Tingkat Partisipasi Anggota Dan Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (Kasus Lkm-A Lestari Mulya Desa Blubuk Kecamatan Dukuhwaru Tegal

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGGOTA DAN KINERJA
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (Kasus LKM-A
Lestari Mulya Desa Blubuk Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten
Tegal)

MEUTIA FRIS RAHMADEWI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tingkat
Partisipasi Anggota Dan Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (Kasus
LKM-A Lestari Desa Blubuk Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Meutia Fris Rahmadewi
NIM H34110065

ABSTRAK
MEUTIA FRIS RAHMADEWI. Tingkat Partisipasi Anggota Dan Kinerja
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (Kasus LKM-A Lestari Mulya Desa
Blubuk Kecamatan Dukuhwaru Tegal). Dibimbing oleh RATNA WINANDI
ASMARANTAKA.
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) adalah program yang
dibentuk oleh pemerintah sebagai upaya untuk mempermudah petani dalam
mengakses permodalan. Sasarannya, pada tahun ke ketiga Lembaga Keuangan
MIkro Agribisnis (LKM-A) dapat ditumbuhkan. Salah satu contohnya adalah
seperti apa yang telah dilakukan oleh Gapoktan Lestari Mulya, Desa Blubuk,
Kecamatan Dukuhwaru, yakni dengan membentuk Lembaga Keuangan Mikro

Agribisnis (LKM-A) Lestari Mulya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur
dan meningkatkan tingkat partisipasi anggota dan kinerja dari segi organisasi dan
keuangan yang memberikan manfaat bagi anggotanya baik manfaat sebagai
anggota organisasi maupun sebagai nasabah LKM-A. Manfaat yang dirasakan
anggota memiliki hubungan yang cukup berarti atau sedang dengan tingkat
partisipasi anggota di bidang organisasi dan permodalan dengan hasil korelasi
analisis Rank Spearman sebesar 0.440 dan 0.544. Kinerja LKM-A Lestari Mulya
dilihat dari segi organisasi dan keuangan dapat dikatakan cukup baik atau standar.
Kata kunci: LKM-A, partisipasi, kinerja, Rank Spearman, R/C
ABSTRACT
MEUTIA FRIS RAHMADEWI. Analysis of Participation of Members and
Performance of Agribusiness Microfinance Institutions (Case LKM-A Lestari
Mulya Rural Blubuk Dukuhwaru District of Tegal). Supervised by RATNA
WINANDI ASMARANTAKA.
Rural Agribusiness Development (PUAP) is a program established by the
government in an effort to facilitate the farmers in accessing capital. The goal, in
the third to Agribusiness Microfinance Institutions (LKM-A) can be grown. One
example is like what has been done by Gapoktan Mulya Lestari, Blubuk Village,
District Dukuhwaru, namely by forming Agribusiness Microfinance Institutions
(LKM-A) Mulya Lestari. The purpose of this study was to measure and improve

the level of member participation and performance in terms of organizational and
financial benefits for both the benefit of its members as members of the
organization as well as clients of LKM-A. The perceived benefits of the members
have a significant relationship or being at the level of participation of members in
the field of organization and capital with the results of Spearman Rank
correlation analysis for 0440 and 0544. The performance of LKM-A Mulya
Lestari terms of organization and financial can be quite good or standard
Keywords: LKM-A, participation, performance, Rank Spearman, R/C

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGGOTA DAN KINERJA
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (Kasus LKM-A
Lestari Mulya Desa Blubuk Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten
Tegal)

MEUTIA FRIS RAHMADEWI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A), dengan judul Analisis Tingkat
Partisipasi Anggota dan Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (Kasus
LKM-A Lestari Mulya Desa Blubuk, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal).
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis
sebagai bentuk penghargaan kepada kedua orang tua serta kedua adik tercinta
yang telah memberikan dukungan, doa, dan materi yang mengantarkan penulis
pada satu titik menuju masa depan.Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir
Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku pembimbing yang telah meluangkan

waktu untuk membimbing, mengarahkan, mendukung, dan banyak memberi saran
selama proses penyelesaian penelitian ini. Terimakasih penulis juga ucapkan
kepada Ibu Ir Popong Nurhayati, MM selaku penguji utama dan Ibu Etriya, SP.
MM selaku penguji komisi pendidikan. Penghargaan tidak lupa penulis sampaikan
kepada Ibu/Bapak dosen yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada
penulis, keluarga LKM-A Lestari Mulya, Bapak Wasito selaku manajer LKM-A
Lestari Mulya, Ibu Mafrikhatun selaku staff Badan Penyuluhan Pertanian,
Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Tegal bagian keuangan di
kelembagaan, serta Ibu Sri Haryati dan Bapak Moedjito selaku PMT (Penyelia
Mitra Tani) Kabupaten Tegal yang telah memberikan kesempatan untuk
melaksanakan kegiatan penelitian dan telah membantu selama pengumpulan data,
serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga penulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Namun demikian, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan
keterbatasan serta kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
masukan berupa saran dan kritik yang dapat bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini
kearah yang lebih baik sehingga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua
pihak.


Bogor, Agustus 2015

Meutia Fris Rahmadewi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Agribisnis
Partisipasi dan Manfaat Anggota Kelompok
Hubungan antara Manfaat dengan Partisipasi Anggota Kelompok
Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Pengumpulan
Metode Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Sejarah LKM-A Lestari Mulya
Visi dan Misi LKM-A Lestari Mulya
Aktivitas LKM-A Lestari Mulya
Struktur Organisasi
Pengurus LKM-A Lestari Mulya
Rapat Anggota Tahunan LKM-A Lestari Mulya
Karakteristik Responden
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Analisis Partisipasi Anggota LKM-A Lestari Mulya
Analisis Manfaat LKM-A Lestari Mulya bagi Anggota
Hubungan Antara Manfaat dengan Tingkat Partisipasi Anggota LKM-A
Lestari Mulya
Analisis Kinerja Lembaga Mikro Agribisnis (LKM-A) Lestari Mulya
Hubungan Antara Kinerja dengan Tingkat Partisipasi Anggota LKM-A
Lestari Mulya
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

vi
vi
vi
1
1
7
11
11
12

12
12
14
15
17
17
20
20
23
27
27
27
27
28
29
39
39
40
41
41

43
45
46
47
55
55
56
59
64
65
77
80
80
82

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HDUP

83

87
100

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia menurut daerah
tahun 2008-2014
Jumlah pendudukan 15 tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan
utama tahun 2013-2014
Perkembangan jumlah pembiayaan LKM-A Lestari Mulya tahun
2008-2013
Jumlah dana swadaya LKM-A di Kecamatan Dukuhwaru tahun 2013
Indikator partisipasi dan skor
Indikator manfaat LKM-A bagi anggota dan skor
Interval nilai koefisien korelasi dan kekuatan hubungan
Pelaksanaan RAT LKM-A Lestari Mulya 2013-2014
Partisipasi anggota LKM-A Lestari Mulya
Tanggapan anggota LKM-A Lestari Mulya terhadap manfaat LKM-A
Korelasi antara manfaat dengan tingkat partisipasi anggota LKM-A
Lestari Mulya
Tingkat kecukupan Modal LKM-A Lestari Mulya
Tingkat pertumbuhan aset tahun 2013-2014
Tingkat pengembalian LKM-A Lestari Mulya tahun 2013-2014
Hasil perhitungan rasio lancar (current ratio) tahun 2013-2014
Hasil Perhitungan rasio cepat (quick ratio) tahun 2013 dan 2014
Perhitungan rasio kas (cash ratio) pada tahun 2013 dan 2014
Perhitungan rasio total hutang atas total aktiva (debt to asset ratio)
tahun 2013 dan 2014
Perhitungan rasio total hutang atas modal (debt to equity ratio) tahun
2013 dan 2014
Perhitungan Return On Asset (ROA) tahun 2013 dan 2014
Perhitungan Return On Equity (ROE) tahun 2013-2014
Perhitungan Return On Invesment (ROI) tahun 2013 dan 2014
Perhitungan Net Profit Margin (NPM) tahun 2013 dan 2014
Rasio keuangan LKM-A Lestari Mulya tahun 2013-2014

1
2
8
9
32
33
35
47
56
59
64
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
76
77
78

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Perkembangan LKM-A hasil bentukan gapoktan penerima PUAP
menurut propinsi di Indonesia tahun 2008
Jumlah LKM-A berdasarkan kecamatan di Kabupaten Tegal tahun
2014
Jumlah anggota Gapoktan Lestari Mulya yang meminjam dalam
setiap putaran tahun 2008-2013
Kerangka pemikiran operasional
Struktur organisasi LKM-A Lestari Mulya
Penyebaran anggota LKM-A Lestari Mulya berdasarkan jenis
kelamin
Penyebaran anggota LKM-A Lestari Mulya berdasar usia
Penyebaran anggota LKM-A berdasarkan pendidikan terakhir

5
6
10
26
43
48
49
49

9
10
11
12
13
14
15
16

Penyebaran anggota LKM-A Lestari Mulya berdasarkan jenis
usahatani
Penyebaran anggota LKM-A Lestari Mulya berdasarkan lama
Penyebaran anggota LKM-A Lestari Mulya berdasarkan pendapatan
usahatani
Penyebaran anggota LKM-A Lestari Mulya berdasarkan pekerjaan
sampingan
Penyebaran anggota LKM-A Lestari Mulya berdasarkan pendapatan
kerja sampingan
Penyebaran anggota berdasarkan alasan meminjam ke LKM-A
Lestari Mulya
Penyebaran anggota berdasarkan lama bergabung dengan LKM-A
Lestari Mulya
Penyebaran anggota LKM-A Lestari Mulya berdasarkan frekuensi
peminjaman

50
51
51
52
53
53
54
55

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Penyaluran dana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
berdasarkan propinsi
Data Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) yang terbentuk
di Kabupaten Tegal tahun 2014
Indikator-indikator variabel
Hasil uji validitas kuesioner penelitian untuk anggota LKM-A Lestari
Mulya
Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian untuk anggota LKM-A
Lestari Mulya
Hasil output analisis Rank Spearman SPSS 22 for windows
Neraca LKM-A Lestari Mulya (1 Januari 2013-31 Desember 2013)
Neraca LKM-A Lestari Mulya (1 Januari 2014-31 Desember 2014)
Laporan Laba Rugi LKM-A Lestari Mulya Tahun 2013-2014
Dokumentasi penelitian

88
89
90
94
95
95
96
97
98
99

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang tergolong sebagai negara berpendapatan
menengah kebawah dengan jumlah penduduk miskin masih cukup banyak
walaupun menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mengalami penurunan pada
tujuh tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2014 jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 28.28 juta jiwa atau sekitar
11.25 persen. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun
2013, maka selama periode satu tahun tersebut terjadi penurunan jumlah
penduduk miskin sebesar 0.03 juta orang. Berdasarkan daerah tempat tinggal,
pada periode tahun 2008-2014, baik jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
maupun pedesaan sama-sama mengalami penurunan. Namun, jumlah dan
persentase penduduk miskin di pedesaan masih lebih besar dibandingkan di
perkotaan yaitu 17.77 juta orang atau 14.17 persen (BPS 2014). Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk miskin di Indonesia berada di
wilayah pedesaan. Jumlah dan presentase penduduk miskin di Indonesia menurut
daerah tahun 2008-2014 dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia menurut daerah
tahun 2008-2014
Jumlah penduduk miskin
(Juta)

Tahun
Kota

Desa

Kota + Desa

Presentase penduduk miskin
(%)
Kota

Desa

Kota + Desa

2008

12.77

22.19

34.96

11.56

18.93

15.42

2009

11.91

20.62

32.52

10.72

17.35

14.15

2010

11.10

19.93

31.02

9.87

16.56

13.33

2011

11.00

18.96

29.96

9.16

15.66

12.43

2012

10.58

18.29

28.86

8.69

14.91

11.81

2013

10.48

17.83

28.31

8.46

14.37

11.42

2014

10.51

17.77

28.28

8.34

14.17

11.25

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014 (diolah)

Sebagian besar penduduk miskin yang berada di pedesaan memiliki mata
pencaharian sebagai petani sekitar 63.4 persen. Petani yang memiliki luas lahan
lebih kecil dari 0.3 kurang lebih 80 persen (BPS 2007). Menurut survei pertanian
yang dilakukan oleh BPS tahun 2013, jumlah rumah tangga dengan usaha
pertanian terus menurun akibat beberapa hal diantaranya alih jenis profesi dan
semakin sempitnya lahan karena alih fungsi lahan untuk pembangunan

2
infrastruktur, pembangunan pabrik dan perumahan. Namun sektor pertanian masih
menjadi sektor terbesar sebagai penyerap tenaga kerja di Indonesia. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2014, tampak bahwa sebagian besar
penduduk Indonesia masih bekerja pada sektor pertanian dalam arti luas yang
mencapai angka 40 833 052 jiwa dari total penduduk usia 15 tahun ke atas yang
bekerja. Data jumlah penduduk 15 tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan
utama tahun 2013-2014 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah pendudukan 15 tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan utama
tahun 2013-2014
Lapangan Usaha
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
5. Konstruksi
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Pengangkutan dan Komunikasi
8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
9. Jasa Jasa

Tahun (orang)
2013

2014

41 108 991

40 833 052

1 559 832
14 997 004
260 163
6 970 079
25 360 462
5 295 428
3 041 438
17 843 124

1 623 109
15 390 188
308 588
7 211 967
25 809 269
5 324 105
3 193 357
18 476 287

Sumber : Badan Pusat Statistik 2014

Sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan
sektor lain, disebabkan oleh dua hal yang mendasar, pertama bertani merupakan
pekerjaan penduduk Indonesia sejak dulu sehingga bertani bukan lagi sesuatu
yang sulit dilakukan oleh penduduk Indonesia, selain itu menjadi petani tidak
membutuhkan pendidikan formal yang tinggi, siapa saja bisa menjadi petani
asalkan mau dan mampu bekerja keras. Oleh karena itu masalah kemiskinan
berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia.
Menurut Hakim (2008) 1 , ada beberapa masalah yang dihadapi sektor
pertanian yaitu pertama, sebagian besar petani Indonesia sulit untuk mengadopsi
teknologi sederhana untuk meningkatkan hasil produktivitasnya. Teknologi
sederhana merupakan pemanfaatan teknologi secara mendasar agar petani tidak
terlalu berletih-letih untuk memperoleh hasil sehingga memudahkan manusia.
Petani di Indonesia masih banyak yang bercocok tanam menggunakan cara-cara
tradisional karena keterbatasan ruang gerak petani terhadap fasilitas yang dimiliki
sehingga lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Kedua,
petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian baik harga
1

Lukman Hakim. 2008. Kelembagaan dan Kemiskinan Indonesia. [Terhubung Berkala]
http:www.google.com//kelembagaan//html (18 Desember 2014)

3
produksi, harga faktor produksi maupun pasar dan peluang pasar. Petani kurang
mengetahui mengenai HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan pembelian akan
hasil panen dengan harga rendah bukannya menghasilkan keuntungan melainkan
kerugian. Ketiga, sumber daya manusia yang masih rendah. Rendahnya
pendidikan ditingkat petani karena pandangan yang berkembang ditengah
masyarakat bahwa menjadi petani adalah pilihan terakhir karena tidak
memperoleh pekerjaan tempat disektor lain. Keempat, masalah paling dasar bagi
sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki
oleh para petani. Sebagian besar petani mengalami kekurangan modal untuk
berusaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya asuransi pertanian,
masih adanya praktek sistem ijon dan sistem perbankan yang sulit diakses oleh
petani.
Berdasarkan empat permasalahan pertanian yang dipaparkan oleh Hakim
(2008), salah satu permasalahan dalam pertanian adalah masalah keterbatasan atau
akses modal. Modal merupakan salah satu unsur penting bagi petani untuk
meningkatkan faktor produksi. Ashari (2009) juga mengungkapkan bahwa modal
memiliki peran yang sangat strategis dan sektor pertanian masih menghadapi
masalah permodalan. Lembaga untuk mengakses modal bagi petani antara lain
bank atau non bank. Namun pada umumnya pihak bank sangat sulit memberikan
kredit kepada petani karena sifat produktivitas pertanian yang tergantung musim,
perishable, bulky, voluminous yang pada akhirnya mempengaruhi produk ketika
panen. Selain itu, pihak bank menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral,
Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai suatu usaha namun tidak semua
persyaratan dapat dipenuhi oleh petani. Salah satu persyaratan yang pada
umumnya tidak dapat dipenuhi oleh petani adalah jaminan (collateral). Oleh
sebab itu, penguatan kelembagaan di tingkat petani perlu dilakukan untuk
membantu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut agar dapat
meningkatkan kesejahteraan petani.
Menurut Nasution (1987) menyatakan bahwa dalam pembangunan pertanian
dan perdesaan masalah-masalah internal dan eksternal didalamnya merupakan
masalah kelembagaan yang pemecahnya hanya dapat dilaksanakan oleh reformasi
kelembagaan. Tidak adanya sistem kelembagaan yang kondusif sebagai sarana
untuk melaksanakan strategi pembangunan, maka kesejahteraan yang lebih baik
akan sulit untuk dicapai atau semakin jauh. Dengan demikian, kelembagaan
adalah salah satu unsur strategis dalam pembangunan pertanian dan perdesaan
yang berbasis pada sumber daya dan potensi lokal didaerah tersebut2. Salah satu
bentuk kelembagaan yang dekat dengan petani adalah Kelompok Tani (Poktan).
Melalui Permentan Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007, pemerintah telah
merancangkan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) telah
wujud untuk peningkatan kesejahteraan petani melalui pemberdayaan kelompok
tani. Kelompok tani diarahkan pada penerapan sistem agribisnis, peningkatan
peranan, peran serta petani dengan menumbuhkembangkan kerja sama antar
petani dan pihak lainnya yang terkait untuk mengembangkan usahataninya. Selain
itu, dengan adanya kelompok tani ini dapat membantu menggali potensi,
memecahkan masalah usahatani anggotanya secara lebih efektif, dan
memudahkan dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, dan permodalan.
2

Lukman, M Baga. Dkk. 2009. Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis

4
Dalam mempermudah penyuluhan dan penyaluran program pertanian,
Departemen Pertanian menargetkan akan membentuk satu gapoktan disetiap desa
khususnya yang berbasiskan pertanian (Deptan 2008). Gapoktan adalah gabungan
beberapa petani atau kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas
prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan
pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya (Syahyuti 2007).
Menteri
Pertanian
melalui
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
273/Kpts/OT.160/4/2007 telah menetapkan Gapoktan sebagai format final dari
organisasi di tingkat petani yang didalamnya terkandung fungsi-fungsi
pengelolaan antara lain kelembagaan keuangan, unit penyedia sarana produksi dan
unit pengolahan serta pemasaran hasil.
Salah satu fungsi gapoktan adalah sebagai unit kelembagaan keuangan yang
membantu petani dalam memenuhi permodalan usaha. Upaya untuk
mempermudah petani dalam mengakses permodalan, melalui Keputusan Menteri
Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007 dibentuk tim PUAP
(Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan). Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP) memiliki beberapa tujuan dalam Pedoman PUAP (2010),
yaitu ; (1) mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan
pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi
wilayah. (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus
Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani. (3) memberdayakan kelembagaan
petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. (4)
meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra
lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan 3 . PUAP berupa fasilitas
bantuan pemerintah untuk masyarakat perdesaan dengan menyalurkan bantuan
modal usahatani yang bersifat simultan. Penyaluran dana PUAP melalui gabungan
kelompok tani (Gapoktan) selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai
pelaksana PUAP. Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan
ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Penyaluran dana bantuan sebesar
Rp100 000 000,- per Gapoktan di 10 524 desa, 3 065 kecamatan, 389 kabupaten
atau kota yang tersebar di 33 provinsi (Lihat di lampiran 1).
Dana PUAP disalurkan masing-masing desa pada satu gapoktan yang telah
ditetapkan. Dana PUAP mulai dikucurkan pada Oktober 2008. Desa penerima
dana PUAP ditetapkan oleh Menteri Pertanian dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan usulan Bupati/Walikota, aspirasi masyarakat dan usulan unit
kerja lingkup Departemen Pertanian. Realisasi desa penerima PUAP tahun 2008
sebanyak 10 542 dengan jumlah penyerapan terbanyak berdasarkan propinsi
terdapat di Jawa Tengah (Kementerian Pertanian 2014). Jumlah desa/gapoktan
penerima dana PUAP di Jawa Tengah sebanyak 1 092 desa/gapoktan, 303
kecamatan dan 31 kabupaten/kota. Adanya program PUAP, pengelola gapoktan
mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari PMT (Penyelia Mitra Tani),
terutama dalam administrasi dan pembukuan. Sasarannya, pada tahun kedua mulai
terbangun usaha simpan pinjam dan pada tahun ke ketiga dapat ditumbuhkan
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A). Pada Gapoktan pelaksanaan
PUAP 2008, dari 10 542 desa/gapoktan sudah terbentuk sebanyak 1 783 LKM-A
dengan tingkat perkembangan sebesar 16.92 persen. Perkembangan ini dinilai
3

http://database.deptan.go.id/puap-bptp/pedum [Diakses tanggal 19 Desember 2014]

5
masih lambat karena sasaran dari program PUAP pada tahun ke-3 bagi Gapoktan
penerima bantuan PUAP dapat menjaga perguliran dana sampai pada fase
pembentukan LKM-A. Gapoktan 2008 yang berhasil membentuk LKM-A
tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 356 LKM-A dapat dilihat pada
Gambar 1.

Sumber: Kementerian Pertanian, 2014

Gambar 1 Perkembangan LKM-A hasil bentukan gapoktan penerima PUAP
menurut propinsi di Indonesia tahun 2008
Salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang menerima alokasi dana PUAP
adalah Kabupaten Tegal dengan jumlah penyaluran dana PUAP telah mencapai
100 persen dari seluruh gapoktan di Kabupaten Tegal pada tahun 2012. Jumlah
desa/gapoktan yang telah menerima dana PUAP di Kabupaten Tegal adalah 287
desa/gapoktan. Pada tahun 2014 dinyatakan 80 gapoktan penerima dana PUAP
tidak aktif atau sekitar 27.9 persen dari 287 gapoktan. Gapoktan penerima dana
PUAP yang tidak aktif merupakan gapoktan yang tidak berhasil melakukan Rapat
Anggota Tahunan (RAT) dan tidak dapat mempertahankan dalam perguliran dana.
Menurut Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan dan
Kehutanan (BP4K) Kabupaten Tegal, Gapoktan penerima dana PUAP yang tidak
aktif atau tidak berhasil dalam mempertahankan perguliran dana, disebabkan oleh
anggota sendiri kurang mengetahui manfaat yang sebenarnya dari organisasi
dalam gapoktan penerima dana PUAP bahkan pengurus gapoktan masih belum
mengetahui bagaimana cara menjalankan gapoktan pengelola dana PUAP.
Sehingga diperlukan adanya pemahaman mengenai manfaat dan kinerja dalam
gapoktan pengelola dana PUAP yang sesungguhnya dengan adanya
pengembangan peran kelembagaan serta partisipasi anggota dalam pergerakannya.
Gapoktan pengelola dana PUAP yang tidak aktif atau tidak berhasil dalam
melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT) serta membentuk LKM-A, dapat juga
disebabkan oleh kurangnya partisipasi anggota terhadap gapoktan terutama dalam
melakukan RAT sebagai sarana pertanggungjawaban aktivitas gapoktan penerima
dana PUAP. Dalam pelaksanaan pembangunan partisipasi anggota merupakan hal
yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembangunan itu sendiri
(Murtiyanto 2011). Partisipasi anggota akan mendukung dalam keberhasilan atau

6
kinerja suatu gapoktan (Deni 2011). Oleh karena itu, perlu diperhatikan
bagaimana cara meningkatkan kinerja gapoktan/LKM-A dari segi organisasi dan
segi usaha melalui peningkatan partisipasi anggota. Kinerja harus tetap berpegang
pada keinginan anggota serta pelayanan baik pelayanan sebagai anggota
organisasi ataupun sebagai nasabah/pelanggan.
Dana PUAP telah diberikan pada 287 desa/gapoktan yang berada di 18
Kecamatan di Kabupaten Tegal pada tahun 2012. Sebagai program pemberdayaan
masyarakat, gapoktan penerima dana PUAP harus dapat mengelola dana melalui
perguliran atau penambahan dana keswadayaan sehingga dapat berfungsi sebagai
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) pada tahun ketiga 4 . LKM-A
merupakan salah satu unit usaha gapoktan yang berhasil ditumbuhkan oleh
gapoktan sehingga kepengurusan dan pengelolaannya terpisah dari gapoktan
induknya. LKM-A dijadikan salah satu unit permodalan Gapoktan yang
ditumbuhkembangkan atas inisiatif petani anggota kelompok tani dalam Gapoktan
tersebut (Pusat Pembiayaan Pertanian 2007). Menurut data Badan Penyuluhan
Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Tegal tahun
2014, dari 287 desa/gapoktan yang menerima dana PUAP telah terbentuk 45 unit
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) yang berada di 12 Kecamatan
atau hanya sekitar 15.7 persen dari seluruh gapoktan penerima dana PUAP (untuk
lebih jelasnya dapat dilihat di Lampiran II). Gapoktan penerima dana PUAP yang
berhasil membentuk LKM-A terbilang masih rendah karena hanya sekitar 15.7
persen. Ketidakberhasilan membentuk LKM-A, menunjukan bahwa gapotan
penerima dana PUAP tersebut tidak mampu meningkatkan kinerja dalam menjaga
dan mengelola perguliran dana PUAP untuk anggotanya. Pengembangan LKM-A
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan warga desa dengan peningkatan pelayanan
terhadap anggotanya sehingga semakin tingginya partisipasi anggota.
Pengembangan LKM-A diarahkan agar LKM-A dapat memegang peranan utama
dalam kegiatan perekonomian diperdesaan, khususnya di sektor pertanian. LKMA yang terbentuk di Kabupaten Tegal berjumlah 45 unit. LKM-A yang telah
terbentuk di Kabupaten Tegal berada di 12 Kecamatan dapat dilihat pada Gambar
2.

Sumber: Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K)
Kabupaten Tegal, 2014

4

http://www.deptan.go.id/puap
[Diakses
tanggal 19
Desember 2014]
Gambar
2 Jumlah LKM-A
berdasarkan
kecamatan
di Kabupaten Tegal tahun 2014

7

Menurut Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan
Kehutanan (BP4K) Kabupaten Tegal, LKM-A di daerah Tegal Jawa Tengah tahun
2014 hanya berjumlah 45 unit dari total seluruhnya 287 unit yang telah menerima
PUAP. Kecamatan Dukuhwaru merupakan kecamatan dengan jumlah unit
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) terbanyak di Kabupaten Tegal
dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Jumlah LKM-A di Kecamatan
Dukuhwaru adalah 10 unit. Gapoktan penerima dana PUAP yang tidak berhasil
membentuk LKM-A berarti tidak berhasil dalam menjaga perguliran dana dan
tidak dapat menjadi lembaga keuangan yang mandiri. Apabila kondisi ini terus
berlangsung maka keberadaan LKM-A di Kabupaten Tegal sebagai lembaga
keuangan yang mandiri akan hilang khususnya lembaga yang akan memberikan
modal bagi petani dalam menggarap lahan pertanian. Sehingga diperlukan
bagaimana kinerja LKM-A berjalan mensejahterakan anggota dengan
memberikan manfaat kepada anggota baik manfaat sebagai anggota organisasi
ataupun manfaat sebagai nasabah LKM-A serta meningkatkan partisipasi anggota
terhadap LKM-A. Dimana pembentukan LKM-A dimaksudkan untuk
mempermudah petani terhadap pemenuhan kebutuhan modal usaha bagi seluruh
anggotanya.

Perumusan Masalah
Gapoktan Lestari Mulya dibentuk pada tanggal 17 September 2007.
Gapoktan Lestari Mulya terdiri dari enam kelompok tani di Desa Blubuk
Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal Propinsi Jawa Tengah. Gapoktan Lestari
Mulya memiliki anggota sejumlah 365 orang. Meskipun banyak keterbatasan dan
opini masyarakat yang mengatakan bahwa dana PUAP sulit untuk berhasil
digulirkan, namun Gapoktan mampu membentuk sebuah Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis (LKM-A) pada tahun 2011 dan telah berbadan hukum Nomor
133/BH/XIV/26/2014. Gapoktan Lestari Mulya mendapatkan predikat juara
sebagai Gapoktan berprestasi tingkat kabupaten pada tahun 2012. Selain itu,
Gapoktan Lestari Mulya ditetapkan sebagai gapoktan berprestasi tingkat
kecamatan selama dua tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2013 dan 2014.
Gapoktan/LKM-A Lestari Mulya juga menjadi perwakilan gapoktan dalam
mengikuti pelatihan di tingkat propinsi. Lembaga keuangan yang dikelola
Gapoktan Lestari Mulya tersebut diharapkan dapat menjadi lembaga keuangan
yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan permodalan usahatani atau mikro di
Desa Blubuk. Lembaga keuangan yang mandiri merupakan lembaga keuangan
yang mampu mengelola dana melalui perguliran atau penambahan dana
keswadayaan, memilki sarana dan prasarana kantor/tempat usaha yang memadai,
memiliki kemampuan dalam mengoptimalkan dana masyarakat, dan memiliki
kemampuan dalam menghasilkan laba (Pedoman Pembangunan LKM-A 2014).
LKM-A Lestari Mulya mampu menjaga perguliran dana PUAP yang
diberikan pada tahun 2009. Perkembangan jumlah dana yang digulirkan LKM-A

8
terus meningkat dari awal pencairan dana yaitu tahun 2009 hingga akhir tahun
2013. Perputaran dana yang telah dilakukan LKM-A Lestari Mulya sebanyak 16
kali putaran. Pada tahun 2008, total dana yang disalurkan LKM-A Lestari Mulya
sebesar Rp100 000 000,- merupakan dana PUAP yang diberikan kepada LKM-A
Lestari Mulya. Total pembiayaan yang disalurkan LKM-A Lestari Mulya terus
meningkat, hingga pada akhir tahun 2013 total dana yang disalurkan sebesar
Rp198 812 000,-. Total atau jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh LKM-A
hingga tahun 2013 hampir mencapai 2 kali lipat dari dana PUAP yang diberikan.
Perkembangan jumlah pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3

Perkembangan jumlah pembiayaan LKM-A Lestari Mulya tahun 20082013
Tahun
Putaran
Jumlah Pembiayaan
(Rp)
2008
I
100 000 000
II
104 000 000
III
107 000 000
2009
IV
110 900 000
V
117 300 000
VI
125 608 000
2010
VII
130 400 000
VIII
136 500 000
2011
IX
143 090 000
X
175 490 000
XI
178 100 000
2012
XII
183 200 000
XIII
186 812 000
XIV
191.012.000
2013
XV
194 812 000
XVI
198 812 000

Sumber : Buku rekap peminjaman LKM-A Lestari Mulya

Selain itu, LKM-A Lestari Mulya mampu membentuk dana swadaya
terbesar diantara LKM-A yang lainnya yang menerima dana PUAP 2008 di
Kecamatan Dukuhwaru. Dana swadaya merupakan dana yang bersumber dari
anggotanya sendiri yang dihimpun dari simpanan pokok dan simpanan wajib,
simpanan pokok khusus atau modal penyertaan. Dana tersebut digunakan sebagai
penguat modal atau investasi keuangan. LKM-A Lestari Mulya yang terletak di
Desa Blubuk mampu membentuk dana swadaya selama berjalan kurang lebih 6
tahun. Pada data yang dimiliki Menurut Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan,
Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Tegal, LKM-A Lestari Mulya
memiliki jumlah dana swadaya yaitu sebesar Rp113 002 300,-. Kegiatan usaha

9
yang dilakukan oleh LKM-A Lestari Mulya merupakan upaya dalam memperbaiki
dan meningkatkan kinerja LKM-A untuk tumbuh dan berkembang menjadi
lembaga keuangan yang baik, tangguh, dan mandiri. Jumlah dana swadaya yang
dimiiki Gapoktan/LKM-A berdasarkan desa dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah
ini.
Tabel 4 Jumlah dana swadaya LKM-A di Kecamatan Dukuhwaru tahun 2013
LKM-A Berdasarkan Desa
Jumlah Dana Swadaya
(Rp)
1. Slarang lor
63 887 982
2. Selapura
33 651 669
3. Blubuk
113 002 300
4. Dukuhwaru
38 465 000
5. Gumayun
48 500 000
6. Kabunan
11 475 000
7. Pedagangan
32 000 000
8. Kalisoka
50 844 300
9. Slindang
11 000 000
10. Bulakpacing
91 000 000
Sumber : Data base penyuluhan pertanian Kabupaten Tegal (2013)

Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Lestari Mulya mempunyai
peranan utama dalam kegiatan perekonomian perdesaan khususnya dalam
memenuhi modal untuk seluruh anggotanya. Keanggotaan dalam LKM-A bersifat
terbuka dan sukarela, tidak ada paksaan dan dapat menerima warga masyarakat
dilingkungan secara efektif tanpa membedakan suku, jenis kelamin, agama, dan
kedudukan sosial. Unit simpan pinjam hanya dapat diberikan kepada anggota
LKM tersebut. Dapat dilihat pada Gambar 3, jumlah anggota yang melakukan
peminjaman di LKM-A Lestari Mulya terus meningkat dari putaran I pada tahun
2008 hingga putaran XVI pada akhir tahun 2013.

Sumber: Buku rekap peminjaman LKM-A Lestari Mulya

10
Gambar 3 Jumlah anggota Gapoktan Lestari Mulya yang meminjam dalam setiap
putaran tahun 2008-2013
Hal ini menujukkan bahwa semakin banyak anggota yang membutuhkan
dan melakukan peminjaman di LKM-A dan LKM-A dituntut agar dapat
meningkatkan kinerjanya untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota. Jumlah
anggota LKM-A Lestari Mulya yanmeminjam dalam setiap putaran 2008-2013
dapat dilihat di Gambar 3. Jumlah anggota yang melakukan peminjaman terus
meningkat pada setiap putaran, namun total dana belum mencakup seluruh
anggota LKM-A Lestari Mulya karena jumlah anggota yang meminjam hanya 180
orang dari total seluruh anggota 365 orang atau 49 persen dari seluruh anggota
gapoktan. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa, penyaluran dana unit simpan pinjam
LKM-A Lestari Mulya belum mampu memenuhi kebutuhan modal usaha seluruh
anggota atau dana pinjaman belum dirasakan oleh seluruh anggota.
Kebutuhan modal anggota yang semakin meningkat dan kemampuan LKMA yang belum dapat memenuhi target penyediaan modal usaha untuk seluruh
anggota. Salah satu upaya yang dilakukan oleh LKM-A Lestari Mulya adalah
meningkat kinerja manajemen dalam pengelolaan LKM-A. Menurut Rusdarti
(2009), tingkat kinerja atau keberhasilan suatu lembaga dipengaruhi oleh
keterlibatan pembina dalam lembaga tersebut, tingkat kemampuan pengurus
dalam mengelola, dan partisipasi anggota. Apabila kinerja lembaga atau
organisasi itu sendiri baik, maka anggota akan terpacu untuk berpartisipasi lebih
aktif sehingga kemajuan lembaga atau organisasi yang berdampak pada
kesejahteraan anggota tercapai (Maryani 2011).
Partisipasi anggota merupakan salah satu faktor kunci dalam mendukung
keberhasilan atau kinerja LKM-A. Partisipasi anggota LKM-A dapat dilihat dari
dua segi yaitu partisipasi anggota dalam organisasi dan partisipasi anggota dalam
permodalan. Dilihat dari Tabel 3 dan Gambar 3, adanya peningkatan jumlah
pembiayaan dan jumlah anggota yang meminjam mengindikasikan partisipasi
anggota dalam bidang permodalan di LKM-A Lestari Mulya meningkat. Namun
partisipasi anggota dalam bidang permodalan tidak diiringi oleh partisipasi dalam
bidang organisasi seperti pada pelaksanaan RAT. Pada pelaksanaan Rapat
Anggota Tahunan (RAT) yang dilakukan LKM-A Lestari Mulya 2014 hanya
dihadiri oleh 53 anggota atau sekitar 11.8 persen dari keseluruhan jumlah anggota
LKM-A. Jika hanya dihadiri oleh beberapa anggota akan berdampak pada respon
anggota terhadap kegiatan atau kinerja yang telah dilakukan oleh LKM-A Lestari
Mulya bahkan partisipasinya dibidang organisasi. Tingkat partisipasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu kualitas pelayanan dan lingkungan usaha atau
organisasi (Purwaningrum 2010). Kualitas pelayanan dan lingkungan LKM-A
harus dapat memberikan manfaat atau keuntungan bagi anggota. Berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007, kemampuan
kelompok memenuhi kebutuhan anggota, kemampuan kelompok memberikan
nilai tambah kepada anggota dan kepercayaan bahwa kelompok akan memberikan
manfaat dan keuntungan kepada anggota akan meningkatkan partisipasi atau
peran serta anggota. Partisipasi anggota meningkat terhadap LKM-A karena
anggota menyadari akan adanya manfaat dari suatu organisasi tersebut maka
tingkat partisipasi yang diberikan anggota akan meningkat pula.

11
Pada dasarnya LKM-A selalu mengalami persaingan dengan lembaga atau
non lembaga lainnya seperti perbankan atau tengkulak. Persaingan tersebut berupa
penawarkan pinjaman modal pada petani, tentunya disertai dengan berbagai
atribut kemudahannya. Hal ini yang menyebabkan pengurus kelompok harus
mengetahui apa yang menjadi keinginan atau kebutuhan anggota kelompok
sehingga perencanaan dan pengelolaan usaha dapat berjalan dengan baik.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran kinerja LKM-A dari segi organisasi
dan keuangan. Pengukuran kinerja keuangan diperlukan untuk melihat kondisi
keuangan yang sebenarnya dari LKM-A selain dari perputaran modal. Berbagai
kendala yang dihadapi LKM-A, diperlukan upaya untuk mengetahui dan
meningkatkan partisipasi anggota dan kinerja dari segi organisasi dan keuangan
yang memberikan manfaat kepada anggota. Manfaat LKM-A bagi anggota akan
mempengaruhi tingkat kinerja LKM-A dari segi input dan output LKM-A. Input
LKM-A merupakan kegiatan kinerja yang dilakukan oleh LKM-A baik dari segi
organisasi maupun keuangan; output LKM-A merupakan kegiatan memenuhi
kebutuhan anggota. Selain itu, Pengukuran tingkat partisipasi dan manfaat
yang diperoleh memberikan gambaran mengenai perkembangan LKM-A
dalam hal ini kinerja LKM-A Lestari Mulya.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat partisipasi anggota dalam LKM-A Lestari Mulya?
2. Bagaimana manfaat LKM-A yang dirasakan oleh anggota?
3. Bagaimana manfaat LKM-A yang dirasakan anggota dengan tingkat
partisipasi anggota dan hubungannya dengan kinerja LKM-A?

Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah :
a. Menganalisis tingkat partisipasi anggota dalam LKM-A Lestari Mulya.
b. Menganalisis manfaat LKM-A yang dirasakan anggota.
c. Menganalisis hubungan manfaat LKM-A yang dirasakan anggota dengan
tingkat partisipasi anggota dan hubungannya dengan kinerja LKM-A.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapatkan dengan adanya penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagi LKM-A Lestari Mulya, hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi
bahan evaluasi internal dan eksternal lembaga/organisasi terkait kondisi
LKM-A saat ini dan menentukan strategi yang sesuai dengan kebutuhan
LKM-A.

12
2. Bagi pihak luar, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
gagasan dan informasi yang berkaitan dengan hasil penelitian ini untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu dan
pengetahuan yang telah diperoleh di masa perkuliahan.

Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat objek penelitian ini hanya difokuskan pada LKM-A Lestari
Mulya, maka ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Penelitian terbatas pada LKM-A Lestari Mulya.
2. Penelitian hanya menganalisis manfaat yang diperoleh anggota dan
partisipasi anggota di bidang organisasi dan usaha serta hubungan
korelasinya.
3. Penelitian hanya menganalisis kinerja LKM-A Lestari Mulya dari segi
organisasi dan keuangan.
4. Data yang digunakan dalam menganalisis kinerja keuangan meliputi data
keuangan LKM-A Lestari Mulya dari periode 1 Januari 2013 hingga 31
Desember 2013 dan periode 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2014 (2
tahun kalender).

TINJAUAN PUSTAKA

Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 2013 Pasal 1, Lembaga
Keuangan Mikro atau yang sering disingkat menjadi LKM adalah lembaga
keuangan yang sengaja didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha
dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam
usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan,
maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata
mencari keuntungan. Sedangkan, disebutkan dalam Pasal 3 tujuan dari suatu LKM
antara lain: (1) meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat. (2)
membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat. (3)
membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama
masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah. Lembaga keuangan mikro
merupakan suatu lembaga yang berupaya menyediakan jasa keuangan, terutama
simpanan dan kredit, dan jasa keuangan lainnya yang diperuntukan bagi keluarga
yang berpenghasilan rendah dan tidak memiliki akses terhadap bank komersial
(Arsyad 2008). Menurut Ledgerwood (1999) dalam Arsyad (2008) menyatakan
istilah keuangan mikro merupakan petunjuk pada jasa-jasa keuangan (biasanya
berupa simpanan dan kredit) kepada nasabah yang berpenghdsasilan rendah

13
seperti pedagang kecil, pedagang kaki lima, petani kecil, penjual jasa (penata
rambut, penarik becak) dan tukang serta produsen kecil seperti pandai besi dan
penjahit.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan salah satu penggerak roda
perekonomian masyarakat dalam meningkatkan pendapatan, memperluas
lapangan kerja, dan mengentaskan kemiskinan guna mewujudkan kesejahteraan
masyarakat khususnya di daerah perdesaan, serta memberikan kontribusi
pendapatan daerah (Siregar 2014). Beberapa LKM dapat menyediakan jasa
perantara sosial pembentukan kelompok dapat menyediakan jasa perantara sosial
pembentukan kelompok, pengembangan kepercayaan diri, serta pelatihan
pengetahuan keuangan dan kemampuan manajemen untuk anggota sebuah
kelompok yang bertujuan memberikan manfaat bagi perempuan dan laki-laki
berpenghasilan rendah (Bennett 1998, Ledwerwood 1999). Adanya berbagai jasa
tambahan lainnya, pendekatan keuangan mikro bukanlah pendekatan minimalis
yang berperan sebagai lembaga-lembaga perantara uang saja namun pendekatan
terpadu yang dapat mengurangi kemiskinan, mengembangkan serta memperkuat
kapasitas institusional sistem keuangan lokal dengan menentukan cara terbaik
dengan meminjamkan dananya kepada keluarga miskin dengan biaya peminjaman
minimum.
Jenis transaksi yang berada di LKM berupa transaksi-transaksi kecil dan
jangka pendek didasarkan pada hubungan pribadi atau pengetahuan LKM
mengenai nasabah-nasabahnya secara pribadi dan biasanya berlokasi di dekat
tempat klien hidup, berbelanja atau bekerja (Wai 1992 dalam Arsyad 2008).
Adams dan Fichett (1992) dalam Arsyad (2008) mengemukakan bahwa tata kelola
LKM umumnya merupakan suatu tata kelola yang dinamis, inovatif, dan lentur,
yang dibuat sesuai dengan kondisi lingkungan sosial dan ekonomi lokal, serta
sangat adaptif dan telah teruji oleh waktu. Prinsip fleksibelitas yang diterapkan
LKM disebabkan jumlah aturan yang tidak terlalu banyak, ukuran yang relatif
kecil, serta sebagian besar LKM beroperasi pada wilayah terbatas atau dalam
ceruk pasar tertentu.
LKM pada umumnya memiliki biaya transaksi yang lebih rendah
dibandingkan dengan bank modern disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
(1) LKM mempunyai informasi yang lebih baik tentang para nasabahnya
dibandingkan bank-bank komersial, informasi tersebut diperolehnya dari
komunitas atau lingkungan sekitar dan transaksi-transaksi kredit yang dilakukan
oleh nasabah sebelumnya. (2) biaya administrasi yang harus dikeluarkan oleh
LKM lebih rendah dari pada bank-bank komersial karena pengelola LKM dibayar
relatif rendah (rata-rata karena tingkat pendidikannya masih rendah), skala usaha
yang tidak besar, dan pekerjaan administrasi yang lebih ringan atau sederhana. (3)
tingkat bunga LKM dapat disesuaikan dengan kehendak pasar. (4) LKM tidak
memiliki kewajiban pencadangan seperti yang diterapkan pada bank komersial
modern.
Bank komersial lebih cocok melayani kebutuhan industri dalam skala besar
dan menengah, penjualan dan perdagangan yang terorganisasi, dan rumah tangga
perkotaan yang kaya. Hal ini disebabkan bank komersial lebih mampu memenuhi
kebutuhan pinjaman dalam jumlah besar dalam jangka waktu yang lama karena
mereka lebih bergantung pada pengumpulan deposito dan memiliki ruang lingkup
ekonomi yang lebih luas. Di sisi lain, bank komersial sulit diakses oleh

14
masyarakat berpenghasilan rendah diperdesaan. Menurut Ghate (1998) dalam
Arsyad (2008), kegagalan tersebut disebabkan bank komersial harus mematuhi
peraturan ketat yang berhubungan dengan modal, cadangan modal, dan ketentuan
likuiditas, besar pinjaman dan bunga tabungan, target kredit wajib, ketentuan audit
pelaporan, serta prosedur peminjaman yang terlalu birokratis.
LKM mempunyai dua keunggulan komparatif dalam memenuhi kebutuhan
modal masyarakat berpenghasilan rendah di perdesaan, antar lain kelenturan
prosedur dan kredit penyediaan pinjaman kecil berjangka pendek. LKM
meringankan para peminjam yang rata-rata berasal dari golongan ekonomi rendah
karena dapat memberikan pinjaman tanpa adanya agunan atau jaminan.
Keterkaitan antara kredit dan pasar-pasar yang lain juga memberikan keunggulan
komparatif LKM dalam menyediakan pinjaman kecil jangka pendek sebagai
pinjaman modal kerja pada bidang pertanian, seperti pinjaman produksi pertanian
dan juga pada pelaku industri skala kecil. Berdasarkan keunggulan kompetitif,
masing-masing lembaga keuangan melayani kelompok peminjam dan tujuan
peminjam berbeda-beda sehingga dapat saling melengkapi.
LKM yang berada di Indonesia sebagian besar menggunakan anggota dari
komunitas perdesaan (lokal) untuk berperan sebagai agen dalam melakukan
penyaringan sebagai pinjaman potensial dan melakukan penagihan (Fuentes 1996
dalam Arsyad 2008). Ada banyak LKM di Indonesia yang telah mempergunakan
agen desa dalam sistem pemberian kredit diantaranya adalah Badan Kredit
Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah dan Lembaga Perkreditan Desa di Bali
(Arsyad 2008).

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Agribisnis
Pemerintahan melalui Departemen Pertanian dan Direktorat Pembiayaan,
mengembangkan dan memberdayakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk
dijadikan sumber pembiayaan bagi petani, maupun sebagian lembaga
intermediary penyaluran dana pembangunan serta bantuan ke petani. Lembaga
keuangan tersebut dinamakan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A).
Adapun kebijakan untuk pengembangan dan pemberdayaannya (Arsyad 2008)
adalah sebagai berikut:
1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang telah ada, tumbuh, dan berkembang
dimasyarakat berdasarkan kultur serta sistem yang diinginkan oleh masyarakat
itu sendiri. LKM yang akan dijadikan jejaring dari LKM Agribisnis adalah
LKM yang berbasis di area pengembangan agribisnis.
2. Embrio LKM yang berasal dari pengembangan kelompok-kelompok tani
berbasis pada program dana bergulir baik yang dikembangkan oleh donor
(bantuan luar negeri) maupun yang dikembangkan melalui program pemerintah,
antara lain P4K, Delivery, Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD), PKP, dan
lainnya.
Tujuan kebijakan dari Departemen Pertanian untuk mengembangkan dan
memperdayakan LKM-A adalah berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain:
1. Petani diharapkan dapat memperoleh pelayanan keuangan tepat waktu dan
tepat sasaran sesuai kebutuhan petani.

15
2. Pola pelayanan LKM-A tidak menggunakan pola perbankan konvensional
(prudent banking/5C), sehingga petani kecil dapat langsung mengakses untuk
mendapatkan kredit bagi usahatani tanpa adanya proses administrasi yang
menyulitkan.
3. LKM umumnya menggunakan pendekatan pengelolaan yang transparan oleh
pengurus sehingga secara psikologis ada kepercayaan dan dapat mengurangi
risiko kredit.
4. Arus pelarian modal keluar pedesaan dapat dicegah.
5. Kegiatan ekonomi produktif lainnya di perdesaan dapat tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya.
6. Mendorong adanya peluang usaha atau lapangan pekerjaan baru di wilayah
perdesaan.
7. Tingkat pemanfaatan kredit petani yang lebih pasti pada skala pelayanan
optimum dari LKM-A.
8. Menstimulus pengembangan kegiatan usaha mikro yang berbasis sumberdaya
lokal.
9. Melalui LKM-A secara bertahap petani dapat membangun asetnya sendiri
melalui tabungan, sehingga LKM-A juga dapat berkembang menjadi industri
keuangan yang dikelola secara mandiri dan desentralistis.
LKM-A saat ini dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga keuangan yang
berbeda dengan lembaga keuangan mikro lainnya. Selain mengkhususkan diri
untuk membantu masyarakat yang bergerak dalam usaha agribisnis, LKM-A juga
memiliki keunggulan lainnya yang membuat lembaga ini mudah diterima dengan
masyarakat. Keunggulan-keunggulan tersebut adalah memiliki persyaratan yang
mudah, pelayanan yang cepat, pencatatan yang akurat, dan produk pinjaman yang
ditawarkan dibutuhkan oleh masyarakat. Terdapat pula beberapa kunci
keberhasilan dari LKM-A, diantaranya adalah tumbuh karena kepedulian bersama,
difungsikan sebagai tempat menyimpan uang dan memberikan fasilitas kredit,
memliki prosedur yang jujur, amanah, dan kompak, serta terbuka dalam sistem
pengawasan internal maupun eksternal. Kedekatan yang cukup erat antara
nasabah dan pengurus ataupun pegawai menjadi salah satu keunggulan LKM-A
karena dengan adanya kedekatan tersebut, pengurus dapat lebih selektif
memberikan pinjaman kepada nasabah.

Partisipasi dan Manfaat Anggota Kelompok
Semua perangkat dalam sebuah organisasi atau lembaga di tuntut untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan aktivitas usaha maupun perpartisipasi dalam
pengelolaan organisasi tersebut, baik sebagai pengurus maupun anggota. Dengan
adanya pemahaman mengenai peran masing-masing anggota, terutama mereka
yang bertindak sebagai perangkat organisasi maka diharapkan organisasi atau
lembaga tersebut akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pendirian.
Tingkat partisipasi anggota dalam sebuah organisasi misalkan koperasi
dipengaruhi oleh karakteristik anggota seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kurnia (2006) pada anggota Koperasi Produsen Tahu Temp