PERSEPSI MASYARAKAT BALI TERHADAP TRADISI OGOH-OGOH DI KAMPUNG RAMA UTAMA KECAMATAN SEPUTIH RAMAN KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

ABSTRAK
PERSEPSI MASYARAKAT BALI TERHADAP TRADISI OGOH-OGOH
DI KAMPUNG RAMA UTAMA KECAMATAN SEPUTIH RAMAN
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh:
Ni Made Marinasari
Ogoh-Ogoh merupakan salah satu tradisi yang berasal dari Bali, yang sampai saat
ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Bali di kampung Rama Utama
Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah. Terdapat fenomena
yang menarik pada pelaksanaan tradisi Ogoh-Ogoh dan bentuk Ogoh-Ogoh yaitu
adanya keyakinan bahwa Ogoh-Ogoh hanya diarak mengelilingi desa, atau keluar
dari desa pada satu hari menjelang hari raya Nyepi, pada pukul 16.00 sampai
dengan selesai namun, seiring berjalannya waktu, Ogoh-Ogoh kini diarak sebelum
waktunya untuk di perlombakan, selain itu ada berbagai variasi bentuk OgohOgoh yang dibuat sebagai ajang mengembangkan kreatifitas muda-mudi, yaitu
dalam mengkreasikan bentuk Ogoh-Ogoh, dari Ogoh-ogoh simbol Bhuta Kala
dengan berbagai versinya, dan Ogoh-Ogoh sebagai sarana untuk menumpahkan
protes.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah
persepsi
masyarakat Bali terhadap tradisi Ogoh-Ogoh di Kampung Rama Utama
Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah. Berdasarkan rumusan

masalah di atas, Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian
ini yaitu untuk mengetahui dengan jelas, persepsi masyarakat Bali terhadap tradisi
Ogoh-Ogoh di Kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten
Lampung Tengah. Penulis menggunakan metode deskriptif, dengan teknik
pengumpulan data melalui angket, dokumentasi, dan kepustakaan serta
menganalisis data dengan teknik kualitatif.
Berdasarkan angket yang dibagikan kepada 68 responden dapat disimpulkan
bahwa persepsi masyarakat Bali terhadap tradisi Ogoh-Ogoh di kampung Rama
Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah adalah persepsi
yang positif, dimana masyarakat Bali dapat menggambarkan segala pengetahuan
atau tanggapannya, yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya.

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamnnya
serta menjadi kerangka landasan bagi terwujudnya kelakuan (Soerjono Soekanto, 1981 :
238). Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah keseluruhan sistem, tindakan dan hasil

karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia
dengan cara belajar. Mengingat kebudayaan adalah tumpahan ekspresi hidup manusia
maka budaya itu mesti dilestarikan keberadaannya dengan baik di tengah masyarakat.
Kalau budaya adalah rasa, cipta, dan karsa manusia maka untuk hasil dari budaya itulah
yang dinamakan dengan kebudayaan ( Koentjaraningrat 1964:12).
Beragamnya budaya yang dimiliki oleh Indonesia, juga dimiliki oleh provinsi Lampung
yang merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia sehingga menjadikannya daerah
yang tergolong majemuk. Ada tradisi yang berusaha dipertahankan, ada pula tradisi yang
lambat laun menjadi luntur, bahkan melakukan penyesuaian kebudayaan nasional.
Wilayah Lampung merupakan daerah penempatan transmigrasi yang penduduknya cukup
majemuk. Sebagai daerah yang strategis, maka tidak heran daerah ini menjadi sebuah
tempat pertemuan berbagai suku dan bangsa serta berinteraksi tinggi, dimana setiap suku

tersebut mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda antara suku satu dengan suku lainnya
baik dari segi adat istiadat, tradisi dan kepercayaan.
Suku Bali adalah salah satu suku di Indonesia, suku Bali juga tersebar di beberapa wilayah
Indonesia salah satunya yaitu wilayah Lampung. Di Bali masyarakat suku Bali termasuk
masyarakat yang terbuka dan bertoleransi tinggi yang terkenal dengan keramahan dan
kesantunanya. Masyarakat Hindhu di Bali tidak menutup diri dari pengaruh luar namun
tetap berpegang teguh dengan kebudayaannya dan religius. Masyarakat suku Bali selalu

menjunjung

konsep Desa Kala Patra, maksudnya masyarakat suku Bali selalu

menyesuaikan sesuatu dengan keadaan, waktu dan tempat, yang disesuaikan dengan
peraturan desa atas kesepakatan bersama. Begitu juga, saat melangsungkan sebuah
upacara, masyarakat suku Bali sangat menjunjung tinggi kekerabatan.
Bhuta Yadnya adalah suatu korban suci yang bertujuan untuk pembersihan tempat
(alam) dari ganguan dan pengaruh-pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh para
Bhuta Kala dengan maksud untuk menetralisir atau menghilangkan sifat-sifat buruk
yang ada padanya, sehingga sifat yang baik dan kekuatannya dapat berguna bagi
kesejahteraan umat manusia dan alam (Ni Made Sri Arwati, 2008:25).
Dalam buku Catur Yadnya, Bhuta Yadnya adalah suatu korban suci yang bertujuan untuk
membersihkan tempat (alam beserta isinya), dan memelihara serta memberi Penyupatan
kepada para Butha Kala dan makhluk-makhluk yang dianggap lebih rendah dari manusia
seperti peri, jin,setan, binatang, dan sebagainya ( Upada Sastra,1996 : 7).
Salah satu bentuk upacara Bhuta Yadnya yang sering dilakukan oleh masyarakat Bali,
khususnya yang berada di kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten
Lampung Tengah adalah upacara Tawur Ka Sanga. Dalam upacara tersebut terdapat tradisi


yang masih dilakukan yaitu tradisi Ogoh-Ogoh pada masyarakat Bali di kampung Rama
Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
Dalam upacara kegiatannya ada beberapa tahapan (proses) yang harus dilaksanakan. Sama
halnya dengan dilaksanakannya tradisi Ogoh-Ogoh, ada persyaratan atau tata cara yang
harus

dilakukan,

adapun

tahapannya

yaitu

pembuatan

Ogoh-Ogoh,

Pecaruan,


persembahyangan bersama, Pemelapasan atau Pasupati, persyaratan tersebut harus
dilakukan karena di dalam pelaksanaan tradisi Ogoh-Ogoh terkandung suatu makna yaitu
sebagai lambang keseimbangan alam semesta beserta isinya. Rangkaian upacara tersebut
menimbulkan berbagai persepsi pada masyarakat Bali terhadap tradisi Ogoh-Ogoh.
Selain hal tersebut daya tarik lainnya dari Tradisi Ogoh-Ogoh adalah pada awalnya OgohOgoh hanya diarak mengelilingi desa, atau keluar dari kampung pada satu hari menjelang
hari raya Nyepi yaitu sekitar pukul 16.00 sampai dengan selesai yang disebut Pengerupuk
dan melalui proses Pemelapasan, namun, seiring berjalannya waktu, Ogoh-Ogoh tidak
hanya sebagai pelengkap upacara Tawur Ka Sanga, tetapi sebagai ajang mengembangkan
kreatifitas muda-mudi dalam mengkreasikan bentuk Ogoh-Ogoh, hasil kreatifitas itu di
wujudkan dengan memperlombakan Ogoh-Ogoh dengan berbagai desa.
Masyarakat Bali yang melaksanakan tradisi Ogoh-Ogoh memiliki persepsi yang berbeda
mengenai tradisi tersebut. Menurut Wiji Suwarno persepsi merupakan proses informasi
dalam diri kita untuk mengenali atau membuat kita menjadi tahu dan mengerti hal-hal
yang kita hadapi
(Wiji Suwarno, 2009:52).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik meneliti persepsi masyarakat Bali
terhadap tradisi Ogoh-Ogoh di Kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah.


B.Analisis Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat di identifikasikan masalahnya sebagai
berikut:
1. Tata cara dilaksanakannya tradisi Ogoh-Ogoh pada masyarakat Bali di Kampung Rama
Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
2. Makna pelaksanaan tradisi Ogoh-Ogoh pada masyarakat Bali di Kampung Rama Utama
Kecamatan Seputih Raman Kabupataen Lampung Tengah.
3. Persepsi masyarakat Bali terhadap tradisi Ogoh-Ogoh di Kampung Rama Utama
Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah .
2. Batasan Masalah
Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah di atas, maka
batasan masalahnya yaitu Persepsi masyarakat Bali terhadap Tradisi Ogoh-Ogoh di Kampung
Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah persepsi masyarakat Bali terhadap

Tradisi Ogoh-Ogoh di Kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten
Lampung Tengah?

C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis
dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Persepsi masyarakat Bali terhadap Tradisi OgohOgoh di Kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah .
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada penulis khususnya dan
masyarakat pada umumnya bahwa Tradisi Ogoh-Ogoh

mampu dikenal dan dicintai

sebagai kebudayaan daerah Bali.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat, pemukapemuka adat, agar dapat tetap mempertahankan serta mengembangkan budaya bangsa
yang kita miliki khususnya Tradisi Ogoh-Ogoh.
3. Memberikan informasi dan menambah wawasan bagi para pembaca mengenai Persepsi
masyarakat Bali terhadap Tradisi Ogoh-Ogoh di Kampung Rama Utama Kecamatan
Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
3. Ruang Lingkup Penelitian
Pada ruang lingkup yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Persepsi Masyarakat Bali
terhadap Tradisi Ogoh-Ogoh di Kampung


Rama Utama Kecamatan Seputih Raman

Kabupaten Lampung Tengah dan objek penelitian adalah Masyarakat Kampung Rama Utama
Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini dilakukan di
Kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah. Waktu
penelitian adalah tahun 2012, dan bidang ilmu ini termasuk dalam bidang Budaya, karena
yang menjadi kajiannya adalah masyarakat dan kebudayaannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan untuk mendapatkan konsep yang tepat, sehingga dapat
digunakan sebagai landasan teori terhadap penelitian yang akan dilakukan. Dalam
penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dapat dijadikan landasan teori.
Adapun konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Konsep Upacara
Upacara mempunyai fungsi sosial yang penting yaitu menyatakan kepada khalayak
ramai tingkat hidup baru yang dicapai individu
(Depdikbud, 1981/1982: 124).

Upacara menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah :
1. Tanda-tanda kebesaran (seperti payung kerajaan).
2. Peralatan (menurut adat istiadat) rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat
pada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama.
3. Perbuatan atau perayaan yang dilakukan diadakan sehubungan dengan peristiwa
penting (seperti pelantikan pejabat, pembukaan gedung baru) (Depdikbud, 1988
: 994 ).
Sedangkan, Koentjaraningrat membedakan upacara menjadi 2 , yaitu :
1.

Upacara bersifat pemisah atau peralihan.

2. Upacara bersifat Integrasi dan pengukuhan

( Koentjaraningrat, 1985: 34 ).
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud upacara
adalah suatu perbuatan atau perayaan yang dilakukan dengan suatu tindakan yang
terikat pada aturan-aturan

menurut adat istiadat dan agama pada suatu peristiwa


penting.
2. Konsep Persepsi
Menurut Yusmar Yusuf, persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan,

bagaimana

cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam artian luas ialah pandangan atau
pengertian tentang bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Yusmar
Yusuf, 1989:108). Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan persepsi
adalah proses penginderaan yang disatukan dan dikoordinasikan di dalam pusat syaraf
(otak) sehingga manusia bisa mengenali dan menilai objek-objek (Sarlito Wirawan
Sarwono, 1992: 45).
Menurut Bimo Walgito, persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses
penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
indera atau juga yang disebut proses sensoris (Bimo Walgito, 2010:99).
Persepsi menurut Jalaluddin Rakhmat adalah proses tahu atau mengenali objek
dan kejadian objektif dengan bantuan indera. Persepsi merupakan suatu proses
yang didahului oleh penginderaan, yaitu proses yang berwujud diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat reseptornya dan diteruskan ke pusat susunan

syaraf yaitu otak, sehingga individu dapat mempersepsi apa yang ia lihat, ia
dengar,dan sebagainya. Persepsi manusia tergantung pada apa yang ia harapkan,
pengalaman, motivasi. Pengalaman, pengharapan, motivasi dan emosi turut pula
menetukan persepsinya. Persepsi merupakan proses yang antara satu orang
dengan orang lain sifatnya berbeda ( individualistik ), sehingga dengan persepsi
individu dapat menyadari, mengerti tentang keadaan lingkungan di sekitarnya dan

juga tentang keadaan diri individu yang bersangkutan. Persepsi merupakan
pandangan, pengamatan, atau tanggapan seseorang terhadap benda, kejadian,
tingkah laku manusia atau hal-hal yang diterimanya sehari-hari
(Jalaluddin Rakhmat, 1986 : 57 ).
Menurut Mar’at “persepsi adalah suatu pengamatan yang berasal dari komponen
kognitifnya, persepsi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pengalaman,
faktor proses belajar, faktor cakrawala, faktor pengetahuan dan lain-lain” (Mar’at,
1981:22).
Berdasarkan pengertian konsep di atas persepsi adalah proses tahu, sadar atau
mengenali objek dengan bantuan indera, sehingga individu dapat mengerti dan
menyadari keadaan lingkungan sekitar dan keadaan dirinya. Proses penginderaan ini
membuat seseorang itu tahu, dan mengerti, yang biasanya diperoleh dari pengalaman
sehingga ia bisa memberikan penilaian mengenai objek tertentu, atau dapat memberikan
persepsi mengenai hal tertentu.
Maka dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui persepsi masyarakat Bali terhadap
tradisi Ogoh-Ogoh, yang di peroleh melalui pengalaman panca imderanya.

2.1. Pembentukan Persepsi dan Faktor yang Mempengaruhinya
Proses persepsi terjadi karena banyaknya rangsangan yang ada pada individu,
karena rangsangan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi adanya
persepsi. Menurut Bimo Walgito faktor-faktor lain yang berperan terhadap adanya
persepsi yaitu:

1. Obyek yang dipersepsikan, obyek akan menimbulkan stimulus yang mengenai
alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang
mempersepsikan, tetapi juga dapat datang dari dalam individu.
2. Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf merupakan alat untuk menerima
rangsangan yang diteruskan oleh syaraf sensorik untuk diterima dan diolah di
pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran.
3. Adanya perhatian terhadap obyek merupakan langkah pertama dalam
mengadakan persepsi, karena tanpa ada perhatian maka tidak akan ada persepsi
(Bimo Walgito,2004: 89-90).
2.2. Bentuk- Bentuk Persepsi
Dalam buku Mifta Toha, Irwanto mengkategorikan bentuk-bentuk persepsi menjadi
dua hal, yaitu:
1. Persepsi positif, yaitu persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan
atau tanggapan yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya.
2. Persepsi negatif, yaitu menggambarkan segala pengetahuan dan tanggapan
yang tidak selaras dengan obyek yang dipersepsi, hal ini akan diteruskan
dengan kepasifan atau menolak dan menentang obyek yang dipersepsi
(Mifta Toha, 1990: 140).
Dari definisi di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam menerima suatu
stimulus kemampuan manusia sangatlah terbatas, sehingga manusia tidak mampu
memproses seluruh stimulus yang ditangkapnya, artinya meskipun sering disadari,
stimulus yang akan dipersepsikan adalah stimulus yang mempunyai relevansi dan
bermakna baginya.
Dengan demikian dapat diketahui ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat
positif dan negatif.
1. Persepsi Positif

yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan menuju pada suatu
keadaan dimana subjek yang mempersepsikan cenderung menerima obyek
yang ditangkap karena sesuai dengan pribadinya.
2. Persepsi Negatif
Persepsi negatif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu obyek dan
menunjukan pada keadaan dimana subyek yang mempersepsikan cenderung
menolak obyek yang ditangkap karena tidak sesuai dengan pribadinya.
2.3. Jenis-jenis persepsi
Menurut Bimo Walgito jenis-jenis persepsi berdasarkan panca indera yaitu
sebagai berikut :
1. Persepsi melalui indera penglihatan

Mata hanyalah merupakan salah satu alat atau bagian yang menerima
stimulus, dan stimulus ini dilangsungkan oleh syaraf sensoris ke otak, hingga
akhirnya individu dapat menyadari apa yang dilihatnya Persepsi melalui
indera pendengaranDalam pendengaran individu dapat mendengar apa yang
mengenai reseptor sebagai suatu respons terhadap stimulus tersebut. Kalau
individu dapat menyadari apa yang didengar, dan terjadilah suatu pengamatan
atau perepsi.
2. Persepsi melalui indera pencium
Stimulusnya berwujud benda-bendayang bersifak khemis atau gas yang
menguap, dan mengenai alat-alat penerima yang ada dalam hidung, kemudian
oleh syaraf sensoris ke otak, dan sebagai respon dari stimulus tersebut orang
dapat menyadari apa yang diciumnya yaitu bau yang diciumnya
3. Persepsi melalui indera pencecap
Stimulusnya merupakan benda cair. Zat cair itu mengenai ujung sel penerima
yang terdapat pada lidah, yang kemudian dilangsungkan oleh syaraf sensoris
ke otak, hingga akhirnya orang dapat menyadari atau mempersepsi tentang apa
yang dicecapnya itu
4. Persepsi melalui indera kulit
Indera ini dapat merasakan rasa sakit, rabaan, tekanan, dan temepratur. Rasarasa tersebut di atas merupakan rasa-rasa kulit yang primer, sedangkan
disamping itu masih terdapat variasi yang bermacam-macam (Bimo Walgito,
2010:135-146).

Dalam penelitian persepsi masyarakat Bali terhadap tradisi Ogoh-Ogoh adalah
melalui indera penglihatan dan indera pendengaran yaitu masyarakat Bali yang
memiliki pengalaman menyaksikan tradisi dengan melihat secara langsung baik
bentuk, cara pembuatan serta proses dalam pembutan Ogoh-Ogoh dan mendengar
suara gamelan (musik) yang mengiringi tradisi .
3. Konsep Tradisi Ogoh-Ogoh
Pengertian Tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (1976:157)
adalah segala sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran yang turun temurun
dari nenek moyang. Tradisi adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang turun temurun yang
masih dijalankan di masyarakat.
Tradisi merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Kebudayaan adalah
warisan sosial yang hanya dapat dimiliki warga masyarakat pendukungnya dengan jalan
mempelajarinya. Ada cara-cara tertentu atau mekanisme tertentu dalam mekanisme
masyarakat untuk memaksa tiap warganya untuk mempelajari kebudayaan yang di
dalamnya terkandung norma- norma serta nilai- nilai kehidupan yang berlaku dalam tata
pergaulan masyarakat yang bersangkutan. Mematuhi norma serta menjunjung tinggi nilainilai itu penting bagi warga masyarakat demi kelestarian hidup bermasyarakat.
Penyelenggaraan tradisi itu penting bagi pembinaan sosial budaya warga masyarakat
yang bersangkutan. Antara lain salah satu fungsinya adalah pengokohan norma- norma,
serta nilai- nilai budaya yang telah berlaku turun –temurun ( Purwadi,2005: 1-2).

Berdasarkan konsep di atas tradisi merupakan adat istiadat dan kepercayaan

yang

dilakukan turun-temurun oleh masyarakat Bali sesuai dengan apa yang telah dilakukan
oleh leluhurnya, yang merupakan suatu ritual penting di dalam kehidupan masyarakat
Bali.
Bagi masyarakat Bali tradisi yang masih dilaksanakan adalah Ogoh-Ogoh dalam upacara
Tawur Ka Sanga yang dilaksanakan secara turun-temurun dan pelaksanaannya
berhubungan dengan alam dan lingkungan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (2011: 977) Ogoh-Ogoh adalah
patung yang terbuat dari bambu, kertas dan sebagainya,berbentuk raksasa dan lain-lain.
Diarak keliling desa pada hari tertentu (biasanya sehari sebelum Nyepi).

Tradisi Ogoh-Ogoh yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Bali sudah mendarah
daging hingga kini, karena merupakan suatu kebiasaan yang tidak dapat dipisahkan dari
kepercayaan yang telah dianut secara turun-temurun oleh masyarakat Bali. Nama OgohOgoh sendiri, diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa Bali, artinya sesuatu yang
digoyang-goyangkan. Tradisi Ogoh-Ogoh

yang merupakan suatu tradisi untuk

mengembalikan Bhuta Kala ke alamnya, Bhuta yang berasal dari kata Bhu berarti gelap,
sedangkan Kala berarti energi kegelapan dan negatif . Maka, ketika Kala terpengaruh
Bhuta dia mengandung energi negatif yang kemudian menjadi Bhuta Kala.
Sifat-sifat itu juga ada dalam manusia yaitu bila kita marah, manusia memiliki sifat-sifat
Bhuta. Dari sinilah pada awalnya masyarakat Bali membuat Ogoh-Ogoh yang bertujuan

untuk mengembalikan unsur negatif yang ditimbulkan para Bhuta Kala ke alamnya,
sehingga alam menjadi bersih.
Sebelum tradisi Ogoh-Ogoh dilaksanakan, sebulan sebelum hari raya Nyepi, para mudamudi di Banjar mulai Sangkep (kumpul) di Bale Banjar (balai desa) membicarakan
tentang kegiatan yang akan dilakukan untuk menyambut hari raya Nyepi yang akan tiba.
Kegiatan yang paling penting adalah membuat Ogoh-Ogoh dan membentuk kepanitiaan.
Pembentukan kepanitian ini mulai dari ketua, sekretaris, dan bendahara, karena pengurus
inti sangat berperan penting dalam kelancaran pembuatan Ogoh-Ogoh. Setelah pengurus
dibentuk, mulailah berdiskusi dengan seluruh anggota muda-mudi untuk merancang
konsep perwujudan Ogoh-Ogoh yang akan dibuat. Setelah rapat selesai, keesokan
harinya, para pengurus dan anggota yang telah ditunjuk mulai melakukan pengumpulan
dana dari warga kampung. Anggota mendatangi setiap rumah yang akan dilewati OgohOgoh untuk meminta sumbangan suka-rela, setidaknya mereka ikut berpartisipasi demi
kemeriahan dihari pementasan Ogoh-Ogoh nanti.
Setelah dana terkumpul, mulailah pembuatan Ogoh-Ogoh dilakukan, mulai dari
mengumpulkan dan membeli bahan-bahan yaitu, bambu,kayu, busa, tali karet, ijuk, cat
dan lain-lain, baru kemudian membentuk kerangka Ogoh-Ogoh. Bagi muda-mudi yang
sekolah, mereka dapat ikut membantu setelah pulang sekolah. Pembuatan Ogoh-Ogoh
didampingi oleh para Penglingsir (tetua) kampung dan masyarakat. Mereka mendampingi
disertai dengan

ceramah-ceramah keagamaan agar pembutan Ogoh-Ogoh

tidak

menyimpang dari pakemnya yaitu sebagai simbolisasi Bhuta Kala, dan kegiatan nanti
bisa berjalan dengan baik tanpa kekerasan.

Tradisi Ogoh- Ogoh dilaksanakan pada satu hari menjelang hari Raya Nyepi pada pukul
16.00 sampai dengan selesai yang disebut Pengerupuk dan merupakan rangkaian dari
upacara Tawur Ka Sanga. Masyarakat

Bali membuat Ogoh-Ogoh sebagai lambang

Bhuta Kala seperti Kala Bang, Kala Ijo, Kala Dengen, Kala Lampah, Kala Ireng dan
berbagai bentuk lainnya yang merupakan lambang sifat-sifat negatif yang harus di Somya
agar tidak mengganggu kehidupan manusia.
Sebelum diarak ogoh-ogoh

harus diupacarai terlebih dahulu,

dengan banten

Pemelaspasan atau Pasupati. Pasupati adalah upacara pemberkatan Ogoh-Ogoh yang
sudah selesai dibuat agar memiliki kekuatan magis positif untuk mengusir roh jahat yang
disimbulkan Bhuta Kala. Muda-mudi yang akan ikut memikul dan mengiringi ogohogoh, sembahyang terlebih dahulu di pura desa untuk keselamatan dan kelancaran acara.
Pembagian formasipun mulai di bagi. Setelah pembagian selesai, baru kemudian
waktunya mengarak Ogoh-Ogoh keliling kampung beramai-ramai diiringi gamelan
Baleganjur, dan bunyi-bunyian serta obor dengan riuh ramai.
Ogoh-Ogoh digoyang kekiri-kekanan, maju- mundur, hal tesebut semakin menorehkan
kesan Bahwa Ogoh-Ogoh adalah simbolis diaraknya atau kalahnya roh jahat Bhuta Kala
untuk kemudian di bakar di Setra (tempat pembakaran mayat) atau perempatan kampung.
Pembakaran ini mempunyai maksud dilebur dan dimusnahkannya roh Bhuta Kala, baik
di alam semesta dan yang terpenting pada diri sendiri. Sederhananya, arakan Ogoh-Ogoh
bermakna menangnya Dharma (kebaikan) melawan Adharma.(kejahatan).
Di tengah sesi pembakaran, biasanya ada saja orang yang Tedun (kesurupan). Hal ini
sering terjadi, karena roh Bhuta Kala yang kasat mata tersebut bisa saja merasuki jiwa

setiap orang. Namun Tedun (kesurupan) tersebut segera di atasi dengan pemberian Tirta
oleh Pemangku setempat.
Tradisi Ogoh-Ogoh ini selalu dilaksanakan di Kampung Rama Utama secara turuntemurun oleh masyarakat Bali di Kampung Rama Utama meskipun terdapat berbagai
variasi dari bentuk Ogoh- Ogoh di dalam pelaksaannya, bahkan akhir-akhir ini OgohOgoh hanya di fungsikan untuk arak-arakan masyarakat serta ajang seru-seruan anak
muda, bahkan di pajang di pinggir jalan sebagai pameran, dimana hal tersebut terkesan
menghilangkan kesan magis ogoh-ogoh itu sendiri.

Meskipun dengan versi yang

berbeda-beda masyarakat Bali tetap yakin dan percaya bahwa dengan tradisi Ogoh-Ogoh
akan terbentuk suatu energi yang positif bagi alam semesta beserta isinya.
Adapun makna yang terkandung dalam

tradisi Ogoh-ogoh yaitu sebagai lambang

menjaga keseimbangan, keseimbangan Buana Alit, Buana Agung, keseimbangan Dewa,
Manusia, Bhuta, sekaligus merubah kekuatan Bhuta menjadi div/dewa (Nyomya Bhuta)
yang diharapkan dapat memberi kedamaian, kesejahteraan dan kerahayuan jagat Bhuana
Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit (manusia).
Dengan demikian tradisi Ogoh-Ogoh adalah kebiasaan dalam membuat patung atau
boneka raksasa dengan wujud menyeramkan sebagai lambang Bhuta Kala pada
masyarakat Bali, yang dilakukan secara turun temurun dan berkelangsungan sesuai
dengan apa yang dilakukan para pendahulu mereka yang bertujuan untuk mengembalikan
Bhuta Kala ke alamnya serta memiliki makna menjaga keseimbangan alam.

4. Konsep Masyarakat Bali
Masyarakat menurut Auguste Comte mengatakan bahwa masyarakat merupakan
kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang
menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut perkembangan yang
tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga
tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam
kehidupannya (Abdul Syani, 1992 :31).
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan
(Soerjono Soekanto, 1985: 20). Sedangkan menurut pendapat lain masyarakat adalah
golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia yang dengan atau karena
sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain (Hassan
Sadily, 1984: 47).
Bali adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia. Suku bangsa Bali
memiliki potensi alam dan kebudayaan yang sangat tinggi, sehingga Bali tidak hanya
dikenal di dalam negeri saja, melainkan sampai ke luar negeri. Masyarakat suku Bali
menempati keseluruhan pulau Bali yang menjadi satu propinsi, yakni propinsi Bali. Oleh
karena pengaruh emigrasi, ada juga masyarakat Bali yang menetap di wilayah -wilayah
lainnya di Indonesia.
Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindhu-Dharma, akan tetapi, ada pula
sebagian masyarakat Bali yang menganut agama Islam, Kristen, dan Katholik. Penganut

agama Islam terdapat di Karang Asem, Klungkung, dan Denpasar, sedangkan penganut
agama Kristen dan Katholik terutama terdapat di Denpasar, Jimbaran dan Singaraja.
Tempat beribadah agama Hindhu berupa Pura Besakih, Pura Desa (Kayangan Tiga),
Subak dan Seka, kumpulan tari atau semacam sanggar tari, serta tempat pemujaan leluhur
dari klen-klen besar.
(http:///C:/Blog Users/Putu Setia/makalaah-antropologi-tentang-pola.html)

Berdasarkan konsep di atas, maka dapat dinyatakan bahwa masyarakat Bali adalah
masyarakat yang terdiri dari banyak individu yang membentuk suatu komunitas keluarga
berdasarkan persamaan asal, suku,dan bahasa, dari berbagai wilayah di Bali seperti,
Denpasar, Buleleng, Mengui, dan Ulun Umo. Berdasarkan persamaan tersebut, sehingga
terbentuk suatu sistem kemasyarakatan, begitu juga, masyarakat Bali yang menetap di
Lampung, seperti di Kabupaten Lampung Tengah, yaitu kampung Rama Utama, Rama
Dewa, dan Rama Indra.

B. Kerangka Pikir
Kehidupan masyarakat Bali tidak terlepas dari suatu tradisi, karena tradisi merupakan warisan
leluhur yang harus dilestarikan, selain sebagai identitas tradisi juga menjadi kebanggan bagi
setiap komunitas. Masyarakat Bali di kampung Rama Utama masih tetap melaksanakan tradisi
meskipun telah tinggal di daerah perantauan. Salah satu tradisi yang masih dilaksanakan adalah
tradisi Ogoh-Ogoh. Pelaksanaannya dilakukan pada satu hari menjelang Hari Raya Nyepi yang
disebut Pengerupuk yaitu pada pukul 16.00 sampai dengan selesai. Tradisi ini dilakukan

tujuannya untuk pembersihan kampung dari Bhuta Kala (Jin, setan, leak, jadi-jadian roh jahat
dan sebangsanya), yang diyakini mempengaruhi nabsu angkara yang ada pada diri manusia.
Masyarakat Bali

termasuk masyarakat yang melestarikan

tradisi Ogoh-Ogoh, tetapi pada

pembutan Ogoh-Ogoh terdapat perbedaan coraknya. Demikian pula dalam memilih waktu yang
tepat untuk melaksanakan upacara tradisi, yaitu adanya keyakinan bahwa Ogoh-Ogoh hanya
diarak mengelilingi kampung, atau keluar dari kampung pada satu hari menjelang hari raya
Nyepi. Seiring berjalannya waktu, Ogoh-Ogoh kini diarak sebelum waktunya untuk
diperlombakan, selain itu ada berbagai corak Ogoh-Ogoh yang dibuat muda-mudi, sebagai ajang
mengembangkan kreatifitasnya dari Ogoh-ogoh simbol Bhuta Kala dengan berbagai coraknya,
dan Ogoh-Ogoh sebagai sarana untuk menumpahkan protes.
Pengetahuan atau pengalaman panca indera masyarakt Bali dapat menimbulkan pandangan atau
persepsi yang berbeda terhadap tradisi Ogoh-Ogoh, yaitu adanya persepsi positif dan persepsi
negatif . Persepsi merupakan suatu proses seseorang menafsirkan masukan-masukan informasi
dan pengalaman-pengalaman yang ada melalui proses penginderaan sehingga seseorang dapat
melihat dan memberikan penilaian terhadap suatu objek.

C. Paradigma

Persepsi masyarakat Bali terhadap tradisi Ogoh-Ogoh di Kampung
Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah

Persepsi Positif

Persepsi Negatif

Keterangan :
: Garis Akibat

III. METODE PENELITIAN

A. Metode yang Digunakan
Kata metode berasal dari bahasa Yunani (methodhes) yang berarti cara atau jalan. Metode
menyangkut masalah cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran yang
bersangkutan ( Husin Sayuti, 1989 : 32).
Untuk memecahkan sesuatu masalah diperlukan suatu cara atau metode, dimana metode
tersebut merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan keberhasilan dari suatu
penelitian terhadap obyek yang diteliti. Untuk itu metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif. Menurut Husin Sayuti metode deskriptif adalah suatu metode yang
memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan gejala atau
kelompok tertentu ( Husin Sayuti,1989; 41).
Menurut Gunawan Suratmo menjelaskan bahwa

penelitian deskriptif adalah penelitian

didasarkan data deskripsi dari suatu status, keadaan, sikap, hubungan, atau suatu sistem
pemikiran suatu masalah yang menjadi obyek penelitian (Gunawan Suratmo, 2002:16).
Dengan demikian maka metode deskriptif adalah suatu metode pemecahan masalah dengan
cara menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek sebagaimana keadaan yang sebenarnya
secara sistematis, faktual dan akurat berdasarkan fakta-fakta yang tampak dan sebagaimana
adanya.

B. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiono , 2010 : 60). Hadari Nawawi dan Mimi Martini mengemukakan bahwa variabel
adalah beberapa gejala yang berfungsi sama dalam suatu masalah (Nawawi dan Martini, 1994
: 49).
Menurut Sumadi Suryabrata dalam bukunya Metodelogi Penelitian menjelaskan bahwa
variabel adalah sesuatu yang akan menjadi objek yang akan diteliti atau dambil datanya dan
menjadi penilaian
(Sumadi Suryabrata 1983; 79).
Berdasarkan pengertian konsep di atas variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan
menjadi objek penelitian yang ditetapkan oleh peneliti. Adapun variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yakni Persepsi Masyarakat Bali terhadap Tradisi
Ogoh-Ogoh di kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Lampung Tengah.

2. Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional Variabel adalah definisi yang diambil berdasarkan sifat-sifat atau hal
yang didefinisikan (Suryabrata, 1983 :83). Sedangkan, menuru Moh. Ali Operasional variabel

adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara
memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau untuk memberikan suatu operasionalan
yang diperlukan untuk mengukur variabel tertentu (Moh. Ali, 1988: 65).
Dari kedua pendapat di atas, maka definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang
diberikan kepada suatu variabel dengan cara mendefinisikan sifat-sifat suatu variabel. Adapun
definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah tradisi Ogoh-Ogoh yang di
laksanakan oleh masyarakat Bali di Kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah , tradisi ini dilakukan bertujuan untuk membersihkan alam dari
unsur negatif yang ditimbulkan oleh para Bhuta Kala, dari tradisi tersebut Persepsi
Masyarakat Bali terhadap Tradisi Ogoh-Ogoh di Kampung Rama Utama Kecamatan Seputih
Raman Kabupaten Lampung Tengah.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Nurul Zuriah dalam metodelogi penelitian social dan pendidikan, polulasi adalah
seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang
ditentukan (Nurul Zuriah 2006:116). Sedangkan menurut Sugiyono populasi adalah wilayah
yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono,
2011:61). Lebih lanjut menurut Suwardi Endraswara , populasi lebih tepat disebut sebagai
area atau wilayah atau jangkauan penelitian. Wilayah penelitian ini dapat terkait tempat
(lokasi), waktu dan tindakan. Populasi berkaitan dengan ruang lingkup hasil penelitian yang
hendak dicapai (Suwardi Endraswara ,2006: 115)

Sesuai dengan judul penelitian ini tentang persepsi masyarakat Bali terhadap tradisi OgohOgoh di Kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah,
maka yang akan menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu masyarakat Bali yang berusia 1570 tahun di Kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
Peneliti mempertimbangkan batasan tersebut karena pada usia 15 tahun responden telah
mendapatkan pelajaran agama tentang

Panca Yadnya sesuai dengan kurikulum agama

Hindhu yaitu:
1. Siswa mampu menjelaskan tujuan dan fungsi agama Hindhu.
2. Siswa mampu mengidentifikasikan Yadnya, tujuan, dan menerapkan ajaran dhrma
dalam hidup.
3. Siswa dapat mengidentifikasi jenis-jenis agama Hindhu.
Sedangkan, usia 70 tahun peneliti jadikan batasan karena setelah mengadakan survei hanya
terdapat 7 orang yang yang berusia 70 tahun, dari ke 7 orang tersebut semuanya memiliki
keadaan fisik yang baik, dan tidak memiliki keterbatasan dalam membaca.

Jadi dari

pertimbangan tersebutlah peneliti mengambil batasan usia 15-70 tahun untuk menjadi
responden dalam penelitian ini. Hasil sebaran populasi dapat dilihat pada tabel 1 sebagai
berikut:
Tabel 1.Populasi Penelitian masyarakat Bali berdasarkan jenis kelamin dan usia 15-70
tahun di desa Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
No
Jenis Kelamin
Jumlah populasi (jiwa)
1
Laki-laki
101
2
Perempuan
110
Jumlah
211
Monografi masyarakat Bali di Kampung Rama Utama 2011
2. Sampel
Menurut Suwardi Endraswara sampel adalah salah satu cara pembatasan (penyempitan)
wilayah yang akan digarap. Dengan kata lain sampel adalah sumber dari informasi data itu

sendiri (Suwardi Endraswara ,2006: 15). Menurut Mohammad Hasyim, sampel adalah
pengambilan sebagian dari sejumlah populasi yang akan diberlakukan untuk seluruh populasi
(Mohammad Hasyim, 1982:22). Lebih lanjut Menurut Sugiyono, sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2011:62).
Adapun sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah:
1.

Masyarakat yang benar-benar tinggal di kampung Rama Utama Kecamatan Seputih
Raman Kabupaten Lampung Tengah.

2.

Masyarakat yang bersuku Bali yang ada di kampung Rama Utama Kecamatan Seputih
Raman Kabupaten Lampung Tengah dan berusia 15-70 tahun.

Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin sebagai berikut:
=

dimana:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih
dapat ditolerir atau diinginkan, nilai galat pendugaan didasarkan atas pertimbangan
peneliti ( Husein Umar: 2004).
Penelitian ini mempunyai populasi sebanyak 211 jiwa, dengan tingkat kesalahan 10%,
adapun pertimbangan tingkat kesalahan peneliti adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Kesalahan penarikan sampel
Informasi yang diperoleh meragukan
Kesalahan memproses informasi responden
Pergantian responden

Maka besarnya sampel pada penelitian ini adalah:

=
=

. ,

=

.

= 67, 84 dibulatkan menjadi 68
Jadi jumlah keseluruhan responden dalam penelitian ini adalah 68 orang.

3. Teknik Pengambilan Sampel
Menurut Sugiyono teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono,
2008:217). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan teknik probability sampling
dengan menggunakan simple random sampling. Probability sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota)
populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, sedangkan simple random sampling karena
pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2011: 63-64).

Berdasarkan pendapat di atas teknik pengambilan sampel adalah suatu teknik yang digunakan
untuk pengambilan sampel,dengan cara pengundian nama-nama dalam populasi sehingga
memberi peluang yang sama terhadap setiap anggota populasi.
D. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam setiap penelitian ilmiah diperlukan juga teknik pengumpulan data yang relevan,
sehubungan dengan itu, untuk memperoleh data yag diperlukan dalam penelitian ini, maka
penulis memakai tehnik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Angket
Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya
(Sugiyono, 2010:199). Menurut Abdurahmat Fathoni Angket adalah teknik pengumpulan data
melalui penyebaran kuesioner (daftar pertanyaan/isian) untuk diisi langsung oleh responden
seperti yang dilakukan dalam penelitian untuk menghimpun pendapat umum
( Abdurahmat Fathoni, 2006: 111).
Berdasarkan pengertian di atas maka angket adalah suatu cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data dengan memberikan pertanyaan atau pernyataan tertulis untuk
mendapatkan informasi tertentu.
Menurut Sugiyono skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial, dengan skala likert, maka
variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator
tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat
berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan
skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif jawaban dapat
diberi skor:
Sangat Setuju/selalu/sangat positif
diberi skor
5

Setuju/sering/positif

diberi skor

4

Ragu-ragu/kadang-kadang/netral

diberi skor

3

Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif

diberi skor

2

Sangat Tidak setuju/tidak pernah

diberi skor

1

(Sugiyono, 2007:93-94).

Menurut Husani Usman dan Purnomo Setiadi Akbar juga mengemukakan skala ini
dikembangkan oleh Rensis Likert (1932) yang paling sering digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat dan persepsi responden terhadap suatu objek, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam menyusun pertanyaan atau pernyataan dengan skala Likert adalah
sebagai berikut:
1. Bentuk standar skala Likert adalah 1 sampai 5;
2. Sebaiknya jumlah item dibuat berkisar 25-30 pernyataan atau pertanyaan
3. Buatlah item dalam bentuk positif dan negatif dengan proporsi yang seimbang
serta ditempatkan secara acak (Husani Usman dan Purnomo Setiadi Akbar,
2008:65).
Berdasarkan pendapat di atas skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi terhadap fenomena sosial. Angket model skala likert ini akan diberikan kepada
respnden yang berjumlah 68 orang untuk mengetahui persepsi masyarakat Bali terhadap
tradisi Ogoh-Ogoh di kampung Rama Utama Kecamatan Seputih Raman Kabupaten
Lampung Tengah.

2. Dokumentasi

Menurut Suharsini Arikunto mengemukakan bahwa teknik dokumentasi adalah mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Suharsini Arikunto, 1989 : 188).
Hadari Nawawi mengatakan bahwa, dokumentasi adalah cara atau pengumpulan data melalui
peninggalan tertulis, terutama tentang arsip-arsip dan termasuk buku-buku lain yang
berhubungan dengan masalah penyelidikan (Nawawi,1991:133) .
Berdasarkan pendapat di atas dokumentasi adalah proses mendokumenkan suatu,
gambar,peningalan tertulis, buku-buku, dan, surat kabar, yang digunakan untuk menambah
informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dokumentasi yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah dari buku-buku pendapat teori, foto-foto kegiatan dan
buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini.
Dengan demikian teknik kepustakaan adalah, teknik yang dipakai penulis mempelajari
literatur- literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti,melalui koran,
majalah, naskah dan catatan-catatan kisah sejarah, dokumen dan sebagainya, sebagai
landasan yang dapat mendukung penelitian.
E. Tehnik Analisis Data
Menurut Muhammad Ali teknik analisi data kualitatif adalah analisis data dengan
menggunakan proses berfikir induktif, untuk menguji hipotesis yang dirumuskan sebagai
jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti. Induktif dalam hal ini bertolak dari
berbagai fakta teridentifiksikan munculnya atau tidak (Muhammad Ali, 1985 : 15).
Adapun teknik menganalisis data yang bersifat kualitatif adalah :

1.
2.
3.
4.

Penyusunan data dimaksudkan untuk mempermudah penulis dalam menentukan
apakah data-data yang telah terkumpul telah memadai atau belum dan data yang
telah terkumpul berguna atau tidak, hal itu perlu adanya seleksi dan penyusunan.
Klasifikasi Data
Klasifikasi data merupakan usaha yang dilakukan peneliti untuk menggolongkan
data berdasarkan kriteria tertentu yang telah dibuat.
Pengolahan Data
Pengolahan data yang telah selesai untuk kemudian diolah dengan menggunakan
teknis analisis data kualitatif.
Penafsiran dan penyimpulan
Setelah melakukan penyusunan, klasifikasi, dan pengolahan data, maka tahap
selanjutnya yang harus dilakukan oleh peneliti adalah menghubungkan data dan
fakta sehingga dapat ditarik kesimpulan setelah data dan fakta diuji maka
kebenaran dan kegunaannyapun akan jelas terlihat.

Analisis data menurut J. Moleong Lexi adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang di sarankan oleh data ( J. Moleong
Lexi,1998 : 103).
Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini, selanjutnya data yang
telah diperoleh diolah dengan teknik analisis. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif, karena data-data yang diperoleh
merupakan catatan- catatan keterangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
persepsi masyarakat Bali terhadap tradisi Ogoh-Ogoh di kampung Rama Utama Kecamatan
Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
Syaifuddin Azwar menjelaskan bahwa sekalipun skala psikologis yang ditentukan
lewat prosedur penskalaan akan menghasilkan angka-angka pada level pengukuran
interval namun dalam interpretasinya hanya dapat dihasilkan kategori-kategori atau
kelompok-kelompok skor yang berada pada level ordinal. Sebagai contoh, responsrespons ‘sangat setuju’, ‘setuju’, ‘netral’, ‘tidak setuju’, dan ‘sangat tidak setuju’
akan memperoleh skor interval bila ditetapkan lewat prosedur penskalaan summated
ratings, namun makna skor pada keseluruhan skala yang dijawab dengan respons

tersebut tidak dapat diletakkan pada kontinum interval melainkan berada pada
kategori-kategori ordinal (Syaifuddin Azwar, 2010:105).
Menurut Syaifuddin Azwar karena kategorisasi ini bersifat relatif, maka kita boleh
menetapkan secara subjektif luasnya interval yang mencakup setiap kategori yang kita
inginkan selama penetapan itu berada dalam batas kewajaran dan dapat diterima akal
(Syaifuddin Azwar 2010:108). Lebih lanjut Syaifuddin Azwar mengemukakan kontinum
jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi, dari paling jelek ke paling baik, dari
sangat tidak puas dan semacamnya (Syaifuddin Azwar, 2010:107).
Berdasarkan pendapat di atas untuk mengetahui persepsi masyarakat Bali terhadapa tradisi
Ogoh-Ogoh , dalam pengkategorian hasil, dapat di bagi menjadi 3 kategori yaitu, positif
cukup positif, dan negatif. Kategori jenjang (ordinal) dengan rumus sebagai berikut:
(µ-1,0σ)≤X