Contoh Makalah Agama Islam Tentang Akhlak

(1)

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“KONSEP AKHLAK DALAM ISLAM”

Di Bimbing oleh: Drs. Abdul Halim Rofi’i, MAg

Kelompok 2

:

Balqis Zamrudiah

105040200111028

Ika Dyah Saraswati 105040200111041

Fajar Budhi P.

105040200111042

Mardianti Utami

105040200111054

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2012


(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Manusia diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kholifah yang bertugas untuk mengelola apa yang ada di dunia ini dengan cara yang baik sesuai dengan petunjuk dalam al-quran dan hadist. Hakekat seorang manusia adalah seorang makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang memiliki hak dan kewajiban untuk saling berinteraksi dengan sesama manusia.

Manusia yang diciptakan dengan penuh kesempurnaan akal dan pikiran oleh Allah kemudian juga harus berinteraksi dengan sekitarnya dengan cara yang dibenarkan sehingga kehidupan bersama yang damai dan penuh dengan rasa aman dapat tercapai. Hal yang utama yang mengatur ini semua adalah Akhlak manusia. Akhlak memiliki peranan yang sangat penting pada diri manusia. Manusia terlahir dengan sebuah fitrah yang suci, lingkunganlah yang kemudian akan mengarahkan manusia hendak menjadi manusia yang baik ataukah sebaliknya menjadi manusia yang berakhlak kurang baik.

Oleh karena itu, ilmu tentang akhlak dan membina manusia untuk menciptakan akhlak yang baik dalam dirinya sangat diperlukan oleh semua manusia agar hidupnya dalam masyarakat selalu tenang dan tentram.

1.2 Tujuan

- Untuk memahami tentang akhlak manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan - Untuk memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlak

manusia

- Untuk memahami akhlak dan hubungannya dengan segala aspek kehidupan manusia

1.3 Manfaat


(3)

- Dapat memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlak manusia

- Dapat memahami akhlak dan hubungannya dengan segala aspek kehidupan manusia

BAB II PERMASALAHAN

2.1 Bagaiamanakah pengertian akhlak, etika dan moral?

Akhlak, etika dan moral tentunya sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, ketiga kata tersebut sering disebut-sebut sebagai ukuran atau standart kehidupan manusia dalam bersikap dan berperilaku. Tetapi, meskipun begitu masih banyak diantara kita yang kurang dapat membedakan antara ketiganya, sebab dari akhlak, etika dan moral memiliki subyek dan objek yang sama yaitu manusia sebagai pelaku yang sekaligus contoh objek dari sikap itu sendiri. Oleh sebab itu untuk dapat menerapkannya kitapun perlu untuk memahami perbedaan baik secara prinsip maupun secara harfiah dari ketiganya.

2.2 Darimanakah akhlak bersumber dan bagaimanakah karakteristik akhlak?

Akhlak sebagai objek yang berorientasi pada sikap-sikap dan perilaku manusia sebagai sebjek pelaksananya tentu memiliki asal mula atau sumber yang menyebabkan akhlak dipandang sebagai hal yang penting dalam kehidupan manusia. Akhlak juga memiliki karakteristik yang kemudian menjadi dasar bagi manusia untuk dapat menjadikannya sebagai pedoman dalam bersikap dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan mengetahui sumber dan karakteristik akhlak maka kita akan dapat memahami mengapa kita menjadi penting untuk menerapkan akhlak yang sesuai dan dibenarkan.

2.3 Bagaimanakah prinsip-prinsip akhlak?

Akhlak sebagai ciri khas dari manusia sebagai makhluk yang beradab merupakan sebuah implementasi dari faktor-faktor yang dibawa oleh manusia itu sendiri. Hal ini menandakan bahwa meskipun akhlak dianggap sebagai sebuah sikap yang harus


(4)

dilakukan oleh manusia dengan cara yang baik tetapi manusia itu sendiri memiliki pembawaan yang kemudian melebur dalam sikap yang dapat kita lihat.

2.4 Bagaimanakah contoh penerapan atau aktualisasi akhlak dalam kehidupan?

Akhlak dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak ada yang baik dan ada yang buruk sedangkan yang kita harapkan adalah akhlak yang baik atau mahmudah. Akhlak yang berhubungan dengan cara kita berinteraksi dengan manusia yang lain, juga dengan makhluk hidup yang lain dan juga Tuhan dalam kehidupan sehari-hari sangat penting sehingga perlu adanya pendalaman tentang akhlak itu sendiri.

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Pengertian akhlak

Menurut (Sahilun A,1980), kata “Akhlak” berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun قق للخل yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun قق للخخ yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliqقق للاخخ yang berarti pencipta; demikian pula dengan akhluqun قق ولللخلمخ yang berarti yang diciptakan.

Kata akhlak menunjukkan sejumlah sifat tabiat fitri atau asli pada manusia dan sejumlah sifat yang diusahakan hingga seolah-olah fitrah akhlak ini memiliki dua bentuk, pertama bersifat batiniyah (kejiwaan) dan yang kedua bersifat zahiriah yang terwujud dalam perilaku.Menurut para ulama dan sarjana menuturkan bahwa akhlak ditinjau dari aliran atau ajaran yang dianggap benar. Dalam aspek sosiologis juga didefinisikan akhlak sesuai dengan disiplin ilmu sosiologi (ilmu dalam bermasyarakat). Sedangkan menurut aliran idealisme didefinisikan sesuai dengan aliran yang dianutnya.

Menurut aliran utilitarianisme (menekankan aspek kegunaan) dan naturalisme (menekankan oada panggilan alam atau kejadian manusia itu sendiri atau fitahnya).


(5)

Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu perbuatan atau tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik (mahmudah). Tetapi manakala ia melahirkan perbuatan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk (madzmumah).

Pengertian sikap positif yang termasuk dalam akhlak yang terlihat melalui perilaku dapat ditunjukkan dengan beberapa sikap, tabiat, watak atau kebiasaan misalkan sikap pemaaf, amanah, sabar, rendah hati, dll. Sedangkan sikap negatif misalkan sikap pemarah, pendendam, dengki, khianat, sombong dll. Hal yang menentukan apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk adalah norma-norma agama yang bersumber dari al-Haq yaitu Tuhan YME.

Disebut akhlak karena: 1. Dilakukan berulang-ulang

2. Timbul dengan sendirinya dan tanpa berfikir panjang

Moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik dan buruk. Dimasukkannya penilaian benar atau salah ke dalam moral, jelas menunjukkan salah satu perbedaan moral dan akhlak, sebab salah benar adalah penilaian dipandang dari sudut hukum yang ada di dalam agama islam tidak dapat dicerai pisahkan dengan akhlak, seperti yang telah disinggung di atas.

Akhlak islami berbeda dengan moral dan etika. Perbedaannya dapat dilihat terutama dari sumber yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.

Yang baik menurut akhlak adalah segala sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan nilai dan norma agama, nilai serta norma yang terdapat dalam masyarakat, bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Yang buruk adalah segala sesuatu yang tidak berguna, tidak sesuai dengan nilai dan norma agama serta nilai dan norma masyarakat, merugikan masyarakat dan diri sendiri. Yang menentukan baik atau buruk suatu sikap (akhlak) yang melahirkan suatu perilaku atau perbuatan manusia di dalam agama dan ajaran islam adalah al quran yang dijelaskan


(6)

dan dikembangkan oelh Rasulullah dengan sunah beliau yang kini dapat dibaca di dalam kitab-kitab hadist.

Yang menentukan perbuatan baik atau buruk dalam moral dan etika adalah adat istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat pada suatu tempat di suatu masa.

Oleh karena itu dipandang dari sumbernya akhlak islami bersifat tetap dan berlaku untuk selama-lamanya, sedang moral dan etika berlaku selama masa tertentu di suatu tempat tertentu.

(Tim Dosen, 2002)

3.2 Sumber dan Karakteristik Akhlak

Akhlak dalam islam sangatlah menjadi faktor pembeda atau penciri yang menunjukkan perilaku hidup umat manusia dari umat pemeluk agama lain. Karakteristik akhlak ini dapat diterapkan atau sesuai untuk semua kelas individu baik ditinjau dari ras, suku, lingkungan, kehidupan sosial masyarakat dan lain sebagainya.

Menurut Qardhawy (1997) dalam Daras (2006) karakteristik akhlak ada tujuh, yaitu: 1. Moral yang beralasan serta dapat difahami

Akhlak yang harus disandang oleh seluruh umat islam bukanlah sesuatu yang bersifat dokmatis, tetapi sesuatu yang logis dan masuk akal. Maksudnya logis adalah dapat diargumentasikan dan dapat diterima oleh naluri manusia dan akal sehat. Hal ini mencakup tentang pembahasan tentang kebaikan atau kemaslahatan dan keburukan yang dilarang olehNya.

2. Moral Universal

Dalam hal ini moral bersifat umum, berlaku untuk semua umat di dunia, tidak terbatas atas ras, suku, kebangsaan, golongan, kesukuan atau kaum. Pada dasarnya, moral universal ini didasarkan oleh karakter manusia, jadi setiap umat akan memiliki landasan moral yang seharusnya sama, tidak dibeda-bedakan,


(7)

Islam memberikan pengakuan terhadap status manusia sebagai ciptaan Allah yang diberikan fitrah, keinginan, kecenderungan dan dorongan dari dalam jiwanya untuk berbuat. Manusia diperbolehkan untuk memiliiki apa saja yang dia sukai, dan melakukan apa saja yang ingin dia kerjakan asalkan tidak menyimpang dari ajaran islam. Islam datang untuk memberikan batasan-batasan demi kebaikan-kebaikan hidup manusia di dunia. Islam tidak mengubah fitrah yang ada pada diri manusia melainkan menyempurnakannya atau melengkapinya agar manusia dapat bertindak secara bijaksana terhadap apa yang ada dalam dirinya agar dalam kehidupannya dapat bersikap dengan baik sesuai dengan batasan yang dijelaskan.

4. Memperhatikan realita

Seperti yang telah dijelaskan pada poin satu bahwa moral islam adalah sesuatu yang logis dan sesuai nurani manusia. Realita adalah hal yang mengarah pada keadaan manusia sehari-hari yang menunjukkan keinginan manusia pada hal-hal yang bersifat duniawi, sebab hal itu tentu tidak mungkin dapat dihilangkan dari diri manusia sebagai makhluk sosial. Al-quran tidak mengekang manusia untuk tidak melakukan apa yang secara alamiah dia inginkan, hanya saja Al-quran mengatur kita agar kita bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan sesuai dengan akal sehat dan pertimbangan kebaikan bersama. Dapat dicontohkan, kita tentu tidak bisa berbuat baik atau menganggap seorang musuh sebagai kawan, akan tetapi al-quran memberikan batasan agar bahwa kita tidak boleh berlaku tercela sekalipun kepada musuh kita, kita harus berlaku adil dengan tidak melakukan pelanggaran. Dalam konteks lain yang lebih universal dapat dijelaskan bahwa memandang realita maksudnya adalah memberikan kita kebebasan untuk berperilaku tetapi tetap harus berpegang pada al-quran.

5. Moral positif

Dalam islam, selain seseorang itu harus memiliki moral yang baik dia harus memiliki ketangguhan dalam menghadapi cekaman sosial politik yang terjadi di luar. Sering kita jumpai bahwa manusia cenderung terbawa oleh arus yang terjadi di lingkungannya, bisa saja seseorang yang tadinya memiliki moral yang baik tetapi karena mengikuti trend sosial yang salah maka akan menyebabkan moralnya menjadi tidak baik. Oleh karena itu, dalam al-quran telah dijelaskan pula bahwa sebagai


(8)

seorang mukmin kita tidak diperkenankan untuk tinggal diam melihat kemunduran kondisi sosial dan politik yang terjadi, maka selain kita harus tetap mempertahankan moral islam kita, kita juga diperintahkan untuk mengubah semua paradigma sosial politik yang salah dimulai dari diri kita sendiri.

6. Komprehensifitas

Moral islam adalah sebuah batasan dan cakupan yang kompleks. Tidak benar anggapan sebagian orang tentang islam yang menganggap bahwa islam hanyalah tentang kegiatan keagamaan, ibadah, seremonial dan sebagainya yang mendekatkan diri sebagai umat kepada Tuhannya. Lebih dari itu, islam mengatur pula bagaimana kita sebagai makhluk sosial untuk berperilaku sesuai porsinya sehingga kita sebagai umat islam akan memiliki nilai susila yang tinggi dan ajaran yangluhur. Moral islam mengatur hubungan mansia dengan Tuhannya, serta hubungan manusia dengan manusia.

7. Keseimbangan hidup atau Tawazun

Dapat digambarkan secara umum bahwa kita harus bersikap adil terhadap apapun yang ada di dunia ini. Sebagai makhluk individu kita harus adil terhadap kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan ruh dan raga kita. Jika dilihat dari konteks manusia sebagai makhluk hidup dengan Tuhannya maka dapat digambarkan bahwa manusia sebagai kholifah di dunia ini, maka kita harus dapat memanfaatkan apa yang ada di dunia ini seoptimal mungkin untuk kesejahteraan kita selama ada di dunia, namun demikian kita juga harus ingat bahwa pemenuhan bekal kita di akhirat sebagai makhluk Tuhan yang pasti akan kembali juga harus dipenuhi.

(Tim Dosen, 2002)

3.3 Prinsip - Prinsip Akhlak

Prinsip-prinsip Akhlak digambarkan dengan faktor-faktor awal yang membentuk akhlak manusia. Dapat dijelaskan bahwa faktor pembentuk akhlak ada dua yaitu faktro intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri sebagai sifat bawaan sejak lahir, sedangkan faktor ekstrinsik adalah


(9)

faktor yang berasal dari pengaruh lingkungan terhadap perkembangan kejiwaan manusia. Ada enam prinsip akhlak yang dijelaskan dalam Daras (2006) yaitu sebagai berikut ini: 1. Intrik atau naluri

Intrik atau naluri adalah sifat dasar manusia yang dibawanya sejak lahir. Naluri secara umum dijelaskan sebagai suatu sifat yang dilakukan dengan tanpa harus berlatih tetapi muncul dengan sendirinya dari dalam diri manusia yang bersangkutan untuk mencapai tujuan tetentu. Naluri berasal dari dalam jiwa manusia sebagai faktor psikologi. Contoh naluri manusia adalah:

a. Naluri untuk makan (nutrive instinct). Naluri ini dibawa sejak lahir oleh manusia untuk dapat bertahan hidup dengan memenuhi kebutuhan nutrisinya untuk tumbuh dan berkembang,

b. Naluri berjodoh (sexual instinct). Naluri ini dijelaskan sebagai kebutuhan biologis manusia (laki-laki dan perempuan),

c. Naluri keibu-bapakan (Paternal instinct). Sikap kecintaan terhadap anak-anak sebagai seorang ayah atau ibu,

d. Naluri berjuang (combative instinct). Sikap manusia untuk menjawab tantangan, menghindari gangguan, dan mempertahankan diri dari serangan,

e. Naluri ber-Tuhan. Tabiat manusia untuk dapat merasakan rindu dan menunjukkan kecintaannya kepada Allah sebagai makhluk Tuhan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan beragama.

Naluri dapat membawa manusia kepada jalan yang benar tetapi terkadang juga kepada jalan yang salah tergantung kepada individu yang memiliki naluri tersebut untuk dapat memanagenya.Sehingga islam hadir untuk membantu manusia dalam mengendalikan nalurinya agar tidak aniaya terhadap diri sendiri tetapi dapat tersalurkan sesuai dengan tuntunan dari Ilahi.


(10)

2. Keturunan

Salah satu yang menjadi dasar dalam penurunan moral dan etika adalah berasal dari nenek moyang. Dalam Daras (2006) diilustrasikan bahwa manusia itu ibarat satu pohon, dari batang ke cabang, kemudian dari cabang ke ranting akan menunjukkan kesamaan atau paling tidak kemiripan. Begitu pula dalam diri manusia, moral manusia adalah sebagian dari apa yang diwariskan oleh nenek moyang. Selain fisik yang sama, kemungkinan akan memiliki sikap, perasaan, dan etika dalam hidup yang sama. Sikap umum hingga khusus yang dapat diwariskan adalah sebagai berikut ini: a. Manusia menurunkan selain sifat fisik juga mental yang berupa pembawaan

mental, moral, etika dan perasaan yang diwariskan kepada generasi selanjutnya, hal ini adalah sebuah keistimewaan bagi manusia.

b. Selain sifat manusia yang diwariskan secara general, terdapat juga pengaruh dari kebangsaan, suku atau ras. Umumnya setiap negara, suku dsb akan mewariskan sifat-sifat khusus yang berasal dari hasil kebudayaan nilai norma yang terbentuk di masyarakatnya. Hal ini termasuk ke dalam aspek Antropoligi dan Etnologi. c. Sifat yang paling inti adalah sifat yang diturunkan oleh keluarga yang dipimpin

oleh kedua orang tua sebagai indukkan. Sifat fisik akan sangat nyata kemiripannya atau kesamaannya, begitu juga dengan pewarisan tentang sikap, nilai dan norma yang tertanam di dalam jiwa manusia yang menghadirkan bentuk moral padanya. 3. ‘Azam

‘Azam adalah sebuah kemauan atau keinginan yang keras yang hadir dalam pemikiran dan hati manusia untuk dpat melaksanakan suatu hal tertentu. ‘Azam ini akan membawa manusia dalam kekerasan hati untuk berlaku yang baik atau yang buruk. Telah dicontohkan pada diri Rasulullah SAW, tentang sikap keras pada pendirian dan kemauan yang besar untuk bertahan dalam menghadapai sesuatu demi kebaikan, hal inilah yang seharusnya kita contoh. Ada dua contoh kehendak yaitu: a. Kelemahan kehendak, yaitu sikap kurang adanya kemauan untuk berjuang, untuk

bertahan atau dengan kata lain dapat digambarkan sebagai sikap mudah menyerah. Kurangnya kemauan menyebabkan manusia malas untuk berusaha.


(11)

b. Kehendak yang kuat tetapi kearah yang salah, hal ini dapat ditunjukkan dengan pola hidup yang merusak dan dzalim.

4. Dlamir atau suara Batin

Suara batin adalah sebuah panggilan atau perasaan senang atau tidak senang terhadap suatu perbuatan yang telah dia lakukan sediri. Sederhananya, apabila kita melakukan kesalahan yang melanggar dari batasan yang telah ditetapkan maka akan timbul rasa sesal atau rasa bersalah karena perbuatan yang telah kita lakukan. Peran hati dalam hal ini adalah untuk mencegah kita melakukan keburukan dan berubah untuk melakukan kebaikan. Panggilan hati lebih utamanya adalah panggilan untuk berbuat kebaikan yang merupakan kewajiban umat manusia.

5. Kebiasaan

Perilaku yang dilakukan berulang-ulang sehingga menyebabkan syaraf otak kita menjadi terpengaruh dan menjadikannya perbuatan rutinan yang kita lakukan. Secara lebih rinci, setiap kali kita melakukan perbuatan maka hal itu akan membekas di dalam otak kita, maka apabila kita diminta untuk mengulanginya maka akan lebih mudah bagi kita. Setiap kali perbuatan itu dilakukan akan semakin memberikan bekas dan melatih otak untuk mengingat dan melakukan perbuatan itu.

Untuk merubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik maka hal yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut,

o Niat yang sungguh-sungguh

o Kesadaran akan pentingnya perubahan tersebut

o Selalu istiqomah dan setia terhadap usaha yang dilakukan

o Mengisi waktu kosong dengan berlaku yang baik agar kebiasaan dapat bergeser

o Mencari kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut


(12)

6. Lingkungan

Lingkungan dalam hal ini menunjukkan adanya perbedaan akhlak manusia berdasarkan lingkungannya, baik secara geografis maupun sosial. Secara sosial maka manusia sebagai makhluk sosial pasti melakukan interaksi dengan masyarakat, hal ini menimbulkan hadirnya pemahaman mengenai sikap-sikap yang kemudian tertanam di dalam dirinya sehingga terbentuk menjadi akhlak.

(Tim Dosen,2002)

3.4 Contoh Penerapan atau Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan

Aktualisasi akhlak adalah bagaimana seseorang dapat mengimplementasikan iman yang dimilikinya dan mengaplikasikan seluruh ajaran Islam dalam setiap tingkah laku sehari-hari. Dan akhlak seharusnya diaktualisasikan dalam kehidupan seorang Muslim agar dalam kehidupan sehari-hari mendapatkan ridho dan petunjuk dari Allah, sehingga dalam menjalani hari-hari tidak terdapat kendala yang berarti. Penerapan akhlak yang baik dalam keseharian yaitu seperti:

a. Akhlak terhadap Allah

 Mentauhidkan Allah (QS. Al Ihlas: 1-4)

 Tidak berbuat musyrik pada Allah (QS. Luqman: 13)  Bertakwa pada Allah (QS. An Nisa’:1)

b. Akhlak terhadap Rasulullah

 Mengikuti atau menjalankan sunnahnya (QS. Ali Imran: 30)  Meneladani akhlaknya (QS. Al Ahzab: 21)

 Bershalawat kepadanya (QS. Al Ahzab: 56) c. Akhlak terhadap diri sendiri


(13)

 Sikap syukur (QS. Ibrahim: 7)

 Sikap amanah atau jujur (QS. Al Ahzab: 72)  Sikap Tawadlu’ (rendah hati) (QS. Luqman: 18)

 Cepat bertobat jika berbuat khilaf (QS. Ali Imron: 135) d. Akhlak pada Keluarga

 Birul waliadin (berbakti pada ketua orang tua) (QS. An Nisa’:36)  Membina dan mendidik keluarga (QS. At-Tahrim: 6)

 Memelihara keturunan (QS. An Nahl: 58-59)

e. Akhlak terhadap sesama Manusia

 Merajut ukhuwah atau persaudaraan (QS. Al Hujurat: 10)  Ta’awun atau saling tolong menolong (QS. Al Maidah: 2)

 Suka memaafkan kesalahan orang lain (QS. Ali Imran: 134 & 159)  Menepati janji (QS At Taubah: 111)

f. Akhlak terhadap sesama makhluk

 Tafakur (memperhatikan dan merenungkan ciptaan alam semesta) (QS. Ali Imran: 190)

 Memanfaatkan alam (QS. Yunus: 101)


(14)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimnpulan

Akhlak dapat menentukan perilaku suatu umat yang terwujud dalam moral dan etika dalam kehidupan. Sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga manusia dapat menentukan pilihan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam islam akhlak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi pedoman hidup kaum. Maka dari itu umat islam selama masih berpegangan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam proses kehidupannya, maka dijamin bahwa kualiatas hidup suatu umat akan baik, terhindar dari hal-hal menyesatkan yang dapat membawa pada kehancuran baik di dunia dan di akhirat. Karena semua tatanan kehidupan terdapat dalam sumber tersebut.

Dengan kata lain, akhlak adalah suatu sistem yang mengatur perbuatan manusia baik secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan baik secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan Allah, manusia sesama manusia, manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan jin dan


(15)

juga dengan alam sekitar. Maka dari itu pentingnya suatu kaum memiliki akhlak yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Sahilun A. 1980. Nasir, Etika dan Problematikanya Dewasa ini. PT. Al-Ma’arif: Bandung Tim Dosen Agama Islam. 2002. Pendidikan Agama Islam. UB: Malang


(1)

b. Kehendak yang kuat tetapi kearah yang salah, hal ini dapat ditunjukkan dengan pola hidup yang merusak dan dzalim.

4. Dlamir atau suara Batin

Suara batin adalah sebuah panggilan atau perasaan senang atau tidak senang terhadap suatu perbuatan yang telah dia lakukan sediri. Sederhananya, apabila kita melakukan kesalahan yang melanggar dari batasan yang telah ditetapkan maka akan timbul rasa sesal atau rasa bersalah karena perbuatan yang telah kita lakukan. Peran hati dalam hal ini adalah untuk mencegah kita melakukan keburukan dan berubah untuk melakukan kebaikan. Panggilan hati lebih utamanya adalah panggilan untuk berbuat kebaikan yang merupakan kewajiban umat manusia.

5. Kebiasaan

Perilaku yang dilakukan berulang-ulang sehingga menyebabkan syaraf otak kita menjadi terpengaruh dan menjadikannya perbuatan rutinan yang kita lakukan. Secara lebih rinci, setiap kali kita melakukan perbuatan maka hal itu akan membekas di dalam otak kita, maka apabila kita diminta untuk mengulanginya maka akan lebih mudah bagi kita. Setiap kali perbuatan itu dilakukan akan semakin memberikan bekas dan melatih otak untuk mengingat dan melakukan perbuatan itu.

Untuk merubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik maka hal yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut,

o Niat yang sungguh-sungguh

o Kesadaran akan pentingnya perubahan tersebut

o Selalu istiqomah dan setia terhadap usaha yang dilakukan

o Mengisi waktu kosong dengan berlaku yang baik agar kebiasaan dapat bergeser

o Mencari kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut


(2)

6. Lingkungan

Lingkungan dalam hal ini menunjukkan adanya perbedaan akhlak manusia berdasarkan lingkungannya, baik secara geografis maupun sosial. Secara sosial maka manusia sebagai makhluk sosial pasti melakukan interaksi dengan masyarakat, hal ini menimbulkan hadirnya pemahaman mengenai sikap-sikap yang kemudian tertanam di dalam dirinya sehingga terbentuk menjadi akhlak.

(Tim Dosen,2002) 3.4 Contoh Penerapan atau Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan

Aktualisasi akhlak adalah bagaimana seseorang dapat mengimplementasikan iman yang dimilikinya dan mengaplikasikan seluruh ajaran Islam dalam setiap tingkah laku sehari-hari. Dan akhlak seharusnya diaktualisasikan dalam kehidupan seorang Muslim agar dalam kehidupan sehari-hari mendapatkan ridho dan petunjuk dari Allah, sehingga dalam menjalani hari-hari tidak terdapat kendala yang berarti. Penerapan akhlak yang baik dalam keseharian yaitu seperti:

a. Akhlak terhadap Allah

 Mentauhidkan Allah (QS. Al Ihlas: 1-4)

 Tidak berbuat musyrik pada Allah (QS. Luqman: 13)  Bertakwa pada Allah (QS. An Nisa’:1)

b. Akhlak terhadap Rasulullah

 Mengikuti atau menjalankan sunnahnya (QS. Ali Imran: 30)  Meneladani akhlaknya (QS. Al Ahzab: 21)

 Bershalawat kepadanya (QS. Al Ahzab: 56) c. Akhlak terhadap diri sendiri


(3)

 Sikap syukur (QS. Ibrahim: 7)

 Sikap amanah atau jujur (QS. Al Ahzab: 72)  Sikap Tawadlu’ (rendah hati) (QS. Luqman: 18)

 Cepat bertobat jika berbuat khilaf (QS. Ali Imron: 135) d. Akhlak pada Keluarga

 Birul waliadin (berbakti pada ketua orang tua) (QS. An Nisa’:36)  Membina dan mendidik keluarga (QS. At-Tahrim: 6)

 Memelihara keturunan (QS. An Nahl: 58-59)

e. Akhlak terhadap sesama Manusia

 Merajut ukhuwah atau persaudaraan (QS. Al Hujurat: 10)  Ta’awun atau saling tolong menolong (QS. Al Maidah: 2)

 Suka memaafkan kesalahan orang lain (QS. Ali Imran: 134 & 159)  Menepati janji (QS At Taubah: 111)

f. Akhlak terhadap sesama makhluk

 Tafakur (memperhatikan dan merenungkan ciptaan alam semesta) (QS. Ali Imran: 190)

 Memanfaatkan alam (QS. Yunus: 101)


(4)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimnpulan

Akhlak dapat menentukan perilaku suatu umat yang terwujud dalam moral dan etika dalam kehidupan. Sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga manusia dapat menentukan pilihan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam islam akhlak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi pedoman hidup kaum. Maka dari itu umat islam selama masih berpegangan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam proses kehidupannya, maka dijamin bahwa kualiatas hidup suatu umat akan baik, terhindar dari hal-hal menyesatkan yang dapat membawa pada kehancuran baik di dunia dan di akhirat. Karena semua tatanan kehidupan terdapat dalam sumber tersebut.

Dengan kata lain, akhlak adalah suatu sistem yang mengatur perbuatan manusia baik secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan baik secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan Allah, manusia sesama manusia, manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan jin dan


(5)

juga dengan alam sekitar. Maka dari itu pentingnya suatu kaum memiliki akhlak yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Sahilun A. 1980. Nasir, Etika dan Problematikanya Dewasa ini. PT. Al-Ma’arif: Bandung Tim Dosen Agama Islam. 2002. Pendidikan Agama Islam. UB: Malang