PERUBAHAN TRADISI KEJAWEN PADA MASYARAKAT JAWA DI KAMPUNG BANJAR AGUNG MATARAM KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (1982-2012)

(1)

ABSTRAK

PERUBAHAN TRADISI KEJAWEN PADA MASYARAKAT JAWA DI KAMPUNG BANJAR AGUNG MATARAM

KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1982-2012) Oleh : IrwanYudianto

Kampung Banjar Agung merupakan kampung yang dibuka oleh masyarakat transmigran. Masyarakat Jawa yang ditransmigrasikan ke wilayah Kampung Banjar Agung berasal dari Program transmigrasi Pemerintah Republik Indonesia di tahun 1964. Masyarakat Jawa yang ditransmigrasikan ke wilayah yang sekarang merupakan Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram adalah masyarakat yang berasal dari beberapa daerah di Pulau Jawa, seperti daerah Wonosari (Yogyakarta), Wonogiri (Jawa Tengah). Perkembangan yang begitu pesat kemudian dalam kehidupan masyarakat Jawa transmigran ternyata juga memberikan dampak pada terjadinya perubahan pada tradisi kejawen.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa sajakah faktor penyebab perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Mataram Kecamatan Seputih Mataram dari tahun 1982-2012?.Tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fungsional struktural sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dengan model analisis interaktif.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa perubahan tradisi kejawen pada Masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung terjadi akibat adanya faktor pendorong yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu bertambahnya jumlah penduduk dan perubahan komposisi penduduk (mata pencaharian). Sedangkan faktor dari luar yaitu perubahan lingkungan, penemuan baru, dan difusi kebudayaan. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung adalah perubahan komposisi penduduk, difusi kebudayaan serta penemuan baru (pendidikan).


(2)

(3)

PERUBAHAN TRADISI KEJAWEN PADA MASYARAKAT JAWA DI KAMPUNG BANJAR AGUNG MATARAM

KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1982-2012)

(Skripsi)

Oleh Irwan Yudianto

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kampung Sriwijaya, Kecamatan Bandar Mataram Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 8 April 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Supardi dan Ibu Endang Sri Rahayu.

Pendidikan yang telah diselesaikan oleh penulis adalah :

1. SD Negeri 1 Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah, selesai pada tahun 2003.

2. SMP Negeri 1 Bandar Mataram Kecamatan Bandar Mataram Kabupaten Lampung Tengah, selesai pada tahun 2006.

3. SMA Negeri 1 Seputih Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah, selesai pada tahun 2009.

Pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial pada Program Studi Pendidikan Sejarah melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada Tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), kemudian pada tahun 2012 penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Labuhan Ratu 8 Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Labuhan Ratu.


(8)

MOTO

sing bisa prihatin sajroning bungah

sing bisa bungah sajroning prihatin

(yang bisa prihatin di dalam kebahagiaan

yang bisa bahagia di dalam keprihatinan)


(9)

PERSEMBAHAN

Segala

puji

bagi

Allah

SWT

yang

telah

melimpahkan karuniaNya sehingga peneliti dapat

menyelesaikan karya ini.Kupersembahkan karya

ini kepada:

1.

Bapak Supardi dan Ibu Endang Sri Rahayu,

atas restu dan jerih payahmu yang tulus

ikhlas dalam mengantarkanku ke jenjang

sarjana demi menyongsong kesuksesan.

2.

Para pendidik yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dan pengalaman dalam proses

pendewasaanku yang begitu berguna dalam

kehidupan kini maupun di masa mendatang.

3.

Almamater tercinta Universitas Lampung.


(10)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perubahan Tradisi Kejawen Pada Masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah (1982-2012). Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaat-Nya di hari akhir kelak.

Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga mendapat banyak bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S. Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si. Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(11)

Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Maskun, M.H. dosen Pembahas Utama yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran serta nasihat dalam proses penyelesaian skripsi.

7. Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum. dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing Utama dalam skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran, serta nasihat dalam proses kuliah dan proses penyelesaian skripsi.

8. Bapak Drs. Wakidi, M. Hum, dosen Pembimbing Kedua yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran, serta nasihat dalam proses kuliah dan proses penyelesaian skripsi.

9. Ibu Yustina Sri Ekwandari, S.Pd, M.Hum, Ibu Dr. Risma M. Sinaga, M.Hum, Bapak Drs. Syaiful M.,M.Si, Drs. Tontowi, M.Si, M. Basri S.Pd, M.Pd, Suparman Arif, S.Pd, M.Pd, Cheri Saputra, S.Pd, M.Pd, Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah dan para pendidik di Unila pada umumnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah.

10.Keluarga besarku khusus kepada adikku Hanifa Firdasari yang selalu memberikan keceriaannya.


(12)

11.Sahabat-sahabatku Yudi Putra Ardiansyah, Ardhi Yudisthira, Redi Almuzaki, Sobri, Marcelinus Wahyu Putra Kristianto, , Siti Marfuatun, Ida Nuryani S.Pd, Dian Amalia Chasanah S.Pd, Indah Wahyu Nurani, Ayoe Diah Sukmawati, Karsini, Ritha Wulan Sari, Eni Samiasih, Sylvia Varantika, Sidiq Saputra, Tabligh Setiawan, Karuna Setiawan, Beni Apriantoro, Afip Firmansyah terimakasih atas bantuan kalian dan persahabatan yang tetap terjaga hingga hari ini.

12.Sahabat-sahabat pengurus Himpunan Mahasiswa Pendidikan IPS (HIMAPIS) Wahyu Andri Purnawan, Dwi Ika Sari, Ni’malida S.Pd, Eko Ari Wijayanto S.Pd, Husni Yusuf, Kusworo, dan Novi Setiawati terima kasih hari-hari indah kita selama berada dalam satu kepengurusan HIMAPIS selama ini, persahabatan, serta keakraban yang tetap terjaga hingga hari ini.

13.Sahabat-sahabat di KKN dan di PPL Labuhan Ratu VIII Siswan Hadi S.Pd, Firjen Anshory, Erni S.Pd, Ina Mutmainah S.Pd, Erica Oktaviani S.Pd, Arif Rahmat Hakim S.Pd, Maryani, Farina Sari S.Pd, Citra Pangestu S.Pd, Try Wahyuni S.Pd, dan Berry terimakasih atas hari indah KKN dan PPL kita serta persahabatan yang tetap terjaga hingga sekarang.

14.Teman-teman seperjuangan Pendidikan Sejarah 2009 Adi Sanjaya, Rena Prasesti, Charles Robenta, Jhony Yunizar, Zafran Febriadi, Eko Susanto, Joko Saganta, Khairiah, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

15.Kakak-kakak Pendidikan Sejarah Bina Yusha S.Pd, Nunik Syamsyiah S.Pd, Aas Lailah S.Pd, Jainal Abidin S.Pd, Reki, Relian Arsa Eka Paksi, Solikin


(13)

disebutkan satu per satu.

16.Teman-teman dan adik-adik tingkat di Program Studi Pendidikan Sejarah terima kasih atas motivasinya.

17.Masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung selaku subjek dalam penelitian. 18.Bapak Kromo (Mbah Kromo) selaku Sesepuh Kampung Banjar Agung yang

telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, informasi serta menjadi salah satu informan dalam penelitian ini.

19.Bapak Supardi selaku sekretaris kampung di Kampung Banjar Agung yang telah memberikan informasi selama penelitian.

Semoga ALLAH SWT membalas segala amal kebaikan kita. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu`alaikum Wr. Wb

Bandar Lampung, Januari 2014 Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Analisis Masalah ... 7

1. IdentifikasiMasalah ... 7

2. Pembatasan Masalah ... 8

3. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian ... 8

1 Tujuan Penelitian ... 8

2 Kegunaan Penelitian ... 9

3 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Konsep Perubahan ... 11

2. Konsep Tradisi Kejawen ... 13

3. Konsep Masyarakat Jawa ... 14

B. Kerangka Pikir ... 16

C. Paradigma ... 17

III. METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan ... 20

B. Lokasi Penelitian……….. 22

C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel, Sumber Data dan Teknik Sampling ... 22

1 Variabel Penelitian ... 22


(15)

3. Teknik Sampling ... 24

4. Sumber Data... 25

a. Narasumber (Informan) ... 25

b. Dokumen atau Arsip ... 26

D. Metode Pengumpulan Data ... 27

1) Teknik Wawancara ... 27

2) Teknik Observasi ... 29

3) Teknik Dokumentasi ... 29

E. Metode Analisis Data ... 33

1. Reduksi Data ... 33

2. Sajian Data ... 33

3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 37

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 37

1.1 Sejarah Singkat Kampung Banjar Agung ... 37

1.2 Letak dan Batas Administratif Kampung Banjar Agung ... 39

1.3 Luas Wilayah Kampung Banjar Agung ... 41

1.4 Keadaan Penduduk Kampung Banjar Agung ... 42

1.4.1 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 42

1.4.2 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 42

1.4.3 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 43

1.4.4 Keadaan Penduduk Menurut Sistem Kepercayaan ... 44

1.5 Struktur Pemerintahan Kampung Banjar Agung ... 45

2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 45

2.1 Keadaan Tradisi Kejawen Masyarakat Jawa Kampung Banjar Agung Mataram Pada Masa Awal Transmigrasi ... 46

2.1.1 Tradisi Slametan ... 46

2.1.1.1 Segehan ... 49

2.1.1.2 Tradisi Membakar Kemenyan ... 50

2.1.1.3 Acara Slametan ... 50

2.2 Keadaan dan PerkembanganTradisi Kejawen Masyarakat Pada Tahun 1982-2012 ... 53

2.3 Keadaan Tradisi Kejawen Masyarakat Jawa Kampung Banjar Agung Pada Masa Sekarang ... 58

2.3.1 Tradisi Slametan ... 58

2.4 Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Tradisi Kejawen Masyarakat Jawa Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram (1982-2012) ... 64

2.4.1 Faktor Intern (dalam) ... 64

2.4.1.1 Perubahan Jumlah Penduduk ... 64

2.4.1.2 Perubahan Komposisi Penduduk ... 65

2.4.2 Faktor Ekstern (luar) ... ` 68

2.4.2.1 Perubahan Lingkungan ... 68


(16)

2.4.2.3 Difusi Kebudayaan... 73 B. Pembahasan

Perubahan Tradisi Kejawen Masyarakat Jawa Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram (1982-2012) ... 77 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 82 B. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Susunan Kepala Kampung di Kampung Banjar Agung ... 39 Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah

2. Luas Wilayah Kampung Banjar Agung Seputih Mataram

Kabupaten Lampung Tengah ... 41 3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kampung Banjar

Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah ... 42 4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kampung

Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram ... 43 5. Mata Pencaharian Pokok Masyarakat di Kampung

Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram ... 44 6. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kampung Banjar

Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah ... 44 7. Perubahan Jumlah Penduduk Kampung

Banjar Agung (1964-2012) ... 65 8. Perubahan Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Banjar Agung

di Bidang Pertanian (1964-2012) ... 66 9. Perkembangan Mata Pencaharian di Sektor Non Pertanian

Masyarakat Kampung Banjar Agung (1964-2012)... 67 10.Perubahan Tingkat Pendidikan Masyarakat Kampung Banjar Agung .... 71 11.Perubahan Tradisi Kejawen Pada Masyarakat Kampung Banjar Agung

Tahun 1964-2012 ... 74


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Gambar Relasi tradisi kejawen dengan masyarakat Kampung Banjar

Agung ... 52

2. Perubahan Keberadaan Unsur-Unsur Tradisi Kejawen di tahun 1982-2012 ... 56

3. Balai Kampung Banjar Agung ... 123

4. Masjid Nurul Huda Kampung Banjar Agung ... 123

5. Kebun Tanaman Karet ... 124

6. Kegiatan Yasinan di Kampung Banjar Agung ... 124


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel perubahan masyarakat dan faktor Penyebabnya

bagi perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa Kampung

Banjar Agung (1964-2012) ... 88

2. Unsur-Unsur dalam tradisi kejawen pada tahun 1964-1980 ... 94

3. Perubahan unsur-unsur tradisi kejawen pada tahun 1980-1990 ... 96

4. Perubahan unsur-unsur tradisi kejawen pada tahun 1991-1997 ... 98

5. Perubahan unsur-unsur tradisi kejawen pada tahun 1998-2012 ... 100

6. Doa atau ujaran segehan dalam acara slametan ... 102

7. Doa saat pembakaran kemenyan ... 103

8. Doa Ngujubke dalam Slametan Masa Awal... 104

9. Doa selamat yang dipakai dalam slametan di tahun 1964-2012 ... 109

10.Doa Ngujubke yang Dipakai dalam Slametan tahun 1980-1990 ... 110

11.Doa Ngujubke yang Dipakai pada tahun 1991-1997 ... 113

12.Pengiriman Surat Al-Fatihah setelah doa Ngujubke di tahun 1991-1997 ...115

13.Perubahan Tata Cara Penyelenggaraan Tradisi Kejawen dari tahun 1964-2012 ...117

14.Identitas Informan ... 119

15.Gambar-gambar penelitian ... 123

16.Komisi Pembimbing ... 126

17.Surat Izin Penelitian Pendahuluan ke Kampung Banjar Agung ... 127

18.Surat Izin Penelitian ... 128

19.Rencana Kaji Tindak Skripsi ... 129

20.Surat Izin Melaksanaan Penelitian dari Kepala Kampung ... 130

21.Rekomendasi Penelitian ... 131

22.Peta Administratif Kabupaten Lampung Tengah ... 132


(20)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat manusia dan kebudayaan yang dihasilkannya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009: 144).

Kebudayaan pun memiliki banyak unsur di dalamnya. Ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah: 1) Bahasa; 2) Sistem pengetahuan; 3) Organisasi sosial; 4) Sistem peralatan hidup dan teknologi; 5) Sistem mata pencaharian hidup; 6) Sistem religi; 7) Kesenian (Koentjaraningrat, 2009: 165).

Kebudayaan merupakan hasil karya manusia dan masyarakatnya yang selalu berproses. Hal ini terjadi karena suatu kebudayaan merupakan integrasi, maka yang dimaksud adalah bahwa unsur-unsur atau sifat-sifat yang terpadu menjadi suatu kebudayaan bukanlah sekumpulan kebiasaan-kebiasaan yang terkumpul secara acak-acakan saja (T.O Ihromi, 2006: 30).


(21)

Suku Jawa sebagai salah satu dari sekian banyak suku bangsa masyarakat Indonesia, tentu saja tidak lepas dari proses perubahan kebudayaan di atas. Sama seperti suku bangsa-suku bangsa lain di Indonesia, suku Jawa juga memiliki kekayaan dan keragaman dalam tradisi, adat, budayanya. Mulai dari bahasa sampai dengan sistem religinya.

Bentuk dari hasil kebudayaan masyarakat Jawa tidaklah sama di seluruh wilayah komunitas masyarakat Jawa. Menurut letak geografis dan mata pencaharian masyarakat Jawa yang kemudian sangat membentuk diferensiasi budaya masyarakat Jawa, kebudayaan Jawa dapat dibedakan menjadi dua kebudayaan besar yaitu kebudayaan masyarakat Jawa pesisir (pasisiran) dan kebudayaan masyarakat Jawa pedalaman (kejawen). Daerah kebudayaan Jawa itu luas, yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa. Sungguhpun demikian ada daerah-daerah yang secara kolektif sering disebut daerah Kejawen. Sebelum terjadi perubahan-perubahan status wilayah seperti sekarang ini, daerah itu ialah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. Daerah di luar itu dinamakan Pesisir dan Ujung Timur (Kodiran dalam Koentjaraningrat, 2004: 329).

Program transmigrasi yang dilakukan baik oleh Pemerintah Kolonial Belanda maupun Pemerintah Republik Indonesia di kemudian hari sangat berpengaruh dalam mobilisasi masyarakat Jawa dan bahkan dinamisitas budayanya. Kolonisasi pertama berlangsung di tahun 1905, dengan ditandai oleh peristiwa pengiriman sebanyak 115 keluarga petani dari Kedu (Jawa Tengah) yang dipindahkan ke desa baru yang didirikan dekat Gedong Tataan, sebelah selatan dari Way Sekampung di Lampung Selatan, tidak jauh dari onderneming Way Lima di


(22)

Sumatera Selatan (Ramadhan, Hamid Jabbar, Rofiq Ahmad, 1993 : 7). Sedangkan program transmigrasi yang dilaksanakan pemerintah Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1950. Pelaksanaan transmigrasi yang pertama di masa Indonesia merdeka adalah di penghujung tahun 1950, dalam pemerintahan Kabinet Natsir (1950-1951), tepatnya tanggal 12 desember dengan diberangkatkannya 23 KK (77 jiwa) ke Lampung (Ramadhan, Hamid Jabbar, Rofiq Ahmad, 1993: 68).

Program transmigrasi penduduk Jawa yang dilakukan baik oleh pemerintah Kolonial Belanda maupun pemerintah Republik Indonesia ke berbagai daerah di Nusantara memberikan dampak pada masyarakat Jawa transmigran tersebut. Daya cipta individu dalam mengubah aturan-aturan untuk menyelaraskannya dengan lingkungannya. Budaya tidak dengan sendirinya beradaptasi dengan lingkungan tetapi adalah sarana melalui mana para individu beradaptasi dengan lingkungan mereka. Budaya berkembang, melengkapi diri, atau mengalami stagnasi dalam proses pembaruan budaya perorangan. Kebanyakan dari pembaruan-pembaruan, seperti mutasi genetik kecil-kecilan, tidaklah bertalian dengan kelestarian hidup, baik oleh para individu maupun budaya. Tetapi kekayaan jumlah pembaruan-pembaruan membawa kemungkinan bahwa beberapa perilaku yang mungkin akan lestari muncul (Salisbury dalam Roger M. Keesing, 1999: 167). Kebudayaan dan tradisi Jawa yang sudah mapan di daerah asalnya kemudian mengalami proses perubahan menyesuaikan dengan kondisi dan situasi baru yang mereka hadapi.


(23)

Program transmigrasi Pemerintah Republik Indonesia di tahun 1964 mengupayakan sebagian masyarakat di Pulau Jawa untuk ditransmigrasikan ke daerah di luar Pulau Jawa, khususnya di wilayah Lampung. Pada tahun 1964 pemerintah Republik Indonesia mentransmigrasikan Masyarakat Jawa ke wilayah Lampung Tengah, antara lain yang ditempatkan di wilayah yang sekarang bernama Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram. Masyarakat Jawa yang ditransmigrasikan ke Kampung Banjar Agung adalah masyarakat yang berasal dari beberapa daerah di Pulau Jawa, seperti daerah Wonosari dan kota Yogyakarta (DI Yogyakarta), Wonogiri (Jawa Tengah).

Masyarakat Jawa yang ditempatkan di wilayah yang sekarang merupakan Kampung Banjar Agung ini awalnya berjumlah 300 kepala keluarga/KK. Masyarakat Jawa ini ditransmigrasikan pada wilayah yang awalnya masih merupakan hutan belantara. Masyarakat Jawa transmigran ini kemudian membuka lahan untuk pembangunan tempat tinggal dan lahan pertanian.

Beberapa dekade kemudian, masyarakat sudah dapat membangun komunitas pedesaan mereka. Komunitas pedesaan masyarakat Jawa yang tetap melaksanakan segala aspek sosio-kultural kehidupannya.

Seiring berjalannya waktu, pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun inisiatif masyarakat sendiri mulai dilaksanakan di Kampung Banjar Agung . Pembangunan dilaksanakan mulai dari pembangunan akses jalan yang lebih baik, pembangunan jaringan listrik, pembangunan rintisan jaringan telekomunikasi, pembangunan sarana seperti pasar, masjid, posyandu dan


(24)

sekolah sampai pada strukturisasi dan reformasi dalam bidang pemerintahan kampung.

Dampak yang terjadi di dalam masyarakat kemudian adalah masuknya berbagai arus distribusi barang dan jasa yang lebih baik, peningkatan interaksi sosial masyarakat dengan masyarakat lain, peningkatan sosial ekonomi pertanian masyarakat, masuknya arus informasi, teknologi serta meningkatnya pendidikan di dalam masyarakat Kampung Banjar Agung .

Karena kebudayaan mewujudkan suatu integrasi, maka perubahan pada satu unsur sering menimbulkan pantulan yang dahsyat dan kadang-kadang pantulan itu terjadi pada bidang-bidang yang sama sekali tidak disangka semula (T.O Ihromi, 2006: 31).

Keadaan yang demikian juga terjadi dalam kehidupan masyarakat Kampung Banjar Agung dalam aspek tradisi religious dalam masyarakat. Masyarakat Jawa yang memiliki tradisi kejawen dengan ritus slametan sebagai ritual tradisi keagamaan masyarakat juga ikut mengalami perubahan. Pelaksanaan tradisi slametan dengan penggunaan berbagai macam peralatan (ubo rampe) dalam setiap pelaksanaan berbagai tradisi masyarakat seperti pembakaran kemenyan, beberapa sesaji, mulai tidak dilaksanakan oleh masyarakat. Pergeseran ini juga tidak terlepas dari banyak unsur yang juga berubah di dalam masyarakat Jawa Kampung Banjar Agung. Perkembangan lingkungan yang terus berkembang, populasi sekaligus kemajemukan yang juga makin berkembang.

Setiap masyarakat yang telah mampu mempertahankan dirinya dalam jangka waktu lama di tengah-tengah peperangan-peperangan dan kemelut-kemelut yang


(25)

terjadi berbarengan dengan kehidupan berkelompok mereka, telah mampu mengembangkan sejumlah interpretasi moral terhadap pandangan hidupnya sendiri (sebagai) penjelasan tentang persoalan makna masyarakat (Elizabeth K. Nottingham, 1997: 110).

Masyarakat Kampung Banjar Agung yang awalnya memaknai dirinya sebagai komunitas tradisi religi agraris kemudian hari berubah menjadi masyarakat Jawa yang memaknai dirinya sebagai komunitas tradisi religi massa. Masyarakat Kampung Banjar Agung berawal di tahun 1997 mulai menjadi bagian dari komunitas keagamaan dan tradisi Nahdlatul Ulama (NU).Pada gilirannya, ritual slametan sebagai ritus inti masyarakat Jawa tergeser dan diubah menjadi tradisi yasinan. Hanya beberapa tradisi slametan yang masih dilaksanakan pada beberapa momen tertentu, seperti saat Megengan (slametan menjelang Bulan Ramadhan), Suroan (slametan menjelang tanggal 1 Sura/Muharram) dan sebagai ritual adat masyarakat. Tradisi yasinan kemudian mengambil peran dan menjadi dominan yang sebelumnya merupakan sifat pada ritus slametan.

Berkenaan dengan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti perubahan tradisi kejawen yang terjadi pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 1982-2012.


(26)

B. Analisis Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan secara singkat di atas, maka penulis melakukan pengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor penyebab perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah (1982-2012).

2. Proses perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah (1982-2012).

3. Dampak perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah (1982-2012).

2. Pembatasan Masalah

Agar penelitian tidak terlalu meluas, maka penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor penyebab perubahan tradisi kejawen pada Masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 1982-2012.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa sajakah faktor penyebab perubahan tradisi kejawen pada masyarakat


(27)

Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 1982-2012?

C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah.

2. Kegunaan Penelitian

Setiap penelitian tentunya akan dapat memberikan berbagai manfaat bagi semua orang yang membutuhkan informasi tentang masalah yang penulis teliti, adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis, adalah menjadi bahan sumbangan pengetahuan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial dan budaya mengenai perubahan tradisi kejawen.

b. Secara praktis, dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam rangka pengambilan kebijakan dan penyusunan program pembangunan pedesaan khususnya pada wilayah-wilayah transmigrasi di daerah Lampung, yang nantinya dapat menghasilkan suatu kebijakan yang lebih berdaya guna dan mendukung pelestarian kebudayaan masyarakat lokal.


(28)

3. Ruang Lingkup Penelitian

Subjek penelitian ini adalah masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Kemudian yang menjadi objek dalam penelitian adalah perubahan tradisi kejawen di dalam kehidupan masyarakat Jawa Kampung Banjar Agung antara tahun 1982-2012. Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengahpada tahun 2013. Bidang ilmu dalam penelitian ini masuk ke dalam ilmu Antropologi Budaya.


(29)

REFERENSI

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta. 300 Halaman 144.

Ibid. halaman 165.

T.O Ihromi. 2006. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Halaman 30.

Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan. Halaman 329.

Ramadhan, Hamid Jabbar, Rofiq Ahmad. 1993. Transmigrasi, Harapan, dan Tantangan. Jakarta : Karya Jaya Bhakti. Halaman 7.

Ibid. Halaman 68.

Roger M. Keesing. 1999. Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta : Erlangga. Halaman 167.

T.O Ihromi. Op cit. Halaman 31.

Elizabeth K. Nottingham. 1997. Agama dan Masyarakat :Suatu Pengantar Sosiologi Agama (Terjemahan). Jakarta : Raja Grafindo Persada. Halaman 110.


(30)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perubahan

Perubahan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti, “hal (keadaan)

berubah, peralihan, pertukaran. Dalam hal ini perubahan didefinisikan sebagai

keadaan di mana sesuatu telah beralih, berubah ataupun mengalami pertukaran”

(KBBI, 1997: 1094).

Muhammad Basrowi dan Soenyono mengatakan “setiap kehidupan masyarakat manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi karena setiap manusia mempunyai kepentingan yang

tak terbatas” (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193).

Titik Triwulan Tutik dan Trianto menambahkan bahwa :

Pada dasarnya tidak ada masyarakat yang tidak berubah, baik masyarakat yang masih terbelakang maupun yang modern selalu mengalami perubahan-perubahan, hanya saja perubahan-perubahan yang dialami masing-masing masyarakat tidak sama, ada yang cepat dan mencolok dan ada pula yang lambat tersendat-sendat. Dengan kata lain bahwa perubahan sosial budaya pada hakikatnya merupakan fenomena manusiawi dan fenomena alami. Sebagai fenomena manusiawi, perubahan (changes) merupakan grand design yang dirancang oleh manusia sendiri selaku master mind-nya dengan terlebih dahulu membuat suatu skala prioritas tentang agenda-agenda masa depan yang perlu diproyeksikan. Sedangkan sebagai gejala alami, perubahan akan merasuki dalam kehidupan manusia meskipun melalui proses waktu. Dalam konteks ini


(31)

perubahan suatu fenomena yang pasti terjadi walaupun durasi kejadiannya berjalan lambat atau cepat (Titik Triwulan Tutik dan Trianto, 2008: 10).

Muhammad Munandar Soelaeman mengatakan bahwa “masyarakat dan

kebudayaan di mana pun selalu dalam keadaan berubah, sekalipun masyarakat dan kebudayaan primitif yang terisolasi jauh dari berbagai perhubungan dengan

manusia yang lainnya”. Terjadinya perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal:

1. Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misalnya perubahan jumlah dan komposisi penduduk.

2. Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah secara lebih cepat.

Perubahan ini, selain karena jumlah penduduk dan komposisinya, juga karena adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi. Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan berbeda. Dalam perubahan sosial terjadi struktur sosial dan pola-pola hubungan sosial, antara lain sistem status,hubungan-hubungan di dalam keluarga, sistem politik dan kekuasaan serta persebaran penduduk. Sedangkan yang dimaksud perubahan kebudayaan ialah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh para warga atau sejumlah masyarakat yang bersangkutan, antara lain aturan-aturan, norma-norma yang digunakan sebagai pegangan kehidupan, juga teknologi, selera, rasa keindahan (kesenian), dan bahasa. Walaupun perubahan sosial dan perubahan budaya itu berbeda, pembahasan kedua perubahan itu tak akan mencapai suatu pengertian yang benar tanpa mengaitkan keduanya (Muhammad Munandar Soelaeman, 2007: 45).

Dalam hal perubahan kebudayaan S. Takdir Alisjahbana mengemukakan:

Oleh karena tiap-tiap kebudayaan adalah merupakan suatu sistem benda-benda kebudayaan yang sedikit banyaknya berintegrasi, yang menjelmakan sistem nilai-nilai yang sedikit banyaknya berintegrasi, tiap-tiap perubahan dalam suatu kebudayaan mesti akhir-akhirnya membayangkan perubahan sistem nilainya (S. Takdir Alisjahbana, 1986: 309).


(32)

Perubahan itu pasti selalu terjadi. Bahkan menurut Roger M. Keesing, perilaku keupacaraan dan kepercayaan kosmologis yang mempunyai tujuan ekologis, dan yang dicantumkan sebagai aturan-aturan kebudayaan, sudah pasti mengalami perkembangan (Roger M. Keesing, 1992: 106).

C.A. van Peursen mengatakan bahwa menciptakan peraturan-peraturan baru mengandaikan inventifitas. Tentu saja, peraturan baru tak pernah baru 100 %. Berdampingan dengan penyusunan kembali terdapat juga suatu garis penerus (kontinuitas) yang dalam sejarah umat manusia selalu nampak juga. Tetapi ini tidak berarti bahwa pembaharuan kadang-kadang tidak harus bersifat radikal, membongkar sampai akar-akarnya (C.A. van Peursen, 1984: 151).

Dari semua yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan atau dalam arti khusus perubahan kebudayaan dan sosial selalu terjadi dalam kehidupan manusia dan masyarakatnya. Baik perubahan dari dalam maupun perubahan dari luar pasti terjadi. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki potensi dan kecenderungan untuk dinamis dalam kehidupannya. Namun demikian, perubahan selalu mengindikasikan adanya beberapa nilai dan norma serta bentuk-bentuk kebudayaan yang terus terwariskan dan selalu nampak proses kontinuitasnya.

2. Konsep Tradisi Kejawen

Tradisi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna “adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat” (KBBI, 1997: 1069).


(33)

Menurut Linton “tradisi adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap, pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat” (Linton dalam Roger M. Keesing, 1999: 68).

Tradisi kejawen merupakan Agama dan pandangan hidup orang Jawa. Istilah tradisi kejawen merujuk pada seperangkat tata aturan hidup yang diyakini oleh masyarakat Jawa, baik sebagai agama maupun sebatas nilai-nilai pandangan hidup dalam bingkai tradisi (Direktorat Jenderal Kebudayaan Indonesia, diunggah pada tahun 2013).

Menurut Ibtihadj Musyarof tradisi dan budaya Jawa asli memang telah berkembang sejak masa prasejarah. Tradisi kejawen adalah tradisi masyarakat Jawa yang dasar pikirannya adalah religi animism dan dinamisme bahwa dunia ini juga didiami oleh roh-roh halus termasuk nenek moyang dan juga kekuatan-kekuatan (daya-daya) gaib (Ibtihadj Musyarof, 2006: 38).

Menurut Koentjaraningrat keyakinan orang Jawa yang beragama Agami Jawi terhadap Tuhan sangat mendalam dan hal itu dituangkan dalam suatu istilah sebutan Gusti Allah Ingkang Maha Kuwaos (Koentjaraningrat dalam Ibtihadj Musyarof, 2006: 33).

Oleh karena itu, tradisi kejawen merupakan ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, dan hasil kebudayaan masyarakat Jawa yang dasar utamanya adalah religi animism dinamisme dengan nilai-nilai yang diambil dari tradisi Hindu, Budha dan Islam serta diwariskan kepada generasi selanjutnya secara turun-temurun.


(34)

3. Konsep Masyarakat Jawa

Konsep masyarakat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian

“sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama” (KBBI, 1997: 635).

Koentjaranigrat memberikan penjelasan bahwa “masyarakat merupakan kesatuan

hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang

bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama”

(Koentjaranigrat, 2009: 116).

Sudirman Tebba mendefinisikan “masyarakat Jawa sebagai komunitas individu

yang memiliki pandangan hidup luhur Jawa, etika, moral Jawa dan budi pekerti

Jawa” (Sudirman Tebba, 2007: 13).

Menurut Niels Mulder, “ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata, masyarakat,

dan alam adikodrati yang dianggap keramat” (Niels Mulder dalam Muhammad

Zaairul Haq, 2011: 5).

Dalam penjelasan Muhammad Zaairul Haq bahwa :

Alam pikiran Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua kosmos (alam), yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang mengandung kekuatan supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius. Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos (Muhammad Zaairul Haq, 2011: 6).


(35)

Sehingga masyarakat Jawa adalah kumpulan manusia yang hidup bersama dimana mayoritas penduduknya bersuku bangsa Jawa yang menumbuhkan, mengembangkan serta memelihara suatu kebudayaan dan adat istiadat Jawa yang sarat akan nilai-nilai, pandangan hidup, etika, moral serta sikap hidup Jawa yang menghargai keharmonisan hidup dengan alam raya.

B. Kerangka Pikir

Perubahan suatu kebudayaan dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan kebudayaan tersebut. Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Islam Jawa di Kampung Banjar Agung Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (intern) dan faktor dari luar masyarakat (ekstern). Faktor dari dalam (intern) terdiri dari perubahan jumlah dan komposisi penduduk. Sedangkan faktor yang berasal dari luar (faktor ekstern) terdiri dari perubahan lingkungan, difusi kebudayaan dan penemuan baru.

Bentuk baku dalam tradisi kejawen yang diturunkan dari dari generasi ke generasi seiring berjalannya waktu dapat berubah dengan adanya faktor-faktor yang di atas. Namun demikian, Ritual slametan tetap dilaksanakan sebagai ritual adat dan ritual pada beberapa momen tertentu, seperti saat megengan (nyadran;menyambut datangnya Bulan Ramadhan) dan saat acara malam satu Muharram/Sura (suroan).


(36)

C. Paradigma

= Garis Pengaruh = Garis Penyebab Faktor Intern (dalam) :

1. Perubahan jumlah penduduk

2. Perubahan komposisi penduduk

Faktor Ekstern (luar) : 1. Perubahan

lingkungan 2. Penemuan baru 3. Difusi kebudayaan

Faktor Penyebab

Perubahan Tradisi

Kejawen

Perubahan Tradisi Kejawen

Masyarakat Jawa


(37)

REFERENSI

Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Halaman 1094.

Muhammad Basrowi dan Soenyono. 2004. Memahami Sosiologi. Surabaya : Lutfansah Mediatama. Halaman 193.

Titik Triwulan Tutik dan Trianto. 2008. Dimensi Transendental dan Transformasi Sosial Budaya. Jakarta : Lintas Pustaka Publisher. Halaman 18.

Munandar Soelaeman. 2007. Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar. Bandung : Refika Aditama. Halaman 45.

S. Takdir Alisjahbana. 1986. Antropologi Baru. Jakarta : Dian Rakyat. Halaman 309.

Roger M. Keesing (Alih Bahasa: Samuel Gunawan). 1992. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontempore : Edisi Pertama. Jakarta : Erlangga. Halaman 106.

C.A van Peursen. 1984. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius. Halaman 151.

Roger M. Keesing (Alih Bahasa: Samuel Gunawan). 1992. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontempore : Edisi Pertama. Jakarta : Erlangga. Halaman 146.

Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.Op. Cit. Halaman 1069.

Roger M. Keesing. 1992. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontemporer : Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. Halaman 68.

Direktorat Jenderal Kebudayaan Indonesia.

http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1089/kejawen. Diakses pada hari Rabu tanggal 19 Maret 2014 pukul 06.00 WIB.

Ibtihadj Musyarof. 2006. Islam Jawa. Yogyakarta : Tugu. Halaman 38. Ibid. Halaman 33.


(38)

Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Op. Cit. Halaman 635.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 116.

Sudirman Tebba. 2007. Etika dan Tasawuf Jawa ; Untuk Meraih Ketenangan Batin. Jakarta : Pustaka IrVan. Halaman 13.

Muhammad Zairul Haq. Op. Cit. Halaman 5. Ibid. Halaman 6.


(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode yang digunakan

Penelitian (research) merupakan usaha memahami fakta (fact) secara rasional empiris yang ditempuh melalui prosedur kegiatan tertentu sesuai dengan cara yang ditentukan peneliti.

Metode merupakan cara yang ditempuh peneliti dalam menemukan pemahaman sejalan dengan fokus dan tujuan yang ditetapkan. Menurut Maryaeni :

Istilah metode sering dihubungkan dengan istilah pendekatan, strategi, dan teknik. Dalam metode penelitian kebudayaan, ada berbagai justifikasi dalam menentukan konsepsi dan label terhadap istilah tersebut. Dalam pembahasan ini istilah pendekatan dihubungkan dengan pendekatan kualitatif dan metode dihubungkan dengan metode etnografi, etnometodologi, atau action-evaluation(Maryaeni: 2012: 58).

Menurut Maryaeni, metode penelitian kualitatif, kebalikan dari wawasan positivistik yaitu justru berusaha memahami fact yang ada di balik kenyataan, yang dapat diamati atau diindra secara langsung. Dalam metodologi kualitatif, fact yang terdapat dibalik kenyataan langsung disebut verstehen (Maryaeni, 2012: 3).


(40)

Dalam penelitian ini memakai jenis metode penelitian kualitatif dengan metode fungsional struktural. Paradigma yang digunakan dalam metode penelitian fungsional struktural ini adalah paradigma fungsional struktural.

Menurut Levi Strauss bahwa struktur adalah model yang dibuat antropolog untuk memahami dan menjelaskan fenomena budaya yang ditelitinya, yang tidak ada kaitannya dengan fenomena empiris kebudayaan itu sendiri. Model ini merupakan relasi-relasi yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, yang merupakan keteraturan mekanisme yang tidak disadari oleh penggunanya (Levi Strauss dalam Aris Wahyudi, 2012: 22).

Menurut Levi Strauss metode fungsional struktural lebih berkonsentrasi pada asal-usul dari suatu sistem. Dia memandang kebudayaan manusia. Seperti hal itu dinyatakan dalam kesenian, upacara-upacara dan pola kehidupan sehari-hari, sebagai perwakilan dari lahiriah (surface representation) dari struktur pemikiran manusia yang nendasarinya (Levi-Strauss dalam T.O Ihromi, 2006: 66).

Menurut Heddy Shri Ahimsa Putra, dengan paradigma ini (fungsional struktural), perhatian peneliti tidak lagi ditujukan pada upaya mengetahui asal-usul suatu pranata atau unsur budaya tertentu, tetapi pada fungsinya dalam konteks kehidupan masyarakat atau kebudayaan tertentu (Heddy Shri Ahimsa Putra, 2011: 15).

Jadi metode fungsional struktural adalah metode yang dapat digunakan untuk mengungkap suatu permasalahan kebudayaan yang meninjau suatu permasalahan itu pada fungsinya dan kesatuannya dalam sistemnya serta dalam konteks kehidupan masyarakat atau kebudayaan tertentu.


(41)

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kampung Banjar Agung Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Kampung Banjar Agung Mataram memiliki jumlah penduduk 4.222 Jiwa yang terbagi dalam 1.069 Kepala Keluarga (KK). Kampung Banjar Agung Mataram secara wilayah dibagi dalam 6 dusun/ rukun warga (RW) dan 16 rukun tetangga (RT).

Lokasi ini dipilih karena di Kampung Banjar Agung Mataram mayoritas masyarakatnya adalah suku Jawa, sehingga peneliti dapat melihat fakta dan realitas yang akan ditelitinya pada masyarakat yang memang memiliki karakteristik tersebut.

Selain itu pemilihan lokasi penelitian didasari pertimbangan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Banjar Agung Mataram adalah masyarakat suku Jawa, disamping itu lokasi penelitian juga adalah tempat kelahiran penulis dengan harapan penulis akan dapat lebih mudah melakukan penelitian karena secara verbal penulis dapat berkomunikasi dengan para informan yang rata-rata berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa.

C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel, Teknik Sampling dan Sumber Data

1) Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Peter Hagul dan Chris Maning menjelaskan bahwa variabel adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai (Peter Hagul dan Chris Maning dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989: 48).


(42)

Dengan demikian variabel adalah sesuatu yang menjadi objek penelitian terhadap data yang diamati. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yakni faktor-faktor perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kelurahan Banjar Agung Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 1982-2012.

2) Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Masri Singarimbun, 1989: 46).

Menurut Maryaeni bahwa :

Definisi operasional merupakan gambaran konsep, fakta, maupun relasi konstektual atas konsep, fakta, dan relasi pokok berkaitan dengan penelitian yang akan digarap, yang terealisasikan dalam bentuk kata-kata dan kalimat. Berdasarkan realisasi tersebut peneliti diharapkan bisa memahami dan menentukan bentuk-bentuk operasi yang akan dilakukan. Apabila bentuk operasi itu secara esensial berkaitan dengan topik dan masalah penelitian maka definisi operasional biasanya hanya merujuk pada kata-kata ataupun terminologi yang terdapat dalam judul maupun rumusan masalah (Maryaeni, 2012: 15).

Maka definisi operasional merupakan gambaran mengenai konsep penelitian sehingga dapat menjadi pijakan dan arah yang jelas bagi peneliti dalam penelitiannya. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah faktor-faktor perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kelurahan Banjar Agung Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 1982-2012.


(43)

3) Teknik Sampling

Sampling berkaitan dengan pembatasan jumlah dan jenis sumber data yang akan digunakan dalam penelitian. Pemikiran mengenai sampling ini hampir tidak bisa dihindari oleh peneliti mengingat berbagai keterbatasan, seperti waktu, tenaga, dan biaya. Dalam menentukan sumber data, peneliti harus memutuskan siapa dan berapa jumlah orang (narasumber), apa dan di mana aktivitas tertentu serta dokumen apa yang dikaji. Keputusan ini didasarkan atas teknik sampling yang digunakan.

Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni bahwa :

Dalam penelitian kualitatif teknik sampling digunakan dalam rangka membangun generalisasi teoritik. Dalam penelitian kualitatif sampling yang diambil lebih selektif. Penelitian didasarkan pada landasan kaitan teori yang digunakan, keingintahuan pribadi karakteristik empiris yang dihadapi, dan lain sebagainya. Sumber data tidak digunakan dalam rangka mewakili populasi tetapi lebih cenderung mewakili informasinya (Imam Suprayogo dan Tobroni, 2001: 165).

Bogdan dan Bklen menjelaskan bahwa :

Cuplikandalam penelitian kualitatif sering juga dinyatakan sebagai internal sampling yang berlawanan dengan sifat cuplikan dalam penelitian kuantitatif, yang dinyatakan sebagai external sampling. Dalam cuplikan internal, cuplikan diambil untuk mewakili informasinya, dengan kelengkapan dan kedalamannya yang tidak perlu ditentukan jumlah sumber datanya mengarah pada kemungkinan generalisasi teoritis (Bogdan dan Bklen dalam Imam Suprayogo dan Tobroni, 2001: 165-166).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik time sampling. Teknik time sampling berkaitan dengan cuplikan waktu yang dipandang tepat untuk pengumpulan informasi sesuai dengan permasalahan yang dikaji (Yin dalam Imam Suprayogo dan Tobroni, 2001 :166).


(44)

Oleh karena itu, peneliti mengambil teknik sampling time sampling dikarenakan peneliti memiliki keterbatasan waktu dan materi. Namin demikian, hal ini tidak akan mengurangi reliabilitas dan validitas penelitian karena peneliti dalam penelitian sudah memiliki kriteria dalam pemilihan informan.

4) Sumber Data

a. Narasumber (Informan)

Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni memberikan penjelasan bahwa :

Syarat seorang informan harus jujur, taat pada janji, patuh dalam peraturan, suka berbicara, tidak masuk dalam kelompok yang bertentangan dengan luar penelitian dan mempunyai pandangan tertentu tentang suatu hal/peristiwa yang terjadi. Dalam penelitian kualitatif posisi narasumber sangat penting, bukan sekadar memberi respons, melainkan juga sebagai pemilik informasi. Karena itu, ia disebut informan (orang yang memberikan informasi, sumber informasi, sumber data) atau disebut juga subyek yang diteliti, karena ia bukan saja sebagai sumber data, melainkan juga aktor atau pelaku yang ikut menentukan berhasil tidaknya sebuah penelitian berdasarkan informasi yang diberikan (Imam Suprayogo dan Tobroni, 2001: 163).

Menurut J. Vredenbregt, kita dapat membedakan antara sejumlah tiga wawancara. Kalau kita memakai pedoman para responden (interviewee), maka kita dapat mengadakan perbedaan antara :

1. Pemimpin formil dan informil.

2. Informan-informan kunci (key-informants).

3. Responden pada umumnya: untuk memperoleh data mengenai suatu populasi berdasarkan sikap dan pandangan satuan-satuan dari populasi (J. Vredenbregt, 1980: 91).

Jadi Informan dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria informan dalam penelitian ini adalah:


(45)

1. Tokoh masyarakat atau tokoh adat.

2. Tokoh adat disini dimaksudkan adalah orang yang dianggap memahami secara mendalam tentang adat istiadat masyarakat Jawa. 3. Informan memiliki kesediaan dan waktu yang cukup.

4. Dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas apa yang dikatakannya. 5. Orang yang memahami objek yang diteliti tentang perubahan tradisi

kejawen.

6. Informan harus memiliki pengalaman pribadi tentang perubahan tradisi kejawen.

b. Dokumen atau Arsip

Dokumen atau arsip adalah benda-benda dan bahan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu.

Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni, dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan deng suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia bisa merupakan rekaman atau dokumen tertulis seperti data base surat-surat, rekaman, gambar, benda-benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu peristiwa (Imam Suprayogo dan Tobroni, 2001: 164).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dokumen dan arsip-arsip yang menjadi sumber penelitian ini adalah arsip, dokumen, monografi, dan lain-lain yang berkaitan dengan perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 1982-2012.


(46)

D. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis memakai teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1) Teknik Wawancara

Menurut Teknik Arief Subyantoro dan FX. Suwarto, bahwa :

wawancara adalah metode pengumpulan data atau informasi dengan cara tanya-jawab sepihak, dikerjakan secara sistematik dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan. Tujuan wawancara sendiri adalah mengumpulkan data atau informasi (keadaan, gagasan/pendapat, sikap/tanggapan, keterangan, dan sebagainya) dari suatu pihak tertentu (Arief Subyantoro dan FX. Suwarto, 2007: 97).

Menurut Maryaeni bahwa bentuk wawancara adalah :

Bentuk yang dilaksanakan bisa secara individu atau kelompok. Dalam interviu baik secara individual maupun kelompok, peneliti sebagai interviewer bisa melakukan interviu secara directive, dalam arti peneliti selalu berusaha mengarahkan topik pembicaraan sesuai dengan fokus permasalahan yang mau dipecahkan. Bisa juga peneliti melakukan interviu secara nondirective, yakni peneliti bukannya ingin memfokuskan pembicaraan pada suatu masalah, tetapi ingin mengeksplorasi suatu masalah (Maryaeni, 2012: 70).

Melalui teknik ini penulis menggali informasi kepada responden yang didasarkan pada permasalahan penelitian. Penulis menggali informasi dengan suasana akrab. Proses penggalian informasi ini dilakukan secara tak struktur dan bersifat kondisional yang disesuaikan dengan waktu-waktu luang yang dimiliki informan (interviewee). Walaupun demikian peneliti akan selalu berupaya mengarahkan setiap pembicaraan kepada fokus penelitian. Dengan cara ini akan memungkinkan untuk mendapatkan data-data yang cukup banyak dengan hanya memakan waktu yang sedikit.


(47)

Melalui teknik ini pula, penulis menggali informasi kepada informan yang didasarkan pada permasalahan penelitian. Penulis menggali informasi dengan suasana akrab. Proses penggalian informasi ini dilakukan baik secara tak terstruktur maupun secara struktur.

Wawancara struktur atau wawancara terarah adalah pertanyaan sudah disusun terlebih dahulu dalam bentuk daftar pertanyaan-pertanyaan. Jawaban yang diharapkan sudah dibatasi dengan yang relevan saja dan diusahakan agar informan tidak melantur kemana-mana, dengan demikian dibuatlah suatu panduan wawancara disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyusun kisi-kisi panduan wawancara untuk memudahkan penyusunan pertanyaan sehingga sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan.

2. Memilih pertanyaan yang relevan. Butir-butir pertanyaan yang tertuang dalam kisi-kisi, selanjutnya dipilih mana yang diperlukan dan mana yang tidak, sehingga tidak terjadi tumpang tindih (dan penghamburan waktu maupun tenaga dalam pelaksanaan)

3. Mencobakan (try out). Daftar pertanyaan yang sudah disusun sebelum digunakan terlebih dahulu dicobakan, agar dapat diketahui kelemahan serta efektivitasnya. Hasil percobaan selanjutnya dijadikan dasar untuk perbaikan atau revisi.

4. Membuat panduan wawancara yang siap digunakan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data dimana peneliti melakukan obrolan secara langsung baik secara terstruktur maupun tidak terstruktur terhadap informan guna memperoleh informasi yang menjadi objek penelitian.


(48)

2) Teknik Observasi

Teknik ini adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak pada obyek penelitian yang pelaksanaannya langsung pada tempat di mana suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi dan dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan alat (Hadari Nawawi, 1994: 94). Dalam hal ini penulis mengamati aktifitas atau perilaku masyarakat dalam pelaksanaan tradisi kejawen ( slametan dan yasinan) secara langsung agar memperoleh data lebih mendalam dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

3) Teknik Dokumentasi

Teknik ini adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan kategorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber dokumen maupun buku-buku, koran, majalah dan lain-lain (Hadari Nawawi, 1993: 95). Melalui teknik ini penulis mengumpulkan berbagai bahan baik berupa tulisan maupun gambar-gambar yang berkenaan dengan masalah penelitian.

E. Metode Analisis Data

Setelah data-data berhasil dikumpulkan selanjutnya data-data tersebut dianalisis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Pada pokoknya teknik analisis data ada dua macam, yaitu : teknik analisis data kualitatif dan teknik analisis data kuantutatif. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Karena data-data yang diperoleh berupa


(49)

kasus-kasus, fenomene-fenomena, dan argumen-argumen sehingga memerlukan pemikiran yang teliti dalam menyelesaikan masalah.

Analisis data menurut Maryaeni merupakan kegiatan :

1. Pengurutan data sesuai dengan rentang permasalahan atau urutan pemahaman yang ingin diperoleh;

2. Pengorganisasian data dalam formasi, kategori, ataupun unit perian tertentu sesuai dengan antisipasi peneliti;

3. Interpretasi peneliti berkenaan dengan signifikansi butir-butir ataupun satuan data sejalan dengan pemahaman yang ingin diperoleh;

4. Penilaian atas butir ataupun satuan data sehingga membuahkan kesimpulan: baik atau buruk, tepat atau tidak tepat, signifikan atau tidak signifikan (Maryaeni, 2012: 75).

Sehubungan dengan hal di atas, maka teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah teknik analisis model analisis interaktif, yaitu dengan memahami makna dari penyusunan berbagai data yang disusun secara analisis dengan memperhatikan keterpaduan antar data-data yang disusun sehingga dapat membantu penulis dalam memahami dan menyajikan data yang berhubungan dengan perubahan tradisi kejawen di Kampung Banjar Agung Mataram Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah antara tahun 1982-2012.

Dalam menganalisis data terkait penelitian ini, maka penulis menggunakan perspektif kontruktivis. Dalam perspektif kontruktivis, realitas disikapi sebagai gejala yang sifatnya tidak tetap dan memiliki pertalian hubungan dengan masa lalu, sekarang dan akan datang (Maryaeni, 2012: 7).

Untuk itu, maka peneliti menyusun perangkat penilaian kualitatif tentang perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung. Yaitu: MB = Membudaya, MD = Masih Dilaksanakan, KDKT = Kadang


(50)

Dilaksanakan Kadang Tidak, TD = Tidak Dilaksanakan.

Penyusunan penilaian kualitatif atas fenomena perubahan tradisi kejawen ini disarikan dari pendapat S. Takdir Alisjahbana yang mengatakan bahwa:

Dalam kerangka saling pengaruh dialektik antara tenaga-tenaga subjektif dan objektif dalam suatu kebudayaan, perubahan dalam sistem nilai dapat bermula pada manusia-manusia yang bertindak atau benda-benda kebudayaan. Dalam keduanya perubahan itu dapat disebabkan oleh proses tenaga-tenaga imanen, yaitu dari dalam, atau hasil campur tangan tenaga-tenaga dari luar kebudayaan. Dalam perubahan sistem nilai sesuatu kebudayaan oleh perubahan spontan dalam sistem nilai orang-orangnya, kita berhadapan dengan proses hidup yang dasar seperti terjelma dalam proses budi manusia. Tiap-tiap sistem nilai, oleh etiknya, memberi kepada proses kebudayaan suatu tenaga pertumbuhan. Proses kebudayaan bergerak terus-menerus ke suatu arah berdasarkan suatu logika imanen, yaitu dari dalam, dari sistem nilai dan etiknya sampai kemungkinannya habis (S. Takdir Alisjahbana, 1986: 309).

Selanjutnya, data yang diperoleh akan dikelompokkan sesuai dengan format sebagai berikut :

No Objek Fokus Unsur-Unsur

focus

MB MD KDKT TD

1 Tradisi kejawen Tempat upacara dilaksanakan Rumah warga satu dusun Saat upacara dilaksanakan Seminggu sekali saat malam jumat Benda dan alat upacara Segehan (tradisi segehan) penggunaan kemenyan (tradisi membakar kemenyan) Penggunaan nasi tumpeng robyong Penggunaan ubo rampe yang lain (pisang raja, bunga, air putih, jajan pasar, bubur merah-putih, dll) Doa ngujubke Doa selamat Orang yang Sesepuh


(51)

memimpin upacara

kampung

2 Tradisi yasinan Tempat upacara keagamaan Rumah warga dalam satu kelompok Rumah warga dalam satu majelis taklim Saat-saat upacara keagamaan Satu minggu sekali pada malam jumat Benda dan alat upacara Pembacaan Surat Yasin Pembacaan Tahlil Doa selamat Orang yang memimpin upacara Ulama dalam suatu majelis taklim

Apabila dihubungkan dengan perspektif konstruktivis maupun relativis, proses analisis data melibatkan tiga tahapan. Menurut Maryaeni bahwa :

Pertama, tahap pengabaran (pemahaman)sesuai dengan informasi yang terdapat dalam teks yang terekonstruksikan. Pemahaman informasi tersebut diperoleh melalui pembacaan ulang, penelusuran, dan refleksi pengalaman secara analitik sintetik (epoche). Kedua, peneliti menyaring representasi makna ataupun informasi yang didapat sesuai dengan lingkup permasalahan yang digarap (reduksi data). Ketiga, peneliti mengidentifikasi hubungan komponen yang satu dengan yang lain dalam satuan teksnya, hubungan satuan makna yang satu dengan yang lain dalam satuan teksnya sehingga membentuk suatu pemahaman yang sistematik (Maryaeni, 2012: 76).

Dengan menggunakan teknik analisis model interaktif dengan persperktif kontruktivis, peneliti dapat menentukan simpulan, nilai kebenaran atas pemahaman yang diperoleh tidak ditentukan melalui perbandingan dengan realitas sasaran dalam penelitian karena inti penelitian bukan berada dalam proses analisis terhadap realitas melainkan inti penelitian menggunakan proses pemaknaan terhadap data-data yang disusun secara terpadu (refleksi hermeneutis).


(52)

metode analisis data menurut Huberman dan Miles (dalam Maryaeni, 2012: 75) adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses penataan “data mentah”, data tersebut mungkin berupa catatan lapangan, rekaman maupun dokumen. Pemilahan data-data yang didasarkan pada hasil penulisan ulang, transkripsi, maupun catatan reflektif dan memo yang disusun peneliti ketika melakukan kegiatan pengumpulan data. Pengkodean data sesuai dengan karakteristik informasi yang dimuat dalam kaitannya dengan fokus pemahaman yang ingin diperoleh.

2. Sajian Data

Sajian data merupakan proses mempertalikan koherensi data secara analitis, dalam arti peneliti berusaha memahami hubungan antara informasi yang termuat dalam satuan data yang satu dengan yang lain sehingga dapat dipahami koherensi semantisnya. Identifikasi hubungan makna antara data yang satu dengan data yang lain sehingga peneliti dapat menentukan satuan dan hubungan sekuentifnya secara tepat. Transposisi data ke dalam bentuk bagan spesifikasi, matriks, tabel, histogram, grafik, dan sebagainya sesuai dengan informasi yang teremban di dalamnya.

3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan

Pemaparan makna, informasi ataupun karakteristik X secara empiris sesuai dengan segmentasi dan sekuensi penjelasan/deskripsi yang diberikan. Penulisan ulang, pemaparan makna, informasi, ataupun karakteristik X dalam dimensi


(53)

hubungannya dengan masalah, landasan teori yang digunakan, cara kerja yang digunakan, dan temuan pemahaman yang didapatkan. Penarikan kesimpulan didapat dengan memahami hubungan keseluruhan satuan makna dalam satuan teksnya sehingga membentuk satuan pemahaman secara jelas dan sistematik.


(54)

REFERENSI

Maryaeni. 2012. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara. Halaman 58.

Ibid. Halaman 3.

Aris Wahyudi. 2012. Lakon Dewa Ruci: Cara Menjadi Jawa (Sebuah Analisis Strukturalisme Lévi-Strauss Dalam Kajian Wayang). Yogyakarta : Bagaskara. Halaman 22.

T.O Ihromi. 2006. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Halaman 66.

Heddy Shri Ahimsa-Putra. 2011. Paradigma, Epistemologi, dan Etnografi dalam Antropologi. Makalah Ceramah. Halaman 15.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Ed.). 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES. Halaman 48.

Ibid. Halaman 46.

Maryaeni. Op. Cit. Halaman 15.

Imam Suprayogo dan Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset Bandung. Halaman 165.

Imam Suprayogo dan Tobroni. Loc. Cit. Ibid. Halaman 166.

Ibid. Halaman 163.

J. Vredenbregt. 1980. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia. Halaman 91.

Imam Suprayogo dan Tobroni. Op. Cit. Halaman 164.

Arif Subyantoro dan FX. Suwarto. 2007. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Yogyakarta : ANDI OFFSET. Halaman 97.


(55)

Nawawi Hadari. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Halaman 94.

Ibid. Halaman 95.

Maryaeni. Op. Cit. Halaman 75. Ibid. Halaman 7.

S. Takdir Alisjahbana. 1986. Antropologi Baru. Jakarta : Dian Rakyat. Halaman 309.

Maryaeni. Op. Cit. Halaman 76. Ibid. Halaman 75.


(56)

82

V. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 1982-2012 disebabkan oleh beberapa faktor penyebab perubahan. Faktor penyebab perubahan tersebut antara lain :

1. Faktor dari dalam (intern) berupa perubahan komposisi penduduk yang semakin beragam.

2. Faktor dari luar (ekstern) berupa difusi kebudayaan dan penemuan baru (pendidikan dan teknologi).

Perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung terjadi disebabkan reaksi masyarakat sebagai makhluk berbudaya terhadap kondisi lingkungan, budaya, maupun kondisi sosial yang juga berubah.Perubahan tradisi kejawen adalah mekanisme perubahan yang dilakukan masyarakat yang menginginkan dipertahankannya sebuah aktivitas kelompok guna mempertahankan ikatan komunal di antara mereka sekaligus menyesuaikan dengan segala perubahan yang terjadi di sekeliling mereka. Perubahan ini termasuk sebagai perubahan secara lambat (evolusi).


(57)

b. Saran

Berkaitan dengan penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah (1982-2012), ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan diantaranya :

1. Diharapkan pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung walaupun di tengah-tengah arus globalisasi dan westernisasi, arus cepat perkembangan informasi dan komunikasi hendaknya tidak meninggalkan nilai-nilai tradisi yang telah diwariskan leluhurnya sebagai identitas diri sekaligus sebagai filter terhadap perubahan yang ada.

2. Adanya tradisi kejawen ataupun tradisi Jawa yang lain pada hakikatnya adalah tradisi yang berfungsi sebagai pengikat kerukunan komunal masyarakat. Sehingga masyarakat dapat menghadapi tantangan zaman yang terus berubah dan berkembang.

3. Adanya nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur baik itu ide, gagasan ataupun bentuk kebudayaan yang lain tujuannyatidak lain adalah sebagai pedoman bagi masyarakat Jawa. Diharapkan masyarakat dapat terus memahaminya dan menjadikannya pegangan komunal masyarakat di tengah-tengah arus individualisasi sebagai akibat masuknya modernisasi di segala bidang.


(58)

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2011. Paradigma, Epistemologi, dan Etnografi dalam Antropologi. Makalah Ceramah. 30 Halaman.

.2009. Paradigma Ilmu Sosial-Budaya: Sebuah Pandangan. Makalah Kuliah Umum. 24 Halaman.

Basrowi, Muhammad dan Soenyono. 2004. Memahami Sosiologi. Surabaya : Lutfansah Mediatama. 241 Halaman.

de Jong, S. . 1976. Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa. Yogyakarta : Kanisius. 151 Halaman.

Edi Suyanto (Ed.). 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia : Laras Ilmiah. Yogyakarta : Ardana Media. 180 Halaman.

Endraswara, Suwardi. 2012. Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta : Cakrawala. 268 Halaman.

. 2003. Budi Pekerti dalam Budaya Jawa. Yogyakarta : Hanindita Graha Widya. 202 Halaman.

Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya. 551 Halaman.

Hadari, Nawawi. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 249 halaman.

Hardjowirogo, Marbangun. 1983. Manusia Jawa. Jakarta : Idayu. 120 Halaman. Ihromi, T.O. 2006. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia. 228 Halaman.

Keesing, Roger M. (Alih Bahasa: Samuel Gunawan). 1992. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontempore : Edisi Pertama. Jakarta : Erlangga. 289 Halaman.

. 1992. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontempore : Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. 324 Halaman.


(59)

. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta. 300 Halaman.

K. Nottingham, Elizabeth. 1997. Agama dan Masyarakat : Suatu Pengantar Sosiologi Agama (terjemahan). Jakarta : Raja Grafindo Persada. 222 Halaman.

Maryaeni. 2012. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara. 107 Halaman.

Meinarno, Eko A., Bambang Widianto, Rizka Halida. 2011. Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta : Salemba Humanika. 320 Halaman. Munandar Soelaeman. 2007. Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar. Bandung :

Refika Aditama. 246 Halaman.

Nasution, S. dan M. Thomas. 2011. Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah. Jakarta : Bumi Aksara. 120 Halaman.

Niels Mulder. 2005. Mysticism in Java. Yogyakarta : Kanisius. 172 Halaman.

Prabowo, Dhanu Priyo. 2004. Pandangan Hidup Kejawen dalam Serat Pepali Ki Ageng Sela. Yogyakarta : Narasi. 146 Halaman.

Pranowo, Bambang. 2009. Memahami Islam Jawa. Jakarta : Pustaka Alvabet. 410 Halaman.

Redfield, Robert. 1985. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Jakarta : CV. Rajawali. 113 Halaman.

Seminar dkk. 2003. Integrasi dan Disintegrasi : Dalam Perspektif Budaya. Jakarta : Bupara Nugraha. 200 Halaman.

Sholikhin, Muhammad. 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta : NARASI. 500 Halaman.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (Ed.). 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES. 336 Halaman.

Subyantoro, Arif dan FX. Suwarto. 2007. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Yogyakarta : ANDI OFFSET. 182 Halaman.


(60)

: Remaja Rosdakarya Offset Bandung. 214 Halaman.

Takdir Alisjahbana, S.. 1986. Antropologi Baru. Jakarta : Dian Rakyat. 345 Halaman.

Tebba, Sudirman. 2007. Etika dan Tasawuf Jawa ; Untuk Meraih Ketenangan Batin. Jakarta : Pustaka IrVan. 243 Halaman.

Tim Peningkatan Penggunaan Bahasa Ilmiah Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung : Universitas Lampung. 60 Halaman.

Tim Penyusun Kamus Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 1278 Halaman.

Tutik, Titik Triwulan dan Trianto. 2008. Dimensi Transendental dan Transformasi Sosial Budaya. Jakarta : Lintas Pustaka Publisher. 138 Halaman.

Van Peursen, C.A.. 1984. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius. 239 Halaman.

Vredenbregt, J. 1980. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia. 139 Halaman.

Wahyudi, Aris. 2012. Lakon Dewa Ruci: Cara Menjadi Jawa (Sebuah Analisis Strukturalisme Levi Strauss Dalam Kajian Wayang). Yogyakarta : Bagaskara. 658 Halaman.

Wibowo, Wahyu. Tata Permainan Bahasa Karya Tulis Ilmiah. Jakarta : Bumi Aksara. 154 Halaman.

Wiranata, I Gede A.B. 2002. Antropologi Budaya. Bandar Lampung : Cipta Aditya Bakti. 181 Halaman.

Zairul Haq, Muhammad. 2011. Mutiara Hidup Manusia Jawa: Menggali Butir-Butir Ajaran Lokal Jawa Untuk Menuju Kearifan Hidup Dunia Dan Akhirat. Yogyakarta : Aditya Media Publishing. 272 Halaman.

Sumber Lain

Darsono, Ki Somo. http://id. Ki Somo Darsono/Kajian Budaya Jawa/Html. Diakses pada Hari Kamis 10 September 2013 Pukul 19.05 WIB.


(61)

Mukijo. 82 Tahun. Di dusun V Banjar Utama Kampung Banjar Agung. 16 Juli 2013, pukul 17.00 WIB dan 18 Maret 2014 pukul 09.00 WIB.

Kromo. 70 Tahun. Di Dusun IV Banjar Sari Kampung Banjar Agung. 20 Februari 2013 pukul 19.00 WIB, 14 Juli pukul 19.00 WIB, 27 Agustus pukul 19.00 WIB dan 17 Maret 2014 pukul 17.00 WIB.

Jimin. 70 Tahun. Di Dusun IV Banjar Sari Kampung Banjar Agung. 17 Juli pukul 19.00 WIB, 19 Agustus 2013 pukul 19.00 WIB, dan 17 Maret 2014 pukul 18.30 WIB.

Supardi. 45 Tahun. Di Dusun IV Banjar Sari Kampung Banjar Agung. 19 Februari 2013 pukul 19.00 WIB, 12 Juli 2013 pukul 19.30 WIB, 28 Agustus 2013 pukul 17.00 WIB, dan 15 Maret 2014 pukul WIB.

Sabar Santoso. 59 Tahun. Di Dusun VI Banjar Karya Kampung Banjar Agung. 14 Juli 2013 pukul 16.00 WIB, 22 Agustus 2013 pukul 20.00 WIB, dan 14 Maret 2014 pukul 18.45 WIB.

Parto. 70 Tahun. Di Dusun I Banjar Purwa Kampung Banjar Agung. 13 Juli 2013 pukul 17.00 WIB, 20 Agustus pukul 10.00 WIB, dan 16 Maret 2014 pukul 16.00 WIB.

Sutiyo. 57 Tahun. Di Dusun II Banjar Mulya Kampung Banjar Agung. 15 Juli 2013 pukul 19.00 WIB, 23 Agustus 2013 pukul 16.00 WIB, dan 15 Maret 2014 pukul 11.00 WIB.

Satijan. 60 Tahun. Di Dusun III Banjar Sakti Kampung Banjar Agung. 15 Juli 2013 17.00 WIB, 21 Agustus 2013 pukul 11.00 WIB, dan 15 Maret 2014 pukul 19.00 WIB.


(1)

82

V. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 1982-2012 disebabkan oleh beberapa faktor penyebab perubahan. Faktor penyebab perubahan tersebut antara lain :

1. Faktor dari dalam (intern) berupa perubahan komposisi penduduk yang semakin beragam.

2. Faktor dari luar (ekstern) berupa difusi kebudayaan dan penemuan baru (pendidikan dan teknologi).

Perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung terjadi disebabkan reaksi masyarakat sebagai makhluk berbudaya terhadap kondisi lingkungan, budaya, maupun kondisi sosial yang juga berubah.Perubahan tradisi kejawen adalah mekanisme perubahan yang dilakukan masyarakat yang menginginkan dipertahankannya sebuah aktivitas kelompok guna mempertahankan ikatan komunal di antara mereka sekaligus menyesuaikan dengan segala perubahan yang terjadi di sekeliling mereka. Perubahan ini termasuk sebagai perubahan secara lambat (evolusi).


(2)

83

b. Saran

Berkaitan dengan penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul perubahan tradisi kejawen pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah (1982-2012), ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan diantaranya :

1. Diharapkan pada masyarakat Jawa di Kampung Banjar Agung walaupun di tengah-tengah arus globalisasi dan westernisasi, arus cepat perkembangan informasi dan komunikasi hendaknya tidak meninggalkan nilai-nilai tradisi yang telah diwariskan leluhurnya sebagai identitas diri sekaligus sebagai filter terhadap perubahan yang ada.

2. Adanya tradisi kejawen ataupun tradisi Jawa yang lain pada hakikatnya adalah tradisi yang berfungsi sebagai pengikat kerukunan komunal masyarakat. Sehingga masyarakat dapat menghadapi tantangan zaman yang terus berubah dan berkembang.

3. Adanya nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur baik itu ide, gagasan ataupun bentuk kebudayaan yang lain tujuannyatidak lain adalah sebagai pedoman bagi masyarakat Jawa. Diharapkan masyarakat dapat terus memahaminya dan menjadikannya pegangan komunal masyarakat di tengah-tengah arus individualisasi sebagai akibat masuknya modernisasi di segala bidang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2011. Paradigma, Epistemologi, dan Etnografi dalam Antropologi. Makalah Ceramah. 30 Halaman.

.2009. Paradigma Ilmu Sosial-Budaya: Sebuah Pandangan. Makalah Kuliah Umum. 24 Halaman.

Basrowi, Muhammad dan Soenyono. 2004. Memahami Sosiologi. Surabaya : Lutfansah Mediatama. 241 Halaman.

de Jong, S. . 1976. Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa. Yogyakarta : Kanisius. 151 Halaman.

Edi Suyanto (Ed.). 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia : Laras Ilmiah. Yogyakarta : Ardana Media. 180 Halaman.

Endraswara, Suwardi. 2012. Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta : Cakrawala. 268 Halaman.

. 2003. Budi Pekerti dalam Budaya Jawa. Yogyakarta : Hanindita Graha Widya. 202 Halaman.

Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya. 551 Halaman.

Hadari, Nawawi. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 249 halaman.

Hardjowirogo, Marbangun. 1983. Manusia Jawa. Jakarta : Idayu. 120 Halaman. Ihromi, T.O. 2006. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia. 228 Halaman.

Keesing, Roger M. (Alih Bahasa: Samuel Gunawan). 1992. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontempore : Edisi Pertama. Jakarta : Erlangga. 289 Halaman.

. 1992. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontempore : Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. 324 Halaman.


(4)

Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan. 395 Halaman.

. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta. 300 Halaman.

K. Nottingham, Elizabeth. 1997. Agama dan Masyarakat : Suatu Pengantar Sosiologi Agama (terjemahan). Jakarta : Raja Grafindo Persada. 222 Halaman.

Maryaeni. 2012. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara. 107 Halaman.

Meinarno, Eko A., Bambang Widianto, Rizka Halida. 2011. Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta : Salemba Humanika. 320 Halaman. Munandar Soelaeman. 2007. Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar. Bandung :

Refika Aditama. 246 Halaman.

Nasution, S. dan M. Thomas. 2011. Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah. Jakarta : Bumi Aksara. 120 Halaman.

Niels Mulder. 2005. Mysticism in Java. Yogyakarta : Kanisius. 172 Halaman.

Prabowo, Dhanu Priyo. 2004. Pandangan Hidup Kejawen dalam Serat Pepali Ki Ageng Sela. Yogyakarta : Narasi. 146 Halaman.

Pranowo, Bambang. 2009. Memahami Islam Jawa. Jakarta : Pustaka Alvabet. 410 Halaman.

Redfield, Robert. 1985. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Jakarta : CV. Rajawali. 113 Halaman.

Seminar dkk. 2003. Integrasi dan Disintegrasi : Dalam Perspektif Budaya. Jakarta : Bupara Nugraha. 200 Halaman.

Sholikhin, Muhammad. 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta : NARASI. 500 Halaman.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (Ed.). 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES. 336 Halaman.

Subyantoro, Arif dan FX. Suwarto. 2007. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Yogyakarta : ANDI OFFSET. 182 Halaman.


(5)

Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset Bandung. 214 Halaman.

Takdir Alisjahbana, S.. 1986. Antropologi Baru. Jakarta : Dian Rakyat. 345 Halaman.

Tebba, Sudirman. 2007. Etika dan Tasawuf Jawa ; Untuk Meraih Ketenangan Batin. Jakarta : Pustaka IrVan. 243 Halaman.

Tim Peningkatan Penggunaan Bahasa Ilmiah Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung : Universitas Lampung. 60 Halaman.

Tim Penyusun Kamus Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 1278 Halaman.

Tutik, Titik Triwulan dan Trianto. 2008. Dimensi Transendental dan Transformasi Sosial Budaya. Jakarta : Lintas Pustaka Publisher. 138 Halaman.

Van Peursen, C.A.. 1984. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius. 239 Halaman.

Vredenbregt, J. 1980. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia. 139 Halaman.

Wahyudi, Aris. 2012. Lakon Dewa Ruci: Cara Menjadi Jawa (Sebuah Analisis Strukturalisme Levi Strauss Dalam Kajian Wayang). Yogyakarta : Bagaskara. 658 Halaman.

Wibowo, Wahyu. Tata Permainan Bahasa Karya Tulis Ilmiah. Jakarta : Bumi Aksara. 154 Halaman.

Wiranata, I Gede A.B. 2002. Antropologi Budaya. Bandar Lampung : Cipta Aditya Bakti. 181 Halaman.

Zairul Haq, Muhammad. 2011. Mutiara Hidup Manusia Jawa: Menggali Butir-Butir Ajaran Lokal Jawa Untuk Menuju Kearifan Hidup Dunia Dan Akhirat. Yogyakarta : Aditya Media Publishing. 272 Halaman.

Sumber Lain

Darsono, Ki Somo. http://id. Ki Somo Darsono/Kajian Budaya Jawa/Html. Diakses pada Hari Kamis 10 September 2013 Pukul 19.05 WIB.


(6)

Wawancara :

Mukijo. 82 Tahun. Di dusun V Banjar Utama Kampung Banjar Agung. 16 Juli 2013, pukul 17.00 WIB dan 18 Maret 2014 pukul 09.00 WIB.

Kromo. 70 Tahun. Di Dusun IV Banjar Sari Kampung Banjar Agung. 20 Februari 2013 pukul 19.00 WIB, 14 Juli pukul 19.00 WIB, 27 Agustus pukul 19.00 WIB dan 17 Maret 2014 pukul 17.00 WIB.

Jimin. 70 Tahun. Di Dusun IV Banjar Sari Kampung Banjar Agung. 17 Juli pukul 19.00 WIB, 19 Agustus 2013 pukul 19.00 WIB, dan 17 Maret 2014 pukul 18.30 WIB.

Supardi. 45 Tahun. Di Dusun IV Banjar Sari Kampung Banjar Agung. 19 Februari 2013 pukul 19.00 WIB, 12 Juli 2013 pukul 19.30 WIB, 28 Agustus 2013 pukul 17.00 WIB, dan 15 Maret 2014 pukul WIB.

Sabar Santoso. 59 Tahun. Di Dusun VI Banjar Karya Kampung Banjar Agung. 14 Juli 2013 pukul 16.00 WIB, 22 Agustus 2013 pukul 20.00 WIB, dan 14 Maret 2014 pukul 18.45 WIB.

Parto. 70 Tahun. Di Dusun I Banjar Purwa Kampung Banjar Agung. 13 Juli 2013 pukul 17.00 WIB, 20 Agustus pukul 10.00 WIB, dan 16 Maret 2014 pukul 16.00 WIB.

Sutiyo. 57 Tahun. Di Dusun II Banjar Mulya Kampung Banjar Agung. 15 Juli 2013 pukul 19.00 WIB, 23 Agustus 2013 pukul 16.00 WIB, dan 15 Maret 2014 pukul 11.00 WIB.

Satijan. 60 Tahun. Di Dusun III Banjar Sakti Kampung Banjar Agung. 15 Juli 2013 17.00 WIB, 21 Agustus 2013 pukul 11.00 WIB, dan 15 Maret 2014 pukul 19.00 WIB.