Dalam pelaksanaan perkawinan mentas yang penting adalah persetujuan antara pria dan wanita yang akan melakukan
perkawinan itu, bentuk perkawinan seperti ini terdapat pada masyarakat adat parental.
6. Tata Cara Perkawinan
Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan masing-masing yang berbeda satu dengan yang lain, namun setiap kebudayaan
mempunyai sifat hakekat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan dimanapun juga, di Indonesia ada berbagai macam
cara-cara perkawinan, antara satu daerah dengan daerah yang lain berbeda caranya, demikian juga istilah yang digunakan berbeda-
beda. Cara-cara perkawinan yang didasarkan pada pada prosedurnya dapat dibagi 3 tiga yaitu
74
:
1.
Perkawinan Pinang Jawa-Nglamar Kebiasaan terjadi disini yaitu setelah laki-laki dan
perempuannya setuju, orang tua laki-laki datang kepada orang tua perempuan untuk meminang gadisnya, jika diterima oleh orang tua
pihak perempuan tidak langsung dilanjutkan dengan perkawinan tetapi diadakan pertunangan terlebih dahulu.
74 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat,
Gunung Agung, Jakarta 1983,hlm. 125.
Menurut kompilasi hukum Islam Bab I pasal 1 butir a yang dimaksud peminangan adalah kegiatan upaya kearah terjadinya
hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita.Dalam peminangan ini dapat langsung dilakukan oleh orang
yang berkehendak mencari pasangan jodoh, tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya, sedang peminangan
itu sendiri dapat dilakukan terhadap wanita yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.
Pertunangan yang telah dilakukan baru mengikat apabila hadiah pertunangan telah diserahkan. Di Jawa alat pengikat ini
disebut “Paningset” dan di Sunda disebut “Panyancang”. Menurut kebiasaan masyarakat, alat pengikat ini menjadi milik famili pihak
perempuan. Alat pengikat ini juga dipakai sebagai tanda larangan apabila ada laki-laki lain yang hendak melamarnya, dalam arti jangan
sampai terjadi ada seorang perempuan dipinang oleh dua orang laki-laki sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Pinangan ini
dimaksudkan juga agar mendapatkan suatu kepastian bahwa perkawinan itu benar-benar akan terjadi.
Dari pihak laki-laki dapat memutuskan hubungan pertunangan tersebut, hal ini disebabkan karena adanya pernyataan mengenai
putusnya hubungan pertunangan itu atau secara diam-diam oleh laki-laki yang telah meminang itu menjauhi atau meninggalkan
perempuan yang dipinangnya.
Karena pertunangan ini belum menimbulkan akibat hukum maka para bebas untuk memutuskan pertunangan. Menurut adat
Jawa apabila yang memutuskan pertunangan itu pihak perempuan maka keluarganya harus mengembalikan “Paningset” dua kali lipat
harga semula kepada pihak laki-laki, dan apabila yang memutuskan itu pihak laki-laki maka “Paningset” yang telah diberikan kepada
pihak perempuan yang dipinangnya itu hilang dan tidak ada kewajiban dari perempuan untuk mengembalikan “Paningset” itu.
Dasar atau alasan diadakannya pertunangan ini tidak sama dibeberapa daerah, tetapi lazimnya adalah :
-
Karena ingin menjamin perkawinan yang dikehendaki itu sudah dapat dilangsungkan dalam waktu dekat.
-
Khususnya di daerah-daerah yang sangat bebas pergaulan antara muda-mudi, sekedar untuk membatasi pergaulan
kedua belah pihak yang telah diikat oleh pertunangan itu.
-
Memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling lebih mengenal, sehingga mereka kelak sebagai
suami istri dapat diharapkan menjadi suatu pasangan yang harmonis.
2.
Perkawinan lari bersama Bisa dikatakan juga sebagai perkawinan yang tanpa dilakukan
dengan lamaran dan pertunangan. Hal ini terjadi biasanya dikarenakan orang tua tidak setuju. Kedua calon suami istri yang
telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan lari kesalah seorang kerabat familinya atau dapat juga kerumah penghulu, setelah itu
baru diadakan pembicaraan tentang adat yang berlaku. Cara perkawinan semacam ini banyak terjadi pada masyarakat
yang menganut garis kekeluargaan patrilineal yaitu menarik garis keturunan keatas melalui garis bapak. Pada umumnya yang
dijadikan alasan dilakukannya cara perkawinan seperti ini adalah untuk membebaskan diri dari bermacam-macam kewajiban yang
harus dipenuhi dalam perkawinan yang dilakukan dengan lamaran atau pertunangan, misalnya memberi paningset atau panyancang
pada pihak calon istri.
3.
Perkawinan bawa lari Perkawinan bawa lari adalah suatu perkawinan dimana
seorang laki-laki yang akan kawin membawa lari seorang perempuan yang sudah ditunangkan atau dikawinkan dengan orang lain,
kadang-kadang hal ini dilakukan dengan paksaan, acap kali perkawinan ini sangat sukar dibedakan dengan perkawinan lari
bersama . Adapun kebaikan dari perkawinan bawa lari dan perkawinan lari bersama adalah karena pihak laki-laki dan pihak
perempuan memang sungguh-sungguh saling mencintai dan berkeinginan untuk mewujudkan suatu rumah tangga dalam ikatan
perkawinan.
C. Perubahan Pandangan Dalam Hukum Adat