ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI GEMPA PADA GUNUNG LOKON BERDASARKAN REKAMAN DATA SEISMOGRAM APRIL – MEI 2012

(1)

Oleh

LEOVINA PRINANDA PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ANALYSISIS OF CHARACTERISTICS AND CLASSIFICATION OF VOLCANIC EARTHQUAKES AT LOKON VOLCANO IS BASED ON

THE DATA SEISMOGRAMS IN APRIL TO MEI 2012

By

LEOVINA PRINANDA PUTRI

This research has been carried out aiming to classify earthquakes at Lokon Volcano and analyze the character of the earthquakes to determine the mechanism of the eruption of Lokon Volcanois based on the data recorded seismograms April to May 2012. The stages in analyzing the characteristics of the earthquake is the waveform analysis and spectral analysis . On waveform analysis aims to determine the P wave comes time ( Tp ) and S waves ( Ts ) and the duration of the earthquake . While spectral analysis aimed to determine the frequency of these earthquakes . The second stage of the obtained classification of volcanic earthquakes in the earthquakes , shallow volcanic earthquakes , earthquake monochromatic , and tectonic earthquake . Shallow volcanic earthquakes located at depths of 0.5 to -1.5 km , duration range from 3 to 16 seconds with a frequency range from 4 Hz to 18 Hz . Volcanic earthquakes located at depths -6 km to -1 , duration range from 6 to 20 seconds with a frequency range from 6 Hz to 13 Hz . Earthquake discovered long period is two monochromatic low frequency earthquakes at depths of up to -1.5 -2 km which has two peaks in each of the station frequency is the frequency of the dominant and sub - dominant . Dominant frequency of the seismic monochromatic range 2.88 Hz to 4.88 Hz and sub -dominant frequency range from 5.04 Hz to 8.7 Hz . Duration of tectonic earthquakes about 50 until 470 seconds with a frequency range from 1 to 6 Hz . Volcanic earthquakes and monochromatic associated with normal faulting . Increased seismic activity indicates impending eruption .

Keywords: hypocenter , classification earthquake , monochromatic earthquake , eruption mechanisms.


(3)

ii

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI GEMPA PADA GUNUNG LOKON BERDASARKAN REKAMAN DATA SEISMOGRAM

APRIL – MEI 2012

Oleh

LEOVINA PRINANDA PUTRI

Penelitian yang telah dilakukan ini bertujuan untuk mengklasifikasikan gempa pada Gunung Lokon dan menganalisis karakter dari gempa-gempa tersebut untuk menentukan mekanisme letusan dari Gunung Lokon berdasarkan rekaman data seismogram April sampai dengan Mei 2012. Adapun tahapan dalam menganalisis karakteristik gempa adalah dengan analisis waveform dan analisis spektral. Pada analisis waveform bertujuan untuk menentukan waktu datang gelombang P (Tp) dan gelombang S (Ts) serta durasi gempa. Sedangkan analisis spektral bertujuan untuk mengetahui frekuensi dari gempa-gempa tersebut. Dari kedua tahapan tersebut didapatkan klasifikasi gempa yaitu gempa vulkanik dalam, gempa vulkanik dangkal, gempa monokromatik, dan gempa tektonik. Gempa vulkanik dangkal terletak pada kedalaman 0,5 s.d -1,5 km, berdurasi 3 s.d 16 detik dengan frekuensinya berkisar 4 Hz s.d 18 Hz. Gempa vulkanik dalam terletak pada kedalaman -1 s.d -6 km, berdurasi antara 6 – 20 detik dengan frekuensinya berkisar 6 Hz s.d 13 Hz. Gempa long periode yang ditemukan adalah dua gempa monokromatik low frequency pada kedalaman -1,5 s.d -2 km yang mempunyai dua puncak frekuensi di setiap stasiunnya yaitu frekuensi dominan dan sub-dominan. Frekuensi dominan pada gempa monokromatik berkisar 2,88 Hz s.d 4,88 Hz dan frekuensi sub-dominan berkisar 5,04 Hz s.d 8,7 Hz. Gempa tektonik berdurasi 50 s.d 470 detik dengan frekuensi 1 s.d 6 Hz. Gempa-gempa vulkanik dan monokromatik berasosiasi dengan patahan normal. Peningkatan aktifitas kegempaan menunjukan akan terjadinya letusan.

Kata kunci: hiposenter, klasifikasi gempa, gempa monokromatik, mekanisme letusan


(4)

(5)

(6)

Dengan

ini saya menyatakan

bahwa dalarn skripsi

ini

tidak terdapat karya yang pemah dilakukan oleh orang lain, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau perdapat yang ditulis atau ditErbitkarr oleh orang tairt) kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah

ini

sebagaimana disebutkan dalam daftar

pustaka

Selain itu saya menyatakan

pula

bahwa

skripsi

ini

dibuat

oleh

saya sendiri.

Apsbila pernyataan saya

ini

tidak benar maka saya bersedia dikenai sangsi se$ud dengan hukum yang berlaku.

Novenrber 2013 BandarLauryung,


(7)

xiv

Halaman

ABSTRACT

... i

ABSTRAK

... ii

HALAMAN JUDUL

... iii

PENGESAHAN

... v

PERNYATAAN

... vi

RIWAYAT HIDUP

... vii

MOTTO

... viii

PERSEMBAHAN

……….……….…. ix

KATA PENGANTAR

………..……….…. x

SANWACANA

……….………...…... xi

DAFTAR ISI

……….……….. xiv

DAFTAR TABEL

... xvi

DAFTAR GAMBAR

...xvii

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Batasan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lokasi Objek Penelitian ... 5

2.2. Geomorfologi ... 8

2.3. Struktur Geologi ... 9

2.4. Stratigrafi ... 10

2.5. Aktivitas Vulkanik Dan Karakter Letusan ... 12

III. TEORI DASAR

3.1. Gelombang Seismik ... 17


(8)

xv

3.3. Episenter dan Hiposenter ... 25

3.4. Penentuan Lokasi Sumber Gempa ... 26

3.5. Transformasi Fourier ... 28

3.6. Sistem Penerima Seismograf ... 30

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.2. Alat dan Bahan ... 32

4.3. Prosedur Penelitian ... 34

4.3.1. Analisa

Waveform

... 34

4.3.2. Analisa Spektral ... 36

4.3.3. Menentukan Hiposenter Gempa ... 37

4.3.4.

Plotting

Hiposenter dan Episenter ... 38

4.4. Diagram Alir ... 39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengolahan Data Kegempaan Harian ... 40

5.2. Hiposenter dan Episenter ... 43

5.3. Gempa Vulkanik ... 45

5.4. Gempa Monokromatik ... 54

5.5. Gempa Tektonik ... 57

5.6. Mekanisme Letusan ... 60

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 62

6.2. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(9)

xvi

Tabel 1 Kordinat stasiun seismik Gunung Lokon ... 7

Tabel 2 Sejarah erupsi Gunung Lokon... 14

Tabel 3 Jadwal Penelitian ... 33

Tabel 4 Data Kegempaan Harian Gunung Lokon bulan April – Mei 2012 .... 40

Tabel 5 Durasi dan Frekuensi Gempa Monokromatik ... 55


(10)

xvii

Gambar Halaman

1. Peta lokasi Gunung Lokon, Sulawesi Utara ... 5

2. Kompleks Gunung Lokon – Empung ... 6

3. Peta lokasi stasiun seismik Gunung Lokon ... 7

4. Interval waktu letusan Gunung Lokon... 13

5. Peta Geologi Gunungapi Lokon ... 15

6. Ilustrasi gelombang badan... 19

7.Contoh rekaman seismik gempa tipe A ... 30

8.Contoh rekaman seismik gempa tipe B ... 21

9.Contoh rekaman seismik gempa Letusan ... 21

10. Contoh rekaman seismik gempa Tremor Harmonik ... 22

11. Contoh rekaman seismik gempa Tremor Spasmodik ... 23

12.Waveform gempa pada gunungapi Kuchinoerabujima ... 26

13. Rekaman Seismogram Gunung Lokon pada Seisan ... 35

14. Tampilan seismogram pada Swarm ... 35

15. Analisa spektral pada Swarm... 36

16. Diagram alir analisis gempa ... 39

17. Grafik Kegempaan Harian ... 42

18. Persebaran Hiposenter dan Episenter Gempa Vulkanik ... 44

19. Rekaman Gempa Va 19 April 2012 00:00:19.730 ... 47

20. Rekaman Gempa Va 17 Mei 2012 pukul 00:42:13.387 ... 48

21. Rekaman gempa Va 6 Mei 2012 pukul 12:56:09.005 ... 50

22. Rekaman gempa Va 17 Mei 2012 pukul 01:01:20.856 ... 51

23. Peta sebaran gempa vulkanik berasosiasi dengan struktur geologi di Komplek Gunung Lokon ... 53


(11)

xvii

26. Ilustrasi penyebab gempa monokromatik ... 56

25. Gempa tektonik pada 4 April 2012 pukul 01:57:08.197... 58

26. Gempa tektonik pada 1 Mei 2012 ... 59


(12)

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara tekto-vulkanik aktif, maka Indonesia kaya akan gunungapi. Banyaknya gunungapi membuat kita untuk mencoba memikirkan bagaimana meminimalisasi dan mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan oleh letusan gunungapi tersebut. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka sampai saat ini di Indonesia telah dilakukan berbagai metode untuk pemantauan gunungapi, antara lain pemantauan gempabumi (seismik), penyelidikan geokimia, pemantauan deformasi, pemantauan visual, pemantauan lahar, dan pemantauan geomagnet (Katili, 1986).

Dalam kaitannya dengan bidang ilmu geofisika, pemantauan gunungapi yang diaplikasikan adalah pemantauan dengan metode seismik. Metode seismik merupakan penerapan dari seismologi dan merupakan metode yang banyak digunakan dalam geofisika terapan karena memberikan hasil yang mudah ditranslasi ke dalam istilah geologi dan informasi mengenai perubahan sifat elastis batuan. Metode seismik ini pada prakteknya menggunakan gelombang seismik yang bersifat elastis merambat sampai ke inti bumi dan kemudian muncul kembali di permukaan. Kecepatan jalar gelombang seismik ini pada dasarnya merupakan fungsi dari medium yang dilalui atau bergantung pada konstanta elastik batuan


(13)

dan sifat gelombang seismik ketika kecepatannya berubah. Sedangkan teori dasar gelombang seismik atau gelombang elastik adalah mencari bentuk solusi dari persamaan gerak yang didasarkan pada hubungan persamaan stress-strain media elastik.

Gunung Lokon merupakan salah satu gunungapi aktif di antara lima gunungapi aktif yang ada di Minahasa. Gunung Lokon yang berlokasi di Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu gunungapi yang sering meletus. Dalam kurun waktu antara tahun 2000 sampai dengan 2003, letusan berlangsung secara beruntun hampir setiap tahun. Setelah istirahat selama 4 tahun, aktivitas Gunung Lokon meningkat kembali pada Desember 2007. Peningkatan aktivitas vulkanik tersebut ditandai oleh peningkatan jumlah gempa vulkanik dan gempa hembusan. Sampai dengan awal 2011 jumlah gempa vulkanik berfluktuasi antara 100 - 800 kejadian setiap bulan (Kristianto, 2012).

Menurut Lecuyer (1995, 1997) dalam Haerani (2012) melakukan identifikasi struktur geologi dan tectonic setting di daerah Sulawesi Utara dan menyatakan bahwa Gunung Lokon – Empung, Gunung Mahawu dan Gunung Soputan tumbuh pada tepi dinding Kaldera Tondano serta merupakan gunungapi dengan potensi bahaya yang tinggi, jika terjadi erupsi dikaitkan dengan lokasinya yang terletak pada daerah dengan populasi padat.

Gunawan, dkk (2009) melakukan penelitian seismik dan deformasi Gunung Lokon menyatakan pada periode Juli-Agustus 2009, aktivitas vulkanik Gunung


(14)

Lokon kemungkinan besar disebabkan akibat aktivitas magmatik (dalam) yang menimbulkan adanya fluktuasi aktivitas vulkanik hidrotermal dekat permukaan antara kedalaman 1,5 – 5,5 km serta kedalaman 0,8 km di bawah kawah aktif Gunung Lokon (Kawah Tompaluan). Kemungkinan ini didukung juga oleh adanya manifestasi sumber mata air di sekitar Kinilow.

Haerani, dkk (2010) melakukan studi terpadu seismik dan deformasi di Gunung Lokon dan menyatakan bahwa dari hasil analisis kandungan frekuensi ditemukan adanya gempa dengan gelombang frekuensi rendah (low frequency). Gempa ini erat kaitannya dengan aktivitas di permukaan atau pada kedalaman yang sangat dangkal di bawah kawah aktif.

Penelitian mengenai gempa monokromatik (quasi monotonic) pertama kali dilakukan oleh Yamamoto, dkk pada Gunung Kuchinoerabujima di Jepang (1996) kemudian di Indonesia oleh Triastuty, dkk pada Gunung Papandayan di Jawa Barat (2001). Analisis gempa vulkanik telah dilakukan untuk memperoleh perubahan karakteristik dan mekanisme sumber untuk memahami proses vulkanik. Jenis gempa vulkanik tersebut yang diamati pada banyak gunungapi sebelum dan selama letusan magmatik (Triastuty, 2009).


(15)

1.2. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini digunakan data gempa dari hasil rekaman lima stasiun di Gunung Lokon, yaitu stasiun Empung (EMP), Kinilow (KIN), Sea (SEA), Tatawiran (TTW), dan Wailan (WLN) pada bulan April – Mei 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapu tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengklasifikasikan gempa vulkanik dangkal (Vb), vulkanik dalam (Va), gempa monokromatik, dan gempa tektonik berdasarkan frekuensinya. 2. Untuk menemukan mekanisme gempa di Gunung Lokon.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lokasi Objek Penelitian

Berdasarkan bentuk morfologinya, puncak Gunung Lokon berdampingan dengan puncak Gunung Empung dengan jarak antara keduanya 2,3 km, sehingga merupakan gunung kembar, oleh karena itu sering disebut Kompleks Lokon-Empung. Secara geografis puncak Gunung Lokon terletak pada 1o21,5’ LU dan

124o47’ BT dengan ketinggian 1579,5 m dpl, sedangkan puncak Gunung Empung

pada 1o22’ LU dan 124o47’ BT mencapai ketinggian 1340 m dpl (Kusumadinata,

1979).


(17)

Berdasarkan sejarah kegiatannya, letusan semula berpusat di puncak Empung yang berlangsung dalam tahun 1350 dan 1400. Sejak tahun 1829 titik kegiatannya pindah ke pelana antara dua puncak yang dikenal dengan Kawah Tompaluan dan menjadi kawah aktif hingga saat ini. Secara geografi Kawah Tompaluan berada pada posisi1°21’52,68” LU dan124°47’57,58” BT (Kusumadinata, 1979).

Gambar 2. Kompleks Gunung Lokon–Empung. Pelana antar kedua puncaknya adalah lokasi kawah aktif, Kawah Tompaluan (Foto: Farid Bina 2009) (Haerani

dkk, 2010).

Pemantauan kegempaan Gunung Lokon menggunakan 5 stasiun seismik (Tabel 2.1) yang terdiri dari stasiun Empung (EMP), Sea (SEA), Kinilow (KIN), Tatawiran (TTW), dan Wailan (WLN). Data gempa analog ditransmisikan dengan gelombang radio dari setiap stasiun seismik di lapangan menuju Pos PGA Lokon. Data diakuisisi dan menjadi data digital dengan sistem earthworm dan argalite serta disimpan dalam format seisandanwin.


(18)

Tabel 1Kordinat stasiun seismik Gunung Lokon (Kristianto dkk, 2010) Nama Stasiun Lintang Utara Bujur Timur Ketinggian (m dpl)

Empung (EMP) 1°22'5.28" 124°48'0.9" 1143

Kinilow (KIN) 1°22'0.6" 124°48'59.4" 914

Wailan (WLN) 1°20' 58.3" 124° 48' 8" 1024

Tatawiran (TTW) 1°21' 39.9" 124° 47' 37.5" 1365 Sea (SEA) 1°22' 12.5" 124° 47' 59.2" 1162


(19)

2.2 Geomorfologi

Geomorfologi kompleks Lokon Empung dibagi menjadi empat satuan, yaitu Satuan geomorfologi kerucut, kawah, punggungan rendah dan bergelombang serta geomorfologi daratan.

Satuan geomorfologi Kerucut menempati daerah sekitar tubuh Gunung Lokon dan Gunung Empung. Gunung Lokon mempunyai puncak yang datar tanpa kawah dengan kemiringan antara 30° - 70°. Sedangkan Gunung Empung mempunyai dua buah kerucut terpancung, yaitu Empung Muda di bagian barat dan Empung Tua di bagian timur, yang masing-masing mempunyai kawah di puncaknya. Pola aliran sungainya adalah radial dengan lembah berbentuk “V”,dengan tebing yang relatif

curam. Vegetasi penutupnya berupa alang-alang yang cukup tebal.

Satuan geomorfologi kawah terdapat di Kawah Tompaluan dan Kawah Empung. Kawah Tompaluan merupakan kawah paling aktif saat ini yang terbentuk sekitar tahun 1828, sedangkan Kawah Empung tidak aktif lagi.

Satuan geomorfologi perbukitan rendah dan bergelombang menempati sebagian besar lereng kompleks Lokon – Empung, merupakan morfologi yang membentuk

punggungan yang landai serta bergelombang, sudut lerengnya <30°. Batuan pembentuknya berupa piroklastik dan lava. Sebagian besar daerah ini dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.


(20)

Satuan geomorfologi dataran menempati sepanjang pantai bagian Utara, sekitar daerah Malalyang dan dataran tinggi Kakaskasen pada elevasi lebih kurang 800 m. Umumnya digunakan sebagai daerah persawahan dan perkebunan kelapa.

2.3 Struktur Geologi

Berdasarkan penafsiran potret udara dan hasil pengamatan di lapangan, struktur geologi yang berkembang di daerah kompleks Gunung Lokon-Empung dipisahkan menjadi struktur sesar dan struktur kawah.

Ada dua struktur sesar, yaitu Sesar Tatawiran dan Sesar Kinilow. Ciri-ciri adanya sesar yang dapat dijumpai di lapangan adalah adanya kelurusan-kelurusan pada tebing sepanjang lembah yang dilalui oleh sesar, kemudian adanya kelurusan sungai serta terdapatnya mataair panas.

Magma yang cair dan kental serta lebih ringan daripada batuan sekitarnya cenderung terdorong ke atas dan merupakan kisah awal terbentuknya gunungapi. Oleh karena itu, magma yang naik secara tegak akhirnya cenderung mengikuti bidang lemah tersebut. Itu salah satu sebab tanah Minahasa banyak dijumpai kerucut gunungapi.

Pada skala yang lebih sempit dengan melihat strukturnya secara lokal, kompleks Lokon – Empung berbatasan dengan Gunung Tatawiran di sebelah barat dan


(21)

Gunung Mahawu di sebelah timur. Disisi timur Tatawiran dan di sisi barat Mahawu terbentuk sesar yang menyebabkan depresi dan terbentuk struktur graben. Pada jalur sesar tersebut merupakan bidang lemah yang arahnya utara ke selatan dan membelah Lokon– Empung sekaligus merupakan cikal bakal Gunung

Lokon–Empung saat ini (Mulyadi, dkk, 1990).

2.4. Stratigrafi

Batuan tertua yang mendasari seluruh satuan batuan di Kompeks Lokon –

Empung adalah Vulkanik Tondano (To.V), tersingkap di selatan Gunung Lokon, berupa klastika gunungapi kasar, terutama bersifat andesitik, yang dicirikan oleh banyaknya batu apung, tufa, tufa lapili dan breksi ignimbrit sangat padat. Satuan ini diperkirakan sebagai hasil letusan hebat yang terjadi pada saat pembentukan Kaldera Tondano atau pada saat Orogenesa Plio-Pleistosen.

Sebagai akibat adanya orogenesa tersebut, di daerah Minahasa banyak terbentuk struktur dan zona lemah. Pada awal Kuarter di daerah zona lemah inilah bermunculan sumber-sumber erupsi, diantaranya Gunung Tatawiran dan Gunung Mahawu yang masing-masing menghasilkan satuan batuan Vulkanik Tatawiran (Ta.V), sebagian besar berupa lava dan satuan Vulkanik Mahawu (M.V), juga umumya berupa lava andesitik.


(22)

Pada sisi Timur Gunung Tatawiran dan sisi Barat Gunung Mahawu terjadi sesar normal yang berarah Utara-Selatan. Akibat sesar ini di antara kedua gunung tersebut terjadi penurunan/depresi yang membentuk struktur graben. Pada zona lemah inilah kemudian muncul titik-titik erupsi baru yang membentuk kompleks Lokon-Empung.

Fase pertama adalah erupsi pembentukan Bukit Pineleng, menghasilkan batuan Lava Pineleng (Pi.l) dan dilanjutkan dengan erupsi fase kedua yang membentuk Bukit Punuk, menghasilkan Lava Punuk 1 (P.l1) dan Lava Punuk 2 (P.l2). Lava tersebut umumnya bersifat andesitik dengan piroksen sebagai masa dasar.

Fase ketiga adalah erupsi pembentukan Gunung Empung, yang emumnya menghasilkan lava. Satuan batuan ini sebagian tersebar ke arah Timur-Timurlaut. Satuan batuan tersebut dikelompokkan menjadi satuan Lava Empung Tua 1 (ET.l1), Lava Empung Tua 2 (ET.l2), Lava Empung Tua 3 (ET.l3), Lava Empung Tua 4 (ET.l4), Lava Empung Tua 5 (ET.l5), umumnya bersifat andesitik-andesitik basaltik.

Fase keempat pembentukan Gunung Lokon. Pada fase ini terjadi perselingan antara erupsi efusif yang menghasilkan satuan batuan lava dan erupsi eksplosif yang menghasilkan endapan satuan batuan aliran piroklastik dan jatuhan yang penyebarannya sebagian besar ke arah Timur sampai Selatan. Secara berurutan satuan batuan ini terdiri dari satuan batuan Lava Lokon 1 (L.l1), Lava Lokon 2 (L.l2), Aliran Piroklastik Lokon 1 (L.ap1), Lava Lokon 3 (L.l3), Aliran


(23)

Piroklastik Lokon 2 (L.ap2), Lava Lokon 4 (L.l4), Aliran Piroklastik Lokon 3 (L.ap3), Lava Lokon 5 (L.l5), Lava Lokon 6 (L.l6) dan Jatuhan Piroklastik Lokon (L.jp). Satuan batuan Lava Lokon umumnya bersifat andesitik basaltik.

Fase kelima pusat kegiatan kembali lagi ke Gunung Empung, secara berurutan menghasilkan satuan batuan Lava Empung 1 (E.l1), Lava Empung 2 (E.l2), Lava Empung 3 (E.l3), Lava Empung 4 (E.l4), Lava Empung 5 (E.l5), Lava Empung 6 (E.l6) dan diakhiri dengan erupsi yang menghasilkan endapan Jatuhan Piroklastik Empung (E.jp), penyebarannya hanya di sekitar puncak.

Fase keenam terjadi pada tahun 1829 berupa letusan samping (flank eruption) Gunung Lokon dan mengambil tempat pada sadel di antara Gunung Lokon dan Gunung Empung. Pusat erupsi tersebut kini dikenal sebagai Kawah Tompaluan. Fase ini merupakan fase terakhir dan masih berlangsung hingga sekarang. Satuan batuan yang dihasilkan terdiri dari satuan Aliran Piroklastik Tompaluan (T.ap) dan Jatuhan Piroklastik (T.jp). Letusan besar terakhir terjadi pada tahun 1991, menghasilkan endapan aliran piroklastik (awan panas) yang mengalir ke arah Lembah Pasahapen dan jatuhan piroklastik berupa bom, lapili dan abu.

2.5. Aktivitas Vulkanik Dan Karakter Letusan

Gunungapi Lokon merupakan city volcano, yaitu gunungapi yang terletak pada daerah dengan populasi penduduk yang padat, sehingga mempunyai risiko tinggi


(24)

terhadap bahaya letusan gunungapi. Selain itu ditinjau dari frekuensi kejadian letusan, Gunung Lokon termasuk gunungapi dengan frekuensi kejadian erupsi tinggi.

Dalam abad ke 14 pusat letusan kompleks Gunung Lokon – Empung berada di

puncak Gunung Empung. Sejak 1829 titik letusan bergeser ke arah selatan, yaitu di pelana antara puncak Gunung Lokon dan puncak Gunung Empung yang dikenal dengan Kawah Tompaluan. Interval letusan yang pendek antara 1 – 8

tahun, sedangkan interval letusan yang panjang sekitar 64 tahun. Karakter letusan umumnya berupa letusan freatik – freatomagmatik, terkadang diakhiri dengan

letusan magmatik. Pada tahun 1991 terjadi letusan magmatik disertai dengan awan panas yang mencapai jarak luncur sekitar 1,5 km yang mengalir ke lembah Pasahapen. Setelah mengalami masa istirahat selama empat tahun aktivitas Gunung Lokon kembali meningkat. Berawal dengan letusan freatik pada 22 Februari 2011, dan mencapai puncak pada Juli 2011. Karakter letusan pada periode ini masih sama dengan sebelumnya, yaitu letusan freatik –

freatomagmatik


(25)

Tabel 2Sejarah erupsi Gunung Lokon (Data dasar gunungapi Indonesia, 2011)

Tahun Kegiatan

1829 Maret, letusan uap di pelana G. Lokon-G.Empung

1893 29 Maret, lontaran batu dan bom vulkanik selama

beberapa bulan

1930 Agustus, jenis kegiatan tidak diketahui

1942, 1949, 1951-1953 Letusan abu

1958-1959 Letusan abu yang diselingi oleh lontaran batu

1961 Letusan abu

1962, 1965, 1966 Kenaikan kegiatan (tidak diikuti letusan)

1969 27 November, letusan abu dan awan panas ke arah

Kawah Pasahapen

1970 April–Desember, letusan abu

1973 September, peningkatan kegiatan.

1974 28 Januari, letusan abu

1975 Pembentukan sumbat lava

1976 2 Januari, letusan, penghancuran sumbat lava

1977 Maret–September, letusan abu disertai material pijar

1982–1983 Peningkatan kegiatan, hembusan asap kuat dari Kawah

Tompaluan

1986 Letusan abu dan freatik, lahar masuk ke Kawah

Pasahapen.


(26)

1991 Letusan abu dan aliran awan panas, diikuti pembentukan sumbat lava

1993 Peningkatan kegiatan

1997 Letusan freatik, membentuk lubang di dasar Kawah

Tompaluan

2000 7 Juli, terbentuk lubang baru didasar kawah dengan

diameter 7 m, memancarkan sinar api

2001 Januari – Mei, letusan abu disertai lontaran material

pijar

2002 Februari, April, Desember: letusan abu disertai lontaran material pijar yang jatuh kembali di sekitar kawah. 2003 Februari–Maret, letusan abu disertai lontaran material

2007 Desember, peningkatan kegiatan, jumlah gempa

vulkanik meningkat disertai munculnya tremor status SIAGA


(27)

(28)

III. TEORI DASAR

3.1. Gelombang Seismik

Gelombang adalah perambatan suatu energi, yang mampu memindahkan partikel ke tempat lain sesuai dengan arah perambatannya (Tjia, 1993). Gerak gelombang adalah peristiwa perambatan suatu gangguan lokal, terjadinya gangguan pada titik tertentu berarti adanya masukan energi pada titik medium tersebut. Karena itu, gerak gelombang merupakan gerak perambatan energi yang berawal dari lokasi gangguan semula.

Gelombang seismik merupakan gelombang yang menjalar di dalam bumi yang disebabkan karena adanya deformasi struktur di bawah bumi akibat adanya tekanan ataupun tarikan karena sifat keelestistasan kerakbumi. Gelombang ini memebawa energi kemudian menjalarkan ke segala arah di seluruh bagian bumi dan mampu dicatat oleh seismograf (Hendrajaya dan Bijaksana, 1990).

Gelombang seismik dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu gelombang pusat (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave). Gelombang pusat menjalar di dalam bumi sedangkan gelombang permukaan menjalar di permukaan bumi. Jenis gelombang seismik ada dua, yaitu:


(29)

3.1.1. Gelombang Badan (body wave) 1. Gelombang Primer (P)

Gelombang primer atau gelombang kompresi merupakan gelombang badan (body wave) yang memiliki kecepatan paling tinggi dari pada gelombang S. Gelombang ini merupakan gelombang longitudinal partikel yang merambat bolak balik dengan arah rambatnya. Gelombang ini terjadi karena adanya tekanan. Karena memiliki kecepatan tinggi gelombang ini memiliki waktu tiba terlebih dahulu dari pada gelombang S. Kecepatan gelombang P (VP) adalah ± 5 - 7 km/s di kerak bumi, > 8 km/s di dalam

mantel dan inti bumi, ± 1,5 km/s di dalam air, dan ± 0,3 km/s di udara. 2. Gelombang Sekunder (S)

Gelombang s atau gelombnag transversal (shear wave) adalah salah satu gelombang badan (body wave) yang memiliki gerak partikel tegak lurus terhadap arah rambatnya serta waktu tibanya setelah gelombang P. Gelombang ini tidak dapat merambat pada fluida sehingga pada inti bumi bagian luar tidak dapat terdeteksi sedangkan pada inti bumi bagian dalam mampu dilewati. Kecepatan gelombang S (VS) adalah ± 3 - 4 km/s di

kerak bumi, > 4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5 - 3,0 km/s di dalam inti bumi.

3.1.2 Gelombang Permukaan (surface wave) 1. Gelombang Love

Gelombang ini merupakan gelombang yang arah rambat partikelnya bergetar melintang terhadap arah penjalarannya. Gelombang love


(30)

merupakan gelombang transversal, kecepatan gelombang ini di permukaan bumi (VL) adalah ± 2,0 - 4,4 km/s.

2. Gelombang Rayleigh

Gelombang Rayleigh merupakan jenis gelombang permukaan yang memiliki kecepatan (VR) adalah ± 2,0 - 4,2 km/s di dalam bumi. Arah

rambatnya bergerak tegak lurus terhadap arah rambat dan searah bidang datar.

a)

b)

c)

d)

Gambar 6. Ilustrasi gelombang badan : (a)gelombang P dan (b)gelombang S, dan gelombang


(31)

a. Klasifikasi Gempa Gunungapi

Berbagai gempabumi yang diamati oleh pengamatan seismik di gunung berapi aktif dan berbagai memberikan informasi penting mengenai aktivitas gunung berapi. Klasifikasi yang dibuat berdasarkan waveforms, frekuensi, kedalaman fokus ataupun mekanisme sumber.

T. Minakami mengelompokkan gempa berdasarkan bentuk rekaman gempa, perkiraan hiposenternya dan perkiraan proses yang terjadi di dalam tubuh gunungapi (Suantika, 2007).

1. Gempa Vulkanik Dalam (tipe A)

Sumber dari tipe gempa ini terletak di bawah gunungapi pada kedalaman 1 sampai 20 km, biasanya muncul pada gunungapi yang aktif. Gempa tipe A dapat disebabkan oleh adanya magma yang naik ke permukaan yang disertai rekahan-rekahan. Ciri utama dari gempa tipe A ini adalah selisih waktu tiba gelombang Primer (P) dan gelombang Sekunder (S) sampai 5 detik dan berdasarkan sifat fisisnya, gempa ini bentuknya mirip dengan gempa Tektonik.


(32)

2. Gempa Vulkanik Dangkal (tipe B)

Sumber gempa vulkanik tipe B diperkirakan kurang dari 1 km dari kawah gunungapi yang aktif. Gerakan awalnya cukup jelas dengan waktu tiba gelombang S yang tidak jelas dan mempunyai nilai magnitudo yang kecil.

Gambar 8. Contoh rekaman seismik gempa tipe B 3. Gempa Letusan

Gempa letusan disebabkan oleh terjadinya letusan yang bersifat eksplosif. Berdasarkan hasil pengamatan seismik sampai saat ini dapat dikatakan bahwa gerakan pertama dari gempa letusan adalah push-up atau gerakan ke atas. Dengan kata lain, gempa letusan ditimbulkan oleh mekanisme sebuah sumber tunggal yang positif.


(33)

4. Gempa Tremor

Gempa tremor merupakan gempa yang menerus terjadi di sekitar gunungapi, jenis gempa ini dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Tremor Harmonik, getaran yang menerus secara sinusoidal. Kedalaman sumber gempa diperkirakan antara 5 - 15 km dan

b. Tremor Spasmodik, getaran terus menerus tetapi tidak beraturan. Sumber gempabumi diperkirakan mempunyai kedalaman antara 45 -60 km.

Salah satu contoh dari tremor adalah letusan tipe Hawaii yang selalu berulang tiap beberapa detik dan akan berakhir dalam waktu yang cukup lama. Tremor yang ditimbulkan oleh letusan-letusan tersebut selalu berulang-ulang, sehingga dalam seismogram terlihat sebagai getaran yang menerus saling bertumpukan.

Gambar 10. Contoh rekaman seismik gempa Tremor Harmonik

Gambar 11. Contoh rekaman seismik gempa Tremor Spasmodik

Endo, dkk (1981) menggolongkan gempa vulkanik menjadi 2, yaitu high-frequency (HF) dan low-frequency (LF). Penggolongan gempa ini menggantikan gempa vulkanik dangkal (tipe A) dan gempa vulkanik dalam (tipe B). Gempa LF


(34)

dari klasifikasi Endo hampir mirip dengan gempa tipe B pada klasifikasi Minakami (1974), hanya saja mempunyai kedalaman yang lebih dalam dari pada tipe B yaitu sekitar 2-3 km dengan kandungan frekuensinya berkisar antara 1-5 Hz. Sedangkan untuk tipe HF mempunyai kandungan frekuensi lebih dari 5 Hz.

Latter (1979) membuat klasifikasi gempa vulkanik didasarkan pada gunungapi White Island, Selandia Baru. Namun sering kali klasifikasi ini juga diterapkan pada gempa gempa vulkanik yang ada di daerah lain. Latter mengklasifikasikan gempa kedalam dua kelompok besar yaitu tipe vulkanik dan tipe tektonik. Tipe vulkanik dibagi lagi menadi 3 kelompok berdasarkan frekuensinya yaitu :

1. Tipe frekuensi rendah yaitu gempa-gempa yang mempunyai frekuensi kurang dari 2 Hz,

2. Tipe frekuensi sedang yaitu gempa-gempa yang mempunyai frekuensi antara 2-3 Hz,

3. Tipe frekuensi tinggi yaitu gempa-gempa yang mempunyai frekuensi lebih dari 3 Hz..

Gempa gempa yang termasuk dalam tipe frekuensi rendah misalnya gempa tipe B dan gempa letusan yang ada di klasifikasi Minakami (1974). Gempa dengan coda sinusoidal yang panjang (sinusoidal long coda part), yang dikenal sebagai gempa tipe N di Gunungapi Asama (Sawada, 1998) dan gempa Tornillo di Gunungapi Galeras (Gómez dan Torres, 1997; Narvaez, dkk, 1997.), belum ditemukan oleh Minakami (1974), Latter (1979) dan Endo, dkk (1981). Jenis gempa ini ditandai dengan meluruhnya coda secara perlahan dengan bentuk sinusoidal dan dapat


(35)

terlihat seperti monokromatik. Jenis gempa ini disebut "gempa monokromatik". Gempa ini biasanya muncul diikuti oleh osilasi dengan jangka waktu yang panjang. Kemunculan gempa monokromatik menunjukkan aktivitas letusan di gunungapi Galeras (Gómez dan Torres, 1997,. Navárez, dkk, 1997), dan jenis gempa terjadi sebagai precursor terhadap aktivitas letusan di gunung berapi Redoubt (Chouet, 1996).

Yamamoto (1997) dan Iguchi (2001) membuat klasifikasi gempa gunungapi kedalam 4 tipe. Penggolongan ini didasarkan pada studinya mengenai kegempaan di Gunungapi Kuchinoerabujima.

1. Tipe A : Gelombang P dan S dapat dilihat secara jelas dengan frekuensi 8-10 Hz pada spektralnya.

2. Tipe High frequency (HF) : Gelombang S tidak dapat dilihat secara jelas. Mempunyai frekuensi 6-30 Hz.

3. Tipe Low frequency (LF) : Gelombang S tidak dapat dilihat secara jelas, didominasi dengan frekuensi rendah antara 2-4 Hz dan beberapa puncak sub-dominan.

4. Gempa Monokromatik : memperlihatkan adanya peluruhan dibagian coda, mempunyai dua puncak frekuensi yaitu frekuensi rendah dan frekuensi tinggi, dan juga beberapa puncak sub-dominan frekuensi.


(36)

Gambar 12. Waveform gempa pada gunungapi Kuchinoerabujima (Triastuty, 2006)

3.3. Episenter dan Hiposenter

Episenter adalah pusat gempa dengan letak berdasarkan pada peta permukaan dan merupakan proyeksi dari hiposenter ke permukaan bumi. Hiposenter adalah titik awal terjadinya gempa bumi dimana fokus bagian dalam bumi. Sehingga dapat dikatakan bahwa episenter adalah pusat gempa yang diproyeksikan pada permukaan bumi tepat di atas sumber gempanya, sedangkan hiposenter adalah kedalaman pusat gempa dari permukaannya.


(37)

S ∆ E

D f

H

Dengan S = Letak Stasiun E = Letak Episenter

H = Letak Hiposenter Δ = Jarak Stasiun dan Episenter F = Garis Fokus D = Jarak Stasiun ke Hiposenter

3.4. Penentuan Lokasi Sumber Gempa

Banyak metode yang telah dilakukan oleh ahli seismologi untuk menentukan episenter maupun hiposenter dan origin time suatu gempabumi, antara lain:

1. Metode Hiperbola

Metode ini menggunakan data waktu tiba gelombang P dan menganggap bumi sebagai media homogen horizontal. Dengan data interval waktu tiba gelombang P pada setiap dua stasiun dapat dibuat kurva hiperbola, sehingga titik potong dari hiperbola-hiperbola tersebut merupakan episenter gempa. 2. Metode Bola

Metode ini menggunakan data interval waktu interval waktu tiba gelombang P dan S yang dikonversikan ke jarak sebagai jari-jari bola dengan pusatnya di tiap stasiun. Titik potong dari bola-bola tersebut yang ditafsirkan sebagai hiposenter. Metode ini menganggap bumi masih homogen, sehingga menganggap semua gelombang yang datang adalah gelombang langsung.


(38)

3. Metode Tripartit

Metode ini menggunakan tiga stastiun pencatat gempa dengan data interval waktu tiba gelombang P dan S. Metode ini mengalami kesulitan jika ternyata yang datang adalah gelombang refraksi dan medium bumi dianggap homogen. 4. Metoda Lingkaran (Multi Stasiun)

Metoda ini merupakan metoda yang paling sederhana, dimana data yang digunakan adalah data S-P dari setiap kejadian gempa. Metoda ini minimal menggunakan 3 stasiun, tiap stasiun dapat menggunakan lebih dari satu komponen. Perhitungan sumber dan pusat gempa dapat menggunakan metoda stereografis maupun matematik. Penentuan lokasi pusat gempa dengan cara stereografis ini lazim dinamakan lingkaran Apollonius. Dalam pengamatan menggunakan 3 stasiun, harus sudah diketahui nilai kdi daerah pengamatannya yang dianggap sama di semua stasiun. Dengan nilai S-P masing-masing stasiun dapat dibuat lingkaran dengan titik pusat lokasi tiap stasiun dan menggunakan jari-jari.


(39)

Dimana D = Vp . tp tp= D / Vp ……… (3.1)

D = Vs . ts ts= D / Vs ………. (3.2)

Karena Ts > Tp, maka

ts - tp= ………. (3.3)

……….. (3.4)

Dengan : D = jarak sumber gempa

Vp = Kecepatan Gelombang Primer Vs = Kecepatan Gelombang Sekunder Tp = Waktu Tiba Gelombang Primer Ts = Waktu Tiba Gelombang Sekunder 5. Metode Geiger

Metode ini menggunakan data waktu tiba gelombang P dan S, dan disini media bumi tidak lagi harus diandaikan homogen, tetapi diandaikan dari perlapisan horizontal, sehingga memperhitungkan akan adanya gelombang langsung maupun refraksi.


(40)

3.5 Transformasi Fourier

Pada dasarnya Transformasi Fourier adalah pendekatan fungsi kompleks sebagai hasil penjumlahan dari basis fungsi sinusoidal. Basis tersebut dapat memberikan informasi dari sinyal yang dianalisis dalam domain frekuensi dengan domain waktu yang infinitif. Dengan representasi tersebut fourier transform memiliki kekurangan utama, jika diaplikasikan untuk kasus sinyal non-stationary dimana komponen spektralnya sensitif terhadap perubahan waktu (contoh : data spektrum seismik dan geologis, gerak brownian molekul). Dengan Fourier Transform diperoleh informasi spektrum dari sinyal asli dalam domain frekuensi dimana dengan representasi tersebut tidak mengindikasikan lokalisasi frekuensi-waktu dalam bentuk komponen spektral. Transformasi fourier dari suatu fungsi x(t) dinyatakan sebagai:

Fast Fourier Transform

Fast Fourier Transform merupakan cara langsung untuk mendapatkan spektral langsung dari transformasi fourier. Persamaan yang digunakan dalam bentuk diskrit adalah:

Dimana Xmempunyai bagian riil dan imajiner: X( = x1 – ix2 (


(41)

Spektral amplitudonya adalah:

Dan spektral dayanya adalah:

3.6. Sistem Penerima Seismograf

Untuk memperoleh data seismik, instrumentasi yang digunakan adalah seismograf, dan untuk saat ini hampir seluruh Pos Gunungapi di Indonesia menggunaan seismograf yang bekerja dengan sistim RTS (Radio Telemetry System) baik digital maupun analog. Data ditransmitkan ke Pos pemngamatan dengan tenik propagasi gelombang radio. Di Pos data diterima receiver, didemodulasikan oleh diskriminator menjadi tegangan analog kembali, dan direkam ke seismogram dengan galvanometer, ini adalah prinsip RTS analog. Untuk RTS digital prinsipnya hampir sama, hanya pada transmiter, data yang dimodulasikan sudah berupa data-data digital. Tentunya dengan mengubah data analog seismometer menjadi digital menggunakan ADC (Analog to Digital Converter).

Berbeda dengan seismograf analog yang amplituda rekaman gelombangnya dalam satuan milimeter (mm), amplitudo rekaman gelombang seismik digital tidak memiliki satuan. Namun untuk memperoleh satuan dari amplitudo rekaman seismik digital maka perlu dilakukan konversi terlebih dahulu. Konversi yang


(42)

dilakukan bergantung spesifikasi alat yang digunakan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konversi amplituda rekaman seismik digital adalah:

1. Sensitivitas alat

Setiap seismograf memiliki sensitivitas yang berbeda-beda, bergantung pada jenis dan tipenya. Contoh:

 LS-1 Ranger memiliki sensitivitas 345 V/(m/s) dan frekuensi alami alat 1 Hz

 L4-C memiliki sensitivitas 300 V/(m/s) dan frekuensi alami alat 1 Hz  L 22 memiliki sensitivitas 77 V/(m/s) dan frekuensi alami alat 2 Hz 2. Perbesaran alat

3. Nilai digital dari rekaman Datamark LS 7000

Pada Datamark LS 7000, 1 digit = 2.4445 x 10-6Vm/s. Jadi, harga konversi amplituda digital adalah:


(43)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, di dapatkan kesimpulan sebagai berikut. 1. Gempa vulkanik dangkal terletak pada kedalaman 0,5 s.d -1,5 km, berdurasi 3

s.d 16 detik dengan frekuensinya berkisar 4 Hz s.d 18 Hz.

2. Gempa vulkanik dalam terletak pada kedalaman -1 s.d -6 km, berdurasi antara 6 s.d 20 detik dengan frekuensinya berkisar 6 Hz s.d 13 Hz.

3. Gempa long periode yang ditemukan adalah dua gempa monokromatik low frequency pada kedalaman -1,5 s.d -2 km yang mempunyai dua puncak frekuensi di setiap stasiunnya yaitu frekuensi dominan dan sub-dominan. Frekuensi dominan pada gempa monokromatik berkisar 2,88 Hz s.d 4,88 Hz dan frekuensi sub-dominan berkisar 5,04 Hz s.d 8,7 Hz.

4. Gempa tektonik berdurasi 50 s.d 470 detik dengan frekuensi 1 s.d 6 Hz

5. Peningkatan gempa vulkanik yang terjadi menunjukkan adanya aktivitas magmatik yang menandakan akan terjadi erupsi.


(44)

6.2. Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian seismik terpadu dan berkelanjutan agar hasil penelitian ini bisa dijadikan refrensi untuk tanggap darurat (mitigasi bencana).


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Bolt, B.A . 1982. Inside In The Earth: evidance From Earthquakes. Freman. San Fransisco.

Chouet, B. 1985. Excitation of a buried magmatic pipe: a seismic source model for volcanic tremor. J. Geophys. Res., 90, B2, 1881-1893.

Chouet, B. 1986. Dynamics of a fluid-driven crack in three dimensions by the finite difference method. J. Geophys. Res., 91, 13,967-13,992.

Chouet, B. 1992. A seismic model for the source of long-period events and harmonic tremor. In Volcanic Seismology, IAVCEI Proceeding in Volcanology 3, Springer-Verlag, 133-156.

Chouet, B. 1996. Long-period volcano seismology: its source and use in eruption forecasting. Nature, 380, 309-316.

Endo, E. T. 1981. Locations, magnitudes and statistics of the March 20-May 18 earthquake sequence. U. S. Geological Survey Professional Paper, 1250, 93-107.

Gunawan, H.,. 2009. Laporan penelitian: Studi geofisika Gunungapi Lokon berdasarkan pengolahan deformasi dan seismik. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung

Gómez M., Torres C., R.A. 1997. Unusual low-frequency volcanic seismic events with slowly decaying coda waves observed at Galeras and other volcanoes. J. Volcanol. Geotherm. Res., 77, 173-19.

Haerani, N., Gunawan, H., Kristianto, Kushendratno, Wittiri, S.R. 2010. Studi Terpadu seismik dan deformasi di Gunung Lokon, Sulawesi Utara, Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Volume 1 No. 3, Desember 2010.

Haerani, Nia. 2012. Disertasi: Rekonstruksi Kantung Magma Gunung Api Lokon – Sulawesi Utara Berdasarkan Merode GPS. Institu Teknologi Bandung. Bandung

Iguchi, M dan Yamamoto, K. 2001. Characteristic of volcanic earthquakes at Kuchierabujima volcano, geophysical and geochemical joint observation 2000. Kyoto University. Kyoto

Iguchi, M. 2002. Report of intensive integrated observation at Sasuma-Iwojima and Kuchierabujima : Volcanic activity of Kuchierabujima. Japan.


(46)

Kristianto,. 1996. Laporan Evaluasi Visual dan Seismik G. Lokon 1995. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung

Kristianto, Solihin, A. 2008. Peningkatan gempa vulkanik G. Lokon Desember 2007. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung

Kristianto dan Gunawan H,. 2012. Gejala Awal Letusan Gunung Lokon Februari 2011 - Maret 2012. Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung.

Kusumadinata, K., Ed. 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Direktorat Vulkanologi. Bandung

Lay, T. dan Wallace, TC. 1995. Modern Global Seismology. Academic Press. San Diego.

Lecuyer, F. 1995. Volcanic hazards related to Tondano Caldera, North Sulawesi – Indonesia. Per. Mineral, 64, 201-203

Lecuyer, F. 1995. Active tectonic of North East Sulawesi (Indonesia) and structural control of the Tondano Caldera. 1997. Earth and Planetary Sciences., Serie II, 325, No.8. Elsevier Publ.

Minakami, T. 1974 Seismology and volcanoes in Japan. In Physical Volcanology (eds. Civetta, L., Gasparini, P., Luongo, G., Rapolla, A.). Elsevier. Amsterdam.

Mulyadi., D. 1990. Laporan Pemetaan Geologi G. Lokon Empung, Sulawesi Utara. Direktorat Vulkanologi. Bandung

Narváez M., L.1997. ‘Tornillo’-type seismic signals at Galeras volcano, Colombia, 1992-1993, J. Volcanol. Geother. Res., 77, 159-171.

Nishimura, T., Iguchi, M. 2011. Volcanic Earthquakes and tremor in Japan. Kyoto University Press. Japan.

Sawada, M. 1998. The source mechanism of B-type and explosion earthquakes and the origin of N-type earthquakes observed at Asama volcano, central Japan. Bull. Earthq. Res. Inst., Univ. Tokyo, 73, 155-265.

Suratman, S.S. 1981. Sistem Pengamatan, Analisa Gempa dan Hubungannya dengan Gunungapi Tingkat Kegiatan Gunungapi. Direktorat Vulkanologi. Bandung


(47)

Triastuty, H., 2009. Journal of Volcanology and Geothermal Research : Temporal change of characteristics of shallow volcano-tectonic earthquakes associated with increase in volcanic activity at Kuchinoerabujima Volcano,. Elsevier. Japan

Wittiri, S.R. 1991. Letusan Gunung Lokon 1991. PVMBG. Bandung

Wittiri, S.R. dan Haerani, N. 2006. Kawah Tompaluan, Gunung Lokon Sedang Dalam Proses Amblas. Bulletin Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung.

Wysession, SSM. 2003. An Introduction to Seismology, Earthquakes, and Earth Structure. Blackwell Publishing. United Kingdom.

Yamamoto, K.,. 1997. Increase in seismic activity in 1996 at Kuchierabujima volcano. Ann. Disas. Prev. Res. Inst. Kyoto University., 40B, 39-47 (in Japanese with English abstract)

Yusep, Hidayat. 2007. Laporan Penyelidikan Geofisika G. Lokon – Sulawesi Utara. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung


(48)

EMP KIN SEA TTW WLN (Z) WLN (N) WLN (E) EMP KIN SEA TTW WLN (Z) WLN (N) WLN (E)

1 02/04/2012 10:33:40.017 61.20 73.68 79.10 79.10 79.11 3.32 5.27 3.90 3.14 4.40 TL

2 03/04/2012 18:29:02.218 57.78 58.08 57.86 57.96 58.03 56.63 1.26 1.07 1.17 2.24 2.24 2.24 TL

3 01:57:08.197 118.14 103.75 105.36 118.67 100.01 106.58 2.57 2.62 2.84 2.64 3.99 3.87 TL

4 02:57:37.762 117.03 96.55 96.92 103.09 102.08 102.05 4.01 6.46 3.99 4.12 4.12 4.94 TJ

5 11/04/2012 20:45:37.406 292.35 199.96 172.43 176.51 173.40 2.73 2.87 2.92 4.48 3.91 TJ

6 19/04/2012 00:00:19.730 15.73 17.94 19.59 19.74 20.50 6.61 5.97 6.45 5.97 5.85 Va

7 08:16:31.820 8.82 7.4 6.28 11.68 5.62 Vb

8 21:00:59.210 468.71 359.62 297.01 1 1 1.84 TJ

9 07:29:26.460 6.13 5.49 7.33 12.64 11.86 11.36 Vb

10 07:32:48.917 4.09 5.68 15.92 15.77 Vb

11 07:37:12.876 4.95 5.14 11.53 16.72 Vb

12 07:43:10.007 4.59 4.22 11.58 11.82 Vb

13 07:48:06.450 4.58 4.2 10.35 10.27 Vb

14 07:51:46.359 6.73 4.85 10.27 10.27 Vb

15 07:52:26.890 4.69 4.89 10.27 9.57 Vb

16 07:53:47.532 4.87 4.42 10.21 9.98 Vb

17 07:58:00.554 4.71 5.01 12.71 12.43 Vb

18 08:26:15.952 5.93 4.44 Vb

19 08:26:50.784 4.39 3.6 Vb

20 08:45:26.352 4.79 3.72 11.61 12.19 8.12 Vb

21 09:11:23.397 5.56 5.31 10.91 9.98 Vb

22 09:15:46.738 6.27 7.69 11.47 12.05 Vb

23 09:32:12.367 6.19 5.03 11.51 12.13 Vb

24 09:33:08.136 111.41 114.27 113.5 1.29 1.26 1.25 TJ

25 13:43:52.384 5.67 4.85 12.05 12.17 Vb

26 13:48:42.158 9.63 12.18 9.09 6.38 Va

27 05/05/2012 11:58:45.422 6.06 4.8 11.58 12.05 Vb

28 08:56:37.548 7.36 6.86 12.71 12.42 Vb

29 12:31:12.508 6.09 6.08 10.35 10.35 Vb

30 12:56:09.005 6.19 5.68 15.53 11.66 12.25 3.45 Vb

31 07/05/2012 09:23:12.067 6.42 7.27 11.64 12.08 Vb

32 08/05/2012 07:53:37.334 8.36 8.96 13.78 11.61 12.15 5.26 Vb

04/04/2012

01/05/2012

02/05/2012

04/05/2012

06/05/2012

NO. TANGGAL WAKTU GEMPA


(49)

35 10:11:42.232 7.11 8.38 7.7 11.53 14.40 Vb

36 17:25:10.126 9.63 9.09 13.52 11.52 11.64 12.42 6.36 Va

37 19:53:23.001 5.62 5.52 7.41 7.41 11.58 12.08 Vb

38 05:55:39.906 17.72 18.04 18.91 20.15 21.16 12.76 12.13 7.99 6.15 5.58 Va

39 13/05/2012 08:45:15.878 12.04 13.45 14.09 12.67 13.08 10.66 11.97 9.34 9 9.40 Vb

40 15/05/2012 07:02:31.044 15.64 15.31 18.29 18.24 18.35 11.65 8.20 6.17 5.28 6.13 Va

41 17:05:17.214 6.45 7 12.21 11.54 Va

42 17:09:31.323 6.99 5.64 12.21 14.95 Vb

43 21:22:16.251 12.3 9.52 11.54 11.93 Vb

44 23:53:21.583 14.15 11.54 12.72 12.15 Va

45 00:01:04.641 6.65 5.33 11,612 11.84 Va

46 00:05:01:662 7.13 6.02 12.27 12.07 Vb

47 00:07:12.041 6.46 7.72 12.23 11.65 Vb

48 00:42:13.387 12.17 11.95 11.32 11.66 6.29 11.89 Va

49 01:01:20.856 9.8 12.33 9.54 11.58 12.17 11.82 Vb

50 01:06:38.826 6.42 6.64 4.16 11.62 11.82 12.09 Vb

51 01:11:37.982 7.81 6.21 11.62 11.51 Vb

52 01:13:53.681 4.7 5.29 11.58 11.66 Vb

53 01:14:33.717 5.92 4.3 11.62 11.24 Vb

54 03:03:25.699 6.16 4.1 11.58 12.05 Vb

55 04:18:15.616 6.86 5.17 12.21 12.01 Vb

56 04:18:47.476 8.89 7.7 12.84 11.97 Va

57 04:25:51.692 7.44 5.71 11.51 11.93 Vb

58 05:25:23.699 5.16 4.61 12.46 11.02 Vb

59 05:43:53.050 6.72 5.23 15.52 17.13 Vb

60 05:55:47.904 6.34 7.95 17.13 11.39 Vb

61 07:36:52.342 7.43 6.89 12.58 16.67 Va

62 07:41:48.695 4.52 4.32 12.67 12.11 Vb

63 07:41:56.272 5.82 6.39 13.66 12.58 Vb

64 07:42:33.550 6.17 7.63 18.34 17.18 Vb

65 07:49:09.423 8.98 5.33 15.24 16.76 Vb

66 07:52:00.350 8.36 7.53 12.05 15.64 Vb

67 07:53:40.707 7.39 7.29 11.68 12.11 Vb

12/05/2012

16/05/2012

GEMPA FREKUENSI (Hz)

NO. TANGGAL WAKTU DURASI (detik)


(50)

70 08:27:17.734 6.61 6.05 10.15 10.15 Vb

71 08:37:08.104 7.80 6.78 11.71 11.71 Vb

72 08:41:06:295 7.89 8.56 12.75 12.30 Vb

73 08:43:01.751 11.11 9.96 12.51 12.11 Va

74 08:56:56.913 7.7 5.67 12.81 11.34 Va

75 09:03:59.476 4.74 5.21 11.71 11.92 Vb

76 09:11:46.735 7.50 8,164 10.55 10.08 Vb

77 09:17:44.594 10.42 10.23 12.81 12.23 Va

78 09:18:46.796 6.67 6.61 12.39 12.07 Va

79 09:24:31.877 11.95 10.79 10.94 11.35 Va

80 09:34:20.004 6.84 5.72 11.62 12.08 Vb

81 09:41:08.630 7.26 4.75 11.51 11.99 Vb

82 09:43:53.209 4.87 4.81 11.56 11.49 Vb

83 09:44:16.862 6.05 8.89 12.31 11.88 Vb

84 09:46:03.126 151.49 142.95 154.12 138.42 1.95 4.18 1.95 3.35 TJ

85 10:04:01.187 9.45 11.02 11.57 11.92 Vb

86 10:16:27.407 19.46 10.37 11.76 11.57 Va

87 10:17:35.002 10.37 10.22 11.53 11.72 Va

88 10:23:31.068 5.69 4,907 12.03 12.31 Vb

89 10:41:52.608 7.63 4.75 11.65 11.85 Vb

90 11:01:45.220 8.07 4.42 11.53 11.98 Va

91 11:03:23.320 7.04 4.33 11.65 12.10 Vb

92 11:18:03.170 12.97 14.38 20.52 18.81 11.51 7.43 10.15 4.30 Va

93 11:47:26.746 7.37 9.18 7.95 10.27 12.07 7.03 11.31 8.20 Vb

94 12:01:44.893 6.66 6.55 12.56 12.31 Vb

95 12:14:06.353 5.36 7 5.58 12.22 12.15 10.55 Vb

96 12:19:45.360 5.71 7.92 8.73 12.64 12.15 8.23 Vb

97 12:21:05.010 8.31 8.40 12.89 12.15 Vb

98 12:44:54.129 4.95 4.58 10.54 11.72 Vb

99 12:46:03.153 9.01 8.99 12.68 16.01 Vb

100 13:06:19.739 8.49 8.38 12.11 14.89 Va

101 13:09:02.400 6.43 5.67 12.47 11.59 Vb

102 13:22:04.693 7.23 6.15 12.76 11.99 Vb

17/05/2012


(51)

105 15:47:29.790 10.59 10.26 9.33 11.16 15.40 8.02 17.07 8.02 Vb

106 16:22:51.570 6.06 5.59 11.47 12.13 Vb

107 16:29:34.177 7.24 5.98 11.57 12.07 Vb

108 17:57:39.484 7.03 4.68 12.17 12.71 Vb

109 18:13:29.790 8.57 10.06 12.72 12.17 Vb

110 18:34:01.522 5.71 6.41 10.25 6.83 11.98 Vb

111 18:35:28.092 14.00 15.42 17.43 11.72 6.27 12.19 Va

112 18:42:58.638 7.85 6.51 11.61 11.84 Va

113 18:46:25.361 5.32 5.09 11.61 10.15 Vb

114 18:46:41.576 4.76 5.01 18.19 16.81 Vb

2.88 2.88 2.88 5,043 5,043 5,043

116 20:38:23.683 7.6 7.88 10.32 11.49 Vb

117 20:43:49.945 7.31 7.47 11.20 10.40 Vb

118 20:48:08030 7.08 8.3 12.31 16.81 Vb

119 21:11:07.086 7.63 7.09 12.14 12.11 Vb

120 21:12:47.173 7.15 6.91 12.68 10.18 Vb

121 05:35:57.530 7.98 10.76 9.26 10.35 6.85 12.10 Vb

122 09:22:49.194 8.11 560 6.34 11.72 12.15 Vb

123 07:24:58.691 9.38 8.46 11.53 16.87 Va

124 08:02:32.573 15.47 13.55 16.2 11.72 12.15 Vb

125 09:36:49.095 6.38 7.31 18.13 15.90 Vb

126 09:39:15.326 8.74 5.49 7.34 11.72 12.07 Vb

4.88 4.88 4.88

8.7 8.7 8.7

128 07:16:05.782 6.97 6.51 11.61 12.15 Vb

129 07:16:33.805 7 7.03 11.80 12.11 Vb

130 10:27:34.841 7.07 6.96 10.48 11.53 12.19 5.66 Vb

131 17:48:12.187 7.64 7.73 11.02 12.92 12.10 5.57 Vb

132 19:48:52.658 7.04 8.42 7.9 11.53 6.85 12.11 Vb

133 21:16:43.885 6.99 8.03 14.36 11.57 11.95 8,422 Vb

134 26/05/2012 10:04:54.336 9.02 9.03 11.57 12,157 Vb

19/05/2012

115 19:13:25.656 52.8

127 Monokrom 35.44 Monokrom 25/05/2012 18/05/2012 50.09 57.16 32.49 23/05/2012 23:27:21.043 42.36


(52)

(53)

(54)

9) 10) 11) 12)


(55)

(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

(61)

(62)

(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)