Peran Wisata Satwaliar Terhadap Pengetahuan Pengunjung Mengenai Konservasi Satwa Di Taman Nasional Bali Barat
PERAN WISATA SATWALIAR TERHADAP PENGETAHUAN
PENGUNJUNG MENGENAI KONSERVASI SATWA DI
TAMAN NASIONAL BALI BARAT
RIBKA KEZIA HAREFA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Wisata Satwaliar
terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai Konservasi Satwa di Taman
Nasional Bali Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Ribka Kezia Harefa
NIM E34110007
ABSTRAK
RIBKA KEZIA HAREFA. Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan
Pengunjung mengenai Konservasi Satwa di Taman Nasional Bali Barat.
Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB dan RESTI MEILANI.
Wisata satwaliar dapat berperan dalam konservasi karena memberi
kesempatan untuk kontak langsung dengan alam serta memiliki dampak positif
terhadap pembelajaran pengunjung mengenai lingkungan. Tujuan penelitian ini
adalah mengukur peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung
mengenai konservasi satwa di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Pengetahuan
pengunjung dinilai berdasarkan hasil skor pertanyaan sebelum dan sesudah
wisata, kemudian digolongkan menjadi beberapa kategori pengetahuan yaitu
rendah, sedang, dan tinggi, serta dilakukan uji t berpasangan. TNBB memiliki
wisata satwaliar jungle tracking, bird watching, dan safari dengan pengunjung
yang berasal dari mancanegara. Setelah mengikuti wisata satwaliar di TNBB, skor
pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa meningkat sebesar 7%, dan
hasil skor rata–rata meningkat dari 15.42 menjadi 17. Peningkatan pengetahuan
ini terjadi karena pengunjung berinteraksi langsung dengan satwa dan didukung
dengan peran pemandu wisata.
Kata kunci: konservasi, pengetahuan, taman nasional Bali Barat, wisata satwaliar.
ABSTRACT
RIBKA KEZIA HAREFA. The Role of Wildlife Tourism in Bali Barat National
Park toward Visitors' Knowledge on Wildlife Conservation. Supervised by E.K.S.
HARINI MUNTASIB and RESTI MEILANI.
Wildlife tourism can play a role in wildlife conservation because it gives an
opportunity for direct contact with nature and has a positive impact to teach
visitors about the environment. The purpose of this study was to measure the role
of wildlife tourism toward visitor's knowledge on wildlife conservation in Bali
Barat National Park. Visitor's knowledge was assessed based on the scores of
questions given before and after the tour. The scores were then classified into
several categories of knowledge, i.e. low, medium, and high categories.
Afterwards, the score was verified using paired t-test. Bali Barat National Park
has wildlife tourism program, i.e. jungle tracking, bird watching, and safari. The
tourists came from foreign countries. After the tour, the score of visitor's
knowledge about wildlife conservation increased by 7% and the average score
increased from 15.42 to 17. The increase of knowledge was due to visitors’ having
direct interaction with animals and being supported by the tour guide.
Keywords: Bali Barat national park, conservation, knowledge, wildlife tourism.
PERAN WISATA SATWALIAR TERHADAP PENGETAHUAN
PENGUNJUNG MENGENAI KONSERVASI SATWA DI
TAMAN NASIONAL BALI BARAT
RIBKA KEZIA HAREFA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung
mengenai Konservasi Satwa di Taman N asional Bali Barat
Nama
Ribka Kezia Harefa
NIM
E34110007
Disetujui oleh
Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib, MS
Pembimbing I
Tanggal Lulus:
2 1 セ]@
,'
2015
ti Meilani, SHut, MSi
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah wisata
satwaliar (wildlife tourism), dengan judul Peran Wisata Satwaliar terhadap
Pengetahuan Pengunjung mengenai Konservasi Satwa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib,
MS dan Ibu Resti Meilani, SHut, MSi selaku dosen pembimbing atas arahan,
bimbingan, dan saran selama penelitian serta penyusunan skripsi ini. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Balai Taman Nasional Bali
Barat (Bapak I Gede Mahendra, Bapak I Putu Gede Arya, Bapak Seno Pramudita,
Bapak Kuat Wahyudi dan Bapak Arie Subagja), para pemandu wisata (Bapak
Bardiyanto, Mas Iwan, Bapak Made Lau, Bapak Komang, Bapak Nanang, Bapak
Putu, dan Bapak Parno), serta Polisi Hutan di Resort Teluk Terima yang telah
membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala kasih sayang, doa dan dukungannya. Selain itu ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada teman seperjuangan penelitian (Detiara dan
Annisa), kelompok PKLP Bali Barat 2015 (Aristyo, Agung, Fajar, Juli, Shindy,
dan Rizka), teman-teman dream world (Rama, Rinda, Jaya, dan Eri), Vicha
Arisandhi, Erviana Kristia, dan keluarga besar KSHE 48 atas doa serta
dukungannya selama proses penyususan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Ribka Kezia Harefa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Manfaat
2
METODE
2
Lokasi dan waktu
2
Alat dan Instrumen
2
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
2
Analisis Data
4
Sintesis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
6
Wisata Satwaliar (wildlife tourism) di Taman Nasional Bali Barat
(TNBB)
9
Karakteristik Pengunjung
13
Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai
Konservasi Satwa
14
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
DAFTAR TABEL
1 Jenis data dan metode pengumpulan data
2 Data jumlah pengunjung wisata satwaliar (wildlife tourism) Taman
Nasional Bali Barat tahun 2012 sampai 2014
3 Kategori pengetahuan
4 Persentase responden yang menjawab pertanyaan dengan benar
2
4
5
15
DAFTAR GAMBAR
1 Pusat informasi di TNBB: (a) Cekik, (b) Labuan Lalang
2 Sign dan label interpretasi: (a) penunjuk arah, (b) papan interpretasi
3 Jalur menyusuri hutan di Teluk Terima: (a) hutan mangrove, (b) hutan
hujan dataran rendah, (c) sungai, (d) bukit
4 Aktivitas menyusuri hutan (jungle tracking): (a) pengamatan satwa, (b)
mendengar penjelasan di hutan mangrove
5 Jenis satwaliar yang terlihat pada saat tracking: (a) lutung jawa
(Trachypithecus auratus), (b) monyet ekor panjang panjang (Macaca
fascicularis), (c) jelarang (Ratufa bicolor), (d) ular viper pohon hijau
(Trimeresurus albolabris)
6 Lokasi kegiatan pengamatan burung: (a) Teluk Gilimanuk, (b) Cekik
7 Asal negara responden
8 Latar belakang pekerjaan responden
9 Persentase kenaikan pengetahuan pengunjung jungle tracking dan bird
watching
10 Kategori skor pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa
sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar
7
8
8
10
12
12
13
14
16
16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil perhitungan penentuan kategori pengetahuan
2 Rekapitulasi pengetahuan pengunjung
22
23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu permasalahan mengenai satwaliar adalah jumlah populasinya
yang semakin berkurang di habitat alaminya sehingga banyak spesies berada
dalam status langka dan bahkan punah. Kurangnya pemahaman masyarakat
terhadap lingkungan hidup menjadi salah satu penyebab timbulnya permasalahan
tersebut. Masyarakat hanya mementingkan kehidupannya sendiri dengan
mengeksploitasi secara berlebihan tanpa mempedulikan keseimbangan alam dan
kelestarian lingkungan dalam jangka panjang. Di sisi lain masyarakat tidak
memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi pada satwaliar. Bagi
masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, hubungan interaksi dengan alam
semakin jarang terjadi. Diperlukan suatu cara yang dapat menghubungkan
masyarakat dengan lingkungan alam sehingga pada akhirnya masyarakat dapat
berperan dalam konservasi lingkungan.
Wisata satwaliar (wildlife tourism) memiliki peluang aktif untuk berperan
dalam konservasi. Wisata satwaliar menjadi semakin populer dalam beberapa
tahun terakhir ini. Banyak wisatawan yang memiliki minat khusus melakukan
perjalanan untuk melihat satwaliar di lingkungan alaminya. Wisata satwaliar
menawarkan pengalaman sekaligus kesempatan unik bagi wisatawan untuk
berhubungan kembali dengan alam. Perjalanan ini dapat menimbulkan
pengalaman baru yang berbeda dari sekedar melihat di televisi atau media
elektronik lainnya.
Pengalaman wisata yang memberi kesempatan untuk kontak langsung
dengan alam dapat menyampaikan pesan pendidikan yang kuat dan positif bagi
pengunjung (Ballantyn et al. 2011). Tanpa hubungan yang kuat dengan alam sulit
bagi seseorang untuk memahami masalah-masalah dari pemanfaatan sumber daya
yang berlebihan. Wisata satwaliar memiliki dampak positif jangka pendek dan
jangka panjang terhadap pembelajaran pengunjung mengenai lingkungan, dengan
mengembangkan rasa hormat dan penghargaan untuk satwaliar maupun alam.
Selain itu dapat meningkatkan kesadaran akan masalah lingkungan,
mempromosikan sikap dan tindakan lingkungan yang berkelanjutan, dan
membangun kapasitas pengunjung untuk penerimaan jangka panjang dari praktek
hidup yang berkelanjutan (Ballantyne et al. 2009).
Taman Nasional Bali Barat (TNBB) merupakan salah satu taman nasional
yang memiliki wisata satwaliar. Burung jalak bali (Leucopsar rothschildi)
merupakan flagship species yang menjadi daya tarik utama di TNBB. Flagship
species adalah spesies populer dan karismatik yang berfungsi sebagai simbol
untuk mendorong kesadaran dan tindakan konservasi (Heywood 1995). Selain
burung jalak bali terdapat juga jenis satwa lainnya, baik mamalia, burung,
maupun herpetofauna. Di TNBB, peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan
pengunjung mengenai konservasi satwa belum pernah diteliti. Berdasarkan hal itu,
diperlukan penelitian untuk mengukur peran wisata satwaliar, sehingga wisata
satwaliar di TNBB dapat memberi pengetahuan dan menumbuhkan kepedulian
pengunjung terhadap kelestarian lingkungan khususnya satwaliar.
2
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengukur peran wisata satwaliar terhadap
pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa di Taman Nasional Bali
Barat.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi yang
bermanfaat dalam pengembangan dan pengelolaan wisata satwaliar berbasis
konservasi bagi pihak Taman Nasional Bali Barat umumnya dan bagi kepentingan
pengunjung wisata satwaliar khususnya.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bali Barat, Kabupaten
Buleleng dan Jembrana, Provinsi Bali. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari – Maret 2015.
Alat dan Instrumen
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis, kamera dan laptop.
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan hasil kuisioner,
sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur sebagai penunjang data
primer. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, wawancara terstruktur dengan
kuesioner, wawancara semi terstruktur, dan observasi lapang (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data
Jenis data
Metode pengumpulan data
Program wisata satwaliar di Taman
Studi pustaka, wawancara semi
Nasional Bali Barat
terstruktur, dan observasi lapang
Materi kegiatan dari jenis wisata
Studi pustaka dan wawancara semi
satwaliar di TNBB
terstruktur
Pengetahuan pengunjung mengenai
Wawancara terstruktur dengan
konservasi satwa
kuesioner
3
Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data mengenai kondisi umum
lokasi penelitian, program wisata satwaliar yang ada di Taman Nasional Bali
Barat, pengelolaan wisata, lokasi dan cara mengunjungi lokasi kegiatan wisata,
dan data pengunjung wisata. Pustaka yang digunakan berupa buku, jurnal, dan
hasil penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian dengan penelitian ini..
Observasi lapang
Observasi lapang dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara langsung
kegiatan wisata satwaliar di Taman Nasional Bali Barat, peran serta petugas
bagian wisata dalam pelaksanaan kegiatan wisata, dan media interpretasi yang
digunakan dalam wisata.
Wawancara
1.
Wawancara kepada pengelola
Wawancara semi terstruktur dilakukan kepada key informant, yaitu petugas
yang menangani bagian wisata, untuk mendapatkan data mengenai
pelaksanaan/program kegiatan wisata satwaliar di TNBB.
2.
Wawancara kepada pengunjung
Wawancara kepada pengunjung dilakukan dengan wawancara terstruktur
menggunakan kuesioner untuk mengetahui data pribadi dan pengetahuan
mengenai konservasi satwaliar sebelum dan setelah mengikuti program wisata
satwaliar melalui pre-test dan post-test. Pre-test dan post-test terdiri dari dua tipe
soal dengan total 20 pertanyaan. Tipe pertama merupakan soal pilihan ganda
berjumlah 15 soal, setiap soal terdiri dari lima pilihan jawaban dan hanya ada satu
jawaban yang benar. Tipe kedua merupakan pilihan ganda berjumlah lima soal
dengan lima pilihan jawaban, namun jawaban yang benar dapat lebih dari satu.
Wawancara kepada responden dilakukan selama tujuh hari, yaitu hari Senin –
Minggu. Pemilihan waktu pengambilan sampel berdasarkan waktu kegiatan
optimal wisata satwaliar.
Pemilihan responden sebagai unit contoh dilakukan terhadap pengunjung
yang mengikuti kegiatan wisata satwaliar, dan pengunjung tersebut bersedia
mengisi kuesioner, baik sebelum mengikuti kegiatan wisata dan sesudah
mengikuti kegiatan wisata. Penentuan jumlah responden menggunakan rumus
Slovin (Sugiyono 2006), yaitu berdasarkan rata-rata jumlah pengunjung per bulan
yang didapatkan dari data pengunjung tiga tahun terakhir pada tahun 2012 – 2014
(Tabel 2).
Rumus Slovin dijabarkan sebagai berikut:
n=
Keterangan:
n = jumlah sampel (orang)
N = rata-rata jumlah pengunjung per bulan
e = batas maksimum kesalahan yang masih bisa diterima (margin error), dengan
asumsi 10 %
4
Tabel 2
Data jumlah pengunjung wisata satwaliar (wildlife tourism) Taman
Nasional Bali Barat tahun 2012 sampai 2014
Bulan
Tahun
2013
1
5
12
8
23
20
15
25
20
30
18
35
212
2012
6
12
11
2
5
20
15
20
35
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
10
Desember
15
Total
151
Rata-rata pengunjung per tahun
Rata-rata pengunjung per bulan
2014
91
337
201
77
76
782
382
32
Rata-rata pengunjung per bulannya (N) adalah 32 orang, sehingga
didapatkan jumlah responden (n) sebanyak 24 pengunjung, dengan perhitungan
sebagai berikut:
n=
= 24
Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dan dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif serta statistik deskriptif. Analisis deskriptif
digunakan untuk menganalisis program wisata satwaliar yang ada di TNBB,
materi yang diberikan ketika kegiatan wisata satwaliar, dan media yang digunakan
dalam wisata. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis pengetahuan
pengunjung tentang konservasi satwa dan peran wisata satwa liar terhadap
pengetahuan pengunjung yang diolah dan dianalisis sebagai berikut:
Pengetahuan pengunjung
Pengukuran pengetahuan pengunjung dilakukan melalui skoring dari hasil
jawaban pertanyaan. Setiap jawaban yang benar diberi nilai satu. Rentang skor
pada tipe soal pertama dari 0 – 15, sedangkan rentang skor pada tipe soal kedua
dari 0 – 15 sehingga total skor keseluruhan adalah 30. Semakin besar skor
menunjukkan semakin tinggi pengetahuan pengunjung mengenai konservasi
satwa.
5
Skor pengetahuan pengunjung dikelompokkan dalam tiga kategori skor,
yaitu:
Rendah
: jika skor jawaban responden berada pada selang bawah
Sedang
: jika skor jawaban responden berada selang tengah
Tinggi
: jika jawaban skor responden berada pada selang atas
Penentuan selang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
ST
: (skor minimum + SK max - SK min) ± SD
2
SA
: nilai skor lebih besar dari ST sampai dengan SK max
SB
: nilai skor lebih kecil dari ST sampai dengan SK min
Keterangan :
ST
: Selang tengah
SK min
: Penjumlahan skor terendah dari semua item jawaban kuisioner
SK max
: Penjumlahan skor tertinggi dari semua item jawaban kuisioner
SA
: Selang atas
SB
: Selang bawah
SD
: Standar deviasi/simpangan baku = √s2
Berdasarkan penentuan selang didapatkan hasil kategori rendah, sedang,
tinggi dengan selang 9 (Tabel 3).
Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Tabel 3 Kategori pengetahuan
Selang skor pengetahuan
19
Peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung
Peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung mengenai
konservasi satwa diketahui dengan membandingkan hasil skor pre-test dan posttest. Kemudian dilakukan uji terhadap perbedaan pengetahuan responden
mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan wisata
satwaliar. Uji yang digunakan adalah uji t, yaitu uji perbedaan nilai rata-rata dua
populasi berpasangan (Walpole 1995). Uji statistik ini digunakan karena sampel
merupakan subjek yang sama namun mengalami dua perlakuan yang berbeda.
Rumus yang digunakan sebagai berikut:
̅
t= ⁄
√
Keterangan:
̅ = Rata-rata selisih dan (post-test – pre-test)
= standar deviasi selisih dan (post-test – pre-test)
n = jumlah sampel
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pengunjung
mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar
H1: Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pengunjung
mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar
6
Kriteria uji pada pada taraf nyata 5 %:
Jika
˃
, maka tolak H0
Jika
≤
, maka terima H0
Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel, maka H0 ditolak, artinya terdapat
perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pengunjung mengenai konservasi
satwa sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar. Perbedaan pengetahuan
ini menunjukkan bahwa wisata satwaliar memiliki peran terhadap pengetahuan
pengunjung mengenai konservasi satwa.
Sintesis Data
Hasil analisis data kemudian dibandingkan dengan penelitian atau pustaka
lain, terkait dengan pendidikan konservasi dari berbagai jurnal, buku, dan karya
ilmiah, untuk mendapat gambaran peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan
pengunjung mengenai konservasi satwa, sehingga wisata satwaliar di TNBB dapat
dikembangkan pada arah pendidikan konservasi yang dapat menambah
pengetahuan pengunjung mengenai konservasi, dan diharapkan dapat
menimbulkan kepedulian pengunjung terhadap lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional Bali Barat (TNBB)
terletak dalam 2 kabupaten yaitu Kabupaten Buleleng dan Jembrana, Provinsi Bali.
Secara geografis TNBB terletak antara 8º05’20” LS dan 144º25’00” sampai
dengan 114º56’30” BT. Luas kawasan TNBB yaitu 19 002.89 Ha yang terdiri dari
15 587.89 Ha berupa wilayah daratan dan 3 415 Ha berupa perairan. Bentuk
topografi bergelombang mulai dari ringan sampai berat dengan lereng landai/rata
hingga curam dengan ketinggian tempat antara 0 – 1 414 mdpl. Kondisi iklim
TNBB berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson memiliki kelas iklim D
(Sedang), E (Agak Kering), dan F (Kering). Curah hujan berkisar dari 1 500 – 1
050 mm/tahun dengan curah hujan tertinggi terjadi di bagian timur kawasan dan
terendah berada di bagian barat. Suhu udara rata-rata pada beberapa lokasi di
TNBB yaitu 33°C. Kelembaban udara kawasan berkisar antar 55% sampai 85%
atau kelembaban tinggi antara bulan Mei, Juni, dan Juli (BTNBB 2013a).
Objek wisata
Kawasan TNBB berdasarkan ketinggian tempat dibagi menjadi dua tipe
ekosistem, yakni tipe ekosistem darat yang meliputi ekosistem hutan mangrove,
hutan pantai, hutan musim, hingga hutan hujan dataran rendah, serta tipe
ekosistem laut meliputi ekosistem terumbu karang (coral reef), padang lamun,
sampai perairan laut dalam. Taman Nasional Bali Barat mempunyai 117 jenis
flora yang tersebar ke dalam 60 famili. Beberapa tumbuhan langka yang
dilindungi yaitu bayur (Pterospermum diversifolium), bungur (Lagerstroemia
7
speciosa), sawo kecik (Manilkara kauki), keruing bunga (Dipterocarpus haseltii),
kesambi (Scheleichera oleosa), cendana (Santalum album) (BTNBB 2013b).
Taman Nasional Bali Barat memiliki satwa langka yaitu jalak bali
(Leucopsar rothschildi) yang juga merupakan burung endemik pulau Bali dan
termasuk ke dalam apendik I CITES. Burung yang terdapat di TNBB melebihi
160 jenis burung. Jenis burung yang diindungi undang-undang dan langka
diantaranya jalak putih (Sturnus melanopterus), paok biru (Pitta guajana),
cekakak (Halcyon cyanoventris), kuntul (Egretta sp.), kangkareng (Anthracoceros
albirostris), elang ular bido (Spilornis cheela). Fauna lain yang dapat ditemukan
di TNBB terdiri dari jenis mamalia dan reptilia, diantaranya adalah rusa timor
(Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus),
trenggiling (Manis javanica), landak (Hystrix brachyura), kuwuk (Felis
marmorata), lutung jawa (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis), jelarang (Ratufa bicolor), babi hutan (Sus scrofa), biawak
(Varanus salvator), ular piton (Malayopython reticulatus), dan penyu ridel
(Lepidochelys olivacea).
Objek wisata alam yang menjadi daya tarik TNBB berupa pantai, terumbu
karang, makam Jayaprana, hutan mangrove, hutan musim, hutan evergreen, hutan
savana, air panas, bumi perkemahan, dan monumen lintas laut. Kegiatan wisata
yang dapat dilakukan yaitu snorkeling, menyelam (diving), menelusuri hutan,
pengamatan burung, safari, berkemah, dan mandi air panas (BTNBB 2013a).
Sarana dan prasarana wisata
Taman Nasional Bali Barat memiliki pusat informasi yang terletak di Cekik
dan Labuan Lalang (Gambar 1). Kedua lokasi tersebut sering dikunjungi
pengunjung untuk mendapatkan informasi mengenai kawasan TNBB dan untuk
membeli tiket masuk kawasan. Pengunjung dilayani oleh petugas Taman Nasional
Bali Barat. Apabila ada pengunjung yang tertarik melakukan jungle tracking dan
bird watching maka dapat menghubungi petugas tersebut untuk menentukan
waktu kegiatan wisata dan pemandu wisata alam (guide).
(a)
(b)
Gambar 1 Pusat informasi di TNBB: (a) Cekik, (b) Labuan Lalang
Selain pusat informasi, di dalam kawasan terdapat tanda administrasi berupa
tanda penunjuk arah (Gambar 2a). Salah satu fungsi tanda administrasi adalah
untuk menghubungkan pengunjung dengan program wisata yang ada di TNBB.
Letak penunjuk arah berada di pinggir jalan untuk memudahkan pengunjung
melihat. Penunjuk arah terletak di beberapa tempat seperti di Cekik dekat BTNBB,
di pinggir jalan menuju SPTN 2, dan Labuan Lalang. Kemudian terdapat tanda
8
interpretasi berupa label untuk menjelaskan suatu objek (Gambar 2b). Pada
beberapa jenis pohon terdapat label yang menjelaskan nama dari jenis pohon
tersebut, namun tidak semua pohon diberi label.
(a)
(b)
Gambar 2 Sign dan label interpretasi: (a) penunjuk arah, (b) papan
interpretasi
Kawasan TNBB memiliki jalur khusus untuk wisata jungle tracking, yaitu
di Teluk Terima. Teluk terima merupakan zona pemanfaatan untuk kegiatan
menelusuri hutan dan merupakan jalur terbaik di TNBB (BTNBB 2013b). Jalur
ini menghubungkan pengunjung dengan objek-objek wisata dan memudahkan
pengunjung dalam perjalanan wisata. Pada jalur di hutan mangrove pengunjung
akan melewati tanah berpasir dengan jenis-jenis tumbuhan mangrove di sekitar
pantai (Gambar 3a). Jalur yang ada di hutan hujan dataran rendah merupakan
jalan setapak (Gambar 3b). Jalur tersebut melewati sungai (Gambar 3c) dan bukit
(Gambar 3d).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Jalur menyusuri hutan di Teluk Terima: (a) hutan
mangrove, (b) hutan hujan dataran rendah, (c) sungai,
(d) bukit
9
Pengelolaan wisata
Pengelolaan wisata alam di kawasan Taman Nasional Bali Barat sudah
melibatkan masyarakat sekitar, salah satunya untuk menjadi pemandu wisata.
Pemandu wisata yang sudah mendapatkan Surat Keputusan dari Kepala Balai
TNBB berjumlah 40 orang dan tergabung ke dalam forum pemandu. Setiap tahun
TNBB melakukan kegiatan pembinaan pemandu wisata alam. Dasar pelaksanaan
kegiatan pemandu wisata alam ini adalah Peraturan Menteri Kehutanan nomor
P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang organisasi dan tata kerja
Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Surat Pengesahan Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Surat Keputusan Kepala Balai TN Bali Barat, dan
Surat Perintah Tugas Kepala Balai TN Bali Barat. Kegiatan pembinaan pemandu
wisata alam di TNBB bertujuan untuk:
1. menanamkan pengetahuan dan peningkatan wawasan tentang tatacara,
prosedur serta kaidah-kaidah dalam rangka kepemanduan di dalam kawasan
konservasi, terutama kawasan Taman Nasional Bali Barat
2. mewujudkan pemandu wisata alam yang memiliki dedikasi dan rasa tanggung
jawab terhadap pengelolaan kawasan pelestarian alam, khususnya terhadap
usaha-usaha perlindungan dan pelestarian sumber daya alam, pengawetan
keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
3. untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam menguasai potensi
yang ada di kawasan TNBB
Pelaksanaan kegiatan pembinaan pemandu wisata setiap tahunnya dilakukan
selama dua hari. Materi yang diberikan setiap tahun berbeda-beda. Pada tahun
2013 materi yang disampaikan yaitu kebijakan pengembangan pariwisata alam di
Indonesia, kebijakan pengelolaan kawasan Taman Nasional, dan teknik promosi
dalam interpretasi. Pada tahun 2014 materi yang diberikan adalah aturan tentang
pemanduan wisata alam, pengenalan jenis-jenis burung di kawasan TNBB, dan
pengenalan jenis-jenis mangrove di kawasan TNBB. Pengajar atau pemberi
materi adalah instruktur lokal Balai Taman Nasional Bali Barat yang memiliki
kompetensi sesuai dengan materi pelatihan Pemandu Wisata Alam. TNBB juga
mengundang pihak lain untuk menjadi pemateri seperti Dinas Pariwisata. Metode
pembinaan dilakukan dengan pemberian materi secara teori di ruangan, dengan
berdiskusi mengenai apa yang sudah diajarkan dan hal-hal lain yang masih belum
jelas, sedangkan kegiatan praktek dilakukan dengan pengamatan dan mencoba
langsung di dalam kawasan TNBB (BTNBB 2014).
Wisata Satwaliar (wildlife tourism) di Taman Nasional Bali Barat (TNBB)
Taman Nasional Bali Barat memiliki kegiatan wisata yang terkait dengan
satwaliar (wildlife tourism), yaitu wisata yang dilakukan untuk melihat dan/atau
bertemu satwaliar. Wisata ini dapat dilakukan di alam liar atau habitat alami satwa
dengan ruang gerak satwa yang tidak dibatasi maupun di lokasi dengan ruang
gerak satwa dibatasi (Newsome et al. 2005). Wisata satwaliar yang ada di TNBB
yaitu menyusuri hutan (jungle tracking), pengamatan burung (bird watching), dan
safari.
10
Wisata jungle tracking dan bird watching tidak hanya ditawarkan di pusat
informasi tetapi ditawarkan juga oleh hotel atau penginapan yang berada di dekat
Taman Nasional Bali Barat. Pengunjung yang ingin melakukan wisata tracking
atau bird watching akan dibantu oleh pegawai hotel atau penginapan untuk
mendapatkan seorang pemandu. Jika sudah mendapatkan pemandu maka
pengunjung dapat menentukan waktu untuk melakukan kegiatan wisata.
Kemudian pengunjung akan diantar oleh pegawai hotel atau penginapan ke lokasi
kegiatan wisata dan bertemu langsung dengan pemandu. Biaya yang dikeluarkan
untuk wisata jungle tracking atau bird watching adalah tiket masuk kawasan dan
pemandu wisata. Pengunjung akan membayar tiket masuk kawasan Taman
Nasional Bali Barat sebesar Rp 200 000 untuk wisatawan mancanegara dan Rp
10 000 untuk wisatawan nusantara. Kemudian biaya pemandu wisata adalah Rp
250 000 – Rp 300 000 per jam.
1. Menyusuri hutan (jungle tracking)
Pada kegiatan wisata menyusuri hutan, pengunjung akan berjalan melewati
hutan mangrove sampai hutan hujan dataran rendah melalui jalur yang ada di
Teluk Terima. Pada jalur tracking dijumpai beragam jenis tumbuhan dan atraksi
satwa yang menarik. Atraksi satwa yang dapat dilihat yaitu burung yang sedang
terbang, hinggap di pohon, atau menangkap ikan di laut. Kemudian atraksi satwa
lainnya seperti bersuara, bergantungan di pohon, makan, istirahat, berjalan di
sekitar hutan, dan berkumpul bersama kelompoknya. Aktivitas yang dilakukan
pengunjung selama menyusuri hutan adalah mengamati satwa yang mereka lihat
maupun dengar (Gambar 4a), mengamati tumbuhan yang ada di sekitar mereka
(Gambar 4b), dan fotografi. Selain itu pengunjung diajak melihat pemandangan
hutan di TNBB dan laut yang indah dari atas bukit.
(a)
Gambar 3
(b)
Aktivitas menyusuri hutan (jungle tracking): (a) pengamatan
satwa, (b) mendengar penjelasan di hutan mangrove
Waktu pelaksanaan wisata ditentukan oleh pengunjung, yang umumnya
meminta satu hingga tiga jam untuk menyusuri hutan. Selama menyusuri hutan
metode penyampaian yang dilakukan pemandu adalah dengan bercerita. Pemandu
menjelaskan mengenai objek yang ada di sekitar jalur. Materi wisata yang
diberikan pemandu selama menyusuri hutan yaitu manfaat hutan bagi manusia
dan satwa, tipe hutan di Taman Nasional Bali Barat, jenis tumbuhan yang berada
di jalur tracking, tipe mangrove, dan jenis satwa yang terlihat selama tracking,
dengan rincian sebagai berikut:
11
1) Tipe hutan yang ada di Taman Nasional Bali Barat yaitu hutan pantai, hutan
musim, hutan mangrove, hutan hujan dataran rendah, hutan savana.
2) Tumbuhan yang berada di jalur tracking yaitu jenis Ficus sp yang
mempunyai sifat pencekik, kayu pahit yang apabila dirasakan terasa pahit,
liana, ki hujan, kerasi, tumbuhan yang dapat dijadikan obat.
3) Pengelompokkan mangrove menjadi tiga elemen yaitu mangrove mayor,
mangrove minor, dan mangrove asosiasi. Mangrove mayor memiliki ciri-ciri
tidak ditemukan di komunitas teresterial/darat, memiliki mekanisme
fisiologis untuk pengeluaran garam sehingga beberapa jenis vegetasi
mangrove dapat tumbuh pada tempat dengan kadar garam rendah sampai
tinggi. Mangrove minor tidak membentuk elemen vegetasi yang mencolok
tetapi hanya dijumpai di tepian habitat dan tidak pernah membentuk suatu
tegakan murni. Mangrove asosiasi tidak memiliki akar nafas, tidak memiliki
mekanisme pengeluaran garam dan dijumpai pada tepi mangrove yang lebih
dekat ke daratan. Mangrove memiliki akar pensil, lutut, dan tunjang.
4) Satwa yang terlihat selama jalur tracking seperti lutung jawa, monyet ekor
panjang, jelarang, ular viper pohon, biawak.
a. Lutung jawa (Trachypithecus auratus)
Lutung jawa hidup di strata pohon atas, biasanya terlihat di pohon
ki hujan dan memakan bagian pucuk daun yang masih muda (Gambar
5a). Lutung jawa memiliki perubahan warna bulu dari anakan menuju
dewasa dan merupakan satwa yang hidupnya bekelompok.
b. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
Monyet ekor panjang hidup di strata pohon tengah terkadang turun
ke tanah (Gambar 5b). Terdapata perbedaan sifat liar antara monyet yang
di dalam hutan dan di jalan. Monyet ekor panjang yang dijalan biasanya
sudah memiliki kebiasaan meminta makan pada manusia dan tidak takut
bila bertemu dengan manusia. Monyet ekor panjang mempunyai memori
bagus mengenai makanan.
c. Jelarang (Ratufa bicolor)
Jelarang menyerupai tupai namun memiliki ukuran yang lebih
besar dan berwarna hitam (Gambar 5c). Biasanya memiliki sarang yang
terbuat dari ranting-ranting pohon yang berada di strata pohon atas.
d. Ular viper pohon hijau (Trimeresurus albolabris)
Ular viper pohon hijau merupakan hewan yang berbisa (Gambar
5d).
e. Biawak (Varanus salvator)
Biawak adalah hewan reptil yang memangsa ayam, mamalia kecil
seperti tikus atau bangkai. Biasanya ditemukan di dalam pohon yang
sudah tumbang.
f. Suara dan jejak satwa
Suara satwa yang terdengar seperti suara ayam hutan sedangkan
jejak satwa yang terlihat berupa sarang, feses, dan jejak kaki.
g. Burung jalak bali (Leucopsar rothschildi)
Burung jalak bali merupakan burung endemik di Bali yang
terancam punah.
h. Pengenalan jenis burung yang terlihat selama tracking.
12
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4 Jenis satwaliar yang terlihat pada saat tracking: (a) lutung
jawa (Trachypithecus auratus), (b) monyet ekor panjang
panjang (Macaca fascicularis), (c) jelarang (Ratufa
bicolor), (d) ular viper pohon hijau (Trimeresurus
albolabris)
2. Pengamatan burung (bird watching)
Pengamatan burung (bird watching) merupakan kegiatan wisata melihat
burung di habitat alaminya. Kegiatan wisata bird watching dilakukan di Teluk
Gilimanuk dan Cekik karena lokasi yang lebih terbuka sehingga mudah dilakukan
pengamatan (Gambar 6). Pengunjung dapat melakukan kegiatan wisata dengan
dipandu seorang pemandu.
(a)
(b)
Gambar 5 Lokasi kegiatan pengamatan burung: (a) Teluk Gilimanuk, (b) Cekik
Metode penyampaian yang dilakukan pemandu saat wisata bird watching
adalah dengan bercerita. Selama kegiatan wisata pengunjung diajak melihat
13
burung-burung yang terlihat selama tracking. Jika ada pengunjung yang tertarik
dengan jenis tertentu, maka pemandu dapat mengantar pengunjung untuk
menemukan burung tersebut. Pemandu menyediakan binokuler dan membawa
field guide burung untuk membantu pengunjung dalam melihat dan
mengidentifikasi burung.
Materi yang diberikan selama kegiatan bird watching adalah pengenalan
jenis burung yang terlihat selama pengamatan berupa nama jenis burung, ciri-ciri,
dan habitat. Beberapa jenis yang terlihat selama tracking adalah cucak kutilang,
ayam hutan, takur ungkut-ungkut, raja udang biru, jalak putih, srigunting, takur
bultok, burung pelatuk, dan kuntul. Selain itu pengunjung diajak melihat burung
endemik Bali yaitu burung jalak bali. Burung jalak bali merupakan satwa andalan
di Taman Nasional Bali Barat. Pengunjung yang mengikuti bird watching tertarik
untuk melihat burung jalak bali yang berada di alam liar secara langsung.
Ketertarikan pengunjung terhadap satwa andalan atau ikonik suatu lokasi wisata
juga ditemukan di Australia. Fredline dan Faulkner (2001) menemukan bahwa di
Australia, banyak wisatawan yang tertarik melihat spesies ikonik seperti koala
(Phascolarctos cinereus) dan kangguru (Dipodomys spp.) pada kunjungan
pertama. Moscardo et al. (2001) menyatakan bahwa status kelangkaan, ukuran,
status simbolik, dan status terancam punah dari jenis satwa dapat mempengaruhi
kepuasan pengunjung dalam berwisata.
3. Safari
Wisata safari di TNBB ditawarkan pada musim kemarau yaitu pada bulan
Juni hingga September. Lokasi untuk melakukan safari berada di Prapat Agung
yang dapat dicapai dengan menggunakan mobil atau berjalan kaki. Pada musim
ini persediaan air mulai terbatas sehingga banyak satwa berkumpul di area yang
masih terdapat sumber air untuk aktivitas minum. Hal ini dijadikan peluang bagi
wisata safari untuk mengajak pengunjung melihat satwa secara langsung di
habitat alaminya. Satwa yang biasanya terlihat adalah babi hutan, rusa, kijang,
monyet ekor panjang, dan lutung jawa. Selain itu, pengunjung diajak melihat
hutan musim dan hutan savana yang ada di Prapat Agung.
Karakteristik Pengunjung
Jumlah
responden
Pengunjung yang melakukan wisata satwaliar di TNBB pada saat penelitan
adalah wisatawan mancanegara. Total responden berjumlah 24 orang berasal dari
negara Jerman (21%), Swiss (17%), Denmark (13%), Belanda (13%), Inggris
(8%), Belgia (8%), Perancis (8%), Finlandia (8%), dan Yunani (4%) (Gambar 7).
6
4
2
0
5
4
3
3
2
2
2
2
1
Asal negara
Gambar 6 Asal negara responden
14
Jumlah responden
Seluruh responden melakukan kunjungan wisata satwaliar dengan frekuensi
kunjungan satu kali. Lebih dari setengah jumlah responden (58%) didominasi oleh
umur 50 tahun ke atas. Responden termuda berusia 20 tahun, sedangkan yang
tertua 70 tahun. Minat responden berbeda-beda dalam melakukan wisata satwaliar,
yaitu melihat pemandangan alam, melihat tumbuhan, melihat berbagai satwa,
melihat burung, dan fotografi. Responden yang mengikuti jungle tracking
berjumlah 18 orang sedangkan bird watching berjumlah 6 orang. Wisatawan yang
merupakan kelompok umur tua lebih senang melihat burung dan pemandangan di
alam terbuka. Hal ini sesuai dengan temuan Lindsey et al. (2007) bahwa di Afrika
Selatan wisatawan yang lebih tua cenderung menunjukkan minat yang lebih besar
terhadap burung, keanekaragaman tanaman, pemandangan, dan spesies yang
mudah diamati.
Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 13 orang dan
perempuan 11 orang dengan perbandingan 1:1. Sebanyak 22 pengunjung yang
mengikuti wisata satwaliar adalah berpasangan, sedangkan 2 pengunjung lainnya
seorang diri. Latar belakang pekerjaan pengunjung beragam yaitu pegawai swasta,
wiraswasta, konsultan lingkungan, peneliti (biologi), mahasiswa biologi,
mahasiswa ekonomi, mahasiswa teknik, ahli teknologi informasi, engineering,
dokter, physioterapist, dosen psikologi, anggota DPR, pengacara, sekretaris,
musisi, freelance, fotografer, dan akuntan (Gambar 8).
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Pekerjaan
Gambar 7 Latar belakang pekerjaan responden
Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai
Konservasi Satwa
Berdasarkan hasil skor pengetahuan pengunjung, terjadi peningkatan
sebesar 7% dari hasil jawaban pre-test dan post-test. Sebelum mengikuti wisata
satwaliar, persentase responden yang menjawab pertanyaan dengan benar adalah
49% kemudian setelah mengikuti wisata satwaliar menjadi 56% (Tabel 4).
Peningkatan pengetahuan responden yang lebih dari 20% yaitu mengenai nama
ilmiah burung jalak bali (30%), jenis satwa yang dilindungi di TNBB (21%),
pengertian satwa endemik (29%), dan bentuk pelestarian taman nasional (33%).
15
Peningkatan persentase ini menunjukkan bahwa dalam wisata satwaliar terdapat
beberapa materi yang berkaitan dengan konservasi satwa sehingga meningkatkan
pengetahuan pengunjung. Namun terdapat juga beberapa pengetahuan yang tidak
mengalami peningkatan dan memiliki persentase dibawah 50% yaitu bentuk
pemanfaatan satwaliar oleh manusia (21%), ancaman utama penurunan populasi
satwa (42%), aspek kegiatan utama dalam konservasi (42%), motif konservasi
(38%), dan kriteria spesies-spesies yang rentan punah (42%). Hal ini
menunjukkan bahwa materi terkait pertanyaan tersebut belum dijelaskan dalam
wisata jungle tracking maupun bird watching.
Tabel 4 Persentase responden yang menjawab pertanyaan dengan benar
Pre-test PostKenaikNo Pertanyaan
(%)
test (%) an (%)
1
Pengertian satwaliar
79
83
4
2
Komponen utama habitat satwa
58
58
0
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
3
63
71
8
terjadinya perubahan habitat
4
Peran satwaliar bagi ekosistem
58
58
0
5
Bentuk pemanfaatan satwaliar oleh manusia
21
21
0
6
Ancaman utama penurunan populasi satwa
42
42
0
7
Pengertian punah
83
83
0
8
Aspek kegiatan utama dalam konservasi
42
42
0
9
Motif konservasi
38
38
0
10 Nama ilmiah burung jalak bali
8
38
30
11 Jenis satwa dilindungi di TNBB
21
42
21
12 Pengertian satwa endemik
50
79
29
13 Bentuk pelestarian taman nasional
42
75
33
14 Kriteria spesies-spesies yang rentan punah
42
42
0
Nama perdagangan internasional spesies
15
54
58
4
tumbuhan dan satwaliar terancam
Bentuk-bentuk lembaga konservasi satwa di
16
56
58
2
luar habitat aslinya
17 Penyebab perdagangan satwaliar
75
75
0
18 Program pemulihan populasi liar jalak bali
49
51
2
19 Kegiatan pengelolaan satwa secara ex situ
38
42
4
20 Kegiatan pengelolaan satwa secara in situ
60
61
1
Rata-rata
49
56
7
Pengunjung yang mengikuti wisata jungle tracking dan bird watching
memiliki perbedaan peningkatan pengetahuan (Gambar 9). Pengetahuan
pengunjung jungle tracking bertambah mengenai faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan habitat (11%), nama ilmiah burung jalak bali
(11%), jenis satwa dilindungi di TNBB (22%), pengertian satwa endemik (39%),
bentuk pelestarian taman nasional (44%), nama perdagangan internasional spesies
tumbuhan dan satwaliar terancam (6%), bentuk-bentuk lembaga konservasi satwa
16
di luar habitat aslinya (4%), program kegiatan pemulihan populasi liar jalak bali
(1%), bentuk kegiatan pengelolaan satwa secara ex situ (3%) dan in situ (2%).
Pengetahuan pengunjung bird watching bertambah mengenai pengertian satwaliar
(17%), nama ilmiah burung jalak bali (83%), jenis satwa dilindungi di TNBB
(18%), program kegiatan pemulihan populasi liar jalak bali (4%), dan bentuk
kegiatan pengelolaan satwa secara ex situ (8%). Perbedaan peningkatan
pengetahuan ini menunjukkan terdapat perbedaan materi yang disampaikan pada
saat wisata jungle tracking dan bird watching.
90%
Persentase responden
80%
70%
60%
50%
Jungle
tracking
Bird
watching
40%
30%
20%
10%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pertanyaan
Gambar 8 Persentase kenaikan pengetahuan pengunjung jungle tracking dan bird
watching
Persentase
responden
Jika dilihat dari kategori pengetahuan, terdapat perubahan kategori
pengetahuan sebelum dan sesudah pengunjung melakukan wisata satwaliar
(Gambar 10). Sebelum mengikuti wisata satwaliar, sebanyak 4 responden (17%)
memiliki pengetahuan yang tergolong dalam kategori rendah, 17 responden (71%)
tergolong dalam kategori sedang, dan 3 responden (12%) tergolong dalam
kategori tinggi. Sesudah mengikuti wisata satwaliar, 1 responden (4%) memiliki
pengetahuan yang tergolong dalam kategori rendah, 15 responden (63%)
tergolong dalam kategori sedang, dan 8 responden (33%) tergolong dalam
kategori tinggi.
80%
60%
Sebelum
40%
Sesudah
20%
0%
Rendah
Gambar 9
Sedang
Tinggi
Kategori skor pengetahuan pengunjung mengenai
konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti
wisata satwaliar
17
Pada kategori rendah dan sedang terjadi penurunan persentase jumlah
responden namun pada kategori tinggi terjadi peningkatan presentase jumlah
responden. Responden yang tergolong dalam kategori pengetahuan rendah
memiliki latar belakang pekerjaan sebagai mahasiswa ekonomi, fisioterapis,
pengacara, dan akuntan. Responden yang tergolong dalam kategori pengetahuan
tinggi memiliki latar belakang pekerjaan sebagai konsultan lingkungan, peneliti di
bidang biologi, dan dokter. Jika dilihat dari latar belakang pekerjaan, jenis
pekerjaan tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan permasalahan lingkungan
terutama mengenai konservasi satwa. Perbedaan tingkat pengetahuan responden
dapat disebabkan oleh aktivitas mereka yang berhubungan dengan lingkungan.
Beberapa responden pernah mengikuti wisata satwaliar di negara lain dan
menyukai kegiatan wisata yang berhubungan dengan alam. Hal ini sesuai dengan
penelitian National Environmental Education and Training Foundation (1997)
yang menemukan fakta bahwa keanggotaan dalam organisasi lingkungan atau
alam dan keterlibatan dalam kegiatan di luar ruangan mempengaruhi pengetahuan
lingkungan, kepedulian, dan perilaku seseorang.
Peningkatan skor setiap responden berbeda-beda dengan kisaran 1 hingga 4
skor tetapi terdapat juga responden yang tidak mengalami peningkatan skor. Hasil
skor rata-rata pengetahuan responden sebelum mengikuti wisata satwaliar adalah
15,42 namun sesudah mengikuti wisata satwaliar menjadi 17. Skor tersebut
tergolong dalam kategori sedang dengan skor berkisar 11 – 19. Berdasarkan hasil
uji t pada taraf nyata 5%, nilai t hitung adalah 7,62 sedangkan t tabel adalah 1,71
sehingga t hitung lebih besar dari t tabel, maka terdapat perbedaan yang signifikan
antara pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah
mengikuti wisata satwaliar. Hal ini menunjukkan bahwa dengan mengikuti
kegiatan wisata satwaliar, pengetahuan responden mengenai konservasi satwa
dapat bertambah. Peningkatan pengetahuan pengunjung dapat bertambah karena
dalam wisata satwaliar pengunjung dapat melihat satwa secara langsung sehingga
menimbulkan rasa ingin tahu terhadap objek yang mereka lihat atau dengar.
Milson (1990) diacu dalam Ballantyne et al. (2007) menyatakan bahwa wisata
satwaliar dapat menawarkan pertemuan dengan satwa yang hidup dan memiliki
potensi yang cukup besar untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi
pengunjung terhadap satwa yang mungkin hanya dapat dilihat melalui buku-buku
atau televisi.
Selain peningkatan pengetahuan mengenai konservasi satwa, pengetahuan
lain yang bertambah yaitu mengenai mangrove, beberapa tumbuhan di hutan
hujan dataran rendah, dan sekilas sejarah mengenai makam Raja Jayaprana.
Kemudian beberapa pengunjung menjadi lebih simpati terhadap kelestarian
lingkungan. Mereka berpendapat bahwa manusia perlu menjaga lingkungan
karena lingkungan saat ini sudah semakin rusak, banyak satwa dan tumbuhan
yang punah. Rasa simpati ini terjadi karena pengalaman emosional memancing
pemikiran yang lebih dalam dan menimbulkan keprihatinan serta rasa hormat
terhadap spesies satwa maupun tumbuhan. Ballantyne et al. (2011) menyatakan
bahwa hal ini terjadi ketika pengunjung benar-benar bisa menyaksikan perjuangan
hewan untuk bertahan hidup atau ketika mendapat informasi baik secara langsung
maupun melalui papan interpretasi yang difokuskan pada ancaman yang
ditimbulkan oleh tindakan manusia.
18
Peran wisata satwaliar terhadap pengunjung tidak terlepas dari keterlibatan
pemandu wisata. Sepanjang kegiatan wisata berlangsung, pemandu wisata TNBB
merupakan satu-satunya orang yang berhubungan langsung dengan pengunjung.
Selain memandu perjalanan, penting bagi seorang pemandu wisata untuk dapat
menginterpretasikan suatu objek, agar wisata tidak hanya berdampak untuk
memberikan kepuasan namun memberikan pengetahuan baru bagi pengunjung.
Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat menimbulkan kesadaran
mengenai konservasi satwa. Peningkatan pengetahuan pengunjung di TNBB dapat
bertambah karena selama wisata pemandu mengangkat permasalahanpermasalahan mengenai satwa seperti kelangkaan burung jalak bali, perilaku
satwaliar yang sudah tidak alami karena terbiasa diberi makan manusia,
pemburuan satwa, maupun pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
manusia. Sesuai dengan penelitian Ballantyne et al. (2009), bahwa dampak
positif wisata satwaliar terhadap pengetahuan lingkungan dan sikap pengunjung
dapat terjadi dengan meningkatkan kesadaran pengunjung mengenai
permasalahan lingkungan, mengembangkan rasa hormat dan penghargaan mereka
terhadap alam dan satwaliar serta mempromosikan sikap dan tindakan yang ramah
lingkungan. Kemudian Ballantyne et al. (2010) menyatakan bahwa dampak
jangka panjang dari pengalaman wisata satwaliar dapat dioptimalkan melalui
dorongan kepada pengunjung untuk menghubungkan emosional mereka dengan
hewan yang diamati, menanggapi secara serius ancaman yang dihadapi satwasatwa tersebut, merefleksikan ide-ide dan mendiskusikannya dengan orang lain.
Penelitian Powel dan Ham (2008) membuktikan terjadi peningkatan
pengetahuan pengunjung di Taman Nasional Galapagos sebesar 10% mengenai
biologi laut, burung, sejarah alam dan konservasi lingkungan dari skor jawaban
sebelum memulai perjalanan dan setelah mengakhiri perjalanan wisata.
Bertambahnya pengetahuan ini didukung dengan strategi interpretasi yang kuat di
Taman Nasional Galapagos yaitu menyenangkan (enjoyable), relevan (relevant),
terorganisir (organized), dan tematik (thematik) yang disingkat EROT. Strategi
interpretasi ini tidak hanya mempengaruhi pengetahuan pengunjung mengenai
situs wisata tetapi juga mempengaruhi sikap dan niat pengunjung yang berkaitan
dengan perilaku pro-konservasi.
TNBB belum menerapkan suatu strategi interpretasi, namun sudah
menerapkan beberapa aspek strategi interpretasi. Walaupun setiap tahun
dilakukan pelatihan pemandu wisata, namun setiap pemandu memiliki cara yang
berbeda-beda dalam memandu wisata. Pada aspek menyenangkan, beberapa
pemandu menjelaskan materi dengan menambahkan hal-hal humoris agar
pengunjung tidak bosan, contohnya mengajak pengunjung untuk mencoba duduk
pada liana dengan cara berayunan untuk membuktikan bahwa liana adalah
tumbuhan yang kuat. Selain itu, pemandu memberi kesempatan pada pengunjung
untuk memegang buah dari sebuah tumbuhan. Pada aspek relevan, pemandu
menjelaskan informasi sesuai dengan apa yang pengunjung lihat, namun beberapa
pemandu tidak dapat menjelaskan suatu objek tertentu. Wisata satwaliar di TNBB
sudah terorganisir karena setiap kegiatan wisata sudah terjadwal dengan baik.
Setiap pengunjung yang ingin melakukan wisata akan mendapatkan pemandu
wisata. Kemudian pengunjung dapat memahami serta mengikuti penjelasan
pemandu karena urutan penyampaian informasi sudah teratur sesuai perjalanan
wisata, terlebih lagi pemandu wisata di TNBB menjelaskan dalam bahasa inggris.
19
Pada aspek tematik, pemandu belum menerapkan tema khusus dalam wisata,
pemandu hanya memandu perjalanan wisata dan hanya menyampaikan informasi
mengenai objek yang mereka lihat. Tidak banyak pemandu yang berkomunikasi
dengan moral cerita atau pesan yang mempromosikan hubungan intelektual dan
emosional. Menurut Ham (1992), tema menjadi hal yang penting karena dapat
memberi arahan yang jelas serta pemahaman yang lebih mendalam, sehingga
pengunjung dapat lebih mudah dalam memahami materi yang diberikan selama
wisata dan pengalaman wisata menjadi lebih berkesan.
Media dapat menjadi alat komunikasi yang kuat dalam menyampaikan
informasi. Dampak media pada pengetahuan lingkungan tidak boleh diabaikan
karena media menyediakan aliran informasi lingkungan yang kadang kompleks
atau sederhana (Coyle 2005). Media interpretasi dapat berupa sign/label, brosur,
leaflet atau papan interpretasi. Selama mengikuti jalur tracking hanya ditemukan
dua papan interpretasi yang menjelaskan nama lokal dan nama ilmiah sebuah
tumbuhan pada jalur tracking, namun tidak ada papan interpretasi yang berkaitan
dengan satwa. Pengelola wisata perlu mempertimbangkan pembuatan papan
interpretasi mengenai satwa pada jalur trackin
PENGUNJUNG MENGENAI KONSERVASI SATWA DI
TAMAN NASIONAL BALI BARAT
RIBKA KEZIA HAREFA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Wisata Satwaliar
terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai Konservasi Satwa di Taman
Nasional Bali Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Ribka Kezia Harefa
NIM E34110007
ABSTRAK
RIBKA KEZIA HAREFA. Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan
Pengunjung mengenai Konservasi Satwa di Taman Nasional Bali Barat.
Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB dan RESTI MEILANI.
Wisata satwaliar dapat berperan dalam konservasi karena memberi
kesempatan untuk kontak langsung dengan alam serta memiliki dampak positif
terhadap pembelajaran pengunjung mengenai lingkungan. Tujuan penelitian ini
adalah mengukur peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung
mengenai konservasi satwa di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Pengetahuan
pengunjung dinilai berdasarkan hasil skor pertanyaan sebelum dan sesudah
wisata, kemudian digolongkan menjadi beberapa kategori pengetahuan yaitu
rendah, sedang, dan tinggi, serta dilakukan uji t berpasangan. TNBB memiliki
wisata satwaliar jungle tracking, bird watching, dan safari dengan pengunjung
yang berasal dari mancanegara. Setelah mengikuti wisata satwaliar di TNBB, skor
pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa meningkat sebesar 7%, dan
hasil skor rata–rata meningkat dari 15.42 menjadi 17. Peningkatan pengetahuan
ini terjadi karena pengunjung berinteraksi langsung dengan satwa dan didukung
dengan peran pemandu wisata.
Kata kunci: konservasi, pengetahuan, taman nasional Bali Barat, wisata satwaliar.
ABSTRACT
RIBKA KEZIA HAREFA. The Role of Wildlife Tourism in Bali Barat National
Park toward Visitors' Knowledge on Wildlife Conservation. Supervised by E.K.S.
HARINI MUNTASIB and RESTI MEILANI.
Wildlife tourism can play a role in wildlife conservation because it gives an
opportunity for direct contact with nature and has a positive impact to teach
visitors about the environment. The purpose of this study was to measure the role
of wildlife tourism toward visitor's knowledge on wildlife conservation in Bali
Barat National Park. Visitor's knowledge was assessed based on the scores of
questions given before and after the tour. The scores were then classified into
several categories of knowledge, i.e. low, medium, and high categories.
Afterwards, the score was verified using paired t-test. Bali Barat National Park
has wildlife tourism program, i.e. jungle tracking, bird watching, and safari. The
tourists came from foreign countries. After the tour, the score of visitor's
knowledge about wildlife conservation increased by 7% and the average score
increased from 15.42 to 17. The increase of knowledge was due to visitors’ having
direct interaction with animals and being supported by the tour guide.
Keywords: Bali Barat national park, conservation, knowledge, wildlife tourism.
PERAN WISATA SATWALIAR TERHADAP PENGETAHUAN
PENGUNJUNG MENGENAI KONSERVASI SATWA DI
TAMAN NASIONAL BALI BARAT
RIBKA KEZIA HAREFA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung
mengenai Konservasi Satwa di Taman N asional Bali Barat
Nama
Ribka Kezia Harefa
NIM
E34110007
Disetujui oleh
Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib, MS
Pembimbing I
Tanggal Lulus:
2 1 セ]@
,'
2015
ti Meilani, SHut, MSi
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah wisata
satwaliar (wildlife tourism), dengan judul Peran Wisata Satwaliar terhadap
Pengetahuan Pengunjung mengenai Konservasi Satwa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib,
MS dan Ibu Resti Meilani, SHut, MSi selaku dosen pembimbing atas arahan,
bimbingan, dan saran selama penelitian serta penyusunan skripsi ini. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Balai Taman Nasional Bali
Barat (Bapak I Gede Mahendra, Bapak I Putu Gede Arya, Bapak Seno Pramudita,
Bapak Kuat Wahyudi dan Bapak Arie Subagja), para pemandu wisata (Bapak
Bardiyanto, Mas Iwan, Bapak Made Lau, Bapak Komang, Bapak Nanang, Bapak
Putu, dan Bapak Parno), serta Polisi Hutan di Resort Teluk Terima yang telah
membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala kasih sayang, doa dan dukungannya. Selain itu ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada teman seperjuangan penelitian (Detiara dan
Annisa), kelompok PKLP Bali Barat 2015 (Aristyo, Agung, Fajar, Juli, Shindy,
dan Rizka), teman-teman dream world (Rama, Rinda, Jaya, dan Eri), Vicha
Arisandhi, Erviana Kristia, dan keluarga besar KSHE 48 atas doa serta
dukungannya selama proses penyususan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Ribka Kezia Harefa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Manfaat
2
METODE
2
Lokasi dan waktu
2
Alat dan Instrumen
2
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
2
Analisis Data
4
Sintesis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
6
Wisata Satwaliar (wildlife tourism) di Taman Nasional Bali Barat
(TNBB)
9
Karakteristik Pengunjung
13
Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai
Konservasi Satwa
14
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
DAFTAR TABEL
1 Jenis data dan metode pengumpulan data
2 Data jumlah pengunjung wisata satwaliar (wildlife tourism) Taman
Nasional Bali Barat tahun 2012 sampai 2014
3 Kategori pengetahuan
4 Persentase responden yang menjawab pertanyaan dengan benar
2
4
5
15
DAFTAR GAMBAR
1 Pusat informasi di TNBB: (a) Cekik, (b) Labuan Lalang
2 Sign dan label interpretasi: (a) penunjuk arah, (b) papan interpretasi
3 Jalur menyusuri hutan di Teluk Terima: (a) hutan mangrove, (b) hutan
hujan dataran rendah, (c) sungai, (d) bukit
4 Aktivitas menyusuri hutan (jungle tracking): (a) pengamatan satwa, (b)
mendengar penjelasan di hutan mangrove
5 Jenis satwaliar yang terlihat pada saat tracking: (a) lutung jawa
(Trachypithecus auratus), (b) monyet ekor panjang panjang (Macaca
fascicularis), (c) jelarang (Ratufa bicolor), (d) ular viper pohon hijau
(Trimeresurus albolabris)
6 Lokasi kegiatan pengamatan burung: (a) Teluk Gilimanuk, (b) Cekik
7 Asal negara responden
8 Latar belakang pekerjaan responden
9 Persentase kenaikan pengetahuan pengunjung jungle tracking dan bird
watching
10 Kategori skor pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa
sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar
7
8
8
10
12
12
13
14
16
16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil perhitungan penentuan kategori pengetahuan
2 Rekapitulasi pengetahuan pengunjung
22
23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu permasalahan mengenai satwaliar adalah jumlah populasinya
yang semakin berkurang di habitat alaminya sehingga banyak spesies berada
dalam status langka dan bahkan punah. Kurangnya pemahaman masyarakat
terhadap lingkungan hidup menjadi salah satu penyebab timbulnya permasalahan
tersebut. Masyarakat hanya mementingkan kehidupannya sendiri dengan
mengeksploitasi secara berlebihan tanpa mempedulikan keseimbangan alam dan
kelestarian lingkungan dalam jangka panjang. Di sisi lain masyarakat tidak
memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi pada satwaliar. Bagi
masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, hubungan interaksi dengan alam
semakin jarang terjadi. Diperlukan suatu cara yang dapat menghubungkan
masyarakat dengan lingkungan alam sehingga pada akhirnya masyarakat dapat
berperan dalam konservasi lingkungan.
Wisata satwaliar (wildlife tourism) memiliki peluang aktif untuk berperan
dalam konservasi. Wisata satwaliar menjadi semakin populer dalam beberapa
tahun terakhir ini. Banyak wisatawan yang memiliki minat khusus melakukan
perjalanan untuk melihat satwaliar di lingkungan alaminya. Wisata satwaliar
menawarkan pengalaman sekaligus kesempatan unik bagi wisatawan untuk
berhubungan kembali dengan alam. Perjalanan ini dapat menimbulkan
pengalaman baru yang berbeda dari sekedar melihat di televisi atau media
elektronik lainnya.
Pengalaman wisata yang memberi kesempatan untuk kontak langsung
dengan alam dapat menyampaikan pesan pendidikan yang kuat dan positif bagi
pengunjung (Ballantyn et al. 2011). Tanpa hubungan yang kuat dengan alam sulit
bagi seseorang untuk memahami masalah-masalah dari pemanfaatan sumber daya
yang berlebihan. Wisata satwaliar memiliki dampak positif jangka pendek dan
jangka panjang terhadap pembelajaran pengunjung mengenai lingkungan, dengan
mengembangkan rasa hormat dan penghargaan untuk satwaliar maupun alam.
Selain itu dapat meningkatkan kesadaran akan masalah lingkungan,
mempromosikan sikap dan tindakan lingkungan yang berkelanjutan, dan
membangun kapasitas pengunjung untuk penerimaan jangka panjang dari praktek
hidup yang berkelanjutan (Ballantyne et al. 2009).
Taman Nasional Bali Barat (TNBB) merupakan salah satu taman nasional
yang memiliki wisata satwaliar. Burung jalak bali (Leucopsar rothschildi)
merupakan flagship species yang menjadi daya tarik utama di TNBB. Flagship
species adalah spesies populer dan karismatik yang berfungsi sebagai simbol
untuk mendorong kesadaran dan tindakan konservasi (Heywood 1995). Selain
burung jalak bali terdapat juga jenis satwa lainnya, baik mamalia, burung,
maupun herpetofauna. Di TNBB, peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan
pengunjung mengenai konservasi satwa belum pernah diteliti. Berdasarkan hal itu,
diperlukan penelitian untuk mengukur peran wisata satwaliar, sehingga wisata
satwaliar di TNBB dapat memberi pengetahuan dan menumbuhkan kepedulian
pengunjung terhadap kelestarian lingkungan khususnya satwaliar.
2
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengukur peran wisata satwaliar terhadap
pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa di Taman Nasional Bali
Barat.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi yang
bermanfaat dalam pengembangan dan pengelolaan wisata satwaliar berbasis
konservasi bagi pihak Taman Nasional Bali Barat umumnya dan bagi kepentingan
pengunjung wisata satwaliar khususnya.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bali Barat, Kabupaten
Buleleng dan Jembrana, Provinsi Bali. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari – Maret 2015.
Alat dan Instrumen
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis, kamera dan laptop.
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan hasil kuisioner,
sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur sebagai penunjang data
primer. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, wawancara terstruktur dengan
kuesioner, wawancara semi terstruktur, dan observasi lapang (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data
Jenis data
Metode pengumpulan data
Program wisata satwaliar di Taman
Studi pustaka, wawancara semi
Nasional Bali Barat
terstruktur, dan observasi lapang
Materi kegiatan dari jenis wisata
Studi pustaka dan wawancara semi
satwaliar di TNBB
terstruktur
Pengetahuan pengunjung mengenai
Wawancara terstruktur dengan
konservasi satwa
kuesioner
3
Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data mengenai kondisi umum
lokasi penelitian, program wisata satwaliar yang ada di Taman Nasional Bali
Barat, pengelolaan wisata, lokasi dan cara mengunjungi lokasi kegiatan wisata,
dan data pengunjung wisata. Pustaka yang digunakan berupa buku, jurnal, dan
hasil penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian dengan penelitian ini..
Observasi lapang
Observasi lapang dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara langsung
kegiatan wisata satwaliar di Taman Nasional Bali Barat, peran serta petugas
bagian wisata dalam pelaksanaan kegiatan wisata, dan media interpretasi yang
digunakan dalam wisata.
Wawancara
1.
Wawancara kepada pengelola
Wawancara semi terstruktur dilakukan kepada key informant, yaitu petugas
yang menangani bagian wisata, untuk mendapatkan data mengenai
pelaksanaan/program kegiatan wisata satwaliar di TNBB.
2.
Wawancara kepada pengunjung
Wawancara kepada pengunjung dilakukan dengan wawancara terstruktur
menggunakan kuesioner untuk mengetahui data pribadi dan pengetahuan
mengenai konservasi satwaliar sebelum dan setelah mengikuti program wisata
satwaliar melalui pre-test dan post-test. Pre-test dan post-test terdiri dari dua tipe
soal dengan total 20 pertanyaan. Tipe pertama merupakan soal pilihan ganda
berjumlah 15 soal, setiap soal terdiri dari lima pilihan jawaban dan hanya ada satu
jawaban yang benar. Tipe kedua merupakan pilihan ganda berjumlah lima soal
dengan lima pilihan jawaban, namun jawaban yang benar dapat lebih dari satu.
Wawancara kepada responden dilakukan selama tujuh hari, yaitu hari Senin –
Minggu. Pemilihan waktu pengambilan sampel berdasarkan waktu kegiatan
optimal wisata satwaliar.
Pemilihan responden sebagai unit contoh dilakukan terhadap pengunjung
yang mengikuti kegiatan wisata satwaliar, dan pengunjung tersebut bersedia
mengisi kuesioner, baik sebelum mengikuti kegiatan wisata dan sesudah
mengikuti kegiatan wisata. Penentuan jumlah responden menggunakan rumus
Slovin (Sugiyono 2006), yaitu berdasarkan rata-rata jumlah pengunjung per bulan
yang didapatkan dari data pengunjung tiga tahun terakhir pada tahun 2012 – 2014
(Tabel 2).
Rumus Slovin dijabarkan sebagai berikut:
n=
Keterangan:
n = jumlah sampel (orang)
N = rata-rata jumlah pengunjung per bulan
e = batas maksimum kesalahan yang masih bisa diterima (margin error), dengan
asumsi 10 %
4
Tabel 2
Data jumlah pengunjung wisata satwaliar (wildlife tourism) Taman
Nasional Bali Barat tahun 2012 sampai 2014
Bulan
Tahun
2013
1
5
12
8
23
20
15
25
20
30
18
35
212
2012
6
12
11
2
5
20
15
20
35
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
10
Desember
15
Total
151
Rata-rata pengunjung per tahun
Rata-rata pengunjung per bulan
2014
91
337
201
77
76
782
382
32
Rata-rata pengunjung per bulannya (N) adalah 32 orang, sehingga
didapatkan jumlah responden (n) sebanyak 24 pengunjung, dengan perhitungan
sebagai berikut:
n=
= 24
Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dan dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif serta statistik deskriptif. Analisis deskriptif
digunakan untuk menganalisis program wisata satwaliar yang ada di TNBB,
materi yang diberikan ketika kegiatan wisata satwaliar, dan media yang digunakan
dalam wisata. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis pengetahuan
pengunjung tentang konservasi satwa dan peran wisata satwa liar terhadap
pengetahuan pengunjung yang diolah dan dianalisis sebagai berikut:
Pengetahuan pengunjung
Pengukuran pengetahuan pengunjung dilakukan melalui skoring dari hasil
jawaban pertanyaan. Setiap jawaban yang benar diberi nilai satu. Rentang skor
pada tipe soal pertama dari 0 – 15, sedangkan rentang skor pada tipe soal kedua
dari 0 – 15 sehingga total skor keseluruhan adalah 30. Semakin besar skor
menunjukkan semakin tinggi pengetahuan pengunjung mengenai konservasi
satwa.
5
Skor pengetahuan pengunjung dikelompokkan dalam tiga kategori skor,
yaitu:
Rendah
: jika skor jawaban responden berada pada selang bawah
Sedang
: jika skor jawaban responden berada selang tengah
Tinggi
: jika jawaban skor responden berada pada selang atas
Penentuan selang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
ST
: (skor minimum + SK max - SK min) ± SD
2
SA
: nilai skor lebih besar dari ST sampai dengan SK max
SB
: nilai skor lebih kecil dari ST sampai dengan SK min
Keterangan :
ST
: Selang tengah
SK min
: Penjumlahan skor terendah dari semua item jawaban kuisioner
SK max
: Penjumlahan skor tertinggi dari semua item jawaban kuisioner
SA
: Selang atas
SB
: Selang bawah
SD
: Standar deviasi/simpangan baku = √s2
Berdasarkan penentuan selang didapatkan hasil kategori rendah, sedang,
tinggi dengan selang 9 (Tabel 3).
Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Tabel 3 Kategori pengetahuan
Selang skor pengetahuan
19
Peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung
Peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung mengenai
konservasi satwa diketahui dengan membandingkan hasil skor pre-test dan posttest. Kemudian dilakukan uji terhadap perbedaan pengetahuan responden
mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan wisata
satwaliar. Uji yang digunakan adalah uji t, yaitu uji perbedaan nilai rata-rata dua
populasi berpasangan (Walpole 1995). Uji statistik ini digunakan karena sampel
merupakan subjek yang sama namun mengalami dua perlakuan yang berbeda.
Rumus yang digunakan sebagai berikut:
̅
t= ⁄
√
Keterangan:
̅ = Rata-rata selisih dan (post-test – pre-test)
= standar deviasi selisih dan (post-test – pre-test)
n = jumlah sampel
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pengunjung
mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar
H1: Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pengunjung
mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar
6
Kriteria uji pada pada taraf nyata 5 %:
Jika
˃
, maka tolak H0
Jika
≤
, maka terima H0
Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel, maka H0 ditolak, artinya terdapat
perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pengunjung mengenai konservasi
satwa sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar. Perbedaan pengetahuan
ini menunjukkan bahwa wisata satwaliar memiliki peran terhadap pengetahuan
pengunjung mengenai konservasi satwa.
Sintesis Data
Hasil analisis data kemudian dibandingkan dengan penelitian atau pustaka
lain, terkait dengan pendidikan konservasi dari berbagai jurnal, buku, dan karya
ilmiah, untuk mendapat gambaran peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan
pengunjung mengenai konservasi satwa, sehingga wisata satwaliar di TNBB dapat
dikembangkan pada arah pendidikan konservasi yang dapat menambah
pengetahuan pengunjung mengenai konservasi, dan diharapkan dapat
menimbulkan kepedulian pengunjung terhadap lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional Bali Barat (TNBB)
terletak dalam 2 kabupaten yaitu Kabupaten Buleleng dan Jembrana, Provinsi Bali.
Secara geografis TNBB terletak antara 8º05’20” LS dan 144º25’00” sampai
dengan 114º56’30” BT. Luas kawasan TNBB yaitu 19 002.89 Ha yang terdiri dari
15 587.89 Ha berupa wilayah daratan dan 3 415 Ha berupa perairan. Bentuk
topografi bergelombang mulai dari ringan sampai berat dengan lereng landai/rata
hingga curam dengan ketinggian tempat antara 0 – 1 414 mdpl. Kondisi iklim
TNBB berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson memiliki kelas iklim D
(Sedang), E (Agak Kering), dan F (Kering). Curah hujan berkisar dari 1 500 – 1
050 mm/tahun dengan curah hujan tertinggi terjadi di bagian timur kawasan dan
terendah berada di bagian barat. Suhu udara rata-rata pada beberapa lokasi di
TNBB yaitu 33°C. Kelembaban udara kawasan berkisar antar 55% sampai 85%
atau kelembaban tinggi antara bulan Mei, Juni, dan Juli (BTNBB 2013a).
Objek wisata
Kawasan TNBB berdasarkan ketinggian tempat dibagi menjadi dua tipe
ekosistem, yakni tipe ekosistem darat yang meliputi ekosistem hutan mangrove,
hutan pantai, hutan musim, hingga hutan hujan dataran rendah, serta tipe
ekosistem laut meliputi ekosistem terumbu karang (coral reef), padang lamun,
sampai perairan laut dalam. Taman Nasional Bali Barat mempunyai 117 jenis
flora yang tersebar ke dalam 60 famili. Beberapa tumbuhan langka yang
dilindungi yaitu bayur (Pterospermum diversifolium), bungur (Lagerstroemia
7
speciosa), sawo kecik (Manilkara kauki), keruing bunga (Dipterocarpus haseltii),
kesambi (Scheleichera oleosa), cendana (Santalum album) (BTNBB 2013b).
Taman Nasional Bali Barat memiliki satwa langka yaitu jalak bali
(Leucopsar rothschildi) yang juga merupakan burung endemik pulau Bali dan
termasuk ke dalam apendik I CITES. Burung yang terdapat di TNBB melebihi
160 jenis burung. Jenis burung yang diindungi undang-undang dan langka
diantaranya jalak putih (Sturnus melanopterus), paok biru (Pitta guajana),
cekakak (Halcyon cyanoventris), kuntul (Egretta sp.), kangkareng (Anthracoceros
albirostris), elang ular bido (Spilornis cheela). Fauna lain yang dapat ditemukan
di TNBB terdiri dari jenis mamalia dan reptilia, diantaranya adalah rusa timor
(Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus),
trenggiling (Manis javanica), landak (Hystrix brachyura), kuwuk (Felis
marmorata), lutung jawa (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis), jelarang (Ratufa bicolor), babi hutan (Sus scrofa), biawak
(Varanus salvator), ular piton (Malayopython reticulatus), dan penyu ridel
(Lepidochelys olivacea).
Objek wisata alam yang menjadi daya tarik TNBB berupa pantai, terumbu
karang, makam Jayaprana, hutan mangrove, hutan musim, hutan evergreen, hutan
savana, air panas, bumi perkemahan, dan monumen lintas laut. Kegiatan wisata
yang dapat dilakukan yaitu snorkeling, menyelam (diving), menelusuri hutan,
pengamatan burung, safari, berkemah, dan mandi air panas (BTNBB 2013a).
Sarana dan prasarana wisata
Taman Nasional Bali Barat memiliki pusat informasi yang terletak di Cekik
dan Labuan Lalang (Gambar 1). Kedua lokasi tersebut sering dikunjungi
pengunjung untuk mendapatkan informasi mengenai kawasan TNBB dan untuk
membeli tiket masuk kawasan. Pengunjung dilayani oleh petugas Taman Nasional
Bali Barat. Apabila ada pengunjung yang tertarik melakukan jungle tracking dan
bird watching maka dapat menghubungi petugas tersebut untuk menentukan
waktu kegiatan wisata dan pemandu wisata alam (guide).
(a)
(b)
Gambar 1 Pusat informasi di TNBB: (a) Cekik, (b) Labuan Lalang
Selain pusat informasi, di dalam kawasan terdapat tanda administrasi berupa
tanda penunjuk arah (Gambar 2a). Salah satu fungsi tanda administrasi adalah
untuk menghubungkan pengunjung dengan program wisata yang ada di TNBB.
Letak penunjuk arah berada di pinggir jalan untuk memudahkan pengunjung
melihat. Penunjuk arah terletak di beberapa tempat seperti di Cekik dekat BTNBB,
di pinggir jalan menuju SPTN 2, dan Labuan Lalang. Kemudian terdapat tanda
8
interpretasi berupa label untuk menjelaskan suatu objek (Gambar 2b). Pada
beberapa jenis pohon terdapat label yang menjelaskan nama dari jenis pohon
tersebut, namun tidak semua pohon diberi label.
(a)
(b)
Gambar 2 Sign dan label interpretasi: (a) penunjuk arah, (b) papan
interpretasi
Kawasan TNBB memiliki jalur khusus untuk wisata jungle tracking, yaitu
di Teluk Terima. Teluk terima merupakan zona pemanfaatan untuk kegiatan
menelusuri hutan dan merupakan jalur terbaik di TNBB (BTNBB 2013b). Jalur
ini menghubungkan pengunjung dengan objek-objek wisata dan memudahkan
pengunjung dalam perjalanan wisata. Pada jalur di hutan mangrove pengunjung
akan melewati tanah berpasir dengan jenis-jenis tumbuhan mangrove di sekitar
pantai (Gambar 3a). Jalur yang ada di hutan hujan dataran rendah merupakan
jalan setapak (Gambar 3b). Jalur tersebut melewati sungai (Gambar 3c) dan bukit
(Gambar 3d).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Jalur menyusuri hutan di Teluk Terima: (a) hutan
mangrove, (b) hutan hujan dataran rendah, (c) sungai,
(d) bukit
9
Pengelolaan wisata
Pengelolaan wisata alam di kawasan Taman Nasional Bali Barat sudah
melibatkan masyarakat sekitar, salah satunya untuk menjadi pemandu wisata.
Pemandu wisata yang sudah mendapatkan Surat Keputusan dari Kepala Balai
TNBB berjumlah 40 orang dan tergabung ke dalam forum pemandu. Setiap tahun
TNBB melakukan kegiatan pembinaan pemandu wisata alam. Dasar pelaksanaan
kegiatan pemandu wisata alam ini adalah Peraturan Menteri Kehutanan nomor
P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang organisasi dan tata kerja
Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Surat Pengesahan Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Surat Keputusan Kepala Balai TN Bali Barat, dan
Surat Perintah Tugas Kepala Balai TN Bali Barat. Kegiatan pembinaan pemandu
wisata alam di TNBB bertujuan untuk:
1. menanamkan pengetahuan dan peningkatan wawasan tentang tatacara,
prosedur serta kaidah-kaidah dalam rangka kepemanduan di dalam kawasan
konservasi, terutama kawasan Taman Nasional Bali Barat
2. mewujudkan pemandu wisata alam yang memiliki dedikasi dan rasa tanggung
jawab terhadap pengelolaan kawasan pelestarian alam, khususnya terhadap
usaha-usaha perlindungan dan pelestarian sumber daya alam, pengawetan
keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
3. untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam menguasai potensi
yang ada di kawasan TNBB
Pelaksanaan kegiatan pembinaan pemandu wisata setiap tahunnya dilakukan
selama dua hari. Materi yang diberikan setiap tahun berbeda-beda. Pada tahun
2013 materi yang disampaikan yaitu kebijakan pengembangan pariwisata alam di
Indonesia, kebijakan pengelolaan kawasan Taman Nasional, dan teknik promosi
dalam interpretasi. Pada tahun 2014 materi yang diberikan adalah aturan tentang
pemanduan wisata alam, pengenalan jenis-jenis burung di kawasan TNBB, dan
pengenalan jenis-jenis mangrove di kawasan TNBB. Pengajar atau pemberi
materi adalah instruktur lokal Balai Taman Nasional Bali Barat yang memiliki
kompetensi sesuai dengan materi pelatihan Pemandu Wisata Alam. TNBB juga
mengundang pihak lain untuk menjadi pemateri seperti Dinas Pariwisata. Metode
pembinaan dilakukan dengan pemberian materi secara teori di ruangan, dengan
berdiskusi mengenai apa yang sudah diajarkan dan hal-hal lain yang masih belum
jelas, sedangkan kegiatan praktek dilakukan dengan pengamatan dan mencoba
langsung di dalam kawasan TNBB (BTNBB 2014).
Wisata Satwaliar (wildlife tourism) di Taman Nasional Bali Barat (TNBB)
Taman Nasional Bali Barat memiliki kegiatan wisata yang terkait dengan
satwaliar (wildlife tourism), yaitu wisata yang dilakukan untuk melihat dan/atau
bertemu satwaliar. Wisata ini dapat dilakukan di alam liar atau habitat alami satwa
dengan ruang gerak satwa yang tidak dibatasi maupun di lokasi dengan ruang
gerak satwa dibatasi (Newsome et al. 2005). Wisata satwaliar yang ada di TNBB
yaitu menyusuri hutan (jungle tracking), pengamatan burung (bird watching), dan
safari.
10
Wisata jungle tracking dan bird watching tidak hanya ditawarkan di pusat
informasi tetapi ditawarkan juga oleh hotel atau penginapan yang berada di dekat
Taman Nasional Bali Barat. Pengunjung yang ingin melakukan wisata tracking
atau bird watching akan dibantu oleh pegawai hotel atau penginapan untuk
mendapatkan seorang pemandu. Jika sudah mendapatkan pemandu maka
pengunjung dapat menentukan waktu untuk melakukan kegiatan wisata.
Kemudian pengunjung akan diantar oleh pegawai hotel atau penginapan ke lokasi
kegiatan wisata dan bertemu langsung dengan pemandu. Biaya yang dikeluarkan
untuk wisata jungle tracking atau bird watching adalah tiket masuk kawasan dan
pemandu wisata. Pengunjung akan membayar tiket masuk kawasan Taman
Nasional Bali Barat sebesar Rp 200 000 untuk wisatawan mancanegara dan Rp
10 000 untuk wisatawan nusantara. Kemudian biaya pemandu wisata adalah Rp
250 000 – Rp 300 000 per jam.
1. Menyusuri hutan (jungle tracking)
Pada kegiatan wisata menyusuri hutan, pengunjung akan berjalan melewati
hutan mangrove sampai hutan hujan dataran rendah melalui jalur yang ada di
Teluk Terima. Pada jalur tracking dijumpai beragam jenis tumbuhan dan atraksi
satwa yang menarik. Atraksi satwa yang dapat dilihat yaitu burung yang sedang
terbang, hinggap di pohon, atau menangkap ikan di laut. Kemudian atraksi satwa
lainnya seperti bersuara, bergantungan di pohon, makan, istirahat, berjalan di
sekitar hutan, dan berkumpul bersama kelompoknya. Aktivitas yang dilakukan
pengunjung selama menyusuri hutan adalah mengamati satwa yang mereka lihat
maupun dengar (Gambar 4a), mengamati tumbuhan yang ada di sekitar mereka
(Gambar 4b), dan fotografi. Selain itu pengunjung diajak melihat pemandangan
hutan di TNBB dan laut yang indah dari atas bukit.
(a)
Gambar 3
(b)
Aktivitas menyusuri hutan (jungle tracking): (a) pengamatan
satwa, (b) mendengar penjelasan di hutan mangrove
Waktu pelaksanaan wisata ditentukan oleh pengunjung, yang umumnya
meminta satu hingga tiga jam untuk menyusuri hutan. Selama menyusuri hutan
metode penyampaian yang dilakukan pemandu adalah dengan bercerita. Pemandu
menjelaskan mengenai objek yang ada di sekitar jalur. Materi wisata yang
diberikan pemandu selama menyusuri hutan yaitu manfaat hutan bagi manusia
dan satwa, tipe hutan di Taman Nasional Bali Barat, jenis tumbuhan yang berada
di jalur tracking, tipe mangrove, dan jenis satwa yang terlihat selama tracking,
dengan rincian sebagai berikut:
11
1) Tipe hutan yang ada di Taman Nasional Bali Barat yaitu hutan pantai, hutan
musim, hutan mangrove, hutan hujan dataran rendah, hutan savana.
2) Tumbuhan yang berada di jalur tracking yaitu jenis Ficus sp yang
mempunyai sifat pencekik, kayu pahit yang apabila dirasakan terasa pahit,
liana, ki hujan, kerasi, tumbuhan yang dapat dijadikan obat.
3) Pengelompokkan mangrove menjadi tiga elemen yaitu mangrove mayor,
mangrove minor, dan mangrove asosiasi. Mangrove mayor memiliki ciri-ciri
tidak ditemukan di komunitas teresterial/darat, memiliki mekanisme
fisiologis untuk pengeluaran garam sehingga beberapa jenis vegetasi
mangrove dapat tumbuh pada tempat dengan kadar garam rendah sampai
tinggi. Mangrove minor tidak membentuk elemen vegetasi yang mencolok
tetapi hanya dijumpai di tepian habitat dan tidak pernah membentuk suatu
tegakan murni. Mangrove asosiasi tidak memiliki akar nafas, tidak memiliki
mekanisme pengeluaran garam dan dijumpai pada tepi mangrove yang lebih
dekat ke daratan. Mangrove memiliki akar pensil, lutut, dan tunjang.
4) Satwa yang terlihat selama jalur tracking seperti lutung jawa, monyet ekor
panjang, jelarang, ular viper pohon, biawak.
a. Lutung jawa (Trachypithecus auratus)
Lutung jawa hidup di strata pohon atas, biasanya terlihat di pohon
ki hujan dan memakan bagian pucuk daun yang masih muda (Gambar
5a). Lutung jawa memiliki perubahan warna bulu dari anakan menuju
dewasa dan merupakan satwa yang hidupnya bekelompok.
b. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
Monyet ekor panjang hidup di strata pohon tengah terkadang turun
ke tanah (Gambar 5b). Terdapata perbedaan sifat liar antara monyet yang
di dalam hutan dan di jalan. Monyet ekor panjang yang dijalan biasanya
sudah memiliki kebiasaan meminta makan pada manusia dan tidak takut
bila bertemu dengan manusia. Monyet ekor panjang mempunyai memori
bagus mengenai makanan.
c. Jelarang (Ratufa bicolor)
Jelarang menyerupai tupai namun memiliki ukuran yang lebih
besar dan berwarna hitam (Gambar 5c). Biasanya memiliki sarang yang
terbuat dari ranting-ranting pohon yang berada di strata pohon atas.
d. Ular viper pohon hijau (Trimeresurus albolabris)
Ular viper pohon hijau merupakan hewan yang berbisa (Gambar
5d).
e. Biawak (Varanus salvator)
Biawak adalah hewan reptil yang memangsa ayam, mamalia kecil
seperti tikus atau bangkai. Biasanya ditemukan di dalam pohon yang
sudah tumbang.
f. Suara dan jejak satwa
Suara satwa yang terdengar seperti suara ayam hutan sedangkan
jejak satwa yang terlihat berupa sarang, feses, dan jejak kaki.
g. Burung jalak bali (Leucopsar rothschildi)
Burung jalak bali merupakan burung endemik di Bali yang
terancam punah.
h. Pengenalan jenis burung yang terlihat selama tracking.
12
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4 Jenis satwaliar yang terlihat pada saat tracking: (a) lutung
jawa (Trachypithecus auratus), (b) monyet ekor panjang
panjang (Macaca fascicularis), (c) jelarang (Ratufa
bicolor), (d) ular viper pohon hijau (Trimeresurus
albolabris)
2. Pengamatan burung (bird watching)
Pengamatan burung (bird watching) merupakan kegiatan wisata melihat
burung di habitat alaminya. Kegiatan wisata bird watching dilakukan di Teluk
Gilimanuk dan Cekik karena lokasi yang lebih terbuka sehingga mudah dilakukan
pengamatan (Gambar 6). Pengunjung dapat melakukan kegiatan wisata dengan
dipandu seorang pemandu.
(a)
(b)
Gambar 5 Lokasi kegiatan pengamatan burung: (a) Teluk Gilimanuk, (b) Cekik
Metode penyampaian yang dilakukan pemandu saat wisata bird watching
adalah dengan bercerita. Selama kegiatan wisata pengunjung diajak melihat
13
burung-burung yang terlihat selama tracking. Jika ada pengunjung yang tertarik
dengan jenis tertentu, maka pemandu dapat mengantar pengunjung untuk
menemukan burung tersebut. Pemandu menyediakan binokuler dan membawa
field guide burung untuk membantu pengunjung dalam melihat dan
mengidentifikasi burung.
Materi yang diberikan selama kegiatan bird watching adalah pengenalan
jenis burung yang terlihat selama pengamatan berupa nama jenis burung, ciri-ciri,
dan habitat. Beberapa jenis yang terlihat selama tracking adalah cucak kutilang,
ayam hutan, takur ungkut-ungkut, raja udang biru, jalak putih, srigunting, takur
bultok, burung pelatuk, dan kuntul. Selain itu pengunjung diajak melihat burung
endemik Bali yaitu burung jalak bali. Burung jalak bali merupakan satwa andalan
di Taman Nasional Bali Barat. Pengunjung yang mengikuti bird watching tertarik
untuk melihat burung jalak bali yang berada di alam liar secara langsung.
Ketertarikan pengunjung terhadap satwa andalan atau ikonik suatu lokasi wisata
juga ditemukan di Australia. Fredline dan Faulkner (2001) menemukan bahwa di
Australia, banyak wisatawan yang tertarik melihat spesies ikonik seperti koala
(Phascolarctos cinereus) dan kangguru (Dipodomys spp.) pada kunjungan
pertama. Moscardo et al. (2001) menyatakan bahwa status kelangkaan, ukuran,
status simbolik, dan status terancam punah dari jenis satwa dapat mempengaruhi
kepuasan pengunjung dalam berwisata.
3. Safari
Wisata safari di TNBB ditawarkan pada musim kemarau yaitu pada bulan
Juni hingga September. Lokasi untuk melakukan safari berada di Prapat Agung
yang dapat dicapai dengan menggunakan mobil atau berjalan kaki. Pada musim
ini persediaan air mulai terbatas sehingga banyak satwa berkumpul di area yang
masih terdapat sumber air untuk aktivitas minum. Hal ini dijadikan peluang bagi
wisata safari untuk mengajak pengunjung melihat satwa secara langsung di
habitat alaminya. Satwa yang biasanya terlihat adalah babi hutan, rusa, kijang,
monyet ekor panjang, dan lutung jawa. Selain itu, pengunjung diajak melihat
hutan musim dan hutan savana yang ada di Prapat Agung.
Karakteristik Pengunjung
Jumlah
responden
Pengunjung yang melakukan wisata satwaliar di TNBB pada saat penelitan
adalah wisatawan mancanegara. Total responden berjumlah 24 orang berasal dari
negara Jerman (21%), Swiss (17%), Denmark (13%), Belanda (13%), Inggris
(8%), Belgia (8%), Perancis (8%), Finlandia (8%), dan Yunani (4%) (Gambar 7).
6
4
2
0
5
4
3
3
2
2
2
2
1
Asal negara
Gambar 6 Asal negara responden
14
Jumlah responden
Seluruh responden melakukan kunjungan wisata satwaliar dengan frekuensi
kunjungan satu kali. Lebih dari setengah jumlah responden (58%) didominasi oleh
umur 50 tahun ke atas. Responden termuda berusia 20 tahun, sedangkan yang
tertua 70 tahun. Minat responden berbeda-beda dalam melakukan wisata satwaliar,
yaitu melihat pemandangan alam, melihat tumbuhan, melihat berbagai satwa,
melihat burung, dan fotografi. Responden yang mengikuti jungle tracking
berjumlah 18 orang sedangkan bird watching berjumlah 6 orang. Wisatawan yang
merupakan kelompok umur tua lebih senang melihat burung dan pemandangan di
alam terbuka. Hal ini sesuai dengan temuan Lindsey et al. (2007) bahwa di Afrika
Selatan wisatawan yang lebih tua cenderung menunjukkan minat yang lebih besar
terhadap burung, keanekaragaman tanaman, pemandangan, dan spesies yang
mudah diamati.
Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 13 orang dan
perempuan 11 orang dengan perbandingan 1:1. Sebanyak 22 pengunjung yang
mengikuti wisata satwaliar adalah berpasangan, sedangkan 2 pengunjung lainnya
seorang diri. Latar belakang pekerjaan pengunjung beragam yaitu pegawai swasta,
wiraswasta, konsultan lingkungan, peneliti (biologi), mahasiswa biologi,
mahasiswa ekonomi, mahasiswa teknik, ahli teknologi informasi, engineering,
dokter, physioterapist, dosen psikologi, anggota DPR, pengacara, sekretaris,
musisi, freelance, fotografer, dan akuntan (Gambar 8).
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Pekerjaan
Gambar 7 Latar belakang pekerjaan responden
Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai
Konservasi Satwa
Berdasarkan hasil skor pengetahuan pengunjung, terjadi peningkatan
sebesar 7% dari hasil jawaban pre-test dan post-test. Sebelum mengikuti wisata
satwaliar, persentase responden yang menjawab pertanyaan dengan benar adalah
49% kemudian setelah mengikuti wisata satwaliar menjadi 56% (Tabel 4).
Peningkatan pengetahuan responden yang lebih dari 20% yaitu mengenai nama
ilmiah burung jalak bali (30%), jenis satwa yang dilindungi di TNBB (21%),
pengertian satwa endemik (29%), dan bentuk pelestarian taman nasional (33%).
15
Peningkatan persentase ini menunjukkan bahwa dalam wisata satwaliar terdapat
beberapa materi yang berkaitan dengan konservasi satwa sehingga meningkatkan
pengetahuan pengunjung. Namun terdapat juga beberapa pengetahuan yang tidak
mengalami peningkatan dan memiliki persentase dibawah 50% yaitu bentuk
pemanfaatan satwaliar oleh manusia (21%), ancaman utama penurunan populasi
satwa (42%), aspek kegiatan utama dalam konservasi (42%), motif konservasi
(38%), dan kriteria spesies-spesies yang rentan punah (42%). Hal ini
menunjukkan bahwa materi terkait pertanyaan tersebut belum dijelaskan dalam
wisata jungle tracking maupun bird watching.
Tabel 4 Persentase responden yang menjawab pertanyaan dengan benar
Pre-test PostKenaikNo Pertanyaan
(%)
test (%) an (%)
1
Pengertian satwaliar
79
83
4
2
Komponen utama habitat satwa
58
58
0
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
3
63
71
8
terjadinya perubahan habitat
4
Peran satwaliar bagi ekosistem
58
58
0
5
Bentuk pemanfaatan satwaliar oleh manusia
21
21
0
6
Ancaman utama penurunan populasi satwa
42
42
0
7
Pengertian punah
83
83
0
8
Aspek kegiatan utama dalam konservasi
42
42
0
9
Motif konservasi
38
38
0
10 Nama ilmiah burung jalak bali
8
38
30
11 Jenis satwa dilindungi di TNBB
21
42
21
12 Pengertian satwa endemik
50
79
29
13 Bentuk pelestarian taman nasional
42
75
33
14 Kriteria spesies-spesies yang rentan punah
42
42
0
Nama perdagangan internasional spesies
15
54
58
4
tumbuhan dan satwaliar terancam
Bentuk-bentuk lembaga konservasi satwa di
16
56
58
2
luar habitat aslinya
17 Penyebab perdagangan satwaliar
75
75
0
18 Program pemulihan populasi liar jalak bali
49
51
2
19 Kegiatan pengelolaan satwa secara ex situ
38
42
4
20 Kegiatan pengelolaan satwa secara in situ
60
61
1
Rata-rata
49
56
7
Pengunjung yang mengikuti wisata jungle tracking dan bird watching
memiliki perbedaan peningkatan pengetahuan (Gambar 9). Pengetahuan
pengunjung jungle tracking bertambah mengenai faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan habitat (11%), nama ilmiah burung jalak bali
(11%), jenis satwa dilindungi di TNBB (22%), pengertian satwa endemik (39%),
bentuk pelestarian taman nasional (44%), nama perdagangan internasional spesies
tumbuhan dan satwaliar terancam (6%), bentuk-bentuk lembaga konservasi satwa
16
di luar habitat aslinya (4%), program kegiatan pemulihan populasi liar jalak bali
(1%), bentuk kegiatan pengelolaan satwa secara ex situ (3%) dan in situ (2%).
Pengetahuan pengunjung bird watching bertambah mengenai pengertian satwaliar
(17%), nama ilmiah burung jalak bali (83%), jenis satwa dilindungi di TNBB
(18%), program kegiatan pemulihan populasi liar jalak bali (4%), dan bentuk
kegiatan pengelolaan satwa secara ex situ (8%). Perbedaan peningkatan
pengetahuan ini menunjukkan terdapat perbedaan materi yang disampaikan pada
saat wisata jungle tracking dan bird watching.
90%
Persentase responden
80%
70%
60%
50%
Jungle
tracking
Bird
watching
40%
30%
20%
10%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pertanyaan
Gambar 8 Persentase kenaikan pengetahuan pengunjung jungle tracking dan bird
watching
Persentase
responden
Jika dilihat dari kategori pengetahuan, terdapat perubahan kategori
pengetahuan sebelum dan sesudah pengunjung melakukan wisata satwaliar
(Gambar 10). Sebelum mengikuti wisata satwaliar, sebanyak 4 responden (17%)
memiliki pengetahuan yang tergolong dalam kategori rendah, 17 responden (71%)
tergolong dalam kategori sedang, dan 3 responden (12%) tergolong dalam
kategori tinggi. Sesudah mengikuti wisata satwaliar, 1 responden (4%) memiliki
pengetahuan yang tergolong dalam kategori rendah, 15 responden (63%)
tergolong dalam kategori sedang, dan 8 responden (33%) tergolong dalam
kategori tinggi.
80%
60%
Sebelum
40%
Sesudah
20%
0%
Rendah
Gambar 9
Sedang
Tinggi
Kategori skor pengetahuan pengunjung mengenai
konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti
wisata satwaliar
17
Pada kategori rendah dan sedang terjadi penurunan persentase jumlah
responden namun pada kategori tinggi terjadi peningkatan presentase jumlah
responden. Responden yang tergolong dalam kategori pengetahuan rendah
memiliki latar belakang pekerjaan sebagai mahasiswa ekonomi, fisioterapis,
pengacara, dan akuntan. Responden yang tergolong dalam kategori pengetahuan
tinggi memiliki latar belakang pekerjaan sebagai konsultan lingkungan, peneliti di
bidang biologi, dan dokter. Jika dilihat dari latar belakang pekerjaan, jenis
pekerjaan tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan permasalahan lingkungan
terutama mengenai konservasi satwa. Perbedaan tingkat pengetahuan responden
dapat disebabkan oleh aktivitas mereka yang berhubungan dengan lingkungan.
Beberapa responden pernah mengikuti wisata satwaliar di negara lain dan
menyukai kegiatan wisata yang berhubungan dengan alam. Hal ini sesuai dengan
penelitian National Environmental Education and Training Foundation (1997)
yang menemukan fakta bahwa keanggotaan dalam organisasi lingkungan atau
alam dan keterlibatan dalam kegiatan di luar ruangan mempengaruhi pengetahuan
lingkungan, kepedulian, dan perilaku seseorang.
Peningkatan skor setiap responden berbeda-beda dengan kisaran 1 hingga 4
skor tetapi terdapat juga responden yang tidak mengalami peningkatan skor. Hasil
skor rata-rata pengetahuan responden sebelum mengikuti wisata satwaliar adalah
15,42 namun sesudah mengikuti wisata satwaliar menjadi 17. Skor tersebut
tergolong dalam kategori sedang dengan skor berkisar 11 – 19. Berdasarkan hasil
uji t pada taraf nyata 5%, nilai t hitung adalah 7,62 sedangkan t tabel adalah 1,71
sehingga t hitung lebih besar dari t tabel, maka terdapat perbedaan yang signifikan
antara pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah
mengikuti wisata satwaliar. Hal ini menunjukkan bahwa dengan mengikuti
kegiatan wisata satwaliar, pengetahuan responden mengenai konservasi satwa
dapat bertambah. Peningkatan pengetahuan pengunjung dapat bertambah karena
dalam wisata satwaliar pengunjung dapat melihat satwa secara langsung sehingga
menimbulkan rasa ingin tahu terhadap objek yang mereka lihat atau dengar.
Milson (1990) diacu dalam Ballantyne et al. (2007) menyatakan bahwa wisata
satwaliar dapat menawarkan pertemuan dengan satwa yang hidup dan memiliki
potensi yang cukup besar untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi
pengunjung terhadap satwa yang mungkin hanya dapat dilihat melalui buku-buku
atau televisi.
Selain peningkatan pengetahuan mengenai konservasi satwa, pengetahuan
lain yang bertambah yaitu mengenai mangrove, beberapa tumbuhan di hutan
hujan dataran rendah, dan sekilas sejarah mengenai makam Raja Jayaprana.
Kemudian beberapa pengunjung menjadi lebih simpati terhadap kelestarian
lingkungan. Mereka berpendapat bahwa manusia perlu menjaga lingkungan
karena lingkungan saat ini sudah semakin rusak, banyak satwa dan tumbuhan
yang punah. Rasa simpati ini terjadi karena pengalaman emosional memancing
pemikiran yang lebih dalam dan menimbulkan keprihatinan serta rasa hormat
terhadap spesies satwa maupun tumbuhan. Ballantyne et al. (2011) menyatakan
bahwa hal ini terjadi ketika pengunjung benar-benar bisa menyaksikan perjuangan
hewan untuk bertahan hidup atau ketika mendapat informasi baik secara langsung
maupun melalui papan interpretasi yang difokuskan pada ancaman yang
ditimbulkan oleh tindakan manusia.
18
Peran wisata satwaliar terhadap pengunjung tidak terlepas dari keterlibatan
pemandu wisata. Sepanjang kegiatan wisata berlangsung, pemandu wisata TNBB
merupakan satu-satunya orang yang berhubungan langsung dengan pengunjung.
Selain memandu perjalanan, penting bagi seorang pemandu wisata untuk dapat
menginterpretasikan suatu objek, agar wisata tidak hanya berdampak untuk
memberikan kepuasan namun memberikan pengetahuan baru bagi pengunjung.
Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat menimbulkan kesadaran
mengenai konservasi satwa. Peningkatan pengetahuan pengunjung di TNBB dapat
bertambah karena selama wisata pemandu mengangkat permasalahanpermasalahan mengenai satwa seperti kelangkaan burung jalak bali, perilaku
satwaliar yang sudah tidak alami karena terbiasa diberi makan manusia,
pemburuan satwa, maupun pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
manusia. Sesuai dengan penelitian Ballantyne et al. (2009), bahwa dampak
positif wisata satwaliar terhadap pengetahuan lingkungan dan sikap pengunjung
dapat terjadi dengan meningkatkan kesadaran pengunjung mengenai
permasalahan lingkungan, mengembangkan rasa hormat dan penghargaan mereka
terhadap alam dan satwaliar serta mempromosikan sikap dan tindakan yang ramah
lingkungan. Kemudian Ballantyne et al. (2010) menyatakan bahwa dampak
jangka panjang dari pengalaman wisata satwaliar dapat dioptimalkan melalui
dorongan kepada pengunjung untuk menghubungkan emosional mereka dengan
hewan yang diamati, menanggapi secara serius ancaman yang dihadapi satwasatwa tersebut, merefleksikan ide-ide dan mendiskusikannya dengan orang lain.
Penelitian Powel dan Ham (2008) membuktikan terjadi peningkatan
pengetahuan pengunjung di Taman Nasional Galapagos sebesar 10% mengenai
biologi laut, burung, sejarah alam dan konservasi lingkungan dari skor jawaban
sebelum memulai perjalanan dan setelah mengakhiri perjalanan wisata.
Bertambahnya pengetahuan ini didukung dengan strategi interpretasi yang kuat di
Taman Nasional Galapagos yaitu menyenangkan (enjoyable), relevan (relevant),
terorganisir (organized), dan tematik (thematik) yang disingkat EROT. Strategi
interpretasi ini tidak hanya mempengaruhi pengetahuan pengunjung mengenai
situs wisata tetapi juga mempengaruhi sikap dan niat pengunjung yang berkaitan
dengan perilaku pro-konservasi.
TNBB belum menerapkan suatu strategi interpretasi, namun sudah
menerapkan beberapa aspek strategi interpretasi. Walaupun setiap tahun
dilakukan pelatihan pemandu wisata, namun setiap pemandu memiliki cara yang
berbeda-beda dalam memandu wisata. Pada aspek menyenangkan, beberapa
pemandu menjelaskan materi dengan menambahkan hal-hal humoris agar
pengunjung tidak bosan, contohnya mengajak pengunjung untuk mencoba duduk
pada liana dengan cara berayunan untuk membuktikan bahwa liana adalah
tumbuhan yang kuat. Selain itu, pemandu memberi kesempatan pada pengunjung
untuk memegang buah dari sebuah tumbuhan. Pada aspek relevan, pemandu
menjelaskan informasi sesuai dengan apa yang pengunjung lihat, namun beberapa
pemandu tidak dapat menjelaskan suatu objek tertentu. Wisata satwaliar di TNBB
sudah terorganisir karena setiap kegiatan wisata sudah terjadwal dengan baik.
Setiap pengunjung yang ingin melakukan wisata akan mendapatkan pemandu
wisata. Kemudian pengunjung dapat memahami serta mengikuti penjelasan
pemandu karena urutan penyampaian informasi sudah teratur sesuai perjalanan
wisata, terlebih lagi pemandu wisata di TNBB menjelaskan dalam bahasa inggris.
19
Pada aspek tematik, pemandu belum menerapkan tema khusus dalam wisata,
pemandu hanya memandu perjalanan wisata dan hanya menyampaikan informasi
mengenai objek yang mereka lihat. Tidak banyak pemandu yang berkomunikasi
dengan moral cerita atau pesan yang mempromosikan hubungan intelektual dan
emosional. Menurut Ham (1992), tema menjadi hal yang penting karena dapat
memberi arahan yang jelas serta pemahaman yang lebih mendalam, sehingga
pengunjung dapat lebih mudah dalam memahami materi yang diberikan selama
wisata dan pengalaman wisata menjadi lebih berkesan.
Media dapat menjadi alat komunikasi yang kuat dalam menyampaikan
informasi. Dampak media pada pengetahuan lingkungan tidak boleh diabaikan
karena media menyediakan aliran informasi lingkungan yang kadang kompleks
atau sederhana (Coyle 2005). Media interpretasi dapat berupa sign/label, brosur,
leaflet atau papan interpretasi. Selama mengikuti jalur tracking hanya ditemukan
dua papan interpretasi yang menjelaskan nama lokal dan nama ilmiah sebuah
tumbuhan pada jalur tracking, namun tidak ada papan interpretasi yang berkaitan
dengan satwa. Pengelola wisata perlu mempertimbangkan pembuatan papan
interpretasi mengenai satwa pada jalur trackin