubahan warna, bau, rasa, dan konsistensi.
Perubahan secara kimiawi ditandai penurunan jumlah kasein dan laktosa
(Subronto 2003). Mastitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri
Staphylococcus sp., Streptococcus sp., dan Coliform. Agen utama penyebab
mastitis pada sapi perah dan kambing adalah Staphylococcus aureus (Prasetyo et
al. 2013). Bakteri masuk ke dalam ambing melalui lubang puting dan
menyebabkan peradangan di ambing (Schroeder 1997). Menurut Prasetyo et al.
(2013), semakin besar diameter lubang puting maka semakin parah kejadian
mastitisnya karena lubang puting yang besar memudahkan mikroorganisme
patogen masuk ke dalam puting dan ambing.
Berdasarkan peristiwa terjadinya, mastitis terbagi menjadi tiga, yaitu
mastitis klinis, mastitis subklinis, dan mastitis non-spesifik (Sudarwanto 1999).
Pada kasus mastitis klinis, gejala perubahan fisik dan kimia dari susu dan ambing
terlihat secara langsung. Ditemukan reaksi peradangan pada ambing berupa merah,
panas, bengkak, fungsi abnormal, dan timbul rasa sakit saat ambing dipalpasi.
Sedangkan pada kejadian mastitis subklinis yaitu bentuk peradangan pada ambing
yang tidak menampakkan tanda klinis dan tidak menunjukkan perubahan fisik
pada susu sehingga sulit dideteksi. Kejadian mastitis yang terjadi sebagian besar
adalah mastitis subklinis sehingga dikenal dengan fenomena gunung es. Kualitas
dan kuantitas susu yang dihasilkan menurun serta ditemukannya mikroorganisme
patogen pada susu. Mastitis non-spesifik adalah kejadian mastitis yang terjadi
akibat trauma pada ambing. Kerugian yang terjadi akibat mastitis antara lain:

5
penurunan produksi susu per kuartir per hari antara 9-45.5%, penurunan kualitas
susu yang mengakibatkan penolakan susu mencapai 30-40% dan penurunan
kualitas hasil olahan susu, peningkatan biaya perawatan dan pengobatan, serta
pengafkiran ternak lebih awal (Sudarwanto dan Sudarnika 2008). Insidensi
mastitis pada sapi perah di Indonesia sangat tinggi yaitu mencapai 85% dan
sebagian besar merupakan infeksi yang bersifat subklinis (Poeloengan 2009).
Menurut Guha et al. (2010) prevalensi mastitis subklinis pada kerbau 63.3%,
sedangkan berdasarkan jumlah sel somatis dalam susu maka prevalensi mastitis
subklinis pada kambing berkisar antara 9-50% (Sanchez et al. 2007).
Sel Somatis
Kejadian mastitis dapat didiagnosa dengan menghitung jumlah sel somatis
yang terdapat dalam susu. Sel somatis merupakan kumpulan sel yang terdiri dari
sel limfosit, neutrofil, monosit, makrofag, reruntuhan sel epitel, sel plasma, dan
colostrum corpuscle. Sel somatis normal berada di dalam susu segar dalam jumlah
tertentu. Peningkatan jumlah sel somatis dapat menandakan terjadinya infeksi
pada ambing. Jumlah sel somatis yang tinggi mengakibatkan turunnya kualitas
susu akibat aktifitas enzimatis, yaitu protease dan lipase. Aktifitas enzimatis
menyebabkan penurunan kualitas produk keju, menurunnya daya tahan susu
pasteurisasi, perubahan produksi asam pada produk-produk susu fermentasi,
produk mentega menjadi tengik, dan adanya perubahan rasa pada sebagian produk
olahan (Lukman et al. 2009). Hubungan antara jumlah sel somatis terhadap
produksi dan kualitas susu sapi dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 5 Pengaruh jumlah sel somatis terhadap produksi susu sapi
Jumlah sel somatis/ml
5 × 105–1 × 106
1 × 106–5 × 106
> 5 × 106

Penurunan produksi susu
10%
24.6%
37.5%

Sumber: Lukman et al. (2009)

Tabel 6 Pengaruh jumlah sel somatis terhadap kualitas susu sapi
Jumlah sel somatis/ml
< 1.25×105
1.25 × 105–2.5 × 105
2.5 × 105–3.75 × 105
3.75 × 105–5 × 105
> 5 × 105

Penilaian
Baik sekali
Baik
Cukup
Kurang
Jelek

Sumber: Tolle et al. (1977) yang diacu dalam Sudarwanto et al. (1984)

Pengujian Mastitis Menggunakan Uji Mastitis IPB-1 dan Metode Breed
Mastitis dapat dicegah dengan melakukan teknik deteksi lebih dini terutama
untuk mastitis subklinis (Sudarwanto 1998). Deteksi mastitis subklinis dilakukan
dengan menghitung jumlah sel somatis dalam satu ml susu dan pemeriksaan
mikroorganisma patogen. Jumlah sel somatis dapat dihitung dengan cara langsung
atau tidak langsung. Perhitungan jumlah sel somatis secara langsung

6
menggunakan metode Breed yaitu menghitung jumlah sel somatis dalam 0.01 ml
susu yang telah diwarnai menggunakan pewarna Breed (methylen blue Löffler)
(Lukman et al. 2012). Metode Breed merupakan golden standard yang digunakan
untuk mendiagnosa kejadian mastitis subklinis.
Jumlah sel somatis yang dihitung secara tidak langsung berdasarkan reaksi
kimia yang terjadi antara pereaksi dengan susu, metode yang sering digunakan
antara lain: California mastitis test (CMT), Aulendorfer Mastitis Probe (AMP),
Whiteside test (WST), dan IPB-1 mastitis test (Lukman et al. 2012). Kelebihan
pengujian secara tidak langsung adalah hasil yang diperoleh lebih cepat diketahui
sehingga waktu untuk pengujian singkat. Pemeriksaan susu secara tidak langsung
sangat membantu untuk pemeriksaan contoh susu dalam jumlah besar dan
pemeriksaan teratur di lapangan (Sukada 1996). Sudarwanto (1993) melakukan
pengembangan lebih lanjut dari pereaksi AMP dan CMT dan menghasilkan uji
mastitis IPB-1. Prinsip kerja uji mastitis IPB-1 berdasarkan pada pereaksi IPB-1
akan bereaksi dengan DNA dari inti sel somatis, sehingga terbentuk massa kental
seperti gelatin. Makin kental massa yang terbentuk, maka makin tinggi tingkat
reaksinya, dan berarti semakin tinggi jumlah sel somatisnya (Lukman et al. 2012).
Hubungan tingkat kekentalan pereaksi terhadap susu dengan jumlah sel somatis
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hubungan tingkat kekentalan terhadap perkiraan jumlah sel somatis/ml
Nilai
Negatif
1
2
3
4

Deskripsi reaksi
Tidak ada gel
Gel yang terbentuk sangat tipis
Gel yang terbentuk agak tebal
Gel yang terbentuk tebal
Gel yang terbentuk sangat kental

Perkiraan jumlah sel/ml
< 2 × 105
5 × 105
1.5 × 105
5 × 106
> 5 × 106

Sumber: Foley et al. (1972)

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel susu kerbau Murrah di
Deli Serdang, Sumatera Utara dan sampel susu kambing individu dari Bogor,
serta pengujian di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Oktober 2013 hingga Desember 2013.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel susu individu
berjumlah 42 sampel yang berasal dari 42 ekor kerbau Murrah dalam periode
laktasi normal dan sampel susu individu berjumlah 20 sampel yang berasal dari 20
ekor kambing dalam periode laktasi normal, alkohol 70%, alkohol 96%, eter

7
akohol, larutan methylen blue Löffler, pereaksi IPB-1, asam borat 1%, dan minyak
emersi.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain tabung sampel susu,
pipet Breed 0.1 ml, kertas cetakan Breed seluas 1 x 1 cm2, gelas objek, ose siku,
mikroskop, paddle, pemanas Bunsen, cool box, ice box, rak tabung sampel, kapas,
dan kertas tisu.
Metode
Sampel Susu
Sampel susu yang digunakan dalam penelitian merupakan sampel susu
individu sebanyak 42 sampel yang diambil dari 42 ekor kerbau Murrah dan
sampel susu individu sebanyak 20 sampel dari 20 ekor kambing. Sampel susu
diambil dari kerbau Murrah dan kambing perah dalam periode laktasi normal.
Cara Pengambilan Sampel Susu
Pengambilan sampel susu dilakukan secara aseptis yaitu ambing kerbau
Murrah dan kambing dibersihkan terlebih dahulu menggunakan lap yang bersih.
Kertas tisu digunakan untuk mengeringkan permukaan ambing kemudian bagian
puting dibersihkan menggunakan kapas yang telah didesinfeksi dengan alkohol
70%. Sampel susu diambil setelah proses pembersihan puting selesai. Sampel
susu dimasukkan ke dalam tabung sampel sebanyak ±50 ml. Sampel susu kerbau
Murrah yang dibawa ditambahkan pengawet asam borat 1% yang berfungsi untuk
mempertahankan kesegaran susu. Tabung sampel yang berisi susu dimasukkan ke
dalam cool box dan dibawa dalam keadaan suhu dingin.
Pemeriksaan Sampel Susu
Pemeriksaan sampel susu untuk diagnosa mastitis subklinis dilakukan
dengan menghitung jumlah sel somatis dalam susu. Jumlah sel somatis dihitung
dengan cara langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan secara langsung dengan
menggunakan metode Breed, yaitu menghitung jumlah sel somatis secara
langsung dengan menggunakan mikroskop dan pemeriksaan tidak langsung
dengan menggunakan uji mastitis IPB-1, yaitu melihat reaksi yang terbentuk
antara reagen IPB-1 dengan susu.
Metode Breed
Metode Breed yang digunakan mengacu pada Lukman et al. (2012). Gelas
objek dibersihkan dengan larutan alkohol 70 % dan diletakkan di atas kertas
cetakan atau pola bujur sangkar seluas 1 x 1 cm2. Susu yang akan diperiksa
dihomogenkan terlebih dahulu, kemudian susu dipipet menggunakan pipet Breed
dan diteteskan sebanyak 0.01 ml susu tepat di atas kotak 1 cm2. Sampel susu
disebar membentuk kotak seluas 1 cm2 menggunakan ose berujung siku. Gelas
objek dikering udarakan selama 5–10 menit selanjutnya difiksasi dengan nyala api
bunsen.

8
Pewarnaan Breed dilakukan setelah sampel susu pada gelas objek kering.
Gelas objek direndam dalam larutan eter alkohol selama 2 menit, lalu gelas objek
diwarnai dengan cara dimasukkan ke dalam larutan methylen blue Löffler selama
1–2 menit. Gelas objek dimasukkan ke dalam larutan alkohol 96% selama ±1
menit untuk menghilangkan sisa zat warna yang melekat. Setelah proses
pewarnaan selesai gelas objek dikeringkan dengan menggunakan kertas saring.
Perhitungan jumlah sel somatis dilakukan setelah preparat kering dengan
menggunakan mikroskop (objektif 100 x) yang sebelumnya diteteskan minyak
emersi. Jumlah sel somatis dihitung dengan menggunakan 10 lapang pandang,
kemudian sel somatis dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah lapang pandang
untuk mengetahui rataan jumlah sel somatis. Setelah mengetahui rataan jumlah sel
somatis dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus:
Jumlah sel somatis = faktor mikroskop (400 000) x rataan jumlah sel somatis.
Uji Mastitis IPB-1
Metode uji mastitis IPB-1 yang digunakan mengacu pada Lukman et al.
(2012). Sebanyak 2 ml sampel susu dimasukkan ke dalam paddle, kemudian
ditambahkan 2 ml pereaksi IPB-1. Campuran sampel susu dan pereaksi IPB-1
dihomogenkan secara horisontal selama 15-30 detik. Hasil dibaca berdasarkan
reaksi yang terjadi, yaitu terbentuknya lendir atau perubahan kekentalan dengan
nilai negatif (-) apabila tetap homogen dan positif (+, ++, +++) apabila terbentuk
lendir atau kental.
Analisis Statistik
Data kejadian penyakit dianalisis dengan melihat tingkat spesifisitas dan
sensitivitas dari setiap uji berdasarkan pada jumlah sel somatis menggunakan
metode Breed sebagai metode uji baku. Seluruh data yang diperoleh selanjutnya
dirata-ratakan dan diambil nilai tengah, nilai minimum, dan nilai maksimum. Data
tersebut kemudian dianalisis dengan membandingkan data pada grafik dan tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Kejadian Mastitis Subklinis pada Kerbau Murrah dan Kambing
Berdasarkan Uji Mastitis IPB-1 dan Metode Breed
Hewan penderita mastitis subklinis pada susu yang dihasilkannya
mengandung jumlah sel somatis lebih dari 400 000 sel/ml, ditemukan bakteri
patogen, dan berada pada periode laktasi normal (IDF 1999). Berdasarkan hasil
penelitian dengan menggunakan metode Breed pada susu kerbau Murrah
diperoleh 14 sampel (33.34%) mengandung jumlah sel somatis kurang dari 400
000 sel/ml dan 28 sampel (66.67%) mengandung jumlah sel somatis lebih dari
400 000 sel/ml. Menurut Guha et al. (2010) prevalensi mastitis subklinis pada
kerbau 63.3%. Sedangkan pada susu kambing diperoleh 7 sampel (35%)
mengandung jumlah sel somatis kurang dari 400 000 sel/ml dan 13 sampel (65%)

9
mengandung jumlah sel somatis lebih dari 400 000 sel/ml. Menurut Sanchez et al.
(2007) berdasarkan jumlah sel somatis dalam susu maka prevalensi mastitis
subklinis pada kambing berkisar antara 9-50%, sedangkan hasil penelitian
menunjukkan 65% kambing menderita mastitis subklinis. Perbedaan prevalensi
ini dapat disebabkan sistem manajemen pemeliharaan dan pemerahan yang
berbeda (Suwito dan Indarjulianto 2013).
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji mastitis IPB-1 pada susu
kerbau Murrah diperoleh 15 sampel (35.71%) menunjukkan reaksi negatif mastitis
subklinis dan 27 sampel (64.28%) menunjukkan reaksi positif mastitis subklinis,
dengan perincian 7 sampel (16.67%) menunjukkan reaksi positif satu (+1), 9
sampel (21.42%) menunjukkan reaksi positif dua (+2) dan 11 sampel (26.19%)
yang menunjukkan positif tiga (+3). Sedangkan pada susu kambing diperoleh 10
sampel (50%) menunjukkan reaksi negatif mastitis subklinis dan 10 sampel (50%)
menunjukkan reaksi positif mastitis subklinis dengan perincian 9 sampel (45%)
menunjukkan reaksi positif satu (+1), 1 sampel (5%) menunjukkan reaksi positif
dua (+2) dan tidak ada sampel yang menunjukkan positif tiga (+3).
Uji mastitis IPB-1 dengan metode Breed dapat dihubungkan berdasarkan
pada pengelompokan hasil reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis
yang dihitung. Hubungan jumlah tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah
sel somatis dapat dilihat pada Tabel 8 (susu kerbau Murrah) dan Tabel 9 (susu
kambing).
Tabel 8 Tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis (metode
Breed) pada susu kerbau Murrah (n=42)
Tingkat reaksi

Uji mastitis IPB-1

Metode Breed

+
++
+++

15
7
9
11

120 000-880 000
800 000-2 160 000
520 000-1 720 000
560 000-3 960 000

Tabel 9 Tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis (metode
Breed) pada susu kambing (n=20)
Tingkat reaksi

Uji mastitis IPB-1

Metode Breed

+
++
+++

10
9
1
0

80 000-1 200 000
640 000-2 440 000
1 600 000-1 600 000
0

Tabel 10 Nilai minimum, kuartil kedua, dan nilai maksimum dari jumlah sel
somatis yang dihubungkan dengan tingkat reaksi uji mastitis IPB-1
pada susu kerbau Murrah
Uji mastitis IPB-1
+
++
+++

Minimum
120 000
800 000
520 000
560 000

Sel somatis/ml
Q2
290 000
1 300 000
1 000 000
1 560 000

Maksimum
880 000
2 160 000
1 720 000
3 960 000

10
Tabel 11 Nilai minimum, kuartil kedua, dan nilai maksimum dari jumlah sel
somatis yang dihubungkan dengan tingkat reaksi uji mastitis IPB-1
pada susu kambing
Uji mastitis IPB-1
+
++
+++

Minimum
80 000
640 000
1 600 000
-

Sel somatis/ml
Q2
660 000
1 360 000
1 600 000
-

Maksimum
1 200 000
2 440 000
1 600 000
-

Jumlah sel somatis/ml

Pada Tabel 10 dan Tabel 11 dapat dilihat hubungan antara uji masitis IPB-1
dengan jumlah sel somatis yang dihitung menggunakan metode Breed. Pada susu
kerbau Murrah hasil uji mastitis IPB-1 negatif (-) diperoleh nilai kuartil kedua
sebesar 290 000, sedangkan pada positif satu (+1), positif dua (+2), dan positif
tiga (+3) nilai kuartil kedua diperoleh masing-masing sebesar 1 300 000, 1 000
000, dan 1 560 000. Pada susu kambing hasil uji mastitis IPB-1 negatif (-)
diperoleh nilai kuartil kedua sebesar 660 000, sedangkan pada positif satu (+1),
positif dua (+2), dan positif tiga (+3) nilai kuartil kedua diperoleh masing-masing
sebesar 1 360 000, 1 600 000, dan 0 karena tidak ada hasil uji yang menunjukkan
positif tiga (+3). Peningkatan nilai kuartil kedua menunjukkan bahwa peningkatan
hasil reaksi uji mastitis IPB-1 berbanding lurus dengan peningkatan jumlah sel
somatis, tetapi pada kerbau Murrah nilai kuartil dua pada uji mastitis IPB-1
dengan hasil positif satu (+) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kuartil positif
dua (+2). Hal ini kemungkinan disebabkan jumlah sampel yang terlalu sedikit
sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
banyak. Hasil perbandingan grafik hubungan tingkat reaksi uji mastitis IPB-1
dengan metode Breed pada susu kerbau Murrah dan susu kambing dapat dilihat
bahwa peningkatan reaksi uji mastitis IPB-1 berbanding lurus terhadap jumlah sel
somatis yang dihitung dengan menggunakan metode Breed (Gambar 1).
4500000
4000000
3500000
3000000
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
0

Uji mastitis IPB-1

Gambar 1 Hubungan antara tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel
somatis metode Breed pada susu kerbau Murrah dan susu Kambing

11
Tabel 12 Hubungan antara tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel
somatis pada susu kerbau Murrah (n=42)
Metode Breed
Jumlah sel somatis x1000
0-250
251-500
501-750
751-1 000
1 001-5 000
> 5 000
Jumlah

6
8
0
1
0
0
15

Pemeriksaan uji mastitis IPB-1
+
++
+++
0
0
0
0
0
0
0
5
1
3
1
3
4
3
7
0
0
0
7
9
11

Tabel 13 Hubungan antara tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel
somatis pada susu kambing (n=20)
Metode Breed
Jumlah sel somatis x1000
0-250
251-500
501-750
751-1 000
1 001-5 000
> 5 000
Jumlah

2
5
0
2
1
0
10

Pemeriksaan uji mastitis IPB-1
+
++
+++
0
0
0
0
0
0
1
0
0
3
0
0
5
1
0
0
0
0
9
1
0

Hubungan antara tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis
metode Breed ditunjukkan pada Tabel 12 (susu kerbau Murrah) dan Tabel 13
(susu kambing) dengan pengelompokkan batas jumlah sel somatis mengacu pada
Sudarwanto (1998). Hasil uji mastitis IPB-1 yang menunjukkan reaksi negatif (-)
terdapat pada rentang jumlah sel somatis 251 000-500 000 pada susu kerbau
Murrah sebanyak 8 sampel (53.33%) dan pada susu kambing sebanyak 5 sampel
(50%). Hasil perbandingan ini menunjukkan bahwa uji mastitis IPB-1 dapat
memberikan reaksi negatif (-) pada kerbau Murrah dan kambing yang tidak
mengalami mastitis subklinis. Hasil reaksi positif satu (+1) pada rentang jumlah
sel somatis 1 001 000-5 000 000 yang diperoleh pada susu kerbau Murrah
sebanyak 4 sampel (57.14%) dan pada susu kambing sebanyak 5 sampel
(71.43%). Hasil reaksi positif dua (+2) diperoleh pada susu kerbau Murrah 5
sampel (55.56%) pada rentang 501 000-750 000 dan pada susu kambing 1 sampel
(100%) pada rentang 1 001 000-5 000 000. Hasil reaksi positif tiga (+3) diperoleh
pada susu kerbau Murrah sebanyak 7 sampel (63.63%) pada rentang 1 001 000-5
000 000 dan pada susu kambing tidak ada sampel yang menunjukkan reaksi
positif tiga (+3).
Menurut IDF (1999) jumlah sel somatis kurang dari 400 000 sel/ml maka
susu diperoleh bukan dari hewan yang menderita mastitis subklinis. Hasil
perbandingan hubungan antara tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dan jumlah sel
somatis menunjukkan hasil positif uji mastitis IPB-1 memiliki jumlah sel somatis
lebih dari 400 000 sel/ml susu. Hal ini menunjukkan uji mastitis IPB-1 dapat
mendiagnosa mastitis subklinis sesuai dengan batas minimum jumlah sel somatis
dalam susu yang ditentukan oleh IDF.

12
Sensitivitas dan Spesifisitas Uji Mastitis IPB-1 terhadap Jumlah Sel Somatis
Menggunakan Metode Breed pada Susu Kerbau Murrah dan Susu Kambing
Pengukuran sensitivitas dan spesifisitas dilakukan dengan membandingkan
hasil uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis menggunakan metode Breed
sebagai uji baku atau golden standard. Hasil yang diperoleh berdasarkan Tabel 14
dan Tabel 15, pada susu kerbau Murrah sebanyak 27 sampel (64.28%) berasal dari
susu individu kerbau Murrah yang menderita mastitis subklinis dan 15 sampel
(35.71%) menunjukkan reaksi negatif (-) dengan menggunakan uji mastitis IPB-1,
sedangkan pada susu kambing sebanyak 10 sampel (50%) berasal dari susu
individu kambing yang menderita mastitis subklinis dan 10 sampel (50%)
menunjukkan reaksi negatif (-) dengan menggunakan uji mastitis IPB-1.
Perhitungan jumlah sel somatis secara langsung menggunakan metode Breed
(golden standard) diperoleh, pada susu kerbau Murrah sebanyak 28 sampel
(66.67%) berasal dari susu individu kerbau Murrah yang menderita mastitis
subklinis dan 14 sampel (33.34%) menunjukkan reaksi negatif (-) dengan
menggunakan uji mastitis IPB-1, sedangkan pada susu kambing sebanyak 14
sampel (70%) berasal dari susu individu kambing yang menderita mastitis
subklinis dan 6 sampel (30%) menunjukkan reaksi negatif (-) dengan
menggunakan uji mastitis IPB-1.
Tabel 14 Penentuan nilai mastitis subklinis berdasarkan uji mastitis IPB-1 dan
jumlah sel somatis pada susu kerbau Murrah (n=42)
IPB-1
+
Jumlah

Jumlah sel somatis
+ (≥4x105 sel/ml)
- (≤4x105 sel/ml)
27
0
1
14
28
14

Jumlah
27
15
42

Sensitivitas = 96%
Spesifisitas = 100%
Predictive value:
Positif uji = 100%
Negatif uji = 93%

Tabel 15 Penentuan nilai mastitis subklinis berdasarkan uji mastitis IPB-1 dan
jumlah sel somatis pada susu kambing (n=20)
IPB-1
+
Jumlah

Jumlah sel somatis
+ (≥4x105 sel/ml)
- (≤4x105 sel/ml)
10
0
4
6
14
6

Jumlah
10
10
20

Sensitivitas = 71%
Spesifisitas = 100%
Predictive value:
Positif uji = 100%
Negatif uji = 60%

Uji mastitis IPB-1 menunjukkan hasil pengujian yang hampir sama dengan
jumlah sel somatis (metode Breed) yang bisa dilihat dari nilai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi, yaitu sebesar 96% dan 100% pada susu kerbau Murrah,
sedangkan 71% dan 100% pada susu kambing. Berdasarkan hasil penelitian

13
Sudarwanto (1998) pereaksi IPB-1 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan uji CMT, WST, AMP mod-1 dan AMP mod-2,
yaitu sebesar 99% dan 92% terhadap susu sapi. Uji sensitivitas menunjukkan
kemampuan uji masitis IPB-1 untuk memperlihatkan hasil positif pada kerbau
Murrah dan kambing yang benar-benar menderita mastitis subklinis. Uji
spesifisitas menunjukkan kemampuan uji mastitis IPB-1 untuk memperlihatkan
hasil yang benar-benar negatif pada kerbau Murrah dan kambing yang tidak
menderita mastitis subklinis. Semakin spesifik suatu uji maka uji tersebut hanya
mampu mendeteksi agen tertentu saja.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji menunjukkan 28 dari 42 sampel (66.67%) susu kerbau Murrah dan
13 dari 20 sampel (65%) susu kambing yang diuji dengan metode Breed berasal
dari ternak yang mengalami mastitis subklinis dan dengan uji mastitis IPB-1
menunjukkan 27 dari 42 sampel (64.28%) susu kerbau Murrah dan 10 dari 20
sampel (50%) susu kambing menunjukkan reaksi positif mastitis subklinis.
Uji mastitis IPB-1 memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi,
yaitu pada susu kerbau Murrah sebesar 96% dan 100%, sedangkan pada susu
kambing sebesar 71% dan 100%. Hasil ini menunjukkan uji mastitis IPB-1 dapat
digunakan sebagai uji cepat (screening test) untuk mendiagnosa mastitis subklinis
pada susu kerbau Murrah dan susu kambing.

Saran
Nilai uji sensitivitas dan spesifisitas uji mastitis IPB-1 dapat ditingkatkan
bila jumlah sampel yang diuji lebih banyak dan pengujian susu langsung
dilakukan di kandang. Kejadian mastitis subklinis pada kerbau Murrah di Deli
Serdang, Sumatera Utara dan peternakan kambing di Bogor dapat diturunkan
apabila peternak merawat ternaknya dengan baik dan menjalankan program
pengendalian mastitis subklinis.

DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Sjamsul, Talib C. 2007. Strategi pengembangan pembibitan ternak kerbau.
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. 2007

14
Jun 22-23; Jambi, Indonesia. Jambi (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 3141.1:2011 tentang Susu Segar.
Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Budiana NS, Susanto D. 2005. Susu Kambing. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Foley CR, Bath LD, Dickinson NF, Tucker AH. 1972. Dairy Cattle: Principles,
Practices, Problems, Profits. Philadelphia (US): Lea and Febiger.
Guha A, Gera S, Sharma A. 2010. Assessment of chemical and electrolyte profile
as an indicator of subclinical mastitis in riverine buffalo (Bubalus Bubalis).
Haryana Vet. 49: 19-21.
Hasinah H, Haniwirawan E. 2007. Pemanfaatan penciri gen κ-kasein untuk seleksi
pada sapi dan kerbau. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha
Ternak Kerbau. 2007 Jun 22-23; Jambi, Indonesia. Jambi (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
[IDF] International Dairy Federation. 1999. Suggested interpretation of mastitis
terminology. Bull Int Dairy Fed. 33: 3-36.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Pengaruh mastitis terhadap kualitas susu. Di dalam: Pisestyani H,
editor. Higiene Pangan. FKH IPB. Bogor (ID): Kesmavet FKH IPB.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2012. Pemeriksaan Mastitis Subklinis. Di dalam: Pisestyani H, editor.
Higiene Pangan Asal Hewan. FKH IPB. Bogor (ID): Kesmavet FKH IPB.
Murti TW. 2002. Ilmu Ternak Kerbau. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Poeloengan M. 2009. Aktivitas air perasan dan ekstrak etanol daun encok
terhadap bakteri yang diisolasi dari sapi mastitis subklinis. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2009 Ags 13-14;
Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan.
Prasetyo BW, Sarwiyono, Surjowardojo P. 2013. Hubungan antara diameter
lubang puting terhadap tingkat kejadian mastitis. J Ternak Tropika. 14(1):
15-20.
Sanchez J, Montes P, Jimenez A, Andres S. 2007. Prevention of clinical mastitis
with barium selenate in dairy goats from a selenium deficient area. J Dairy
Sci. 90: 2350-2354.
Schroeder JW. 2007. Mastitis control program: bovine mastitis and milking
management [Internet]. [diunduh 2014 Apr 18]. Tersedia pada:
http://www.ag.ndsu.edu/pubs/ansci/dairy/as1129.pdf.
Souza FN, Blagitz MG, Penna CFAM, Della LAMMP, Heinemann MB,
Cerqueira MMOP. 2012. Somatic cell count in small ruminants: friend or
foe?. J Small Rum Res. 107: 65-75.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.
Sudarwanto M, Sanjaya AW, Soejoedono R, Siregar EA, Rumawas I, Yuwono BS.
1984. Gambaran kasus mastitis di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi
berdasarkan perhitungan jumlah sel radang dengan menggunakan metode
Breed. Pertemuan Ilmiah Kongres PDHI IX; 1984 Sep 18–20; Bandung,
Indonesia. Bandung (ID): Kongres PDHI IX.

15
Sudarwanto M. 1993. Pengembangan metode dan Pereaksi untuk deteksi mastitis
subklinik. Seminar Hasil Penelitian Pusat Antar Universitas Bioteknologi
Institut Pertanian Bogor; 1993 Des 11; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): IPBPAU.
Sudarwanto M. 1998. Pereaksi IPB-1 sebagai pereaksi alternatif untuk mendeteksi
mastitis subklinis. Med Vet 5 (1): 1-5.
Sudarwanto M. 1999. Usaha peningkatan produksi susu melalui program
pengendalian mastitis subklinis. Di dalam: Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap
Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner; Bogor, 22 Mei 1999. Bogor (ID):
FKH IPB.
Sudarwanto M, Sudarnika E. 2008. Hubungan antara pH susu dengan jumlah sel
somatik sebagai parameter mastitis subklinik. Med Vet: 107-113.
Sukada IM. 1996. Kejadian mastitis subklinik oleh Streptococcus agalactiae di
daerah Semplak Bogor dan pengaruhnya terhadap kualitas susu [tesis].
Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Suwito W, Indarjulianto S. 2013. Staphylococcus aureus penyebab mastitis pada
kambing peranakan etawah: epidemiologi, sifat klinis, patogenesis,
diagnosis dan pengendalian. J Wartazoa. 23(1): 1-7.
Tyler DH, Ensminger ME. 1993. Dairy Cattle Science. Ed ke-4. New Jersey (US):
Pearson Prentice Hall.
Warner JN. 1976. Principles of Dairy Processing. New Delhi (IN): Willey
Eastern.
Williamson, G. dan Payne WYA. 1968. An Introduction to Animal Husbandry in
The Tropic. 2nd. Ed. London (GB): Logmans Green.

16
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Mastitis IPB-1 dan metode Breed pada susu kerbau Murrah dan
susu kambing
No

Nama Hewan
Sampel

Uji IPB 1

Status Mastitis
Uji Breed (Jss/0,01 ml)

1

Bule

+++

1 240 000

2

Rani

++

520 000

3

Sony

-

120 000

4

Remis

++

520 000

5

Sarah

++

1 240 000

6

Bun

++

580 000

7

Sanggul

-

320 000

8

Asfi

+++

920 000

9

Malas

++

600 000

10

Meno

++

720 000

11

Mio

-

280 000

12

Untung

+++

920 000

13

Siera

++

14

Lumpang

-

360 000

15

Maro

++

760 000

16

Bintik

+++

560 000

17

Moti

-

200 000

18

Mora

-

880 000

19

Panjang

+

800 000

20

Merek

-

240 000

21

Uta

+

880 000

1 320 000

17
22

Telly

+++

2 480 000

23

Kerbau 1

+++

1 400 000

24

Kerbau 2

-

25

Kerbau 3

+++

26

Kerbau 4

-

160 000

27

Kerbau 5

+

1 480 000

28

Kerbau 6

+++

920 000

29

Kerbau 7

+++

1 720 000

30

Kerbau 8

+++

3 960 000

31

Kerbau 9

+++

2 040 000

32

Kerbau 10

+

1 000 000

33

Kerbau 11

+

1 120 000

34

Kerbau 12

++

1 720 000

35

Tanpa Nama

+

2 160 000

36

Joti

-

280 000

37

Mawar

-

280 000

38

Vida

-

120 000

39

Mengki

-

300 000

40

Ranji

-

41

Bule

-

240 000

42

Ira

+

1 520 000

43

Kambing 1

+

1 120 000

44

Kambing 2

-

940 000

45

Kambing 3

+

1 900 000

280 000
2 040 000

280 000

18
46

Kambing 4

-

360 000

47

Kambing 5

-

360 000

48

Kambing 6

-

320 000

49

Kambing 7

-

1 280 000

50

Kambing 8

+

2 080 000

51

Kambing 9

+

1 000 000

52

Kambing 10

-

840 000

53

Kambing 11

-

360 000

54

Kambing 12

+

880 000

55

Kambing 13

+

2 440 000

56

Kambing 14

++

1 680 000

57

Kambing 15

-

480 000

58

Kambing 16

+

920 000

59

Kambing 17

+

1 600 000

60

Kambing 18

-

80 000

61

Kambing 19

-

160 000

62

Kambing 20

+

640 000

19
Lampiran 2 Tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis (metode
Breed) pada susu kerbau Murrah (n=42)
Uji mastitis IPB-1
-

Jumlah kerbau
15

Metode Breed
Jumlah sel somatis/ml
120000
120000
160000
200000
240000
240000
280000
280000
280000
280000
280000
300000
320000
360000
880000

+

7

800000
880000
1000000
1120000
1480000
1520000
2160000

++

9

520000
520000
580000
600000
720000
760000
1240000
1320000
1720000

+++

11

560000
920000
920000
920000
1240000
1400000
1720000
2040000
2040000

20
2480000
3960000

Lampiran 3 Tingkat reaksi uji mastitis IPB-1 dengan jumlah sel somatis (metode
Breed) pada susu kambing (n=20)
Uji mastitis IPB-1
-

Jumlah kambing
10

Metode Breed
Jumlah sel somatis/ml
80 000
160 000
320 000
360 000
360 000
360 000
480 000
840 000
920 000
1 200 000

+

9

640 000
880 000
920 000
1 000 000
1 120 000
1 600 000
1 900 000
2 080 000

++
+++

1
0

2 440 000
1 600 000

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Faisal Tanjung merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara dari pasangan Cecep Saprudin dan Siti Rubaeah. Penulis dilahirkan di
Bogor pada tanggal 17 April 1992. Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat
SMA diselesaikan di Bogor, yaitu SD Amaliah, SMP Negeri 1 Bogor dan SMAN 3
Bogor. Penulis lulus dari SMA pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama diterima
di jurusan Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur USMI.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis tergabung dalam beberapa
organisasi. Adapun organisasi yang diikuti yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Hewan (BEM FKH) Kabinet Veternity sebagai anggota
Budaya Olahraga dan Seni (BOS) (2011-2012), Himpunan Minat dan Profesi
Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik-eksotik (HKSA) sebagai anggota (20112012) dan Himpunan Minat dan Profesi Satwa Liar sebagai anggota (2012-2014).
Penulis juga pernah menjadi sepuluh besar mahasiswa berprestasi FKH IPB,
asisten mata kuliah Anatomi Veteriner II (2012-2013), Ektoparasit (2012-2013),
Radiologi Veteriner (2013-2014) dan mengikuti magang profesi serta beberapa
kepanitiaan kegiatan kampus FKH IPB.