TA : Pengengendalian Motor DC Brushless dengan PID pada Robot Penghindar Halangan (Obstacle Avoidance Robot).
PADA ROBOT PENGHINDAR HALANGAN (OBSTACLE AVOIDANCE ROBOT)
TUGAS AKHIR
Disusun Oleh :
Nama : Bayu Dadang Pribadi NIM : 11.41020.0074 Program : S1 (Strata Satu) Jurusan : Sistem Komputer
SEKOLAH TINGGI
MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA
(2)
Sistem pendeteksi robot berjalan banyak menggunakan sensor sebagai acuan dalam menghindari halangan Pengaplikasian obstacle avoidance
robot mendapatkan inputan dari sensor Ultrasonic Distance untuk menghasilkan
gerakan menuju ke sasaran yang diinginkan. Inputan dapat menggunakan sebuah kamera sebagai sensor pada obstacle avoidance robot. Fungsi yang diharapkan pada sebuah robot yang mempunyai kemampuan untuk menghindar halangan
(obstacle avoidance) agar tercapai dari sebuah misi robot tersebut, agar robot
dapat berjalan dengan halus diperlukan sebuah pengendali, untuk sistem kendali yang digunakan adalah kendali PID dengan parameter input menggunkan sensor ping Ultrasonic Distance.
Sensor Ultrasonic Distance merupakan jenis sensor yang memiliki outputan jarak range yang jauh 3cm – 3 meter. Karakteristik dari sensor ini hanya bisa pada bidang datar pada sudut 90°. Pada penelitian ini Output data dari sensor
akan diolah pada microcontroler untuk merespon motor dan digunakan sebagai sistem kendali kemudi pada motor servo. Agar dapat menghindar halangan didepan, samping kiri, dan kanan maka perlu ditambahkan sensor pada depan, sampaing kanan serta kiri pada base robot. Proses input dari sensor akan memberi informasi dimana halangan berada. Sistem kemudi ackreman steering menjadi solusi robot sebagai untuk dapat menghindar halangan. Pengaturan kecepatan pada kendali PID dapat memperbaiki respon sensor terhadap halangan. Pada perhitungan PID plant tugas akhir ini bernilai Kp= 1, Ki= 0, Kd= 0.
(3)
Halaman
ABSTRAKSI ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Tujuan ... 3
1.5 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Difinisi Robot ... 6
2.1.1 Klasifikasi Robot ... 7
2.1.2 Robot Beroda ... 7
2.1.3 Kendaraan Bergerak Lurus ... 8
2.1.4 Pararell Steering ... 13
2.1.5 Ackerman Steering ... 13
2.2 Sensor Ultrasonic Distance ... 19
2.3 Obstacle Avoidance ... 22
2.3.1 Analisa Ujung Tepi Object ... 22
(4)
2.4 Serial Peripheral Interface ... 24
2.5 Motor DC ... 26
2.6 ESC (Electronic Speed Control) ... 28
2.7 Motor Servo ... 29
2.7.1 Jenis-jenis Motor Servo ... 30
2.8 Sistem Kendali Mobile Robot ... 31
2.8.1 Proportional Integral Derivative (PID) controller ... 31
2.8.2 PID ... 35
BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Penelitian ... 39
3.2 Rancangan Penelitian ... 39
3.3 Perancangan Perangkat Keras ... 41
3.3.1 Rangkaian Minimum Sistem Atmega 32 ... 41
3.3.2 Rangkaian Power ... 45
3.4 Perancangan Arsitektur Sistem ... 45
3.4.1 Pengendali Sistem Kemudi ... 45
3.5 Perancangan Sistem Kerja Motor ... 46
3.5.1 Proses Motor Diam ... 46
3.5.2 Proses Motor Maju ... 46
3.5.3 Proses Motor Mundur ... 47
3.6 Perancangan Perangkat Lunak ... 49
3.6.1 Perancangan Program Pada Mikrokontoler Master Slave ... 49
(5)
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM
4.1 Pengujian Driver motor ESC ... 55
4.1.1 Tujuan Pengujian ... 55
4.1.2 Alat yang dibutuhkan ... 55
4.1.3 Prosedur Pengujian ... 55
4.1.4 Hasil pengujian ... 56
4.2 Pengujian Microcontroller ... 57
4.2.1 Tujuan Pengujian ... 57
4.2.2 Alat yang dibutuhkan ... 58
4.2.3 Prosedur Pengujian ... 58
4.2.4 Hasil pengujian ... 59
4.3 Pengujian Sensor Ultrasonic Distance ... 60
4.3.1 Tujuan Pengujian ... 60
4.3.2 Alat yang dibutuhkan ... 60
4.3.3 Prosedur Pengujian ... 60
4.3.4 Hasil pengujian ... 61
4.4 Pengujian Kendali PID ... 64
4.4.1 Tujuan Pengujian ... 64
4.4.2 Alat yang dibutuhkan ... 64
4.4.3 Prosedur Pengujian ... 64
4.4.4 Hasil pengujian ... 64
4.5 Pengujian pergerakan Kemudi ... 67
4.5.1 Tujuan Pengujian ... 67
(6)
4.5.3 Prosedur Pengujian ... 67
4.5.4 Hasil pengujian ... 68
4.6 Evaluasi Sistem Keseluruhan ... 70
4.6.1 Tujuan Pengujian ... 71
4.6.2 Alat yang dibutuhkan ... 71
4.6.3 Prosedur Pengujian ... 71
4.6.4 Hasil pengujian ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 73
5.2 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
LAMPIRAN ... 76
(7)
Halaman
Gambar 2.1 Robot beroda ... 8
Gambar 2.2 Diagram Bodi Bebas Kendaraan Bergerak Maju ... 9
Gambar 2.3 Kemudi Parallel steering ... 13
Gambar 2.4 Ackerman Steering ... 14
Gambar 2.5 Parallel steering ... 14
Gambar 2.6 Kemudi Robot Belok ke Kanan ... 16
Gambar 2.7 Kondisi Nyata Kendaraan Berbelok ... 16
Gambar 2.8 Gaya dan Momen pada kendaraan Belok ... 18
Gambar 2.9 Timing Sensor Ultrasonic Distance ... 19
Gambar 2.10 Diagram Waktu Sensor Ultrasonic Distance ... 20
Gambar 2.11 Ilustrasi cara kerja sensor Ultrasonic Distance ... 21
Gambar 2.12 Sensor mengenali benda ... 24
Gambar 2.13 Klasifikasi Atmega ... 25
Gambar 2.14 Konfigurasi Pin SPI Atmega 32 ... 26
Gambar 2.15 Konfigurasi Pin Serial Peripheral Interface (SPI) ... 26
Gambar 2.16 Motor Brushless ... 28
Gambar 2.17 ESC (Electronic Speed Control) ... 29
Gambar 2.18 Diagram Blok Pengendali PID ... 35
Gambar 2.19 Kurva respon berbentuk S ... 36
Gambar 2.20 Kurva respon quarter amplitude decay... 38
Gambar 3.1 Diagram blok obstacle avoidance robot ... 40
Gambar 3.2 Minimum sistem Microcontroler Atmega 32 ... 41
(8)
Komunikasi SPI ... 42
Gambar 3.4 AVR USB ISP ... 43
Gambar 3.5 PINOUT Connection ... 44
Gambar 3.6 Rangkaian Reset ... 44
Gambar 3.7 Rangkaian Power... 45
Gambar 3.8 Robot Tampak Depan ... 46
Gambar 3.9 Pengujian Hasil lebar frekuensi pada Osiloskop ... 47
Gambar 3.10 Setting Konfigurasi Master Cvavr master ... 49
Gambar 3.11 Setting Konfigurasi Master Cvavr Slave ... 50
Gambar 3.12 Flowchart program kemudi ... 51
Gambar 3.13 Flowchart program laju kecepatan ... 53
Gambar 4.1 hasil pengujian range data pada osiloskop ... 56
Gambar 4.2 Tampilan chip Signature ... 59
Gambar 4.3 Tampilan Konfigurasi Minimum sistem microcontroler master ... 60
Gambar 4.4 Pengujian sensor Ultrasonic Distance benda pada sensor Tengah ... 63
Gambar 4.5 Proses robot obstacle avoidance ... 69
Gambar 4.6 Kondisi robot mendekati titik obstacle avoidance ... 70
Gambar 4.7 Tampilan Lcd pada Sensor Ultrasonic Distance ... 70
Gambar 4.8 Robot melaju menghindari halangan... 72
(9)
Tabel 2.1 Penalaan parameter PID dengan metode kurva reaksi ... 37
Tabel 2.2 Penalaan parameter PID dengan metode Cohen-Coon ... 38
Tabel 3.1 Tabel Fungsi PIN ... 43
Tabel 3.2 Perhitungan frekuensi data pada Osiloskop ... 48
Tabel 4.1 Perhitungan frekuensi data motor maju dan mundur ... 56
Tabel 4.2 data hasil pengukuran sensor Ultrasonic Distance ... 62
Tabel 4.3 Hasil pengujian algoritma proposional derivative ... 65
Tabel 4.4 Pengujian Kemudi ... 68
(10)
Lampiran 1 Mikrokontroler Master ... 76 Lampiran 2 Mikrokontroler Slave ... 84
(11)
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem pendeteksi pada robot menghindar halangan banyak menggunakan sensor sebagai acuan dalam menghindari halangan. Pengaplikasian
obstacle avoidance robot mendapatkan inputan dari sensor Ultrasonic Distance
untuk menghasilkan gerakan menuju ke sasaran yang diinginkan. Inputan dapat menggunakan sebuah kamera sebagai sensor pada obstacle avoidance robot. Fungsi yang diharapkan pada robot penghindar halangan adalah untuk memudahkan kinerja dari sistem pengendali bekerja secara maksimal. Selain itu dapat digunakan sebagai dasar penelitian dengan menggunakan kamera sebagai pengganti sensor.
Demikian halnya dengan kemajuan teknologi yang terjadi pada obstacle
robot avoidance, penelitian yang berkaitan dengan obstacle avoidance
(Borenstein, J. and Koren 1990) membahas The VectorFast Obstacle Aviodance
For mobile Robot , sekaligus dalam penyempurnaanya (Borenstein, J. and Koren
1991) meneliti tetang Potential Field Methods and Their Inherent Limitations
For Mobile Robot Navigation . Penelitian lain yang terkait dengan masalah
obstacle avoidance memiliki berbagai tujuan utama (R.L. William II, B Carter
2002) menyajikan model dynamic pada omni robot. Punete Kumar (2010) membahas kusus tentang obstacle avoidance. Penelitian tersebut diatas menyajikan cara menjalankan robot sistem obstacle avoidancerobot yang sangat menunjang untuk riset teknologi robotik.
(12)
Penelitian selanjutnya yang berguna untuk penyempurnaan penelitian yang telah ada. Ratih Kusuma (2011) yang menyajikan sistem kendali (Ackerman
Steering). Dengan kelebihan menggunakan sistem Ackerman Steering, robot
untuk bisa melaju dengan dengan kecepatan yang stabil sesuai keinginan. Namun dari kelebihan tersebut tidak dapat menghindari halangan terhadapat obstacle, maka pada penelitian ini dilakukan penyempurnaan dari penelitian tersebut yang berhubungan dengan penghindar halangan. Sehingga robot memiliki kelebihan yaitu dapat menghindari halangan terhadap obstacle dengan metode Proportional
integral Derivative (PID). Dengan memanfaatkan sensor Ultrasonic Distance
sebagai pembaca jarak robot terhadap titik benda. Kelebihan sensor Ultrasonic
Distance menghasilkan output tegangan digital yang akan dipergunakan sebagai
input Proportional integral Derivative (PID), dan nantinya akan diproses dari mikrokontroler. Dengan menggunakan jarak dan waktu sebagai input, robot dibuat menggunakan sistem Proportional integral Derivative (PID) untuk mengatur kecepatan robot agar jarak yang sudah ditentukan dapat ditempuh dengan waktu yang diinginkan. Ackerman Steering sebagai sitem penentu pergerakan robot yang teritegrasi ke mikrokontroler supaya laju robot bisa maksimal sesuai keinginan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana menerapkan Ackerman Steering dalam proses obstacle avoidance
(13)
2. Bagaimana menggunakan metode Proportional Integral Derivative pada
proses kendali motor Brushless.
1.3 Batasan Masalah
Perancangan dan pembuatan perangkat terdapat beberapa pembatasan masalah :
1. Sensor pengukur jarak menggunakan sensor Ultrasonic Distance, dan jarak resistansi pada benda yang baik untuk Obstacle robot 50 cm, sensor depan ketinggian benda 12 cm, sensor kiri kanan batas ketinggian benda 16 cm. 2. Halangan kotak berukuran 30 x 30 cm,
3. Dimensi robot panjang 44 cm lebar 30 cm.
4. Sistem penggerak robot menggunakan 1 motor AC dan moto driver menggunakan Electronic Speed Control (ESC).
5. Untuk Ackerman Steering menggunakan servo motor max 30 derajat. 6. Untuk robot mundur tidak dilengkapi sensor Ultrasonic Distance.
1.4 Tujuan
1. Memperbaiki cara kendali robot menggunakan Ackreman Steering.
2. Mengintengrasikan motor dc Brushless dengan kendali Proportional integral
(14)
1.5 Sistematika Penulisan
Laporan Tugas Akhir ini ditulis dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan laporan tugas akhir, dan sistematika penulisan tugas akhir.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang berbagai teori yang mendukung tugas akhir ini. Hal tersebut meliputi sensor Ultrasonic Distance, Electronic Speed Control
(ESC) , Ackerman Steering, Parallel Steering, motor Servo, motor brushless DC
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini dijelaskan tentang metode yang menunjang sistem kerja tugas akhir ini. Beberapa hal tersebut meliputi sistematika diagram blok Obstacle
Avoidance Robot, Rangkaian minimum sistem atmega32, Ran Rangkaian
minimum sistem atmega32 dengan komunikasi Serial Peripheral Interface (SPI), Rangkaian reset, Rangkaian Power, sistem kemudi Parallel Steering, Perancangan sistem kerja motor perancangan program pada mikrokontroler Master dan Slave, serta perancangan program pada mikrokontroler .
BAB IV : PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM
Bab ini berisi tentang percobaan yang telah dilakukan dan hasil dari penelitian. Dari pengujian tersebut meliputi, pengujian driver motor Electronic
(15)
Distance, pengujian Proportional integral Derivatif (PID), pengujian pergerakan kemudi.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan penelitian serta saran untuk pengembangan penelitian berikutnya
(16)
LANDASAN TEORI 2.1Definisi Robot
Keunggulan dalam teknologi robotik telah lama dijadikan ikon kebanggaan Negara-negara maju dunia. Kecanggihan teknologi yang dimiliki, gedung-gedung tinggi yang mencakar langit, tingkat kesejahteraan yang tinggi, kota-kota yang modern, belum terasa lengkap tanpa popularitas kepiawaian dalam dunia robotik
Istilah “robot” berasal dari kata “robota” (bahasa Czech) yang berarti pekerja, mulai populer ketika seorang penulis berbangsa Czech (Ceko), Karl Capek, membuat pertunjukan dari lakon komedi yang ditulisnya pada tahun 1921 yang berjudul RUR (Rossum’s Universal Robot). Namun menurut kamus besar Webster memberikan definisi mengenai robot, yaitu “sebuah peralatan otomatis yang melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan oleh manusia”. Lain halnya dengan Institute of America, menurut Institute of America definisi robot adalah “manipulator dengan fungsi ganda dan dapat diprogram kembali, didesain untuk dapat memindahkan komponen, peralatan-peralaan khusus melalui pergerakan yang diprogram agar dapat melakukan berbagai kegiatan”.
Robot biasanya digunakan untuk tugas yang berat, berbahaya, pekerjaan yang berulang dan kotor. Biasanya kebanyakan robot industri digunakan dalam bidang produksi. Penggunaan robot lainnya termasuk untuk pembersihan limbah beracun, penjelajahan bawah air, luar angkasa, pertambangan,dan pencarian kebocoran gas.
(17)
2.1.1 Klasifikasi Robot
Menurut stabilitasnya robot dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Fixed Robot, robot yang memiliki ruang kerja (spatial space) yang
terbatas, dimana bagian dasarnya dilekatkan pada sebuah benda tetap seperti panel atau meja.
b. Mobile Robot, robot yang memiliki ruang kerja yang luas, dimana
bagian dasarnya pada sebuah alat gerak seperti roda atau kaki. Beberapa macam mobile robot antara lain robot beroda, robot yang bergerak dengan menggunakan roda. Robot berkaki, robot yang bergerak menggunakan kaki dalam perpindahannya. Pembahasan lebih lanjut akan berfokus pada jenis mobile robot dengan alat gerak roda, khususnya tipe ackerman drive. Untuk tipe fixed robot dan robot berkaki tidak akan dibahas lebih lanjut (Lehrbaum,2008).
2.1.2 Robot Beroda
Robot beroda dalam pergerakannya menggunakan roda atau ban, sehingga dapat berpindah dari titik satu ke titik yang lain. Jenis-jenis robot beroda adalah differential drive, skid steering, synchro drive, omni wheel, tricycle steering, ackerman steering, dan articulated Drive.
Jenis robot beroda di atas diklasifikasikan menurut pengendalian roda robot.
(18)
Gambar 2.1 Robot beroda (Lehrbaum,2008).
2.1.3 Kendaraan Bergerak Lurus (Sutantra, 2001)
2.1.3.1 Gaya Dorong dan Gaya Hambat pada Kendaraan
Kendaraan yang dapat digerakkan maju atau mundur perlu gaya dorong yang cukup dalam melawan hambatan yang dilalui. Gaya dorong pada suatu kendaraan terjadi pada roda penggerak kendaraan. Gaya dorong ditransformasikan dari torsi mesin kendaraan ke roda penggerak melalui sistem penggerak diantaranya kopling, transmisi, gigi differensial, dan poros penggerak. Gambar 2.2 merupakan diagram bodi bebas pada kendaraan bergerak maju dalam penggambaran gaya dorong pada kendaraan dengan dua buah poros penggerak. Hambatan angin dalam rolling berhubungan dengan gaya hambat.
(19)
Gambar 2.2 Diagram Bodi Bebas Kendaraan Bergerak Maju (Sutantra 2001). Keterangan :
Ff = Gaya dorong pada roda depan.
Fr = Gaya dorong pada roda belakang.
Rrr = Gaya hambat rolling pada roda belakang.
Rrf = Gaya hambat rolling pada roda depan.
Fd = Gaya hambatan angin.
a = Percepatan kendaraan. θ = Sudut tanjakan jalan
Gaya dorong pada roda yang ditransformasikan dari torsi mesin kendaraan dirumuskan sebagai
r h i i Me
F = .t.d. t
(20)
Keterangan :
F = Ff + Fr = Gaya dorong pada roda penggerak depan dan
belakang. (Newton).
F = Ff = Gaya dorong pada kendaraan dengan penggerak roda
depan. (Newton).
F = Fr = Gaya dorong pada kendaraan dengan penggerak roda
belakang. (Newton).
Me = Torsi keluaran dari mesin. (N.m)
r = Jari-jari roda. (m) t
η = Efisiensi transmisi.
t
η = 0,88 – 0,92 pada mesin dengan letak memanjang.
t
η = 0,91 – 0,95 pada mesin dengan letak melintang.
it = Perbandingan gigi transmisi.
id = Perbandingan transmisi pada gardan
Gaya hambatan total pada kendaraan
FR = Fd + Rr + Rg... 2.2
Keterangan :
Rr = Rrr+ Rn≡ Total hambatan rolling (N).
Rg = Wsinθ ≡ Hambatan tanjakan (N).
Gaya dorong bersih dalam meningkatkan kecepatan kendaraan (Fn)
Fn = F – FR... 2.3
(21)
W k g F F W k g F a m R m n . ) ( . . − =
= ... 2.4
Kecepatan akhir kendaraan (Vt) setelah waktu t detik dihitung
dengan menggunakan rumus
t g W k F F V V m R t . . ) ( 0 − +
= ... 2.5
2.1.3.2 Percepatan dan Perlambatan pada Kendaraan
Pada gerakan lurus, nilai percepatan dan perlambatan pada kendaraan berfungsi sebagai parameter kinerja laju kendaraan. Pada kendaraan yang bergerak dari kondisi diam sampai kecepatan tertentu atau dari kecepatan tertentu sampai kendaraan berhenti, maka percepatan atau perlambatan (a), waktu (t) percepatan atau perlambatan, dan jarak (s) perlambatan atau percepatan dihitung dengan menggunakan rumus-rumus :
Kondisi Percepatan, 2 2 . 2 . 2 t s t V s V
a= t = t =
a s V s a V t t
t = 2. = 2.
= ... 2.6
2 . 2 . . 2 2 2 t a t V a V
s= = t =
Keterangan :
Vt = Kecepatan akhir (meter/detik).
(22)
s = Jarak tempuh (meter).
a = Percepatan (meter/detik2). Kondisi Perlambatan,
2
0 2
0 2.
. 2 t s t V s V
a= = =
a s V s a V
t 2. 2.
0
0 = =
= ... 2.7
2 . 2 . . 2 2 0 2
0 V t at
a V
s= = =
Keterangan :
V0 = Kecepatan awal saat perlambatan (meter/detik).
t = Waktu perlambatan (detik).
s = Jarak perlambatan (meter).
a = Perlambatan (meter/detik2).
Dalam kondisi umum di mana kendaraan dapat dipercepat dari suatu kecepatan awal atau diperlambat sampai titik tertentu, percepatan atau perlambatan (a), waktu tempuh (t), dan jarak tempuh (s) dirumuskan sebagai.
2 0 2 0 2 0 . 2 . 2 t t V s s V V t V V
a= t − = t − = − ... 2.8
2 2 1 0 0 2 0 2 . 2 .
2 t v t at
V V a
V V
(23)
2.1.4 Pararell Steering
Pada lengan kemudi Pararell steering mempunyai sudut 90°, sumbu roda akan selalu sejajar satu sama lain kanan juga kiri dan sistem kendali ini biasanya banyak digunakan pada robot yang memiliki pola seperti roda mobil. Saat robot melaju pada bidang lurus maka tidak ada kelemahan pada sistem Pararell steering, serta sistem kendali ini sangat cocok digunakan pada robot pengiriman dari titik object. Namun seperti yang terlihat pada gambar 2.3 saat roda memutar melintasi belokan, roda bagian dalam membelok mengikuti jalan dengan radius lebih cepat dari pada roda bagian dalam.
Gambar 2.3 Kemudi Pararell steering (makadir.sttnas.ac.id). 2.1.5 Ackerman Steering
Ackerman steering merupakan pengendalian arah gerak robot
dengan menggerakkan sudut putar roda depan. Kinematika ackerman
sangat mirip dengan mobil yang dikenal umum, sehingga dinamakan
(24)
kinematika tricycle steering dengan dua roda penentu arah di bagian depan. Penggunaan dua roda depan akan mempermudah pengendalian posisi.
Sebelum prinsip ackerman steering ini ditemukan, sebelumnya masih menggunakan prinsip parallel steering. Seperti yang ditunjukkan gambar 2.4 yang merupakan gambar parallel steering. Parallel steering
lebih kaku dan sudut putar yang bisa diatur dangat terbatas.
Gambar 2.4 Ackerman Steering(Burnhill, 2009).
Gambar 2.5 Parallel steering(burnhill, 2009).
Ackermann steering merupakan proses pergerakan tuas antar roda
kemudi, dengan menggunakan derajat. Sistem ini dirancang untuk memastikan gerak roda depan dalam diputar ke sudut yang sedikit lebih tajam dari luar roda saat membelok, sehingga menghilangkan geomet
(25)
rically disebabkan ban selip. Seperti yang terlihat pada gambar 2.6 sumbu dua roda depan berpotongan di satu titik yang sama dan terletak pada sumbu poros belakang. Dapat dirumuskan pada persamaan:
... 2.10 Artinya:
= sudut kemudi relatif dari roda bagian dalam = sudut kemudi relatif dari roda luar
= pemisahan roda membujur = pemisahan roda lateral
Sudut kemudi kendaraan 2 dapat dianggap sebagai sudut (relatif SA
kendaraan) dengan roda pusat imajiner yang terletak di titik acuan P sebagai ajuan ditunjukkan pada gambar 3.10, dinyatakan dalam sudut
steering atau di luar steering SA
... 2.11 Atau ,
(26)
Gambar 2.6 kemudi robot belok ke kanan (makadir.sttnas.ac.id).
(27)
Keterangan : r f α
α , = Sudut slip rata-rata dari roda depan dan roda belakang.
qn = Sudut belok nyata.
On = Pusat belokan nyata.
Gerakan kendaraan ketika belok secara sederhana seperti pada Gambar 3.11, di mana secara geometri dirumuskan sebagai
θ =180 −γ1−γ2
o n ... 2.13 ) ( 90 180
1 f f
o
o δ α
γ = − − − ... 2.14
f f
o δ α
γ1 =90 − +
r o α
γ2 =90 − ... 2.15 Bila persamaan (b) dan (c) dimasukkan ke persamaan (a),
θn =δf −αf +αr... 2.16
Radius belok nyata kendaraan dirumuskan sebagai,
29 , 57 29 , 57 o r o f o f o n n s b a b a R α α δ
θ − +
+ =
+
= ... 2.17
Bila nilai αf =αr, maka radius belok nyata (Rn) sama dengan
radius belok ideal (Ri). Kondisi αf =αr disebut kondisi netral. Bila kondisi
r f α
α > , maka Rn>Ri, kondisi ini disebut kondisi understeer sehingga
(28)
2.1.5.1Dinamika Kendaraan Berbelok
Pada gambar 2.8 merupakan diagram bodi bebas kendaraan ketika berbelok dipandang dari atas (a), dipandang dari belakang (b), dan dipandang dari samping (c).
Gambar 2.8 Gaya dan Momen pada Kendaraan Belok (Sutantra, 2001). Keterangan :
Fc ≡ Gaya sentrifugal kendaraan.
Fgf, Fgr ≡ Gaya gesekan pada roda depan dan belakang.
Fs ≡ Gaya angin dari samping kendaraan.
MRa ≡ Momen rolling akibat angin.
Fz ≡ Gaya normal pada roda.
Mpa ≡ Momen angguk (pitching) akibat angin.
(29)
FL ≡ Gaya angkat angin.
2.2Sensor Ultrasonic Distance
Sensor Ultrasonic Distance adalah sensor yang dapat mendeteksi jarak obyek dengan cara memancarkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 40 KHz produksi parallax yang banyak digunakan untuk aplikasi atau kontes robot cerdas. Kelebihan sensor ini adalah hanya membutuhkan 1 sinyal (SIG) selain jalur 5V dan ground.
Untuk penjelasan atau prinsip aksesnya sama kok ma srf 04, hanya saja untuk sensor Ultrasonic Distance hanya memakai 3 pin, pin trigger sama echo digunakan dalam 1 pin, sehingga dengan menggunakan sensor Ultrasonic
Distance kita dapat menghemat penggunaan I/O mikrokontroler. Konfigurasi pin
sensor Ultrasonic Distance sbagai berikut:
Gambar 2.9 Timing Sensor Ultrasonic Distance (Parallax.com). Sensor PING mendeteksi jarak objek dengan cara memancarkan gelombang ultrasonik ( 40 KHz ) selama t = 200 µs kemudian mendeteksi pantulannya. Sensor Ultrasonic Distance memancarkan gelombang ultrasonik sesuai dengan kontrol dari microcontroler pengendali ( pulsa trigger dengan tout min 2 µs ).
(30)
1 Kisaran pengukuran 3 cm – 3 m.
2. Input trigger – positive TTL pulse, 2 µs min, 5 µs tipikal. 3. Echo hold off 750 us dari of trigger pulse.
4. Delay before next measurement 200 µs.
5. Brust indikator LED menampilkan aktivitas sensor.
Gambar 2.10 Diagram Waktu Sensor Ultrasonic Distance (Parallax.com).
Keluaran dari sensor Ultrasonic Distance berupa pulsa yang lebarnya merepresentasikan jarak. Lebar pulsanya bervariasi dari 115 µS sampai 18,5 ms. Pada dasanya sensor Ultrasonic Distance terdiri dari sebuah chip pembangkit sinyal 40 KHz, sebuah speaker ultrasonik dan sebuah mikropon ultrasonik. Speaker ultrasonik mengubah sinyal 40 KHz menjadi suara sementara mikropon
ultrasonik berfungsi untuk mendeteksi pantulan suaranya.
Pin signal dapat langsung dihubungkan dengan microcontroler tanpa tambahan komponen apapun. sensor Ultrasonic Distance hanya akan mengirimkan suara ultrasonik ketika ada pulsa trigger dari microcontroler (Pulsa high selama 5 µS). Suara ultrasonik dengan frekuensi sebesar 40 KHz akan
(31)
dipancarkan selama 200 µS. Suara ini akan merambat di udara dengan kecepatan 344.424 m/detik (atau 1cm setiap 29.034 µS), mengenai objek untuk kemudian terpantul kembali ke sensor. Selama menunggu pantulan, sensor akan menghasilkan sebuah pulsa. Pulsa ini akan berhenti (low) ketika suara pantulan terdeteksi oleh sensor. Oleh karena itulah lebar pulsa tersebut dapat merepresentasikan jarak antara Ping dengan objek.
Agar sensor ini dapat digunakan untuk mengukur jarak dibutuhkan sebuah mikrokontroler untuk mengukur waktu tempuh sinyal ultrasonik dari sensor, memantul pada benda yang akan diukur, dan diterima kembali oleh sensor. Ilustrasi cara kerja sensor ditunjukkan pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Ilustrasi cara kerja sensor Ultrasonic Distance
(Parallax.com).
Besarnya jarak yang diukur dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
S = v.t / 2 s = dengan :
s = jarak yang diukur ( meter ). v = kecepatan suara ( 344 m/detik).
(32)
t = waktu tempuh (detik). 2.3Obstacle Avoidance
Pada bagian Obstacle Avoidance menjelaskan tentang metode penghindar rintangan yang relevan yaitu deteksi ujung tepi object, tahap stabil dari obstacle avoidance, metode yang support terhadap relevansi obstacle avoidance.
2.3.1 Analisa Ujung Tepi Object
Salah satu kendala Metode obstacle avoidance yang sangat populer didasarkan pada analaisa ujung tepi deteksi obstacle. Dalam metode ini, algoritma mencoba untuk menentukan posisi dari sisi kendala vertikal dan kemudian mengarahkan robot pada salah satu sisi ujung tepi obstacle. Garis yang menghubungkan dua sisi dalam dan luar dianggap mewakili salah satu dari batas-batas penghalang. Metode ini digunakan dalam penelitian, serta beberapa tulisan lainnya semua menggunakan sensor jarak meliputi sensor shap juga sensor ultrasonik untuk mendeteksi obstacle. Kelemahan dengan implementasi saat ini dari metode ini adalah bahwa robot berhenti di depan hambatan untuk mengumpulkan informasi sensor. Namun, ini bukan Keterbatasan yang melekat ujung tepi dari obstacle
dengan metode pendeteksian, dimungkinkan untuk mengatasi masalah ini dengan komputer yang lebih cepat dalam implementasi mendatang. Dalam pendekatan lain tepi-deteksi (menggunakan sensor seperti shap dan ultrasonik), robot tetap diam saat mengambil scan panorama lingkungannya.
Setelah aplikasi tertentu line-fitting algorithms, perencana ujung tepi
(33)
berjalan. Posisi terendah untuk membatasi benda dengan sensor pada posisi spasial tepi obstacle 10-50 cm, tergantung pada jarak kendala dan sudut antara permukaan benda.
2.3.2 Kesetabilan dari kendala Obstacle
Metode untuk representasi probabilistik hambatan dalam dunia model kotak-jenis telah dikembangkan di Carnegie-Mellon University (CMU). Model nyata, yang disebut jaringan kepastian, sangat cocok untuk akomodasi data sensor akurat seperti rentang pengukuran dari sensor ultrasonik.
Dalam area kerja robot diwakili oleh array dua dimensi persegi elemen, dilambangkan sebagai sel. Setiap sel berisi nilai kepastian yang menunjukkan ukuran juga dimensi bahwa kendala ada dalam wilayah sel. Dengan metode CMU, memperhitungkan kesetabilan nilai yang dipengaruhi oleh fungsi probabilitas yang memperhitungkan karakteristik yang diberikan sensor. Karakteristik sensor ultrasonik ini misalnya, memiliki bidang kerucut pandang. Sebuah sensor ultrasonic mengembalikan ukuran radial dari jarak ke obstacle terdekat dalam kerucut, namun tidak menentukan lokasi sudut obstacle. (Gambar menunjukkan area A di mana sebuah obstacle harus berada dalam range untuk menghasilkan pengukuran jarak d). Jika obstacle terdeteksi oleh sensor ultrasonik, maka obstacle lebih dekat ke sumbu titik tengah sensor dari pada pinggiran bidang kerucut. Untuk alasan ini, CMU fungsi probabilistik meningkatkan kestabilan pada sel yang lebih dekat dengan sumbu titik tengah.
(34)
Gambar 2.12 sensor mengenali benda (Borenstein, 1990).
Dua-dimensi proyeksi kerucut bidang pandang sebuah sensor ultrasonik. Berbagai membaca d menunjukkan adanya obstacle di suatu tempat dalam daerah yang diarsir A (metode Carnegie Mellon).
2.4Serial Peripheral Interface
Mikrokontroler dapat disebut sebagai single pada chip komputer yang meliputi jumlah peripheral seperti RAM, EEPROM, Timer, yang dibutuhkan untuk melakukan beberapa tugas yang telah ditetapkan.
Ada beberapa macam mikrokontroler yang digunakan dalam aplikasi yang berbeda sesuai kemampuan dan fungsi untuk melakukan tugas yang diinginkan, yang paling sering kali dipergunakan adalah 8.051, AVR dan PIC
microcontoler. Microcontoler AVR tersedia dalam tiga katergori:
1. TinyAVR – memori kecil, ukuran kecil, hanya cocok untuk aplikasi sederhana.
2. Mega AVR adalah Avr yang biasanya digunakan karena memiliki memori (upto 256 KB), kapasitas yang lebih tinggi dari peripheral inbuilt dan cocok untuk moderat untuk aplikasi yang kompleks .
(35)
3. XmegaAVR- Digunakan secara komersial untuk aplikasi yang kompleks, yang membutuhkan memori program yang besar dan kecepatan tinggi. Tabel berikut membandingkan AVR seri yang disebutkan di atas dari mikrokontroler.
Gambar2.13 Klasifikasi Atmega (Atmel 2011).
Minimum sistem merupakan suatu perangkat sistem yang dapat
digunakan untuk belajar microcontoler. Ada berbagai jenis minimum sistem yaitu Minsis ATMega 8, Minsis Atmega 16 dan ATMega 32. Minimum sistem yang saya buat ini tidak diperlengkapi dengan catu daya, namun hanya sistem minimum biasa. IC ATMega yang kompatibel dengan sistem minimum ini hanya IC tipe ATMega 8 saja. Dalam ATMega 8 terdapat Port B, Port C, dan Port D. Ada juga pin MISO, MOSI, SCK beserta RESET,VCC, dan GND yang dapat langsung dihubungkan ke downloader atau USB ASP.
(36)
Gambar2.14 Konfigurasi Pin SPI Atmega 32 (Atmel 2011).
Serial Peripheral Interface (SPI) adalah komunikasi microcontroller
dengan device lain diluar microcontroller atau komunikasi antara microcontroller dengan microcontroller lain. Komunikasi ini merupakan salah satu metode komunikasi serial secara Syncrhonous yang memiliki kecepatan tinggi. Komunikasi ini membutuhkan 3 jalur yaitu MOSI, MISO, SCK.
Gambar 2.15 Konfigurasi Pin Serial Peripheral Interface (SPI) (Atmel 2011).
2.5 Motor DC
Motor Brushless adalah motor yang mempunyai kekuatan yang konsisten dan kinerja dari run untuk menjalankan sekaligus mudah dalam pemeliharaan, serta terdapat sistem pengontrol kecepatan listrik. Dalam motor brushless terdapat tiga komponen diantaranya adalah.
(37)
1. Kutub medan secara sederhana digambarkan interaksi dua kutub magnet akan menyebabkan putaran pada motor dc. Motor memiliki kutub medan yang stasioner dan dinamo yang menggerakan bearing pada ruang diantara kutub medan. Motor DC sederhana memiliki dua kutub medan: kutub utara dan kutub selatan.Garis magnetik energi membesar melintasi bukan diantara kutub-kutub dari utara ke selatan. Untuk motor yang lebih besar atau lebih komplek terdapat satu atau lebih elektromagnet. Elektromagnet menerima listrik dari sumber daya dari luar sebagai penyedia struktur medan.
2. Dinamo, bila arus masuk menuju dinamo, maka arus ini akan menjadi elektromagnet. Dinamo yang berbentuk silinder, dihubungkan penggerak untuk menggerakan beban. Untuk kasus motor DC yang kecil, dinamo berputar dalam medan magnet yang dibentuk oleh kutub-kutub, sampai kutub utara dan selatan magnet berganti lokasi. Jika hal ini terjadi, arusnya berbalik untuk merubah kutub-kutub utara dan selatan dinamo.
3. Commutator Komponen ini terutama ditemukan dalam motor DC.
Kegunaannya adalah untuk membalikan arah arus listrik dalam dinamo.
Commutator juga membantu dalam transmisi arus antara dinamo dan
sumber daya.
Keuntungan utama motor DC adalah sebagai pengendali kecepatan, yang tidak mempengaruhi kualitas pasokan daya. Motor ini dapat dikendalikan dengan mengatur tegangan dinamo meningkatkan tegangan dinamo akan meningkatkan kecepatan Arus medan menurunkan arus medan akan meningkatkan kecepatan. Motor DC tersedia dalam banyak ukuran, namun penggunaannya pada umumnya
(38)
dibatasi untuk beberapa penggunaan berkecepatan rendah, penggunaan daya rendah hingga sedang seperti peralatan mesin dan rolling mills, sebab sering terjadi masalah dengan perubahan arah arus listrik mekanis pada ukuran yang lebih besar. Motor tersebut dibatasi hanya untuk penggunaan di area yang bersih dan tidak berbahaya sebab resiko percikan api pada sikatnya. Motor DC juga relatif mahal dibanding motor AC. Antara kecepatan, flux medan dan tegangan dinamo ditunjukkan dalam persamaan berikut.
Gaya elektromagnetik E = KΦN Torque: T = KΦIa dimana
E =gaya elektromagnetik yang dikembangkan pada terminal dinamo (volt) Φ =
flux medan yang berbanding lurus dengan arus medan N = kecepatan dalam RPM (putaran per menit) T = torque electromagnetik Ia = arus dinamo K = konstanta
persamaan.
Gambar 2.16 motor Brushless (www.hpiracing.com/ Brushless).
2.6 Electronic Speed Control (ESC)
Motor brushless memiliki sebuah Electronic Speed Control (ESC) yang berfungsi sebagai pengatur kecepatan motor, selain itu juga berfungsi
(39)
untuk menaikan jumlah arus yang diperlukan oleh motor. Kecepatan untuk motor yang keluar dari ESC diatur melalui pulsa dari mikrokontroler.
Gambar 2.17 Electronic Speed Control (ESC) (Hobyking.com/esc).
2.7 Motor Servo
Motor servo adalah sebuah motor dengan sistem closed feedback di mana posisi dari motor akan diinformasikan kembali ke rangkaian kontrol yang ada di dalam motor servo. Motor ini terdiri dari sebuah motor, serangkaian gear, potensiometer dan rangkaian kontrol. Potensiometer berfungsi untuk menentukan batas sudut dari putaran servo. Sedangkan sudut dari sumbu motor servo diatur berdasarkan lebar pulsa yang dikirim melalui kaki sinyal dari kabel motor. Tampak pada gambar dengan pulsa 1.5 ms pada periode selebar 2 ms maka sudut dari sumbu motor akan berada pada posisi tengah. Semakin lebar pulsa OFF maka akan semakin besar gerakan sumbu ke arah jarum jam dan semakin kecil pulsa OFF maka akan semakin besar gerakan sumbu ke arah yang berlawanan dengan jarum jam.
Motor servo biasanya hanya bergerak mencapai sudut tertentu saja dan tidak kontinyu seperti motor DC maupun motor stepper. Walau demikian, untuk beberapa keperluan tertentu, motor servo dapat dimodifikasi agar bergerak kontinyu. Pada robot, motor ini sering digunakan untuk bagian kaki, lengan atau
(40)
bagianbagian lain yang mempunyai gerakan terbatas dan membutuhkan torsi cukup besar.
Motor servo adalah motor yang mampu bekerja dua arah (CW dan CCW) dimana arah dan sudut pergerakan rotornya dapat dikendalikan hanya dengan memberikan pengaturan duty cycle sinyal PWM pada bagian pin kontrolnya.
Motor Servo merupakan sebuah motor DC yang memiliki rangkaian control elektronik dan internal gear untuk mengendalikan pergerakan dan sudut angularnya. Motor servo adalah motor yang berputar lambat, dimana biasanya ditunjukkan oleh rate putarannya yang lambat, namun demikian memiliki torsi yang kuat karena internal gearnya.
Lebih dalam dapat digambarkan bahwa sebuah motor servo memiliki : a. jalur kabel : power, ground, dan control.
b. Sinyal control mengendalikan posisi.
c. Operasional dari servo motor dikendalikan oleh sebuah pulsa selebar ± 20 ms, dimana lebar pulsa antara 0.5 ms dan 2 ms menyatakan akhir dari range sudut maksimum. Konstruksi didalamnya meliputi internal gear, potensiometer, dan feedback control (Ratih Kusuma Dewi, 2011).
2.7.1 Jenis-jenis Motor Servo Motor Servo Standar 180°
Motor servo jenis ini hanya mampu bergerak dua arah (CW dan CCW) dengan defleksi masing-masing sudut mencapai 90° sehingga total defleksi sudut dari kanan – tengah – kiri adalah 180°.
(41)
Motor Servo Continuous
Motor servo jenis ini mampu bergerak dua arah (CW dan CCW) tanpa batasan defleksi sudut putar (dapat berputar secara kontinyu).
2.8 Sistem Kendali Mobile Robot
2.8.1 Proportional Integral Derivative (PID) controller
Proportional Integral Derivative (PID) controller merupakan
pengendali untuk menentukan presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem tesebut. Pengendali PID merupakan gabungan dari tiga sistem kendali yang bertujuan untuk mendapatkan keluaran dengan rise time yang tinggi dan kecil. Seperti yang kita ketahui bahwa sistem kendali proporsional memiliki keunggulan yaitu
rise time yang cepat tetapi sangat rentan dengan overshot/undershot, sistem
kendali integral memiliki keunggulan untuk meredam galat, sedangkan sistem kendali diverensial memiliki keunggulan untuk memperkecil delta
error atau meredam overshot/undershot. PID berdasarkan implementasinya
dibedakan menjadi analog dan digital, PID analog diimplementasikan dengan komponen elektronika resistor, capacitor, dan operational
amplifier, sedangkan PID digital diimplementasikan secara program
(Embedded Robotic, 2006).
a. Pengendali Proporsional (P) Pengaruh pada sistem :
1. Menambah atau mengurangi kestabilan dengan menambah atau mengurangi nilai konstanta KP (Kontrol Proporsional).
(42)
2. Dapat memperbaiki respon transien khususnya : rise time, settling time .
3. Mengurangi error steady state (ESS) .Untuk mengurangi ESS, dibutuhkan KP besar, yang akan membuat sistem lebih tidak stabil.
Kendali proporsional memberi pengaruh langsung (sebanding) pada
error. Semakin besar error, semakin besar sinyal kendali yang
dihasilkan pengendali.
b. Pengendali Integral (I) Pengaruh pada sistem :
1. Mengurangi error steady state (ESS).
2. Respon lebih lambat (dibandingkan dengan P).
3. Dapat menambah ketidakstabilan (karena menambah orde pada sistem).
Perubahan sinyal kontrol sebanding dengan perubahan error. Semakin besar error, semakin cepat sinyal kontrol bertambah atau berubah.
c. Pengendali Derivatif (D) Pengaruh pada sistem :
1. Memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi sehingga bisa memperbesar pemberian nilai Kp.
2. Memperbaiki respon transien, karena memberikan aksi saat ada perubahan error.
3. hanya berubah saat ada perubahan error, sehingga saat ada error
(43)
Besarnya sinyal kontrol sebanding dengan perubahan error (e). Semakin cepat error berubah, semakin besar aksi kontrol yang ditimbulkan (Wicaksono, 2004).
Sistem pengendali PID pada robot obstacle Avoidance robot menggunakan parameter jarak sebagai inputan dari sensor ultrasonik
distance. Input jarak akan diproses untuk memberi respon kecepatan ke
motor. Pada jarak yang jauh terhadap halangan Sensor ultrasonik distance
akan mengirimkan data dalam microcontroler yang akan diolah ke PID untuk merespon motor melaju kenjang. Pada titik halangan dekat respon motor akan langsung diturunkan sedikit hingga mendekati set poin yang telah ditentukan pada obstacle.
Dalam waktu kontinyu, sinyal keluaran pengendali PID dapat dirumuskan sebagai berikut.
... 2.18
Komponen kontrol PID ini terdiri dari tiga jenis yaitu Proporsional, Integratif dan Derivatif. Ketiganya dapat dipakai bersamaan maupun sendiri-sendiri tergantung dari respon yang kita inginkan terhadap suatu plant.
1. Kontrol Proporsional
Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta. Jika u = G(s) • e maka u = Kp • e dengan Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku sebagai Gain (penguat) saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P memiliki berbagai
(44)
keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik ini. Walaupun demikian dalam aplikasi-aplikasi dasar yang sederhana kontrol P ini cukup mampu untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time dan settling time.
2. Kontrol Integratif
Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagai u(t)
= [integrale(t)dT] Ki dengan Ki adalah konstanta Integral, dan dari
persamaan diatas, G(s) dapat dinyatakan sebagai u = Kd.[deltae / deltat] Jika e(T) mendekati konstan (bukan nol) maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga diharapkan dapat memperbaiki error. Jika e(T) mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin kecil. Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan output berosilasi karena menambah orde system.
3. Kontrol Derivatif
Sinyal kontrol u yang dihasilkan oleh kontrol D dapat dinyatakan sebagai G(s) = s.Kd Dari persamaan di atas, nampak bahwa sifat dari kontrol D ini dalam konteks "kecepatan" atau rate dari error. Dengan sifat ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan memprediksi error yang akan terjadi. Kontrol Derivative hanya berubah saat ada perubahan error sehingga saat error statis kontrol ini tidak akan bereaksi, hal ini pula yang menyebabkan kontroler
(45)
Derivative tidak dapat dipakai sendiri. Gambar blok diagram kontroler PID.
Diagram Blok pengendali PID dapat dilihat pada diagram berikut
Gambar 2.18 Diagram Blok pengendali PID (Fahmi 2011). 2.8.2 PID
Aspek yang sangat penting dalam desain kendali PID ialah penentuan parameter kendali PID supaya sistem kalang tertutup memenuhi kriteria performansi yang diinginkan (Wicaksono, 2004). Adapun metode
tuning kendali PID yang sudah banyak dan sering digunakan adalah
Ziegler-Nichols dan Cohen-Coon. a. Metode Ziegler-Nichols
Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini memiliki dua cara yaitu metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Metode kurva reaksi didasarkan terhadap reaksi sistem kalang terbuka. Plant sebagai kalang terbuka dikenai sinyal step function. Kalau plant minimal tidak mengandung unsur
(46)
integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S. Gambar 1 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada ketidakmampuannya untuk menangani plant integrator
maupun plant yang memiliki pole kompleks. Kurva berbentuk S mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan waktu tunda T. Dari Gambar, terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik setelah selang waktu L.
Gambar 2.19 Kurva respon berbentuk S (Wicaksono, 2004). Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L. Tabel 2.1 merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.
(47)
Tabel 2.1 Penalaan parameter PID dengan metode kurva reaksi
Tipe Kendali P I D
I /L
D ,9 T/L /0,3
ID ,2
T/L
L ,5L
(Sumber : Wicaksono,2004)
b. Metode Cohen-Coon
Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi dengan amplitudo tetap, Cohen-Coon berupaya memperbaiki metode osilasi dengan menggunakan metode quarter amplitude decay. Respon loop tertutup sistem, pada metode ini, dibuat sehingga respon berbentuk
quarter amplitude decay. Quarter amplitude decay didefinisikan sebagai
respon transien yang amplitudonya dalam periode pertama memiliki perbandingan sebesar seperempat (1/4), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.20.
Gambar 2.20 Kurva respon quarter amplitude decay(Wicaksono, 2004).
Pada kendali proporsional Kp ditala hingga diperoleh tanggapan
(48)
parameter Ti dan Td dihitung dari hubungan KP dengan TP. Sedangkan penalaan parameter kendali PID adalah sama dengan yang digunakan pada metode Ziegler-Nichols. Selain cara tersebut, metode Cohen-Coon ini bisa dihitung dengan aturan praktis yang parameter-parameter plantnya diambil dari kurva reaksi yang terdapat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Penalaan parameter PID dengan metode Cohen-Coon Tipe
Kendali
Kp Ti Td
P + T L L T K 3 1 1
1 - -
PI + T L L T K 12 1 9 , 0 1 + + T L T L L 20 9 3 30 - PD + T L L T K 6 1 4 5 1 - + − T L T L L 3 22 2 6 PID + T L L T K 4 1 3 4 1 + + T L T L L 8 13 6 32 + T L L 2 11 4
(49)
METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan dan penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan sebagai penunjang yang berupa data-data literatur dari masing-masing komponen, informasi dari internet dan konsep-konsep teoretisdari buku-buku penunjang.
Penelitian laboratorium berupa perancangan perangkat keras, perancangan perangkat lunak, uji coba dan pengambilan data laboratorium. Perancangan perangkat keras dan perangkat lunak akan dibahas detil pada sub bab 3.3 dan 3.4. Sedangkan uji coba akan dilakukan terhadap minimum sistem ATTmega 32, rangkaian power, dan. Untuk uji coba sensor Ultrasonic Distance
akan diperoleh data berupa tegangan digital yang tidak linier terhadap jarak yang diukur. Data ini akan dikalibrasi yang kemudian akan digunakan dalam PID
controller.
3.2 Rancangan Penelitian
Pembahasan proses rancang bangun obstacle avoidance robot dijelaskan pada diagram blok seperti Gambar 3.1.
(50)
sensor Ultrasonic
Kanan
sensor Ultrasonic
Tengah
sensor Ultrasonic
Kiri
Kecepatan Kemudi
SLAVE Microcontoler ATMEGA 32
PID Driver ESC Motor DC
Motor Servo
Microcontroler
SPI
Gambar 3.1 Diagram blok obstacle avoidance robot.
Sensor Ultrasonic Distance memberi inputan pada Mikrokontroler
Atmega, untuk mendeteksi adanya halangan benda di depannya pada jarak yang telah ditentukan. Set point digunakan untuk menentukan besarnya nilai tegangan yang berkorelasi dengan jarak benda terhadap robot. Apabila benda berada pada jarak yang terlalu dekat dengan set point yang telah ditentukan maka robot akan mengerem otomatis dan motor bergerak mundur. Begitu pula sensor Ultrasonic
Distance kanan dan kiri digunakan untuk mendeteksi adanya halangan disebelah
kanan dan kiri robot dan kemudian hasil pembacaanya akan diolah oleh mikrokontoler master Atmega 32.
Data pulse dari sensor Ultrasonic Distance dari Atmega master akan di transfer ke Atmega slave dengan menggunakan media Serial peripheral Interface
(SPI), data tersebut kemudian diolah menjadi sinyal frequensi untuk memberikan perintah pada moto driver Electronic Speed Control (ESC) untuk mengatur kecepatan motor. Atmega slave dipergunakan untuk menggerakkan servo, pemutar kemudi.
(51)
3.3 Perancangan Perangkat Keras
3.3.1 Rangkaian Minimum Sistem Atmega 32
Gambar 3.2 minimum sistemMicrocontroler Atmega 32.
Minimum sistem microcontroler terdiri dari komponen-komponen dasar
yang dibutuhkan oleh suatu microcontroler untuk dapat berfungsi dengan baik. Pada umumnya, suatu mikrokontoler membutuhkan dua elemen (selain power
supply) untuk berfungsi: Kristal Oscillator (XTAL), dan Rangkaian reset.
Analogi fungsi Kristal Oscillator memompa data. Fungsi rangkaian reset adalah untuk membuat mikrokontroler memulai kembali pembacaan program, hal tersebut dibutuhkan pada saat mikrokontroler mengalami gangguan dalam meng-eksekusi program. Pada sistem minimum AVR khususnya Atmega 32 terdapat elemen tambahan (optional), yaitu rangkaian pengendalian gnd vcc dan vref
(Tegangan Referensi). Pada konektor ISP untuk mengunduh (download) program
(52)
Gambar 3.3 minimum sistemmicrocontroler Atmega 32 Komunikasi SPI. Beberapa tahapan dalam pengiriman data Serial Peripheral Interface
(SPI) diantaranya pin Slck dari minimum master ke mimimum slave yang
dipergunakan untuk clock. Pada pin Mosi jalur data akan dikirim dari master ke slave, begitu pula sebaliknya data pada slave juga dikirim ke master melalui pin
Miso. Data pada minimum sistem master akan dikirim jika tegangan 0 v
komunikasi membuka, bila mendapatkan tegangan 5 v komunikasi pada pengiriman data menuju ke minimum sistem slave akan gagal.
a. Program Downloader
Untuk melakukan proses download program, yaitu file dengan ekstensi “.hex” digunakan perangkat bantu AVR USB ISP seperti pada gambar 3.4 yang akan dihubungkan dengan port USB (Universal Serial Bus) pada komputer. Sebelum downloader dapat digunakan perlu dilakukan instalasi driver terlebih dahulu. Konfigurasi pinout dan keterangan dari downloader terdapat pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.4.
(53)
Gambar 3.4 AVR USB ISP.
Tabel 3. 1 Tabel Fungsi PIN
NAMA NO.PIN I/O KETERANGAN
VTG 2 - Catu daya dari project board (2.7 – 5.5 V)
GND 4, 6, 8,10 - Titik referensi
LED 3 Output Sinyal control untuk LED atau
multiplexer (opsional)
MOSI 1 Output Command dan data dari AVR USB ISP mkII ke target AVR
MISO 9 Input Data dari target AVR ke AVR USB ISP mkII
SCK 7 Output Serial clock, dikendalikan oleh AVR USB ISP mkII
RESET 5 Output Reset, dikendalikan oleh AVR USB ISP mkII
(54)
Gambar 3. 5 PINOUT Connection .
b. Rangkaian Reset
Pin reset pada microcontroller adalah pin (kaki) 1. Reset dapat dilakukan secara manual atau otomatis saat power dihidupkan (Power reset ON).
Gambar 3.6 Rangkaian Reset.
Reset terjadi dengan adanya logika 1 selama minimal 2 machine cycle
yang diterima pin reset dan akan bernilai low. Pada saat reset bernilai low,
microcontroller akan melakukan reset program yang ada di dalam microcontroller
dan mengakhiri semua aktivitas pada microcontroller.
reset
SW1 C1
10uF/16v R1 10k
R2
100
(55)
3.3.2 Rangkaian Power
Gambar 3.7 Rangkaian Power.
Sumber tegangan input dari baterai 12 volt akan masuk ke transistor, tegangan langsung diturunkan dengan transistor 7806 sehingga tegangan menjadi 5,5 volt dengan arus 1 A. Output dari transistor 7806 akan masuk ke
resistor 100 Ω untuk mengurangi 0,3 A, selanjutanya arus masuk ke input kaki
base Tip 41. Pada kaki collector Tip 41 yang dipasang secara pararel, sehingga outputnya arus menjadi 8 A, karena pada tiap-tiap Tip 41 mempunyai arus 4 A pada outputanya. Kapasitor di rangkaian power untuk menyimpan daya saat baterai dari sumber tegangan mati.
3.4 Perancangan Arsitektur Sistem 3.4.1 Pengendali Sistem Kemudi
Perancangan arsitekturnya dapat dilihat seperti gambar 3.8. Pada gambar 3.8 adalah gambar robot tampak depan. Untuk sensor Ping Ultrasonic
Distance diletakkan di bagian depan. Ultrasonic Distance yang sebelah kiri dan
kanan dipasang menyerong 30° dan letaknya lebih tinggi dibandingkan dengan sensor bagian depan.
(56)
.
Gambar 3.8 Robot Tampak Depan.
3.5 Perancangan Sistem Kerja Motor
Perancangan sistem kerja motor Brushless terdapat beberapa tahadapan kondisi motor. Kondisi motor tersebut terbagi 3 bagian, bagian 1 yaitu proses motor diam, dibagian ke 2 motor maju, dan bagian ke 3 motor mundur.
3.5.1 Proses Motor Diam
Untuk dapat mencari motor diam dapat dilakukan dengan cara mencari data yang dikirimkan dari Electronic Speed Control (ESC) menuju motor Brushless dan data tersebut berupa frekuensi. Dalam menentukan frekuensi berapa dia berjalan maka di ukur menggunakan Osiloskop. Pada proses motor diam berada pada frekuensi Th 1500 µs dan Tl 17000 µs. Data hasil uji coba pengukuran lebar frekuensi ditunjukkan dalam tabel 3.2.
3.5.2 Proses Motor Maju
Pada proses motor maju, data frekuensi yang terdapat pada
Electronic Speed Control (ESC) akan dikirim ke motor Brushless. Data dari
Electronic Speed Control (ESC) menuju motor akan dilakukan proses tab
(57)
sehingga data sinyal dari reciver akan masuk pada Osiloskop. Data hasil uji coba pengukuran lebar frekuensi ditunjukkan dalam tabel 3.2.
3.5.3 Proses Motor Mundur
Sama halnya pengujian proses motor maju, pada motor mundur pengujian Electronic Speed Control (ESC) menuju motor akan dilakukan proses tab data pada remote control mobile Rc, tuas remote ditekan ke depan sehingga data sinyal dari reciver akan masuk pada Osiloskop. Setelah dilakukan proses tab data dapat dilihat lebar pulsa motor dapat dilhat pada gambar 3.9.
Gambar 3.9 Pengujian Hasil lebar frekuensi pada osiloskop.
Pada pengujian sistem kerja motor diperoleh hasil nilai data yang ada pada
osiloskop berupa frekuensi motor diam, motor maju, dan motor mundur.
(58)
Tabel 3.2 Perhitungan frekuensi data pada Osiloskop
Th (µs) ( Periode)
TL (µs) (periode)
Nilai frekuensi (ms)
Keterangan
1500 17000 0,00072549 Diam
1550 16950 0,000704158 Maju
1551 16949 0,000703746 Maju
1552 16948 0,000703334 Maju
1553 16947 0,000702922 Maju
1554 16946 0,000702512 Maju
1555 16945 0,000702101 Maju
1556 16944 0,000701691 Maju
1557 16943 0,000701282 Maju
1558 16942 0,000700873 Maju
1559 16941 0,000700465 Maju
1560 16940 0,000700058 Maju
1250 17250 0,000857971 Mundur
1240 17260 0,000864389 Mundur
1230 17270 0,000870912 Mundur
1220 17280 0,000877543 Mundur
1210 17290 0,000884283 Mundur
(59)
3.6 Perancangan Perangkat Lunak
Selain hardware yang diperlukan pada perancangan dan pembuatan pada penelitian ini juga diperlukan software / program pada
microcontoler, serta komunikasi microcontoler master dan Slave agar dapat
bekerja sesuai dengan fungsinya.
3.6.1 Perancangan Program Pada Mikrokontoler Master Slave
Perancangan Program di aplikasi cvavr, buka program baru gunakan CodeWizardavrpada option pilih Spi enabled serta pilih Spi master.
Gambar 3. 10 Setting Konfigurasi Master Cvavr master.
Pada gambar 3.11 buka program baru gunakan CodeWizardavrpada option pilih Spi enabled serta pilih Spi slave. Namun pada Spi slave di tambah clock rate untuk
(60)
Gambar 3.11 Setting Konfigurasi Master Cvavr Slave.
3.6.2 Perancangan Program Pada mikrokontroler
Penjelasan dari diagram flow pada gambar 3.12 adalah sebagai berikut: Sensor Ultrasound Distance kanan, kiri dan tengah secara terus menerus mendeteksi jarak. Sensor tengah mendapat prioritas utama dalam mendeteksi halangan di depan robot, apabila sensor tengah mendapatkan halangan pada jarak yang terlalu dekat (< 50) maka pada microcontoler master akan mengirimkan data Serial Peripheral Interface (SPI) ke microcontoler slave untuk merespon dengan memberikan perintah mundur.Apabila kondisi pada sensor kanan < 50 maka data akan diolah microcontoler slave agar dapat merespon kemudi bergerak ke kiri, dan sebaliknya jika halangan < 50 terdapat di sisi sebelah kiri robot maka data akan langsung dikirim olah microcontoler slave ke microcontoler master
(61)
Inisialisai Start Ping-Tengah < 50 Ping-Kanan < 50 Ping-Kiri < 50 Ping-Tengah Ping-Kanan Ping_Kiri SPDR=21 SPDR=18 SPDR=20 SPDR=19 Ping-Kanan < 50 Ping-Kiri < 50 Ping-Kanan < 50 && Ping -Kiri < 50 SPDR=12 SPDR=20 SPDR=1 SPDR=19 SPDR=1 SPDR=19 Y T T T T Y Y Y Y Y T T Stop
Gambar 3.12 Flowchart program kemudi
Pada gambar 3.12 proses Flowchart sistem kemudi robot
Obstacle Avoidance dirancang berdasarkan jarak robot terhadap halangan. Robot
akan bergerak bebas ke arah kanan maupun kiri untuk dapat menghidari halangan. Saat robot mulai dijalankan sensor tengah akan langsung mendeteksi halangan tersebut berada, sensor tengah akan merespon sistem kemudi. Pada sistem ini robot akan terus berjalan serta mendeteksi halang di depan samping kanan dan samping kiri tanpa adanya jalur lintasan robot dari titik satu ke titik yang lainya.
(62)
Start Read SPDR Inisialisasi Data==0 Data==2 Data==1 Data==6 Data==5 Data==4 Data==3 Data==7 Data==8 Maju Base Diam Maju Pelan Maju Pelan Maju Pelan Maju Pelan Maju Sedang Maju Sedang Maju Sedang Maju Sedang
Data==9 Maju Cepat
Data==9 Maju Cepat
Data==9 Maju Cepat
Y T Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y T T T T T T T T T
Data==11 Maju Cepat
T
T
T Y Y
Data==10 Maju Cepat
A
(63)
Data==14 Mundur
Data==15 Mundur
Data==16 Mundur
Data==17 Mundur
Y
Y
Y
Y T
T T
Data==18 Servo lurus
Data==19 Servo kanan
Data==20 Servo kiri
T
T
T
T Y
Y
Y
Data==21 Triger Mundur
Y
Data==12 Mundur
T Y
Data==13 Y
Mundur
A
B
B T
(64)
Dari proses diagram flow pada gambar 3.13 sebagai berikut: data
microcontoler minimum sistem master akan dikirim melalui kabel serial
peripheral interface (SPI)ke microcontoler minimum sistem master. Pada proses
diagram flow pada gambar 3.13 microcontrolerminimum sistem master data pada
read SPI Data Register (SPDR) akan dipergunakan untuk membaca/ mengenali
proses pengiraman data maupun penerima. Dalam penginputan data pada
microcontoler dibagi beberapa kondisi motor diam, motor pelan, sedang, maju
cepat, mundur dan juga pengaturan servo. Pada microcontoler data 0 adalah motor base diam, data 1 motor maju pelan, data 5 motor melaju sedang, data 9 motor akan melaju cepat, sedangkan data 12 dipergunakan untuk mundur jika halangan tersebut terlalu dekat dengan robot base. Sedangkan pada proses kemudi data 18, 19 servo ke kanan dan ke kiri. Setelah proses tersebut terpenuhi sampai data pada
SPI Data Register (SPDR) maka langsung akan diolah ke microcontoler minimum
sistem master. Pada sistem Flowchart robot akan berhenti berjalan bila tombol off
(65)
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM
Pada bab ini akan dibahas hasil analisa pengujian yang telah dilakukan, pengujian dilakukan dalam beberapa bagian yang disusun dalam urutan dari yang sederhana menuju sistem yang lengkap.
Dari penggabungan perangkat keras dan perangkat lunak diharapkan didapat suatu sistem yang dapat mengendalikan mobile robot dengan PID kontroler yang bekerja dengan baik dan optimal.
4.1. Pengujian Driver motor Electronic Speed Control (ESC) 4.1.1 Tujian Pengujian
Menguji moto driver Electronic Speed Control (ESC) apakah bekerja dengan baik.
4.1.2 Alat yang dibutuhkan
1. Driver motor Electronic Speed Control (ESC).
2. Minimum sistem microcontroler master.
3. Osiloskop. 4. Power Supply. 4.1.3 Prosedur Pengujian
1. Nyalakan driver Electronic Speed Control (ESC).
2. Sambungkan pin data Electronic Speed Control (ESC) pada Minimum
system.
3. Beri input data pada Microcontroller, selanjutnya jalankan pada osiloskop untuk mengetahui berjalan pada frekuensi berapa.
(66)
4.1.4 Hasil pengujian
Pada hasil pengujian moto driver Electronic Speed Control (ESC)
Gambar 4.1 hasil pengujian range data pada osiloskop.
Dari pengujian diatas didapatkan hasil pengujian data frekuensi
yang digunakan untuk menjalankan laju motor serta mundur. Hasil data dari osiloskop berupa Time High (Th), Time Low (TL). Untuk memperoleh nilai dari frekuensi didapatakan persamaan 1
�ℎ+
1
TL= nilai frekeensi menggunakan satuan ms. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perhitungan frekuensi data motor maju dan mundur
Th (µs) ( Periode)
TL (µs) (periode)
Nilai frekuensi (ms)
Keterangan
1500 17000 0,00072549 Diam
1550 16950 0,000704158 Maju
1551 16949 0,000703746 Maju
1552 16948 0,000703334 Maju
(67)
1554 16946 0,000702512 Maju
1555 16945 0,000702101 Maju
1556 16944 0,000701691 Maju
1557 16943 0,000701282 Maju
1558 16942 0,000700873 Maju
1559 16941 0,000700465 Maju
1560 16940 0,000700058 Maju
1250 17250 0,000857971 Mundur
1240 17260 0,000864389 Mundur
1230 17270 0,000870912 Mundur
1220 17280 0,000877543 Mundur
1210 17290 0,000884283 Mundur
1200 17300 0,000891137 Mundur
Dari tabel 4.1 didapatkan hasil dari nilai frekuensi yang digunakan sebagai masukan data program pada mikrokontroler, sebagai proses kerja motor Brushless saat motor diam, maju serta mundur.
4.2. Pengujian Microcontroller 4.2.1 Tujuan Pengujian
Pengujian Minimum system bertujuan menetahuai apakah
Microcontroller dapat melakukan proses signature, downloader dan
(68)
4.2.2 Alat yang dibutuhkan
1. Rangkaian Minimum sistem microcontroler master dan Minimum sistem microcontroler slave.
2. Komputer.
3. Kabel Serial minimum system.
4. Kabel downloader.
5. Power supply.
4.2.3 Prosedur Pengujian
1. Aktifkan Power supply dan hubungkan ke Minimum system.
2. Sambungkan Minimum sistem microcontroler master dan slave dengan menggunakan kabel SPI.
3. Pada salah satu Minimum system untuk download program menggunakan kabel downloader pada port pararell .
4. Selanjutnya aktifkan komputer dan jalankan program CodeVision AVR.
5. Untuk download program yang telah dibuat ke dalam Minimum system
maka yang harus dilakukan adalah menjalankan menu Chip signature
programmer pada CodeVision AVR.
6. Setelah prose signature selesai maka selanjutnya proses compile project dengan menekan F9 pada keyboard menggunakan proses download
program ke Microcontroller masuk ke menu kemudian make project
(69)
4.2.4 Hasil pengujian
Dari percobaan di atas apabila menu Chip signature programmer,
download program dapat berhasil dikerjakan maka Minimum system dapat
dikatakan bekerja dengan baik. Tampilan dari program Chip signature
pada pada CodeVision AVR yang akan digunakan untuk menuliskan program dan melakukan percobaan terhadapat Minimum system. Pada jalur pin SPI yang akan dibuat sebagai pengiriman data dalam kedaan terhubung pada Minimum system master dan slave.
(70)
Gambar 4.3 TampilanKonfigurasi Minimum sistem microcontroler master.
4.3. Pengujian Sensor Ultrasonic Distance 4.3.1 Tujuan Pengujian
Tujuan dari pengujian sensor ini adalah mengetahui apakah sensor dapat mengukur jarak dengan baik.
4.3.2 Alat yang dibutuhkan 1. Sensor Ultrasonic Distance.
2. Power Supply.
3. Minimum sistem microcontroler master.
4. Lcd.
4.3.3 Prosedur Pengujian
1. Hubungkan sensor Ultrasonic Distance dengan power supply dengan tegangan 5 v, kaki data tancapkan ke pin data mimimum sistem master.
(71)
2. Pengukuran hasil sensor Ultrasonic Distance berupa data inputan jarak menggunakan Lcd.
3. Download program jarak ke Minimum sistem microcontroler master. 4.3.4 Hasil Pengujian
Dari hasil pengujian sensor Ultrasonic Distance didapatkan hasil inputan jarak terhadap sensor, dapat dilihat pada tabel 4.2. Data dari hasil pengujian ini akan dipergunakan oleh Microcontroler untuk diolah dengan pengendali PID. Untuk catu daya sensor direkomendasikan menggunakan rangkaian power menggunakan penguatan arus dobel Tip 41 pada input Vcc. Tip berfungsi menguatkan arus, karena untuk mengolah data sensor
Ultrasonic Distance membutuhkan kesetabilan arus.
Pengujian terhadap sensor Ultrasonic Distance dilakukan dengan mengukur jarak suatu benda terukur yang diletakkan di hadapan sensor, pembacaan sensor dibatasi pada jarak 10 cm – 100 cm. Hasil data dari sensor Ultrasonic Distance berupa data digital, selanjutnya data akan diolah ke Microcontroler. Untuk dapat memperoleh nilai pada ditampilkan
Lcd , didapatkan perhitungan serta karakteristik sensor Ultrasonic Distance.
1. Perhitungan kecepatan sinyal suara di udara
Vs = 344 m/s = 34400 cm/s = 34400 cm/1000000 µs = 1 cm/34400 =
29,069767441 µs. Karena Sensor Ultrasonic Distance menggunakan pantulan maka untuk mengukur jarak 1 cm sama dengan 2t sehingga 1 cm = 2 x 29,069767441 µs = 58, 139534 µs ~ 58 µs. Berarti setiap tertunda 58 uS bertambah jarak sebesar 1 cm.
(72)
2. Perhitungan nilai sensor menjadi jarak (lihat gambar 2.10 untuk referensi).
Trigger dipergunakan untuk mengirimkan sinyal ke halangan. Dalam
Proses tersebut terdapat waktu berhenti yang dipergunakan untuk proses jeda sensor. Waiting Time (Wt) adalah waktu tunggu dari sinyal
trigger untuk terpantul kembali, dimana waktu tunggu tersebut akan
diasumsikan menjadi jarak. Keterangan S = jarak (cm), dan Wt = Waktu
tunggu (µs). Misalkan dari pembacaan sensor sensor didapat Wt = 270
µs, maka jarak terdeteksi sensor terhadap benda adalah
S = ��
58µs =
270µs
58µs/cm= 4,6 cm. Data hasil uji coba pengukuran sensor
UltrasonicDistance ditujukkan dalam tabel 2.2.
Tabel 4.2 data hasil pengukuran sensor Ultrasonic Distance
No Jarak terukur (cm)
Jarak terdeteksi sensor Ultrasonic
Distance di nilai lcd
Tengah (cm) Kanan (cm) Kiri (cm)
1. 5 5 5 5
2. 10 10 10 10
3. 15 15 15 15
4. 20 20 20 20
5. 27 27 27 27
6. 30 30 30 30
(73)
8. 40 40 40 40
9. 50 50 50 50
10. 60 60 60 60
11. 65 65 65 65
12. 70 70 70 70
13. 80 80 80 80
14. 90 90 90 90
15 100 100 100 100
Dari Pengujian Tabel 4.2 didapatkan hasil inputan sensor Ultrasonic
Distance yang dipergunakan sebagai batas jarak halangan terhadap sensor
yang dirumuskan pada satuan cm. Pada tampilan gambar 4.4 dapat dilihat nilai data pada masing-masing sensor Ultrasonic Distance.
(74)
4.4. Pengujian Kendali PID 4.4.1 Tujuan Pengujian
Pengujian Proportional integral Derivatif (PID) dilakukan untuk mengetahui apakan rumusan yang digunakan dalam pembuatan kendali PID dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
4.4.2 Alat yang dibutuhkan
1. Minimum sistem microcontroler master Atmega 32.
2. Driver motor ESC.
3. Sensor Ultrasonic Distance.
4.4.3 Prosedur pengujian
1. Hubungkan output Gnd dan Vcc Sensor Ultrasonic Distance ke output
rangkaian power.
2. Hubungkan Gnd Driver motor ESC ke salah satu pin Gnd rangkaian
power.
3. Nyalakan Minimum sistem microcontroler master.
4. Download program kendali Proportional integral Derivatif (PID.
4.4.4 Hasil Pengujian
Dari hasil pengujian set tuning Proportional integral Derivatif
(PID) dapat dilihat pada tabel 4.3. Ketika jarak sensor mendekati set point
maka data dari Electronic Speed Control (ESC) yang berupa data frekuensi
akan memberi respon ke motor Brushless untuk dapat mengurangi laju kecepatan motor. Pada proses Pengambilan data Proportional integral
(75)
jarak sensor Ultrasonic Distance sebagai inputan terhadap halangan di depan robot. Hasil dari set tuning kendali PID ini dapat memperbaiki respon kecepatan dengan nilai Kp= 1, Kd= 0, Ki=0. Pada metode PID menggunakan titik set point terhadap halangan pada jarak 50 cm. Saat laju robot mendekati halangan pada jarak 50 cm robot akan menurunkan kecepatan hingga mencapai set point.
Hasil percobaan dan perhitungan diperoleh data tabel sebagai berikut.
Tabel 4.3 Hasil pengujian algoritma proposional derivative
No Ref jarak obstacle (cm)
Target berhenti dari set point (cm)
Nilai Kp Nilai Kd Nilai Ki
1. 50 cm 40 cm 0,1 0,1 0
2. 50 cm 45 cm 0,1 0,1 1
3. 50 cm 37 cm 0,1 0 0
4. 50 cm 20 cm 1 0 0
5. 50 cm 45 cm 0,1 1 1
6. 50 cm 50 cm 1 1 1
7. 50 cm 53 cm 1 2 0,1
8. 50 cm 60 cm 2 1 0
9. 50 cm 50 cm 1 0 2
10. 50 cm 55 cm 2 0 1
11. 50 cm 68 cm 3 0 0
(76)
13. 50 cm 70 cm 3 1 0
14. 50 cm 68 cm 3 0 1
15. 50 cm 56 cm 3 0,1 0
16. 50 cm 53 cm 2 0,1 0
17. 50 cm 49 cm 0,1 0,1 0,1
18 50 cm 68 cm 3 0,1 0
19 50 cm 70 cm 4 0 0
20 50 cm 75 cm 4 0 1
21. 50 cm 69 cm 4 0,1 0
22. 50 cm 53 cm 1 3 0
23. 50 cm 40 cm 1 0 0,1
24. 50 cm 50 cm 0,1 0,1 2
25. 50 cm 80 cm 6 0 0
26. 50 cm 65 cm 3 0,1 0
27. 50 cm 68 cm 4 0,1 0,1
28. 50 cm 45 cm 1 3 0
29. 50 cm 83 cm 6 1 0
30. 50 cm 55 cm 2 0,1 0
Pada pengujian tabel 4.3 start menjalankan robot sensor akan tengah akan langsung mendeteksi adanya halangan, dan laju motor semakin bertambah, jika jarak robot ke halangan semakin detak maka sensor akan
(77)
merespon dan langsung menurunkan laju motor sampai mencapai set point
pada jarak 50 cm. Pada proses menghindar halangan robot laju akan diturunkan dan juga melakukan proses pengereman motor sehingga tidak sampai menabrak bidang halangan.
4.5. Pengujian pergerakan Kemudi 4.5.1 Tujuan Pengujian
Pengujian pergerakan kemudi dilakukan untuk mengetahui apakah pergerakan kemudi sesuai dengan sensor tengah, kanan dan juga kiri. Jika sensor tengah mendeteksi adanya halangan maka kemudi akan membelok ke kanan. Apabila sensor kanan mendeteksi adanya halangan maka kemudi membelok ke kiri, serta sensor kiri apabila mendeteksi halangan maka kemudi membelok ke kanan. Adanya halangan pada sensor kanan dan sensor tengah maka kemudi membelok ke kiri, sebaliknya bila sesnor tengah dan sensor kiri terdapat halangan maka kemudi akan membelok ke kanan. Jika ketiga sensor tidak mendeteksi halangan maka kemudi akan tetap lurus. 4.5.2 Alat yang dibutuhkan
1. Sensor Ultrasonic Distance.
2. Rangkaian power.
3. Minimum sistem slave.
4. Motor servo.
5. Power supply.
4.5.3 Prosedur Pengujian 1. Nyalakan power supply.
(78)
2. Hubungkan power supply dengan microcontroller dan rangkaian power.
3. Hubungkan output Gnd dan Vcc Sensor Ultrasonic Distance ke output
rangkaian power.
4. Output dari rangkaian power ke port input dari microcontroller.
5. Hubungkan data servo dengan pin microcontroller dan Gnd, Vcc ke input rangkaian power.
6. Download program untuk mengendalikan kemudi ke Minimum sistem slave .
4.5.4 Hasil Pengujian
Dari hasil pengujian kemudi dapat dilihat pada tabel 4.4, bahwa proses sistem kemudi pada sensor tengah, sensor kanan, dan sensor kiri akan mendeteksi halangan secara terus menerus. Bila semua sensor tidak mendeteksi adanya halangan di depan, kanan dan dikiri, pada input lcd akan diberi masukan data 200 cm yang berarti halangan lebih dari 2 meter. Secara perhitungan pada tampilan lcd sudah menggunakan satuan cm pada titik halangan terhadap robot.
Tabel 4.4 pengujian Kemudi Sensor
Tengah (cm)
Sensor Kanan (cm)
Sensor Kiri (cm)
Kondisi Halangan Keterangan kemudi
200 200 200 Tak ada halangan Lurus
50 200 200 Tengah Kanan
50 50 200 Tengah dan Kanan Kiri
50 200 50 Tengah Kiri Kanan
200 200 50 Kiri Kanan
(1)
70
Gambar 4.6 Kondisi robot mendekati titik obstacle avoidance. Dari hasil tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa kemudi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, terlihat dari tampilan lcd pada gambar 4.7.
Gambar 4.7 Tampilan Lcd pada SensorUltrasonic Distance.
4.6. Evaluasi Sistem Keseluruhan
Pengujian terakhir adalah pengujian sistem secara keseluruhan dari awal hingga akhir, dimana pengujian ini dilakukan dengan menjalankan aplikasi keseluruhan. Robot diletakkan di tempat yang lapang dengan
(2)
disertai halangan. Nantinya bisa kita lihat apakah robot apat berhenti secara perlahan ketika mendekati jarak yang diinginkan, dan kemudian bergeser untuk menghindari halangan.
4.6.1 Tujuan Pengujian
Tujuan dari aplikasi ini adalah untuk mengetahui sistem pada aplikasi apakah dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dimulai dari mendeteksi halangan, berhenti perlahan, berbelok dan mundur.
4.6.2 Alat yang dibutuhkan 1. Komputer.
2. Rangkaian Minimum sistem slave dan Master. 3. Rangkaian Driver motor ESC
4. Rangkaian power
5. Sensor Ultrasonic Distance 6. Kabel data Spi
7. Motor servo kemudi.
8. Obstacle
4.6.3 Prosedur Pengujian
1. Hubungkan sensor Ultrasonic Distance Minimum sistem Master.
2. Hubungkan motor servo serta driver motor ESC pada Minimum sistem Slave.
(3)
72
4. Hubungkan Gnd dan Vcc motor servo, sensor Ultrasonic Distance serta driver ESC ke output rangkaian power.
5. Download program kemudi ke microcontroler Minimum sistem master.
6. Download program sensor Ultrasonic Distance untuk merespon jarak
dan PID ke microcontroler Minimum sistem slave. 7. Meletakkan obstacle.
4.6.4 Hasil Pengujian
Setelah melalui seluruh prosedur pengujian diatas didapatkan hasil robot sudah dapat berhenti pada set point yang diinginkan oleh user dan kemudi dapat berbelok sesuai dengan yang diinginkan. Dapat dilihat pada gambar 4.8. Sistem PID akan mengontrol kecepatan motor serta jarak halangan terhadap robot dipergunakan sebagai set point. Proses kemudi digunakan sebagai proses menghindar halangan. ESC dipergunakan sebagai pengatur frekuensi pergerakan robot maju dan mundur
(4)
5.1 Kesimpulan
Dari Penelitian ini dan dengan melihat masalah yang telah dirumuskan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa perancangan sistem Ackreman Steering digunakan sebagai proses penghindar halangan pada mobile robot yang mengaplikasikan sistem sudut belok motor servo.
2. Pada Tugas Akhir ini, output dari sensor Ultrasonic Distance digunakan untuk menentukan set point jarak pada Proportional integral Derivatif (PID) dan PID akan memperbaiki respon kecepatan terhadap kecepatan motor Brushless, dengan nilai Kp=1, Kd=0, Ki=0.
5.2 Saran
Sebagai pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Ke depanya robot menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk memproses halangan, hal ini dikarenakan pada jaringan syaraf tiruan akan menirukan cara kerja manusia, sehingga lebih bagus dalam memproses halangan. 2. Teknologi yang baru tentang pembacaan sensor dengan range yang
panjang guna mengenali halangan pada jarak yang jauh.
(5)
Daftar Pustaka
ATMEL Corporation. 2010. 8-bit Microcontroller with 2K Bytes In-System
Programmable Flash ATtiny 2313. (Online). (http://www.atmel.com/Images/doc2543.pdf). Diakses pada tanggal 15
November 2012.
Borenstein, J. and Koren, Y., 1990, Real-time obstacle avoidance for fast mobile robots in cluttered environments, ICRA ’90. International Conference on Robotics and Automation.
Borenstein, J. and Koren, Y., 1990, The Vector Field Histrogram-Fast Obstacle Ovoidance For Mobile robot. International Conference on Robotics and Automation.
Borenstein, J. and Koren, Y., 1991, Potential Field Methods and Their Inherent
Limitations for Mobile Robot Navigation. International Conference on
Robotics and Automation.
Burnhill, Darren. 2009. Ackerman Steering Principle. (online). (www.rctek.com). Diakses pada tanggal 15 November 2012.
Djati, Dmin. 2010. Motor DC. (Online). (http://d-kecil.blogspot.com). Diakses tanggal 16 November 2012.
Eru Puspita, 2012 Penentu Gerakan Mobile Robot Yang Belajar Sendiri Menggunakan Neural Network. Jurnal Link Vol 16/No.1/Februari 2012.
Lehrbaum, Rick. 2008. Mobile-robot-packs-wireless-web-cam. (Online). (http://deviceguru.com). Diakses pada tanggal 16 November 2012.
R.L. Williams II, B. Carter, P. Gallina, and G. Rosati, 2002, Dynamic Model with Slip for Wheeled Omnidirectional Robots. IEEE Transactions on Robotics and Automation, 18(3): 285-293.
Loutfi, A. 2005. Object recognition: A new application for smelling robots. Elsevier Science.
Marques, L. 2002. Olfaction-based mobile robot navigation. Elsevier Science.
(6)
Odenthal,D.Ackermann,J.1999. Advantages Of Active Steering For Vehicle Dymanics. Control International Conference on Robotics and Automation. Sutantra, Nyoman I, (2001). Teknologi Otomotif Teori dan Aplikasinya,