GAMBARAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL CARE OLEH PERAWAT KEPADA PASIEN RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Archiliandi 20120320115

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Archiliandi 20120320115

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

iii

Nama : Archiliandi

NIM : 20120320115 Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabili dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, Agustus 2016 Yang membuat pernyataan


(4)

iv

saya lebih mandiri dan lebih baik. Karya tulis ini saya persembahkan kepada: • Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW

• Bapak Arif Sukapdi dan Ibu Bekti Swindarini

• Falqi, Dini, Lia, Nadia, Zaky, Anis, Galang, Aisyah, Denis,

• Benny, Pepi, Haris, Gugun, Deva, Nadia, Tiffany, Bombay, Hafid, Adin, Adit, Rangga, Abi.

• Semua Teman teman yang belum disebutkan.

Terima kasih atas segala yang telah diberikan kepada saya, semoga ini semua akan menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat bagi semuanya.


(5)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRACT ... xi

INTISARI ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penelitian Terkait ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Spiritualitas 1. Definisi Spiritual ... 9

2. Aspek Spiritual ... 9

3. Dimensi Spiritual ... 10

4. Komponen-Komponen Spiritual Care ... 11

5. Macam-Macam Kebutuhan Spiritual ... 12

6. Faktor Yang Mempengaruhi Spiritualitas Pasien ... 16

B. Perawat 1. Pengertian Perawat ... 18

2. Peran Perawat Terkait Spiritual ... 19

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Spiritual Care... 22

4. Proses Keperawatan Dalam Spiritual Care... 24

5. Kerangka Konsep ... 29

6. Pertanyaan Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 31

B. Populasi dan Sampel ... 31

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 32

D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

E. Variabel Penelitian ... 33

F. Definisi Operasional... 33

G. Instrument Penelitian ... 34


(6)

viii

BAB IV

A.Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi ... 44

2. Karakteristik Responden ... 45

3. Analisis Univariat... 47

B.Pembahasan ... 49

C.Keterbatasan penelitian... 59

BAB V A.Kesimpulan ... 60

B.Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA


(7)

ix

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, perawat di RS

PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta Bulan

April-Mei 2016 ... 46 Tabel 4.2. Distribusi frekuensi pemenuhan kebutuhan spiritual care

oleh perawat kepada pasien rawat insap RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta Bulan April-Mei

2016 ... 47 Tabel 4.3. Distribusi frekuensi pemenuhan kebutuhan spiritual care

kepada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta berdasarkan komponen menemui pasien sebagai seorang yang memiliki arti dan harapan

Bulan April-Mei 2016 ... 47 Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pemenuhan kebutuhan spiritual care

kepada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta berdasarkan komponen menemui pasien sebagai seorang manusia dalam hal hubungan

Bulan April-Mei 2016 ... 48 Tabel 4.5 Distribusi frekuensi pemenuhan kebutuhan spiritual care

kepada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta berdasarkan komponen menemui pasien sebagai orang yang beragama Bulan April-Mei

2016 ... 48 Tabel 4.6 Distribusi frekuensi pemenuhan kebutuhan spiritual care

kepada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta berdasarkan komponen menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi Bulan


(8)

x

Lampiran 4 : Surat Surat Keterangan Kelayakan Etika Penelitian

Lampiran 5 : Permohonan Surat Izin Penelitian dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lampiran 6 : Suran Izini dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Lampiran 7 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 8 : Pernyataan Kesedian Menjadi Responden Lampiran 9 : Kuesiner Penelitian

Lampiran 10 : Hasil Uji Validitas Lampiran 11 : Hasil Uji Reliablitas Lampiran 12 : Hasil Pengolahan Data


(9)

(10)

xi

the patient's recovery process. So, role of nurses are neeeded in case of fulfilling spiritual needs of the patient.

The purpose of this study was to represent the spiritual care needs fulfilment by nurses to patient in PKU Muhammadiyah hospital ward in Bantul, Yogyakarta. This study design was descriptive analytic with cross sectional. Samples were taken using simple random sampling technique with a number of respondents as many as 84 people.

Results of univariate analysis, it was shown the fulfilment of spiritual care by nurses to patients who hospitalized in PKU Muhammadiyah Hospital in Bantul in the same amount that was in good categories as much as 42 respondents (50%) and in sufficient categories as much as 42 respondents (50%) while mean shown in good category, component meets the patient as a being has meaning and hope was deficient as much as 69 respondents (82%), the components meets the patient as a being in relationship was deficient as much as 80 respondents (95%), the component meets the patient as religious person was good as much as 57 respondents ( 68%), the components meets the patient as a being with autonomy was good as much as 50 respondents (59.5%).

Fulfilling the needs of spiritual care is 50% good and 50% sufficient when the average is good. Based on this study, nurses are expected to capable of providing spiritual care fulfilment thorough to provide support and assist in the recovery of patients.


(11)

xii

dalam memenhui kebutuhan spiritual care bagi pasien.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemenuhan kebutuan spiritual care oleh perawat kepada pasien rawat inap RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Desain penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan rancangan studi cross sectional. Sampel diambil menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah responden sebanyak 84 orang.

Hasil analisa univariat didapatkan gambaran pemenuhan kebutuhan spiritual care oleh perawat kepada pasien rawat inap RS PKU Muhammadiyah Bantul dalam jumlah yang sama yaitu dalam kategori baik 42 responden (50%) dan cukup 42 responden (50%) yang rata-ratanya masuk kedalam ketegori baik, komponen menemui pasien sebagai seorang yang memiliki arti dan harapan dalam ketegori kurang sebanyak 69 responden (82%), komponen menemui pasien sebagai manusia dalam hal hubungan dalam kategori kurang sebanyak 80 responden (95%), komponen menemui pasien sebagai orang yang beragama dalam ketegori baik sebanyak 57 responden (68%) dan komponen menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi dalam kategori baik sebanyak 50 responden (59,5%).

Pemenuhan kebutuhan spiritual care adalah 50% baik dan 50% cukup yaitu rata-ratanya adalah baik. Berdasarkan penelitian ini diharapkan perawat mampu memberikan pemenuhan kebutuhan spiritual care secara menyeluruh untuk memberikan dukungan serta membantu proses kesembuhan pasien.


(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Keperawatan bukanlah sekumpulan keterampilan-keterampilan spesifik, juga bukan seorang yang dilatih hanya untuk melakukan tugas-tugas tertentu akan tetapi keperawatan adalah profesi (Potter & Perry, 2007). Keperawatan di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dimana sejak tahun 1984 diakui sebagai suatu profesi (Nursalam, 2006). Sebagai tenaga kesehatan profesional meyakini manusia adalah makhluk biopsikososial dan spiritual atau sebagai makhluk yang utuh yang di dalamnya terdapat unsur biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Hamid, 2008). Sering kali, perawat dan penyelenggara pelayanan kesehatan lainnya gagal mengenali dimensi spiritual dari klien mereka, karena spiritualitas tidak bersifat cukup ilmiah yang memiliki banyak definisi dan sulit untuk diukur (Delgado, 2005; Gray, 2006).

Menurut Henderson (2013) kebutuhan dasar manusia diuraikan manjadi 14 komponen yaitu, bernafas, makan dam minum, olah raga, tidur dan istirahat, pakaian, menjaga lingkungan sekitar, menjaga tubuh agar tetap sehat, melindungi diri dari bahaya seperti kecelakaan, berkomunikasi dengan sesama, beribadah sesuai keyakinan, bekerja, ikut berpartisipasi, dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan. Komponen tersebut menunjukkan bahwa dalam keperawatan terdapat pendekatan holistik yang


(13)

meliputi fisiologis, psikologis, sodial, dan spiritual. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual dianggap sebagai komponen penting dari pendekatan holistik keperawatan.

Perawatan spiritual dapat membantu pasien untuk mengeksplorasi strategi mengatasi penyakit mereka serta memungkinkan pasien menemukan makna dan tujuan hidup. Perawatan spiritual harus diintegrasikan dalam pendidikan keperawatan dan praktik keperawatan, sehingga memungkinkan pemberian perawatan yang holistik (Sawatsy dan Pesut, 2005; Baldacchino, 2010). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2014 tentang Keparawatan pada Pasal 30 Butir 1 menjelaskan bahwa perawat bertugas dan berwenang dalam pemberian pelayanan secara holistik.

Menurut Watson (2009) dalam Seyedrasooly et al (2014) spiritualitas merupakan faktor penting untuk pemulihan, dan diyakini bahwa kerusakan spiritual dapat menyebabkan kerusakan pada seluruh komponen kehidupan manusia. Suatu elemen kesehatan berkualitas adalah untuk menunjukkan kasih sayang kepada klien sehingga terbentuk hubungan saling percaya yang diperkuat ketika pemberi perawatan dengan menghargai dan mendukung kesejahteraan spiritual klien. Kesejahteraan spiritual dari individu dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan prilaku diri yaitu sumber dukungan untuk dapat menerima perubahan yang dialami (Hamid, 2000).

Menurut (Koeng, 2001 dalam Dwi et al, 2014), menemukan bahwa 90% klien dibeberapa area Amerika menyandarkan agama sebagai aspek spiritual untuk mendapatkan kenyamanan dan kekuatan ketika merasa


(14)

mengalami penyakit yang serius. Broen (2007) dalam Dwi et al (2014) menyatakan studi yang telah dilakukan memperlihatkan 77% pasien menginginkan untuk membicarakan tentang keluhan spiritual mereka sebagai bagian dari asuhan keperawatan. Hasil penelitian tersebut menunjukan pemenuhan kebutuhan spiritual oleh tanaga kesehatan, termasuk perawat merupakan hal yang penting bagi semua klien, namun kenyataannya pemenuhan kebutuhan spiritual oleh perawat belum optimal. Hasil analisis situasi saat ini, dari beberapa sumber menunjukkan kenyataan bahwa penanganan atau asuhan keperawatan spiritual care belum diberikan secara kompeten (Dwi et al, 2014).

Kesehatan spiritual berefek pada kesehatan fisik dan psikis, oleh sebab itu harus diberikan prioritas tinggi ketika membuat perencanaan perawatannya, apalagi jika klien sudah didiagnosa distress spiritual (Brush & Daly, 2000) dalam (Erlin, 2013). Klien yang mengalami distress spiritual atau mempunyai masalah kesehatan spiritual dapat menyebabkan keputusasaan, timbul perasaan kesepian dan klien akan merasa diisolasi dari orang yang biasanya memberikan dukungan. Apapun keragaman intervensi yang dipilih perawat untuk klien, sangat penting adanya hubungan saling memahami. Pencapaian tingkat pemahaman perawat bersama klien dapat meningkatkan kemampuan perawat dalam memberikan perawatan spiritual care yang sensitif, kreatif, dan sesuai (Erlin, 2013).

Salah satu aspek dalam keperawatan adalah masalah pemenuhan kebutuhan spiritual. Hal ini sangat penting ketika seseorang sedang


(15)

mengalami sakit fisik (Carpenito, 2009). Mengalami suatu penyakit sebuah bagian normal dari kehidupan alami. Penyembuhan suatu penyakit tidak hanya di pengaruhi oleh obat saja akan tetapi dipengaruhi juga oleh kyakinan spiritualnya (Patrick dan Jhon, 2008) dalam (Ibraheem et al, 2014).

Allah SWT berfirman tentang sakit dalam surat Shaad ayat 34 “Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia)

tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit),

kemudian ia bertaubat”. Sakit bisa merupakan ujian dan cobaan untuk

Makhluk Tuhan Yang Maha Esa sebagai peringatan untuk lebih mendekatkan diri kepada Nya.

Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan di RS PKU Muhammadiyah Bantul telah didapatkan data bahwa selama satu tahun terakhir dari bulan Desember 2014 sampai November 2015 sebanyak 10.541 pasien yang telah menjalani rawat inap. Peneliti melakukan wawancara kepada salah satu kepala ruang bangsal yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah Bantul menjelaskan bahwa dalam pemenuhan spiritual care untuk pasien masih belum terlaksana secara sempurna, hanya beberapa tindakan saja yang sudah dilakukan seperti pengkajian spiritual, mengajak berdoa pasien dan mengajarkan beribadah saat sedang sakit, dalam pemenuhan spiritual care pada pasien masih belum terlalu mendalami tentang spiritual care.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ariani (2011), didapatkan hasil bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual care pada klien di Intensive Care Unit secara umum termasuk dalam kategori cukup, hal


(16)

ini dibuktikan dengan hasil persentase 57,7% masuk dalam kategori cukup, sedangkan 42,3% termasuk dalam kategori kurang. Berdasarkan data tersebut 42,3% pasien masih banyak yang belum mendapatkan pemenuhan kebutuhan spiritual care dari perawat.

Dari data tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang gambaran pemenuhan kebutuhan spiritual care pada pasen rawat inap di bangsal RS PKU Muhammadiyah Bantul.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dapat ditemukan rumusan masalah yang akan diteliti yaitu: “Bagaimana Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Care Oleh Perawat Kepada Pasien Rawat Inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujun Umum

Mendeskripsikan pemenuhan kebutuhan spiritual care oleh perawat pada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul”. 2. Tujuan Khusus

a. Diketahui persentase komponen perawat menemui pasien sebagai yang memiliki arti dan harapan di RS PKU Muhammadiyah Bantul.

b. Diketahui persentase komponen perawat menemui pasien sebagai manusia dalam hal hubungan di RS PKU Muhammadiyah Bantul. c. Diketahui persentase komponen perawat menemui pasien sebagai


(17)

d. Diketehui persentase komponen perawat menemui pasein sebagai manusia dengan otonomi di RS PKU Muhammadiyah Bantu.

D. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian diharapkan berguna bagi berbagai kalangan antara lain:

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia secara holistik terutama dalam pemenuhan kebutuhan spiritual care pada pasien, sehingga bisa menjadi bahan evaluasi kepada pelayanan kesehatan yang khususnya memilik ruangan rawat inap.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi informasi tambahan bagi profesi keperawatan dan sebagai rujukan pemberian asuhan keperawatan secara holistik terkait spiritual care.

3. Bagi Peneliti Lanjutan

Sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut dalam memenuhi kebutuhan spiritual care pasien rawat inap.

E. Penelitian Terkait

1. Ariani (2011) Mahasiswa Univeritas Muhammadiyah Yogyakarta melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Spiritual Care Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Kepada Klien Di Ruang Intensive Care RS PKU Muhammadiyah


(18)

Yogyakarta”. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, data yang diperoleh dari penelitian ini menggunakan kuesioner dan observasi yang teleh dibuat oleh peneliti. Kesimpulan dari penelitian Ariani adalah terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan perawat terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual. Penelitian dari Ariani menggunakan metode jenis kuantitafi dengan pendekatan cross sectional dan berfokus pada perawat yang bekerja di ruang ICU dan Ruang IMC. Perbedaan dari penelitian Ariani adalah dari tujuan penelitian, penelitian ini untuk mengetahui gambaran pemenuhan kebutuhan spiritual care oleh perawat pada pasien ruang rawat inap. Sedangkan persamaan dari penelitian ini adalah dari metode yang dilakukan yaitu bersifat kuantitatif dengan metode yang bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional.

2. Ayu Marta Eka Purwaningsih, Nurfika Asmaningrum, Wantiyah (2013) mahasiswa Universitas Jember melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Kaliwates PT Rolas Nusantara Medika Jember”. Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian Purwaningsih et al adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Kaliwates PT Rolas Nusantara Medika Jember. Pengelolaan data menggunakan uji fisher’s exact. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan antara prilaku perawat dengan pemenuhan kebutuhan spiritual


(19)

pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kaliwates PT Rolas Nusantara Medika Jember. Perasamaan dari penelitan Purwaningsih, et al, yaitu menggunakan pendekatan cross sectional. Perbedaannya adalah pada penelitian ini betujuan untuk mengetahui gambaran pemenuhan kebutuhan spiritual oleh perawat pada pasien rawat inap.

3. Nurhalimah (2013) Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta melakukan penelitian dengan judul “Harapan Keluarga Terhadap Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pada Klien di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dari Nurhalimah menggunaka metode kualitatif dengan jenis fenomenologi. Subyek dari penelitian Nurhalimah adalah semua keluarga yang terdekat dengan pasien yang berada di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Data yang diperoleh dari penelitian dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dan dokumentasi. Perbedaaan dari penelitan Nurhalimah yaitu metode yang digunakan, Nurhalimah menggunkan metode kualitatif pada penelitiannya, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif (cross sectional). Persamaan dari penelitian Nurhalimah adalah salah satu variabel yang digunakan yaitu pemenuhan kebutuhan spiritual.


(20)

9 A. Konsep Dasar Spiritual

1. Definisi Spiritualitas

Menurut Florance Nightingale, spiritualitas adalah suatu dorongan yang menyediakan energi yang dibutuhkan untuk mempromosikan lingkungan rumah sakit yang sehat dan melayani kebutuhan spiritual sama pentingnya dengan melayani kebutuhan fisik (Delgado, 2005; Kelly, 2004). Spiritualitas merupakan faktor penting yang membantu individu mencapai keseimbangan yang diperlukan untuk memelihara kesehatan dan kesejahteraan, serta beradaptasi dengan penyakit (Potter & Perry, 2010).

Spiritual menurut Hidayat (2006) adalah suatu yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu kebutuhan atau kecintaan terhadap Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukan. Spiritual adalah keyakinan dalam hubunganya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Sebagai contohnya adalah seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa (Hamid, 2008).

2. Aspek Spiritual

Menurut Burkhardt dalam Hamid (2008) spiritualitas adalah keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pencipta yang meliputi berbagai aspek tersebut adalah:


(21)

a. Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketehui atau ketidak pastian dalam kehidupan, yang dimaksud disini adalah unsur-unsur yang gaib atau tidak kasat mata atau yang hanya bisa dirasakan dengan mata hati. b. Menemukan arti dan tujuan hidup, maksudnya adalah menentukan hidup

sesuai takdir.

c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, artinya bisa mengoptimalkan kekuatan yang ada di dalam diri.

d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan Yang Maha Tinggi, yang dimaksudkan disini adalah mengakui adanya hubungan vertikal antara sang pencipta dan yang dicipta.

3. Dimensi Spiritual

Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur psikologikal, fisiologikal atau fisik, sosiologikal dan spiritual (Dwidiyanti, 2008). Dimensi spiritual dan religius dalam kehidupan merupakan salah satu pengaruh terpenting dalam kehidupan individu (Wong, 2008).


(22)

4. Komponen-Komponen Spiritual Care

Menurut Iranmensh et al (2011) kompenen spiritual adalah sebagai berikut:

a. Menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti dan harapan

Perawatan spiritual adalah memungkinkan untuk menemukan makna dalam perisitiwa baik dan buruk kehidupan. Perawatan spiritual juga sebagai sumber pasien untuk menyadari makna dan harapan serta mengetahui apa yang benar-benar penting untuk pasien. Memberikan harapan kepada pasien adalah salah satu bagian yang paling penting dari perawatan, terutama ketika mereka menghadapi pasien yang sedang sakit parah Iranmanesh et al (2009).

b. Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal hubungan Murata (2003) menegaskan bahwa untuk mengurangi rasa sakit spiritual seseorang, sebagai dalam sebuah hubungan, kita harus memperhatikan orang-orang yang menghubungkan pasien kepada orang lain setelah kematian diantara berbagai orang dan persitiwa yang disebutkan. Perawatan spiritual adalah tentang melakukan, bukan menjadi, dan menyatakan bahwa perawat lebih unggul dari klien, ini melibatkan cara menjadi (daripada melakukan) yang memerlukan hubungan perawat-klien simetris (Taylor dan Mamier, 2005).


(23)

c. Menemui pasien sebagai seorang yang beragama

Keagamaan ini dicirikan sebagai formal, terorganisir, dan terkait dengan ritual dan keyakinan. Meskipun banyak orang memilih untuk mengekspresikan spiritualitas mereka melalui praktik keagamaan, beberapa dari mereka menemukan spiritualitas yang harus diwujudkan sebagai harmoni, sukacita, damai sejahtera, kesadaran, cinta, makna, dan menjadi (Chung et al, 2006).

d. Menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi

Murata (2003) menjelaskan bahwa jika pasien menyadari adanya bahwa mereka masih memiliki kebebasan untuk menentukan nasib sendiri disetiap dimensi mengamati, berfikir, berbicara, dan melakukan, yaitu persepsi, pikiran, ekspersi dan kegiatan melalui pembicaraan dengan perawat untuk memulihkan rasa nilai sebagai sebagai seseorang dengan otonomi.

5. Macam-Macam Kebutuhan Spiritual

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai dan dicintai, menjalani hubungan penuh rasa percaya pada Tuhan (Carson, 1989 dalam Hamid, 2008). Menurut Potter (2005) menyebutkan bahwa individu dikuatkan melalui “spirit” yang mengakibatkan peralihan yang penting selama periode sakit.


(24)

Galek et al (2005) menyatakan, dari sekian banyak penelitian yang dilakukan ada 7 konsep kebutuhan spiritual yang paling mewakili kebutuhan spiritual manusia, meliputi:

a) Cinta/ kebersamaan/ rasa hormat

Hubungan antar manusia membentuk suatu keselarasan yang dapat menyembuhkan, meliputi; dapat diterima sebagai manusia dalam kondisi apapun, memberi dan menerima cinta, mempunyai hubungan dengan dunia, perkawanan, mudah terharu dan mudah melakukan kebaikan, membina hubungan yang baik dengan sesama manusia, alam dan sekitar dan dengan Tuhan zat tertinggi.

Cinta merupakan dasar dari spiritualitas yang mendorong manusia untuk hidup dengan hatinya, cinta meliputi dimensi cinta pada diri sendiri, cinta pada Tuhan, cinta pada orang lain, dan cinta pada seluruh kehidupan. Cinta juga meliputi tentang kebaikan yang berkualitas, kehangatan, saling memahami, kedermawanan dan kelembutan hati. Memelihara kasih sayang merupakan komponen yang penting dalam perawatan spiritual.

b) Keimanan/ keyakinan

Berpartisipasi dalam pelayanan spiritual dan religius, mendapat teman untuk berdoa, melakukan ritual keagamaan, membaca kitab suci, mendekatkan diri pada zat yang maha tinggi (Tuhan). Agama dapat dijadikan sarana untuk mengekspresikan spiritualitas melalui nilai-nilai yang dianut, diyakini dan dilakukan dengan praktik-praktik ritual,


(25)

didalamnya dapat menjawab pertanyaan mendasar tentang hidup dan kematian. Apa yang harus dikenali adalah bahwa ada sebagian orang yang mempunyai bentuk agama yang tidak selalu masuk kedalam institusional (Contoh: Kristen, Islam, Budha), namun demikian perawat harus tetap memperhatikan dan mendengarkan serta menghormati apa yang diyakini klien dan dengan cara yang arif.

c) Hal positif/ bersyukur/ berharap/ kedamaian

Banyak berharap, merasakan kedamaian, dan kesenangan, berfikir positif, membutuhkan ruang yang sepi untuk meditasi atau refleksi diri, bersyukur dan berterima kasih, mempunyai rasa humor. Harapan adalah orientasi di masa depan, mepercayai makna, meyakini dan mengharapkan. Ada dua tingkatan tentang harapan: harapan yang sifatnya spesifik dan harapan yang sifatnya umum. Harapan yang sifatnya spesifik mencakup tujuan yang dikehendaki pada beberapa keinginan diri.

Harapan yang sifatnya umum bagaimana menghadapi masa depan dengan selamat. Faktor-faktor yang signifikan, seperti datangnya penyakit dapat menyebabkan hidup seseorang dalam situasi yang sulit, harapan membantu manusia berinteraksi dengan ketakutan dan ketidaktentuan, serta membantu mereka untuk menghasilkan yang positif.

d) Makna dan tujuan hidup

Memaknai bahwa penyakit merupakan sumber kekuatan, memahami mengapa penyakit, dapat terjadi pada dirinya, makna dalam penderitaan, memahami tujuan hidup, memahami saat krisis (Masalah


(26)

kesehatan). Sebagai seseorang yang berpengetahuan dan memahami tujuan hidup, ini merupakan penemuan prosedur yang signifikan serta mempunyai daya dorong pada saat menjalani penderitaan yang besar. Tidak hanya mengartikan ini sebagai daya dorong, tetapi ini juga membawa pada pencerahan (McEwen, 2005). Seseorang akan memahami hal apa yang pantas untuk di prioritaskan dalam hidupnya, dan hal apa yang tidak relevan untuk diprioritaskan.

Sebagai contoh, pada penelitian yang dilakukan oleh Bukhardt (1994), ditemukan pada analisis statistik bahwa ada hubungan yang positif dan terus bertahan, antara memliki spiritual yang tinggi, dengan seseorang yang mencari tujuan hidup (Miner-williams, 2006). Spiritualitas memberi penerangan pada seseorang yang mempunyai satu tujuan, dan mengapa mereka menghendaki untuk hidup dihari yang lain. e) Moral dan etika

Untuk hidup bermoral dan beretika, hidup dalam masyarakat dan menjunjung tinggi moral dan etika yang ada di dalam masyarakat tersebut.

f) Penghargaan pada keindahan

Menghargai keindahan alam dan seni, gambaran hubungan dengan alam meliputi: ikut memelihara lingkungan sekitar dengan cara menanam tumbuhan, pohon serta melindungi dari kerusakan, mengagumi alam sebagai ciptaan, menghargai seni dengan menghargai musik.


(27)

g) Pemecahan masalah/ kematian

Pesan atau nasihat sebelum menghadapi kematian, mengakui adanya kehidupan setelah kematian, mempunyai pemahaman yang dalam akan kematian, dan memaafkan diri dengan orang lain.

6. Faktor Yang Mempengaruhi Spirtualitas Pasein

Manurut Dwidianti, (2008) ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang, faktor tersebut adalah:

a. Pertimbangan tahap perkembangan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi yang berbeda tentang Tuhan dan cara sembahyang yang berbeda pula menurut usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian anak.

b. Keluarga

Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan menjadi tempat pengalaman pertama anak dalam mempersiapkan kehidupan di dunia, pandangan anak diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan keluarga.

c. Latar belakang, etnik dan budaya

Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan social budaya. Umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarganya.


(28)

d. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun yang negatif dapat mempengaruhi tingkat spiritual seseorang. Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai ujian kekuatan iman bagi manuisa sehingga kebutuhan spiritual akan meningkat dan memerlukan kedalaman tingkat spiritual sebagai mekanisme koping untuk memenuhinya.

e. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisi sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat dibandingkan dengan pasien yang penyakit tidak terminal.

f. Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali individu terpisah atau kehilngan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-harinya termasuk kegiatan spiritual dapat mengalami perubahan. Terpisahnya individu dari ikatan spitual beresiko terjadinya perubahan fungsi sosial.

g. Isu moral terkai dengan terapi

Kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya.


(29)

h. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai

Ketika memberikan ashuan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat juga menghindari untuk memberikan asuhan spiritual. Perawat merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.

B. Perawat

1. Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah menempuh serta lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PPNI/INNA hasil munas VII Manado). Perawat adalah tenaga profesional dibidang perawatan kesehatan yang terlibat dalam kegiatan perawatan. Perawat bertanggung jawab untuk perawatan, perlindungan, dan pemulihan orang luka atau pasien penderita penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan kesehatan. Perawat juga dapat terlibat dalam riset medis dan perawatan serta menjalankan beragam fungsi non-klinis yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi perawatan kesehatan.

Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 bahwa perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan


(30)

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh malalui pendidikan keperawatan. Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberian ashuan keperawatan atau pelayanan keperawatan, praktik keperawatan, pengelolaan institusi keperawatam, pendidikan klien (individu, keluaraga, dan masyarakat) serta kegiatan penelitian dibidang keperawatan.

Perawat merupakan salah satu profesi kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara professional dan komperhensif menyangkut aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual berupa pelayanan; ausahan keperawatan, advokat klien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan, dan peneliti yang merupakan bagian integral dari pemberi pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan serta ditujukan klien sebagai individu, keluarga, dan masyarakat (Aziz, 2004).

2. Peran Perawat Terkait Dengan Spiritual

Peran perawat menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan (1989) dalam Mubarak (2009), terdiri atas:

a. Pemberian asuhan keperawatan (Care Provider)

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan perawat dengan mempertahankan kebutuhan dasar manusia, meliputi kebutuhan dasar terkait spiritual melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Masalah yang muncul dapat ditentukan diagnosis keperawatan, perencanaan, tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan yang dialaminya, dan dapat


(31)

dievaluasi tingkat perekmbangannya. Asuhan keperwatan yang diberikan mulai dari hal sederhana sampai dengan masalah yang kompleks dan harus secara komperhensif yaitu meliputi bio-psiko-sosio- dan spiritual. b. Pembelaan Pasien (Clien Advocate)

1. Bertanggung jawab untuk membantu pasien dan keluarga dalam menginterprestasikan informasi dari berbagai pemberian pelayanan dan memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent).

2. Perawat juga berperan untuk mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi: hak-hak atas pelayanan yang komperhensif seperti pemenuhan kebutuhan spiritual, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi dan hak menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.

c. Konseling (Conselor)

Konseling adalah proses membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis, spiritual, dan masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang, di dalam konseling, perawat memberikan dukungan emosional, spiritual dan intelektual.

d. Pendidik (Educator)

Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan kesehatannya serta dalam hal ini perawat


(32)

dapat memberikan pendidikan spiritual terkait sehat dan sakit, sehingga terjadi perubahan pada pasien baik secara fisik maupun psikologisnya. e. Koordinator (Coordinator)

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta mengorganisasikan pelayanan kesehatan dari tim kesehatan maupun tugas kerohaniawan, sehingga pemberi pelayanan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

f. Kolaborasi (Collabolator)

Peran ini dulakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri atas dokter, fisioterapis, ahli gizi, radiologi, laboratorium, dan petugas rohaniawan. Perawat dapat berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan, termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam menentukan bentuk pelayanan yang komprehensif.

g. Konsultan (Consultant)

Peran ini berfungsi, perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah-masalah kesehatan maupun spiritual. Perawat dapat meberikan solusi yang terbaik bagi pasien melalui hal ini.

h. Pembaharuan (Agent of Change)

Peran sebagai pembaharuan dapat dilakukan dengan cara melakukan perubahan. Peningkatan dan perubahan adalah kompenen esensial dari perawat, dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat membantu pasien untuk merencanakan, melaksanakan dan menjaga perubahan seperti pengetahuan tentang spitual, perasaan dan perilaku.


(33)

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Spiritual Care

Bastable (2002) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang dalam pemberian asuhan keperawatan yaitu:

a. Aribut pribadi

Atribut seseorang seperti tahap perkembangan, usia, gender, kesiapan, emosi, nilai dan keyakinan, fungsi pengindraan, kemampuan kognitif, tingkat pendidikan, status kesehatan dan tingkat keparahan penyakit dapat membentuk motivasi individu. Jenis kelamin merupakan atribut pribadi yang dapat mempengaruhi motivasi. Hal ini kemungkinan disadari adanya persepsi bahwa perawat adalah pekerjaan seorang perempuan dan sesuai dengan sejarah awal profesi keperawatan yang dimulai dari Florence Nightingale yang mulanya sebagai pekerjaan yang didasari kasih sayang seorang ibu atau perempuan (Nasution, 2009). Penelitian lain oleh Nugroho (2004) juga menyebutkan bahwa dengan tingkat pendidikan yang tinggi seseorang dapat lebih menguasai pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pendidikan begitu penting bagi kebutuhan karyawan seiring dengan berkembangnya dunia bisnis maka karyawan dituntut memiliki pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan maka dapat diasumsikan lebih memiliki pengetahun, kemampuan, serta keterampilan tinggi. Faizin dan Winarsih (2008) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan tingkat


(34)

pendidikan perawat dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Pandan Arang Boyolali.

b. Lingkungan

Karakteristik fisik lingkungan, jangkauan dan ketersediaan sumber daya, dan berbagai jenis reward perilaku dapat mempengaruhi tingkat motivasi seseorang. Penelitian yang dilakukan Ningsih, Priyo, dan Suratmi (2011) menyebutkan bahwa perawat pelaksana akan memiliki kinerja baik apabila ada reward dari rumah sakit dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab keprofesiannya.

c. Sistem hubungan

Sistem pendukung individu seperti keluarga dan pihak yang berkepentingan lain, identitas kultural, peran dalam komunitas, dan interaksi individu dengan orang sekitarnya akan berdampak pada motivasi yang dirasakan. Zaenah (2014) mengatakan bahwa perawat akan termotivasi dalam bekerja apabila sistem pendukung atau tempat bekerja juga mendukung pemuasan motivasi perawat seperti kesempatan promosi jabatan dan pekerjaan yang lebih baik. Menurut Noor (2013), Herzberg mengembangkan teori dua faktor tentang motivasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dikenal dengan istilah faktor pemuas (motivation/intrinsic factor) dan faktor kesehatan (hiegine/extrinsic


(35)

4. Proses Keperawatan Dalam Spiritual Care

Penerapan proses keperawatan dari perspektif kebutuhan spiritual pasien tidak sederhana. Hal ini sangat jauh dari sekedar mengkaji praktik dan ritual keagamaan pasien. Perlu memahami spiritualitas pasien dan kemudian secara tepat mengidentifikasi tingkat dukungan dan sumber yang diperlukan (Potter & Perry, 2005). Proses keperawatan sebagai suatu metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan spiritual yaitu:

a. Pengkajian

Pengkajian dapat menunjukan kesempatan yang dimiliki perawat dalam mendukung atau menguatkan spiritualitas pasien. Pengkajian tersebut dapat menjadi terapeutik karena pengkajian menunjukan tingkat perawatan dan dukungan yang diberikan. Perawat yang memahami pendekatan spiritual akan menjadi yang paling berhasil (Potter & Perry, 2005). Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan objektif. Pengkajian data subjektif meliputi konsep tentang Tuhan atau ketuhanan, sumber harapan dan kekuatan, praktik agama dan ritual, hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan. Sedangkan data pengkajian objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi pengkajian afek dan sikap, prilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi (Hamid, 2000).


(36)

b. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan spiritual menurut North Nursing Diagnosis Association adalah distress spiritual. Definisi

distress spiritual adalah rentan terhadap gangguan kemampuan

merasakan dan mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui keterhubungan dalam diri, sastra, alam, dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya sendiri, yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA, 2015).

Ketika meninjau pengkajian spiritual dan mengintegrasikan informasi kedalam diagnosa keperwatan yang sesuai. Perawat harus mempertimbangkan status kesehatan klien terakhir dari perspektif holistik, dengan spiritualitas sebagai prinsip kesatuan. Setiap diagnosa harus mempunyai faktor yang berhubungan dan akurat sehingga intervensi yang dihasilkan dapat bermakna dan berlangsung (Potter & Peery 2005).

c. Perencanaan

Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan terindentifikasi, selanjutnya perawat dan klien menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada klien dengan distress spiritual difokuskan pada menciptakan lingkungan yang

mendukung praktik keagamaan dan kepercayaan yang biasanya dilakukan (Nurinto, 2007).

Menetapkan suatu perencanaan perawatan, tujuan diteptapkan secara individual, dengan mempertimbangkan riwayat pasien, area


(37)

beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif yang relevan (Hamid, 2000). Menurut Potter & Perry (2005) terdapat tiga tujuan untuk pemberian perawatan spiritual, yaitu:

1) Klien merasakan perasaan percaya pada pemberian keperawatan. 2) Klien mampu terikat dengan anggota sistem pendukung.

3) Pencarian pribadi klien tentang makna hidup menigkat. d. Implementasi

Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan prinsip-prinsip kegiatan ashuan keperawatan sebagai berikut (Hamid, 2000):

a) Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat.

b) Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spiritualnya.

c) Jangan berasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual. d) Mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan spiritual klien. e) Berespon secara singkat, spesifik, dan faktual.

f) Mendengarkan secara aktif dan menunjukan empati yang berarti menghayati masalah klien.

g) Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik mendukung menerima, bertanya, memberi infromasi, refleksi, menggali perasaan dak kekuatan yang dimiliki klien.

h) Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal klien.


(38)

i) Bersifat empati yang berarti memahami perasaan klien.

j) Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti menyetujui klien.

k) Menentukan arti dan situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap penyakit.

l) Apabila klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman, cobaan, atau anugrah dari Tuhan.

m) Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agama.

n) Memberi tahu pelayanan spiritual yang tersedia dirumah sakit. e. Evaluasi

Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Tujuan keperawatan tercapai apabila secara umum klien: 1) mampu beristirahat dengan tenang, 2) mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan, 3) menunjukan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama, 4) mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya, 5) menunjukan afek positif tanpa rasa bersalah dan kecemasan.

Perawat mengintervensi keperawatan membantu menguatkan spiritualitas klien. Perawat membandingkan tingkat spiritual klien dengan prilaku dan kebutuhan yang tercatat dalam pengkajian keperawatan. Klien


(39)

harus mengalami emosi sesuai dengan situasi, mengembangkan citra diri yang kuat dan realistis (Hamid, 2000).


(40)

C. Kerangka konsep

Skema 1. Kerangka Konsep

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti Perawat Bangsal

Komponen-kompenen spiritual care a. Menemui pasien sebagai seseorang

manusia yang memilik arti dan harapan

b. Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal hubungan

c. Menemui pasien sebagai seorang yang beragama

d. Menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi

Faktor yang mempengaruhi perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual:

a. Atribut Pribadi (tahap perkembangan, usia, gender, kesiapan, emosi, nilai dan keyakinan, fungsi

pengindraan, kemampuan kognitif, tingkat

pendidikan, status kesehatan dan tingkat keparahan penyakit

b. Lingkungan c. Sistem Hubungan

Cukup Kurang Baik


(41)

D. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran pemenuhan kebutuhan spiritual care oleh perawat kepada pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta?


(42)

31 A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan rancangan studi yang digunakan yaitu cross sectional yang bersifat deskriptif analitik. Penelitian yang mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini, yang dilakukan secara sistematik dan lebih menekankan pada fakta dan faktual dari pada penyimpulan. Penelitian ini untuk mendeskripsikan tentang pemenuhan kebutuhan spiritual care oleh perawat kepada pasien rawat inap di bangsal kelas III RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitiaan

Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi ini adalah semua perawat yang berkerja di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta jumlah 106 perawat.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2013). Sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di bangsal rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling karena pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa


(43)

memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara pengumpulan sampelnya yaitu dengan cara mengundi, dari jumlah populasi sebanyak 106 perawat diambil beberapa responden. Sampel yang akan digunakan menurut Nursalam (2013) menggunakan rumus :

n= N 1+N(d)2 n= 106

1+106(0,05)2 n = 106

1+0,265 n= 106

1,265

n = 83,7 (dibulatkan menjadi 84) Keterangan:

n : Besar sampel N : Besar populasi

d : Tingkat siginifikansi (0,05)

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak: 84 perawat

C. Kriteria Inklusi & Eksklusi 1. Kriteria Inklusi

a) Perawat RS PKU Muhammadiyah Bantul yang bersedia mengisi kuesioner.

b) Perawat RS PKU Muhammadiyah Bantul yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta.


(44)

c) Perawat RS PKU Muhammadiyah Bantul yang bertugas di bangsal rawat inap.

2. Kriteria Ekslusi

a) Perawat RS PKU Muhammadiyah Bantul yang sedang cuti

b) Perawat RS PKU Muhammadiyah Bantul yang tidak hadir pada saat penggambilan data.

c) Perawat RS PKU Muhammadiyah Bantul yang tidak bertugas di bangsal rawat inap.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di bangsal rawat inap RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2016.

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah tunggal yaitu pemenuhan kebutuhan spiritual care oleh perawat pada pasien rawat inap.

F. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman dan pengukuruan setiap variabel yang ada dalam penelitian, setiap variabel dirumuskan secara operasional. Adapaun definisi operasional dari penelitian ini sebagai berikut :


(45)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Kategori Skala Data 1. Pemenuhan

kebutuhan spiritual care oleh perawat pada pasien rawat inap di

RS PKU Muhammadiyah

Bantul

Pemenuhan kebutuhan spiritual care adalah suatu tanggung jawab seorang perawat dalam melakukan keperawatan secara holistik yang terdiri dari 4 komponen yaitu:

a. Menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti dan harapan

b. Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal hubungan

c. Menemui pasien sebagai seorang yang beragama

d. Menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi Kuesioner (Skala Likert) A. Baik (87-115 Poin) B. Cukup (64-86 Poin) C. Kurang (<64 Poin) Arikunto (2013) Ordinal

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah memodifikasi dari Developing and Testing a Spiritual Care Questionnaire, Iranmanesh et al,

(2011) berupa kuesioner. Kuesioner diberikan secara langsung oleh peneliti yang sebelumnya sudah dijelaskan bagaimana cara pengisian kuesioner tersebut. Pengisian kuesioner oleh responden dengan cara memberi tanda chek list ( √ ) pada kolom alternatif jawaban yang sudah disediakan sesuai pendapatnya. Kuesioner yang digunakan terdiri dari pertanyaan dan pengukurannya menggunakan skala Likert yang berisi lima alternatif pilihan (selalu, sering,


(46)

kadang-kadang, jarang, dan tidak Pernah), dari skor diatas akan dibuat persentase (%) yang kemudian dimasukkan dalam kategori:

1. Baik dengan persentase : (76-100%) dengan poin (87-115) 2. Cukup dengan persentase : (56-75%) dengan poin (64-86) 3. Kurang dengan persentase : (<56%) dengan poin (<64)

Dalam kuesioner pemenuhan kebutuahan spiritual care pasien terdapat beberapa pertanyaan, dari pertanyaan tersebut dibagi dalam tingkatan yaitu (1-5), untuk jawaban tidak pernah nilainya 1, jarang nilainya 2, kadang-kadang nilainya 3, sering nilanya 4, dan selalu nilainya 5.

Tabel 3.2 Kisi – kisi kuesioner

No. Materi Nomer Item Jumlah

1.

2.

3.

4.

Komponen pemenuhan kebutuhan spiritual care: Komponen 1

Menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti dan harapan. Komponen 2

Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal hubungan.

Komponen 3

Menemui pasien sebagai seorang yang beragama. Komponen 4

Menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi.

1, 2, 3, 4

1, 2, 3, 4

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

4

4

8

7

Total 23

H. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013). Pengumpulan data dapat dilakukan


(47)

menggunakan kuesioner, yaitu dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi pertanyaan tertulis kepada responden. Pengumpulan data dengan cara cross sectional, yaitu data yang dikumpulkan sesaat atau data diperoleh pada saat itu juga (Nursalam, 2008).

Langkah pengumpulan data dalam penelitian ini dimulai dengan mengajukan judul penelitian kepada dosen pembimbing karya tulis ilmiah, kemudian proses selanjutnya adalah peneliti mulai menyusun proposal penelitian serta peneliti membuat surat izin untuk melakukan survei pendahuluan yang diajukan kepada RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta untuk memperoleh data maupun informasi mengenai semua populasi yang ada di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Peneliti selesai menyusun proposal kemudian peneliti melakukan ujian proposal, setelah itu peneliti mengurus surat izin etik penelitian kepada bagian tim etik FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Setelah peneliti mendapatkan surat izin etik peneliti memberikan surat izin etik kepada bagian administrasi yang kemudian akan dilanjutkan kepada Direktur rumah sakit guna untuk menyelesaikan tugas akhir karya tulis ilmiah. Setelah mendapatkan izin dari Direktur rumah sakit, peneliti segera melakukan pengambilan data yang dilakukan pada bulan april sampai mei 2016, sebelum memberikan kuesioner peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud serta tujuan penelitian, kemudian peneliti meminta bantuan kepada kepala ruang masing-masing bangsal yang sebelumnya sudah dijelaskan


(48)

tentang tata cara pengisian kuesionr, untuk membantu menyebarkan kuesioner dan menginstruksikan kepada perawat bangsal untuk mengisi kuesioner.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh data, kuesioner diisi sendiri oleh responden. Responden yang bersedia dalam penelitian tersebut lalu mengisi informed consent dan lembar kueisoner. Selama 2 bulan melakukan pengambilan data peneliti kesulitan dalam pengumpulan data, hal ini dikarenakan jadwal dinas perawat pada setiap masing-masing bangsal berbeda dalam satu minggu sehingga peneliti harus sering datang ke RS PKU Muhmmadiyah Bantul untuk mengecek kuesioner yang sudah terisi dan mengingatkan kembali kepada perawat yang belum mengisi kuesioner, kemudian beban kerja yang padat membuat perawat sering menunda untuk mengisi kuesioner, ketika peneliti sudah mendapatkan data sebanyak yang dibutuhkan dari 84 responden yang sesuai dengan sempel yang telah ditetapkan. Peneliti tidak lupa untuk pengucapkan terima kasih kepada kepala ruang dan perawat yang sudah membantu mengisi kuesioner penelitian.

Data yang sudah terkumpul kemudian dialakukan analisis univariate menggunakan program computer dan dilanjutkan konsultasi untuk penulisan hasil penelitian. Setelah itu, peneliti melakukan seminar hasil penelitian kemudian memperbaiki hasil seminar penelitian.


(49)

I. Uji Validitas Data

Validitas instrumen adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan dapat mengukur apa yang harus diukur (Arikunto, 2006). Uji validitas pada penelitian ini menggunakan rumus pearson product moment yang kemudian diolah menggunakan program computer.

Tabel 3.3 : Interpretasi Nilai r Validitas menurut Arikunto (2010)

Nilai r Interpretasi

0,81 – 1,00 0,61 – 0,80 0,41 – 0,60 0,21 – 0,40 0,00 – 0,20

Sangat tinggi Tinggi

Cukup Rendah

Sangat rendah

Berdasarkan dari hasil uji validitas yang dilakukan pada tanggal 23 April 2015 dengan jumlah responden sebanyak 26 responden di RS PKU Muhammadiyah Unit 1 dengan cara memberikan kuesioner yang dijadikan sebagai instrumen dalam penelitian ini, didapatkan bahwa 10 dari 33 pernyataan dinyatakan tidak valid untuk digunakan, dan 10 pertanyaan yang tidak valid tersebut dihilangkan, karena setiap kompenen dari kuesioner sudah terwakili, sehingga 23 butir pernyataan yang dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

J. Uji Reliabilitas Data

Reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2013). Reliabilitas adalah kesamaan


(50)

hasil pengumpulan bila fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2013).

Uji reliabilitas dalam kuesioner penelitian ini menggunakan Cronbach’s Alpha karena penilaian kuesioner yang digunakan adalah skala

Likert. Dikatakan reliabilitas apabila didapatkan nilai r > 0,6 (Arikunto, 2013).

Pedoman dalam menggunakan koefisien reliabilitas adalah:

1. Koefisien alpha antara 0,6 sampai dengan 0,7, reliabilitasnya adalah cukup. 2. Koefisien alpha antara 0,7 sampai dengan 0,8, reliabilitasnya adalah baik. 3. Koefisien alpha antara 0,8 sampai dengan 0,9, reliabilitasnya adalah sangat

kuat.

Berdasarkan dari hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan dengan mengguanakan Alpha Cronbach’s didapatkan bahwa hasil uji dari 23 pernyataan didapatkan hasil 0,967 (>0,6), sehingga dapat dinyatakan bahwa item dari kuesioner reliabel.

K. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariate yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik variabel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran pemenuhan kebutuhan spiritual care pada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul. Skala pengukuran dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Baik dengan persentase : (76-100%) dengan poin (87-115) 2. Cukup dengan persentase : (56-75%) dengan poin (64-86)


(51)

3. Kurang dengan persentase : (<56%) dengan poin (<64)

L. Pengolahan Data

Data yang sudah diperoleh dan diolah dengan komputer dengan menggunakan software statistik komputer. Dalam proses pengolahan data tersebut melalui langkah-langkah berikut :

1. Editing data

Editing data adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Seluruh kuesioner yang dikumpulkan sudah terisi secara lengkap sehingga tidak diperlukan proses editing.

2. Coding

Coding bertujuan untuk memberikan kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Mengubah data dari yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka untuk memudahkan penginterprestasian hasil penelitian. Terdapat beberapa pengkodean dalam penelitian ini yaitu kode responden pada usia antara 20-40 tahun = 1, kode reponden jenis kelamin laki-laki= 1, responden jenis kelamin perempuan= 2, kode reponden berdasarkan jabatan kepala ruang= 1, perawat primer= 2, dan perawat asosiet= 3, kode pemenuhan kebutuhan spiritual care baik= 1, cukup= 2, kurang= 3, kode pemenuhan kebutuhan spiritual care pada komponen menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti dan harapan baik= 1, cukup= 2, kurang= 3, kode pemenuhan kebutuhan spiritual care pada komponen menemui pasien sebagai seseorang manusia


(52)

kebutuhan spiritual care pada komponen Menemui pasien sebagai seorang yang beragama baik= 1, cukup= 2, kurang= 3, kode pemenuhan kebutuhan spiritual care pada komponen Menemui pasien sebagai manusia dengan

otonomi baik= 1, cukup= 2, kurang= 3. 3. Entry Data

Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau tabel kontingensi.

4. Tabulating

Tabulating adalah membuat tabel semua jawaban yang sudah diberi skor

dengan kategori baik dengan persentase : (76-100%) poin (87-115), cukup dengan persentase : (56-75%) dengan poin (64-86), dan kurang dengan persentase : (<56%) dengan poin (<64) selanjutnya dimasukkan kedalam tabel.

M.Etika Penelitian

Penelitian ini sudah mendapatkan surat izin etik dari tim etik FKIK Universitas Muhammdiyah Yogyakarta dengan no surat 009 /B.4-III / III / 2016, dan sudah mendapat surat izin penelitian dari RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta dengan nomor : 902/KET/B/04.16. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengutamakan dasar etik melalui berbagai pertimbangan namun tetap menjunjung tinggi hak-hak otonomi manusia sebagai responden. Adapun prinsip yang harus diperhatikan dalam penelitian :


(53)

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity). Pada penelitian ini peneliti menghormati hak-hak responden untuk mengetahui tujuan dari penelitian yang dilaksanakan serta hak-hak untuk berpartisipasi dengan cara menyediakan lembar persetujuan (informed consent) yang berisi penjelasan mengani manfaat penelitian, resiko dan

ketidaknyamanan yang ditimbulkan, manfaat yang didapat, kesediaan peneliti untuk menjawab pertanyaan responden mengenai responden, persetujuan untuk mengundurkan diri, dan jaminan anonimitas dan kerahasiaan informasi responden. Lembar persetujuan kemudian ditandatangani apabila responden bersedia.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confidentiality).

Peneliti menjaga kerahasiaan informasi dan identitas responden dalam lembar pengumpulan data penelitian. Responden tidak disarankan untuk menuliskan nama, namun apabila responden menuliskan nama maka nama akan dirubah dengan kode pada input data. Informasi yang dicantumkan hanya informasi yang sesuai dengan perintah yang terdapat pada lembar kuesioner.

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice and inclusiveness).

Peneliti menjaga prinsip keterbukaan dan keadilan dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. keterbukaan disini dijaga dengan


(54)

menjelaskan prosedur penelitian. Peneliti juga tidak membeda-bedakan latar belakang jender, agama, dan etnis responden dalam melakukan intervensi.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits).

Peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir dampak yang merugikan responden dan memaksimalkan manfaat yang didapat selama proses penelitian. Hasil penelitian ini juga tidak akan digunakan untuk kepentingan yang bersifat merugikan responden.


(55)

44 A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta adalah rumah sakit swasta yang berada di Jl. Jendral Sudirman 124 Bantul Yogyakarta, dengan luas lahan 5.700 m2. Pada tahun 2001 Rumah Sakit ini telah resmi menjadi Rumah Sakit Umum tipe C dengan nomor izin oprasional RS: SK Ka DINKES Kab. Bantul No. 445/4318/2001. Saat ini RS PKU Muhammadiyah Bantul telah mendapat sertifikasi ISO 9001 – 2008 untuk Pelayanan Kesehatan Standar Mutu Internasional. Jumlah tempat tidur di RS PKU Muhammadiyah Bantul ini sebanyak 139 tempat tidur yang terdiri dari delapan bangsal antara lain adalah An Nisa, Al Insan, Al Kahfi, Ar Rahman, Al Kautsar, Al A’rof, Al Fath, dan An Nur.

RS PKU Muhammadiyah Bantul memiliki falsahah, visi, misi dan tujuan sebagai berikut:

a. Falsafah

RS PKU Muhammadiyah Bantul merupakan perwujudan dari ilmu, amal dan saleh.

b. Visi

Terwujudnya rumah sakit islami yang mempunyai keunggulan kompetitif global dan menjadikan kebanggaan umat.


(56)

c. Misi

Berdakwah melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan mengutamakan peningkatan kepuasan pelanggan serta peduli pada kaum duafa.

d. Tujuan

1) Menjadi media dakwah Islam melalui pelayanan kesehatan untuk menciptakan ridho Allah SWT.

2) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, terutama kaum duafa melalui pelayanan kesehatan yang Islami dan berstandar mutu internasional

3) Terwujudnya pelayanan prima yang holistik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

4) Terwujudnya profesionalisme dan komitmen karyawan melalui pemberdayaan berkesinambungan.

5) Meningkatkan produktivitas kerja melalui manajeman yang efektif dan efisien sehingga terwujud kesejahteraan bersama.

6) Menjadikan rumah sakit sebagai wahana pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah perawat rawat inap yang masuk kedalam kriteria inklusi dengan jumlah 84 perawat. Untuk mengetahui gambaran karakteristik responden, terdapat 3 karakteristik


(57)

responden berdasarkan usia, jenis kelamin dan jabatan yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Distribusi karakteristik responden perawat yang bekerja di bangsal rawat inap di rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta pada bulan April-Mei 2016 (n=84)

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, perawat di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta Bulan April-Mei 2016

No Karakteristik Responden Perawat Bangsal N (84) (%) 1. Usia

20-40 84 100

2. Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan

10 74

12 88 3. Jabatan

Kepala Ruang Perawat Primer Perawat Asosiet 6 24 54 7 29 64 Sumber: Data primer 2016

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa karakteristik perawat berdasarkan usia keseluruhan adalah antara 20-40 tahun. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin sebagian besar adalah perempuan, sebanyak 74 responden (88%), dan laki-laki seabanyak 10 responden (12%). Karakteristik responden berdasarkan jabatan yaitu kepala ruang sebanyak 6 responden (7%), perawat primer sebanyak 24 responden (29%), dan perawat asosiet sebanyak 54 reponden (64%).


(58)

3. Analisis Univariat

a. Pemenuhan Spiritual Care oleh Parawat

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pemenuhan kebutuhan spiritual care oleh perawat kepada pasien rawat inap RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta Bulan April-Mei 2016

Frekuensi Persentase Mean

Baik 42 50%

87 (Baik)

Cukup 42 50%

Total 84 100%

Sumber: data primer 2016

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2, menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual care oleh perawat kepada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta adalah sama dalam kategori baik dan cukup yang masing-masing sebanyak 42 responden (50%), kemudian tidak terdapat (0%) pemuhan siritual care kurang. Kemudian hasil perhitungan deskriptif statistik pada mean atau rata-rata total skor kuesioner pemenuhan kebutuhan spiritual care menunjukkan angka 87 atau kategori baik.

b. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Care pada Komponen Menemui Pasien Sebagai Seorang yang Memiliki Arti dan Harapan

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pemenuhan kebutuhan spiritual care kepada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta berdasarkan komponen menemui pasien sebagai seorang yang memiliki arti dan harapan Bulan April-Mei 2016

Frekuensi Persentase

Cukup 15 17,9%

Kurang 69 82,1%

Total 84 100%


(59)

Berdasarkan tabel 4.3 pada komponen menemui pasien sebagai seorang yang memiliki arti dan harapan, sebanyak 15 responden (18%) adalah cukup, sedangkan 69 responden (82%) adalah kurang.

c. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Care pada komponen menemui pasien sebagai seorang manusia dalam hal hubungan

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pemenuhan kebutuhan spiritual care kepada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta berdasarkan komponen menemui pasien sebagai seorang manusia dalam hal hubungan Bulan April-Mei 2016

Frekuensi Persentase

Cukup 4 4,8%

Kurang 80 95,2%

Total 84 100%

Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada komponen menemui pasien sebagai manusia dalam hal hubungan, sebanyak 4 responden (5%) adalah cukup, sedangkan 80 responden (95%) adalah kurang.

d. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Care pada komponen menemui pasien sebagai orang yang beragama

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi pemenuhan kebutuhan spiritual care kepada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta berdasarkan komponen menemui pasien sebagai orang yang beragama Bulan April-Mei 2016

Frekuensi Persentase

Baik 57 67,9%

Cukup 24 28,6%

Kurang 3 3,6%

Total 84 100%

Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada komponen menemui pasien sebagai orang yang beragama, sebanyak 57 responden


(60)

(68%) adalah baik, kemudian sebanyak 24 responden (29%) adalah cukup, dan sebanyak 3 responden (3%) adalah kurang.

e. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Care pada komponen menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi pemenuhan kebutuhan spiritual care kepada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta berdasarkan komponen menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi Bulan April-Mei 2016

Frekuensi Persentase

Baik 50 59,5%

Cukup 29 34,5%

Kurang 6 6%

Total 84 100%

Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada komponen menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi, sebanyak 50 responden (59,5%) adalah baik, kemudian sebanyak 29 responden (34,5%) adalah cukup, dan sebanyak 6 responden (6%) adalah kurang. B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi karakteristik responden yang telah dijabarkan dalam tabel 4.1 dari total 84 responden memiliki rentang antara 20-40 tahun. Usia dalam penelitian ini termasuk usia produktif karena kisarannya antara 15-59 tahun, artinya dalam usia produktif, perawat tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas yang rutin (Badan Koordinasi Keluarga Berancana Nasional, 2013). Menurut Fadare et al (2014) dari penelitian yang dilakukan dengan responden usia antara 37-41 tahun, usia memiliki pengaruh


(61)

yang signifikan dalam pemberian perawatan paliatif. Pasien dengan perawatan paliatif biasanya memiliki kerentanan terhadap masalah disetrss sipiritual, oleh karena itu dengan adanya perawatan yang

produktif hal ini dapat mengurangi adanya distress spiritual pada pasien.

Hasil distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sampel dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 74 responden (88%). Peneletian yang dilakukan oleh Abbasiah (2011) juga menunnjukan bahwa sebagian besar jenis kelamin dalam responden penelitiannya adalah perempuan. Perawat perempuan pada umumnya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan perawat laki-laki yaitu terletak pada kesabaran, ketelitian, tanggap, kelembutan, naluri dalam mendidik, merawat, mengasuh, melayani serta membimbing dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki sifat lebih praktis Ardiana (2013) dalam Novi (2015). Perawat perempuan yang memiliki kelebihan seperti kesabaran, ketelitian, tanggap, kelembutan, naluri dalam mendidik, merawat, mengasuh, melayani serta membimbing pasien akan dapat membuat pasien merasa lebih nyaman dengan adanya kepekaan dari perawat tersebut, sehingga spiritualitas dari pasien perlahan-lahan akan membaik.

Karakteristik responden berdasarkan jabatan sebagian besar adalah perawat asosiet sebanyak 54 responden (64%). Menurut Sitoru


(1)

8 Menurut Fadare et al (2014) dari penelitian yang dilakukan dengan responden usia antara 37-41 tahun, usia memiliki pengaruh yang signifikan dalam pemberian perawatan paliatif. Pasien dengan perawatan paliatif biasanya memiliki kerentanan terhadap masalah disetrss sipiritual, oleh karena itu dengan adanya perawatan yang produktif hal ini dapat mengurangi adanya distress spiritual pada pasien.

Hasil distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sampel dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 74 responden (88%). Peneletian yang dilakukan oleh Abbasiah (2011) juga menunnjukan bahwa sebagian besar jenis kelamin dalam responden penelitiannya adalah perempuan. Perawat perempuan pada umumnya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan perawat laki-laki yaitu terletak pada kesabaran, ketelitian, tanggap, kelembutan, naluri dalam mendidik, merawat, mengasuh, melayani serta membimbing dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki sifat lebih praktis Ardiana (2013) dalam Novi (2015). Perawat perempuan yang memiliki kelebihan seperti kesabaran, ketelitian, tanggap, kelembutan, naluri dalam mendidik, merawat, mengasuh, melayani serta membimbing pasien akan dapat membuat pasien merasa lebih nyaman dengan adanya kepekaan dari perawat tersebut, sehingga spiritualitas dari pasien perlahan-lahan akan membaik.

Karakteristik responden berdasarkan jabatan sebagian besar

adalah perawat asosiet sebanyak 54 responden (64%). Menurut Sitoru (2006) menjelaskan dalam Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP), terdapat beberapa jenis tenaga kesahatan yang memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer (PA),

dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga kesehatan tersebut terdapat kepala ruang yang bertanggung jawab terhadap menjemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan fungsi masing-masing tenaga kesehatan sesuai dengan kemapuannya dan terdapat tanggung jawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan. Kemudian tugas dari perawat asosiet sendiri adalah melakukan tindakan keparawatan kepada klien sesuai rencana asuhan keperawatan.

Menurut Sitoru (2006) pada model praktik keperawatan profesi tingkat satu dijelaskan bahwa minimal pendidikan perawat asosiet adalah DIII keperawatan. Menurut Nursalam (2013), tingkat pendidikan adalah level atau tingkat suatu proses yang berkaitan dalam mengembangkan semua aspek kepribadian manusia yang mencakup pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan semakin tinggi pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuan yang lebih baik. Perawat dengan minimal pendidikan DIII dalam penelitian ini dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan spiritual care menjadi baik,dikarenakan pada tahap pendidikan DIII merupakan tingkat pendidikan tinggi, perawat dengan tingkat pendidikan akan melakukan praktik keperawatan holistik yang efektif dan efisien, dengan tingkat pendidikan yang baik akan memebrikan konstribusi yang baik dalam praktik keperawatan sehingga dalam pemenhuan kebutuan spiritual care pasien dapat terpenuhi secara maksimal. 2. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual

Oleh Perawat

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2, menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual care oleh perawat kepada pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta adalah sama, dalam


(2)

9 kategori baik dan cukup masing-masing sebanyak 42 responden (50%).

Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat 42 responden (50%) pemenuhan kebutuhan spiritual care oleh perawat adalah baik, hal ini bisa dilatar belakangi oleh faktor pendidikan dari perawat, berdasarkan jumlah responden terbanyak adalah perawat yang memiliki minimal pendidikan DIII keperawatan. Kemudian seperti yang dijelaskan Arini (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat pendidikan DIII merupakan tingkat pendidikan tinggi. Perawat dengan pendidikan yang cukup baik akan melakukan praktik keperawatan yang efektif dan efisien dengan tingkat pendidikan yang cukup akan memberikan konstribusi yang baik dalam praktik keperawatan sehingga dalam pemenhuan kebutuan spiritual care pasien dapat terpenuhi.

Tingkat spiritualitas yang baik dari perawat juga dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuan spiritual care oleh perawat. Seseorang atau individu yang mempunyai spiritualitas yang sangat baik dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap pelayanan kesehatan kepada klien khususnya dalam pemenuhan kebutuhan spiritual care. Hal ini terjadi karena pengalaman positif dari kualitas spiritualitas yang dirasakan akan menumpah (spill over) ke lingkungan sekitarnya (Mulyono, 2011). Perawat akan memberitahukan pengalaman baik tentang spiritualitasnya dan refleksi kebahagiannya dapat dilihat dan dirasakan oleh kliennya. Pasien yang merasa bahagia atau puas dengan palayan dari perawat dapat meningkatkan spiritualias pasien itu sendiri dan menjadikan dirinya merasa lebih baik.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi pemenuhan spiritual care manjadi baik adalah visi dari rumah sakit RS PKU Muhmmadiyah

Bantul yaitu terwujudnya rumah sakit Islmai yang mempunyai keunggulan kompetitif global dan menjadikan kebanggaan umat, serta tujuan rumah sakit untuk menjadi media dakwah Islami melalui pelayanan kesehatan dan tujuan lainnya adalah untuk terwujudnya pelayanan prima yang holitistik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Adanya visi dan tujuan tersebut akan memberikan tunggung jawab kepada seluruh perawat yang bertugas di RS PKU Muhammadiyah Bantul, sehingga secara sadar perawat harus memberikan pemenuhan kebutuhan spiritual care kepada pasien.

Selain itu data tersebut menunjukkan bahwa 42 responden (50%) pemenehuan kebutuhan spiritual care oleh perawat adalah cukup. Keadaan ini dikarenakan pelayanan yang diberikan oleh perawat kepada pasien hanya sebagai tugas rutin yang setiap harinya dijalankan oleh perawat seperti memberikan obat, infus dan kegiatan lain sesuai prosedur. Menurut Purwaningsih, et al (2013) menjelaskan bahwa perawat belum memiliki waktu khusus untuk pasien misalnya hanya untuk berbincang dengan pasien dan didukung oleh penelitian Khairini (2012) perawat juga belum memiliki waktu khusus untuk pasien misalnya hanya untuk berbincang dengan pasien, dan dalam penelitiannya menyebutkan bahwa 3 dari 4 perawat jarang mengunjungi pasien kecuali saat dipanggil oleh keluarga. Keadaan ini membuat suatu kebutuhan spiritual care yang dilakukan oleh perawat belum terlaksana secara maksimal.

Perawat belum optimal dalam memenuhi kebutuhan spiritual care pasien hal ini dikarenakan kurangnya penerapan keperawatan spiritual oleh perawat dan belum adanya panduan yang bisa dijadikan acuan untuk pengkajian perawatan spiritual pada pasien. Hal ini sejalan dengan


(3)

10 pernyataan MLanzh (2007) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya keterampilan perawat dalam penerapan keperawatan spiritual adalah kurangnya literatur atau buku-buku mengenai keparawatan spiritual. Keadaan ini menjadi sebuah keterbatasan dalam pemenuhan spiritual care oleh perawat.

Perawat PKU Muhammadiyah Bantul saat ini masih bergantung pada kerohaniawan untuk memenuhi kebutuhan spiritual care pasien, perawatan spiritual care sepenuhanya harus dilakukan oleh perawat karena perawat adalah orang yang paling sering menamui pasien dan memahami serta mengetahui apa yang sedang dibutuhkan oleh pasien dengan adanya buku panduan atau litaratur tentang spiritual care yang dimiliki oleh perawat, hal ini dapat memudahkan perawat untuk melakukan perawatan spirtual secara mandiri dan lebih baik. 3. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual

dalam Komponen Menemui Pasien Sebagai Seorang yang Memiliki Arti dan Harapan

Berdasarkan tabel 3 pada komponen menemui pasien sebagai seorang yang memiliki arti dan harapan, sebanyak 69 responden (82%) adalah kurang. Arti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah maksud yang terkandung dalam perkataan atau kalimat. Makna spiritualitas ini yang seringkali perawat salah mengartikannya, karena Menurut Baladacchino (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa banyak perawat belum memahami secara jelas dan mengalami kebingungan antara konsep spiritual dan religius karena dalam hubungan pasien dan perawat spiritualitas dinyatakan dalam berbagai bidang spiritual atau tema yaitu harapan, pertumbuhan, kekuatan, otoritas dan keyakinan. Menurut Saputra (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa untuk

memberikan perawatan spiritual, perawat harus memahami spiritual mereka sendiri sehingga ia dapat merasakan dan memberdayakan diri untuk memberi dukunguan terhadap kebutuhan spiritual klien. Oleh karena itu perawat yang belum mengetahui tentang makna spiritual akan kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan spiritual care kepada pasien.

4. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dalam Komponen Menemui Pasien Sebagai Seorang Manusia dalam Hal Hubungan

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa pada komponen menemui pasien sebagai manusia dalam hal hubungan, sebanyak 80 responden (95%) adalah kurang. Dalam menciptakan hubungan yang harmonis dilakukan secara jujur dan terbuka, tidak dibuat buat. Kepercayaan antara perawat dan pasien dijalin sejak awal pasien datang ke rumah sakit yaitu dengan cara berkomunikasi dengan komunikasi terapeutik, mendorong keterlibatan atau interaksi pasien dengan keluarga atau orang terdekat, memberikan privasi dan waktu untuk menjalankan aktivitas spiritual, memberikan kesempatan pasien untuk mengukapkan perasaannya dan menyediakan perlengkapan ibadah. Namun hal tersebut adalah kompetensi keperawatan yang jarang dilaksanakan di rumah sakit. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparmi (2007) dan Rohman (2009) yang menunjukkan bahwa aspek spiritual belum mendapat perhatian yang cukup oleh perawat, yang dibuktikan oleh hasil observsi terhadap 30 pasien, sebanyak 79% pasien menyatakan tidak mendapatkan pendampingan spiritual oleh perawat.

Kurangnya pemenuhan kebutuhan spiritual care pada komponen ini juga dapat dipengaruhi oleh beban kerja perawat yang tinggi. Seperti yang dijelaskan oleh Hariyono et al (2012) beban kerja yang berlebihan dapat


(4)

11 menyebabkan menurunnya moral dan motovasi perawat pada saat sedang bekerja di Rumah Sakit. Hubungan serta interaksi perawat dan pasien ini akan sangat kurang ketika perawat memiliki beban kerja yang tinggi, sehingga keharmonisan antara perawat dan pasien akan berkurang yang membuat spiritualitas pada pasien sulit untuk membaik.

5. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dalam Komponen Menemui Pasien Sebagai Orang Yang Beragama

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa pada komponen menemui pasien sebagai orang yang beragama, sebanyak 57 responden (68%) adalah baik. Sebagai seorang yang beragama perawat harus bisa menerapkan nilai-nilai Islami dalam tindakan keperawatan. Seperti yang ada pada visi dan misi dari RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta yaitu dengan visi terwujudnya rumah sakit Islami yang mempunyai keunggulan kompetitif global dan menjadikan kebanggaan umat, kemudian dengan misi berdakwah melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan mengutamakan peningkatan kepuasan pelanggan serta peduli pada kaum dhuafa.

Tujuan dari visi dan misi tersebut supaya menjadi media dakwah Islam melalui pelayanan kesehatan, Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, terutama kau dhuafa melalui pelayanan kesehatan yang Islami dan berstandar mutu internasional, dan terwujudnya pelayanan prima yang holistik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan adanya visi misi tersebut membuat seluruh perawat harus dapat menerapakannya dalam kegiatan keparawatan sehari-hari di rumah sakit, hal ini akan memberikan suatu hal yang positif kepada pasien dalam pemenuhan kebutuhan spiritual care.

6. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dalam Komponen Menemui Pasien Sebagai Manusia dengan Otonomi

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa pada komponen menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi, sebanyak 50 responden dengan persentase 59,5% adalah baik. Keperawatan sebagain sebuah profesi memiliki otonomi sendiri dimana perawat bisa bisa bertindak dan memutuskan sesuatu sesuai dengan area keperawatannya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dalam komponen ini adalah baik hal ini dapat dilatar belakangi oleh kecerdasan spiritual. Oleh karena itu kecerdasan spiritual menjadi sumber kekuatan seseorang untuk menemukan makna dirinya dan menentukan keputusan. Hal ini dukung oleh penelitian Khotimah (2014) dimana terdapat hubungan positif kecerdasan spiritual dengan otonomi perawat profesional.

Salah satu kriteria utama bagi kecerdasan spiritual yang tinggi adalah menjadi apa yang disebut “mandiri di lapangan”. Itu berarti mampu berdiri mempertahankan pendapatnya di depan banyak orang, berpegang pendapat yang tidak diterima orang lain jika itu memang benar-benar memang diyakini (Zohar dan Marshall, 2010). Hal ini menunjukkan betapa kuatnya hubungan antara kecerdasan spiritual dengan keputusan sesuai dengan apa yang diyakini atau sesuai dengan batasan profesional dalam pemenuhan kebutuhan spiritual care.

C. Keterbatasan Penelitian a. Kekuatan penelitian

1) Kuesioner yang digunakan telah dilakukan uji validitas, sehingga instrumen yang digunakan valid dan reliabel.

2) Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei dengan jumlah sampel 84 responden.


(5)

12 b. Kelemehan penelitian

1) Metode pengambilan data yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner saja sehingga kemungkinan hasil data yang diperoleh ada kecenderungan responden untuk menjawab pertanyaan tidak sesuai dengan kenyataan yang mereka alami, 2) Peneliti tidak mengamati

keadaan situasional, jadi peneliti kesulitan untuk mengetahui efektif tidaknya pengisian kuesioner.

DAFTAR PUSTAKA

Perry, Anne G, Potter, Particia A. (2010). Fundamental of Nursing. Vol 2. Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2013). Metode Penelitian Ilmu

Keperawatan : Pendekatan Praktis. Edisi 3. Jakarta. Salemba Medika. Hamid, A.Y. (2008). Asuhan Keperawatan

Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Baldacchino D.R. (2006) Nursing Competencis for Spiritual Care: Jurnal of Clinical Nurising.

Baldacchino, D.R. (2011) Teaching On Spiritual Care: The Percaived Impact On Qualified Nurses. Nurse

Education In Practice. http://search.proquest.com/

docview/1034990780/fulltextPDF/1 52661E5C36C45B8PQ/3?accountid =38628. 30 Mei 2015

Seyedrasooly A, Rahmani A, Zamanzedeh A, Reza N.A, Jasemi M. (2014). Association Between Perception of Prognosis and Spiritual Well-Being Among Cancer Patiens. Journal of Caring Sciences, 2(1), 47-55.

Hamid, A. Y. (2000). Buku ajar aspek spiritual dalam keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanal (2013). Penduduk Usia

Produktif dan

Ketenagakerjaan. http://kepri.bkkbn .go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx? ID=144. 3 June 2016\

Fadare, J.O., Obimakinde, A.M., Oloagun, D.o., Afolayan, J.M., Olatunya , O., & Ogunpide, O.K. (2014). Perception of Nurses about Palliative Care: Experiencefrom South-West Nigeria. Annals Of Medical and Health Sciences Research. http://www.amhsr.org/te mp/AnnMedHealthSciRes45723-2542368_004222.pdf 7 Juni 2016 Sitorus, R., & Yulia. (2006) Model Praktik

Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan Struktur & Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta: EGC

Nursalam. (2013). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis. Edisi 3. Jakarta. Salemba Medika. Mulyono, W.A. (2011). Penerapan

spiritualitas di tempat kerja di RSI F dan hubungannya dengan kepuasan kerja perawat. Jurnal Keperawatan Soedirman, 6(2), 94-102.

http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.p hp/jks/article/view/333 diakses 17 juni 2016.

Asmaningrum, N., Purwaningsih A. M. E., Wantiyah. (2013). “Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Kaliwates PT Rolas Nusantara Medika Jember”. Jember MLanz, C. (2007). Teaching Spiritual Care

in a Public Institution: Legal Implication, Standards of Pratice, and Ethical Obligation.

http://search.proquest.com/docview/ 223114748/fulltextPDF diakses 17 Juni 2016

Baldacchino D.R. (2006) Nursing Competencis for Spiritual Care: Jurnal of Clinical Nurising.

Saputra, H. 2014. Hubungan Penerapan Asuhan Keperawatan dengan pemenuhan Kebutuhan Spiritual pasien di Ruang Rawat Inap Kelas III RS PKU Muhuammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta


(6)

13 Haryono, W., Suryani, D,. Wulandari, Y.

(2012) Hubungan Antara Beban Kerja, Stres Kerja dan Tingkat Konflik Dengan Kelelahan Kerja Perawat di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI. Yogyakarta Zohar, D. & Marshall, I. 2010. SQ:

Kecerdasan Spiritual. Bandung: Mizan


Dokumen yang terkait

DETERMINAN PENERAPAN PEMBERIAN OBAT OLEH PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 2 74

GAMBARAN PENERAPAN IDENTIFIKASI PASIEN DI BANGSAL RAWAT INAP RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

0 3 66

HARAPAN KELUARGA TERHADAP PERAN PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA KLIEN DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

1 3 55

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN DI BANGSAL RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

42 203 113

PERSEPSI PASIEN TERHADAP PERAN PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA PASIEN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK DI UNIT HEMODIALISA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 5 117

ANALISIS KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MEMBAYAR PASIEN RAWAT INAP DI RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

0 0 8

GAMBARAN MOTIVASI DAN TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PASIEN DI RUANG ICU PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

0 0 9

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 17

HUBUNGAN SIKAP PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 0 17

1 HUBUNGAN PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PASIEN DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Penerapan Asuhan Keperawatan dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien Di Ruang

0 1 19