Pilihan Rejimen ARV Pada Kegagalan Terapi dari Obat Lini Pertama pada ODHA Dewasa
III.3.5 Pilihan Rejimen ARV Pada Kegagalan Terapi dari Obat Lini Pertama pada ODHA Dewasa
Pada kegagalan terapi dianjurkan untuk mengganti semua rejimen lini pertama dengan rejimen lini kedua. Rejimen lini kedua pengganti harus terdiri dari obat yang kuat untuk melawan galur/strain virus dan sebaliknya paling sedikit mengandung 3 obat baru, satu atau dua diantaranya dari golongan yang baru agar keberhasilan terapi meningkat dan risiko terjadinya resistensi silang dapat ditekan serendah mungkin.
Bila dipakai (d4T atau AZT) + 3TC sebagai rejimen lini pertama, resistensi silang nukleosida akan membahayakan potensi kedua komponen nukleosida dari rejimen lini kedua, terutama pada kegagalan virologis yang telah lama. Pada situasi demikian, perlu membuat pilihan alternatif secara empiris dengan pertimbangan untuk mendapatkan daya antiviral yang sekuat mungkin. Dengan adanya resistensi silang dari d4T dan AZT, maka rejimen lini kedua yang cukup kuat adalah TDF/ddl atau ABC/ ddl. Namun ABC dapat memberi risiko terjadi hipersensitifitas dan harganya mahal. Lagipula, koresistensi pada AZT/3TC dapat juga terjadi resistensi terhadap ABC. TDF dapat diperlemah oleh adanya mutasi multipel dari analog nukleosida (NAM = nucleoside analogue mutation) tetapi sering masih memiliki daya antiviral melawan galur virus yang resisten terhadap nukleosida. Seperti halnya ddl, TDF dapat diberikan dengan dosis sekali sehari. TDF dapat meningkatkan kadar ddl dan oleh karenanya dosis ddl harus dikurangi bila kedua obat tersebut diberikan bersamaan, agar peluang terjadinya toksisitas akibat ddl dapat dikurangi, misalnya neuropati dan pankreatitis.
Oleh karena potensi yang menurun dari hampir semua jenis nukleosida lini kedua, maka di dalam rejimen lini kedua lebih baik menggunakan suatu jenis PI (protase inhibitor) yang diperkuat oleh ritonavir (ritonavir-enhanced PI atau RTV-PI), seperti lopinavir (LPV)/r, saquinavir (SQV)/r atau indinavir (IDV)/r. PI yang diperkuat dengan ritonavir lebih kuat daripada nelfinavir (NFV) saja.
IDV/r memiliki efek samping yang berat pada ginjal tetapi perlu dipertimbangkan sebagai suatu alternatif karena potensinya. Peran dan ketersediaan ATV/r di negara berkembang saat ini belum dapat dipastikan.
Pada kegagalan terapi rejimen yang mengandung PI, pilihan alternatif penggantinya tergantung dari alasan awal memilih rejimen PI tersebut, dibandingkan memilih rejimen yang mengandung NNRTI. Bila diduga ada resistensi NNRTI atau infeksi HIV-2 maka pilihan rejimen menjadi sulit karena tergantung dari kendala yang Pada kegagalan terapi rejimen yang mengandung PI, pilihan alternatif penggantinya tergantung dari alasan awal memilih rejimen PI tersebut, dibandingkan memilih rejimen yang mengandung NNRTI. Bila diduga ada resistensi NNRTI atau infeksi HIV-2 maka pilihan rejimen menjadi sulit karena tergantung dari kendala yang
kemampuan melaksanakan pemeriksaan resistensi obat secara individual dan ketersediaan obat ARV. Kegagalan terapi atas rejimen tiga NRTI lebih mudah diatasi karena dua golongan obat terpenting (NRTI dan PI), masih dapat digunakan. Suatu alternatif RTV-PI + NNRTI dengan/ tanpa NRTI, misalnya ddl dan/atau TDF dapat dipertimbangkan bila tersedia.
Kegagalan atas
Diganti dengan
d4T atau AZT
TDF atau ABC
3TC
ddl a
NVP atau EFV LPV/r atau SQV/r b
Bagan 2 : Rejimen ARV lini kedua bagi ODHA dewasa bila dijumpai kegagalan terapi pada rejimen lini pertama
Keterangan :
a. Dosis ddl harus dikurangi dari 400 mg menjadi 250 mg bila diberikan bersama
dengan TDF
b. LPV/r dan SQV/r memerlukan cold chain. NFV dapat dipertimbangkan sebagai
suatu alternatif di negara berkembang.