Analisis Kinerja Daerah Aliran Sungai Berdasarkan Indikator Penggunaan Lahan dan Debit Air pada DAS Unda.

(1)

ANALISIS KINERJA DAERAH ALIRAN SUNGAI

BERDASARKAN INDIKATOR PENGGUNAAN LAHAN

DAN DEBIT AIR PADA DAS UNDA

SKRIPSI

Oleh :

Edoardo Wahyudi Toban

KONSENTRASI ILMU TANAH DAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

i

ANALISIS KINERJA DAERAH ALIRAN SUNGAI

BERDASARKAN INDIKATOR PENGGUNAAN LAHAN DAN

DEBIT AIR PADA DAS UNDA

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh :

Edoardo Wahyudi Toban NIM. 1205105061

KONSENTRASI ILMU TANAH DAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku, apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Denpasar, 26 Juni 2016 Yang menyatakan,

Edoardo Wahyudi Toban NIM. 1205015061


(4)

iii ABSTRAK

Edoardo Wahyudi Toban. Nim 1205105061. Analisis Kinerja Daerah Aliran Sungai Berdasarkan Indikator Penggunaan Lahan dan Debit Air pada DAS Unda. Dibimbing Oleh Ir. I Nyoman Sunarta, MP. dan Ir. Ni Made Trigunasih, MP.

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam, air dan vegetasinya dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS Unda diduga mengalami penurunan fungsi, seperti menurunya luasan hutan, meningkatnya lahan kritis dan diketahui berpotensi banjir. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon DAS Unda terhadap perubahan penggunan lahan pada tahun 2006-2013 dan kondisi debit air. Indikator kinerja DAS yang digunakan adalah Presentase Penutupan Vegetasi (PPV) dan Koefisien Regim Aliran (KRA). Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif dengan melihat dari dua parameter yaitu penggunaan lahan dan debit air. Hasil penelitian menunjukan presentase penutupan vegetasi dalam kategori sedang berkisar 53-55% dan mengalami penurunan sebesar 1,87% pada tahun 2013. Indikator koefisien regim aliran memperoleh nilai 67,66 sebelum dikeluarkannya RPDT (2006-2009) termasuk dalam kategori sedang dan mendapatkan nilai 18,8 setelah dikeluarkanya RPDT (2010-2013) dengan kategori baik. Penurunan nilai KRA diduga tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya nilai presentase penutupan vegetasi, melainkan juga dipengaruhi faktor lain, seperti iklim, jenis tanah, jenis vegetasi, fase pertumbuhan, kerapatan vegetasi, dan cara pengelolaan.


(5)

iv ABSTRACT

Edoardo Wahyudi Toban. Nim 1205105061. Performance Analysis of Watershed Indicators Based on Land Use and Discharge of Water in DAS Unda. Guide by: Ir. I Nyoman Sunarta, M.P. and Ir. Ni Made Trigunasih, MP.

Watershed (DAS) is an integral ecosystem elements consist primarily of natural resources, water and vegetation and human resources as users of those resources. Unda watershed allegedly decreased function, such as the decline in forest area, increasing critical lands and known to potentially flood. This research was conducted in order to deternine Unda watershed response to changes of use of land in the years of 2006-2013 and the water discharge conditions. DAS performance indicators used are the Precentage of Vegetation Cover (PVC) and Coefficient of Flow Regime (CFR). Method of research is descriptive comparative view of the two parameters, that is the use of land and water discharge. The results showed the prencentage of vegetation cover in the medium category ranges from 53-55% and deceased by 1,87 in 2013. Indicator coefficient of flow regimes gained 67,66 value before it is published Plan of Integrated Watershed Management (2006-2009) included in the medium category and scores 18,8 after being issued Plan of Integrated Watershed Management (2010-2013) with both categories. CFR suspected impairment is not only influenced by the value of the percentage of vegetation cover, but is also influenced by othe factors, such as climate, soil type, vegetation type, the growth phase, vegetation density, and management.


(6)

v

RINGKASAN

Penelitian yang berjudul “Analisis Kinerja Daerah Aliran Sungai Berdasarkan

Indikator Penggunaan Lahan dan Debit Air Pada DAS Unda” dilaksanakan sejak Januari hingga April 2016. DAS Unda merupakan salah satu DAS yang dinilai sebagai sasaran mendesak dilakukan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu. Di wilayah DAS Unda masih banyak terdapat lahan kritis yang cukup luas, sebagian lahan kritis berupa tanah berpasir dan berbatu sebagai hasil dari letusan Gunung Agung. Kondisi demikian menyebabkan tanah rawan erosi dan longsor. Diketahui bahwa sebagian lahan di wilayah DAS Unda telah berubah menjadi lahan galian C (RPDT SWP DAS Unda, 2009).

Sehubungan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan mengevaluasi kinerja pelaksanaan pengelolaan DAS, melihat kondisi DAS yang mengkuatirkan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.61/ Menhut-II/2014 mengenai monitoring kinerja DAS, dalam penelitian ini analisis kinerja menggunakan dua indikator terdiri dari penggunaan lahan dan debit air. Periode yang diamati dilakukan selama 7 tahun dari tahun 2006-2013.

Indikator penggunaan lahan dan debit air dilihat berdasarkan data yang diperoleh dari intansi terkait. Penggunaan lahan diperoleh dari BPDAS Unda Anyar untuk tahun 2012 dan klasifikasi citra Landsat TM7 dan TM8 untuk tahun 2006 dan 2013. Data debit air diperoleh berdasarkan pencatatan AWLR (Authomatic Water Level Record ) Cegeng tahun 2006-2013. Penggunaan lahan di DAS Unda selama periode 2006-2013 didominasi oleh kebun/perkebunan, kemudian hutan, sawah irigasi dan tegalan/ladang. Sedangkan penggunaan lahan seperti pemukiman, belukar/semak, tanah berbatu, gedung, sungai dan rumput/tanah kosong mencakup luas kurang dari 10% dari total luas penggunaan lahan. Untuk debit air di DAS Unda, tercatat puncak debit terjadi pada bulan Oktober tahun 2011 sebesar 53,4 m3/dt dan debit terendah terjadi pada bulan Desember 2013 sebesar 0,17 m3/dt. Rerata debit


(7)

vi

maksimum di DAS Unda selama periode 2006-2013 sebesar 35,9 m3/dt dan rerata minimum sebesar 13,42 m3/dt.

Hasil analisis kinerja DAS menunjukan berdasarkan indikator penggunaan lahan yang dilihat dari Presentase Penutupan Vegetasi (PPV), nilai PPV DAS Unda antara 53-55% dan masuk dalam kategori kelas sedang. Selama periode 2006-2013 telah terjadi penurunan presentase sekitar 1,87%. Nilai PPV diperoleh berdasarkan perbandingan luas vegetasi permanen (kebun,hutan, dan semak/belukar) dengan luas DAS. Sedangan indikator debit air yang dilihat dari Koefisien Regim Aliran (KRA) diperoleh nilai 67,66 pada periode sebelum dikeluarkannya RPDT (2006-2009) termasuk kelas sedang dan 18,8 pada periode dikeluarkannya RPDT (2010-2013) termasuk kelas rendah. Selama periode 2006-2013 telah terjadi penurunan nilai KRA sebesar 48,6.


(8)

vii

JUDUL : ANALISIS KINERJA DAERAH ALIRAN SUNGAI

BERDASARKAN INDIKATOR PENGGUNAAN LAHAN DAN DEBIT AIR PADA DAS UNDA

NAMA : EDOARDO WAHYUDI TOBAN

NIM : 1205105061

Skripsi ini telah Disetujui pada tanggal 28 Juni 2016 Menyetujui,

Tanggal lulus : 12 Juli 2016

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS. NIP 19630515198803 1 001 Pembimbing I

Ir. I Nyoman Sunarta, MP. NIP. 19540831 198103 1 003

Pembimbing II

Ir. Ni Made Trigunasih, MP. NIP. 19591204 198601 2 001


(9)

viii

ANALISIS KINERJA DAERAH ALIRAN SUNGAI

BERDASARKAN INDIKATOR PENGGUNAAN LAHAN DAN

DEBIT AIR PADA DAS UNDA

Dipersiapkan dan diajukan oleh Edoardo Wahyudi Toban

NIM. 1205105061

Telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji Pada tanggal 12 Juli 2016

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No. : /UN 14.1.23/DL/2016

Tanggal : 2016 Tim Penguji Skripsi adalah:

Ketua : Ir. Tatiek Kusmawati, MS Anggota :1. Ir. Wayan Narka, MS.


(10)

ix

RIWAYAT HIDUP

Edoardo Wahyudi Toban dilahirkan di Tabanan, Bali pada tanggal 13 Juni 1994. Merupakan putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Robinson, S.Pd dan Wiji Lestari .

Penulis memulai pendidikan taman kanak-kanak di TK Widya Karya tahun 1999 sampai tahun 2000 dan pendidikan sekolah dasar di SDN Meliling dan 6 Delod Peken tahun 2000 sampai 2006. Penulis menempuh sekolah menengah pertama di SMPN 2 Tabanan dari tahun 2006 sampai dengan 2009 dan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 1 Kediri tahun 2009 sampai 2012. Penulis mengikuti seleksi PMDK I tahun 2012 dan lulus sebagai mahasiswa Program Studi Agroekoteknologi, Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Udayana penulis aktif di berbagai kegiatan tingkat fakultas dan jurusan serta tingkat universitas. Penulis menjabat sebagai Kabid Humas Himpunan Mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) periode 2014-2015, pengurus Formatani periode 2015-2017, pengurus Keluarga Besar Mahasiswa Kristen (KBMK) periode 2012-2014 dan kepanitian di berbagai kegiatan seminar.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis sampaikan kehadapan Tuhan Yesus Kristus, karena atas rahmat dan kehendakNya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: ”Analisis Kinerja Daerah Aliran Sungai Berdasarkan Indikator Penggunaan

Lahan dan Debit Air pada DAS Unda”.

Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan bagi mahasiswa untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof.Dr.Ir. I Nyoman Rai, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ir. I Made Sudarma, MS. selaku Ketua Jurusan Prodi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana

3. Ir. I Nyoman Sunarta, MP. selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan waktu, dorongan, semangat, arahan, serta bantuan dan bimbingan yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

4. Ir. I Ni Made Trigunasih, MP. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu, dorongan, semangat, arahan, serta bantuan dan bimbingan yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

5. Ir. Tatiek Kusmawati, MS., Ir. Wayan Narka, MS., dan Ir. I Nyoman Puja, MS. selaku penguji yang senantiasa memberikan masukan dalam penulisan penyusunan skripsi ini.

6. Ir. I Dewa Made Arthagama, MP. selaku pembimbing akedemik yang banyak memberikan dukungan, saran dan pendapat selama penulis menjadi mahasiswa.

7. Bapak/Ibu dosen dan staf pegawai di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas segala ilmu dan pelayanan administrasi yang


(12)

xi

diberikan selama penulis menjalani studi di Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

8. Kedua orangtua penulis tercinta Bapak Robinson, S.Pd dan Ibu Wiji Lestari yang selalu memberikan dukungan doa, arahan, kasih sayang, inspirasi dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

9. Kedua saudara penulis tersayang, Christ Roviaci Toban dan Ayu Putri Novianti Toban untuk doa dan motivasi kalian sehingga studi penulis dapat terselesaikan.

10.Teman-teman Agroekoteknologi angkatan 2012 dan khususnya untuk teman-teman di Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan (Jerry, Charles, Frenca, Yoga, Bunada, Irna, Domi, Ari, Juwita, Maya, Eka, Sherlyta, Padma, Rini, Echa).

11.Saudara-Saudariku dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen Fakultas Pertanian (PMKFP) Universitas Udayana, yang telah memberikan doa dalam penyusunan skripsi ini serta pengalaman dalam pelayanan selama menjadi mahasiswa.

12.Saudara-saudariku seperjuangan (Ucok, Catherine, Tugung, Ivan, Ana, Ani, Jerry) dan para sahabat tercinta (Agung, Bobby, Bram, Rini, Ricky, Satria dan Yudi) atas kasih persahabatan yang telah diberikan.

13. Teman-teman di Himagrotek Udayana yang telah memberikan dukungan dan semangat selama ini dan teman lainnya (Novel Merry, Nando, Shaine, Lanang, Bayu, Ucup, dll).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini,masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Namun demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Denpasar, 26 Juni 2016


(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM……… ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……… ... ii

ABSTRAK ……… ... iii

ABSTRACT……… ... iv

RINGKASAN……… ... v

HALAMAN PERSETUJUAN……… ... vii

TIM PENGUJI……… ... viii

RIWAYAT HIDUP……… ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ……… ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1Daerah Aliran Sungai ... 5

2.2Penggunaan Lahan ... 7

2.3Curah Hujan ... 8

2.4Debit Air Sungai ... 10


(14)

xiii

III. METODE PENELITIAN ... 14

3.1Tempat dan Waktu ... 14

3.2Bahan dan Alat ... 14

3.3Metode Penelitian... 15

3.4Jenis dan Sumber Data ... 16

3.4.1 Jenis Data ... 16

3.4.2 Sumber Data ... 16

3.5 Analisis Penggunaan Lahan ... 16

3.6 Analisis Curah Hujan ... 17

3.7 Analisis Debit Air ... 18

3.8 Uji Kinerja DAS ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1 Hasil ... 20

4.1.1 Penggunaan Lahan ... 20

4.1.2 Debit Air ... 26

4.2 Pembahasan ... 28

4.2.1 Kinerja DAS ... 28

4.2.1.1. Presentase Penutupan Vegetasi ... 28

4.2.1.2 Koefisien Regim Aliran ... 31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

2.1 Klasifikasi Nilai PPV ... 13

2.2 Klasifikasi Nilai KRA ... 13

3.1 Kriteria dan Indikator Kinerja DAS ... 19

4.1 Jenis Penggunaan Lahan di DAS Unda ... 21

4.2 Rerata Debit Bulanan DAS Unda (m3/detik) ... 26

4.3 Nilai Qmax/Qmin dan KRA tahun 2006-2013 ... 31


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

3.1 Peta DAS Unda.... ... 14

4.1 Peta Penggunaan Lahan DAS Unda Tahun 2006 ... 23

4.2 Peta Penggunaan Lahan DAS Unda Tahun 2012 ... 24

4.3 Peta Penggunaan Lahan DAS Unda Tahun 2013 ... 25

4.4 Hubungan Curah Hujan dan Debit Air Periode 2006-2013 ... 27

4.5 Grafik Presentase Penutupan Vegetasi di DAS Unda ... 28


(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Besarnya Aliran Harian (m3/dt) di DAS Unda Tahun 2006 ... 40

2. Besarnya Aliran Harian (m3/dt) di DAS Unda Tahun 2007 ... 40

3. Besarnya Aliran Harian (m3/dt) di DAS Unda Tahun 2008 ... 41

4. Besarnya Aliran Harian (m3/dt) di DAS Unda Tahun 2009 ... 42

5. Besarnya Aliran Harian (m3/dt) di DAS Unda Tahun 2010 ... 42

6. Besarnya Aliran Harian (m3/dt) di DAS Unda Tahun 2011 ... 43

7. Besarnya Aliran Harian (m3/dt) di DAS Unda Tahun 2012 ... 44

8. Besarnya Aliran Harian (m3/dt) di DAS Unda Tahun 2013 ... 44

9. Rekapitulasi Data Curah Hujan Tahun2006-2013 di Kec. Rendang ... 45

10.Rekapitulasi Data Curah Hujan Tahun2006-2013 di Kec. Selat... 45

11.Rekapitulasi Data Curah Hujan Tahun2006-2013 di Kec. Sidemen... 46


(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut (Manan, 1979 dalam Nilda, 2014). DAS berperan penting sebagai daerah tangkapan hujan, yang berfungsi sebagai penyedia air, pengendali sedimentasi dan pengendali banjir. Namun kenyataannya, fungsi DAS semakin menurun, akibat terjadinya berbagai masalah pada pengelolaan DAS yang menghambat fungsi DAS, seperti perubahan alih fungsi hutan, pendangkalan aliran sungai, timbulnya longsor, berkurangnya sumber mata air, tererosinya lapisan tanah yang memberikan dampak perubahan ke arah lahan kritis.

Kondisi DAS yang baik dapat dilihat dari distribusi air yang dialirkan sepanjang tahun dan musim. Apabila debit sangat tinggi di musim hujan dan sangat rendah pada musim kemarau menunjukkan terjadinya kerusakan pada DAS. Hal tersebut terjadi disebabkan karena adanya aktivitas manusia sebagai salah satu faktor dinamis terjadinya perubahan penggunaan lahan (Nilda, 2014).

Perubahan penggunaan lahan akan terus terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang membawa konsekuensi penyediaan kebutuhan hidup manusia. Permasalahan yang tidak diimbangi dengan sumberdaya lahan yang terbatas, mengakibatkan penggunaan lahan tidak sesuai sering terjadi. Begitu halnya pada lahan yang diusahakan untuk budidaya tanaman


(19)

2

yang tidak menerapkan konsep konservasi. Perubahan lahan pada wilayah DAS akan mempengaruhi kondisi hidrologi DAS seperti meningkatnya laju debit puncak, koefisien aliran permukaan, dan volume aliran permukaan (Hartanto, 2009; Lipu, (2010).

DAS Unda merupakan salah satu DAS dari 12 SWP (Satuan Wilayah Pengelolaan) DAS di Provinsi Bali dan dinilai sebagai sasaran mendesak untuk dilakukan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu (RPDT). Di wilayah DAS Unda masih terdapat lahan kritis yang cukup luas, sebagian lahan kritis berupa tanah berpasir dan berbatu sebagai hasil dari letusan Gunung Agung. Kondisi yang demikian menyebabkan tanah rawan erosi dan longsor. Diketahui bahwa sebagian lahan di wilayah DAS Unda telah berubah menjadi lahan galian C (RPDT SWP DAS Unda, 2009).

DAS Unda memiliki total luas berkisar 24029 ha dengan kemiringan lereng antara 3 sampai > 40% yang tergolong landai hingga curam. Hasil analisis peta rawan longsor SWP DAS Unda tahun 2008 menunjukkan bahwa DAS Unda memiliki tingkat kerentanan longsor dalam tingkat tidak rentan (43 ha), sedikit rentan (1154 ha), agak rentan (20491 ha), rentan (2338 ha) dan sangat rentan (3 ha) (RPDT SWP DAS Unda, 2009).

Berdasarkan hasil penilaian (scoring) dan pembobotan potensi banjir pada tahun 2008, BPDAS Unda Anyar melaporkan bahwa lokasi DAS Unda memiliki potensi banjir dalam tingkat sangat rendah sebesar (0%), rendah (0,01%), sedang (51,8%), tinggi (47,9%) dan sangat tinggi (0%). Hal tersebut menunjukkan bahwa DAS diwaspadai dalam kaitan potensi banjir dan telah terjadi penurunan luasan daerah tangkapan hujan pada DAS Unda. Apabila pada suatu DAS memiliki


(20)

3

potensi banjir sangat tinggi, maka menunjukkan kondisi aliran (debit) berbeda dari keadaan normal dan memliki peluang aliran permukaan (over land flow) yang tinggi pada musim hujan dan rentan terhadap kekeringan di musim kemarau.

Melihat hasil evaluasi terhadap kondisi dan fungsi DAS yang menurun, saat ini institusi dan pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya DAS telah menyusun Rencana Pengelolaan DAS Terpadu untuk meningkatkan keterpaduan pengelolaan DAS melalui koordinasi, intergrasi dan sinkronisasi kebijakan dan kegiatan pengelolaan maupun pengembangan DAS yang efektif dan efisien. Sehubungan dengan hal tersebut, monitoring dan evaluasi kinerja DAS sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan pengelolaan DAS telah dilakukan secara efektif dan efisien yang selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman dasar perbaikan perencanaan pengelolaan DAS ke depan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.61 /Menhut-II/2014 mengenai Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS, maka perlu dilakukan upaya mengumpulkan, menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi kinerja pengelolaan DAS berdasarkan indikator penilaian meliputi komponen biofisik, hidrologis, sosial dan ekonomi, investasi bangunan dan pemanfaatan ruang wilayah DAS.

Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai pengukuran parameter dengan standar evaluasi kinerja DAS terhadap kondisi kesehatan DAS. Kriteria yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi kinerja DAS Unda adalah penggunaan lahan dan tata air. Indikator yang digunakan pada tiap kriteria yaitu presentase penutupan vegetasi dan debit air sungai.


(21)

4

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perubahan penggunaan lahan dan debit air di DAS Unda? 2. Bagaimana kinerja DAS Unda yang dillihat dari indikator peresentase

penutupan vegetasi dan debit air? 1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kondisi penggunaan lahan dan debit air di DAS Unda. 2. Untuk mengetahui kinerja DAS Unda yang dilihat dari indikator

presentase penutupan vegetasi dan debit air. 1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian diharapkan dapat membeikan informasi bagi masyarakat sebagai pengelola sumberdaya yang berada di wilayah DAS Unda.

2. Bagi pemerintah sebagai pelaku kebijakan, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kinerja DAS Unda yang dilihat berdasarkan indikator penggunaan lahan dan debit air yang dapat digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan pengelolaan DAS yang lebih baik di masa yang akan datang.


(22)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian secara alami mengalirkannya melalui sungai utama yang selanjutnya bermuara ke danau atau ke laut, yang batas di darat berupa pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Menurut Manan (1979) dalam Nilda (2014) menyatakan bahwa, DAS merupakan suatu kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut.

Asdak (2010) menyatakan bahwa, ekosistem DAS dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15% bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi hutan bakau.

Salah satu utama fungsi DAS adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama di daerah hilir. Alih guna lahan hutan menjadi


(23)

6

lahan pertanian akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas tata air pada DAS yang akan lebih dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir. Persepsi umum yang berkembang saat ini, konversi hutan menjadi lahan pertanian mengakibatkan penurunan fungsi hutan dalam mengatur tata air, mencegah banjir, longsor dan erosi pada DAS tersebut. Hutan selalu dikaitkan dengan fungsi positif terhadap tata air dalam ekosistem DAS (Noordwijk & Farida, 2004 dalam Surya Utami, 2012).

Soewarno (1991) dalam Devianto (2008) mengatakan bagian hulu dari suatu DAS merupakan daerah yang mengendalikan aliran sungai dan menjadi suatu kesatuan dengan bagian hilir yang menerima aliran tersebut. Pengetahuan karakteristik DAS dan alur sungai dapat dinyatakan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengetahuan tersebut sangat membantu dalam melaksanakan pekerjaan hidrometri, antara lain :(1) Merencanakan pos duga air, (2)Melaksanakan survei lokasi pos duga air dan (3) Analisa debit.

Aliran sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik curah hujan dan kondisi biofisik DAS. Karakteristik biofisik mencakup geometri (ukuran, bentuk, kemiringan DAS), morfometri (ordo sungai, kerapatan jaringan sungai, rasio percabangan, rasio panjang), geologi, serta penutupan lahan (Liamas, 1993 dalam

Nilda., 2014). Diantara keempat penciri kondisi biofisik, tipe penutupan lahan merupakan satu-satunya parameter yang dapat mengalami perubahan secara cepat dan memberikan pengaruhnya secara signifikan terhadap karakteristik debit (Kartiwa et al., 2005 dalam Nilda, 2014).


(24)

7

2.2 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 2010). Penggunaan lahan memiliki definisi yang berbeda walaupun menggambarkan keadaan fisik permukaan bumi yang sama. Lillesand dan Kiefer (1993) dalam Poppy (2011) mendefinisikan penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan penutupan lahan merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Sebagai contoh pada penggunaan lahan untuk pemukiman yang terdiri atas pemukiman, rerumputan, dan pepohonan.

Menurut Muiz (2009) dalam Poppy (2011), perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial 4 ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri. Perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta penggunaan lahan dan penutupan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan (landuse change) meliputi pergeseran penggunaan lahan menuju penggunaan lahan yang berbeda (conversion) atau diversifikasi pada penggunaan lahan yang sudah ada.


(25)

8

Secara umum perubahan lahan akan mengubah: (a) karakteristik aliran sungai, (b) jumlah aliran permukaan, (c) sifat hidrologis daerah yang bersangkutan (Mayer dan Tuner, 1994 dalam Nilda, 2014).

Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan (Sitorus, dkk, 2006 dalam Julia Rahmi, 2009). Pengelompokan penggunaan lahan dalam penelitian ini dibagi menjadi tujuh kategori, terdiri dari hutan, semak/belukar, kebun/perkebunan campuran, pemukiman, sawah irigasi, tegalan/ladang dan lahan terbuka.

2.3 Curah Hujan

Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air yang terdiri dari penguapan, presipitasi, infiltrasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut. Penguapan dari daratan terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Uap yang dihasilkan mengalami kondensasi dan dipadatkan membentuk awan-awan yang nantinya dapat kembali menjadi air dan turun sebagai presipitasi (Machairiyah, 2007).

Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater). Ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran, antara lain adalah intensitas curah


(26)

9

hujan, lama waktu hujan, kedalaman hujan, frekuensi dan luas daerah pengaruh hujan. Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (chactment area) yang kecil sampai yang besar (Novie, 2005).

Analisis frekuensi adalah suatu analisis data hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan masa ulang tertentu (Sri Harto, 1993 dalam Febrina Girsang, 2008). Perhitungan data hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara benar untuk analisis data hujan. Dalam praktek sering dijumpai perhitungan yang kurang tepat, yaitu dengan cara mencari hujan maksimum harian setiap pos hujan dalam satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS. Cara tersebut tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan atas hujan masing-masing pos hujan yang terjadi pada hari yang berlainan. Hasilnya akan jauh menyimpang dengan yang seharusnya (Suripin, 2004 dalam Febrina Girsang, 2008).

Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993) dalam Febrina Girsang (2004) mengatakan bahwa curah hujan daerah harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut :

1. Cara Rata-Rata Aljabar

Jika titik pengamatan banyak dan tersebar merata di seluruh daerah dapat digunakan cara ini. Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapat dengan cara lain.


(27)

10

Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka perhitungan curah hujan harian rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.

3. Cara Isohiet

Cara ini adalah cara rasionil yang paling baik jika garis-garis isohiet dapat digambar dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohiet ini akan terdapat kesalahan pribadi pembuat peta.

2.4 Debit Air Sungai

Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt). Dalam laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 1995).

Menurut NCSRI (2003) dalam Nilda (2014) debit adalah jumlah atau volume air yang mengalir pada suatu titik atau melalui suatu saluran per satuan waktu yang diformulasikan sebagai berikut :

Q = A x V Dimana:

Q= debit air (m3/detik) A= luas penampang


(28)

11

V = kecepatan aliran (m/detik)

Dalam suatu sistem DAS, curah hujan berubah menjadi debit air, dimana volume debit tergantung pada beberapa faktor, diantaranya: jenis tanah, iklim, topografi, dan tata guna lahan. Penggunaan lahan adalah salah satu faktor-faktor dinamis yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Hal ini terus berubah seiring dengan kebutuhan manusia akan pemukiman, pertanian, transportasi dan lain-lain. Selama hujan berlangsung, debit air sungai akan meningkat seiring dengan meningkatnya volume air hujan yang masuk ke dalam sungai. Discharge dapat digunakan untuk memantau kualitas DAS, jika debit sangat tinggi di musim hujan dan sangat rendah pada musim kemarau menunjukkan terjadinya kerusakan pada DAS. Kondisi DAS yang baik adalah ketika debit di distribusikan dengan baik sepanjang tahun dan musim (Nilda, 2014).

Analisis hidrograf aliran merupakan suatu metode yang cukup relevan untuk menarik kesimpulan mengenai kondisi suatu DAS, karena output DAS yang diharapkan harus menjamin distribusi air yang merata sepanjang tahun dengan hasil (water yeild) yang cukup tinggi (Asdak, 2002).

2.5 Monitoring dan Evaluasi Kinerja DAS

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.61 /Menhut-II /2014 mengenai Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS, yang meliputi komponen biofisik, hidrologis, sosial ekonomi, investasi bangunan dan pemanfaatan ruang wilayah DAS merupakan upaya mengumpulkan dan menghimpun data serta informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi kinerja pengelolaan DAS. Penggunaan lahan dapat ditentukan melalui tiga indikator yaitu presentase lahan kritis, penutupan vegetasi dan indeks erosi. Kriteria tata air terdiri lima


(29)

12

indikator yaitu koefisien regim aliran, koefisien aliran tahunan, muatan sedimen, banjir dan indeks penggunaan air. Kriteria social dan ekonomi terdiri tiga indikator yaitu tekanan penduduk, tingkat kesehjateraan penduduk dan keberadaan dan penegakan peraturan. Kriteria nilai investasi bangun terdiri dari dua indikator klasifikasi kota dan nilai investasi bangunan air serta kriteria pemanfaatan ruang wilayah yang terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Monitoring dan evaluasi kinerja DAS ini sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan pengelolaan DAS telah tercapai melalui kegiatan pengelolaan DAS yang telah dilakukan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai umpan balik perbaikan perencanaan pengelolaan DAS ke depan. Hasil evaluasi kinerja pengelolaan DAS merupakan gambaran kondisi daya dukung DAS.

Monitoring dan evaluasi kinerja pada penelitian ini hanya dinilai dari aspek penggunaan lahan dan tata air yang terdiri dari beberapa indikator, meliputi: A. Penutupan Vegetasi

Monitoring dan evaluasi penutupan vegetasi dilakukan untuk mengetahui presentase luas lahan berpenutupan vegetasi permanen di DAS yang merupakan perbandingan luas lahan bervegetasi permanen dengan luas DAS. Data penutupan lahan dengan vegetasi permanen diperoleh dari data sekunder hasil identifikasi citra resolusi tinggi/liputan lahan yang dilaksanakan oleh Kementrian Kehutanan/Badan Informasi Geospasial/ LAPAN/ pihak lain sesuai kewenangannya. Vegetasi permanen yang dianalisis adalah tanaman tahunan yang berupa hutan, semak belukar dan kebun. Klasifikasi nilai PPV disajikan pada Tabel 2.1.


(30)

13

Tabel 2.1. Klasifikasi Nilai PPV

No. Nilai PPV Kelas Skor

1 PPV > 80 Sangat Baik 0,5

2 60< PPV ≤ 80 Baik 0,75

3 40 < PPV ≤ 60 Sedang 1

4 20 < PPV ≤ 40 Buruk 1,25

5 PPV≤ 20 Sangat Buruk 1,5

B. Koefisien Regim Aliran (KRA)

Koefisien regim aliran (KRA) adalah perbandingan antara debit maksimum (Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) dalam suatu DAS. Dimana (1) Qmaks (m3/det) = debit harian rata-rata tahunan tertinggi dan (2) Qmin (m3/det) = debit harian rata-rata tahunan terendah. Nilai KRA yang tinggi menunjukkan bahwa kisaran nilai limpasan pada musim penghujan (air banjir) yang terjadi besar, sedang pada musim kemarau aliran air yang terjadi sangat kecil atau menunjukkan kekeringan. Secara tidak langsung kondisi ini menunjukkan bahwa daya resap lahan di DAS kurang mampu menahan dan menyimpan air hujan yang jatuh dan air limpasannya banyak yang masuk ke sungai dan terbuang ke laut sehingga ketersediaan air di DAS saat musim kemarau sedikit. Klasifikasi nilai KRA disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Klasifikasi Nilai KRA

No Nilai KRA Kelas Skor 1 KRA ≤ 20 Sangat Rendah 0,5 2 20< KRA ≤ 50 Rendah 0,75 3 50 < KRA ≤ 80 Sedang 1 4 80 < KRA ≤110 Tinggi 1,25


(1)

Secara umum perubahan lahan akan mengubah: (a) karakteristik aliran sungai, (b) jumlah aliran permukaan, (c) sifat hidrologis daerah yang bersangkutan (Mayer dan Tuner, 1994 dalam Nilda, 2014).

Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan (Sitorus, dkk, 2006 dalam Julia Rahmi, 2009). Pengelompokan penggunaan lahan dalam penelitian ini dibagi menjadi tujuh kategori, terdiri dari hutan, semak/belukar, kebun/perkebunan campuran, pemukiman, sawah irigasi, tegalan/ladang dan lahan terbuka.

2.3 Curah Hujan

Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air yang terdiri dari penguapan, presipitasi, infiltrasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut. Penguapan dari daratan terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Uap yang dihasilkan mengalami kondensasi dan dipadatkan membentuk awan-awan yang nantinya dapat kembali menjadi air dan turun sebagai presipitasi (Machairiyah, 2007).

Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater). Ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran, antara lain adalah intensitas curah


(2)

hujan, lama waktu hujan, kedalaman hujan, frekuensi dan luas daerah pengaruh hujan. Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (chactment area) yang kecil sampai yang besar (Novie, 2005).

Analisis frekuensi adalah suatu analisis data hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan masa ulang tertentu (Sri Harto, 1993 dalam Febrina Girsang, 2008). Perhitungan data hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara benar untuk analisis data hujan. Dalam praktek sering dijumpai perhitungan yang kurang tepat, yaitu dengan cara mencari hujan maksimum harian setiap pos hujan dalam satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS. Cara tersebut tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan atas hujan masing-masing pos hujan yang terjadi pada hari yang berlainan. Hasilnya akan jauh menyimpang dengan yang seharusnya (Suripin, 2004 dalam Febrina Girsang, 2008).

Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993) dalam Febrina Girsang (2004) mengatakan bahwa curah hujan daerah harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut :

1. Cara Rata-Rata Aljabar

Jika titik pengamatan banyak dan tersebar merata di seluruh daerah dapat digunakan cara ini. Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapat dengan cara lain.


(3)

Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka perhitungan curah hujan harian rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.

3. Cara Isohiet

Cara ini adalah cara rasionil yang paling baik jika garis-garis isohiet dapat digambar dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohiet ini akan terdapat kesalahan pribadi pembuat peta.

2.4 Debit Air Sungai

Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt). Dalam laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 1995).

Menurut NCSRI (2003) dalam Nilda (2014) debit adalah jumlah atau volume air yang mengalir pada suatu titik atau melalui suatu saluran per satuan waktu yang diformulasikan sebagai berikut :

Q = A x V Dimana:

Q= debit air (m3/detik) A= luas penampang


(4)

V = kecepatan aliran (m/detik)

Dalam suatu sistem DAS, curah hujan berubah menjadi debit air, dimana volume debit tergantung pada beberapa faktor, diantaranya: jenis tanah, iklim, topografi, dan tata guna lahan. Penggunaan lahan adalah salah satu faktor-faktor dinamis yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Hal ini terus berubah seiring dengan kebutuhan manusia akan pemukiman, pertanian, transportasi dan lain-lain. Selama hujan berlangsung, debit air sungai akan meningkat seiring dengan meningkatnya volume air hujan yang masuk ke dalam sungai. Discharge dapat digunakan untuk memantau kualitas DAS, jika debit sangat tinggi di musim hujan dan sangat rendah pada musim kemarau menunjukkan terjadinya kerusakan pada DAS. Kondisi DAS yang baik adalah ketika debit di distribusikan dengan baik sepanjang tahun dan musim (Nilda, 2014).

Analisis hidrograf aliran merupakan suatu metode yang cukup relevan untuk menarik kesimpulan mengenai kondisi suatu DAS, karena output DAS yang diharapkan harus menjamin distribusi air yang merata sepanjang tahun dengan hasil (water yeild) yang cukup tinggi (Asdak, 2002).

2.5 Monitoring dan Evaluasi Kinerja DAS

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.61 /Menhut-II /2014 mengenai Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS, yang meliputi komponen biofisik, hidrologis, sosial ekonomi, investasi bangunan dan pemanfaatan ruang wilayah DAS merupakan upaya mengumpulkan dan menghimpun data serta informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi kinerja pengelolaan DAS. Penggunaan lahan dapat ditentukan melalui tiga indikator yaitu presentase lahan kritis, penutupan vegetasi dan indeks erosi. Kriteria tata air terdiri lima


(5)

indikator yaitu koefisien regim aliran, koefisien aliran tahunan, muatan sedimen, banjir dan indeks penggunaan air. Kriteria social dan ekonomi terdiri tiga indikator yaitu tekanan penduduk, tingkat kesehjateraan penduduk dan keberadaan dan penegakan peraturan. Kriteria nilai investasi bangun terdiri dari dua indikator klasifikasi kota dan nilai investasi bangunan air serta kriteria pemanfaatan ruang wilayah yang terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Monitoring dan evaluasi kinerja DAS ini sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan pengelolaan DAS telah tercapai melalui kegiatan pengelolaan DAS yang telah dilakukan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai umpan balik perbaikan perencanaan pengelolaan DAS ke depan. Hasil evaluasi kinerja pengelolaan DAS merupakan gambaran kondisi daya dukung DAS.

Monitoring dan evaluasi kinerja pada penelitian ini hanya dinilai dari aspek penggunaan lahan dan tata air yang terdiri dari beberapa indikator, meliputi: A. Penutupan Vegetasi

Monitoring dan evaluasi penutupan vegetasi dilakukan untuk mengetahui presentase luas lahan berpenutupan vegetasi permanen di DAS yang merupakan perbandingan luas lahan bervegetasi permanen dengan luas DAS. Data penutupan lahan dengan vegetasi permanen diperoleh dari data sekunder hasil identifikasi citra resolusi tinggi/liputan lahan yang dilaksanakan oleh Kementrian Kehutanan/Badan Informasi Geospasial/ LAPAN/ pihak lain sesuai kewenangannya. Vegetasi permanen yang dianalisis adalah tanaman tahunan yang berupa hutan, semak belukar dan kebun. Klasifikasi nilai PPV disajikan pada Tabel 2.1.


(6)

Tabel 2.1. Klasifikasi Nilai PPV

No. Nilai PPV Kelas Skor

1 PPV > 80 Sangat Baik 0,5

2 60< PPV ≤ 80 Baik 0,75

3 40 < PPV ≤ 60 Sedang 1

4 20 < PPV ≤ 40 Buruk 1,25

5 PPV≤ 20 Sangat Buruk 1,5

B. Koefisien Regim Aliran (KRA)

Koefisien regim aliran (KRA) adalah perbandingan antara debit maksimum (Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) dalam suatu DAS. Dimana (1) Qmaks (m3/det) = debit harian rata-rata tahunan tertinggi dan (2) Qmin (m3/det) = debit harian rata-rata tahunan terendah. Nilai KRA yang tinggi menunjukkan bahwa kisaran nilai limpasan pada musim penghujan (air banjir) yang terjadi besar, sedang pada musim kemarau aliran air yang terjadi sangat kecil atau menunjukkan kekeringan. Secara tidak langsung kondisi ini menunjukkan bahwa daya resap lahan di DAS kurang mampu menahan dan menyimpan air hujan yang jatuh dan air limpasannya banyak yang masuk ke sungai dan terbuang ke laut sehingga ketersediaan air di DAS saat musim kemarau sedikit. Klasifikasi nilai KRA disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Klasifikasi Nilai KRA

No Nilai KRA Kelas Skor

1 KRA ≤ 20 Sangat Rendah 0,5

2 20< KRA ≤ 50 Rendah 0,75

3 50 < KRA ≤ 80 Sedang 1

4 80 < KRA ≤110 Tinggi 1,25