Analisis Debit Air Dan Airtanah Dangkal Daerah Aliran Sungai (Das) Prumpung, Kabupaten Tuban

ANALISIS DEBIT AIR DAN AIRTANAH DANGKAL
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PRUMPUNG,
KABUPATEN TUBAN

RIYAN NIAGARA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Debit Air dan
Airtanah Dangkal Daerah Aliran Sungai (DAS) Prumpung, Kabupaten Tuban
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Riyan Niagara
NIM F451120031

RINGKASAN
RIYAN NIAGARA. Analisis Debit Air dan Airtanah Dangkal Daerah Aliran
Sungai (DAS) Prumpung, Kabupaten Tuban. Dibimbing oleh YANUAR
PURWANTO dan YULI SUHARNOTO.
Perubahan kawasan pertanian menjadi kawasan industri pada Kabupaten
Tuban berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah No. 9
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tuban Tahun 20122032. Perubahan lahan atau alih fungsi lahan akan memicu konflik sosial dan
permasalahan lingkungan khususnya perubahan kondisi kawasan tangkapan air,
debit air dan dapat menyebabkan perubahan aliran permukaan khususnya
ketersediaan air (Daerah Aliran Sungai) DAS Prumpung, yang merupakan DAS
terbesar wilayah Kabupaten Tuban. Peningkatan kebutuhan air sejalan dengan
pertumbuhan penduduk, industri dan bisnis yang diharapkan ketersediaan air
mampu memenuhi peningkatan kebutuhan air yang terus-menerus. Oleh karena
itu diperlukannya analisis mengenai ketersediaan air DAS Prumpung yang
terintegrasi dengan berbagai aspek dalam hidrologi. Tujuan dari penelitian ini

diantaranya (1) mengidentifikasi penggunaan lahan DAS Prumpung (2)
mengetahui ketersediaan air DAS Prumpung terkait hubungannya dengan curah
hujan dan debit air dengan SWAT (Soil and Water Assessment Tools) (3)
memberikan masukan dalam mempengaruhi kebijakan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Tuban.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW) Kabupaten Tuban 20122032, DAS Prumpung terletak di Kabupaten Tuban dengan meliputi wilayah
sebesar 22.319 ha. Kebutuhan data diantaranya adalah Digital Elevation Model,
tata guna lahan dan peta sebaran jenis tanah. Pengumpulan dan proses data iklim,
analisis kecenderungan ketersediaan air, pengukuran dan analisa serta kalibrasi
merupakan prosedur dalam penggunaan SWAT. SWAT telah mengeneralisasikan
27 HRU (Hyrological Response Unit) yang menggambarkan kondisi spasial
keseluruhan batas air. Model hidrologi SWAT menggunakan 12 parameter yang
teridentifikasi dan memiliki nilai dengan kategori sangat baik The Nash-Sutcliffe
Efisiensi (NSE) 0.77 dan koefisien korelasi 0.79. Berdasarkan hasil observasi
hasil penggunaan lahan kondisi eksiting menunjukkan bahwa debit air minimum
adalah 0.338 m3/s hingga maksimum 5.945 m3/s dengan ketersediaan airtanah
maksimum sampai 3.070 mm pada Juli-September 2014. Sedangkan kondisi
RTRW menunjukkan bahwa debit air minimum adalah 0.151 m3/s hingga
maksimum 4.589 m3/s. Berdasarkan hasil Skenario konservasi yang telah
dilakukan di beberapa penggunaan lahan untuk ketersediaan air. Hasil penelitian

skenario konservasi menunjukkan bahwa debit air minimum adalah 0.344 m3/s
hingga maksimum 4.842 m3/s dengan ketersediaan airtanah maksimum adalah
3.140 mm. Tidak ada perubahan yang signifikan dari debit air dan aliran airtanah
berdasarkan kondisi eksisting, kondisi RTRW dan skenario konservasi di DAS
Prumpung, Kabupaten Tuban. Sebuah rencana pengelolaan air dalam pemanfaatan
curah hujan yang tinggi di musim hujan akan memberikan kontribusi dalam
kebutuhan pasokan air/permintaan yang sesuai pada musim kemarau.
Kata kunci: SWAT, DAS Prumpung, Debit Air, AirTanah Dangkal, Konservasi

SUMMARY
RIYAN NIAGARA. Analyze of Water Recharge and Groundwater of Prumpung
Watershed, Tuban Regency. Supervised by YANUAR PURWANTO dan YULI
SUHARNOTO.
The changes in agricultural areas into industrial zones in Tuban Regency
based on Urban Planning No.9 Year 2012-2032. These change will trigger social
conflict and environmental issues in particular changes in the condition of the
catchment area, water discharge, run off and especially the availability of
Prumpung watershed which is the largest watershed area of Tuban Regency. The
water demand increases in line with the growths of population, industry and
business, but the water availability is ascertained to satisfy those needs

continuously. Therefore, it is necessary to analyze water availability in a specified
watershed integrated with various aspects in hydrology. The objective of this
study were (1) to identify of landuse at Prumpung watershed, (2) to determine
water availability in Prumpung watershed by analyzing the relationship of rainfall
and river discharge using the Soil and Water Assessment Tool (SWAT) and (3) to
influence government policies relation with urban planning of Tuban Regency.
The watershed is located in Tuban Regency and based on urban planning of
Tuban Regency 2012-2032 which is covering 22.319,14 ha. Input data were
Digital Elevation Models, land use, and soil map. The procedures were including
collection and process of climate data, trend analysis of water availability,
discharge measurements, discharge analyze and calibration using SWAT. SWAT
has generated 27 HRUs that described the spatial condition of the whole
watershed. SWAT hydrological model uses 12 parameters were identified and had
a very good value by category The Nash-Sutcliffe efficiency (NSE) of 0.77 and
correlation coefficient of 0.79. Based on observation the results of existing
landuse showed that the minimum water discharge was 0.338 m3/s to the
maximum 5.945 m3/s with groundwater availability was maximum until 3.070
mm on July to September 2014. Whereas RTRW scenario showed minimum
water discharge was 0.151 m3/s to the maximum 4.589 m3/s. Conservation
scenario has been conducted at several landuses for water availability and based

on conservation area. The results showed that the minimum water discharge was
0.344 m3/s to the maximum 4.842 m3/s with groundwater availability was
maximum until 3.140 mm. There were no significant changes of water discharge
and groundwater based on existing landuse scenario, urban planning scenario and
conservation scenario at Prumpung watershed, Tuban Regency. A plan of water
management for exploiting of high rain fall in rainy season will contribute in
consideration of the appropriate water supply/demand balance in dry season.

Keywords: SWAT, Prumpung Watershed, Water Discharge, Groundwater,
Conservation Scenario

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


ANALISIS DEBIT AIR DAN AIRTANAH DANGKAL
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PRUMPUNG,
KABUPATEN TUBAN

RIYAN NIAGARA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Nora H Pandjaitan, DEA


Judul Tesis : Analisis Debit Air Dan Airtanah Dangkal Derah Aliran Sungai
(DAS) Prumpung, Kabupaten Tuban
Nama
: Riyan Niagara
NIM
: F451120031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir M. Yanuar J. Purwanto, MS
Ketua

Dr Ir Yuli Suharnoto, MEng
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir M. Yanuar J. Purwanto, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Februari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
atas karunia yang telah diberikan, sehingga tesis yang berjudul “Analisis Debit
Air Dan Airtanah Dangkal Derah Aliran Sungai (DAS) Prumpung, Kabupaten
Tuban” dapat diselesaikan. Tesis ini sebagai salah satu syarat kelulusan dari
Program Magister Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
Naskah tesis ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. M. Yanuar J Purwanto, MS selaku ketua komisi pembimbing dan
Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan Sekolah
Pascasarjana IPB yang telah yang telah mengarahkan dan memotivasi
untuk tetap disiplin selama tesis.
2. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng selaku anggota komisi pembimbing yang
telah memberikan masukkan selama penelitian berlangsung dan dalam
menyusun naskah tesis.
3. Keluarga penulis yang selalu membimbing, menasehati, dan
memberikan dukungan, motivasi dan doa sehingga penulis dapat
menjalankan penelitian dan menyelesaikan naskah tesis.
4. Isteri tercinta (Khasanah) yang dengan penuh pengertian, kesetiaan,
kesabaran, dan ketabahan senantiasa selalu memberikan perhatian,
dorongan, semangat, dan doa untuk keberhasilan penelitian dan
penyelesaian naskah tesis.
5. LPPM dan PPPLH-IPB atas bantun dan kerjasama selama penelitian
berlangsung.
6. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Teknik Sipil dan
Lingkungan (Angkatan 2012 dan 2013) yang selalu memberi semangat
serta bantuan saat pelaksanaan penelitian dan penyusunan naskah tesis.
Tesis ini disusun sesuai dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di

Institut Pertanian Bogor. Semoga ide yang disampaikan dalam tesis ini dapat
tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang
membutuhkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016
Riyan Niagara

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


DAFTAR ISI

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA

3

3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Analisis Data
Deskripsi Lokasi Penelitian
Kerangka Penelitian
Tahapan Penelitian

11
11
11
11
14
16
17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

19

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

27
27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kriteria Nilai NSE
Iklim DAS Prumpung, Kabupaten Tuban
Kondisi Topografi DAS Prumpung
Jenis Tanah DAS Prumpung
Tata Guna Lahan Kondisi Eksisting
Parameter Sensitif Terhadap Model Hidrologi SWAT
Tata Guna Lahan RTRW DAS Prumpung
Skenario Konservasi DAS Prumpung
Rekapitulasi Debit Aliran Sungai dan Aliran Airtanah Dangkal Hasil
Model Skenario DAS Prumpung

12
15
15
16
16
21
21
25
26

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Skema siklus hidrologi (Aquasource, 2014)
Representasi fase lahan pada siklus hidrologi (Neitsch et al., 2004)
Hubungan antara runoff terhadap curah hujan pada
Lokasi penelitian DAS Prumpung, Kabupaten Tuban
Diagram alir penelitian model debit air
Debit model setelah dikalibrasi dan validasi dan debit observasi kondisi
eksisting DAS Prumpung
7. Hubungan antara debit model dan debit observasi setelah kalibrasi dan
validasi
8. Perbandingan debit model kondisi eksisting dan kondisi RTRW DAS
Prumpung
9. Perbandingan muka airtanah pada bagian hulu dan hilir DAS Prumpung
10. Peta arah aliran airtanah DAS Prumpung
11. Perbandingan aliran airtanah observasi, aliran airtanah kondisi eksiting
dan aliran airtanah kondisi RTRW DAS Prumpung

4
7
8
13
18
20
20
22
23
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta tata guna lahan skenario eksisting DAS Prumpung
2. Peta tata guna lahan skenario Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
DAS Prumpung
3. Peta tata guna lahan skenario konservasi DAS Prumpung
4. Data observasi debit air DAS Prumpung
5. Data muka airtanah hulu dan hilir DAS Prumpung

33
34
35
36
37

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Tuban merupakan bagian wilayah dari Provinsi Jawa Timur,
Kabupaten Tuban memiliki luas wilayah mencapai 1.839,94 km2, dengan panjang
pantai 65 km dan luas lautan 22.608 km2. Secara administrasi Kabupaten Tuban
terbagi menjadi 20 kecamatan dan 328 desa dengan 15 kecamatan di daerah
dataran dan perbukitan dan 5 kecamatan wilayah pantai (BPS, 2013). Kondisi
perekonomian Kabupaten Tuban terfokuskan dalam 3 sektor ekonomi yaitu sektor
primer (pertanian dan pertambangan) sebesar 40,96 %, sektor sekunder (industri
pengolahan, listrik, air bersih dan konstruksi) sebesar 28,31% dan sektor tersier
(perdagangan, pelayanan jasa, hotel dan restoran) sebesar 30,72% dengan
peningkatan perekonomian setiap tahunnya.
Dalam upaya menunjang pembangunan Kabupaten Tuban, serta dilatar
belakangi oleh kemampuan sumber daya alam yang dimiliki, Kabupaten Tuban
akan melakukan perubahan kawasan pertanian menjadi kawasan industri.
Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah No. 9 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032,
Kabupaten Tuban mengakomodir wilayah yang akan dijadikan perkembangan
sektor industri namun tidak mengabaikan sektor lainnya.
Perubahan lahan atau alih fungsi lahan akan memicu konflik sosial dan
permasalahan lingkungan khususnya perubahan kondisi kawasan catchment area
dan dapat menyebabkan perubahan aliran permukaan. Hal ini berpengaruh
terhadap kondisi debit sungai di daerah aliran sungai dan airtanah dangkal.
Penggunaan air yang meningkat yang akan menurunkan ketersediaan air
khususnya dalam kebutuhan sektor pertanian dan industri.
Secara umum ketersediaan air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, geologi, vegetasi dan proses hidrologi.
Namun pemanfaatannya berbeda-beda tergantung dari pemenuhan kebutuhan dari
aktivitas manusia yang berada di dalamnya. Debit aliran atau jumlah air dalam
DAS akan menentukan pemenuhan kebutuhan dari aktivitas manusia. Debit
minimum dapat dimanfaatkan untuk merancang kebutuhan air minimum yang
dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau, sedangkan debit maksimum untuk
mengetahui peluang terjadinya banjir. Debit aliran rata-rata tahunan dapat
memberikan gambaran potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan dari
suatu daerah aliran sungai (Irsyad, 2011).
Pada suatu DAS pengamatan data debit maksimum yang terjadi di outlet
suatu sungai diperlukan untuk melihat peluang terjadinya banjir, sementara debit
aliran rendah (base flow) diperlukan untuk merancang kebutuhan air minimum
yang dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau, sedangkan debit aliran
ratarata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumber daya air yang dapat
dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai.
Mengacu dari permasalahan yang ada, diperlukan suatu kajian analisis
mengenai debit air di daerah aliran sungai (DAS) Prumpung yang merupakan
DAS terbesar di Kabupaten Tuban terhadap krisis kelangkaan dan ketersediaan air
yang umumnya terjadi pada musim kering atau kemarau.

2
Berdasarkan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemkab
(Pemerintah Kabupaten) Tuban (Ludiono, 2014) menambahkan, krisis air selalu
menjadi langganan Kabupaten Tuban jika musim kemarau tiba dan panjang,
bencana kekeringan disejumlah wilayah Kabupaten Tuban diperkirakan
bertambah seiring dengan musim kemarau panjang. Manajemen yang baik dalam
penggunaan air terhadap ketersediaan air pada DAS Prumpung dapat mengelola
pemenuhan kebutuhan air baik domestik maupun non domestik (industri,
pertanian dan perikanan) khususnya mengahadapi krisis air pada musim kemarau.
Perumusan Masalah
Perubahan kawasan pertanian menjadi kawasan industri pada Kabupaten
Tuban berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah No. 9
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tuban Tahun 20122032. Perubahan lahan atau alih fungsi lahan akan memicu konflik sosial dan
permasalahan lingkungan khususnya perubahan kondisi kawasan tangkapan air
dan dapat menyebabkan perubahan aliran permukaan khususnya ketersediaan air
di (Daerah Aliran Sungai) DAS Prumpung. Musim kemarau atau musim kering
terjadi hampir setiap tahunnya menyebabkan ketersediaan air menipis dan terjadi
kelangkaan air di musim kemarau.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan mengidentifikasi penggunaan lahan DAS Prumpung.
2. Menyusun model hidrologi DAS Prumpung.
3. Memberikan masukan dalam perumusan kebijakan mengenai keamanan air
dan penggunaan air dalam khususnya krisis air yang terjadi setiap musim
kemarau dan sektor pertanian dan sektor industri dalam Rencana Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta musim kemarau Kabupaten Tuban.
Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini, sebagai berikut:
1. Bagi pemangku kebijakan (pemerintah) sebagai dasar acuan dalam
melakukan manajemen sumberdaya air.
2. Bagi masyarakat ilmiah yaitu mendapatkan model hidologi yang bisa
digunakan untuk analisis dan simulasi dalam skala DAS dengan hasil yang
lebih akurat.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model hidrologi DAS Prumpung.
2. Neraca air DAS Prumpung yang meliputi 5 Kecamatan yaitu Bancar,
Tambakboyo, Kerek, Merakurak dan Jatirogo.
3. Analisis airtanah dangkal (sumur) wilayah DAS Prumpung.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Daerah Aliran Sungai (DAS) memberi
banyak manfaat oleh karena itu perlu adanya pengelolaan dalam pemanfaatan
DAS agar terciptanya kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya
sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang pengelolaan daerah aliran sungai.
Secara umum ketersediaan air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, geologi, vegetasi dan proses hidrologi.
Namun pemanfaatannya berbeda-beda tergantung dari pemenuhan kebutuhan dari
aktivitas manusia yang berada di dalamnya. Debit aliran atau jumlah air dalam
DAS akan menentukan pemenuhan kebutuhan dari aktivitas manusia. Debit
minimum dapat dimanfaatkan untuk merancang kebutuhan air minimum yang
dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau, sedangkan debit maksimum untuk
mengetahui peluang terjadinya banjit. Debit aliran rata-rata tahunan dapat
memberikan gambaran potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan dari
suatu daerah aliran sungai (Irsyad, 2011).
Pada suatu DAS pengamatan data debit maksimum yang terjadi di outlet
suatu sungai diperlukan untuk melihat peluang terjadinya banjir, sementara debit
aliran rendah (base flow) diperlukan untuk merancang kebutuhan air minimum
yang dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau, sedangkan debit aliran ratarata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumber daya air yang dapat
dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai.
Kebutuhan Air
Pemanfaatan sumber daya air khususnya Daerah Aliran Sungai (DAS)
sangat beragam dan hampir setiap tahunnya hampir mengalami peningkatan.
Pengelolaan sumberdaya air di Indonesia memiliki beberapa fungsi baik fungsi
sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan yang masing-masing dapat saling
bertentangan. Peningkatan jumlah penduduk yang sejalan dengan peningkatan
ekonomi menyebabkan terjadinya perubahan sumberdaya alam yang sangat cepat
(Sumarno, 2010).
Berdasarkan pemanfaatan sumber daya air, Sumarno (2010) menambahkan
perluasan daerah pertanian, pemukiman dan industri, mengakibatkan terjadinya
degradasi lahan, erosi, tanah longsor, banjir. Hal itu telah mengakibatkan
terjadinya peningkatan konflik antara para pengguna air baik untuk kepentingan
rumah tangga, pertanian dan industri, termasuk penggunaan air permukaan dan air
bawah tanah di perkotaan. Saat ini sektor pertanian menggunakan hampir 80%
kebutuhan air total, sedangkan kebutuhan untuk industri dan rumah tangga hanya

4
20%. Pada tahun 2020, diperkirakan akan terjadi kenaikan kebutuhan air untuk
rumah tangga dan industri sebesar 25%-30%.
Debit Air
Debit air Daerah Aliran Sungai (DAS) berasal dari jumlah curah hujan
yang jatuh di atasnya yang dapat memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya
evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, air larian, aliran permukaan, kandungan air
tanah, dan aliran sungai. Setiap masukan ke dalam DAS dapat dievaluasi proses
yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat atau mengetahui keluaran dari
sistem tersebut. Curah hujan sebagai input akan berinteraksi dengan komponenkomponen DAS sehingga akan menghasilkan keluaran berupa debit, muatan
sedimen dan material lainnya yang terangkut oleh aliran sungai (Malahayati,
2009).
Daerah aliran sungai merupakan sistem hidrologi yang terdiri dari
masukan (input), proses, dan keluaran (output). Pengaruh daerah aliran sungai
terhadap aliran permukaan dapat dilihat melalui sifat-sifat DAS (karakteristik
DAS) itu sendiri seperti bentuk, ukuran DAS, elevasi/kemiringan dan susunan
anak-anak sungai/kerapatan drainase (Asdak, 2004). Bedasarkan ukuran DAS,
Malahayati menambahkan (2009) semakin besar ukuran DAS, semakin besar
aliran permukaan. tetapi, baik laju maupun volume aliran permukaan per satuan
wilayah dalam DAS tersebut menurun apabila luas daerah tangkapan air
bertambah besar. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS, semakin cepat laju
aliran permukaan, dengan demikian mempercepat respon DAS tersebut oleh
adanya curah hujan.

Gambar 1 Skema siklus hidrologi (Aquasource, 2014)
Dalam siklus hidrologi, aliran air sungai terbentuk dari beberapa sumber air
yang berada pada bukit atau gunung yang menyimpan cadangan dari air hujan.

5
Cadangan air yang diserap tersebut masuk ke dalam tanah dan batuan. Karena
volume air tersimpan dalam jumlah besar, air keluar ke permukaan melalui tekuk
lereng. Air yang keluar tersebut kemudian mengalir pada permukaan yang
kemudian menjadi sungai. Aliran ini mengalir ke permukaan yang memiliki
ketinggian lebih rendah, sesuai dengan sifat air yang mengalir dari tempat dengan
tempat tinggi ke rendah. Saat dilakukan pengukuran tinggi permukaan air oleh
alat ukur, diperoleh debit sungai. Debit sungai merupakan laju aliran air (volume
air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, di mana
satuan besaran debit dalam satuan internasional adalah meter kubik per detik
(m3/dt) (Ibrahim, 2012).
Penggunaan Lahan
Dalam pemenuhan kebutuhan manusia terhadap lahan akan mempengaruhi
sumberdaya air yang tersedia. Penggunaan lahan dapat digolongkan atas dua
golongan yaitu (1) penggunaan lahan pedesaan dalam arti luas mencakup
pertanian, kehutanan, cagar alam/suaka marga satwa dan daerah rekreasi, (2)
penggunaan lahan perkotaan dan industri yang mencakup kota, perkampungan,
kompleks industri, jalan raya dan daerah pertambangan. Penggolongan yang lain
adalah penggunaan lahan untuk kawasan lindung, budidaya dan daerah
pertambangan (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007). Pengetahuan akan
penggunaan lahan penting dalam rangka menyusun rencana pengelolaan DAS.
Meningkatnya jumlah penduduk disertai oleh kebutuhan akan peningkatan
penyediaan kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya sehingga menyebabkan
terjadinya kompetisi antara berbagai kemungkinan penggunaan lahan (Sitorus,
2004a). Beberapa penelitian menunjukkan dampak perubahan penggunaan lahan
terhadap debit sungai diantaranya: Puslitbangtanak dan Jasa Tirta (2002)
melakukan penelitian untuk melihat pengaruh perubahan penggunaaan lahan
terhadap debit puncak aliran permukaan. Perubahan penggunaan lahan dari tahun
1994 sampai 1997 memberikan dampak terhadap peningkatan debit puncak aliran
permukaan yaitu sebesar 3.188 m3/detik hingga 8.03 m3/detik, hasil penelitian
Lisnawati (2006) pada periode 1995-2003, menunjukkan bahwa debit maksimum
di Sub DAS Ciliwung Hulu cenderung meningkat sehingga selisih debit
maksimum-minimum cenderung meningkat pula. Kondisi ini merupakan indikasi
berkurangnya fungsi kawasan Sub DAS Ciliwung sebagai kawasan lindung dan
wilayah resapan air.
Rasio antara debit maksimum dan debit minimum suatu sungai digunakan
sebagai indikator apakah pengelolaan suatu DAS berhasil atau tidak sehingga
dapat diketahui apakah suatu DAS telah mengalami kerusakan. Apabila fluktuasi
debit maksimum dan minimum tinggi, berarti pada musim hujan akan terjadi
hujan dengan intensitas yang tinggi sehingga menyebabkan meningkatnya aliran
permukaan dan pada musim kemarau hujan turun dengan intensitas yang rendah.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa DAS mengalami kerusakan fungsi
hidrologi, sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi DAS telah terganggu serta
terjadinya degradasi kualitas DAS. Hal ini dikarenakan tingginya aliran
permukaan juga akan meningkatkan jumlah erosi dan sedimen yang terangkut
bersama aliran permukaan (Asdak, 2004).

6
AirTanah Dangkal
Airtanah merupakan sumber air tanah yang sangat penting dan tersimpan
dalam lapisan yang disebut akuifer. Airtanah yang merupakan sumberdaya alam
terbarukan (renewal natural resources) saat ini telah memainkan peran penting di
dalam penyediaan pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan, sehingga
menyebabkan terjadinya pergeseran nilai terhadap airtanah itu sendiri. Airtanah
pada masa lalu merupakan barang bebas (free goods) yang dapat dipakai secara
bebas tanpa batas dan belum memerlukan pengawasan pemanfaatan, tetapi pada
era pembangunan saat ini yang disertai dengan peningkatan kebutuhan airtanah
yang sangat pesat telah merubah nilai airtanah menjadi barang ekonomis
(economic goods), artinya airtanah diperdagangkan seperti komoditi yang lain,
bahkan di beberapa tempat airtanah mempunyai peran yang cukup strategis
(Hendrayana, 2002)
Berdasarkan peranannya Hendrayana (2002) menambahkan airtanah
memiliki peran penting dalam pasokan air untuk berbagai sektor pembangunan,
diantaranya: sumber air minum perkotaan dan pedesaan, sumber air untuk industri
dan sumber air untuk pertanian. Pengelolaan airtanah dan kegiatan konservasi
airtanah telah banyak dilakukan oleh Pemerintah maupun Swasta. namun pada
kenyataannya hasil pengelolaan maupun konservasi airtanah belum dapat
mencapai sasaran dan masih relatif jauh dari titik optimal. Memperkecil dampak
negatif akibat pemanfaatan/pengeboran airtanah, merupakan salah satu upaya
nyata yang harus dilaksanakan dalam rangka pengelolaan airtanah secara terpadu.
Soil and Water Assessment Tool (SWAT)
SWAT (Soil and Water Assessment Tool), merupakan suatu model analisis
sungai atau DAS, yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold untuk USDA,
Agricultural Research Service (ARS). SWAT dikembangkan untuk memprediksi
dampak praktek pengelolaan lahan terhadap air, sedimen dan hasil kimia pertanian
di daerah aliran sungai besar dengan tipe tanah bervariasi, penggunaan lahan dan
manajemennya selama jangka waktu yang lama. SWAT merupakan hasil
gabungan dari beberapa model, diantaranya adalah Simulator for Water Resources
in Rural Basin (SWWRRB), Chemical, Runoff and Erosion from Agricultural
Management System (CREAMS), Groundwater Loading Effect an Agricultural
Management System (GREAMS), dan Erosion Productivity Impact Calculator
(EPIC) (Neitsch et al., 2005). SWAT terus mengalami perkembangan sejak awal
telah dikembangkan untuk daerah tropis yang pada dasarnya memiliki
ketersediaan data yang berbeda dengan daerah sub tropis dimana model ini
diciptakan. Pengembangan SWAT sangat didukung oleh perkembangan teknologi.
Pada awalnya, SWAT telah dikembangkan dalam Windows (Visual Basic),
GRASS, ArcView, ArcGIS dan Map Window.
SWAT merupakan model hidrologi berbasis fisika (physically based) yang
membutuhkan informasi spesifik tentang iklim, sifat-sifat tanah, topografi,
vegetasi, dan praktek pengelolaan lahan yang terjadi di dalam DAS. SWAT dapat
memodelkan secara langsung proses-proses fisika yang terkait dengan pergerakan
air, sedimen, pertumbuhan tanaman, siklus unsur hara dan lain sebagainya
(Neitsch et al., 2004).

7
Proses-proses tersebut didasarkan pada konsep neraca air. untuk pemodelan,
suatu DAS dibagi menjadi beberapa Sub DAS atau Sub Basin yang didasarkan
pada kesamaan penggunaan tanah dan tanah atau sifat lain yang berpengaruh
terhadap hidrologi.

Gambar 2 Representasi fase lahan pada siklus hidrologi (Neitsch et al., 2004)
Simulasi hidrologi suatu DAS dengan model SWAT dipisahkan ke dalam
dua bagian utama yaitu fase lahan pada siklus hidrologi (Gambar 2) dan fase air
pada siklus hidrologi. Fase lahan mengendalikan jumlah air, sedimen, unsur hara,
dan pestisida yang masuk ke dalam saluran utama pada setiap Sub Das. Fase air
atau penelusurun siklus hidrologi dapat didefinisikan sebagai gerakan air, sedimen
dan lainnya melalui jaringan saluran DAS ke outlet.
Analisis Hidrologi
Persamaan neraca air umum DAS yang digunakan dalam model SWAT
dirumuskan sebagai berikut:
SWt = SWt-i +Rdayt -(Qsurft +Eat +Wseept +Qgwt )

(1)

di mana:
SWt
: kandungan kadar air tanah pada hari ke-t (mm H2O)
SWt-1
: kandungan kadar air tanah awal pada hari ke t-1
Rday t : curah hujan harian pada hari ke-t (mm H2O)
Qsurft : run off pada hari ke –t (mm H2O)
Eat
: evapotranspirasi aktual pada hari ke –t (mm H2O)
Wseept : total air yang keluar dari lapisan tanah pada hari ke –t (mm H2O)
Qgwt
: total air yang mengalir kembali ke sungai pada hari ke-t
(mm H2O)
t
: waktu dalam hari

8
Runoff
Dalam mengestimasikan aliran permukaan (Qsurf), SWAT menggunakan
metode, yaitu SCS Curve Number (CN). Berdasarkan volume aliran permukaan
dan puncaknya, dilakukan simulasi pada setiap HRU (Hydrology Response Units).
SCS Curve Number merupakan fungsi dari permeabilitas tanah, tata guna lahan,
dan kondisi air tanah. Persamaan SCS Curve Number disajikan pada persamaan
(3) (Neitsch et al., 2004).
Qsurf =

(Rday - 0.2S2 )
(Rday + 0.8S)

(2)

dimana:
Rday
: curah hujan per hari (mm)
S : retension parameter (mm)
Parameter retensi (S) bervariasi tergantung jenis tanah, penutupan lahan,
kelerengan, teknik pengelolaan lahan dan kandungan air tanah. Parameter retensi
didefinisikan sebagai berikut:
S=25.4(

1000
-10)
CN

di mana,
Qsurf
: limpasan permukaan (mm)
Rday
: curah hujan pada satu hari (mm)
Ia
: abstraksi awal termasuk simpanan permukaan, intersepsi tajuk
dan infiltrasi sebelum terjadi aliran permukaan
S
: parameter retensi (mm)
CN
: SCS Curve Number

Gambar 3 Hubungan antara runoff terhadap curah hujan pada
metode SCS curve number (SCS 1972)

(3)

9
Evapotranspirasi
Analisis SWAT pada penentuan besarnya evapotranspirasi ditentukan
dengan tiga metode yaitu metode Penman-Monteith, metode Priestley and Taylor
(1972), serta metode Hargreaves (1975). Data kecepatan angin diperlukan oleh
SWAT jika Metode Penman-Monteith (persamaan 4) digunakan untuk
memperkirakan evapotranspirasi potensial. SWAT mengasumsikan informasi
kecepatan angin berada pada posisi 1.7 meter di atas permukaan tanah.
Kelembaban relatif diperlukan oleh SWAT jika metode Penman-Monteith
atau persamaan Priestley-Taylor digunakan untuk menghitung evapotranspirasi
potensial. Hal ini juga digunakan untuk menghitung tekanan uap air minimum
pada pertumbuhan tanaman. Pada persamaan Penman-Monteith pengaruh jumlah
uap air diudara diperhitungkan dalam menentukan evaporasi permukaan. PenmanMonteith dan Priestley-Taylor memerlukan tekanan uap aktual, yang dihitung dari
kelembaban relatif.

λE=

∆(Hnet -G)+[

ρair .Cp .�e0z -ez �

∆+γ(1+

ra

rc
ra

]
(4)

)

di mana :
λ
: fluks panas laten penguapan (MJ m-2 d-1 )
E
: evaporasi (mm d-1)
Δ
: slope dari kurva tekanan uap jenuh
dan suhu udara (de/dT) (kPa °C-1)
Hnet
: radiasi netto (MJ m-2d-1)
G
: fluks panas laten permukaan tanah (MJ m-2d-1)
ρair
: massa jenis udara (kg m-3)
cp
: kalor spesifik pada tekanan tetap (MJ kg-1°C-1)
eoz
: tekanan uap air jenuh pada ketinggian z (kPa)
ez
: tekanan uap air pada ketinggian z (kPa)
T
: tetapan psikometri (kPa °C-1)
rc
: resistensi pada kanopi (s m-1)
ra
: tahanan difusi pada lapisan udara (resistensi aerodinamis) (s m-1)
Perkolasi
Perkolasi dihitung untuk setiap lapisan tanah dalam profil. Air akan meresap
jika kadar air melebihi kadar air kapasitas lapangan untuk lapisan tersebut dan
lapisan dibawahnya tidak dalam keadaan jenuh.Volume air yang tersedia untuk
perkolasi ke dalam lapisan tanah dihitung dengan persamaan:
SWly,excess = SWly - FCly
SWly,excess = 0

jika SWly> FCly

jika SWly ≤ FCly

(5)
(6)

10
SWly,excess adalah volume air yang dapat dialirkan di lapisan tanah pada hari
tertentu (mm H2O), SWly adalah kadar air dari lapisan tanah pada hari tertentu
(mm H2O) dan FCly adalah kadar air dari lapisan tanah pada kapasitas lapang (mm
H2O). Jumlah air yang bergerak dari satu lapisan ke lapisan dibawahnya dihitung
dengan menggunakan metode storage routing. Persamaan yang digunakan untuk
menghitung jumlah air yang merembes ke lapisan berikutnya adalah:
Wperc,ly = SWly,excess ( 1 - exp [

-∆t
])
TTperc

(7)

dimana Wperc,ly adalah jumlah air meresap ke lapisan tanah dibawahnya pada
hari tertentu (mm H2O), SWly,excess adalah volume air yang dialirkan di lapisan
tanah pada hari tertentu (mm H2O), Δt adalah panjang dari selang waktu (jam),
dan TTperc adalah waktu perjalanan untuk perkolasi (jam).
Ground Water
Akuifer dangkal memberikan kontribusi aliran dasar ke saluran utama atau
mencapai subbasin. Aliran dasar (base flow) yang akan masuk sebagai debit jika
jumlah air yang disimpan dalam akuifer dangkal melebihi nilai ambang batas yang
ditentukan. Respon aliran air tanah pada kondisi steady untuk mengisi debit
(Neitsch, et al., 2004) adalah:
Qgw =

8000Ksat
L2gw

hwtbl

(8)

Dimana Qgw adalah aliran air tanah, atau base flow, ke saluran utama pada
hari i (mm H2O), Ksat adalah konduktivitas hidrolik dari aquifer (mm/day), Lgw
adalah jarak dari dari punggung bukit atau subbasin sistem air tanah ke saluran
utama (m), dan hwtbl adalah tinggi muka air tanah (m).
Groundwater Flow Velocity
Kecepatan alirah airtanah yang terjadi di lapisan laminar, berdasarkan
hukum Darcy:
V=

(� �)


(9)

Dimana V adalah groundwater flow velocity, K adalah hidrolik konduktiviti,
n adalah effective porosity dan i adalah hidrolik gradien.

11

3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan data dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan JuliSeptember 2014. Penelitian dilakukan di DAS Prumpung yang merupakan DAS
terbesar di Kabupaten Tuban dan termasuk dalam SWP DAS Prumpung Klero,
Kabupaten Tuban. Secara geografis DAS Prumpung berada diantara kecamatan
Bancar, Tambakboyo, Kerek, Merakurak dan Jatirogo namun secara umum
berbatasan di lima kecamatan besar yaitu Kecamatan Bancar, Kecamatan
Tambakboyo, Kecamatan Kerek, Kecamatan Merakurak dan Jatirogo dengan luas
wilayah sebesar 22319.14 Ha. Lokasi Penelitian disajikan pada Gambar 4.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) data iklim dan
data curah hujan harian yang diperoleh dari CFSR (Climate Forecast System Reanalysis untuk periode tahun 2003 - 2014 pada tiga stasiun hujan; (2) data debit
harian untuk outlet berdasarkan hasil observasi yang dilakukan Juli hingga
September 2014; (3) peta tata guna lahan, jenis tanah dan kemiringan diperoleh
dari Rencana Tata Ruang Wilayah No. 9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032.
Peralatan yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS) dan
seperangkat komputer dengan perangkat lunak yang digunakan adalah ArcGIS
10.1, ArcSWAT, dan SWAT CUP 2012 ver 5.1.6.2.
Prosedur Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengelaborasi data hasil debit
observasi lapang dan identifikasi penggunaan lahan melalui analisis spasial
dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Proses delineasi menggunakan data
DEM, informasi batas DAS serta jaringan sungai dalam membuat watershed
delineator (deliniasi DAS). Sedangkan pembentukan HRU (Hydrologic Reponse
Unit) merupakan hasil overlay input data dari penggunaan lahan, jenis tanah dan
kemiringan lahan. Untuk membangun SWAT Model dilakukan data HRU dan
data iklim harian yang telah diperoleh. Pengolahan data dan identifikasi serta
elaborasi dilakukan dengan software ArcGIS 10.1, ArcSWAT (Soil and Water
Assessment Tool).
Pada tahap selanjutnya adalah tahap kalibrasi, data yang akan digunakan
yaitu data debit harian observasi dan simulasi bulan Juli hingga September 2006
dan 2007. Metoda kalibrasi dilakukan secara manual dengan menentukan dan
mengubah nilai parameter yang merupakan parameter yang sensitif terhadap
kondisi hidrologi DAS Prumpung yang digunakan dalam proses kalibrasi.
Validasi dilakukan dengan menggunakan data debit harian observasi dan
simulasi bulan Juli hingga September 2014. Proses kalibrasi menggunakan
parameter-parameter yang memiliki pengaruh terhadap kondisi hidrologi DAS
Prumpung.

12
Metode statistik yang digunakan dalam melakukan kalibrasi dan validasi
debit adalah koefisien korelasi Pearson (R2) dan NSE (Nash Sutcliffe Efficiency)
yang direkomendasikan oleh The American of Civil Engineers (Ahl, 2008).
Metode yang digunakan dalam observasi airtanah dangkal adalah dengan
pengukuran kedalaman muka air sumur yang berada di sekitar DAS Prumpung.
Parameter data yang diukur adalah pengambilan koordinat dan elevasi, bibir
sumur, kedalaman sumur dari bibir sumur, tinggi muka airtanah dan diameter
sumur. Analisis spasial dan penyajian koordinat (lokasi sumur) ditampilkan
menggunakan software ArcGIS 10.1
2
�∑�(��,� − ��� )(��,� − ��� �
� =
∑�(��,� − ��� )2 ∑�(��,� − ��� )2
.
2

��� = 1 −

(10)

∑�(�� − �� )2

∑����,� − ��� �

(11)

2

Dimana R = koefisien korelasi; Qm = debit aliran sungai observasi (m3/s); Qs
= debit aliran sungai model (m3/s); Qm : rata - rata debit aliran sungai observasi
(m3/s); Qs: rata - rata debit aliran sungai model (m3/s). Nilai R berkisar antara 0
sampai dengan 1. Nilai R mendekati 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara data simulasi dengan data observasi. Nash Sutcliffe Efficiency
(NSE) merupakan suatu model statistik yang menunjukkan besar dari pengaruh
hubungan data simulasi dan data observasi.Nilai NSE berkisar antara 0 dan 1,
yang mana nilai mendekati 1 menunjukkan bahwa performa dari suatu model
yang baik. Kriteria nilai statistik untuk NSE disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria Nilai NSE
Kriteria
Sangat Baik
Baik
Memuaskan
Kurang Memuaskan
Sumber: Moriasi et al. (2007)

NSE
0.75 < NSE < 1.00
0.65 < NSE < 0.75
0.50 < NSE < 0.65
NSE ≤ 0.50

13
13

Gambar 4 Lokasi penelitian DAS Prumpung, Kabupaten Tuban

14
Deskripsi Lokasi Penelitian
DAS Prumpung merupakan DAS terbesar di daerah Tuban dan merupakan
bagian dari SWP DAS Prumpung Klero, Kabupaten Tuban. Secara geografis DAS
Prumpung secara umum berada diantara tiga kecamatan besar yaitu Kecamatan
Bancar, Kecamatan Tambakboyo dan Kerek dengan luas wilayah sebesar
22319.14 ha.
Secara administrasi DAS Prumpung mempunyai batas sebagai berikut:
1. Sebelah Barat berbatasan dengan DAS Boncong, DAS Budur dan DAS
Bancar
2. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
3. Sebelah Timur berbatasan dengan DAS Dasin, DAS Socorejo dan DAS
Laorsemut
4. Sebelah Selatan SWP Bengawan Solo
Sungai utama (DAS Prumpung) memiliki panjang ± 24 Km dengan
permukaan lebar 21 meter dan dasar 9 meter, kedalaman sungai Prumpung
didapatkan sebesar 6.50 m. Debit rata - rata harian di DAS Prumpung adalah 0.18
m3/detik hingga 48.07 m3/detik.
Tata guna lahan DAS Prumpung, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Tuban Tahun 2012 - 2032, dapat dikelompokkan menjadi 10
penggunaan lahan seperti Gambar 2. Sawah dan Hutan Produksi merupakan
penggunaan lahan yang dominan di DAS Prumpung, Kabupaten Tuban sebesar
38.47% dan 35.43%.
Kondisi iklim di DAS Prumpung secara umum dapat dilihat pada Tabel 4.
Rata-rata curah hujan dari 3 stasiun curah hujan (2003-2014) menunjukkan bahwa
curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari sebesar 342.8 mm dan diikuti
bulan Februari 330.9 mm. Sedangkan curah hujan minimum terjadi pada bulan
agustus sebesar 41.58 mm dan diikuti bulan September sebesar 53.81 mm. Suhu
rata-rata bulanan maksimum terjadi pada bulan September dan Oktober sebesar
29.47ºC dan 29.88ºC. Sedangkan suhu terendah didapatkan pada bulan Februari
dengan rata-rata sebesar 26.83ºC. Lama penyinaran matahari mencapai puncaknya
yaitu pada bulan September sebesar 21 Mj/m2. Hal ini diikuti dengan kelembaban
relatif (RH) terendah yang didapatkan sebesar 0.57 % dibandingkan dengan
bulan-bulan lainnya.

15
Data rata-rata iklim berdasarkan hasil rekaman 3 (tiga) stasiun hujan di
wilayah Kabupaten Tuban dari tahun 2003 hingga 2014 (Tabel 2).
Tabel 2 Iklim DAS Prumpung, Kabupaten Tuban
Suhu
Curah
RH
Bulan
Hujan
Rata-rata
(%)
(mm/bln)
(°C)
Januari
27.30
342.82
0.82
Februari
26.83
330.93
0.86
Maret
27.16
299.86
0.84
April
27.55
231.14
0.82
Mei
27.68
184.04
0.78
Juni
27.53
100.41
0.73
Juli
27.59
66.31
0.67
Agustus
28.16
41.58
0.61
September
29.47
53.81
0.57
Oktober
29.88
116.75
0.62
November
28.99
259.64
0.73
Desember
27.78
322.41
0.81

Kecepatan
Angin (m/s)
1.73
1.62
1.40
1.36
1.48
1.65
1.80
1.87
1.84
1.71
1.44
1.46

Radiasi
(Mj/m2)
20.10
20.41
20.26
20.16
19.12
18.89
20.06
20.78
21.38
20.57
20.94
19.90

a. Kondisi Topografi DAS prumpung
Kemiringan (slope) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
besarnya debit yang keluar dari outlet. Lahan dengan kemiringan yang curam
memiliki potensi runoff dan erosi yang tinggi jika terjadi hujan. Pemilihan tutupan
lahan yang tepat serta menajemen pengelolaan lahan yang baik akan menurunkan
tingkat kerusakan.
Tabel 3 Kondisi Topografi DAS Prumpung
Kategori
Kemiringan (%)
Datar
0-3
Sangat Landai
3-8
Landai
8-15
Agak Curam
15-25
Curam
25-40
Total

Luas Area (ha)
2374.69
10815.22
3323.02
1092.48
4713.71
22319.12

16
b. Jenis Tanah DAS prumpung
Terdapat 5 jenis tanah di DAS Prumpung berdasarkan Peta Sumberdaya
Tanah Tingkat Tinjau (Balitbangtan, 2011). Jenis tanah didominasi oleh tanah
mediteran/renzina sebesar 65.63%. Jenis tanah ini tersebar di Kecamatan Kerek,
Tambakboyo dan Kecamatan Bancar yang berada di wilayah DAS Prumpung.
Persentase sebaran luasan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jenis Tanah DAS Prumpung
No

Jenis Tanah

1
2
3
4
5

Mediteran/Renzina
Regosol
Grumosol
Litosol
Alluvial
Total

Luas Area
ha
14648.23
396.82
6729.28
476.44
68.37
22319.14

%
65.63
1.78
30.15
2.13
0.31
100.00%

c. Tata Guna Lahan
Hasil identifikasi kondisi eksisting penggunaan lahan berdasarkan
interpretasi citra terbagi menjadi 7 kelompok penggunaan lahan. Tegalan/ladang
merupakan kelompok tata guna lahan terbesar yang terinterpretasi sebesar 39.72%,
diikuti dengan lahan pertanian dan hutan sebesar 32.37% dan 14.67 %.
Tabel 5 Tata Guna Lahan Kondisi Eksisting
No
1
2
3
4
5
6
7

Tata Guna Lahan
Permukiman/Lahan Terbangun
Badan Air (Sungai dan Tambak)
Semak Belukar
Lahan Pertanian
Hutan
Sawah
Tegalan/Ladang
Total

Luas
ha
619.00
24.00
2160.00
7225.00
3274.00
152.00
8866.00
22320.00

%
2.77
0.11
9.68
32.37
14.67
0.68
39.72
100.00%

Kerangka Penelitian
Pengembangan kerangka fikir penelitian berawal dari perubahan kawasan
pertanian menjadi kawasan industri di Kabupaten Tuban tentang Rencana Tata
Ruang-Wilayah Kabupaten Tuban.Tahun 2012-2032. Perubahan lahan akan
memicu permasalahan lingkungan khususnya perubahan kondisi kawasan
catchment area dan dapat menyebabkan perubahan aliran permukaan. Hal ini
berpengaruh terhadap kondisi debit sungai di daerah aliran sungai dan airtanah
dangkal. Penggunaan air yang meningkat akan menurunkan ketersediaan air
khususnya daerah aliran sungai (DAS) Prumpung.

17
Tahapan Penelitian
Pada tahap ini dilakukan kegiatan pengumpulan data, baik yang berasal
dari penelitian sebelumnya maupun dari instansi-instansi terkait. Data ini meliputi
data karakteristik tanah, iklim, penggunaan lahan, hidrologi DAS dan Data
kebutuhan air penduduk serta data penggunaan air tanah di wilayah DAS.
.
Tahapan Analisis
Analisis yang dilakukan meliputi analisis perubahan penggunaan lahan,
analisis hidrologi, serta ketersediaan dan kebutuhan air terhadap penggunaan
lahan.
a. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan DAS prumpung
Informasi penggunaan lahan diperoleh melalui interpretasi citra SPOT 6
tahun perekaman 2014. Proses analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan
dengan menggunakan program ArcGIS 10.1.
b. Analisis Aliran Airtanah Dangkal DAS Prumpung
Akuifer dangkal memberikan kontribusi aliran dasar ke saluran utama atau
mencapai subbasin. Aliran dasar (base flow) yang akan masuk sebagai debit jika
jumlah air yang disimpan dalam akuifer dangkal melebihi nilai ambang batas yang
ditentukan. Respon aliran air tanah pada kondisi steady untuk mengisi debit
dihitung pada persamaan (8).
c.

Skenario Konservasi DAS Prumpung

Mengetahui kemampuan ketersediaan debit dan airtanah terhadap
perubahan tata guna lahan DAS Prumpung terhadap kondisi eksisting (skenario 1)
dan skenario 2 yaitu kondisi berdasarkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
Kabupaten Tuban 2012-2032.

18

Gambar 5 Diagram alir penelitian model debit air

19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalibrasi dan Validasi SWAT
Proses kalibrasi yaitu melakukan pemilihan parameter-parameter sensitif
dalam peningkatan koherensi antara respon hidrologi yang didapatkan dengan
hasil sebuah model. Parameter input dalam model SWAT yang dominan
berpengaruh terhadap respon hidrologi dapat berbeda pada berbagai DAS
(Yustika, 2014).
Beberapa parameter sensitif terhadap perubahan debit diketahui diantaranya
CN2, ESCO, EPCO, GW_REVAP, GQWMN dan RCHRG_DP (Santhi, et al.,
2006).
Kalibrasi model dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang adaptif di
lapangan. Proses kalibrasi dilakukan pada periode data debit aliran sungai tahun
2014. Sedangkan validasi dilakukan dengan membandingkan periode data debit
aliran sungai 2014.
Terdapat 12 parameter sensitif terhadap perubahan debit aliran sungai
diantarnya CN2, faktor alpha aliran dasar (ALPHA_BF), lama delay airtanah
(GW_DELAY), kedalaman minimum air di perairan dangkal (GWQMN),
koefisien revap air bawah tanah (GW_REVAP), fraksi perkolasi perairan dalam
(RCHRG_DP), faktor evaporasi tanah (ESCO), factor uptake tanaman (EPCO),
nilai Manning untuk saluran utama (CH_N2), hantaran hidrolik pada saluran
utama alluvium (CH_K2), faktor alpha aliran dasar untuk bank storage
(ALPHA_BNK) dan koefisien lag aliran permukaan (SURLAG).
Validasi adalah proses evaluasi terhadap model untuk mendapatkan
gambaran tentang tingkat ketidakpastian yang dimiliki oleh suatu model dalam
memprediksi proses hidrologi (Indarto 2012). Langkah validasi bertujuan untuk
membuktikan bahwa suatu proses metode dapat memberikan hasil yang konsisten
sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Proses validasi dilakukan dengan
membandingkan data harian debit observasi dengan data harian debit model
simulasi bulan Juli-September tahun 2014. Running model dilakukan tahun 2011
hingga 2014.
Pada Gambar 6 disajikan grafik debit model setelah kalibrasi dan validasi
dan debit observasi (Juli hingga September 2014). Dari hasil debit model setelah
kalibrasi dan validasi tersebut maka didapatkan nilai kondisi eksisting NSE dan R2
adalah sebesar 0.77 dan 0.79 dan masuk kriteria sangat baik.
Hal ini menunjukkan bahwa model SWAT dapat digunakan untuk
memprediksi kondisi hidrologi pada DAS Prumpung berdasarkan tata guna lahan
eksisting. Kondisi eksisting tata guna lahan didapatkan rata-rata debit air sebesar
2.492 m3/detik, dengan debit air maksimum didapatkan sebesar 5.1945 m3/detik
dan debit air minimum sebesar 0.338 m3/detik.
GWQMN merupakan parameter paling sensitif diantara 12 parameter yang
digunakan dalam kalibrasi dan validasi model DAS Prumpung.

20

Gambar 6 Debit model setelah dikalibrasi dan validasi dan debit observasi kondisi
eksisting DAS Prumpung

Gambar 7 Hubungan antara debit model dan debit observasi setelah kalibrasi dan
validasi

21
Tabel 6 Parameter Sensitif Terhadap Model Hidrologi SWAT
Nilai
Nilai
No
Parameter
Nilai
Minimum
Maksimum
1
*CN2.mgt
59-92
59
92
2
ALPHA_BF.gw
0.97
0
1
3
GW_DELAY.gw
31
0
500
4
GWQMN.gw
1500
1125
5000
5
GW_REVAP.gw
0.1235
0.02
0.2
6
RCHRG_DP.gw
0.05
0
1
7
ESCO.hru
0.95
0
1
8
EPCO.hru
1
0
1
9
CH_N2.rte
0.19
0
1
10
CH_K2.rte
5
0
500
11
ALPHA_BNK.rte
0.57
0
1
12
SURLAG.bsn
4
0.05
24
Keterangan: *:73-85 (lahan pertanian, tegalan/ladang, semak belukar,
hutan dan sawah) ;59-72 (pemukiman)
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Kabupaten Tuban
tahun 2012-2032, penggunaan lahan tertinggi adalah sawah, kemudian diikuti
hutan produksi dengan masing-masing sebesar 38,47% dan 35,43%. Tata guna
lahan kondisi RTRW DAS Prumpung disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Tata Guna Lahan RTRW DAS Prumpung
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tata Guna Lahan
Hutan Produksi
Industri dan Pergudangan
Lahan Cadangan Permukiman
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Permukiman
Pertambangan
Sawah
Badan Air
Tambak
Tegalan/Ladang
Total

Luas
Persentase (%)
(ha)
7908.33
35.43
503.61
2.26
667.10
2.99
142.33
0.64
1203.13
5.39
36.18
0.16
8585.91
38.47
5.80
0.03
1.48
0.01
3265.27
14.63
22319.14
100.00%

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DAS Prumpung. Nilai
rata-rata debit model skenario kondisi RTRW didapatkan sebesar 2.002 m3/detik,
maksimum debit model didapatkan sebesar 4.589 m3/detik sedangkan yang
terendah sebesar 0.151 m3/detik. Nilai debit model maksimum skenario kondisi
RTRW mengalami penurunan yang tidak jauh berbeda dengan nilai debit model
kondisi eksisting. Perubahan tata guna lahan kondisi eksisting dan kondisi RTRW
mempengaruhi perubahan debit air yang diterima Daerah Aliran Sungai (DAS)
Prumpung.
Pada Gambar 8 disajikan perbandingan grafik debit observasi, debit model
kondisi eksisting