Analisis Spasial-Temporal untuk Mengkaji Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Penyakit Demam Berdarah di Kota Bogor

ANALISIS SPASIAL-TEMPORAL UNTUK MENGKAJI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEBARAN
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA BOGOR

AMITA RAHMAT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis SpasialTemporal untuk Mengkaji Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Penyakit
Demam Berdarah di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014
Amita Rahmat
NIM G152110081

RINGKASAN
AMITA RAHMAT. Analisis Spasial-Temporal untuk Mengkaji Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Sebaran Penyakit Demam Berdarah di Kota Bogor.
Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan I MADE SUMERTAJAYA.
Kota Bogor merupakan daerah padat penduduk dan memiliki angka
mobilitas penduduk yang tinggi karena ditunjang sarana transportasi yang baik.
Dampak negatif yang timbul adalah penyebaran penyakit menular menjadi
semakin tinggi. Salah satu penyakit menular yang ditemukan di Kota Bogor
adalah demam berdarah (DB). Demam berdarah disebarkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia
tidak membedakan usia dan jenis kelamin. Radius jarak terbang nyamuk Aedes
aegypti ini adalah 50-100 meter. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktorfaktor spasial dan non-spasial yang mempengaruhi penyebaran penyakit DB di
Kota Bogor tahun 2011 menggunakan model spasial-temporal regresi dengan
pendekatan regresi sekuensial dan regresi data panel. Data yang digunakan adalah
data sekunder yaitu: jumlah penderita penyakit DB, jumlah kepadatan penduduk,
jumlah mobilitas penduduk, rata-rata umur penderita DB dan jumlah

Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor.
Hasil penelitian menunjukkan hampir keseluruhan kelurahan di Kota Bogor
merupakan daerah endemis penyakit DB terlihat dari data jumlah penyakit DB di
3 tahun yaitu tahun 2009, tahun 2010 dan tahun 2011 ditemukan kasus DB di
hampir seluruh kelurahan di Kota Bogor. Kelurahan Muarasari yang tidak
ditemukan kasus DB di tahun 2009, tahun 2010 dan tahun 2011. Jumlah penderita
DB mengalami penurunan dari 1791 di tahun 2010 turun menjadi 612 di tahun
2011. Hal ini menunjukkan keberhasilan dari program pemerintah melalui Dinas
Kesehatan Kota Bogor dalam upaya mengurangi penyebaran penyakit DB di Kota
Bogor. Model regresi spasial-temporal dengan pendekatan regresi sekuensial dan
regresi data panel menunjukkan adanya pengaruh spasial terhadap penyebaran
penyakit DB di Kota Bogor. Faktor-faktor non-spasial yang berpengaruh terhadap
jumlah penderita DB di Kota Bogor pada pendekatan regresi sekuensial dan
regresi data panel yaitu mobilitas penduduk dan jumlah Puskesmas/Puskesmas
pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor. Nilai koefisien regresi sekuensial untuk
efek temporal jumlah penderita DB di tahun 2009 sebesar -0.00563 (p=0.62) dan
tahun 2010 sebesar 0.017584 (p=0.08) tidak signifikan terhadap jumlah penderita
DB di Kota Bogor pada tahun 2011. Nilai koefisien regresi dummy tahun D2009
sebesar 3.33 (p=0.20) dan D2010 sebesar 3.71 (p=0.19) juga tidak signifikan pada
pendekatan model regresi data panel. Model regresi spasial-temporal dengan

pendekatan regresi sekuensial lebih baik dalam menangkap pola hubungan
penyakit DB di Kota Bogor dibandingkan dengan pendekatan regresi data panel,
hal ini terlihat dari nilai koefisien determinasi sekuensial sebesar 73.27% dan
MSE sebesar 0.48.
Kata kunci: Demam Berdarah, Regresi Data Panel, Regresi Sekuensial

SUMMARY
AMITA RAHMAT. Spatial-Temporal Analysis for Assessing Factors Affecting
The Distribution of Dengue Fever Disease in Bogor. Supervised by
MUHAMMAD NUR AIDI and I MADE SUMERTAJAYA.
Bogor City as one of high populated cities in Indonesia is increasing day by
day, either in mobility of transportation or number of entrepreneurship. This leads
not only to the increasing of regional income, but also to the negative impact, such
as disease infection. One of the infectious diseases found in Bogor City is Dengue
Fever (DF). DF is transmitted to human through the bite of Aedes aegypti
mosquitoes. Aedes aegypti mosquitoes make no distinction in biting human. They
bite human in every age and gender. Aedes aegypti mosquitoes are able to fly in
radius 50-100 meters. This study aims to look at the factors of spatial and nonspatial number of people that influences the spread of DF in Bogor City in 2011
by using regression spatial-temporal model with sequential approach and panel
data regression. The data were secondary data which were: number of DF patients

and density population, population mobility, average age of patients and the
number of health center in 68 villages in Bogor City.
The result showed that most villages in Bogor City are DB endemic. This is
seen through the total of DB patient in 2009, 2010, and 2011 which reported that
DF was found in every village in Bogor City, except Muarasari village which was
DF free in 2009, 2010, and 2011. The number of DF patient decreased from 1791
in 2010 to 612 in 2011. This was the result of Bogor City Health Department's
effort in reducing the spread of the disease in Bogor City. Spatial-temporal
regression model with sequential regression approach and panel data regression
indicated that the influence of spatial towards DF spread in Bogor City. The
influencing non-spatial factors toward the number of DF patient in Bogor City on
sequential regression and panel data regression approach were population mobility
and the number of health center in 68 villages in Bogor City. The coefficient
sequential regression value for temporal effect of DF patient in 2009 is -0.00563
(p=0.62) and in 2010 is 0.017584 (p=0.08), insignificant to the total number of DF
patient in Bogor City in 2011. The value of dummy coefficient regression in year
D2009 is 3.33 (p=0.20) and D2010 is 3.71 (p=0.19) is also insignificant to the data
panel regression model approach. Spatial-temporal regression model with
sequential regression approach was better at capturing the relationship of DF
pattern in Bogor City compared to data panel regression, this is seen through the

value of sequential determination coefficient of 73.27% and MSE of 0.48.
Keywords: Dengue Fever, Panel Data Regression, Sequential Regression

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS SPASIAL-TEMPORAL UNTUK MENGKAJI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEBARAN
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA BOGOR

AMITA RAHMAT

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Anik Djuraidah, MS

Judul Tesis : Analisis Spasial-Temporal untuk Mengkaji Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Sebaran Penyakit Demam Berdarah di Kota Bogor
Nama
: Amita Rahmat
NIM
: G152110081

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS
Ketua

Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Statistika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Indahwati, Msi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

18 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Analisis Spasial-Temporal
untuk Mengkaji Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Penyakit Demam
Berdarah di Kota Bogor ini berhasil diselesaikan. Sholawat beriring salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan saya Nabi Muhammad SAW atas syafa’at yang
diberikan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi,
MS dan Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi sebagai pembimbing telah banyak
meluangkan waktunya dengan sabar membimbing penulis sampai menyelesaikan
karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Indahwati, MSi
sebagai Ketua Program Studi Statistika Terapan (STT) dan Ibu Dr Ir Anik
Djuraidah, MS sebagai penguji luar komisi atas masukan dan sarannya kepada
penulis. Karya ilmiah ini penulis dedikasikan kepada Baba, Mama dan Adek atas
segala do’a dan kasih sayangnya kepada penulis. Terima kasih juga diucapkan
kepada Bay Naomi, atas dukungan dan perhatiannya sehingga karya ilmiah ini

dapat diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014
Amita Rahmat

DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Demam Berdarah (DB)
Faktor-Faktor Penyebab DB
Regresi
Regresi Spasial

Regresi Spasial-Temporal
Regresi Data Panel
Regresi Sekuensial
Matriks Pembobot Spasial
Queen’s Moves

2
2
3
5
6
8
8
9
9
10

3 METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis


10
10
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Data
Pemodelan

14
14
22

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

25
25
26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1 Korelasi jumlah penderita penyakit DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010
dan 2011
2 ANOVA model regresi spasial-temporal dengan pendekatan regresi
sekuensial

16
23

DAFTAR GAMBAR
1 Pola Queen's Moves
2 Peta sebaran jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota
Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011
3 Jumlah penderita DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011
4 Jumlah penderita DB tahun 2009 berdasarkan jenis kelamin
5 Jumlah penderita DB tahun 2010 berdasarkan jenis kelamin
6 Jumlah penderita DB tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin
7 Rata-rata umur penderita DB tahun 2009, 2010 dan 2011
8 Kepadatan penduduk di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011
9 Mobilitas penduduk di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011
10 Jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di Kota Bogor tahun 2009,
2010 dan 2011
11 Siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti

10
14
15
16
17
17
18
19
20
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabulasi data untuk pemodelan regresi spasial-temporal dengan
menggunakan pendekatan regresi sekuensial
2 Tabulasi data untuk pemodelan regresi spasial-temporal dengan
menggunakan pendekatan regresi data panel
3 Hasil output program untuk pemodelan regresi
4 Hasil output program untuk pemodelan regresi setelah peubah
responnya ditransformasi dengan bentuk akar kuadrat
5 Hasil output program untuk pemodelan regresi spasial-temporal dengan
menggunakan pendekatan regresi sekuensial
6 Hasil output program untuk pemodelan regresi spasial-temporal dengan
menggunakan pendekatan regresi data panel

29
31
37
38
39
41

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mobilitas penduduk yaitu perpindahan penduduk dari suatu daerah ke
daerah lain. Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu mobilitas non
permanen (tidak tetap) dan mobilitas permanen (tetap) (Kemdiknas 2012).
Menurut Tjiptoherijanto (2000) mobilitas penduduk merupakan bagian integral
dari proses pembangunan secara menyeluruh. Mobilitas telah menjadi penyebab
dan penerima dampak dari perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial suatu
daerah. Dampak sosial yang diakibatkan oleh mobilitas penduduk adalah
kepadatan jumlah penduduk dan penyebaran suatu penyakit meningkat. Salah satu
penyakit yang ikut tersebar karena pengaruh adanya mobilitas penduduk adalah
penyakit demam berdarah (DB).
Demam berdarah disebarkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari
(Kristina et al. 2004). Nyamuk Aedes aegypti tersebar di Indonesia, kecuali daerah
dengan ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Nyamuk
Aedes aegypti menggigit manusia tidak membedakan usia dan jenis kelamin.
Radius jarak terbang nyamuk Aedes aegypti ini adalah 50-100 meter. Kota Bogor
berada pada ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter di
atas permukaan laut dengan kepadatan jumlah penduduk sebesar 8020 orang/km2
(BPS 2011). Kota Bogor merupakan habitat yang cocok untuk perkembangan
nyamuk Aedes aegypti, sehingga berpotensi besar penyebaran penyakit DB.
Nadra (2006) menerapkan pemodelan regresi Auto-Gaussian untuk analisis
hubungan spasial di 68 kelurahan di Kota Bogor terhadap jumlah penderita DB
tahun 2005 di Kota Bogor, Kartika (2007) menggunakan statistik pengukuran
Indeks Moran, Geary’s Ratio dan Chi-Square Statistic untuk melihat hubungan
spasial jumlah penderita DB tahun 2005 di Kota Bogor, Mahtumah (2011)
menggunakan regresi logistik untuk analisis spasial jumlah penderita DB tahun
2008 di Kota Bogor dan Praja (2013) menghitung nilai Indeks Moran dan Indeks
LISA penyakit DB di Kota Bogor tahun 2007-2011. Mereka menyimpulkan
penderita DB di Kota Bogor mempunyai autokorelasi spasial positif.
Kasus DB ditemukan sepanjang tahun di Kota Bogor. Warga di wilayah
yang sama bisa menderita penyakit DB di tahun berikutnya dikarenakan vektor
penyebaran penyakit DB yaitu nyamuk Aedes aegypti terus berkembang dan
menyebar di Kota Bogor sepanjang tahun. Pemodelan spasial temporal regresi
digunakan untuk melihat hubungan spasial antar wilayah kelurahan di Kota
Bogor, faktor-faktor non-spasial yang mempengaruhi jumlah penderita penyakit
DB di Kota Bogor yaitu kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, rata-rata umur
penderita DB dan jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di
Kota Bogor dan pengaruh temporal kejadian kasus penderita penyakit DB tahun
2009 dan 2010 yang mempengaruhi penyebaran penyakit DB di Kota Bogor tahun
2011.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor spasial, non-spasial
yaitu: kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, rata-rata umur penderita DB dan
jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor pada
tahun 2011 dan temporal jumlah penderita penyakit demam berdarah (DB) tahun
2009 dan 2010 yang mempengaruhi penyebaran penyakit DB di Kota Bogor tahun
2011.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Demam berdarah (DB)
Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran
geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari
empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe
cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan
beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Kristina et al. (2004)
mengatakan demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes aegypti adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang
hari. Demam Berdarah (DB) disebut juga dengue hemorrhagic fever (DHF),
dengue fever (DF), demam dengue (DD), dan dengue shock syndrome (DSS).
Demam berdarah adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang
baik orang dewasa maupun anak-anak berusia di bawah 15 tahun, disertai dengan
pendarahan dan dapat menimbulkan syok yang dapat mengakibatkan kematian
penderita. Demam berdarah di Indonesia pertama kali dicurigai terjangkit di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologiknya baru diperoleh pada
tahun 1970 oleh Swandana yang kemudian secara drastis meningkat dan
menyebar ke seluruh Indonesia (Sylvana et al. 2000).
Penyakit Demam berdarah merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Hal
ini tampak dari kenyataan seluruh wilayah di Indonesia mempunyai risiko untuk
terjangkit penyakit Demam berdarah. Hal ini disebabkan virus penyakit DB
tersebar luas di perumahan-perumahan penduduk. Meskipun jumlah penderita DB
cenderung meningkat dari tahun ke tahun sebaliknya angka kematian cenderung
menurun, karena semakin dini penderita mendapat penanganan oleh petugas
kesehatan yang ada di daerah-daerah. Penyakit DB sering berakibat fatal akibat
penanganannya yang terlambat (Hapsari et al. 2010). Di Indonesia pola terjadinya
penyakit agak berbeda untuk setiap tempat, hal ini dikarenakan oleh dua faktor
yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku (lingkungan).

3

Faktor-Faktor Penyebab DB
Sylvana et al. (2000) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
peningkatan dan penyebaran kasus demam berdarah sangat kompleks, yaitu (1)
Pertumbuhan penduduk yang tinggi (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak
terkendali (3) Tidak ada kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis
dan (4) Peningkatan sarana transportasi. Hapsari et al. (2010) mengatakan bahwa
faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya demam berdarah sangat kompleks,
antara lain iklim dan pergantian musim, kepadatan penduduk, mobilitas penduduk
dan transportasi. Sutaryo (2005) faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
DB adalah: faktor host, faktor lingkungan (environtment), kondisi demografi dan
jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit.
Faktor Host Kerentanan (Susceptibility) dan Respons Imun
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa
faktor yang mempengaruhi host adalah:
1. Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi
virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru
berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi epidemi dengue di
Gorontalo kebanyakan anak-anak berumur 1-5 tahun. Di Indonesia, Filipina dan
Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DB penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue tersebut menyerang terutama pada anak-anak berumur antara 5-9
tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DB menyerang anakanak di bawah 15 tahun Sutaryo (2005).
2. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat atau ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi
peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik.
3. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya penyebaran
virus dengue. Daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden
kasus DB, hal ini dikarenakan vektor penyebaran virus dengue yaitu nyamuk
Aedes aegypti dapat terbang sampai radius 50-100 meter.
4. Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan
infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi
dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan
personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati
merupakan jalur penyebaran virus dengue.
Faktor Lingkungan (Environtment)
Faktor lingkungan yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut,
curah hujan, angin, kelembaban, musim)
1. Letak Geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai
negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang
Utara dan 40º Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean

4

dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi
2006). Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu
virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam 5 hari
(vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut
demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam 5 hari, disertai nyeri otot,
nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut
masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara
endemik maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau
dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro & Satari 2002).
2. Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DB berlangsung pada musim dingin. Di
Asia Tenggara epidemi DB terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia,
Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DB terjadi beberapa minggu setelah
musim hujan. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan
dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut
menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh
lingkungan yang baik untuk masa inkubasi (Hadinegoro & Satari 2002).
Kondisi Demografi
Faktor kondisi demografi adalah kepadatan penduduk, mobilitas penduduk,
perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk.
Jenis Nyamuk Sebagai Vektor Penular Penyakit
Mandriani (2009) mengatakan bahwa Penularan DB dapat terjadi di semua
tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Oleh karena itu tempat yang potensial
untuk terjadi penularan DB adalah:
1. Wilayah yang banyak kasus DB (rawan/endemis).
2. Tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe virus dengue yang cukup besar seperti: Sekolah, Rumah
Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, tempat umum
lainnya (hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah dan lain-lain).
3. Pemukiman baru di pinggir kota, penduduk pada lokasi ini umumnya berasal
dari berbagai wilayah maka ada kemungkinan diantaranya terdapat penderita
yang membawa tipe virus dengue yang berbeda dari masing-masing lokasi.
Faktor Gen
Faktor gen yaitu sifat virus dengue. Demam Dengue atau Demam Berdarah
Dengue disebabkan oleh virus yang termasuk ke dalam genus Flaviridae. Virus
dengue memiliki 4 jenis serotipe yang beredar khususnya di Indonesia, yaitu
Dengue Virus (DV) 1, DV 2, DV 3, dan DV4 (Mandriani 2009).

5

Gejala Utama
Selanjutnya dikatakan pula oleh Mandriani (2009), bahwa gejala utama bagi
penderita penyakit demam berdarah (DB) adalah:
1. Demam
Demam tinggi yang mendadak, terus-menerus berlangsung selama 2-7 hari,
naik turun (demam bifosik). Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai
400C dan dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis
pada demam berdarah. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien
seajan sembuh hati–hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya
pada hari ketiga dari demam.
2. Tanda –Tanda Perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati,
trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta koasulasi intravasculer yang
menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti
retekia, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. Retekia merupakan tanda
perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetapi dapat
pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis,
perdarahan gusi, dan hematemesis.
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari
hanya sekedar diraba sampai 2-4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat
hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri jika ditekan
pada daerah tepi hepar berhubungan dengan adanya perdarahan.
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang
setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah, akan teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini
memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma
yang dapat bersifat ringan atau sementara. Soedarto (1996) pada kasus berat,
keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam
pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3-7, terdapat tanda
kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan
kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil
sampai tidak teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.
Regresi
Istilah regresi diperkenalkan oleh Francis Galton, dalam salah satu
makalahnya Galton menemukan bahwa meskipun ada kecenderungan bagi orang
tua yang tinggi mempunyai anak-anak yang tinggi dan bagi orang tua yang pendek
mempunyai anak-anak yang pendek. Penjelasannya adalah ada kecenderungan
bagi rata-rata tinggi anak-anak dengan orang tua yang mempunyai tinggi tertentu
untuk mengarah ke arah tinggi rata-rata seluruh populasi. Hukum regresi semesta
dari Galton dperkuat oleh temannya Karl Pearson, yang mengumpulkan lebih dari
seribu catatan tinggi anggota kelompok keluarga. Ia menemukan bahwa rata-rata
tinggi anak laki-laki kelompok ayah yang tinggi kurang dari tinggi ayah mereka
dan rata-ratta tinggi anak laki-laki kelompok ayah yang pendek lebih besar
daripada tinggi ayah mereka, jadi mundurnya (regressing) anak laki-laki yang

6

tinggi maupun yang pendek serupa ke arah rata-rata tinggi semua laki-laki
(Gujarati 1997).
Analisis Regresi adalah analisis statistika yang memanfaatkan hubungan
antara dua atau lebih peubah kualitatif sehingga salah satu peubah dapat
diramalkan dari peubah lain, misalnya X dan Y. Bila hanya terdapat satu X dan
satu Y maka dinamakan regresi linear sederhana sedangkan jika memiliki lebih
dari satu peubah X maka dinamakan regresi linear berganda. Bila X diatur, yaitu
bila percobaan dirancang, maka proses percobaan menetapkan atau memilih nilainilai Xi terlebih dahulu dan kemudian mengamati nilai padanannya Y i, dengan
model persamaan sebagai berikut:
Y = 0 + 1X + ε
dengan �i adalah sisaan yang memiliki nilai tengah 0 dan ragam � 2 (Walpole
1986). Asumsi-asumsi lain yang diperlukan untuk analisis selanjutnya adalah
kebebasan antar pengamatan, keaditifan model, kehomogenan ragam dan
kenormalan pola sebaran data (Aunudin 2005).
Regresi Spasial
Hukum pertama tentang geografi dikemukakan oleh W.Tobler (Anselin
1988), yang mengatakan “Everything is related to everything else, but near thing
are more related than distant thing”. Setiap hal saling terhubung antara satu
dengan yang lainnya, tetapi keberadaan suatu hal yang saling berdekatan memiliki
hubungan yang lebih erat dibandingkan dengan yang jauh. Hukum tersebut
merupakan dasar pemikiran dalam menentukan hubungan pengaruh spasial antar
wilayah yang saling bertetangga.
Model regresi spasial yang dikembangkan oleh Anselin (1988) yaitu model
General Spatial Model (GSM) seperti yang ditunjukkan dengan persamaan
berikut:
�= ρ �+ �+ �
(1)
�=
�+ �
(2)
�~N , σ2 �
dengan � adalah vektor peubah respon ukuran nx1, adalah matriks peubah
penjelas berukuran n × p + 1 , � adalah vektor koefisien parameter regresi
yang berukuran p + 1 × 1, ρ adalah koefisien parameter lag spasial, adalah
koefisien autoregresi galat spasial yang bernilai
< 1, � adalah vektor galat
yang diasumsikan mengandung autokorelasi yang berukuran n × 1,
adalah
matriks pembobot spasial dengan pembakuan baris
i wij = 1, ∀i berukuran
n × n yang diketahui. Bentuk matriksnya dapat ditulis sebagai berikut:
� = y1 y2 … yn T ; � = u1 u2 … un T ;
� = ε1 ε2 … εn T
X1p
w11 w12 w13
w1n
1 X11
0
w21 w22 w23 … w2n
1 X 21 … X2p
=
; �= 1 ;
=


w
w
w
wnn
n1
n2
n3
1 X n1
Xnp
p
Asumsi pada regresi spasial sama halnya dengan asumsi pada model regresi
klasik yaitu sisaannya menyebar normal, ragam homogen dan tidak ada

7

autokorelasi antar sisaan. Pendugaan parameter GSM dengan metode pendugaan
kemungkinan maksimum dalam Anselin (1988) yaitu:
Dari persamaan (1) dapat dinyatakan dalam bentuk:
�−ρ
�= �+ �
atau
(� − ρ
)� = � + �
(3)
dan persamaan (2) dapat dinyatakan dalam bentuk:
�−

�= �
atau
� = (� −
)− �
persamaan (3) disubstitusikan ke persamaan (4) diperoleh
(� − ρ
)� = � + (� −
)− �
)− � = � − ρ

(� −

�– �

jika persamaan (5) dikalikan dengan � − �
−1 2

(5)

, maka diperoleh

� = �−
�−ρ
Nilai fungsi kemungkinan peubah ε adalah
L σ2 ; ε = c ε

(4)

1

�– �

exp − εT
2

−1

(6)
ε

(7)

εT ε

(8)

dengan V adalah matriks ragam koragam dari ε. Bila diasumsikan
= σ2 I,
= σ2n I = σ2n
Invers dari matriks ragam koragam dari − = σ−2 I. Dengan mensubstitusikan
nilai
dan − ke persamaan (7) maka diperoleh
L σ2 ; ε = c ε σ2n

−1 2

exp −

1

2σ 2

dari hubungan ε dan y pada persamaan (6), didapatkan nilai Jacobian
∂x
J=
= �−
�−ρ
∂y
dengan mensubstitusikan persamaan (6) ke persamaan (8) diperoleh fungsi
kemungkinan untuk y yaitu:
l ρ, , σ2 , �; y = c y σ2n
exp



−1 2

�−

�−ρ

1
�−
2σ2
�−

�−ρ

�−ρ

y− �

�− �

T

dan fungsi log kemungkinan yaitu:
n
l ρ, , σ2 , �; y = c y − ln σ2 + ln � −
+ ln � − ρ
2
1

�−
�−ρ
�− � T
2σ2
�−
�−ρ
�− �
T
Misalnya kuadrat matriks pembobot I − ρ
I−ρ
dinotasikan
sebagai Ω dan penduga � diperoleh dengan memaksimalkan fungsi pendugaan di
atas, sehingga diperoleh pendugaan bagi � sebagai berikut:
�=

T



−1

T

Ω �−



8

Regresi Spasial-Temporal
Model persamaan umum regresi linear di atas diasumsikan masih terdapat
korelasi spasial pada ε sisaannya. Model regresi linear yang mengandung unsur
spasial dimodelkan sebagai berikut:
Y = 0 + ρ Y + X + ε*
Selanjutnya �∗ dari model spasial regresi yang masih mengandung unsur
temporal dimodelkan kembali menggunakan model regresi spasial-temporal, pada
penelitian ini model regresi yang diinginkan adalah sebagai berikut:
Yit =

0

+

1 Yit −1

3 X3it

+

+
+

2 Yit −2

+

m Xmit

+
+ εit

n Yit −n

+ ρ Yit +

1 X1it

+

2 X2it

+

dengan Yit adalah peubah respon data ke-i tahun ke-t, Yit−1 adalah peubah respon
data ke-i tahun ke-(t-1), Yit −2 adalah peubah respon data ke-i tahun ke-(t-2), , Yit−n
adalah peubah respon data ke-i tahun ke-(t-n), Yit adalah matriks pembobot
spasial data ke-i tahun ke-t, X1it adalah peubah penjelas pertama data ke-i tahun
ke-t, X2it adalah peubah penjelas kedua data ke-i tahun ke-t, X3it adalah peubah
penjelas ketiga data ke-i tahun ke-t, Xmit adalah peubah penjelas ke-m data ke-i
tahun ke-t, 0 adalah koefisien regresi (intersep), ρ adalah koefisien regresi Yit ,
1 adalah koefisien regresi Yit−1 ,
2 adalah koefisien regresi Yit−2 , n adalah
koefisien regresi Yit−n , 1 adalah koefisien regresi X1it , 2 adalah koefisien
regresi X2it , 3 adalah koefisien regresi X3it , m adalah koefisien regresi Xmit dan
εit adalah sisaan model regresi.
Regresi Data Panel

Berdasarkan waktu pengambilannya, data pengamatan dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu:
1. Data deret waktu adalah data yang terkumpul dari waktu ke waktu untuk
memberikan gambaran perkembangan suatu kegiatan atau keadaan.
2. Cross Section data adalah data yang terkumpul pada suatu waktu tertentu
untuk memberikan gambaran suatu kegiatan atau keadaan pada waktu itu.
3. Data Panel adalah kombinasi dari data deret waktu dan cross section data.
Data Panel merupakan kumpulan data cross section yang diamati secara
simultan/serentak dari waktu ke waktu (time series).
Gujarati (2003) menjabarkan ada tiga metode untuk menduga model regresi
data panel, berikut:
1. Pooled Least Square (PLS) adalah metode regresi yang menduga data
panel dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
Yit = 0 + 1 X1it + 2 X2it + + p Xpit + it
2. Fixed Effect (FE) adalah metode regresi yang menduga data panel dengan
menambahkan variabel dummy.
Yit = 0 + 1 X1it + 2 X2it + + p Xpit + 1 D1 + 2 D2 + + p Dp + εit
3. Random Effect (RE) adalah metode regresi yang menduga data panel dengan
menghitung error dari model regresi dengan metode Generalized Least Square
(GLS).
Yit = 0 + 1 X1it + 2 X2it + + p Xpit + εit + it

9

untuk i=1,2,3,… n (banyaknya kumpulan data cross-section) dan t=1,2,3,….t
adalah banyaknya waktu pengamatan sekumpulan data dari waktu ke waktu.
Pengujian dilakukan untuk melihat kesesuaian model ketika menggunakan
Pooled Least Square atau Fixed Effect. Pengujian ini menggunakan Chow-test
atau Likelihood rati-test dengan hipotesis berikut:
H0 : model mengikuti Pooled Least Square
H1 : model mengikuti Fixed Effect
Pengujian dilakukan untuk melihat kesesuaian model apakah baik ketika
menggunakan Fixed Effect atau Random Effect. Pengujian ini menggunakan
Hausman test dengan hipotesis berikut:
H0 : model mengikuti Random Effect
H1 : model mengikuti Fixed Effect
Regresi Sekuensial
Regresi sekuensial merupakan serangkaian model regresi yang dapat
memberikan cara untuk mendefinisikan koefisien tambahan langsung dan tidak
tergantung pada koefisien parsial. Kecenderungan antar peubah bebas untuk saling
berkorelasi dan hal ini sulit untuk dihindarkan pada data-data tertentu khususnya
data pada bidang ekonomi dan sosial, walaupun secara statistika terlihat tidak lagi
adanya korelasi yang tinggi antara peubah penjelas sehingga diperlukan cara
untuk menginterpretasikan koefisien regresi tanpa menghilangkan pengaruh
peubah penjelas yang lain (Kruskal 1987).
Pendugaan koefisien regresi 0 dilakukan secara bertahap dengan langkah
awalnya dilakukan pemodelan global atau regresi umum seperti berikut :
Y = 0 + 1 X + ε∗
Pemodelan regresi dengan model lokal menggunakan � ∗ sebagai Y ∗ . Nilai Y ∗
yang digunakan dalam pemodelan lokal untuk menduga koefisien regresi model
lokalnya. Salah satu contoh model lokalnya dengan regresi spasial, modelnya
sebagai berikut:
Y ∗ = ρ Y + X + ε∗∗
Nilai pendugaan koefisien yang diperoleh digabungkan dengan
memasukkan kembali ke model global awal.
Matriks Pembobot Spasial
Matriks pembobot spasial merupakan matriks yang menggambarkan
kekuatan interaksi antar daerah. Misalnya terdapat n unit daerah, maka digunakan
matriks berdimensi nxn yang menyatakan hubungan spasial. Setiap nilai dalam
matriks menjelaskan hubungan antar daerah yang diuraikan oleh baris dan kolom.
Untuk mengetahui sejauh mana masing-masing tetangga memberikan pengaruh
terhadap suatu daerah, maka dapat dihitung perbandingan antara nilai suatu daerah
dengan total nilai daerah tetangga yang mempengaruhinya. Hasil dari perhitungan
ini didapatkan nilai pembobot (� ) untuk setiap unit yang saling bertetangga.
� =

10

Nama lain dari matriks pembobot spasial adalah row standardized matrix,
yang disimbolkan sebagai W. � adalah nilai dalam matriks pada baris ke-i dan
kolom ke-j. Matriks W merupakan turunan dari binary matrix C. Walaupun
berasal dari matriks C, matriks W bukanlah merupakan matriks yang simetrik
(Lee & Wong 2001).
Queen’s Moves
Queen’s moves merupakan metode yang digunakan untuk menentukan
bagaimana hubungan spasial atau kedekatan antar daerah dibentuk. Hubungan
spasial antar daerah didefinisikan seperti pada langkah ratu pion pada permainan
catur (Silk, 1979). Jadi hubungan spasial (kedekatan antar wilayah) dapat dilihat
melalui Queen’s Moves, dimana daerah yang berhimpit kearah kanan, kiri, atas,
bawah dan juga secara diagonal mengindikasikan bahwa daerah tersebut saling
berdekatan. Semua daerah yang berada di sekeliling X (titik pusat) dan berbatasan
langsung dinyatakan sebagai tetangga. Seperti gambar 1 berikut:

Gambar 1 Pola Queen's Moves

3 METODE PENELITIAN
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data jumlah
penderita demam berdarah (DB) tahun 2009, 2010 dan 2011 (Y) dan rata-rata
umur penderita DB (X3) di 68 kelurahan di Kota Bogor diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kota Bogor. Jumlah kepadatan penduduk (X1), mobilitas penduduk
(X2) dari nilai mutlak perpindahan penduduk datang dan pindah, jumlah
Puskesmas/Puskesmas pembantu (X4) di 68 kelurahan di Kota Bogor
menggunakan data Kecamatan Bogor Dalam Angka yang diperoleh dari BPS Kota
Bogor. Peta administrasi Kota Bogor tahun 2010 dari Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor untuk menentukan matriks
pembobot spasialnya.
Metode Analisis
Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdapat
beberapa tahapan, hal ini dapat terlihat dari penjabaran di bawah ini:
1. Melihat Karakteristik Data
Langkah pertama dalam tahapan analisis data yang dilakukan adalah
mengeksplorasi data untuk melihat bagaimana karakteristik data dan pola

11

hubungan antar peubah yang diamati secara deskriptif dengan tahapan sebagai
berikut:
i. Membuat peta spasial pola penyebaran penyakit DB berdasarkan data
jumlah penderita DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011. Kelurahan
itu dikelompokkan kedalam tiga kategori daerah yaitu endemis, sporadis dan
potensial. Kelurahan yang dikategorikan endemis yaitu kelurahan yang
terdapat warganya menderita kasus DB sepanjang tahun 2009, 2010 dan
2011. Kelurahan yang termasuk kategori sporadis yaitu kelurahan yang
dalam satu atau dua tahun terakhir di kelurahan tersebut masih terdapat
warganya yang menderita kasus DB dan kelurahan potensial yaitu kelurahan
yang sepanjang tahun 2009, 2010 dan 2011 tidak ditemukan warganya
menderita kasus DB.
ii. Data jumlah penderita kasus demam berdarah (DB) di 6 kecamatan di Kota
Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 disajikan dalam bentuk diagram garis.
iii. Korelasi data jumlah penderita pada tahun 2009, 2010 dan 2011. Korelasi
antara data jumlah penderita DB tahun 2009, 2010 dan 2011 dihitung untuk
melihat apakah penderita di tahun 2009 mempengaruhi penderita DB di
tahun 2010 dan 2011, penderita DB di tahun 2010 juga mempengaruhi
jumlah penderita DB tahun 2011.
iv. Data jenis kelamin penderita kasus DB di 6 kecamatan tahun 2009, 2010
dan 2011 disajikan dalam bentuk diagram batang untuk melihat mana yang
lebih banyak terserang penyakit DB, apakah laki-laki atau perempuan.
v. Data rata-rata umur penderita penyakit DB, data jumlah kepadatan
penduduk, mobilitas penduduk, rata-rata umur penderita DB di 6 kecamatan
di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 dibuat dalam bentuk diagram
garis dan batang, sedangkan jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 6
kecamatan di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 dibuat dalam bentuk
pie chart.
2. Pemodelan
Tahapan pertama dalam pemodelan ini ialah meregresikan peubah respon data
jumlah penderita DB di 68 kelurahan di Kota Bogor (Y1) dengan peubah
penjelasnya yaitu jumlah kepadatan penduduk (X1), mobilitas penduduk (X2),
rata-rata umur penderita DB (X3), jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu (X4) di
68 kelurahan di Kota Bogor. Sisaan dari model regresi umum tersebut dilihat
apakah telah memenuhi asumsi klasik pada regresi yaitu sisaannya menyebar
normal, ragam homogen dan sisaan saling bebas. Model persamaan regresi
tersebut mengikuti bentuk model sebagai berikut:
Yi,2011 = β0 + α1 X1i,2011 + α2 X2i,2011 + α3 X3i,2011 + α4 X4i,2011 + ε∗ i,2011

Pengujian kenormalan sisaan dengan menggunakan uji normal P Plot dan
Histogram, menguji autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson, uji
kehomogenan ragam degan melihat plot sisaan dengan fitted value dan pengujian
multikolinearitasnya dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF). Berdasarkan
penelitian sebelumnya yaitu Nadra (2006) dan Kartika (2007) yang menggunakan
data DB di Kota Bogor tahun 2005, Mahtumah (2011) menggunakan data DB di
Kota Bogor tahun 2008 dan Praja (2013) menggunakan data DB tahun 2007-2011
dengan kesimpulan bahwa penderita DB di Kota Bogor mempunyai autokorelasi
spasial positif. Penelitian ini menggunakan model regresi spasial-temporal untuk

12

melihat pengaruh efek spasial dan temporal penyakit DB di tahun 2011 dengan
menggunakan dua pendekatan yaitu regresi sekuensial dan regresi data panel.
Model regresi spasial-temporal yang diinginkan berikut ini:
Yi,2011 = β0 Yi,2009 + β1 Yi,2010 + ρ Yi,2011 + α1 X1i,2011 + α2 X2i,2011 +
α3 X3i,2011 + α4 X4i,2011 + εi,2011

Pendekatan pada pemodelan regresi spasial-temporal pada penelitian ini yaitu
regresi sekuensial dan regresi data panel dengan tahapan sebagai berikut:
a. Regresi Sekuensial
Struktur data pada pendekatan regresi sekuensial untuk peubah penjelasnnya
menggunakan data 1 tahun yaitu tahun 2011. Pendugaan koefisien model spasialtemporal dengan data tahun 2011 ini tidak dapat dilakukan secara langsung tetapi
secara bertahap. Pendugaan koefisien regresi yang menggunakan pendekatan
regresi sekuensial dilakukan dengan proses sebagai berikut:
i. Menduga koefisien regresi 0 , 1 , 2 , 3 dan 4 dengan pemodelan
regresi umum
Yi,2011 = β0 + α1 X1i,2011 + α2 X2i,2011 + α3 X3i,2011 + α4 X4i,2011 + ε∗ i,2011
Sisaan dari model dilakukan pengujian
ii. Menduga koefisien � pemodelan regresi dengan model spasial dengan
matriks pembobotnya menggunakan prinsip Queen’s Moves dengan � ∗ 2011
sebagai Y ∗ 2011 .
Y ∗ i,2011 = ρ Yi,2011 + ε∗∗ i,2011
iii. Menduga koefisien 1 dan 2 pemodelan regresi dengan model temporal
dengan � ∗∗ 2011 sebagai Y ∗∗ 2011
Yi,2011 ∗∗ = β1 Yi,2010 + β2 Yi,2009 + ε∗∗∗ i,2011

Nilai koefisien regresi digabungkan kembali menjadi bentuk model regresi
spasial-temporal seperti di bawah ini:
Yi,2011 =

0 + β1 Yi,2009 + β2 Yi,2010 + ρ Yi,2011 + α1 X1i,2011 + α2 X2i,2011 +
α3 X3i,2011 + α4 X4i,2011 + εi,2011

b. Regresi Data Panel
Pendekatan dengan menggunakan model regresi data panel menggunakan data
selama 3 tahun yaitu 2009, 2010 dan 2011. Data disusun untuk tahun 2009 dari
nomor 1-68, kemudian tahun 2010 dari nomor 69-136 dan tahun 2011 dari nomor
137-204. Sehingga model regresi spasial-temporal dengan pendekatan data
panelnya disusun mengikuti model berikut:
Yit =

0

+

1 Di,2009

+

2 Di,2010

+ ρ Yit +

1 X1it

+

2 X2it

+

3 X3it

+

4 X4it

+ εit

Pendekatan model spasial-temporal melihat pengaruh efek temporal dari
penyakit DB di Kota Bogor tahun 2011. Asumsinya bahwa bisa saja penderita dari
keluarga atau rumah yang sama, menderita DB di tahun sebelumnya masih
menderita DB lagi di tahun berikutnya karena pola kebiasaan yang jarang
menguras tempat penampungan air dan menjaga kebersihan lingkungan rumah
belum berubah. Sedangkan faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DB tahun
2011 di Kota Bogor, menggunakan pemodelan regresi spasial-temporal dengan
pendekatan regresi sekuensial peubah penjelas yang digunakan hanya tahun 2011.
Pendekatan sekuensial ini bermanfaat dalam membuat suatu model regresi dengan

13

tidak memiliki cukup data di tahun sebelumnya, tetapi tetap ingin melihat
pengaruh temporal dan spasialnya.
3. Menghitung Matriks Pembobot Spasial
Penentuan kedekatan antara kelurahan di Kota Bogor dengan membuat
matriks contiguity mengacu pada Queen’s moves. Kedekatan antar kelurahan di
Kota Bogor ini ditentukan dengan menggunakan peta wilayah administrasi Kota
Bogor tahun 2010. Karena di Kota Bogor terdapat 68 kelurahan, maka matriks
contiguitynya berukuran 68x68. Matriks pembobot spasial W ukuran 68x68
dikalikan Yi,2011 dengan ukuran 68x1 hasilnya
Yi,2011 dengan ukuran 68x1.
Hasil Yi,2011 adalah rata-rata jumlah penderita DB tetangga kelurahan ke-i yang
dipakai dalam pemodelan pendekatan sekuensial regresi selanjutnya.
Pendekatan model regresi spasial-temporal dengan regresi data panel matriks
pembobot spasial dihitung untuk setiap tahunnya, kemudian dipanelkan hasil
perhitungannya dengan susunan mendatar. Karena data pada peubah penjelas dan
responnya dipakai selama 3 tahun dan terdapat 68 kelurahan di wilayah Kota
Bogor. Sehingga diperoleh Yi,2009 , Yi,2010 dan Yi,2011 yang disusun dari
tahun 2009, 2010 dan 2011. Hasil WYi,2009 , Yi,2010 dan Yi,2011 adalah ratarata jumlah penderita DB kelurahan ke-i tahun 2009, 2010 dan 2011 ini yang
dipakai dalam pemodelan pendekatan regresi data panel selanjutnya.
4. Membuat Tabulasi Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu data
untuk pendekatan Regresi Sekuensial dan pendekatan Regresi Data Panel untuk
pendekatan model Regresi Spasial-Temporal dengan menggunakan Regresi
Sekuensial yang digunakan yaitu data jumlah penderita penyakit DB di 68
kelurahan di Kota Bogor tahun 2011 sebagai peubah respon Yi,2011 , jumlah
penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009 sebagai peubah
respon Yi,2009 dan jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor
tahun 2010 sebagai peubah respon Yi,2010 sedangkan sebagai peubah penjelasnya
yaitu; X1 201 adalah data kepadatan penduduk di Kota Bogor tahun 2011, X 2 2011
adalah mobilitas penduduk di Kota Bogor tahun 2011, X3 2011 adalah rata-rata
umur penderita DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2011 dan X4i,2011 adalah
jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun
2011. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pendekatan kedua pada model regresi spasial-temporal yaitu dengan Regresi
Data Panel. Data yang digunakan adalah jumlah penderita penyakit DB di 68
kelurahan di Kota Bogor selama tahun 2009, 2010 dan 2011 sebagai peubah
respon Yit . Sedangkan, peubah penjelasnya yaitu; X1it adalah data kepadatan
penduduk di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011, X2it adalah
mobilitas penduduk tahun 2009, 2010 dan 2011, X3it adalah rata-rata umur
penderita DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 dan X4it
adalah jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor
tahun 2009, 2010 dan 2011. Data disusun secara berurutan dengan urutannya
sebagai berikut nomor 1-68 data tahun 2009, nomor 69-136 data tahun 2010 dan
nomor 137-204 data tahun 2011. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

14

5. Kebaikan Model
Kebaikan kedua pendekatan model regresi spasial-temporal dilihat mana yang
memiliki R2 dan paling besar dan Mean Square Error (MSE) nya yang paling
kecil. Perhitungan R2 dan R2 �
dan MSE mengikuti rumus berikut:
R2 =

JKR

;

JKT
JKG

MSE =

dbG

R2 �

= 1 − (1 − R2 )

N−1
N−k

dan

dengan JKR adalah jumlah kuadrat regresi, JKT adalah jumlah kuadrat total, N
adalah banyaknya sampel, k adalah banyaknya peubah (peubah respon dan
penjelas), JKG adalah jumlah kuadrat galat dan dbG adalah derajat bebas galat
(sisaan).

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Data

Nyamuk Aedes aegypti tersebar di seluruh pelosok tanah air, kecuali yang
ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Kota Bogor berada
pada ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter di atas
permukaan laut. Berdasarkan letak ketinggian tersebut maka, Kota Bogor menjadi
daerah potensial berkembangnya nyamuk Aedes aegypti penyebab penyakit DB.

Endemis
Sporadis
Potensial

Gambar 2 Peta sebaran jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota
Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011

15

Jumlah Penderita DB

Warna merah pada Gambar 2 menunjukkan daerah endemis penyakit DB,
kelurahan yang termasuk kategori tersebut adalah Kelurahan Batutulis,
Ranggamekar, Cibuluh, Cimahpar, Tanah Baru, Tegalgundil, Bantarjati,
Kedunghalang, Ciparigi, Ciluar, Baranangsiang, Katulampa, Tajur, Sindangsari,
Sindangrasa, Sukasari, Batutulis, Ranggamekar, Pamoyanan, Mulyaharja,
Bondongan, Empang, Cikaret, Cipaku, Lawanggintung, Harjasari, Pabaton,
Cibogor, Sempur, Tegal Lega, Babakan, Ciwaringin, Panaragan, Kebon Kalapa,
Gudang, Paledang, Babakan Pasar, Tanahsereal, Kebonpedes, Kedungbadak,
Kedungjaya, Kedungwaringin, Kayumanis, Cibadak, Kencana, Sukaresmi,
Sukadamai dan Mekarwangi.
Warna kuning menunjukkan daerah sporadis penyebaran DB, kelurahan
yang termasuk kategori tersebut adalah Kelurahan Genteng, Rancamaya,
Kertamaya, Bojongkerta, Pakuan dan Margajaya. Kelurahan Muarasari berwarna
hijau dan menjadi daerah yang potensial untuk penyebaran penyakit DB dan
dikelilingi oleh kelurahan tetangga yang merupakan daerah sporadis dan endemis
kasus DB.
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2011

Bogor Tanah
Selatan Sareal

Bogor
Utara

Bogor Bogor
Tengah Timur

Bogor
Barat

Kecamatan di Kota Bogor

Gambar 3 Jumlah penderita DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011
Jumlah penderita DB di Kota Bogor 2009, 2010 dan 2011 pada Gambar 3
menunjukkan Kecamatan Bogor Barat yang terdiri dari 16 Kelurahan terdapat
penderita DB tertinggi dalam kurun waktu 3 tahun dari 2009 sampai 2011
dibandingkan 5 Kecamatan lainnya. Kecenderungan turunnya angka jumlah
penderita DB terjadi pada tahun 2011. Pada tahun 2010 penderita DB di
Kecamatan Bogor Barat berjumlah 444, turun menjadi 173 di tahun 2011. Hal
yang serupa terjadi di 5 Kecamatan lainnya. Cenderung jumlah penderita DB
mengalami penurunan di tahun 2011. Sementara Kecamatan Bogor Selatan yang
juga terdiri dari 16 Kelurahan merupakan Kecamatan kedua setelah Bogor Timur
yang paling sedikit jumlah Penderita DB nya dalam kurun waktu 3 tahun 2009,
2010 dan 2011.

16

Tabel 1 Korelasi jumlah penderita penyakit DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010
dan 2011
Yi,2009
Korelasi
Nilai-p
1
0.84**
0.00
**
0.78
0.00

Peubah
Yi,2009
Yi,2010
Yi,2011

Yi,2010
Korelasi
Nilai-p
**
0.84
0.00
1
0.75**
0.00

Yi,2011
Korelasi
Nilai-p
**
0.78
0.00
0.75**
0.00
1

**. Signifikan pada taraf 0.01
Keterangan tabel:
Yi,2009 adalah jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009, Yi,2010 adalah jumlah
penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2010 dan Yi,2011 adalah jumlah penderita
penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2011.

Korelasi jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun
2009, 2010 dan 2011 terlihat di Tabel 1 jumlah penderita penyakit DB di 68
kelurahan di Kota Bogor tahun 2011 dengan jumlah penderita penyakit DB di 68
kelurahan di Kota Bogor tahun 2009 dan 2010 di 68 kelurahan di Kota Bogor
memiliki hubungan nyata yaitu sebesar 0.78 dan 0.75. Hubungan antara jumlah
penderita penyakit DB di kelurahan di Kota Bogor tahun 2009 dan tahun 2010
yaitu sebesar 0.84. Hubungan ini menunjukkan keterkaitan antara pola sebaran
penyakit DB di tahun 2009, 2010 dan 2011 yang cenderung tetap di suatu wilayah
tertentu. Pola perilaku atau kebiasaan penduduk yang belum berubah terlihat dari
hubungan ini, diasumsikan bahwa penderita DB dari lingkungan perumahan atau
kawasan tertentu mungkin tetap menjadi langganan penyakit DB.
Jumlah penderita penyakit DB

250
200
150

100

Laki-laki
Perempuan

50
0
Bogor
Selatan

Tanah
Sereal

Bogor
Utara

Bogor
Tengah

Bogor
Timur

B