Spatio Temporal Clustering Titik Panas Pada Lahan Gambut Di Sumatera Menggunakan Proses Pengelompokan Poisson

SPATIO TEMPORAL CLUSTERING TITIK PANAS PADA LAHAN
GAMBUT DI SUMATERA MENGGUNAKAN PROSES
PENGELOMPOKAN POISSON

ANNISA PUSPA KIRANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Spatio Temporal Clustering
Titik Panas pada Lahan Gambut di Sumatera menggunakan Proses Pengelompokan
Poisson adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, 14 Agustus 2015
Annisa Puspa Kirana
NIM G651130091

RINGKASAN
ANNISA PUSPA KIRANA. Spatio Temporal Clustering Titik Panas pada Lahan
Gambut di Sumatera menggunakan Proses Pengelompokan Poisson. Dibimbing
oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG dan LAILAN SYAUFINA.
Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan serius dan memiliki
dampak yang besar bagi keseimbangan lingkungan. Mengingat dampak dari
kebakaran yang sangat merugikan dan faktor penyebab timbulnya kebakaran yang
kompleks, maka penting untuk dikembangkan sistem peringatan sejak dini (early
warning system) guna pencegahan kebakaran lahan gambut. Indikasi terjadinya
kebakaran hutan dan lahan dapat diketahui melalui titik panas yang terdeteksi di
suatu lokasi tertentu pada waktu tertentu. Dengan mengetahui pola persebaran
penggerombolan titik panas maka dapat diketahui wilayah-wilayah yang memiliki
kepadatan titik panas yang tinggi sehingga dapat membantu pihak yang
berwenang untuk penguatan implementasi kebijakan dalam pencegahan
kebakaran lahan gambut sejak dini. Salah satu pendekatan dalam data mining

yang digunakan adalah clustering. Penelitian ini menerapkan pendekatan statistik
untuk mengetahui pengelompokan sebaran titik panas secara spasial dan temporal.
Dalam penelitian ini metode Kulldorff’s Spatial Scan Statistic (KSS)
digunakan untuk clustering titik panas lahan gambut di wilayah Sumatera pada
tahun 2001-2014. Data yang digunakan sebagai objek penelitian yaitu data
sebaran titik panas dan data sebaran lahan gambut di Pulau Sumatera. Tahapan
yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari tujuh tahap yaitu studi literatur,
pengumpulan dan analisis data, praproses data, implementasi metode KSS dengan
model Poisson untuk menentukan likelihood, penentuan cluster titik panas dengan
menggunakan metode KSS, validasi cluster, dan visualisasi clustering.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa cluster titik panas paling banyak
terjadi pada Provinsi Riau dan Sumatera Selatan. Sebaran cluster titik panas di
Sumatera berdasarkan tingkat kematangan gambut yaitu pada tahun 2001-2006
didominasi oleh tipe gambut “Hemists (100)” dengan kedalaman “sedang” dan
“Hemists/Saprists (60/40)” dengan kedalaman “dalam”. Sedangkan, pada tahun
2007-2014 didominasi oleh “Hemists/Saprists (60/40)” dengan kedalaman “sangat
dalam” dan “Hemists/Saprists (60/40)” dengan kedalaman “sedang”. Berdasarkan
ketebalan gambut pada tahun 2001-2006 sebaran cluster titik panas di Sumatera
didominasi oleh “Sedangμ 100-200 cm (D2)” dan Dalam/tebal (D3) (200-400
cm)”. Sedangkan, pada tahun 2007-2014 didominasi oleh “Dalam/tebal (D3)

(200-400 cm)” dan “Sangat Dalam/Sangat Tebalμ >400cm (D4)”. Berdasarkan
jenis tutupan lahan, secara umum sebaran cluster titik panas lahan gambut tahun
di Sumatera pada tahun 2001–2014 didominasi oleh “hutan rawa” dan tingkat
kematangan “hemik”.
Kata kunci: clustering, hotspot, lahan gambut, pemrosesan poisson, scan statistic

SUMMARY
ANNISA PUSPA KIRANA. Spatio Temporal Clustering of Peatland Hotspot in
Sumatera with Poisson Process. Supervised by IMAS SUKAESIH
SITANGGANG and LAILAN SYAUFINA.
Forest and land fire is a serious problem and having a huge impact on the
ecosystem environment. There are several impacts of forest and land fire,
including smog pollution, decreased level of health, damaged ecosystem, high
release of carbon in the air, and other negative impact on various sectors.
Considering the impact of forest and land fire that are very harmful and the
diversity of factors causing the emergence of fire, it is very important to develop
early warning systems for the prevention of forest and land fire especially in the
peatland area. An indication of the occurrence of forest and land fire can be
recognized through detecting hotspots in a certain location and in a particular
time. By recognizing the distribution pattern of hotspot, we can know the area that

has high fires density and then, any early prevention steps can be performed in
that area.
In this research, we applied statistical approach to recognize the distribution
pattern of hotspot in both spatial and temporal domain using Kulldorff’s Scan
Statistic (KSS) method. We used clustering method to recognize the distribution
pattern of the hotspot. The datasets that we used in this research are the hotspot
data, especially in the peatland area, as well as the general peatland data in
Sumatera Island from 2001 to 2014. This research consist of six stages, there are
data collection, preprocess data, the implementation of the KSS method with a
Poisson model to determine the likelihood, the determination of clusters of
hotspots using KSS method, cluster validation, cluster visualization. Clustering
peatland hotspot in Sumatera from 2001 to 2014 using KSS method was able
detected patterns of hotspot distribution.
Provinces with the highest hotspot occurrence cluster is located in Riau
province and South Sumatera province. The distribution clusters of hotspot in the
period of 2001-2006 are dominated by ’Hemic (100), moderate’
and ’Hemic/Sapric (60/40), deep’. During the period of 2007-2014, the
distribution of cluster is dominated by ’Hemic/Sapric (60/40), deep’ and
Hemic/Sapric (60/40), very deep’. Whereas, in term of the peatland thickness in
periods 2001 to 2014, there is a shift in the distribution of hotspots and the use of

peat from the ’moderate’ depth to ’very deep’ and ’deep’. Based on the physical
characteristics of peat, hotspot clusters are found in peatland level of
maturity ’hemic’ and land use type of ’swamp forest’.
Keywords: clustering, hotspot, kulldorff’s scan statistics, peatland, Poisson
process

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SPATIO TEMPORAL CLUSTERING TITIK PANAS PADA
LAHAN GAMBUT DI SUMATERA MENGGUNAKAN
PROSES PENGELOMPOKAN POISSON


ANNISA PUSPA KIRANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September 2014 dengan judul Spatio
Temporal Clustering Titik Panas pada Lahan Gambut di Sumatera menggunakan
Proses Pengelompokan Poisson.
Penulisan tesis penelitian ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Ilmu Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Penulis
menyadari bahwa bantuan-bantuan dan arahan-arahan dari kedua pembimbing
sangat membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi, MKom selaku
pembimbing I dan Ibu Dr Ir Lailan Syaufina, MSc selaku pembimbing II yang
telah memberi saran, motivasi dan semangat selama penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom selaku Ketua Departemen Ilmu Komputer
dan juga sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis.
2. Dr Eng Wisnu Ananta Kusuma, ST MT selaku Ketua Program Studi
Magister Ilmu Komputer.
3. Seluruh dosen dan staf pegawai tata usaha Departemen Ilmu Komputer.
4. FIRMS MODIS Fire dan Wetland International Program Indonesia sebagai
penyedia data.

5. Orang tua dan mertua tersayang, saudara dan seluruh keluarga yang selalu
memberikan dorongan dan mendoakan untuk keberhasilan studi bagi penulis.
6. Suami tercinta, Adhitya Bhawiyuga terimakasih atas seluruh doa, dukungan,
dan dorongan selama ini.
7. Seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Komputer khususnya teman-teman
angkatan tahun 2013 pada program studi S2 Ilmu Komputer.
8. Sahabat-sahabat yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini
Semoga segala bantuan, bimbingan, dan motivasi yang telah diberikan
kepada penulis senantiasa mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penulisan
tesis ini dapat memperkaya pengalaman belajar serta wawasan dan dapat
bermanfaat untuk kita semua. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan karya ini di kemudian hari.

Bogor, 14 Agustus 2015
Annisa Puspa Kirana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4


Ruang Lingkup Penelitian

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

6

Lahan Gambut di Sumatera

6

Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut

7

Titik Panas sebagai Indikator Kebakaran

8


Spatio Temporal Clustering

9

Kulldorff’s Scan Statistics (KSS)

10

Proses Poisson

12

3 METODE

13

Area Studi

13

Data Titik Panas dan Perangkat Penelitian

13

Tahapan Penelitian

14

Pengumpulan dan Analisis Data

15

Praproses Data

16

Implementasi metode KSS

18

Penentuan Cluster dengan Metode KSS

18

Validasi cluster

24

Analisis cluster

25

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

26

Sebaran Titik Panas Lahan Gambut Sumatera

26

Perbandingan Data Titik Panas Sensor MODIS dan AVHRR

32

Pembentukan Cluster Titik Panas di Pulau Sumatera

37

Analisis Spasial Clustering Sebaran Titik Panas Lahan Gambut

39

Analisis Temporal Clustering Sebaran Titik Panas Lahan Gambut

47

5 KESIMPULAN DAN SARAN

54

Kesimpulan

54

Saran

54

DAFTAR PUSTAKA

55

LAMPIRAN

59

RIWAYAT HIDUP

186

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Jumlah titik panas di Sumatera tahun 2001-2014 sebelum dan
setelah dilakukan proses clipping
Sebaran titik panas berdasar jenis lahan gambut di Sumatera
tahun 2001–2014
Densitas titik panas berdasarkan jenis lahan gambut di Sumatera
tahun 2001-2014
Sebaran titik panas berdasar ketebalan lahan gambut di Sumatera
tahun 2001-2014
Densitas titik panas berdasar ketebalan lahan gambut di Sumatera
tahun 2001-2014
Sebaran titik panas berdasar tutupan lahan gambut di Sumatera
tahun 2001-2014
Densitas titik panas berdasarkan penutupan lahan gambut di
Sumatera tahun 2001-2014
Specific rate lahan gambut di Pulau Sumatera pada tahun 2001–
2014
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2013
Densitas cluster titik panas berdasar area cluster tahun 2013
Analisis temporal cluster tahunan (2001-2014)
Analisis temporal cluster periodik

17
27
28
29
29
30
31
38
42
43
47
49

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Peta sebaran lahan gambut Pulau Sumatera
Pola penjalaran api pada kebakaran gambut
Representasi titik panas dalam radius ±1 km2
Ilustrasi perubahan data spatiotemporal
Studi area (R), sel (a) dan zona (Z)
Tahapan penelitian
Seleksi titik panas lahan gambut (ESRI 2014)
Studi area dan circular window
Diagram alur penentuan cluster dengan metode KSS
Ilustrasi cell dan centroid
Perhitungan jarak dengan Euclidean
Jarak center centroid terhadap neighbourhood centroid
Pembentukan circular scanning window
Jumlah titik panas di area gambut dan non gambut tahun 20012014
Perbandingan jumlah titik panas sensor MODIS dan AVHRR di
Sumatera tahun 2002

6
8
9
10
11
15
16
19
20
21
21
22
22
26
33

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Perbandingan jumlah titik panas sensor MODIS dan AVHRR
Pulau Sumatera tahun 2013
Perbandingan jumlah titik panas sensor MODIS dan AVHRR
berdasar jenis lahan gambut Pulau Sumatera tahun 2002
Perbandingan jumlah titik panas sensor MODIS dan AVHRR
berdasar ketebalan lahan gambut Pulau Sumatera tahun 2002
Perbandingan jumlah titik panas sensor MODIS dan AVHRR
berdasar tutupan lahan gambut Pulau Sumatera tahun 2002
Perbandingan jumlah titik panas sensor MODIS dan AVHRR
berdasar jenis lahan gambut Pulau Sumatera tahun 2013
Perbandingan jumlah titik panas sensor MODIS dan AVHRR
berdasar ketebalan lahan gambut Pulau Sumatera tahun 2013
Perbandingan jumlah titik panas sensor MODIS dan AVHRR
berdasar jenis tutupan lahan gambut Pulau Sumatera tahun 2013
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di Sumatera
tahun 2002 menggunakan metode KSS
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di Sumatera
tahun 2002 menggunakan metode DBSCAN
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di Sumatera
tahun 2013 menggunakan metode KSS
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di Sumatera
tahun 2013 menggunakan metode DBSCAN
Titik panas lahan gambut Pulau Sumatera tahun 2006
Titik panas lahan gambut Pulau Sumatera tahun 2014
Titik panas lahan gambut Pulau Sumatera bulan Oktober tahun
2006
Titik panas lahan gambut Pulau Sumatera bulan Maret tahun 2014

33
34
34
35
36
36
37
39
40
43
44
51
51
52
53

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Luas area gambut dan koordinat titik tengah lahan gambut per
Kabupaten di Sumatera
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2002
Densitas cluster titik panas berdasar area cluster tahun 2002
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2002
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2002
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2002
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2013
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2013
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2013

59
61
62
62
63
64
65
65
66

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2001
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2001
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2001
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2001
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2001
Pembentukan cluster titik panas lahan gambut di Sumatera tahun
2003
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2003
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2003
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan lahan gambut tahun
2003
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2003
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2004
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2004
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2004
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2004
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2004
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2005
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2005
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2005
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2005
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2005
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2006
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2006
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2006
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2006
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2006
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2007
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2007
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2007
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2009

68
69
69
70
71
73
75
75
77
78
80
83
83
85
86
89
92
92
93
94
96
97
97
98
99
101
103
103
105

39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68

Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2007
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2008
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2008
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2008
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2008
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2008
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2009
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2009
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2009
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2009
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2009
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2010
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2010
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2010
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2010
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2010
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2011
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2011
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2011
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2011
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2011
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2012
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2012
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2012
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2012
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2012
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2014
Peta sebaran pengelompokan titik panas lahan gambut di
Sumatera tahun 2014
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2014
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan gambut tahun 2014

106
108
110
110
112
113
115
118
118
120
122
125
127
127
129
130
133
134
134
136
136
139
141
141
143
144
147
148
148
149

69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93

Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2001
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2001-2014
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2001-2014
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan lahan gambut
2001-2014
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2001-2014
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2001-2006
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2001-2006
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan lahan gambut tahun
2001-2006
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2001-2006
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2007-2014
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2007-2014
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan lahan gambut tahun
2007-2014
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2007-2014
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2006 bulan
Oktober
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2006 bulan Oktober
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan lahan gambut tahun
2006 bulan Oktober
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2006 bulan Oktober
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2014 bulan
Maret
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2014 bulan Maret
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan lahan gambut tahun
2014 bulan Maret
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2014 bulan Maret
Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2006 bulan
Oktober hari Jumat
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2006 bulan Oktober hari Jumat
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan lahan gambut tahun
2006 bulan Oktober hari Jumat
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2006 bulan Oktober hari Jumat

150
151
152
153
153
155
156
157
158
161
162
163
163
166
168
169
169
172
173
174
175
177
178
178
179

94
95
96
97

Pembentukan cluster data sebaran titik panas tahun 2014 bulan
Maret hari Selasa
Densitas cluster titik panas berdasar tingkat kematangan gambut
tahun 2014 bulan Maret hari Selasa
Densitas cluster titik panas berdasar ketebalan lahan gambut tahun
2014 bulan Maret hari Selasa
Densitas cluster titik panas berdasar jenis tutupan lahan gambut
tahun 2014 bulan Maret hari Selasa

180
181
182
183

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berjuta hektar hutan dan lahan terbakar di seluruh penjuru dunia setiap
tahunnya, tidak terkecuali di Indonesia yang didominasi oleh kebakaran lahan
gambut. Pada Februari 2014 terdapat 6937 titik panas (hotspot) yang terdeteksi
satelit NASA MODIS Fires. Akumulasi terus bertambah pada bulan Maret 2014
(WWF Indonesia 2014). Jika dilihat dari faktor penyebab kebakaran lahan gambut
di Indonesia, faktor alam memegang peranan yang sangat kecil, sedangkan faktor
manusia menyebabkan hampir 100% kebakaran baik secara sengaja maupun tidak
disengaja. Faktor alam penyebab kebakaran hutan dan lahan antara lain petir,
letusan gunung berapi, atau batu-bara yang terbakar. Sedangkan faktor yang
disebabkan manusia antara lain meliputi pembakaran hutan dan lahan untuk
pembukaan kebun, loncatan api dari kebun atau hutan, dan sabotase (Syaufina
2008). Kebakaran hutan dan lahan memiliki dampak yang besar bagi
keseimbangan lingkungan, diantaranya dapat menyebabkan pencemaran kabut
asap, memburuknya tingkat kesehatan, rusaknya ekosistem, tingginya pelepasan
karbon di udara, dan kerugian di berbagai bidang lainnya (Glover 2002).
Mengingat faktor penyebab timbulnya kebakaran yang tinggi dan dampak
yang sangat merugikan tersebut, maka sangatlah penting untuk dikembangkan
sistem peringatan dini (early warning system) guna mencegah kebakaran lahan
khususnya pada area gambut. Terdapat beberapa penelitian yang mengembangkan
sistem peringatan dini dengan memanfaatkan data titik panas antara lain adalah
penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang et al. (2014) yang menggunakan
algoritme spatial decision tree untuk prediksi kemunculan titik panas. Salah satu
upaya pencegahan kebakaran lahan adalah dengan mengetahui pola persebaran
penggerombolan titik panas. Titik panas merupakan indikator kebakaran hutan
dan lahan yang mendeteksi suatu lokasi memiliki suhu relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu di sekitarnya (Anonim 2009).
Data titik panas diperoleh melalui satelit penginderaan jauh. Data titik panas
merupakan data spatio temporal yang terdiri dari dimensi lokasi dan waktu.
Elemen dari dimensi lokasi adalah koordinat longitude dan latitude titik panas
yang terjadi. Sedangkan, elemen dari dimensi waktu adalah tanggal terjadinya
hotpot yang meliputi hari, bulan dan tahun. Perlu diterapkan suatu teknik data
mining untuk mengolah data titik panas agar memiliki nilai daya guna yang lebih.
Salah satu pendekatan untuk menganalisis data spatio temporal pada data mining
adalah clustering (pengelompokan). Pola persebaran penggerombolan titik panas
dapat digunakan untuk mengidentifikasi wilayah yang memiliki kepadatan titik panas
yang tinggi. Daerah rawan kebakaran yang telah diketahui dapat digunakan oleh
pihak yang berwenang untuk membantu penguatan implementasi kebijakan dalam
pencegahan kebakaran lahan gambut sejak dini. Sebagai contoh dengan melakukan
pelarangan pembakaran pada lokasi-lokasi lahan gambut yang rawan terjadi
kebakaran.
Beberapa penelitian terkait clustering titik panas kebakaran hutan dan lahan
telah dilakukan sebelumnya. Sebagian besar penelitian yang telah ada dilakukan
dengan menggunakan pendekatan pengelompokan hierarki, partisional, densitas,
berbasis model dan berbasis grid (Madhulatha 2012). Penelitian yang dilakukan

2

oleh Sitanggang et al (2010) yang meneliti tentang clustering pada data titik panas
di Indonesia berbasis web OLAP dengan menggunakan algoritme K-Means.
Purwanto (2012) meneliti data kebakaran hutan dan lahan gambut di Sumatera
Selatan pada tahun 2002-2003 dengan menggunakan algoritme yang berbeda
yaitu DBSCAN dan ST-DBSCAN untuk clustering. Penelitian lainnya dilakukan
oleh Wulandari (2012) yang menerapkan algoritme Dynamic Density Based
Clustering (DDBC) yang dikenal mampu menangani data spasial dan temporal
secara bersamaan. Algoritme DDBC diperkenalkan pertama kali oleh Rosswog
dan Ghose (2010). Usman (2015) meneliti clustering berbasis densitas untuk
persebaran titik panas sebagai indikator kebakaran hutan dan lahan gambut di
Sumatera pada tahun 2002 dan 2013. Data yang diolah adalah data spasial dan
metode untuk clustering yang digunakan adalah DBSCAN. Pada penelitian ini
menemukan 53 cluster pada tahun 2002 dan 42 cluster pada tahun 2013.
Pendekatan secara statistik yang diterapkan untuk deteksi pengelompokan
hotspot telah diadopsi secara luas dalam disiplin bidang kesehatan khususnya
dalam bidang surveilans penyakit tetapi jarang diterapkan dalam disiplin bidang
sumber daya alam (natural resource) (Fei 2010). Salah satu contoh penerapan
dalam bidang sumber daya alam khususnya kehutanan (forestry) adalah deteksi
penyebaran titik panas yang merupakan salah satu indikator kebakaran hutan dan
lahan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti mencoba untuk
melakukan pengelompokan titik panas khususnya pada area gambut melalui
pendekatan statistik. Adapun metode yang digunakan adalah Kulldorff’s Scan
Statistics (KSS).
KSS diperkenalkan pertama kali oleh Kulldorff et al. (1997) yang
merupakan hasil dari pengembangan metode Scan Statistics (Naus 1965). Metode
Scan Statistics masih digunakan untuk pemrosesan clustering titik dalam satu
dimensi saja. Sedangkan, KSS telah dapat mendeteksi pengelompokan titik dalam
dimensi waktu (temporal), dimensi ruang (spasial), maupun dimensi ruang dan
waktu (spatio temporal). KSS merupakan salah satu metode yang paling popular
dan banyak diterapkan di berbagai bidang untuk clustering data spasial (2
dimensi) maupun clustering data dengan dimensi yang lebih tinggi (Wen dan
Kedem 2009). Kulldorff et al. (1997) juga merilis aplikasi freeware SaTScan
(http://www.satscan.org/) yang menerapkan metode KSS untuk clustering data
spasial, temporal, maupun data spatio temporal.
Beberapa bidang yang telah menerapkan metode KSS seperti epidemiologi,
medical imaging, astronomi, arkeologi (Kulldorff et al. 1999). Dalam bidang
forestry Riitters dan Coulston (2005) yang menggunakan metode KSS untuk
clustering area hutan yang tandus di Amerika Serikat bagian Timur. Dalam
bidang epidemiologi adalah penggunaan metode KSS untuk clustering secara
spatio temporal penyebaran penderita yang terjangkit virus Influenza H1N1 di
Shenzhen, China (Cao et al. 2010). Fei (2010) menggunakan metode Spatial Scan
Statistics untuk mengidentifikasi daerah yang memiliki tingkat regenerasi pohon
chestnut oak (Quercus Montana) yang tinggi maupun daerah yang memiliki
tingkat regenerasi pohon chestnut oak yang rendah. Hu (2014) menerapkan KSS
untuk mengetahui pola clustering penyebaran penyakit Schistosomiasis di Cina
bagian Barat Daya. Salah satu aplikasi yang digunakan dalam pemrosesan data
adalah SaTScan seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa SaTScan
menggunakan metode KSS dalam deteksi clustering hotspot. Kim dan Wakefield

3

(2010) mengembangkan package R bernama ‘SpatialEpi’ untuk mapping dan
deteksi clusters dengan metode KSS.
Penelitian ini mengimplementasikan metode KSS dengan menggunakan
model Poisson (Kulldorff dan Nagarwalla 1995). Metode KSS digunakan untuk
clustering lahan gambut di wilayah Sumatera pada tahun 2001-2014. Aspek spasial
dan temporal digunakan sebagai parameter dalam menentukan jumlah titik panas.
Hasil clustering yang diperoleh mendeteksi pengelompokan terhadap daerahdaerah terkait yang rawan terhadap terjadinya kebakaran lahan gambut. Daerahdaerah tersebut memiliki frekuensi kemunculan titik panas yang tinggi sehingga
dinilai rawan terhadap potensi terjadinya kebakaran lahan gambut. Hasil
clustering yang didapatkan dengan menggunakan metode KSS dibandingan
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Usman (2015).
Penelitian ini juga membahas mengenai jumlah total titik panas yang terdeteksi
oleh satelit Terra Aqua dan NOAA pada tahun 2002 dan 2013. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui apakah ada perbedaan jumlah titik panas yang terdeteksi antara
sensor MODIS dan AVHRR. Untuk memudahkan pengguna dalam mengetahui
daerah rawan kebakaran, maka hasil clustering divisualisasikan dalam bentuk peta
rawan kebakaran (fire prone area map) untuk peringatan dini kebakaran di lahan
gambut di wilayah Sumatera.
Kontribusi utama dalam penelitian yang diusulkan meliputi penerapan
metode KSS dengan menggunakan model probabilitas Poisson untuk clustering
daerah rawan kebakaran lahan gambut di Pulau Sumatera. Kontribusi yang
lainnya adalah menemukan pola persebaran lokasi dan waktu kemunculan (trend)
titik panas. Pola yang telah ditemukan tersebut selanjutnya dilakukan visualisasi
hasil clustering dalam bentuk peta rawan kebakaran untuk peringatan dini
kebakaran di lahan gambut. Dengan mengetahui pola persebaran penggerombolan
titik panas maka dapat diketahui wilayah-wilayah yang memiliki kepadatan titik
panas yang tinggi sehingga dapat membantu pihak yang berwenang untuk
penguatan implementasi kebijakan dalam pencegahan kebakaran lahan gambut
sejak dini khususnya di Pulau Sumatera.
Perumusan Masalah
Titik panas dapat digunakan sebagai salah satu indikator kebakaran lahan
gambut. Di Indonesia frekuensi kemunculan titik panas cenderung tinggi dan
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu penting untuk
dikembangkan sistem peringatan sejak dini. Salah satu cara yang dilakukan adalah
mengetahui pola persebaran pengelompokan titik panas berdasarkan aspek spasial
maupun temporal yang dapat digunakan dalam analisis pencegahan dini
terjadinya kebakaran lahan gambut. Metode yang telah dipakai untuk mendeteksi
pola pengelompokan titik panas saat ini lebih melalui pendekatan database saja
baik berbasis hirarki, partisional, densitas, model maupun grid (Madhulatha
2012). Sedangkan metode untuk mengetahui pola persebaran titik panas berbasis
pendekatan secara statistik masih jarang dilakukan. Kelebihan mengetahui
sebaran pola titik panas dengan pendekatan statistik adalah jumlah cluster yang
sesuai dengan keadaan data bisa ditemukan seiring dengan proses pemodelan
karakteristik dari masing-masing cluster dan hasil pemodelan clustering yang
dilaksanakan bisa diuji tingkat keakuratannya.

4

Pendekatan statistik yang diterapkan dalam bidang forestry khususnya untuk
kasus kebakaran lahan gambut masih jarang dilakukan. Oleh karena itu penelitian
ini menerapkan pendekatan statistik untuk mengetahui pengelompokan sebaran
titik panas secara spasial dan temporal. Peneliti menggunakan metode KSS yang
diperkenalkan pertama kali oleh oleh Kulldorff et al. (1997). Area yang berada
didalam gerombol memiliki resiko relatif yang lebih tinggi dibanding dengn area
yang lainnya. Parameter lokasi spasial yang menjadi objek penelitian adalah lahan
gambut di wilayah Sumatera. Sedangkan, parameter temporal yang digunakan
adalah interval waktu terjadinya titik panas dari tahun 2001 sampai dengan 2014.
Hasil dari pengelompokan titik panas dengan menggunakan metode KSS,
pada nantinya dianalisis untuk mengetahui trend kemunculan pengelompokan titik
panas. Trend kemunculan pengelompokan titik panas pada nantinya dilakukan
analisis untuk mendapatkan pola penyebaran titik panas berdasarkan aspek spatio
temporal. Oleh karena itu, penelitian ini juga membahas mengenai analisis pola
persebaran berdasarkan aspek spasial dan temporal pada titik panas di lahan
gambut di wilayah Sumatera dengan menggunakan metode KSS.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi pola pengelompokan titik panas dengan menggunakan
metode Kulldorff’s Scan Statistics pada lahan gambut di wilayah Sumatera.
2. Menganalisis pola persebaran pengelompokan titik panas berdasarkan aspek
spasial dan temporal pada titik panas di lahan gambut di wilayah Sumatera
berdasarkan karakteristik fisik dari lahan gambut.
3. Memvisualisasikan hasil clustering dalam bentuk peta rawan kebakaran (fire
prone area map) untuk peringatan dini kebakaran di lahan gambut.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Sistem peringatan dini dan deteksi sejak dini kebakaran lahan gambut di
wilayah Sumatera dengan cara memberikan gambaran pola cluster data titik
panas pada lahan gambut berdasar aspek spasial dan temporal nya.
2. Daerah rawan kebakaran yang telah diketahui dapat digunakan untuk
menyusun rencana pengendalian kebakaran khususnya pencegahan kebakaran
khususnya di wilayah Sumatera.
3. Masukan untuk kebijakan pemerintah dalam mencegah kebakaran pada lahan
gambut.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Data yang digunakan sebagai objek penelitian adalah data persebaran titik
panas yang berfungsi sebagai indikator kebakaran hutan dan lahan gambut.
2. Lokasi data titik panas yang diteliti terletak di wilayah Pulau Sumatera dengan
interval 14 tahun terakhir yaitu dimulai dari tahun 2001 sampai 2014.

5

3. Tahap implementasi clustering memanfaatkan library clustering data pada
perangkat statistika R.
4. Karakteristik fisik lahan gambut untuk analisis hasil clustering mencakup tipe,
ketebalan, dan tutupan lahan gambut.
5. Analisis hasil clustering titik panas dilakukan untuk tahun 2000 dan 2013

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Gambut di Sumatera
Sumatera adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia,
dengan luas 443 065.8 km2 (BPS 2010). Berdasarkan sensus penduduk pada tahun
2010 total penduduk di Pulau Sumatera sekitar 52 210 926 (BPS 2010).
Pemerintahan di Sumatera dibagi menjadi sepuluh provinsi yaitu sebagai berikut
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Aceh, Lampung,
Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Riau. Populasi penduduk
tertinggi terletak pada provinsi Sumatera utara yaitu sebesar 2 097 610 jiwa,
sedangkan populasi terendah terletak pada Kepulauan Riau yaitu sebesar 5 543
031 jiwa (Helders 2009). Pulau Sumatera terletak pada koordinat antara 95 ₒ BT–
105ₒ BT dan 6ₒ LU–6ₒ LS.
Gambar 1 merupakan peta sebaran lahan gambut di Sumatera. Lahan
gambut terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tanaman purba yang mati dan sebagian
mengalami perombakan, mengandung minimal 12–18% C-organik dengan
ketebalan minimal 50 cm (Adinugroho et al. 2010). Lahan gambut di Indonesia
seluas 20 juta hektar atau menduduki urutan ke empat dalam kategori lahan
gambut terluas di dunia setelah Kanada, Uni Soviet dan Amerika. Lahan gambut
tersebut sebagian besar terdapat di empat Pulau besar yaitu Sumatera 35%,
Kalimantan 32%, Sulawesi 3% dan Papua 30% (Wibowo dan Suyatno 1998).
Penyebaran lahan gambut di Sumatera, khususnya terdapat di dataran rendah
sepanjang pantai timur dengan luas 7.2 juta hektar (Wahyunto et.al. 2005).

Gambar 1 Peta sebaran lahan gambut Pulau Sumatera (Adinugroho 2005)

7

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) menyusun
peta gambut untuk mendukung peta Indikasi penundaan ijin baru (PIPIB) hutan
alam primer dan lahan gambut. BBSDLP mengupdate peta lahan gambut terbitan
Wetland International dengan masukan hasil survey pemetaan tanah yang
dilakukan oleh Kementerian Pertanian sampai dengan tahun 2010, hasilnya luas
gambut di 3 pulau besar sekitar 14,9 juta ha. (Ritung et al. 2011).
Ketebalan gambut di Sumatera bervariasi mulai dari sangat dangkal (< 50
cm) seluas 682 ribu ha, dangkal (50-100 cm) seluas 1.24 juta ha sedang (100-200
cm) seluas 2.327 juta ha, dalam (200-400 cm) seluas 1.246 juta ha, dan sangat
dalam (400-800 cm) seluas 1.705 juta ha. Terdapat tiga macam bahan organik
tanah yang dikenal berdasarkan tingkat dekomposisi bahan tanaman aslinya yaitu
fibrik, hemik dan saprik. Fibrik merupakan gambut yang mempunyai tingkat
dekomposisi rendah, pada umumnya memiliki bulk density 3/4 volumenya. Hemik merupakan gambut yang mempunyai
tingkat dekomposisi sedang, bulk density-nya antara 0.13-0.29 g/cm3 dan
kandungan seratnya normal antara 1/4 dari volumenya. Sedangkan
saprik merupakan gambut yang mempunyai tingkat tingkat kematangan yang
paling tinggi, bulk density-nya >0.2 g/cm3 dan rata-rata kandungan seratnya