Strategic development of forest tree seed sources based on spatial and land potential in west java

STRATEGI PENGEMBANGAN SUMBER BENIH TANAMAN
HUTAN BERBASIS SPASIAL DAN POTENSI LAHAN
DI JAWA BARAT

ASEP ROHANDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Sumber
Benih Tanaman Hutan Berbasis Spasial dan Potensi Lahan di Jawa Barat adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Pebruari 2006


Asep Rohandi
NIM A253040114

ABSTRAK
ASEP ROHANDI. Identifikasi Potensi Lahan dan Produksi Sumber Benih untuk
Hutan Tanaman dan Rehabilitasi Lahan di Jawa Barat. Dibimbing oleh BUDI
MULYANTO dan UUP S WIRADISASTRA.
Degradasi/kerusakan hutan telah menyebabkan fungsi hutan sebagai fungsi
perlindungan, fungsi produksi dan fungsi konservasi tidak dapat terpenuhi.
Pengembalian fungsi-fungsi tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan kegiatan
rehabilitasi dan konservasi lahan serta peningkatan produksi hutan melalui
perluasan penanaman pada lahan kritis yang terdegradasi dan peningkatan
produktifitas lahan.
Luasnya lahan yang menjadi target penanaman berdampak terhadap
kebutuhan benih/bibit yang cukup besar. Penyediaan benih/bibit berkualitas (fisik,
fisiologis dan genetik) dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan masih
menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini. Jumlah sumber benih masih sangat
terbatas serta kondisi sumber benih yang ada masih berkualitas genetik rendah
dengan potensi produksi yang rendah pula. Strategi penyediaan benih perlu

disusun secara berjenjang untuk menjamin ketersediaan benih dan menunjang
keberhasilan pembangunan hutan berkelanjutan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebaran sumber benih tanaman hutan
di Jawa Barat sebagian besar berlokasi di wilayah Perum Perhutani (99.14%) dan
sisanya dikelola oleh instansi pemerintah (0.66%), perguruan tinggi (0,17%) dan
masyarakat (0.04%). Sumber benih yang telah dibangun sebagian besar
diklasifikasikan pada tegakan benih (teridentifiksi dan terseleksi) sehingga
diperlukan perbaikan kelas/mutu sumber benih dan tindakan pengelolaan secara
intensif untuk meningkatkan produksi benih. Produksi benih tertinggi ditempati
oleh jenis jati (50.91%) dan mahoni (30.18%) yang merupakan jenis
prioritas/utama dalam kegiatan penanaman saat ini.
Luas potensi lahan sebagai wilayah penyebaran/penggunaan benih jenisjenis prioritas yaitu jati 374 130.92 ha, mahoni 307 532.67 ha, pinus 329 822.80
ha, sengon 47 892.68 ha, rasamala 101 337.41 ha dan damar 90 457.59 ha yang
dapat digunakan untuk memprediksi kebutuhan benih dan luas sumber benih
sebagai arahan dalam perencanaan penunjukan/pembangunan sumber benih.
Kebutuhan benih untuk program penanaman sangat besar dan masih
belum bisa dicukupi dari sumber benih yang ada sehingga masih perlu penyediaan
benih untuk jangka pendek melalui penunjukan sumber benih dan pemanfaatan
pohon-pohon penghasil benih atau kebun benih hutan rakyat, sedangkan untuk
jangka panjang dilakukan melalui pembangunan sumber benih yang dipadukan

dengan program pemuliaan pohon dan konservasi sumberdaya genetik.
Penggunaan benih berkualitas melalui peningkatan mutu sumber benih
diharapkan mampu meningkatkan produktifitas hutan sehingga berdampak
terhadap penambahan nilai ekonomi (pendapatan) dari kegiatan penanaman.
Secara tidak langsung, hal tersebut akan memacu pembangunan hutan yang akan
berdampak terhadap perbaikan kualitas lingkungan, kondisi sosial
serta
perkembangan wilayah di Jawa Barat.

ABSTRACT
ASEP ROHANDI. Strategic Development of Forest Tree Seed Sources Based on
Spatial and Land Potential in West Java. Under the direction of BUDI
MULYANTO and UUP S WIRADISATRA.
Deforestation affects forests function such as conservation and production.
Recovering the functions can be conducted by any means including land
rehabilitation and conservation, and increasing the forest yield production through
the extensive planting programme on critical land degradation and increasing the
land productivity.
Based on the research results indicated the potential area for planting
target covers 1 235 210.50 hectares. The implication of this fact that the need of

seed/seedling will be in huge number. The seed/seedling procurement in good
quality (physical, physiologycal and genetical) in sufficient number in continous
way is still a facing problem today. In relation to that condition, the need of
strategic seed procurement has to be planned in many steps to guarantee seed
availability and to support the sustainability of forest plantations.
Another result of this research indicated that the forest tree seed sources
distribution in West Java is mostly spreaded in the land that managed by Perum
Perhutani (99.14%), and the rest of them managed by other institutions including
government institutions (0.66%), universities (0.17%) and public society (0.04%).
The seed sources mostly classified into seed stand (seed stand identification and
selection) that need improvement of the class/quality of the seed sorces and
intensive silviculture treatments for increasing the seed production. The total of
seed production dominated by jati (50.19%) and mahoni (30.18%), as the main
species in planting programme.
The area of potential land for the development of priority species, such as
for jati covered 371 217.60 hectares, mahoni 303 741.85 hectares, pinus 329
177.23 hectares, sengon 39 647.06 hectares, rasamala 100 969.18 hectares, and
damar 90 457.59 hectares, that can be used for prediction of seed procurement and
the seed sources area as a guidance in the seed sources establishment programme.
That areas were determined by criterias as follow : nearest distance from the seed

sources location, ecanomic value of timber and physical constrain to the growth of
tree.
The need of seed procurement for planting is 2 182 575.89 kilograms that
could be such huge number and could not be procured entirely from the exist seed
sources as a matter fact it is still need seed procurement in immediate planning
through the selection of forest stand into the seed sources, the use of trees seed or
seed imported from other countries. The seed procurement in the long term can be
achieved by the seed sources establishment combined with the tree improvement
programme and forest resources genetic conservation. Based on the potential seed
production of the exist seed sources, the seed procument for the forest plantations
for jati will need 22.14 years, mahoni 54.79 years, pinus 138.60 years, rasamala
0.98 years and damar 40.19 years, in the mean time for sengon that would need
the seed sources establishment before. If the entire area as a target for planting,
West Java will has forest area 1 235 210.50 hectares or equal to 28.61% of the
total area of this province.
The use of high quality seed by increasing the seed sources quality,
hopefully will increase the forest productivity and affect to the additional
economic value (income) from the planting activities. In indirect way, the
situation will speedy the forest development that influence to the environmental
quality be better, social conditions and also the development of West Java.


© Hak cipta milik Asep Rohandi, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutif dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

STRATEGI PENGEMBANGAN SUMBER BENIH TANAMAN
HUTAN BERBASIS SPASIAL DAN POTENSI LAHAN
DI JAWA BARAT

ASEP ROHANDI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2006

Judul Tesis
Nama
NIM

: Strategi Pengembangan Sumber Benih Tanaman Hutan Berbasis
Spasial dan Potensi Lahan di Jawa Barat
: Asep Rohandi
: A253040114

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Uup S Wiradisastra, M.Sc.
Anggota

Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc.
Ketua


Diketahui

Ketua Program Studi
Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

Tanggal Ujian : 30 Desember 2005

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Lulus : 10 Pebruari 2006

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
hidayah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2005 ini ialah

pengembangan

sumber

benih

tanaman

hutan,

dengan

Pengembangan Sumber Benih Tanaman Hutan Berbasis

judul

Strategi

Spasial dan Potensi


Lahan di Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc.
dan Bapak Prof. Dr. Uup S Wiradisastra, M.Sc. selaku komisi pembimbing, serta
Ibu Dr. Ir. Pratiwi, M.Sc. selaku dosen penguji luar komisi yang telah banyak
memberikan saran.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada

Bapak Ir. Dede Rohadi, M.Sc. selaku pimpinan dan Bapak Ir. Nurhasybi selaku
Ketua

Kelti

Teknologi

Perbenihan

beserta

staf


Balai

Penelitian

dan

Pengembangan Teknologi Perbenihan (BPPTP) Bogor, serta semua instansi
terkait, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada isteri, ibu, kakak, adik serta seluruh keluarga, atas
dorongan, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2006
Asep Rohandi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 31 Juli 1974 dari ayah
Markandi (alm) dan ibu Isah Aisyah. Penulis adalah putra keenam dari sembilan
bersaudara.
Tahun 1993 penulis lulus dari SMU Negeri Cikajang, Garut dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
dan lulus tahun 1998. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah (PWL) pada Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa
dari Bappenas.
Penulis bekerja sebagai Tenaga Fungsional Peneliti pada Kelompok Peneliti
(Kelti) Teknologi Perbenihan di Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Perbenihan (BPPTP) Bogor, Departemen Kehutanan sejak tahun 2000.

DAFTAR ISI
Halaman
...............................................................................................

ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................

xi

..................................................................................

xiii

..............................................................................

xv

.......................................................................................

1

...................................................................................

1

Identifikasi dan Perumusan Masalah ..................................................

3

Tujuan Penelitian ................................................................................

6

Manfaat Penelitian ..............................................................................

7

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................

8

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Definisi dan Klasifikasi Sumber Benih

..............................................

Identifikasi, Pembangunanan dan Pengelolaan sumber Benih

8

..........

9

..............................................

10

Potensi Produksi Sumber Benih ...........................................................

12

Sistem Penanganan Benih ...................................................................

13

Pengukuhan/Sertifikasi Benih .............................................................

14

Peranan Sumber Benih untuk Hutan Tanaman dan Rehabilitasi Lahan

15

Sumber Benih Tanaman Hutan di Jawa Barat ....................................

17

Perencanaan Program Perbenihan Terpadu ........................................

19

Evaluasi Sumberdaya Lahan

..............................................................

21

Sistem Informasi Geografis dalam Evaluasi Lahan .............................

24

.........................................................................

26

Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................

26

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

.....................................

26

Teknik Pengumpulan Data ..................................................................

27

Prosedur Pelaksanaan Kegiatan

.........................................................

28

Arahan Program Perbenihan di Jawa Barat ...........................................

32

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN .............................................

33

Letak Geografis dan Wilayah Administratif ........................................

33

Kondisi Topografi .................................................................................

33

Konsep Zonasi Benih Tanaman Hutan

METODE PENELITIAN

ix

Iklim dan Jenis Tanah ..........................................................................

35

Kependudukan ......................................................................................

36

Kawasan Hutan ....................................................................................

37

Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan ........................................................

38

..................................................................

40

Kondisi Umum Sumber Benih ............................................................

40

Penilaian Potensi Lahan ......................................................................

50

Perkiraan (Prediksi) Kebutuhan Benih ................................................

67

Arahan Perencanaan Program Perbenihan Tanaman Hutan
di Jawa Barat .........................................................................................

69

........................................................................

89

.................................................................................

91

................................................................................................

95

HASIL DAN PEMBAHASAN

SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Tingkat Erosi di Tiga Wilayah DAS di Jawa Barat ............................

2

2.

Sumber Benih Tanaman Hutan di Wilayah Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat .........................................................................................

17

3.

Potensi Sumber Benih Hutan Rakyat di Jawa Barat .........................

19

4.

Perhitungan Perkiraan (Prediksi) Kebutuhan Benih ...........................

31

5.

Luas Kawasan Hutan di Propinsi Jawa Barat ....................................

37

6.

Luas Kawasan Hutan Perum Perhutani di Jawa Barat ........................

38

7.

Luas Kawasan Hutan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Menurut
Kelas Perusahaan ...............................................................................

38

8.

Keadaan Hutan yang Perlu Direhabilitasi di Jawa Barat .................

39

9.

Realisasi Kegiatan Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan di Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten .........................................

39

Lokasi Sumber Benih di Wilayah Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat dan Banten .......................................................................

40

Lokasi Sumber Benih di Luar Wilayah Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat dan Banten ......................................................................

41

Produksi Sumber Benih Tahun 2005 di Wilayah Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat dan Banten .........................................................

44

Produksi Sumber Benih Tahun 2005 di Luar Wilayah Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten ........................................

45

Distribusi Benih Tahun 2004 dari Masing-Masing Sumber Benih
Bersertifikat di Jawa Barat dan Banten ..............................................

48

15.

Persyaratan Tumbuh Beberapa Jenis Tanaman Andalan Jawa Barat

54

16.

Rekapitulasi Luas Potensi Lahan Jenis-Jenis Prioritas di Jawa Barat .

54

17.

Luas Potensi Lahan Jenis Prioritas untuk Setiap Kabupaten
di Jawa Barat .......................................................................................

55

Rekapitulasi Luas Potensi Lahan Berdasarkan Skenario Wilayah
Pengembangan Benih Jenis Andalan Jawa Barat.................................

64

Luas Potensi Lahan Setiap Kabupaten Berdasarkan Skenario
Wilayah Pengembangan Benih Jenis Andalan Jawa Barat ..................

64

Rekapitulasi Kebutuhan Benih Berdasarkan Skenario Wilayah
Pengembangan Benih Andalan Jawa Barat ........................................

68

Prediksi Kebutuhan Benih Setiap Kabupaten Berdasarkan Skenario
Wilayah Pengembangan Benih Andalan Jawa Barat .........................

68

10.
11.
12.
13.
14.

18.
19.
20.
21.

xi

22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.

Kebutuhan Sumber Benih Berdasarkan Skenario Wilayah
Pengembangan Benih Andalan Jawa Barat ........................................

70

Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan Benih dari Sumber Benih
Aktual di Jawa Barat .........................................................................

71

Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Sebagai Akibat
Penggunaan Benih dari Kelas yang Lebih Tinggi ..............................

72

Perbandingan Biaya dan Pendapatan Pemakaian Benih Unggul dan
Benih Konvensional ...........................................................................

72

Luas Sumber Benih yang Dapat Dibangun di Beberapa Kabupaten
di Jawa Barat ......................................................................................

75

Strategi Pemilihan Lokasi Pembangunan Sumber Benih Jenis-Jenis
Prioritas untuk Setiap Kabupaten .......................................................

76

Pilihan Jangka Waktu Pembangunan Areal Produksi Benih Jati dan
Pengaruhnya Terhadap Luas Penanaman Hutan ...............................

80

Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Jati Secara Lestari dengan
Menggunakan Benih dari Areal Produksi Benih ...............................

81

Pilihan Jangka Waktu Pembangunan Areal Produksi Benih Mahoni
dan Pengaruhnya Terhadap Luas Penanaman Hutan .........................

82

Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Mahoni Secara Lestari
dengan Menggunakan Benih dari Areal Produksi Benih ...................

82

Pilihan Jangka Waktu Pembangunan Kebun Benih Pinus dan
Pengaruhnya Terhadap Luas Penanaman Hutan ...............................

83

Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Pinus Secara Lestari dengan
Menggunakan Benih dari Kebun Benih ............................................

83

Pilihan Jangka Waktu Pembangunan Areal Produksi Benih Sengon
dan Pengaruhnya Terhadap Luas Penanaman Hutan .........................

84

Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Sengon Secara Lestari
dengan Menggunakan Benih dari Areal Produksi Benih ...................

84

Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Rasamala Secara Lestari
dengan Menggunakan Benih dari Areal Produksi Benih ...................

85

Pilihan Jangka Waktu Pembangunan Areal Produksi Benih Damar
dan Pengaruhnya Terhadap Luas Penanaman Hutan .........................

86

Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Damar Secara Lestari
dengan Menggunakan Benih dari Areal Produksi Benih ...................

86

xii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Diagram Alir Kerangka Pemikiran Kegiatan Penelitian ...................... 4

2.

Keterkaitan Beberapa Faktor dalam Manajemen Sumber Benih ......... 21

3.

Peta Lokasi/Wilayah Penelitian ........................................................... 26

4.

Diagram Alir Prosedur Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ................... 33

5.

Peta Kontur Wilayah Jawa Barat ........................................................ 34

6.

Peta Kelas Lereng Wilayah Jawa Barat .............................................. 34

7.

Peta Curah Hujan Wilayah Jawa Barat ................................................ 35

8.

Peta Jenis Tanah Wilayah Jawa Barat ................................................. 36

9.

Pengelolaan Sumber Benih di Jawa Barat ........................................... 41

10.

Peta Sebaran Sumber Benih dan Tegakan Potensial di Jawa Barat ...... 42

11.

Luas Sumber Benih Pada Berbagai Kelas ........................................... 43

12.

Total Produksi Benih Tahun 2005 di Jawa Barat ................................ 46

13.

Peta Administrasi Wilayah Jawa Barat ................................................. 51

14.

Peta Tanah Wilayah Jawa Barat............................................................ 51

15.

Peta Kelas Lereng Wilayah Jawa Barat ................................................. 52

16.

Peta Curah Hujan Wilayah Jawa Barat .................................................. 52

17.

Peta Ketinggian Wilayah Jawa Barat..................................................... 53

18.

Peta Penggunaan Lahan Wilayah Jawa Barat ........................................ 53

19.

Peta Potensi Lahan Tanaman Jati di Jawa Barat ................................... 57

20.

Peta Potensi Lahan Tanaman Mahoni di Jawa Barat ............................. 58

21.

Peta Potensi Lahan Tanaman Rasamala di Jawa Barat ........................ 59

22.

Peta Potensi Lahan Tanaman Pinus di Jawa Barat ............................... 60

23.

Peta Potensi Lahan Tanaman Sengon di Jawa Barat .......................... 61

24.

Peta Potensi Lahan Tanaman Damar di Jawa Barat............................... 63

25.

Peta Skenario Wilayah Pengembangan Benih Andalan Jawa Barat .... 65

26.

Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Jati dan Lokasi yang
Dilayaninya di Jawa Barat ................................................................... 77

27.

Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Mahoni dan Lokasi
yang Dilayaninya di Jawa Barat .......................................................... 77

28.

Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Pinus dan Lokasi
yang Dilayaninya di Jawa Barat .......................................................... 78

xiii

29. Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Sengon dan Lokasi
yang Dilayaninya di Jawa Barat ............................................................ 78
30. Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Rasamala dan Lokasi
yang Dilayaninya di Jawa Barat ............................................................ 79
31. Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Damar dan Lokasi yang
Dilayaninya di Jawa Barat .................................................................... 79

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Matriks Identifikasi/Penunjukan Sumber Benih tanaman Hutan ........ 96

2.

Matriks Pembangunan Sumber Benih Tanaman Hutan ..................... 97

3.

Matriks Kegiatan Pengelolaan Sumber Benih Tanaman Hutan ......... 99

4.

Daftar Lokasi Sumber Benih Bersertifikat di Jawa Barat ................. 101

5.

Diagram Alir Penunjukan Zona Pengumpulan Benih ........................ 106

6.

Diagram Alir Penunjukan Tegakan Benih Teridentifikasi................... 106

7.

Diagram Alir Penunjukan Tegakan Benih Terseleksi ....................... 107

8.

Diagram Alir Pembangunan Areal Produksi Benih .......................... 107

9.

Diagram Alir Pembangunan Tegakan Benih Provenan .................... 108

10.

Diagram Alir Pembangunan Kebun Benih Seleksi Masa ................. 109

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Degradasi

hutan

telah

menyebabkan

fungsi

hutan

seperti

fungsi

perlindungan, fungsi produksi dan fungsi konservasi tidak dapat terpenuhi.
Fungsi perlindungan hutan antara lain sebagai pengendali tata air, pencegah erosi
dan banjir, sedangkan sebagai fungsi produksi hutan dapat merupakan penghasil
kayu dan non kayu. Fungsi ini pernah menjadi penyumbang devisa nomor 2
terbesar setelah migas. Fungsi hutan sebagai fungsi konservasi dapat berupa
sumber plasma nutfah (germplasm) yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Laju kerusakan hutan di Indonesia saat ini sangat besar yaitu mencapai 1.6 sampai
2 juta hektar per tahun dengan total kerusakan hutan seluas 56 juta hektar
(Karyaatmadja 2005). Pengembalian fungsi hutan tersebut dapat dilakukan
diantaranya dengan kegiatan rehabilitasi dan konservasi lahan serta peningkatan
produksi hutan melalui perluasan penanaman pada lahan kritis dan terdegradasi
serta peningkatan produktifitas lahan.
Kawasan hutan Propinsi Jawa Barat yang ditetapkan berdasarkan SK
penunjukan Menteri Kehutanan Nomor 419/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999
adalah seluas ± 1 045 071 ha. Kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan lindung
240 402 ha, hutan produksi 552 065 ha dan hutan konservasi 252 604 ha.
Penyebaran kawasan hutan hampir 70% berada pada kawasan lindung yang
bertopografi terjal dan bergunung (Baplan 2002).
Menurut UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, luas hutan untuk
daerah aliran sungai (DAS) minimal 30%. Luas kawasan yang masih berhutan di
Jawa Barat sekitar 15.01% yang terkonsentrasi pada kawasan hutan lindung dan
hutan konservasi (Departemen Kehutanan 2002).

Hal tersebut menunjukkan

bahwa ekosistem daerah aliran sungai (DAS) di wilayah ini sudah terganggu yang
ditunjukan meningkatnya banjir dan erosi.

Fungsi hutan sebagai pengendali

limpasan dan pendorong terjadinya resapan tidak seimbang untuk menghasilkan
air tanah dan mengendalikan banjir. Kondisi di atas menyebabkan turunnya muka
air tanah di seluruh wilayah sehingga menyebabkan terjadinya penurunan
cadangan air tanah, baik untuk irigasi persawahan ataupun air minum.
Sehubungan dengan itu, sebagai contoh kasus, terjadinya erosi di tiga wilayah

2
DAS yaitu DAS Cisanggarung, DAS Cijolang dan DAS Ciberes-Bangkaderes
telah melampaui batas erosi yang diperbolehkan (Tabel 1).
Tabel 1 Tingkat Erosi di Tiga Wilayah DAS di Jawa Barat
No.

1.

Lokasi
(DAS)
Cisanggarung

2.

Cijolang

3.

Ciberes-Bangkaderes

Tingkat Erosi
(ton/ha/thn)

Batas Erosi yang
Diperbolehkan
(ton/ha/thn)

Nisbah Pelepasan
Sedimen
(%)

54.00

6.00

60

110.41

7.25

59

45.46

16.07

70

Sumber : Hamid (2004).

Kerusakan lahan hutan juga telah menyebabkan terjadinya penurunan
produksi kayu dari hutan alam dan semakin meningkatnya luas lahan kritis yang
kurang produktif. Kemampuan produksi hutan di Jawa Barat hanya sekitar 1 juta
m3/tahun yang dicukupi dari PT. Perhutani ± 0,35 juta m3/tahun dan hutan rakyat
± 0,65 juta m3/tahun. Kebutuhan kayu di Jawa Barat tidak kurang dari 4,5 juta
m3/tahun, sehingga kekurangan sebesar 3,5 juta m3/tahun terpaksa harus dicukupi
dari daerah lain terutama Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra dan Kalimantan
(SURILI 2001). Kondisi di atas menggambarkan bahwa pembangunan hutan
tanaman (HTI dan hutan rakyat) sangat diperlukan.
Sehubungan dengan pembangunan hutan tanaman, saat ini pemerintah telah
menyusun program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL)
sebagai salah satu program percepatan penghijauan di lahan hutan dan lahan kritis
di Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini keberhasilan program tersebut
masih jauh dari harapan yang disebabkan oleh beberapa kendala diantaranya
kualitas benih/bibit, waktu pelaksanaan penanaman, manajemen dan kelembagaan
pengadaan benih/bibit. Luasnya lahan kritis yang menjadi target program tersebut
berdampak pada kebutuhan benih/bibit yang cukup besar. Penyediaan benih/bibit
berkualitas (fisik, fisiologis dan genetik) dalam jumlah yang cukup dan
berkesinambungan masih menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini. Jumlah
sumber benih saat ini masih sangat terbatas serta kondisi sumber benih yang ada
masih berkualitas genetik rendah dengan potensi produksi yang rendah pula.
Pemilihan sumber benih (seed sources selection) yang tidak tepat serta mutu
benih yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal.
Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi adalah kurang berhasilnya kegiatan

3
penghijauan dengan jenis Pinus merkusii yang berasal dari Bandung Selatan pada
tahun 1970-1980an. Selain itu, ditunjukkan pula oleh tingginya jumlah tanaman
yang berbatang bengkok pada hutan-hutan tanaman Pinus merkusii yang ada di
Indonesia (Kartiko 2000).
Keberhasilan pembangunan hutan juga dipengaruhi oleh ketepatan
pemilihan jenis yang akan digunakan meliputi tujuan peruntukkan serta
kesesuaian tempat tumbuh (Yudho 1996). Kualitas tempat tumbuh (bonita)
berpengaruh pada pertambahan pertumbuhan tahunan (riap) seperti ditunjukkan
pada tanaman jati di Jawa dimana riap pada kualitas tanah terbaik (bonita V)
dibandingkan dengan terjelek (bonita I) hampir mencapai 3 kali lipat. Setiap jenis
memiliki perbedaan tingkat kesesuaian terhadap lingkungan fisik, sehingga dapat
dipilah-pilah berdasarkan perbedaan wilayah sebaran dengan ciri-ciri tertentu
(Wiradisastra 1996). Selanjutnya Ginting (1990) menjelaskan bahwa penelitian
mengenai kesesuaian tempat tumbuh tanaman kehutanan di Indonesia masih
kurang sehingga usaha-usaha dan bentuk informasi kesesuaian tempat tumbuh
berbagai jenis tanaman perlu dikembangkan.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, maka untuk menunjang keberhasilan
pembangunan hutan secara lestari perlu disusun strategi penyediaan benih unggul
baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang melalui penunjukkan dan
pembangunan sumber benih. Melalui prediksi kebutuhan benih untuk setiap jenis
di masa depan, maka dapat diprediksi luas sumber benih sebagai dasar
penyusunan strategi pembangunan sumber benih secara bertahap. Disamping itu,
keterpaduan antara program penyediaan benih, pemuliaan pohon dan konservasi
genetik merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan program perbenihan dalam
rangka

penyediaan

benih

berkualitas

dalam jumlah

yang

cukup

dan

berkesinambungan untuk mendukung pembangunan hutan secara berkelanjutan,
khususnya di Jawa Barat.
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Identifikasi dan perumusan masalah pada penelitian ini mengikuti alur pikir
seperti pada Gambar 1. Kerusakan hutan telah menyebabkan gangguan terhadap
keseimbangan lingkungan dan terjadinya penurunan produksi hutan alam,
sehingga

hal

tersebut

perlu

diantisipasi

diantaranya

melalui

program

4
Kerusakan/Degradasi Hutan

Penurunan
Produksi Hutan Alam

Penurunan
Kualitas Lingkungan

Pembangunan
Hutan Tanaman

Rehabilitasi & Konservasi
Lahan & Hutan

Program GNRHL
(Luas Penanaman)

HTI & Hutan Rakyat
(Luas Penanaman)

Kebutuhan Benih &
Kesesuaian Tempat

Perencanaaan &Strategi Penyediaan Benih

Jangka Pendek

Pemuliaan Pohon &
Konservasi Sumberdaya
Genetik

Jangka Panjang

Pengembangan & Pembangunan
Sumber Benih
SK Menhut No. 085/Kpts-II/2001

Gambar 1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran Identifikasi dan Perumusan Masalah

5

rehabilitasi dan konservasi lahan dan peningkatan produksi melalui
pembangunan hutan tanaman (HTI dan hutan rakyat).
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan penanaman tersebut perlu didukung
dengan ketersediaan benih berkualitas dalam jumlah yang cukup dan
berkesinambungan. Benih tanaman hutan merupakan unsur strategis, karena benih
mengawali pengembangan segenap fungsi hutan, dari hutan industri sampai hutan
untuk perlindungan tanah dan air, flora, fauna dan sumber plasma nutfah serta
untuk kesejahteraan masyarakat luas (BTP 1998).
Program pembangunan hutan di Indonesia dilaksanakan secara besarbesaran serta mempunyai sasaran yang sangat luas. Salah satu program kehutanan
yang dicanangkan pemerintah saat ini adalah “Gerakan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (GNRHL)” untuk merehabilitasi hutan dan lahan-lahan kritis yang
memerlukan ketersediaan bibit dalam jumlah cukup besar. Program tersebut
direncanakan dilaksanakan dalam waktu 5 (lima) tahun yaitu : 300 000 ha (2003),
500 000 ha (2004), 600 000 ha (2005), 700 000 ha (2006) dan 900 000 ha (2007).
Penggunaan benih dan bibit bermutu untuk program penanaman masih terbatas.
Data penggunaan benih tahun 2004 di pulau Jawa sebanyak 63 450 kg terdiri dari
18 000 kg (28.4%) benih bersertifikat dan sisanya 45 450 kg (71.6%) diperoleh
dari sumber benih lokal. Sementara itu, penggunaan bibit bersertifikat untuk
propinsi Jawa Barat sebanyak 1 488 230 batang, sedangkan bibit non sertifikat
sebanyak 3 810 038 batang (BPTH 2005). Hal tersebut diakibatkan oleh
kurangnya persiapan dan perencanaan penyediaan bibit/benih sebelum program
dilaksanakan. Kondisi seperti di atas menunjukkan bahwa peranan sumber benih
sebagai penyedia benih bermutu dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan
menjadi sangat penting.
Jumlah sumber benih masih terbatas serta kondisi sumber benih yang ada
pada umumnya masih mempunyai kualitas genetik yang rendah dengan potensi
produksi yang rendah pula (Nurhasybi et al. 2000). Kendala lainnya adalah
pemilihan jenis yang kurang sesuai dengan tapak/lahan penanaman sehingga
pertumbuhan tanaman kurang optimal, bahkan sering menyebabkan terjadinya
kegagalan. Hal tersebut diindikasikan oleh rendahnya riap kayu yang dihasilkan,

6

bentuk batang yang tidak lurus serta serangan hama/penyakit pada bibit di
persemaian atau tanaman di lapangan.
Pengembangan sumber benih terutama untuk jenis-jenis potensial masih
perlu dilakukan, mengingat kebutuhan benih bermutu selama ini masih belum
terpenuhi. Dengan demikian, informasi mengenai potensi, sebaran dan kondisi
umum yang sesuai untuk pembangunan dan pengembangan sumber benih sangat
penting sebagai dasar dalam penyusunan perencanaan program perbenihan
tanaman hutan secara terpadu khususnya di Jawa Barat, baik untuk pengadaan
benih jangka pendek (harus segera dipenuhi) ataupun jangka panjang.
Secara umum beberapa permasalahan yang terjadi saat ini adalah sebagai
berikut :
a.

Kurangnya informasi mengenai kondisi dan sebaran sumber benih dan
tegakan potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi
sumber benih baru di Jawa Barat.

b.

Ketersediaan benih/bibit bermutu (fisik, fisiologis dan genetik) dari sumber
benih bersertifikat masih sangat terbatas, sehingga kebutuhan benih/bibit
untuk kegiatan penanaman sebagian diperoleh dari sumber yang tidak jelas.

c.

Penanaman sering dilakukan pada lahan/tapak yang kurang sesuai sehingga
pertumbuhan dan produktifitas tanaman kurang optimal.
Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1.

Mengidentifikasi kondisi dan sebaran sumber benih tanaman hutan serta
jenis-jenis potensial di Jawa Barat.

2.

Mengidentifikasi potensi lahan sebagai wilayah pengembangan benih untuk
menunjang keberhasilan kegiatan penanaman.

3.

Memprediksi kebutuhan benih untuk kegiatan penanaman sebagai arahan
penunjukkan dan pembangunan sumber benih tanaman hutan di Jawa Barat.

4.

Menyusun strategi pembangunan sumber benih untuk mendukung kegiatan
pembangunan hutan secara berkelanjutan di Jawa Barat.

7

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1.

Membantu pengguna benih dalam pengadaan benih (seed procurement)
untuk pembangunan hutan tanaman dan rehabilitasi lahan di Jawa Barat.

2.

Menyediakan informasi dasar untuk kegiatan pemuliaan pohon (tree
improvement).

3.

Mendukung program konservasi lingkungan dan plasma nutfah.

4.

Membantu dan memudahkan para pengguna untuk aplikasi kegiatan
penanaman di lapangan.

5.

Sebagai arahan untuk perencanaan penunjukkan, pengukuhan/sertifikasi dan
pembangunan sumber benih di wilayah Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Klasifikasi Sumber Benih
Sumber benih merupakan suatu tegakan hutan, baik hutan alam ataupun
hutan tanaman yang ditunjuk atau khusus dikelola guna memproduksi benih.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor : 085/Kpts-II/2001

tanggal 15 Maret 2001 tentang Perbenihan Tanaman Hutan, Sumber benih
tanaman hutan diklasifikasikan sebagai berikut:
1.

Zona Pengumpulan Benih adalah suatu wilayah atau kelompok wilayah di
dalam hutan yang memiliki keadaan ekologis (ketinggian tempat, arah
kemiringan dan iklim) yang seragam. Di dalam wilayah ini terdapat tegakan
yang asli setempat dan merupakan suatu sumber benih geografis.

2.

Tegakan Benih Teridentifikasi adalah tegakan alam atau tanaman dengan
kualitas rata-rata dan digunakan untuk menghasilkan benih, dimana sebaran
lokasinya dengan tepat dapat teridentifikasi.

3.

Tegakan Benih Terseleksi adalah suatu tegakan alam atau tanaman dengan
pohon fenotipe superior untuk sifat-sifat yang penting (pohon lurus,
percabangan ringan dan lain-lain) dan digunakan untuk menghasilkan benih.

4.

Areal Produksi Benih adalah suatu wilayah Tegakan Benih Terseleksi yang
kemudian ditingkatkan kualitasnya melalui penebangan pohon-pohon
inferior.

5.

Tegakan Benih Provenan adalah tegakan yang dibangun dari benih yang
provenannya telah teruji dan diketahui superioritasnya.

6.

Kebun benih adalah suatu tegkan yang dibangun secara khusus, untuk
keperluan produksi benih. Dalam pelaksanaan pembangunannya di
lapangan, kebun benih ini dapat dibagi lagi menjadi kebun benih semai
(Seedling Seed Orchard) dan Kebun benih klonal (Clonal Seed Orchard).
Selain sistem klasifikasi di atas, terdapat juga sistem klasifikasi sumber

benih yang digunakan oleh Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD), yaitu dengan membagi sumber benih ke dalam empat
kategori yang meliputi : (1) sumber yang teridentifikasi (source-identified), (2)
sumber yang terseleksi (source-selected), (3) kebun benih yang belum teruji

9

(untested seed orchard) dan (4) kebun benih/kultivar/tegakan yang sudah teruji
(Bonner et al. 1994).
Identifikasi, Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Benih
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (2004) menjelaskan bahwa sumber
benih dapat diperoleh melalui dua cara yaitu : (1) menjadikan tegakan (hutan alam
atau tanaman) yang telah ada menjadi sumber benih, (2) membangun sumber
benih baru dengan penanaman. Kelebihan dari cara yang pertama adalah benih
dapat dihasilkan lebih awal sedangkan jika membangun sumber benih baru, maka
harus menunggu selama 3-20 tahun (tergantung jenis) sebelum benih dipanen.
Dengan membangun sumber benih, biasanya dapat dihasilkan benih bermutu
genetik yang lebih tinggi dengan syarat materi genetik untuk pembangunannya
dipilih secara teliti.
Keputusan untuk mengkonversi

tegakan yang ada menjadi sumber benih

atau membangun sumber benih baru perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai
berikut :
a.

Jika tegakan berkualitas tinggi tidak dimiliki, maka sumber benih yang baru
harus dibangun.

b.

Jika benih dari suatu jenis yang diperlukan cukup sedikit, maka mungkin
terlalu mahal untuk membangun sumber benih baru dan disarankan untuk
mengkonversi tegakan yang ada menjadi sumber benih.

c.

Pada kondisi lain, tegakan benih teridentifikasi harus digunakan karena perlu
menunggu sumber benih yang telah dibangun untuk mulai menghasilkan
benih.
Identifikasi tegakan untuk sumber benih bertujuan untuk mendapatkan

sumber benih agar dapat mencukupi kebutuhan benih, baik kuantitas ataupun
kualitasnya. Kriteria yang harus diperhatikan pada saat identifikasi adalah
aksesibilitas, jumlah pohon (ukuran sumber benih), kualitas tegakan, pembungaan
dan pembuahan, keamanan, kesehatan, isolasi dan asal-usul benih.
Pembangunan sumber benih akan lebih banyak kemungkinan mendapatkan
benih bermutu genetik lebih tinggi dibandingkan dengan penunjukan sumber

10

benih. Hal ini tergantung pada sejumlah pertimbangan yang harus diambil ketika
membangun sumber benih. Pemilihan tapak untuk pembangunan sumber benih
memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi yaitu persyaratan spesies,
kepemilikan dan hak atas tanah, keamanan, pengelolaan dan isolasi.
Pengelolaan sumber benih dilakukan setelah penunjukkan/identifikasi dan
setelah pembangunan sumber benih. Tujuan dari pengelolaan tersebut adalah :
1.

Melindungi sumber benih dari ancaman penggembalaan, kebakaran dan
penyerobotan.

2.

Meningkatkan atau mempertahankan pembungaan dan produksi benih.

3.

Mempercepat produksi benih.

4.

Meningkatkan mutu genetik tegakan dalam sumber benih.

5.

Memudahkan pengumpulan benih.
Kondisi sumber benih yang ada saat ini, secara keseluruhan masih belum

memuaskan dilihat dari penampilan phenotifa (bentuk batang dan percabangan),
aksesibilitas (sarana transportasi) yang masih sulit, belum lengkapnya
dokumentasi phenologi (pembungaan dan pembuahan) dan belum adanya
tindakan-tindakan silvikultur yang intensif untuk meningkatkan produksi benih.
Konsep Zonasi Benih Tanaman Hutan
Konsep zonasi benih untuk wilayah-wilayah di Indonesia telah disusun oleh
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan dan Indonesia Forest Seed Project (2001)
sebagai alat bantu yang digunakan dalam menentukan sumber benih yang tepat
untuk tapak penanaman. Sistem zonasi benih ini diadopsi dari berbagai negara
yang telah banyak menerapkannya dalam mendukung kegiatan pembangunan
hutan di negaranya seperti Thailand, Uganda, Tanzania, Burkina Faso, Ethopia
dan Honduras. Sistem ini memiliki beberapa definisi, tetapi konsep yang ada
sekarang secara umum dibagi menjadi dua pendekatan yaitu zona pengadaan
benih dan zona penggunaan benih.
A.

Zona Pengumpulan Benih
Zona pengadaan benih (zona pengumpulan benih) merupakan suatu
daerah dimana benih diambil. Daerah ini relatif kecil dengan kondisi

11

ekologis yang seragam, sehingga tidak akan ada perbedaan genetik yang
nyata dalam zona ini karena tidak ada seleksi alam yang kuat yang biasa
membedakannya. Zona pengumpulan benih ini merupakan daerah yang
kontinyu dan tidak terlalu luas wilayah geografisnya karena jika terlalu luas
akan mencakup bagian-bagian yang berbeda secara genetik.
Zona pengadaan benih hanya relevan untuk jenis asli (hutan alam) dan
jenis yang telah beradaptasi di tempat itu, yaitu jenis yang sudah tumbuh di
suatu tempat untuk banyak generasi. Zona ini tidak relevan untuk jenis
eksotik (asing) yang mungkin belum berdaptasi pada kondisi alam melalui
proses seleksi alam memerlukan waktu panjang).
Keputusan

Menteri

Kehutanan

No.

085/Kpts-II/2001

yang

menyebutkan berbagai sumber benih yang berbeda kategorinya dan
menyebut “zona pengumpulan benih” sebagai satu kategori merupakan
sebuah contoh zona pengadaan benih.
B.

Zona Penggunaan Benih
Zona penggunaan benih merupakan suatu zona yang berfungsi untuk
membuat kategori tempat penanaman yang lebih luas dan kadang-kadang
disebut juga zona pemanfaatan benih atau zona penanaman pohon. Secara
konseptual zona ini berbeda dengan zona pengumpulan benih, karena
penekanannya bukan pada kesamaan genetik suatu wilayah geografis kecil,
melainkan pada penentuan grup tapak penanaman yang memiliki
lingkungan yang serupa.
Prinsip pokok dari zona penggunaan benih ini adalah bahwa sumber
benih yang berbeda seharusnya ditanam pada tempat yang berbeda yang
disebabkan oleh adanya interaksi genotif dan lingkungan. Zona penggunaan
benih ini dapat mencakup areal yang luas (lebih luas dari zona pengadaan
benih) dan dapat terdiri dari beberapa areal yang memiliki kondisi ekologis
yang serupa, namun areal ini tidak harus berdekatan lokasinya. Pada zona
ini, pertumbuhan kurang lebih seragam dan benih dari sumber benih yang
cocok dapat digunakan di seluruh zona ini.

12

Potensi Produksi Sumber Benih
Penaksiran potensi produksi benih sangat diperlukan untuk mengetahui
seberapa besar jumlah benih yang diperlukan untuk kegiatan penanaman (Danu et
al. 2004). Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menaksir potensi produksi
benih suatu jenis pohon hutan (Bonner et al. 1994), diantaranya adalah
1.

Penghitungan bunga (flower count). Metode ini hanya mudah dilakukan
pada bunga yang berukuran besar seperti Pinus spp.

2.

Penghitungan benih dan buah muda. Cara ini sangat bermanfaat dalam zona
pengumpulan benih sebelum banyaknya bunga gagal.

3.

Penghitungan buah pada pohon. Cara ini sangat baik pada buah mendekati
masak.

4.

Penghitungan buah total hanya mungkin pada kondisi jumlah buah yang
sedikit.

5.

Penghitungan pada sebagian tajuk (10-25%).

6.

Sistem scoring/rating. Cara ini menggunakan rating berdasarkan banyaknya
bunga dan/atau buah yang terdapat pada pohon.

7.

Penghitungan benih dengan membelah buah memanjang. Cara ini akan
dapat menentukan jumlah benih per buah.
Schmidt (2000) menjelaskan bahwa produksi benih pada umumnya

meningkat dengan tumbuhnya tajuk sampai pada umur tertentu, setelah itu
reproduksi mencapai maksimum, dan kemudian konstan untuk beberapa periode
(dengan variasi tahunan dalam produksi) serta menurun sejalan dengan proses
penuaan pohon. Waktu yang diperlukan untuk ketiga tahapan tersebut bervariasi
antara jenis dan kondisi lingkungan. Periode reproduksi pada umumnya pendek
untuk jenis-jenis pionir dan panjang untuk jenis-jenis pada hutan klimaks, sesuai
dengan pola regenerasinya.
Produksi benih yang dihasilkan sangat ditentukan oleh waktu pemanenan
buah, disamping juga mempengaruhi mutu fisiologisnya. Bervariasinya kondisi
fisik sumber benih dan perubahan pola musim hujan dan musim kemarau akan
menjadikan kendala dalam menentukan waktu pemanenan yang tepat. Dengan

13

demikian sangat penting mengetahui waktu tersebut dengan menguji kemasakan
buah (Turnbull 1995).
Kemampuan menghasilkan benih sangat bervariasi di antara individu pohon
hutan, yang dapat bersifat diturunkan dengan derajat tertentu, yang diperlihatkan
oleh tidak terlalu bedanya produksi benih pada individu tertentu dari masa panen
tahun sebelumnya. Topografi umumya berpengaruh terhadap produksi benih.
Kemiringan (slope) juga berpengaruh terhadap produksi benih, dimana pada
bagian dasar dari kemiringan temperatur lebih rendah dibandingkan temperatur di
bagian atasnya, sehingga pada bagian dasar kemiringan akan berbuah lebih
lambat dibandingkan pada bagian atasnya. Posisi terhadap matahari (aspect)
sangat besar mempengaruhi temperatur, cahaya dan kelembaban. Respon khusus
terhadap pengaruh topografi bervariasi antar lokasi, jenis dan iklim, tetapi
kemiringan (slope) dan posisi terhadap matahari (aspect) sangat penting
dipertimbangkan dalam pengelolaan tegakan hutan alam untuk memproduksi
benih (Barnet & Haugen 1995).
Sistem Penanganan Benih
Setelah sumber benih ditunjuk/dibangun, tahapan selanjutnya adalah perlu
dikuasainya teknologi penanganan benih berupa pengunduhan dan pengolahan
benih lepas panen. Secara garis besar pengunduhan dan pengolahan lepas panen
terdiri dari dua bagian, yaitu : (a) Pengunduhan dan pengolahan biji dan (b)
Pengambilan dan pengolahan bahan vegetatif.
a.

Pengunduhan dan Pengolahan Biji
Prinsip penting dalam pengunduhan adalah pemanenan buah pada saat
masak. Bila hal tersebut tidak dilakukan, dapat mengakibatkan benih
memiliki mutu perkecambahan yang rendah. Pengolahan atau penanganan
setelah pengunduhan yang harus dilakukan tergantung dari sifat benih
tanaman yang bersangkutan. Benih/biji yang bersifat kering-tahan-rusak atau
disebut benih ortodoks (misalnya sengon, jati) pengolahan utama yang harus
dilakukan adalah dengan mengeringkan biji tersebut sampai kadar air 5-8%,
kemudian menyimpannya pada wadah kedap di tempat yang kering dan
bersuhu rendah 18oC (ruang AC) atau bila tersedia pada suhu 4oC (Kartiko,

14

2000). Kegiatan pengeringan tersebut bertujuan untuk mempertahankan
daya berkecambah benih pada nilai yang tinggi selama beberapa bulan.
Benih yang bersifat basah-cepat-rusak (rekalsitran) seperti damar dan
dipterocarpaceae, setelah pemanenan biji tidak boleh dikeringkan.
Penyemaian harus segera dilakukan setelah pemanenan. Bila keadaan
memaksa, penyimpanan singkat dapat dilakukan dengan menggunakan
wadah kedap dalam ruang suhu 17oC (ruang AC).
Sebelum benih disemaikan, beberapa jenis tanaman memerlukan
perlakuan pendahuluan sesuai dengan karakter benih tersebut. Perlakuan
pendahuluan ini dapat dilakukan dengan cara sederhana seperti perendaman
dengan air panas ataupun dengan menggunakan bahan kimia seperti H2SO4.
Setelah

benih

berkecambah

(sekitar

1

bulan),

kemudian

bibit

dipindahkan/disapih pada media yang subur.
b.

Pengambilan dan Pengolahan Bahan Vegetatif
Teknik pengembangbiakan tanaman secara vegetatif secara umum
merupakan teknik yang cukup sulit serta memerlukan waktu, biaya, bahan
dan peralatan yang lebih banyak dibandingkan dengan pengembangbiakan
secara biji. Dengan demikian perlu pertimbangan-pertimbangan yang
mendalam dalam menetapkan prosedur pengambilan dan pengolahan yang
akan diterapkan dalam pembuatan tanaman melalui pembiakan vegetatif
antara lain adalah untuk :
1. Mendapatkan pengganti bibit asal biji pada tanaman yang musim
berbuahnya tidak menentu.
2. Menggandakan dan mencegah perubahan sifat menurun pada bahan
tanaman yang memiliki mutu sifat menurun yang tinggi.
3. Mengambil faktor menurun (gen) pada tanaman berpenampilan baik
sebagai bahan persilangan (Kartiko 2000).
Pengukuhan/Sertifikasi Benih
Sertifikasi benih adalah jaminan terhadap sifat dan mutu bahan-bahan

perbanyakan tanaman oleh organisasi pemegang otoritas yang sudah diakui serta
biasanya dibuktikan dengan kode warna label dan suatu sertifikat yang berisi

15

informasi seperti tipe sumber benih, kemurnian jenis dan varietas, waktu panen,
asal benih, persen kemurnian, kondisi benih dan daya berkecambahnya. Tujuan
Sertifikasi benih (Martodiwirjo 1998) adalah untuk meningkatkan produktifitas
hutan tanaman dengan penggunaan material reproduktif (biji, bagian-bagian
tanaman dan tanaman) yang sudah dikumpulkan, diangkut, diproses, diperbanyak
dan didistribusikan dengan suatu cara yang dijamin kebenarannya, sesuai yang
tercantum dalam label.
Dua pilihan yang harus ditempuh untuk menerapkan sertifikasi benih
tanaman hutan di Indonesia, yaitu : (1) tahap ideal dengan memperhitungkan
peraturan yang ada serta mengadopsi peraturan internasional, dalam hal ini
sertifikasi yang telah dilakukan oleh negara-negara maju yang tergabung dalam
OECD (Organization for Economic Cooperation Development) dan (2) tahap
antara, dengan memperhitungkan peraturan yang telah dikemukakan di atas, tetapi
berdasarkan