Pengertian Hukum Taklifi PEMBAHASAN

1. Apa definisi hukum Taklifi? 2. Sebutkan dan jelaskan pembagian hukum taklifi

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Memahami pengertian hukum Takilifi. 2. Memahami pembagian dan macam-macam hukum taklifi.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Taklifi

3 Secara garis besar para ulama’ ushul fiqh membagi hukum syara’ pada dua macam, yaitu Hukum Taklifi dan Hukum Wadh’i. Hukum Taklifi menurut para ahli Ushul Fiqh adalah, ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan langsung dengan perbuatan orang mukallaf, baik perintah, anjuran untuk melakukan, larangan, anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam bentuk member kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak berbuat 1 . Hukum Taklifi adalah firman Allah yang menuntut manusia untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu atau memilih antara berbuat dan meninggalkan 2 . Hal senada juga diungkapkan oleh Chaerul Uman dkk, bahwa hukum Taklifi adalah khitab firman Allah yang berhubungan dengan segala perbuatan para mukallaf, baik atas dasar iqtidha’ atau atas dasar takhyir 3 . Untuk memperjelas pembahasan, kami akan menyajikan definisi hukum wadh’i secara sekilas. Hal ini perlu disampaikan karena antara hukum Taklifi dan Hukum Wadh’i mempunyai hubungan yang sangat erat. Hukum Wadh’i adalah hukum ketentuan-ketentuan yang mengatur tetang sebab, syarat dan mani’ sesuatu yang menjadi penghalang kecakapan untuk melakukan hukum Taklifi 4 . Jadi, jika hukum Taklifi adalah ketentuan Allah yang bersifat perintah, larangan atau pilihan antara perintah dan larangan. Sedangkan hukum Wadh’i adalah hukum yang menjelaskan hukum taklifi. Maksudnya, jika hukum taklifi menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat islam, hukum Wadh’i menjelaskan bahwa waktu tenggelamnya matahari pada waktu sore hari menjadi sebab tanda bagi wajibnya seseorang menunaikan shalat maghrib. Lebih lanjut, bisa dijelaskan bahwa hukum Taklifi dalam berbagai macamnya selalu berada dalam batas kemampuan seorang mukallaf, sedangkan hukum wadh’i sebagaian ada yang di luar kemampuan manusia dan bukan merupakan aktifitas manusia 5 . Contoh, seperti firman Allah SWT. Yang bersifat menuntut untuk melakukan sesuatu perbuatan: 1 . H.Ssatria Efendi, M Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2009, hlm41 . 2 . Rachmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, hlm. 296 . 3 . Chaerul Uman, Ushul Fiqh 1, bandung: CV Pustak Setia, 1998, hlm. 216 4 . H. Satria Efendi, Ibid ,. . 5 . Lihat H. Satria Efendi, Ibid ,. 4          Artinya: “Dan dirikanlah Shalat, tunaikan zakat dan taatilah rasul supaya kamu diberi rahmat”. QS. An-Nur: 56 6 . Ayat ini menunjukkan kewajiban shalat, menunaikan zakat dan mentaati Rasul. Sedangkan Firman Allah yang bersifat memilih fakultatif, yaitu:               Artinya: “ dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar”. QS. Al-Baqarah: 187 7 .

2.2 Pembagian Hukum Taklifi Dan Macam-Macam Dari Masing-Masing Pembagiannya.