PENGELOLAAN TANAH KAS DESA DI DESA GIRIPURWO KECAMATAN GIRIMULYO KABUPATEN KULON PROGO MENURUT PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

(1)

PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

SKRIPSI

Di susun untuk melengkapi persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Di susun oleh :

Nama : Jati Agung Widyantoro

NIM : 20120610125

Bagian : Hukum Administrasi Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

SKRIPSI

Di susun untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Di susun oleh :

Nama : Jati Agung Widyantoro

NIM : 20120610125

Bagian : Hukum Administrasi Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

KECAMATAN GIRIMULYO KABUPATEN KULON PROGO MENURUT PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA.

Adalah hasil karya asli saya dan bukan plagiat baik secara utuh maupun sebagian, serta belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada suatu perguruan tinggi atau lembaga manapun. Hal-hal bukan karya asli saya dalam skripsi ini diberi tanda dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggung jawabkan pernyataan ini.

Yogyakarta, 24 Desember 2016 Yang menyatakan


(4)

iii ada kemudahan.”

(Q.S Al- Insyiraah : 5) “ Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang

tidak putus-putusnya dipukul ombak. Ia tidak saja tetep berdiri kukuh, bahkan ia

menentramkan amarah ombak dan gelombang itu.”

(Marcus Aurelius)

Ibu, nasehatmu perteguh mimpi-mimpiku Bapak, suaramu pertegas perjuanganku

Tak ingin ku menyerah bertarung taklukan waktu Meraih cita dan cinta

Doakan aku disini

Aku akan melakukan yang terbaik Karena bahagia telah menantiku


(5)

iv

Agnes, S.Pd sebagai hadiah atas lelah perjuanganmu untukku. Ini memang bukan hal besar namun saya tahu bahwa ini adalah satu

diantara banyak doa yang Ibu panjatkan dalam setiap sujudmu. Saya takkan pernah bisa membalas segala cinta, kasih sayang dan pengorbanan Ibu. Bapak, terima kasih untuk semua pelajaran hidup

yang membuat kami lebih kuat menghadapi segala keadaan. Kakakku Jati Wijayaningsih dan Jati Budiasih, untuk semua masa-masa sulit yang akan menjadikan kita pribadi lebih kuat dan semangat


(6)

v

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. Yang Maha Pemurah atas berkat, rahmat, hidayah, dan berkah yang dilimpahkan kepada saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W. serta para sahabat, dan kepada umatnya sampai akhir zaman.

Penulisan skripsi yang berjudul Pengelolaaan Tanah Kas Desa di Desa Giripurwo Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo Menurut Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 Tentang Pemanfaatan Tanah Desa, dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu bentuk pertanggung jawaban penulis sebagai mahasiswa guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Untuk itu, saya sampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dekan Fakultas Hukum, Ketua Program Studi Ilmu Hukum. Rasa hormat, terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga saya sampaikan kepada Pembimbing, Bapak H. Nasrullah, SH., S.Ag. MCL. yang penuh kesabaran dan kearifan telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan tidak henti-henti disela kesibukannya, beserta Bapak Sunarno, SH., M.Hum. yang telah memberikan kesempatan bimbingan dan berbagai kemudahan kepada saya. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Mardi Santoso Kepala Desa Desa Giripurwo, atas


(7)

vi

Terima kasih saya sampaikan kepada saudara, sahabat, teman-teman seperjuangan FH UMY 2012; Hardian yang selalu mengingatkan dan memberi semangat tanpa kenal waktu, Taufik, Tara untuk semua dukungannya, David yang tak kenal waktu menjadi editor dan tempat saya bertanya, keluarga besar kelas C FH 2012 kita adalah keluarga, teman-teman kos ijo, Elsyad, Yanuar, Lia , Anggi yang selalu memberi motivasi, keluarga KKN Girikerto dan semua yang mengenal dan kukenal telah menjadi penyemangat dan warna hidup.

Rasa syukur dan terima kasih juga disampaikan kepada seseorang yang pernah memberi arti, ejekan dan semua kenangan yang memberi pelajaran dalam hidup ini tidak akan saya lupakan, hingga kini saya tepati menuliskan untuk kalian disini.

Akhirnya, penulis berharap semoga karya sederhana ini bisa bermanfaat. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi pencapaian yang lebih baik.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Yogyakarta, 24 Desember 2016 Penulis


(8)

vii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Desa ... 9

B. Kekayaan Desa ... 18

C. Pemanfaatan Tanah Kas Desa ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29

B. Jenis Data ... 29

C. Metode Pengumpulan Data ... 31

D. Lokasi Penelitian ... 31

E. Narasumber dan Responden ... 31

F. Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah Desa Giripurwo ... 33

1. Letak, Luas dan Batas Daerah ... 33

2. Pemerintahan ... 35

B. Pemanfaatan Tanah Desa di Desa Giripurwo ... 37

1. Penggunaan Tanah Desa untuk Kas Desa ... 37

2. Penggunaan Tanah Desa untuk Pelungguh ... 50

3. Penggunaan Tanah Kas Desa untuk Meningkatkan Pendapatan Kas Desa di Desa Giripurwo ... 65 a. Pendapatan Desa dari Tanah Kas Desa untuk Kepentingan Umum ... 65 b. Pendapatan Desa dari Tanah Kas Desa yang Disewakan kepada Perusahaan Swasta ... 71 c. Pendapatan Desa dari Tanah Kas Desa yang Digarap 72


(9)

viii

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(10)

ix

Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Giripurwo ... 36


(11)

x

Tabel 2. Penggunaan tanah kas desa untuk sekolah ... 38

Tabel 3. Penggunaan tanah kas desa untuk Komplek UPTD ... 40

Tabel 4. Tanah kas desa yang dikelola sendiri oleh Pemerintah Desa Giripurwo ... 44

Tabel 5. Tanah kas desa untuk kepentingan umum ... 45

Tabel 6. Tanah kas desa yang disewakan kepada pihak swasta ... 46

Tabel 7. Tanah Kas Desa yang disewakan kepada masyarakat Desa Giripurwo ... 48

Tabel 8. Penggunaan tanah untuk pelungguh di Desa Giripurwo ... 51

Tabel 9. Tanah Pelungguh untuk Kepala Desa ... 52

Tabel 10. Tanah Pelungguh untuk Sekretaris Desa ... 53

Tabel 11. Tanah Pelungguh untuk Kepala Urusan Umum Aparatur Desa dan Aset ... 54

Tabel 12. Tanah Pelungguh untuk Kepala Urusan Perencanaan dan Keuangan ... 56

Tabel 13. Tanah Pelungguh untuk Kepala Seksi Pemerintahan ... 57

Tabel 14. Tanah Pelungguh untuk Kepala Seksi Pembangunan dan Pemberdayaan ... 58

Tabel 15. Tanah Pelungguh untuk Kepala Seksi Kemasyarakatan ... 60

Tabel 16. Tanah Pelungguh untuk Dukuh ... 61

Tabel 17. Tanah Pelungguh untuk Staf Perangkat Desa ... 63

Tabel 18. Pendapatan Desa dari Tanah Kas Desa untuk Sekolah ... 67

Tabel 19. Pendapatan desa dari penyewaan tanah kas desa kepada masyarakat ... 72


(12)

(13)

(14)

xiii

dikelola dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) pelaksanaan pemanfaatan tanah kas desa di Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo; 2) pengelolaan tanah kas desa di Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo menurut Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan deskriptif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah wawancara, observasi, studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1). Penggunaan tanah desa di Desa Giripurwo untuk kas desa seluas 25,1750 Ha dan untuk pelungguh/bengkok seluas 41,1440 Ha. Pemanfaatan tanah kas desa dilakukan pemerintah desa sendiri dan disewakan kepada pihak lain. Pendapatan Desa Giripurwo dari tanah kas desa pada Tahun 2016 sebesar Rp. 48.978.908,-. Pendapatan tersebut masuk pendapatan lain-lain desa yang sah dan digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. 2). Pengelolaan tanah kas desa di Desa Giripurwo belum sesuai Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa, masih ditemukan pelanggaran dalam bidang administrasi perizinan, perjanjian dan penggunaan lahan serta tidak mempunyai peraturan desa yang mengatur pemanfaatan tanah desa.


(15)

1 A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan sumber daya alam yang berperan penting bagi kehidupan manusia baik sebagai tempat melakukan segala aktivitas dipermukaan bumi. Tanah adalah ciptaan Allah SWT yang luar biasa dan sangat vital bagi kehidupan manusia. Peranan tanah untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia semakin meningkat, sementara tanah yang tersedia semakin sempit karena penggunaannya untuk berbagai macam kebutuhan diantaranya untuk tempat tinggal, tempat usaha, lahan pertanian dan pembangunan fasilitas umum. Penduduk di Indonesia yang semakin meningkat berpengaruh terhadap kebutuhan tanah, sehingga kepastian hukum tentang pemanfaatan tanah sangat penting.

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menentukan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat”. Berdasarkan pasal tersebut, seluruh kekayaan alam baik di permukaan bumi maupun di dalam bumi, termasuk tanah penguasaannya ada pada negara. Hal ini telah diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).


(16)

Menurut Pasal 2 ayat (1) “Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”. Dikuasai bukan berarti dimiliki oleh negara, melainkan negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi dari seluruh rakyat Indonesia diberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan persediaan, peruntukan, penggunaan, serta pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa untuk kemakmuran rakyat.

Pengelolaan pertanahan pada akhirnya bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam hal hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, termasuk pula dengan perbuatan-perbuatan hukum yang terkait dengan sumber daya alam itu. Tujuan lain dari pengelolaan pertanahan adalah untuk mewujudkan keteraturan terkait penyelenggaraan dan administrasi terhadap penguasaan dan pemanfaatan tanah yang berdampak pada kesinambungan pembangunan di Indonesia.

Perkembangan zaman yang semakin modern dan kompleks memunculkan suatu tatanan yang baru di dalam sistem pemerintahan. Tatanan pemerintahan tersebut adalah otonomi daerah. Sistem otonomi daerah adalah suatu hak, wewenang dan kewajiban yang dimiliki oleh daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan


(17)

kepentingan-kepentingan yang terdapat di dalam suatu daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Otonomi daerah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengatur dan melaksanakan jalannya pemerintahannya sendiri. Otonomi daerah memberikan pemerintah daerah kesempatan untuk mengatur jalannya pemerintahannya sendiri, termasuk juga untuk mengelola kekayaan yang dimiliki daerahnya, termasuk untuk membiayai jalannya pemerintahan di daerah. Dalam tingkat pemerintahan kota/ kotamadya/ kabupaten maka pemerintah daerah berhak untuk mengatur serta mengelola semua kekayaan yang ada di daerahnya untuk kepentingan menjalankan pemerintahan.

Sistem otonomi daerah juga merambat hingga ke dalam pemerintahan desa. Pemerintahan desa berhak untuk mengatur serta mengelola kekayaan yang dimiliki desa untuk membiayai jalannya pemerintahan serta pembangunan di desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kekayaan desa dipergunakan untuk membiayai segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh desa dalam menjalankan pemerintahannya serta pembangunan desa.

Semakin kompleksnya permasalahan di dalam pengelolaan kekayaan yang dimiliki oleh desa sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa memunculkan suatu kebutuhan terhadap pengaturan akan kekayaan yang dimiliki oleh desa. Karena apabila tidak ada peraturan yang mengaturnya akan menyebabkan tidak efisien serta transparannya penyelenggaraan pengelolaan kekayaan desa. Karena pada dasarnya dibutuhkan peraturan yang baku untuk


(18)

mengatur maupun mengawasi jalannya pengelolaan kekayaan desa. Peraturan tersebut selanjutnya dimaksud dengan prosedur atau ketentuan yang diberlakukan di dalam penyelenggaraan pengelolaan kekayaan desa. Prosedur inilah yang menjadi suatu acuan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pengelolaan kekayaan desa sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa.

Untuk membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan desa diperlukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disebut APBDesa, yang isinya adalah perencanaan operasional/ kegiatan dari program umum pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah desa yang berisi tentang target minimal penerimaan dan maksimal pengeluaran keuangan desa. Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PAD) maka pemerintah desa memiliki kewenangan secara luas untuk memanfaatkan segala sumber kekayaan Desa, termasuk didalamnya tanah kas desa atau bangunan milik desa yang merupakan salah satu kekayaan pemerintah desa sebagai salah satu sumber asli Pendapatan Asli Desa (PAD).

Tanah merupakan modal dasar pembangunan, hampir tak ada kegiatan pembangunan sektoral yang tidak memerlukan tanah. Pembangunan merupakan upaya manusia dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan hidup yang dimanifestasikan melalui seperangkat kebijakan publik. Pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah desa juga perlu


(19)

dilakukan pengawasan oleh pemerintah. Adanya pengawasan diharapkan tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan di lapangan.

Pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa sangat bergantung pada pemerintah desa dalam mengelola dan mengoptimalkan potensi desa. Salah satu potensi yang dimiliki desa adalah tanah desa yang merupakan sumber pendapatan desa dan dikelola dalam APB Desa. Pemerintah desa melakukan pemanfaatan tanah desa baik dilakukan oleh pemerintah desa sendiri maupun dengan pihak lain. Dalam Pasal 1 Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa, tanah desa didefinisikan sebagai tanah yang asal-usulnya dari Kasultanan dan/atau Kadipaten dengan hak anggaduh, dan pemanfaatannya untuk kas desa, bengkok/lungguh, dan pengarem-arem. Sedangkan tanah kas desa adalah bagian dari tanah desa yang dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan desa. Pemanfaatan tanah kas desa adalah pendayagunaan tanah desa yang digunakan untuk tanah kas desa dalam bentuk digarap sendiri, disewakan, bangun guna serah atau bangun serah guna dengan tidak mengubah status kepemilikan. Pemanfaatan tanah kas desa dengan cara disewakan maka diatas tanah sewa tersebut oleh pihak ketiga akan dilakukan pembangunan. Perubahan penggunaan tanah akibat kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pihak ketiga diatas tanah kas desa tersebut tidak diikuti dengan perubahan hak atas tanah. Tanah kas desa adalah tanah yang dikuasai oleh pemerintah desa dan hasil pemanfaatannya menjadi sumber pendapatan desa. Inventarisasi aset TKD merupakan langkah awal


(20)

yang dapat diambil pemerintah desa guna optimalisasi pemanfaatan TKD sebagai sumber pendapatan desa tersebut.

Tanah kas desa sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa memunculkan suatu kebutuhan terhadap pengaturan akan kekayaan yang dimiliki oleh desa. Apabila tidak ada peraturan yang mengaturnya akan menyebabkan tidak efisien dan transparan dalam penyelenggaraan pengelolaan kekayaan desa. Sehingga diperlukan peraturan untuk mengatur maupun mengawasi jalannya pengelolaan kekayaan desa. Untuk membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan desa diperlukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disebut APB Desa. APB Desa yaitu rencana keuangan tahunan pemerintah desa yang berisi tentang pendapatan, belanja dan pembiayaan desa. Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PAD) maka pemerintah desa memiliki kewenangan secara luas untuk memanfaatkan segala sumber kekayaan desa, termasuk didalamnya TKD yang merupakan salah satu kekayaan pemerintah desa sebagai salah satu sumber asli Pendapatan Asli Desa (PAD).

Desa Giripurwo Kecamatan Girimulyo merupakan salah satu desa di Kabupaten Kulon Progo dengan luas wilayah 1.467,43 Ha. Pemerintah Desa Giripurwo memiliki tanah desa berupa tanah kas desa dan tanah pelungguh seluas 66,3190 Ha. Tanah kas desa ada yang dikelola sendiri oleh Pemerintah Desa Giripurwo maupun disewakan kepada pihak lain. Sebagian besar TKD Desa Giripurwo disewakan kepada masyarakat. Tanah untuk kas desa tersebut


(21)

yang dikerjasamakan dengan pemerintah kabupaten dibangun untuk kepentingan umum karena lokasi Desa Giripurwo yang dekat dengan pusat pemerintahan Kecamatan Girimulyo. Tanah untuk kas desa Desa Giripurwo juga ada yang disewakan kepada perusahaan swasta, yaitu kepada PT.Madu Baru (PG.Madu Kismo) untuk lahan penanaman tebu. Hasil dari kerjasama tersebut menjadi pendapatan asli desa yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan desa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemanfaatan Tanah Kas Desa di Desa Giripurwo?

2. Apakah pengelolaan Tanah Kas Desa di Desa Giripurwo telah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pemanfaatan Tanah Kas desa di Desa Giripurwo. 2. Untuk mengetahui apakah pengelolaan tanah kas desa di Desa Giripurwo

sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa.


(22)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan di bidang Hukum Administrasi Negara khususnya bagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Desa Giripurwo sebagai pertimbangan dan pedoman dalam pengambilan kebijakan terkait pengelolaan tanah kas desa.


(23)

9 A. Desa

Pengertian umum adalah pengertian yang banyak digunakan oleh masyarakat pada umumnya tentang hakekat atau tentang definisi dari obyek tertentu yang dibahas. Pada umumnya, desa dimaknai oleh masyarakat sebagai tempat bermukim suatu golongan penduduk yang ditandai dengan penggunaan tata bahasa dengan logat kedaerahan yang kental, tingkat pendidikan relatif rendah, dan umumnya warga masyarakatnya bermata pencaharian di bidang agraris atau kelautan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan desa adalah (1) wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh Kepala Desa), (2) sekelompok rumah diluar kota yang merupakan kesatuan kampong, dusun, (3) udik atau dusun (dalam arti daerah pedalaman atau lawan dari kota), (4) tempat, tanah, daerah.1

Desa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa didefinisikan sebagai desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak

1 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,


(24)

tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo, desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bermukim suatu masyarakat yang berkuasa dan masyarakat tersebut mengadakan pemerintah sendiri.2 Sedangkan definisi desa menurut Talizihudu Ndraha dalam bukunya Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, adalah kesatuan organisasi pemerintahan yang terendah, mempunyai batas wilayah tertentu, langsung dibawah kecamatan, dan merupakan kesatuan masyarakat hukum yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya.3

Menurut Eddi Handono dalam bukunya Membangun Tanggung

Gugat Tentang Tata Pemerintahan Desa, desa selalu diasosiasikan dengan dua gambaran utama, yaitu: (1) desa secara sosiologis dilihat sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu yang antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung secara langsung pada alam, sehingga masyarakatnya sebagian besar masih sangat tergantung dengan alam, dan (2) desa sering diidentikkan dengan organisasi kekuasaan. Melalui kacamata ini, desa dipahami sebagai organisasi kekuasaan yang secara politis mempunyai wewenang tertentu dalam struktur pemerintahan negara.4

Desa merupakan salah satu daerah otonom yang berada pada level terendah dari hierarki otonomi daerah di Indonesia, sebagaimana yang

2 Soetardjo Kartohadikoesoemo, Desa, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hlm. 280. 3Talizihudu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, PT Bina Aksara, Jakarta ,

1981, hlm. 13.

4 Eddie B. Handono, Kumpulan Modul APBDes Partisipatif: Membangun Tanggung


(25)

dinyatakan oleh Nurcholis bahwa, “desa adalah satuan pemerintahan terendah”. Salah satu bentuk urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa adalah pengelolaan keuangan desa. Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.5

Ciri-ciri umum desa menurut Suhartono, yaitu: (1) pada umumnya terletak atau sangat dekat dengan pusat wilayah usaha tani (agraris), (2) dalam wilayah itu, pertanian merupakan kegiatan perekonomian yang dominan, (3) faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupan masyarakatnya, (4) tidak seperti di kota ataupun kota besar yang sebagian besar penduduknya merupakan pendatang, populasi penduduk desa lebih bersifat “terganti dengan sendirinya”, (5) kontrol sosial lebih bersifat informal dan interaksi antara warga desa lebih bersifat personal dalam bentuk tatap muka, dan (6) mempunyai tingkat homogenitas yang relatif tinggi dan ikatan sosial yang relatif lebih ketat daripada kota.6

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa harus memenuhi beberapa syarat sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, diantaranya:

1. jumlah penduduk, yaitu:

5 Nurcholis Hanif, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Penerbit

Erlangga, Jakarta, 2011, hlm. 81.

6Suhartono, Politik Lokal Parlemen Desa, Lapera Pustaka Utama.,Yogyakarta, 2000,


(26)

a. wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga;

b. wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga;

c. wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga;

d. wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) kepala keluarga;

e. wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga;

f. wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) kepala keluarga;

g. wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga;

h. wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan i. wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa

atau 100 (seratus) kepala keluarga.

2. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antar wilayah;

3. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat desa;


(27)

4. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;

5. batas wilayah desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang telah ditetapkan dalam peraturan bupati/walikota;

6. sarana dan prasarana bagi pemerintahan desa dan pelayanan publik; dan 7. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya

bagi perangkat pemerintah desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pengertian-pengertian desa di atas, maka desa mempunyai otonomi sendiri dan batas-batas wilayah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa itu sendiri. Dengan disahkannya Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa dituntut agar mandiri dalam menjalankan urusan pemerintahannya terutama dalam pengelolaan keuangan desa. Sumber pendapatan desa yang berasal dari pendapatan asli desa merupakan bentuk kemandirian desa dalam mengelola keuangan. Sehingga desa tidak tergantung dengan transfer dana yang berasal dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Unit pemerintahan paling rendah di Negara Indonesia adalah desa. Konsep desa sebagai entitas sosial sangat beragam, yaitu sesuai dengan maksud dan sudut pandang yang hendak digunakan dalam melihat desa. Sebutan desa dapat berupa konsep tanpa makna politik, namun juga dapat


(28)

berarti suatu posisi politik dan sekaligus kualitas posisi dihadapkan pihak atau kekuatan lain.7

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa dan badan bermusyawaratan desa. Pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Kepala

desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,

pembangunan, dan kemasyarakatan.

Sukriono mendefinisikan pemerintah desa adalah, kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Rumusan ini berbeda dengan UU Nomor 5 Tahun 1979 yang menyebutkan, bahwa pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan LMD. LMD adalah semacam badan perwakilan desa. Tapi karena LMD dipimpin oleh kepala desa maka kedudukan, peran, fungsi, dan tugas pokoknya tidak jelas sebagai lembaga dengan fungsi legislatif atau eksekutif. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 membedakan secara tegas peran kepala desa dan BPD. Kepala desa adalah pelaksana kebijakan sedangkan BPD adalah lembaga pembuat dan pengawas kebijakan (peraturan desa). Jadi, BPD merupakan badan seperti DPRD kecil di desa.8

Desa mempunyai pemerintahan sendiri, yang dinamakan dengan pemerintah desa. Pemerintahan desa ini adalah penyelenggaraan urusan

7

Didik Sukriono, Politik Hukum Pemerintahan Desa di Indonesia, Jurnal Konstitusi Volume 1, PKK Universitas Kanjuruhan Malang, Malang, 2008, hlm. 1.

8 Didik Sukriono, Pembaharuan Hukum Pemerintahan Desa, Setara Press, Malang,


(29)

pemerintah oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 18 menerangkan bahwa, kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa. Selanjutnya pada Pasal 19 dijelaskan ”Kewenangan Desa meliputi: kewenangan berdasarkan hak asal usul; kewenangan lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota”. Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa sebagaimana diatur dan diurus oleh desa. Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota diurus oleh desa.

Dalam buku Prof. Drs. HAW. Widjaja yang berjudul Otonomi Desa: Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh menguraikan hak,


(30)

wewenang, dan kewajiban pemerintahan desa dalam menjalankan pemerintahannya, sebagai berikut:

1. Hak pemerintahan desa

a. Menyelenggarakan rumah tangganya sendiri; dan

b. Melaksanakan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan dari pemerintah dan pemerintah daerah.

2. Wewenang pemerintahan desa

a. Menyelenggarakan musyawarah desa untuk membicarakan

masalah-masalah penting yang menyangkut pemerintahan desa dan kehidupan masyarakat desanya;

b. Melakukan pungutan dari penduduk desa berupa iuran atau sumbangan untuk keperluan penyelenggaraan pemerintahan desa dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

c. Menggerakkan partisipasi masyarakat untuk melaksanakan

pembangunan.

3. Kewajiban pemerintahan desa

a. Menjalankan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan

masyarakat di desa yang bersangkutan;

b. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa;


(31)

d. Menjamin dan mengusahakan keamanan, ketentraman, dan kesejahteraan warga desanya; dan

e. Memelihara tanah kas desa, usaha desa dan kekayaan desa lainnya yang menjadi milik desa untuk tetap berdaya guna dan berhasil.9 Penugasan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada desa meliputi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 24 menyatakan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan 11 asas berikut ini:

1. Kepastian Hukum

2. Tertib Penyelenggaraan Pemerintahan 3. Tertib Kepentingan Umum

4. Keterbukaan 5. Proporsionalitas 6. Profesionalitas 7. Akuntabilitas

8. Efektivitas Dan Efisiensi 9. Kearifan Lokal

10. Keberagaman 11. Partisipatif

9

HAW.Widjaja, Otonomi Desa: Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.21-22.


(32)

Kewenangan-kewenangan yang dimiliki desa mendorong agar desa bisa lebih mandiri, kreatif dan inovatif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya yaitu dengan membangkitkan prakarsa dan potensi-potensi sumber daya yang ada. Dalam menjalankan roda

pemerintahannya, desa berkewajiban untuk dapat meningkatkan

pembangunan, pelayanan publik serta melaksanakan pengelolaan keuangan desa secara baik, transparansi, dan akuntabel.

B. Kekayaan Desa

Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut.10 Keuangan desa berasal dari pendapatan asli desa, APBD, dan APBN. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari APBDesa, bantuan pemerintah pusat dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan pemerintah pusat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBN.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa menjelaskan bahwa, aset desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli milik desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) atau perolehan

10


(33)

hak lainnya yang sah. Dalam Pasal 76 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan, aset desa dapat berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik desa.

Dalam bukunya Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Nurcholis menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan desa berasal dari lima unsur berikut:

1. Pendapatan Asli Desa, antara lain terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa (seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;

2. Bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota paling sedikit 10 % (sepuluh persen) untuk desa dan dari retribusi kabupaten/kota yang sebagian diperuntukan bagi desa;

3. Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh persen), yang dibagi setiap desa secara proposional yang merupakan alokasi dana desa;

4. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;


(34)

Nurcholis juga berpendapat bahwa “pemerintah desa wajib mengelola keuangan desa secara transparan, akuntabel partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin”. Transparan yang artinya dikelola secara terbuka, akuntabel artinya dipertanggungjawabkan secara legal, dan partisipatif artinya melibatkan masyarakat dalam penyusunannya. Keuangan desa harus dibukukan dalam sistem pembukuan yang benar sesuai dengan kaidah sistem akuntansi keuangan pemerintahan.11

Sistem pengelolaan keuangan desa mengikuti sistem anggaran daerah dan nasional yang dimulai pada tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Menurut Pasal 5 Peraturan Bupati Kabupaten Kulon Progo Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Administrasi Keuangan Desa, kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan. Oleh karena itu, kepala desa mempunyai kewenangan:

1. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa; 2. mengangkat pelaksana teknis pengelola keuangan desa; 3. mengangkat bendahara desa;

4. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa; 5. menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APB

Desa;

11


(35)

6. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APB Desa; dan

7. melaksanakan pemeriksaan pengelolaan keuangan desa.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) adalah rencana keuangan desa dalam satu tahun yang memuat perkiraan pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan, dan rencana pembiayaan yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa. Penyelenggaraan pemerintah desa outputnya berupa pelayanan publik, pembangunan, perlindungan masyarakat, harus disusun perencanaannya setiap tahun dan dituangkan dalam APBDes. Dalam APBDes inilah terlihat apa yang akan dikerjakan pemerintahan desa dalam tahun berjalan. Pemerintah desa wajib membuat APBDes. Melalui APBDes kebijakan desa yang dijabarkan dalam berbagai program dan kegiatan sudah ditentukan anggarannya. Dengan demikian, kegiatan pemerintah desa berupa pemberian pelayanan, pembangunan, dan perlindungan kepada warga dalam tahun berjalan sudah dirancang anggarannya sehingga sudah dipastikan dapat dilaksanakan.

Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bupati Kabupaten Kulon Progo Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Dan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Desa yang merupakan hak desa


(36)

dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa terdiri atas kelompok:

1. Pendapatan Asli Desa (PAD): a. hasil usaha:

1). hasil BUMDes. b. hasil aset:

1). tanah milik desa yang diperoleh secara murni dari APBDesa, tidak termasuk tanah pengganti;

2). pasar desa; 3). pasar hewan; 4). tambatan perahu; 5). bangunan desa; 6). pelelangan ikan;

7). pelelangan hasil pertanian; 8). hutan milik desa;

9). mata air milik desa; 10). pemandian umum; 11). jaringan irigasi; dan 12). aset lainnya milik desa.

c. swadaya, partisipasi dan gotong royong. d. lain-lain pendapatan asli desa:


(37)

2. Pendapatan transfer: a. Dana Desa;

b. Bagi Hasil Pajak Daerah; c. Bagi Hasil Retribusi Daerah; d. Alokasi Dana Desa (ADD);

e. Bantuan Keuangan dari APBD Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta; dan

f. Bantuan Keuangan APBD.

3. Pendapatan lain-lain:

a. hibah dari pihak ketiga yang tidak mengikat; b. sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat;

c. hasil tanah kas desa (tanah yang asal mulanya diperoleh dari hak anggaduh);

d. hasil kerjasama dengan pihak ketiga;

e. bantuan perusahaan yang berdomisili di desa; dan f. lain-lain pendapatan desa yang sah.

Menurut Nurcholis, pengelolaan kekayaan desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. Pengelolaan kekayaan desa harus berdayaguna dan berhasil guna untuk meningkatkan pendapatan desa. Pengelolaan kekayaan desa harus mendapatkan persetujuan dari BPD. Biaya pengelolaan kekayaan desa dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja desa. Kekayaan desa dikelola oleh pemerintah desa dan


(38)

dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan

pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat desa.12

Perencanaan kebutuhan kekayaan desa disusun dalam rencana kerja dan anggaran pendapatan dan belanja desa setelah memperhatikan ketersediaan barang milik desa yang ada. Kekayaan desa diperoleh melalui pembelian, sumbangan, bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah maupun pihak lain, dan bantuan dari pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

C. Pemanfaatan Tanah Desa

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, “Pengelolaan Aset Desa merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian aset desa”.

Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 4 Tahun 2015 tentang Keuangan Desa dalam Pasal 8 ayat (2) menjelaskan, tanah desa terdiri dari: a. tanah kas desa; b. tanah pelungguh/bengkok; dan c. tanah pengarem-arem. Dalam ayat (3) Pasal tersebut dijelaskan, tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pengelolaannya mengacu pada kebijakan yang ditetapkan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut merupakan konsekuensi dengan diberlakukannya


(39)

Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah istimewa Yogyakarta yang memberikan kewenangan dalam urusan istimewa, salah satunya dalam bidang pertanahan.

Pemanfaatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai makna proses, cara, perbuatan, dan memanfaatkan. Istilah kata manfaat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mempunyai makna (1) guna; faedah (2) laba; untung.13 Menurut Pasal 1 nomor 15 Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa, Pemanfaatan adalah pendayagunaan tanah desa yang digunakan untuk tanah kas desa, bengkok/pelungguh, pengarem-arem dalam bentuk digarap sendiri, disewakan, bangun guna serah atau bangun serah guna dengan tidak mengubah status kepemilikan. Pengertian mengenai pemanfaatan tanah kas desa yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah pengertian pemanfaatan tanah desa menurut Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaataan Tanah Desa.

Pemanfaatan dalam bentuk disewakan diatur lebih lanjut dalam Pasal 8 Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa, sebagai berikut:

(1) Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dilakukan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang.

(2) Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perjanjian sewa dan ditinjau kembali setiap 4 (empat) tahun.

13


(40)

(3) Pembayaran sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan tiap 1 (satu) tahun sekali.

(4) Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan perjanjian sewa, paling sedikit memuat:

a. subjek dalam perjanjian; b. obyek perjanjian;

c. ruang lingkup; d. jangka waktu; e. hak dan kewajiban; f. sanksi;

g. besaran sewa;

h. penyelesaian perselisihan;

i. keadaan memaksa (force majeure); j. pengakhiran perjanjian; dan

k. peninjauan pelaksanaan perjanjian.

Menurut Pasal 1548 KUH Perdata sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari sesuatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Jadi dalam perjanjian tersebut ada dua pihak yaitu pihak yang menyewakan dan pihak penyewa.

Sewa menyewa merupakan perjanjian konsensual, yang artinya bahwa perjanjian itu sudah sah dan mengikat pada saat terjadi kata sepakat.


(41)

Unsur pokok dalam perjanjian sewa menyewa ini adalah barang dan harga sewa. Menurut R. Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian, ada beberapa unsur yang dapat dijadikan kriteria untuk menentukan perjanjian sewa-menyewa yaitu:

1. Harus ada persetujuan antara pihak yang menyewakan (biasanya pemilik barang) dengan pihak penyewa.

2. Pihak yang menyewakan menyerahkan suatu barang pada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.

3. Masa penyewa untuk menikmati barang itu adalah hanya untuk jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa tertentu.

Jadi jelaslah bahwa suatu perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu barang atau benda yang dipakai selama waktu tertentu, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian barang atau benda tersebut pada waktu yang telah ditentukan atau ditetapkan.

Perjanjian Bangun Guna Serah (BGS) menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, adalah pemanfaatan barang milik desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya


(42)

jangka waktu. Sedangkan bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada pemerintahan desa untuk didayagunakan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa menentukan bahwa, bangun guna serah atau bangun serah guna sebagaimana dimaksud berupa tanah dengan pihak lain dilaksanakan dengan pertimbangan:

1. Pemerintah desa memerlukan bangunan dan fasilitas bagi

penyelenggaraan pemerintahan desa;

2. tidak tersedia dana dalam APBDesa untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.

Seluruh kekayaan desa yang disebutkan di atas menjadi milik desa yang dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa. Hasil pemanfaatan kekayaan desa merupakan penerimaan/pendapatan desa yang diwajibkan untuk menyetorkan seluruhnya pada rekening desa.


(43)

29

Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yaitu mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan) dan kontak secara faktual pada setiap peristiwa tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penelitian hukum empiris dilakukan melalui studi lapangan untuk mencari dan menentukan sumber hukum dalam arti sosiologis sebagai keinginan dan kepentingan yang ada di dalam masyarakat.13

B. Jenis Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder:

1. Data Primer yang diperoleh melalui studi lapangan yaitu dengan cara menggunakan daftar pertanyaan dan wawancara secara terstruktur maupun bebas dengan responden yang terkait dengan pengelolaan Tanah Kas Desa di Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo.

2. Data Sekunder merupakan bahan penelitian yang diambil dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

13

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Yogyakarta, Yogyakarta, 2007, hlm 25.


(44)

a. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan pustaka yang berisikan peraturan perundang-undangan yang terdiri dari:

1). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

2). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria;

3). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa;

4). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset Desa;

5). Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa;

6). Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 4 Tahun 2015 tentang Keuangan Desa

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum perundang-undangan lainnya yang terkait dengan bahan hukum primer, dan;

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.


(45)

C. Metode Pengumpulan Data 1. Studi Kepustakaan

Yaitu melakukan penelitian yang dilakukan dengan mengkaji pada pustaka, Perundang-undangan, buku hukum dan literatur pendukung yang berkaitan dengan materi penelitian.

2. Wawancara

Yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber dan responden baik secara bebas maupun terpimpin.

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Giripurwo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo.

E. Narasumber dan Responden

Narasumber dalam penelitian ini adalah Ibu Dra. Sri Utami, M. Hum selaku Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kulon Progo, Bapak Mardi Santoso Kepala Desa Desa Giripurwo, Bapak Parjana selaku Kepala Urusan Umum Aparatur Desa dan Aset Desa Giripurwo, Bapak Wahyu Basuki selaku Kepala Urusan Perencanaan dan Keuangan Desa Giripurwo dan Bapak Rusumaji Sigit Pramana selaku Kepala Seksi Pemerintahan Desa Giripurwo.


(46)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data hasil penelitian merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pegolongan data atau bahan hukum yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Dalam kegiatan analisis hasil penelitian yang dimaksudkan memberikan telaah yaitu dapat berbentuk kritikan, tantangan, dukungan, tambahan atau memberi komentar. Selanjutnya membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran atau pendapat penulis dengan di bantu dengan teori-teori yang telah dikuasai oleh penulis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode analisis yang digunakan untuk memaparkan suatu fenomena secara jelas dan rinci, penggunaan metode ini menempatkan peneliti hanya sebagai pemberi informasi sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan.


(47)

33 BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah Desa Giripurwo

1. Letak, Luas dan Batas Daerah

Desa Giripurwo merupakan salah satu dari 4 (empat) desa yang terletak di Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Desa Giripurwo terbentuk dari penggabungan 3 (tiga) bekas Kelurahan , yaitu Kelurahan Wadas, Kelurahan Kepatihan, dan Kelurahan Niten. Desa Giripurwo terletak pada lokasi strategis karena dari pusat pemerintahan Desa Giripurwo ke Kecamatan Girimulyo hanya berjarak ± 100 meter dan mempunyai jalur alternatif menuju Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah.

Luas wilayah Desa Giripurwo adalah 1.467,43 Ha dengan batas administrasi sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Pendoworejo (Kec.Girimulyo), Desa Purwosari (Kec.Girimulyo) dan Desa Jatimulyo (Kec. Girimulyo); Sebelah Timur : Desa Pendoworejo (Kec.Girimulyo) dan Desa

Tanjungharjo (Kec. Nanggulan);

Sebelah Barat : Desa Jatimulyo (Kec. Girimulyo) dan Desa Sidomulyo (Kec. Pengasih); dan

Sebelah Selatan : Desa Banyuroto (Kec. Nanggulan) dan Desa Sidomulyo (Kec. Pengasih).


(48)

Desa Giripurwo terdiri dari 15 (lima belas) dusun, yaitu Karanganyar, Nglengkong, Grigak, Sabrang, Kebonromo, Wadas, Banjaran, Ngesong, Penggung, Pringapus, Sidi, Kepundung, Tompak, Sekaro, dan Bulu. Untuk lebih jelasnya mengenai letak dusun di Desa Giripurwo dapat dilihat pada Gambar 1.


(49)

2. Pemerintahan

Pemerintah Desa Giripurwo terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Kepala desa dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan masyarakat dibantu oleh perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari :

a. Sekretariat Desa yang dipimpin oleh Sekretaris Desa dibantu oleh Urusan Umum Aparatur Desa dan Aset dan Urusan Perencanaan dan Keuangan, yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Urusan.

b. Pelaksana Teknis yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Seksi terdiri dari Seksi Pemerintahan, Seksi Pembangunan dan Pemberdayaan dan Seksi Kemasyarakatan.

c. Pelaksana Kewilayahan, yaitu Pedukuhan yang dipimpin seorang Dukuh.

Susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa Giripurwo dapat dilihat pada gambar 2.


(50)

Kepala Desa

Dukuh

Kasek. Pemerintahan

Kasek. Pembangunan dan

Pemberdayaaan

Kasek. Kemasyarakatan Sekretaris Desa

Kaur. Umum Aparatur dan Aset Kaur. Perencanaan

dan Keuangan

BPD

Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Giripurwo

Sebagai pelayan masyarakat desa, aparat Pemerintah Desa Giripurwo melaksanakan tugasnya baik yang bersifat administrasi dan lainnya di kantor desa yang terletak di Dusun Nglengkong. Kantor Desa Giripurwo memiliki letak yang strategis yaitu di tepi jalan kabupaten. Kantor Pemerintah Desa Giripurwo hanya berjarak 100 meter dari kantor Kecamatan Girimulyo sehingga dapat dengan mudah dijangkau, terutama oleh masyarakat Desa Giripurwo.

Data pemerintahan diperlukan untuk mengetahui jumlah perangkat desa di Desa Giripurwo, sehingga dapat diketahui penggunaan tanah kas desa untuk pelungguh masing-masing perangkat desa. Perangkat Desa Giripurwo mempunyai jumlah dan luas tanah kas desa untuk pelungguh yang berbeda-beda. Penentuan jumlah dan luas tanah kas desa tergantung jabatan yang dijabatnya dan kelas kualitas keadaan tanah.


(51)

B. Pemanfaatan Tanah Desa di Desa Giripurwo 1. Penggunaan Tanah Desa untuk Kas Desa

Tanah untuk kas desa di Desa Giripurwo seluas 25,1750 Ha. Penggunaan tanah sebagai kas desa dimanfaatkan untuk sekolah, Poskeswan, Puskesmas, UPTD Pendidikan, Polsek Girimulyo, sawah, tegalan dan komplek perkantoran lain. Penggunaan tanah untuk kas desa di Desa Giripurwo dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan tanah untuk kas desa di Desa Giripurwo

No. Penggunaan Tanah Kas Desa Luas (Ha)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Sekolah Tempat Ibadah Puskesmas Girimulyo Poskeswan

Komplek UPTD Pendidikan Komplek Polsek Girimulyo Komplek Kantor Kecamatan Komplek Kantor Desa BPP Girimulyo PAM

Rumah Dinas Paramedis Terminal Sawah Tegalan 2,3270 0,0660 0,1590 0,0470 0,1920 0,1515 0,3000 0,3260 0,5000 0,0155 0,0515 0,0675 14,7420 6,2300

Jumlah 25,1750


(52)

Tanah kas desa merupakan salah satu pendapatan asli desa yang dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Beberapa penggunaan tanah kas desa di Desa Giripurwo dapat dilihat pada rincian berikut.

a. Sekolah

Tanah kas desa yang digunakan untuk sekolah di Desa Giripurwo seluas 2,3270 Ha. Tanah tersebut dimanfaatkan oleh 6 (enam) Sekolah Dasar dan 1 (satu) Sekolah Menengah Pertama. Penggunaan tanah kas desa untuk sekolah dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 2.

Tabel 2. Penggunaan tanah kas desa untuk sekolah

No Nama Sekolah Luas (Ha)

1. 2. 3. 4. 5. 6.

SD N Kepundung SD N Giripurwo II SD N Giripurwo III SD N Ngesong SD N Patihan SMP N 1 Girimulyo

0,1500 0,1550 0,2470 0,3000 0,1500 1,3250

Jumlah 2,3270


(53)

b. Tempat Ibadah

Tanah kas desa yang digunakan untuk tempat ibadah di Desa Giripurwo seluas 660 m², yaitu untuk pembangunan Masjid Nurul Aqsa. Tempat ibadah yang didirikan diatas tanah kas desa Desa Giripurwo hanya Masjid Nurul Aqsa, sedangkan pembangunan Masjid di pedukuhan lainnya menggunakan Tanah Wakaf.

c. Puskesmas Girimulyo

Tanah kas desa yang digunakan untuk Puskesmas di Desa Giripurwo seluas 1.590 m². Lokasi Desa Giripurwo yang dekat dengan pusat pemerintahan Kecamatan Girimulyo menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai.

d. Poskeswan

Pos Kesehatan Hewan hanya terdapat satu di Kecamatan Girimulyo. Poskeswan ini memanfaatkan tanah kas Desa Giripurwo seluas 470 m². Keberadan Poskeswan ini sangat menguntungkan masyarakat Desa Giripurwo yang banyak mempelihara hewan ternak.

e. Komplek UPTD Pendidikan

Komplek UPTD Pendidikan Girimulyo yang memanfaatkan tanah kas desa seluas 1.920 m² digunakan untuk Kantor UPTD


(54)

Pendidikan, Kantor KPN Giriwaluyo dan KUA Girimulyo. Penggunaan tanah kas desa untuk Komplek UPTD Pendidikan di Desa Giripurwo dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penggunaan tanah kas desa untuk Komplek UPTD

No Penggunaan tanah kas desa Luas (Ha)

1. 2. 3.

Kantor UPTD Pendidikan Girimulyo Gedung Pertemuan KPN Giriwaluyo Kantor KUA Girimulyo

0,0800 0,0470 0.0650

Jumlah 0,1920

Sumber : Kantor Desa Giripurwo Tahun 2016

Dari Tabel 3, dapat diketahui bahwa Unit Pelaksana Tugas Dinas Pendidikan Kecamatan Girimulyo memanfaatkan tanah kas desa Desa Giripurwo paling besar, yaitu seluas yaitu 800 m². Keberadaan UPT Dinas Pendidikan Girimulyo di Desa Giripurwo karena Desa Giripurwo mempunyai fasilitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Koperasi Pegawai Negeri Giriwaluyo hanya menggunakan tanah seluas 470 m² untuk mendirikan bangunan gedung pertemuan saja. Bangunan yang digunakan kantor KUA Girimulyo yang berada di Komplek UPTD Girimulyo sekarang sudah tidak digunakan lagi, karena Kantor KUA sudah pindah ke lokasi lain dan tidak memanfaatkan tanah kas desa.


(55)

f. Komplek Polsek Girimulyo

Tanah kas desa yang dimanfaatkan untuk Komplek Kantor Kepolisian Sektor Girimulyo seluas 1.515 m². Tanah yang digunakan untuk perkantoran hanya seluas 275 m², tentu ukuran lahan ini sangat sempit untuk keperluan kantor yang digunakan bertugas oleh 40 orang anggota Kepolisian. Sedangkan tanah seluas 1.240 m² dimanfaatkan sebagai perumahan dinas Polsek Girimulyo, namun bangunan perumahan tersebut sudah tidak layak huni karena tidak terawat dan sebagian bangunan rusak. Tidak ada perhatian dari pihak Kepolisian atau Pemerintah Desa untuk melakukan renovasi terhadap bangunan untuk meningkatkan daya guna lahan tersebut.

g. Komplek Kantor Kecamatan

Keberadaan Kantor Kecamatan Girimulyo yang berada di wilayah Desa Giripurwo tentunya merupakan kelebihan bagi masyarakat Desa Giripurwo, khususnya dalam bidang pelayanan masyarakat. Komplek perkantoran ini memanfaatkan tanah kas desa Desa Giripurwo seluas 3.000 m² yang digunakan untuk Kantor Kecamatan, UPK Girimulyo, BKKBN Girimulyo dan Koramil Girimulyo.


(56)

h. Komplek Kantor Desa

Komplek kantor desa Desa Giripurwo memanfaaatkan tanah kas desa seluas 3.260 m². Tanah kas tersebut dimanfaatkan untuk kantor desa, aula pertemuan, taman kanak-kanak, dan lapangan olah raga.

i. BPP Girimulyo

Tanah kas desa yang digunakan untuk Balai Penyuluhan Pertanian Girimulyo di Desa Giripurwo seluas 5.000 m².

j. PAM Girimulyo

Tanah kas desa yang digunakan untuk Kantor PAM di Desa Giripurwo seluas 155 m². Kantor PAM ini dulunya digunakan untuk kios pembayaran tagihan air PAM, namun bangunan tersebut sekarang sudah terbengkalai tidak digunakan lagi dan tidak disewa pihak lain. Keberadaan bekas bangunan tersebut menjadikan tanah tersebut kurang produktif.

k. Rumah Dinas Paramedis

Rumah Dinas Paramedis ini berada diluar komplek area Puskesmas Girimulyo. Rumah ini memanfaatkan tanah kas desa seluas 515 m².


(57)

l. Terminal

Tanah kas desa yang manfaatkan sebagai terminal di Desa Giripurwo seluas 675 m².

m. Sawah

Tanah kas desa yang digunakan untuk sawah di Desa Giripurwo seluas 147.420 m². Dari jumlah total tanah kas desa yang digunakan untuk sawah, tanah seluas 58.800 m² merupakan tanah tidak produktif karena merupakan tanah sawah dengan kemampuan tanah kelas IV dan V.

n. Tegalan

Tanah kas desa yang digunakan untuk tegalan di Desa Giripurwo seluas 62.300 m². Dari jumlah total tanah kas desa yang digunakan untuk tegalan tersebut, 34.300 m² merupakan tanah tidak produktif karena merupakan tanah dengan kemampuan kelas IV.

Menurut Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa, Pemanfaatan adalah pendayagunaan tanah desa yang digunakan untuk tanah kas desa, bengkok/lungguh, pengarem-arem dalam bentuk digarap sendiri, disewakan, bangun guna serah atau bangun serah guna dengan tidak mengubah status kepemilikan. Pemanfaatan tanah kas desa di Desa


(58)

Giripurwo dilakukan oleh Pemerintah Desa Giripurwo sendiri dan dikerjasamakan dengan pihak lain.

a. Tanah kas desa yang digarap sendiri oleh Pemerintah Desa Giripurwo

Tanah kas desa yang pemanfaatannya dilakukan oleh Pemerintah Desa Giripurwo sendiri adalah komplek Kantor Desa Giripurwo, tempat ibadah, Terminal Sribit, PAM, rumah dinas paramedis dan jalan. Sebenarnya banyak jalan desa di Desa Giripurwo yang memanfaatkan tanah kas desa, tetapi tidak tercatat dalam administrasi pertanahan Desa Giripurwo. Penggunaan tanah kas desa yang dikelola sendiri oleh Pemerintah Desa Giripurwo dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Tanah kas desa yang dikelola sendiri oleh Pemerintah Desa Giripurwo No Penggunaan tanah kas desa Luas (Ha) 1.

2. 3. 4. 5.

Kantor Balai Desa Masjid Girimulyo

Terminal Sribit Girimulyo PAM

Rumah Dinas Paramedis

0,3260 0,0660 0.0675 0,0155 0,0515

Jumlah 0,5265


(59)

b. Tanah kas desa yang dikerjasamakan dengan pihak lain

1). Tanah kas desa yang digunakan untuk kepentingan umum

Tanah kas desa yang dikerjasamakan dengan pihak lain untuk kepentingan umum yaitu seluas 3,6765 Ha. Penggunaan tanah kas desa untuk kepentingan umum dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 5.

Tabel 5. Tanah kas desa untuk kepentingan umum

No Persil Kelas Letak Tanah Penyewa Luas (Ha)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 9. 10. 11. 12. 13. 462 215 216 123 116a 354 215 215 309a/b 215 309a - II III IV IV II I III III III III III III Kepundung Karanganyar Karanganyar Ngesong Patihan Nglengkong Karanganyar Karanganyar Nglengkong Karanganyar Nglengkong Nglengkong

SD N Kepundung SD N II Giripurwo SD N III Giripurwo

SD N Ngesong SD N Patihan

Puskesmas Poskeswan UPTD Pendidikan SMP N 1 Girimulyo

Polsek Girimulyo Komplek Kecamatan BPP Girimulyo 0,1500 0,1550 0,2470 0,3000 0,1500 0,1590 0,0470 0,1920 1,3250 0,1515 0,3000 0,5000

Jumlah 3,6765


(60)

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa tanah kas desa yang digunakan untuk kepentingan umum 3,6765 Ha. Mayoritas tanah digunakan untuk fasilitas sekolah yaitu seluas 2,3270 Ha dari total tanah kas desa yang digunakan untuk kepentingan umum.

2). Tanah kas desa yang disewakan kepada pihak swasta

Tanah untuk kas desa yang disewakan kepada perusahaan swasta yaitu seluas 7.800 m². Tanah kas desa tersebut disewakan kepada PG. Madukismo untuk lahan penanaman tebu. Tanah kas desa yang disewakan kepada pihak lain lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tanah kas desa yang disewakan kepada pihak swasta

No Persil Kelas Letak Tanah Penyewa

Luas (Ha) 1.

2.

272b 273a

I III

Karang Karang

PG. Madukismo PG. Madukismo

0,3450 0,4350

Jumlah 0,7800


(61)

3). Tanah kas desa yang disewakan kepada masyarakat

Salah satu upaya Pemerintah Desa Giripurwo untuk

meningkatkan perekenomian masyarakat sehingga

menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat desa dengan cara menyewakan tanah kas desa untuk digarap oleh masyarakat. Prioritas masyarakat yang diberi tanah kas desa untuk menggarap adalah masyarakat yang tidak memiliki tanah pertanian dan perekonomian yang kurang sejahtera.Tanah kas desa yang digarap oleh masyarakat berupa tanah pertanian (sawah) dan tegalan.

Tanah kas desa yang digarap oleh masyarakat dengan cara sewa lelang seluas 20,1920 Ha. Jangka waktu sewa lahan tanah kas desa adalah satu tahun dan dapat diperpanjang pada waktu sewa lelang berikutnya. Mekanisme sewa tanah kas desa adalah dengan cara lelang yang dilakukan oleh panitia pelelangan tanah desa. Besaran biaya sewa ditentukan berdasarkan penawaran lelang tertinggi pada kelas kemampuan tanah yang disepakati pada waktu lelang. Proses lelang dilaksanakan sebelum tahun sewa berlangsung dan ditindak lanjuti dengan surat perjanjian sewa. Tanah untuk kas desa yang disewakan kepada masyarakat dapat dilihat pada Tabel 7.


(62)

Tabel 7. Tanah Kas Desa yang disewakan kepada masyarakat Desa Giripurwo

No Persil Kelas Letak tanah Penyewa Luas (Ha)

1. 114 III Pace kulon Kambali 1,0500

2. 441 III Jati Bejo 0,1600

3. 243 IV Ngampel Saimin 0,1250

4. 116 III Patihan Sariman 0,1920

5. 178 II Patihan Warjo 0,5000

6. 178 II Patihan Jamal 0,2500

7. 178 II Patihan Sukiyo 0,4800

8. 178 II Patihan Rubiyem 0,4600

9. 178 II Patihan Kamidi 0,2200

10. 178 II Patihan Nurlegimin 0,2500

11. 241 II Gragalan Pujiyono 1,4750

12. 116 III Patihan Sunardi 0,3000

13. 116 III Patihan Saryono 0,2200

14. 115 IV Pace Wetan Suparno 0,8200

15. 349 V Nayu Mulyo S 1,1400

16. 333 IV Cikli Mardi 0,1250

17. 175 V Kalapan Jemingin 1,1650

18. 274 V Cengkek Suwarto 0,4000


(63)

20. 306 V Pakel duwur R Suwardi 0,4400

21. 273b III Sor karang R Suwardi 0,0800

22. 346 V Ngampat Parjono 0,4400

23. 346 V Ngampat Parjono 0,8000

24. 384 IV Salaran Sutrisno 2,1450

25. 441 III Tompak - 0,1600

26. 272a III Karang Supiyanta 1,5050

27. 42 III Grigak Oro oro - 0,7250

28. 161 III Besilen Suratini 0,7150

29. 51 IV Nglengkong Sumardi 1,1600

30. 52 III Nglengkong Sumardi 2,0750

31. 215 III Karanganyar - 0,0650

Jumlah 20,1920

Sumber : Kantor Desa Giripurwo Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa tanah kas desa yang digarap oleh masyarakat masih terdapat 3 petak lahan belum disewakan. Lahan tersebut terletak di Dusun Tompak, Dusun Karanganyar, dan Dusun Grigak dengan kondisi kemampuan tanahnya kelas III. Dari hal tersebut

Pemerintah Desa Giripurwo belum optimal dalam


(64)

kas desa sebagai lain-lain pendapatan asli desa belum maksimal.

2. Penggunaan Tanah Desa untuk Pelungguh

Aparat Pemerintah Desa bukan merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), berbeda dengan Aparat Pemerintah Kelurahan yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mendapatkan gaji dari negara yang telah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala desa dan perangkat desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan yang bersumber dari dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diterima oleh kabupaten dan ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain Penghasilan tetap tersebut, kepala desa dan perangkat desa menerima tunjangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Menurut Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa Pasal 13 ayat (1), bengkok/lungguh dimanfaatkan untuk menambah penghasilan bagi kepala desa dan perangkat desa. Pemanfaatan bengkok/lungguh oleh kepala desa dan perangkat desa sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (2) Peraturan Gubernur tersebut dilakukan dengan digarap sendiri dan/atau disewakan. Tanah untuk bengkok/pelungguh di Desa Giripurwo seluas 41,1440 Ha.


(65)

Tanah desa untuk pelungguh di Desa Giripurwo digunakan untuk sawah dan ada yang disewakan kepada PG. Madukismo untuk penanaman tebu. Penggunaan tanah untuk pelungguh dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Penggunaan tanah untuk pelungguh di Desa Giripurwo

No Penggunaan Tanah Luas (Ha)

1. 2.

Sawah

PT. Madu Baru/ PG. Madukismo

1,5050 39,6390

Jumlah 41,1440

Sumber : Data Tanah Kas Desa pada Kantor Desa Giripurwo Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa penggunaan tanah desa untuk pelungguh di Desa Giripurwo lebih dominan disewakan kepada PG Madukismo yaitu seluas 39,6390 Ha. Sedangkan tanah yang digarap sendiri untuk sawah hanya seluas 1,5050 Ha.

Seseorang yang menduduki jabatan tertentu dalam struktur pemerintahan desa telah ditentukan lokasi dan bidang tanah yang menjadi bagian haknya dalam jabatan tersebut. Pembagian jumlah dan besaran tanah kas desa berbeda-beda sesuai dengan jabatan dalam struktur pemerintah desa. Pembagian tanah pelungguh diatur dalam peraturan desa yang ditetapkan oleh kepala desa. Untuk lebih jelas pembagian tanah pelungguh masing-masing aparat desa dapat dilihat dari rincian berikut.


(66)

a. Tanah Pelungguh untuk Kepala Desa

Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan. kepala desa memiliki tanggungjawab yang besar sebagai pemimpin wilayah desa. pelungguh yang dimiliki kepala desa lebih besar dibandingkan dengan aparat desa lainnya. Tanah pelungguh untuk Kepala Desa Giripurwo dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Tanah Pelungguh untuk Kepala Desa

No Data Tanah Keterangan No Persil Penggunaan dan Kelas tanah Luas (Ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 304 300c 300b 307a 307b 308b S III S III S II S II S III S III 0,4100 0,8000 0,6100 1,6550 0,5650 0,0750

Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo

Jumlah 4,1150

Sumber : Data Tanah Kas Desa pada Kantor Desa Giripurwo Tahun 2016


(67)

Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa tanah pelungguh untuk Kepala Desa Giripurwo seluas 4,5195 Ha. Tanah pelungguh untuk kepala desa adalah tanah sawah dengan kelas kemampuan yang baik yaitu kelas II dan III. Seluruh tanah pelungguh Kepala Desa Giripurwo disewakan kepada PG. Madukismo untuk menanam tebu.

b. Tanah Pelungguh untuk Sekretaris Desa

Sekretaris desa merupakan pembantu kepala desa dalam hal urusan administrasi di desa. Bagian tanah kas desa yang digunakan sebagai pelungguh sekretaris desa di Desa Giripurwo dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Tanah Pelungguh untuk Sekretaris Desa

No Data Tanah Keterangan No Persil Penggunaan dan Kelas tanah Luas (Ha) 1. 2. 3. 272a 272b 273a S I S III S III 1,5050 0,3450 0,4350 Digarap sendiri

Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo

Jumlah 2,2850

Sumber : Data Tanah Kas Desa pada Kantor Desa Giripurwo Tahun 2016


(68)

Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa tanah pelungguh untuk Sekretaris Desa Giripurwo seluas 2,2850 Ha. Tanah pelungguh untuk sekretaris desa adalah tanah sawah dengan kelas kemampuan yang baik yaitu kelas I dan III. Tanah pelungguh Sekretaris Desa Giripurwo ada yang digarap sendiri untuk sawah dan disewakan kepada PG. Madukismo untuk menanam tebu.

c. Tanah Pelungguh untuk Kepala Urusan Umum Aparatur Desa dan Aset

Kepala urusan umum aparatur desa dan aset merupakan pembantu sekretaris desa dalam hal urusan administrasi urusan rumah tangga desa dan pengelolaan aset desa. Bagian tanah kas desa yang digunakan sebagai pelungguh kepala urusan umum aparatur desa dan aset di Desa Giripurwo dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Tanah Pelungguh untuk Kepala Urusan Umum Aparatur Desa dan Aset

No

Data Tanah

Keterangan No

Persil

Penggunaan dan Kelas

tanah

Luas (Ha)

1. 2.

300c 300a

S III S I

0,6300 0,2040

Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo


(69)

3. 4.

300d 300c

S IV S IV

0,2420 0,2605

Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo

Jumlah 1,3365

Sumber : Data Tanah Kas Desa pada Kantor Desa Giripurwo Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa tanah pelungguh untuk Kepala Urusan Umum Aparatur Desa dan Aset Desa Giripurwo seluas 1,3365 Ha. Tanah pelungguh untuk kepala urusan umum aparatur desa dan aset adalah tanah sawah dengan kelas kemampuan yang kurang baik yaitu kelas I, III, dan IV. Hanya satu persil saja yang mempunyai kemampuan tanah kelas I. Seluruh tanah pelungguh Kepala Urusan Umum Aparatur Desa dan Aset Desa Giripurwo disewakan kepada PG. Madukismo untuk menanam tebu.

d. Tanah Pelungguh untuk Kepala Urusan Perencanaan dan Keuangan

Kepala urusan perencanaan dan keuangan merupakan pembantu sekretaris desa dalam hal urusan administrasi perencanaan keuangan di desa. Bagian tanah kas desa yang digunakan sebagai pelungguh kepala urusan perencanaan dan keuangan di Desa Giripurwo dapat dilihat pada tabel 12.


(70)

Tabel 12. Tanah Pelungguh untuk Kepala Urusan Perencanaan dan Keuangan

Sumber : Data Tanah Kas Desa pada Kantor Desa Giripurwo Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa tanah pelungguh untuk kepala urusan perencanaan dan keuangan seluas 3,3660 Ha. Tanah pelungguh untuk kepala urusan perencanaan dan keuangan adalah tanah sawah dengan kelas kemampuan I, II, III dan IV. Seluruh tanah pelungguh Kepala Urusan Perencanaan dan Keuangan Desa Giripurwo disewakan kepada PG. Madukismo untuk menanam tebu. No Data Tanah Keterangan No Persil Penggunaan dan Kelas tanah Luas (Ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 308b 300d 300a 300d 300c 178 240 S III S IV S I S IV S IV S II S II 0,5200 0,1190 0,0465 0,0620 0,0685 2,1600 0,3900

Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo Disewakan PG. Madukismo


(1)

e. hak dan kewajiban; f. sanksi;

g. besaran sewa;

h. penyelesaian perselisihan;

i. keadaan memaksa (force majeure); j. pengakhiran perjanjian; dan

k. peninjauan pelaksanaan perjanjian. Pasal 9

(1) Tanah Kas Desa yang disewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dapat dibangun dengan bangun-bangunan oleh pihak penyewa. (2) Pihak penyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang:

a. mengalihkan penguasaan atau menyewakan Tanah Kas Desa kepada pihak lain;

b. menambah keluasan Tanah Kas Desa yang telah ditetapkan oleh Gubernur; dan/atau

c. dipergunakan sebagai pemukiman atau tempat tinggal. Pasal 10

(1) Setelah berakhirnya masa perjanjian sewa 20 (dua puluh) tahun, pihak penyewa wajib menyerahkan Tanah Kas Desa beserta bangun-bangunan dan tanaman yang ada diatasnya kepada Pemerintah Desa.

(2) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan berita acara serah terima.

(3) Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (2) adalah bangun-bangunan milik pemerintah yang digunakan untuk kepentingan umum, dengan ketentuan bangun-bangunan masih dipergunakan untuk menjalankan tugas dan fungsi Instansi.

(4) Dalam hal perjanjian sewa diperpanjang, maka berlaku mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8.

Pasal 11

Ketentuan lebih lanjut tentang pemanfaatan Tanah Kas Desa untuk bangun guna serah atau bangun serah guna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 12

(1) Hasil pemanfaatan Tanah Kas Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, menjadi pendapatan Desa.


(2)

(2) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari keuangan Desa masuk lain-lain pendapatan Desa yang sah. (3) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dicatat dalam

buku kas umum dan disetor dalam rekening kas desa. Bagian Ketiga

Pemanfaatan Bengkok/Lungguh Pasal 13

(1)Bengkok/Lungguh dimanfaatkan untuk menambah penghasilan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa.

(2) Pemanfaatan Bengkok/Lungguh oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa dilakukan dengan :

a. digarap sendiri; dan/atau b. disewakan.

(3) Jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling lama tidak melebihi masa jabatan Kepala Desa dan Perangkat Desa yang bersangkutan.

(4)Bengkok/Lungguh diserahkan kepada Pemerintah Desa pada saat Kepala Desa dan Perangkat Desa yang bersangkutan habis masa jabatan.

(5) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan berita acara serah terima.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan tanah bengkok/lungguh diatur dengan Peraturan Desa.

Bagian Keempat Pengarem-arem

Pasal 14

(1)Pengarem-arem diberikan kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa setelah habis masa jabatan atau meninggal dunia dalam masa kerja.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanah pengarem-arem diatur dengan Peraturan Desa.

BAB III

PELEPASAN TANAH DESA UNTUK KEPENTINGAN UMUM Pasal 15

(1) Tanah desa dapat dilepaskan untuk :

a. pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah atau BUMN;


(3)

b. pengganti tanah masyarakat yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk pembangunan;

c. pengganti tanah masyarakat yang terkena pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan/atau

d. kepentingan relokasi hunian karena terjadi bencana alam.

(2) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. pertahanan dan keamanan nasional;

b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;

d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal; e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;

h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah; i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; j. fasilitas keselamatan umum;

k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; m.cagar alam dan cagar budaya;

n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;

o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;

p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah; q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan

r. pasar umum dan lapangan parkir umum.

(3) Pelepasan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Izin dari Gubernur; dan

b. ganti tanah yang senilai dengan tanah yang dilepaskan;

(4) Dalam hal penggantian berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah pengganti yang senilai.

(5) Pelaksanaan pelepasan Tanah Desa dan perolehan tanah penggganti dilakukan oleh panitia yang dibentuk oleh Bupati.

(6) Untuk mendapatkan izin dari Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Pemerintah Desa harus menyampaikan surat permohonan kepada Gubernur melalui Bupati,yang dilampiri dengan :

a. identitas diri untuk lembaga Pemerintah/Pemerintah Daerah atau Lembaga yang diberi penugasan untuk melaksanakan kepentingan umum dengan melampirkan peraturan pembentukan kelembagaan; b. proposal yang memuat :

1. maksud dan tujuan pemanfaatan Tanah Kas Desa; 2. bentuk pemanfaatan;


(4)

4. letak Tanah Kas Desa, yang meliputi: a) pedukuhan;

b) desa;

c) kecamatan; dan d) kabupaten;

5. rencana penganggaran, yang meliputi: a) besarnya dana; dan

b) sumber dana.

6. Keputusan Kepala Desa;

7. persetujuan Badan Permusyawaratan Desa;

8. rekomendasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari Badan Koordinasi Pembangunan Daerah (BKPRD) Kabupaten.

(7) Dalam pelaksanaan pengadaan tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanah milik Kasultanan dan/atau tanah milik Kadipaten.

BAB IV

PENGAWASAN DAN PEMBINAAN Pasal 16

(1) Pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan pemanfaatan tanah desa dilaksanakan oleh Gubernur.

(2) Pelaksanaan pengawasan dan pembinaan oleh SKPD yang mempunyai tugas fungsi di bidang pertanahan.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mengetahui kesesuaian pemberian izin Gubernur dan pelaksanaan pemanfaatan desa.

BAB V SANKSI Pasal 17

(1) Pemerintah Desa yang memanfaatkan Tanah Kas Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak sesuai dengan izin Gubernur dikenakan sanksi berupa teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu 14 (empat belas) hari kalender.

(2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan pencabutan izin Gubernur.


(5)

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18

Dengan ditetapkannya Peraturan Gubernur ini, maka :

a. Kepada Desa yang selama ini telah memanfaatkan Tanah Desa untuk Tanah Kas Desa, bengkok/lungguh, dan pengarem-arem dapat tetap memanfaatkannya;

b. Izin Gubernur yang sudah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini tetap berlaku sampai berakhirnya masa berlaku izin;

c. Izin Gubernur tentang Pelepasan Tanah Desa yang sudah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini tetap berlaku dengan ketentuan pelaksanaan pengadaan tanah pengganti menjadi tanah milik Kasultanan dan/atau tanah milik Kadipaten.

d. pelepasan yang diakibatkan karena tukar-menukar antara Pemerintah Desa dengan orang perorangan yang telah dilaksanakan, dapat diberikan ijin oleh Gubernur untuk peralihan hak atas tanahnya, harus dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. masing-masing pihak telah menguasai dan mengelola secara fisik tanah yang dilepaskan dengan dikuatkan atau didukung dengan bukti-bukti yang ada;

2. surat pernyataan masing-masing pihak yang disaksikan, diakui dan dibenarkan oleh masyarakat yang mengetahui di Desa yang bersangkutan;

3. tukar-menukar antara Pemerintah Desa dengan orang perorangan; 4. belum diterbitkan keputusan kepala desa;

5. belum diterbitkan persetujuan dari Bupati; dan

6. belum/sudah tercatat dalam buku pepriksan atau buku tanah di Desa.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 19

Dengan berlakunya Peraturan Gubernur ini, maka :

a. Tanah Desa yang berasal dari hak anggadhuh dan tanah pengganti yang telah disertipikatkan atas nama Pemerintah Desa untuk dilakukan peralihan hak menjadi tanah milik Kasultanan dan/atau tanah milik Kadipaten; dan

b. Peraturan Gubernur Nomor 65 Tahun 2013 tentang Tanah Kas Desa dan Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perubahan Peraturan Gubernur Nomor 65 Tahun 2013 tentang Tanah Kas Desa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


(6)

Pasal 20

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

Ditetapkan di Yogyakarta

pada tanggal 29 DESEMBER 2014 GUBERNUR

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, ttd

HAMENGKU BUWONO X Diundangkan di Yogyakarta

pada tanggal 29 DESEMBER 2014 SEKRETARIS DAERAH

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, ttd

ICHSANURI


Dokumen yang terkait

Prosedur Pemilihan Kepala Desa Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 (Studi Desa Kutambaru Kecamatan Munthe Kabupaten Karo)

1 67 82

PENGELOLAAN TANAH KAS DESA DI KABUPATEN KENDAL(Studi Kasus di Desa Pasigitan Kecamatan Boja Kabupaten Kendal)

1 11 70

Studi Perilaku Menggigit Nyamuk Anopheles di Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta

1 10 158

PROSES PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA BANYUROTO NANGGULAN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013

0 2 132

SKRIPSI PELAKSANAAN PENGGUNAAN TANAH KAS DESA PELAKSANAAN PENGGUNAAN TANAH KAS DESA UNTUK TEMPAT PEMAKAMAN DI KECAMATAN DUKUN, KABUPATEN MAGELANG BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPA

0 4 14

NASKAH PUBLIKASI PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA Pengelolaan Dan Pemanfaatan Tanah Kas Desa Oleh Perangkat Desa (Ex-Tanah Bengkok)(Studi Kasus di Desa Kandangan Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi).

0 5 16

PENDAHULUAN Pengelolaan Dan Pemanfaatan Tanah Kas Desa Oleh Perangkat Desa (Ex-Tanah Bengkok)(Studi Kasus di Desa Kandangan Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi).

0 6 10

SKRIPSI Pengelolaan Dan Pemanfaatan Tanah Kas Desa Oleh Perangkat Desa (Ex-Tanah Bengkok)(Studi Kasus di Desa Kandangan Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi).

3 12 15

Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Tanah Desa

0 0 8

geologi regional kulon progo, kabupaten kulon progo, yogyakarta

6 49 9