Mem bawa perbekalan secukupnya, sepert i air, m akanan dan uang.

4. Mem bawa perbekalan secukupnya, sepert i air, m akanan dan uang.

5. Disunnat kan bagi m usafir pergi dengan dit em ani oleh t em an yang shalih selam a perj alanannya unt uk m eringankan beban diperj alananya dan m enolongnya bila perlu. Rasulullah Shallallaahu alaihi w a Sallam t elah bersabda: “ Kalau sekiranya m anusia m enget ahui apa yang aku ket ahui di dalam kesendirian, niscaya t idak ada orang yang m enunggangi kendaraan ( m usafir) yang berangkat di m alam hari sendir ian” . ( HR. Al- Bukhari)

6. Disunnat kan bagi para m usafir apabila j um lah m ereka lebih dari t iga orang m engangkat salah sat u dari m ereka sebagai pem im pin ( am ir) , karena hal t ersebut dapat m em per- m udah pengat uran urusan m ereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “ Apabila t iga orang keluar unt uk safar, m aka hendaklah m ereka m engangkat seorang am ir dari m ereka” . ( HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al- Albani) .

7. Disunnat kan berangkat safar pada pagi ( dini) hari dan sore hari, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi w a Sallam bersabda: “ Ya Allah, berkahilah bagi um m at ku di dalam kediniannya” . Dan j uga bersabda: “ Hendaknya kalian m em anfaat kan w akt u senj a, karena bum i dilipat di m alam hari” . ( Keduanya diriw ayat - kan oleh Abu Daud dan dishahihkan oleh Al- Albani) .

8. Disunat kan bagi m usafir apabila akan berangkat m engu- capkan selam at t inggal kepada keluarga, kerabat dan t em an- t em annya, sebagaim ana dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi w a Sallam dan dia sabdakan: “ Aku t it ipkan kepada Allah agam am u, am anat m u dan penut up- penut up am al perbuat anm u” . ( HR. At - Turm udzi, dishahihkan oleh Al- Albani) .

9. Apabila si m usafir akan naik kendaraannya, baik berupa m obil at au lainnya, m aka hendaklah ia m em baca basm alah; dan apabila t elah berada di at as kendaraannya hendaklah ia bert akbir t iga kali, kem udian m em baca do` a safar berikut ini: “ Maha Suci Tuhan yang t elah m enundukkan sem ua ini bagi kam i, padahal kam i sebelum nya t idak m am pu m enguasainya, dan sesungguhnya kam i akan kem bali kepada Tuhan kam i; Ya Allah, sesungguhnya kam i m em ohon kepadam u di dalam perj alanan kam i ini kebaj ikan dan ket aqw aan, dan am al yang Engkau ridhai; Ya Allah, m udahkanlah perj alannan ini bagi kam i dan dekat kanlah kej auhannya; Ya Allah, Engkau adalah Penyert a kam i di dalam perj alanan ini dan Penggant i kam i di keluarga kam i; Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada- Mu dari bencana safar dan kesedihan pem andangan, dan keburukan t em pat kem bali pada hart a dan keluarga” . ( HR. Muslim ) .

10. Disunnat kan bert akbir di saat j alan m enanj ak dan bert asbih di saat m enurun, karena ada hadit s Jabir yang m enut urkan: “ Apabila ( j alan) kam i m enanj ak, m aka kam i bert akbir, dan apabila m enurun m aka kam i bert asbih” . ( HR. Al- Bukhari) .

11. Disunnat kan bagi m usafir selalu berdo` a di saat perj ala- nannya, karena

do` anya m ust aj ab ( m udah dikabulkan) .

12. Apabila si m usafir perlu unt uk berm alam at au berist irahat di t engah perj alanannya, m aka hendaknya m enj auh dari j alan; karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “ Apabila kam u hendak m am pir unt uk berist irahat , m aka m enj auhlah dari j alan, karena j alan it u adalah j alan binat ang m elat a dan t em pat t idur bagi binat ang- binat ang di m alam hari” . ( HR. Muslim ) .

13. Apabila m usafir t elah sam pai t uj uan dan m enunaikan keperluannya dari safar yang ia lakukan, m aka hendaknya segera kem bali ke kam pung halam annya. Di dalam hadit s Abu Hurairah Radhiallaahu anhu disebut kan diant aranya: “ ......Apabila salah seorang kam u t elah m enunaikan haj at nya dari safar yang dilakukannya, m aka hendaklah ia segera kem bali ke kam pung halam annya” . ( Mut t afaq’ alaih) .

14. Disunnat kan pula bagi si m usafir apabila ia kem bali ke kam pung halam annya unt uk t idak m asuk ke rum ahnya di m alam hari, kecuali j ika sebelum nya diberi t ahu t erlebih dahulu. Hadit s Jabir m enut urkan : ” Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam m elarang seseorang m enget uk rum ah ( m em bangunkan) keluarganya di m alam hari” . ( Mut t afaq’alaih) .

15. Disunnat kan bagi m usafir di saat kedat angannya pergi ke m asj id t erlebih dahulu unt uk shalat dua rakaat . Ka` ab bin Malik m er iwayat kan: “ Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila dat ang dari perj alanan ( safar) , m aka ia langsung m enuj u m asj id dan di sit u ia shalat dua raka` at ” . ( Mut t afaq’ alaih) .

Etika Berkomunikasi Via Telepon

1. Ceklah dengan baik nom or t elepon yang akan anda hubungi sebelum anda m enelpon agar anda t idak m engganggu orang yang sedang t idur at au m engganggu orang yang sedang sakit at au m erisaukan orang lain.

2. Pilihlah w akt u yang t epat unt uk berhubungan via t elepon, karena m anusia m em punyai kesibukan dan keperluan, dan m ereka j uga m em punyai wakt u t idur dan ist irahat , wakt u m akan dan bekerj a.

3. Jangan m em perpanj ang pem bicaraan t anpa alasan, karena khawat ir orang yang sedang dihubungi it u sedang m em punyai pekerj aan pent ing at au m em punyai j anj i dengan orang lain.

4. hendaknya wanit a t idak m em perindah suara di saat ber- bicara ( via t elpon) dan t idak berbicara m elant ur dengan laki- laki. Allah berfir m an yang art inya: “ Maka j anganlah kam u t unduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hat inya, dan ucapkanlah perkat aan yang baik” . ( Al- Ahzab: 32) .

5. Maka hendaknya wanit a berhat i- hat i, j angan berbicara diluar kebiasaan dan t idak m elant ur berbicara dengan lawan j enisnya via t elepon, apa lagi m em perpanj ang pem bicaraan, m em perindah suara, m em perlem but dan lain sebagainya.

6. Hendaknya penelpon m em ulai pem bicaraannya dengan ucapan Assalam u` alaikum , karena dia adalah orang yang dat ang, m aka dari it u ia harus m em ulai pem bicaraannya dengan salam dan j uga m enut upnya dengan salam .

7. Tidak m em akai t elpon orang lain kecuali seizin pem ilik- nya, dan it upun bila

t erpaksa.

8. Tidak m erekam pem bicaraan lawan bicara kecuali seizin darinya, apapun bent uk pem bicaraannya. Karena hal t ersebut m erupakan t indakan pengkhianat an dan m engungkap rahasia orang lain, dan inilah t ipu m uslihat . Dan apabila rekam an it u kam u sebarluaskan m aka it u berart i lebih fat al lagi dan m erupakan penodaan t erhadap am anah. Dan t erm asuk di dalam hal ini j uga adalah m erekam pem bicaraan orang lain dan apa yang t erj adi di ant ara m ereka. Maka, ini haram hukum nya, t idak boleh dikerj akan!

9. Tidak m enggunakan t elepon unt uk keperluan yang negat if, karena t elepon pada hakikat nya adalah nikm at dari Allah yang Dia berikan kepada kit a unt uk kit a gunakan dem i m em enuhi keperluan kit a. Maka t idak selayaknya j ika kit a m enj adikannya sebagai bencana, m enggunakannya unt uk m encari- cari kej elekan dan kesalahan orang lain dan m encem ari kehorm at an m ereka, dan m enyeret kaum w anit a ke j urang kenist aan. I ni haram hukum nya, dan pelakunya layak dihukum .

Etika Pengantin dan Pergaulan Suami Istri

1. Merayu ist ri dan bercanda dengannya di saat sant ai berduaan. Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam selalu bercanda, t ert awa dan m erayu ist ri- ist rinya.

2. Melet akkan t angan di kepala ist ri dan m endo` akannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “ Apabila salah seorang kam u m enikahi seorang wanit a, m aka hendaklah ia m em egang ubun- ubunnya, dan bacalah bim illah lalu m ohon berkahlah kepada Allah, dan hendaknya ia m em baca: “ ( a Allah, sesungguhnya aku m em ohon kepada- Mu dari kebaikannya dan kebaikan sifat yang ada padanya; dan aku berlindung kepada- Mu dari keburukanya dan keburukan sifat yang ada padanya) ” ( HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Al- Albani) .

3. Disunnahkan bagi kedua m em pelai m elak ukan shalat dua raka` at bersam a,

karena hal t ersebut dinukil dari kaum salaf.

4. Mem baca basm alah sebelum m elakukan j im a` . Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “ Kalau sekiranya seorang di ant ara kam u hendak bersenggam a dengan ist rinya m em baca : “ ( Dengan m enyebut nam a Alllah, ya Allah, j auhkanlah set an dari kam i dan j auhkan syet an dari apa yang Engkau rizkikan kepada kam i) , m aka sesungguhnya j ika keduanya dikaruniai anak dari persenggam aannya it u, niscaya ia t idak akan dibahayakan oleh set an selam a- lam anya” ( Mut t afaq alaih) .

5. Jika sang suam i ingin bersenggam a lagi, m aka dianj urkan berwudhu t erlebih dahulu, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “ Apabila salah seorang kam u t elah berset ubuh dengan ist rinya, lalu ingin m engulanginya kem bali m aka hendaklah ia berw udhu” . ( HR. Muslim ) .

6. Disunat kan bagi kedua suam i ist ri berwudhu sebelum t idur sesudah m elakukan j im a` , karena hadit s Aisyah m enut urkan : ” Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila beliau hendak m akan at au t idur sedangkan ia j unub, m aka beliau m encuci kem aluannya dan berwudhu sebagaim ana wudhu unt uk shalat ” ( Mut t afaq’alaih) .

7. Haram bagi suam i m enyet ubuhi ist rinya di saat ia sedang haid at au m enyet ubuhi duburnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi w a Sallam bersabda: Barangsiapa yang m elakukan perset ubuhan t erhadap wanit a haid at au wanit a pada duburnya, at au dat ang kepada dukun ( t ukang sihir) lalu m em benarkan apa yang dikat akannya, m aka sesungguhnya ia t elah kafir t erhadap apa yang dit urunkan kepada Muham m ad” . ( HR. Al- Arba` ah dan dishahihkan oleh Al- Alnbani) .

8. Haram bagi suam i- ist ri m enyebarkan t ent ang rahasia hubungan keduanya. Rasulullah Shallallaahu alaihi w a Sallam bersabda: “ Sesungguh- nya m anusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiam at adalah orang lelaki yang berhubungan dengan ist rinya ( j im a` ) , kem udian ia m enyebarkan rahasianya” . ( HR. Muslim ) .

9. Hendaknya m asing- m asing saling bergaul dengan baik, dan m elaksanakan kewaj iban m asing- m asing t erhadap yang lain. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirm an yang art inya: “ Dan para ist ri m em punyai hak yang seim bang dengan kewaj ibannya m enurut yang m a` ruf” . ( Al- Baqarah: 228) .

10. Hendaknya suam i berlaku lem but dan bersikap baik t erhadap ist rinya dan m engaj arkan sesuat u yang dipan- dang perlu t ent ang m asalah agam anya, sert a m enekankan apa- apa yang diwaj ib Allah t erhadapnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam t elah bersabda: “ I ngat lah, berpesan baiklah selalu kepada ist ri, karena sesungguhnya m ereka adalah t aw anan disisi kalian....” ( HR. Turm udzi dan dishahihkan oleh Al- Albani) .

11. Hendaknya ist ri selalu t a` at kepada suam inya sesuai kem am puannya asal bukan dalam hal kem aksiat an, dan hendaknya t idak m em at uhi siapapun dari keluarganya bila t idak disukai oleh suam i dan bert ent angan dengan kehendaknya, dan hendaknya ist ri t idak m enolak aj akan suam i bila m engaj aknya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “ Apabila suam i m engaj ak ist rinya ke t em pat t idut rnya lalu ia t idak m em enuhi aj akannya, lalu sang suam i t idur dalam keadaan m arah kepadanya, m aka m alaikat m elaknat w anit a t ersebut hingga pagi” . ( Mut t afaq alaih) .

12. Hendaknya suam i berlaku adil t erhadap ist ri- ist rinya di dalam m asalah- m asalah yang harus bert indak adil. Rasulullah Shallallaahu alaihi w a Sallam bersabda: “ Barangsiapa m em punyai dua ist ri, lalu ia lebih cenderung kepada salah sat unya, niscaya ia dat ang di hari Kiam at kelak dalam keadaan sebelah badannya m iring” . ( HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al- Albani) .