Evaluasi Kinerja Usaha Agribisnis Kerapu” (Studi Kasus: Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat)

  TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka

  Kegiatan penunjang agribisnis adalah kegiatan yang menentukan keberhasilan kegiatan-kegiatan utama, kegiatan-kegiatan penunjang pada dasarnya juga merupakan kebijakan bisnis, yang berkembang dengan kegiatan utama. Kegiatan pemerintah dalam mengadakan prasarana dan megadakan kebijakan dibayar oleh kegiatan utama melalui pembayaran pajak. Kegiatan-kegiatan penunjang ini meliputi: 1)

  Kegiatan penelitian dan pengembangan  Menghasilkan teknologi baru (bibit unggul, input baru, metoda baru, alat baru)  Menghasilkan informasi, informasi pasar, kelayakan usaha dan lain-lain

  2) Kegiatan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan

   Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani  Pengembangan SDM (motivasi, disiplin dan kemampuan kerja sama dan lain-lain)

  3) Kegiatan perkreditan dan permodalan

   Pengadaan sumber-sumber kredit dan prmodalan  Mengurangi biaya-biaya permodalan dan perkreditan 4)

  Kegiatan pengadaan informasi

  

7

 

   Pengadaan semua jenis informasi 5) Kegiatan pengadaan sarana (jalan, listrik, telekomunikasi dan lain-lain)

  6) Kegiatan pengadaan kebijakan pemerintah

   Pembuatan undang-undang dan peraturan  Kebijakan fisikal, pengadaan barang dan lain-lain.

  Kegiatan penunjang bisa dilakukan oleh perusahaan swasta atau oleh Badan Usaha Milik Negara (Soekartawi, 1999).

  Demikian juga, dilihat dari segi geografis, ada desa-desa nelayan yang terisolir dengan keterbatasan sarana dan prasarana ekonomi, transportasi, dan komunikasi, sehingga menyulitkan mobilisasi manusia, barang, modal dan jasa. Disamping itu, ada desa-desa nelayan yang lebih dekat dengan pusat-pusat pertumbuhan prekonomian lokal. Di desa-desa seperti ini, usaha ekonomi, perdagangan dan jasa juga beragam. Sektor perikanan bukan satu-satunya penggerak kegiatan ekonomi lokal, karena sektor-sektor yang lain juga berfungsi sebagai penyanggah kegiatan ekonomi lokal (Kusnadi, 2004).

  Setiap kegiatan memerlukan penilaian / evaluasi, dimana evaluasi adalah kegiatan untuk menilai efisiensi dan efktifitas suatu kegiatan dengan menggunakan indikator-indikator tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi ini dilakukan secara sistematik dan objektif serta terdiri dari evaluasi sebelum kegitan dimulai, saat kegiatan berlangsung, dan sesudah kegiatan selesai dilaksanakan (Anonimous,2007).

  GAPOKTAN diposisikan sebagai institusi yang mengkoordinasi lembaga-lembaga fungsional dibawahnya, yaitu para kelompok tani. Pemberdayaan GAPOKTAN tersebut berada dalam konteks penguatan kelembagaan. Untuk dapat berkembangnya sistem dan usaha agribisnis maka diperlukan penguatan kelembagaan baik kelembagaan petani, maupun kelembagaan usaha dan pemerintah agar dapat berfungsi sesuai dengan perannya masing-masing. Kelembagaan petani dibina dan dikembangkan berdasarkan kepentingan masyarakat dan harus tumbuh dan berkembang dari masyarakat itu sendiri (Anonimous, 2007).

  Pada umumnya kwalitas sumber daya manusia di sub sektor perikanan relatif masih rendah. Hal ini di cirikan dari tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah, kemampuan manajemen yang lemah serta kondisi lingkungan hidup yang kurang baik yang berkaitan dengan rendahnya tingkat pendapatan.

  Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sumber daya manusia di sub-sektor perikanan adalah produktifitasnya yang rendah dan keberadaannya yang tidak merata (Prosiding Forum III Perikanan, 1992).

  Usaha perikanan Indonesia sampai saat ini masih di dominasi oleh perikanan rakyat skala kecil baik usaha peikanan laut, budidaya tambak, budidaya air tawar ataupun penangkapan di perairan umum. Karaktristik usaha perikanan skala kecil yang menjadi kendala bagi pengembangan usaha antara lain adalah lemahnya mamajemen usaha, lemahnya penguasaan sosial ekonomi dan pemilikan modal dan rendahnya tingkat pendidikan rata-rata nelayan. Dengan demikian pembinaan pengembangan usaha harus dilakukan secara terpadu, terus menerus dan berkelanjutan (Ismail, 1992).

  Langkah kebijakan dalam upaya mendukung pola pengembangan perikanan masih tetap didasarkan dan harus berorientasi kepada kepentingan bagi pengembangan usaha perikanan rakyat mulai dari alokasi sumber daya, pengarahan modal, teknologi, alat, sarana, prasarana, sumber daya manusia sampai kepada faktor kelembagaan, pelayanan dan pengaturan termasuk semua unsur pendukungnya. Adapun strategi yang dikembangkan akan sangat mempengaruhi oleh berbagai kondisi sumber daya dan lingkungan, tingkat teknologi perikanan, kondisi sosial ekonomi budaya dan kelembagaan. Dengan beragamnya kondisi tersebut maka strategi pengembangannya akan bergam pula termasuk didalamnya penyempurnaan informasi sumber daya yang lebih rinci dapat dilengkapi potensi penangkapan, pewilayahan sumber daya, penyebarluasan teknologi melalui uji coba dan uji lapang, pemahaman permasalahan sosial ekonomi budaya yang lebih pokok dan mendasar, pemahaman fungsi/tugas serta koordinasi pembinaan, pelayanan, pengaturan dan bimbingan (Ismail, 1992).

  Tinjauan Biologis Usaha pemeliharaan ikan kerapu dalam keramba cukup menguntungkan.

  Masalah utama yang dihadapai adalah masalah ketidakpastian penyedia benih dari alam yang berasal dari tangkapan bubu nelayan sekitar perairan. Keseragaman ukuran benih juga turut mempengaruhi terhadap produksi, ketidakseragaman ukuran benih akan mengakibatkan terjadinya persaingan untuk mendapatkan makanan bahkan terjadinya kanibalisme antara sesamanya. Akibatnya pertumbuhan bagi ikan-ikan kecil terhambat, yang barang tentu mempengaruhi produksi yang diharapkan (Yunus, 1989)

  Oleh sebab itu adanya bantuan kepada para petani nelayan sangat membantu dalam menanggulangi masalah ini karena dapat menyeragamkan ukuran benih. Jadi peran pemerintah memang masih sangat mendominasi melalui lembaga yang ada maka para nelayan dapat mengoptimalkan usaha taninya.

  Pemberian bantuan seperti benih kerapu dan alat lainnya seperti keramba diharapkan dapat memotivasi masyarakat tani dalam keberlangsungan usahanya tersebut.

  Menurut Sunyoto (1994) membedakan ikan kerapu dengan jenis ikan lainnya cukup mudah karena warna dan bentuknya khas, namun untuk membedakan antara jenis kerapu cukup sulit karena ada kemiripan bentuk dan warnanya. Ada beberapa varietas ikan kerapu antara lain:

  1) Kerapu Bebek/Tikus (Chromileptes altiveles)

   Tubuh agak pipih  Warna dasar abu-abu  Terdapat bintik-bintik pada ikan muda  Kepala kecil dengan moncong keliatan meruncing  Ukuran untuk konsumsi 0,5-2 kg

  2) Kerapu Sunuk/Sunu (Plectropomus spp)

   Bentuk tubuh memanjang dan agak pipih  Warna berubah-ubah tergantung kondisi perairan  Pada tubuhny mempunyai binti-bintik berwarna biru dengan tepi gelap  Ada 6 pita berwarna gelap  Ukuran untuk konsumsi 0,5-2 kg

  3) Kerapu Lumpur/Belang (Epinephelus spp)

   Bentuk memanjang dangilik  Ada 5 pita berwarna gelap  Tubuh berbintik coklat  Ukuran untuk konsumsi 400-1200 gr

  4) Kerapu Macan/Flower (Epinephelus foscogutattus)

   Bentuk sama dengan kerapu lumpur  Badan agak lebih tinggi dan berbintik hitam  Hidup di daerah berkarang dan juga ukuran untuk konsumsi 400-1200 gr. (Sunyoto, 1994).

  Keramba yang dioperasikan didaerah ini terdiri dari dua sistem yaitu sistem tancap dan terapung. Keramba tancap hanya terdiri dari beberapa tiang untuk tempat menggantungkan kantong jaring. Bentuk rangka empat persegi panjang dimana luasnya disesuaikan dengan luas kantong yang akan ditempatkan.

  Untuk menguatkan rangka dipasang kayu melintang diantara tiang ketiang dengan cara mengikat kawat pengikat, kemudian ditempatkan diatasnya beberapa tiang kayu dan papan sebagai tempat berpijak untuk mengawasi dan mengurusi ikan peliharaan.

  Keramba terapung merupakan modifikasi kantong jaring, dimana kantong tersebut digantungkan diatas rakit. Rakit/kerangka berbentuk empat persegi panjang terbuat dari kayu broti yaitu disatukan menggunakan baut. Drum plastik di ikatkan pada rakit agar terapung pada saat dioperasikan. Drum-drum yang terbuat dari besi, biasanya di cat sebelum digunakan agar tidak mudah rusak/karatan, agar rakit tidak hanyut oleh arus, digunakanlah empat buah jangkar sebagai pemberat (Yunus, 1989).

  Untuk mengembangkan petani nelayan menjadi satu kesatuan sosial ekonomi yang mandiri dan memiliki wawasan dan motivasi kerja yang tinggi maka pembinaan petani nelayan seyogyanya dilakukan melalui pendekatan :

  1) Community base dengan basis kelompok petani nelayan paling bawah

  (rukun nelayan) 2)

  Membentuk komoditas perikanan yang terdiri atas semua komponen yang ada dalam sektor usaha perikanan sehingga terbentuk jaringan kerja (network) dalam bisnis perikanan

  3) Sistem pendamping melalui LSM yang berfungsi sebagai fasilitator dalam proses pengembangan usaha

  4) Pengembangan usaha kelompok-kelompok fungsional seperti kelompok produksi, pengolahan, pemasaran (Direktorat Jenderal Perikanan, 1993).

  Berbagai potensi sumber daya yang tersedia, potensi sosial budaya, dan program-program pengembangan dapat didayagunakan untuk mengatasi kemiskinan nelayan. Masalah ini penting untuk diperhatikan oleh semua pihak kaerna nelayan merupakan kelompok sosial termiskin dibandingkan dengan kelompok miskin lainnya dalam kehidupan masyarakat kita. Kemiskinan masyarakat di desa-desa pesisir tidak hanya perpengaruh terhadap kelangsungan pembangunan bangsa, tetapi juga berpotensi menimbulkan kekerasan sosial dan kerawanan ketahanan nasional (Kusnadi, 2004).

  Landasan Teori

  Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Menurut Arsyat dkk, (1985) yang dimaksud dengan agribisnis adalah: “Suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produkai, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian”. Oleh Arsyat dkk, (1985) pernyataan tersebut digambarkan seperti pada gambar berikut ini. Terlihat pada gambar dibawah ini bahwa cakupan agribisnis cukup luas dan karena itu penenganan agribisnis sering sekali sangat kompleks.

  Gambar 1. Mata Rantai Kegiatan Agribisnis

  AGRIBISNIS Kegiatan usaha yang

  Kegiatan usaha yang menghasilkan/menyediakan menggunakan hasil kegiakkkkke prasarana/sarana/input bagi pertanian sebagai input

  Kegiatan kegiatan pertanian (industri, (industri, pengolahan, pupuk, alat-alat pertanian pertanian hasil-hasil pertanian, pestisida, dsb).

  Lembaga penunjang agribisnis Negara yang belum berkembang atau terbelakang banyak mengalami masalah pembangunan partanian dan agribisnis padahal sumber pendapatan dan sumber devisa pada umumnya paling diharapkan dari sektor pertanian dan agribisnis. Penyebab masalah ini dapat ditinjau dari kelemahan-kelemahan atau masalah yang dialami dalam 5 hal, yaitu: 1)

  Masalah dan kelemahan petani 2)

  Masalah dan kelemahan para pelaku agribisnis lain 3)

  Masalah dan kelemahan faktor-faktor pendukung agribisnis 4)

  Masalah dan kelemahan pemerintah

5) Masalah yang timbul karena faktor- faktor eksternal.

  Evaluasi sebagai salah satu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dalam meraih tujuan yang direncanakan. Proses ini meliputi tahapan- tahapan sebagai berikut:

   Merumuskan tujuan  Mengidentifikasi keriteria yang cocok untuk mengukur keberhasilan dan untuk menentukan dan menjelaskan tingkat keberhasilan.

  Evaluasi dilakukan untuk menguji kembali draft/usulan program yang sudah dirumuskan sebelum program itu dilaksanakan. Secara khusus sangat menekankan pentingnya kegiatan evaluasi terhadap:

  1) Siapa kelompok sasaran program, dimana lokasinya dan bagaimana spesifikasi kolompok sasaran program tersebut

  2) Apa metoda yang terbaik yang akan ditetapkan demi tercapainya tujuan yang diinginkan

  3) Apakah program tersebut benar-benar konsisten dengan tujuan yang diinginkan

  4) Seberapa jauh peluang keberhasilan program yang akan dilaksanakan tersebut (Mardikanto, 2009).

  Tujuan evaluasi akan menentukan data yang harus dikumpulkan untuk mengevaluasi program penyuluhan. Dikenal dua jenis evaluasi: evaluasi formatif yang mengumpulkan informasi untuk pengembangan program penyuluhan yang efektif, dan evaluasi sumatif yang mengukur hasil akhir suatu program agar dapat memutuskan apakah program harus diteruskan, diperluas, atau diperkecil. Data yang dikumpulkan dapat berupa data kuantitatif atau data kualitatif. Data kuantitatif berguna untuk mengukur perubahan-perubahan yang terjadi karena program penyuluhan, sedangkan data kualitatif memberikan informasi tentang alasan-alasan mengapa agen penyuluhan dan petani mengambil tindakan tertentu tersebut (Hawkins, 1999).

  Model evaluasi CIPP ini dikembangkan oleh Daniel Stuffleabem, dkk (1967) di Ohio State University. CIPP merupakan singkatan dari, context

  evaluation : evaluasi terhadap konteks, input evaluation : evaluasi terhadap

  masukan, process evaluation : evaluasi terhadap proses, dan product evaluation : evaluasi terhadap hasil. Keempat singkatan dari CIPP tersebut itulah yang menjadi komponen evaluasi (Anonimous, 2010).

  Dalam ilmu evaluasi, ada banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu kinerja, salah satunya adalah model evaluasi CIPP. Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang tujuannya untuk mengambil keputusan dalam merncanakan, melaksanakan dan mengembangkan suatu program. Model evaluasi CIPP terdiri atas empat jenis evaluasi, yaitu:

  1) Context Evaluation (Evaluasi Konteks), digunakan untuk menganalisis problem yang dihadapi dan kebutuhan dalam program tertentu agar ketimpangan yang terjadi dapat dihilangkan.,

  2) Input Evaluation (Evaluasi Masukan), digunakan untuk menilai strategi dan sumber-sumber yang diperlukan untuk mencapai objektif program guna membantu mengambil keputusan dalam kemilih strategi dan sumber terbaik dalam keterbatasan.,

  3) Process Evaluation (Evaluasi Proses), digunakan untuk memonitor dan mengontrol proses pelaksanaan program, melakukan koreksi dan penyesuaian jika terjadi penyimpangan.,

  4) Product Evaluation (Evaluasi peoduk), digunakan untuk mengukur kuantitas dan kualitas hasil pelaksanaan program yang hasilnya dibandingkan dengan obyektif dari program. Hasil dan evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan apakah program diteruskan, dihentikan atau diubah. Product

  Evaluation juga digunakan untuk merencanakan kemungkinan program-program berikutnya (Anonimous, 2007).

  Keputusan-keputusan yang diambil dari penilaian-penilaian implementasi pada setiap tahapan evaluasi kegiatan diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Metode CIPP merupakan metode yang berorientasi dalam empat macam, yaitu: 1)

  Evaluasi konteks melayani keputusan perencanaan, yaitu membantu merencanakan pilihan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai dan merumuskan tujuan kegiatan;

  2) Evaluasi masukan (input) untuk keputusan strukturisasi, yaitu menolong mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif yang diambil, rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud;

  3) Evaluasi proses melayani keputusan implementasi, yaitu membantu keputusan sampai sejauh mana kegiatan telah dilaksanakan;

4) Evaluasi produk untuk melayani daur ulang keputusan (Fuddin, 2008).

  Kita semua tahu bahwa penduduk Indonesia mayoritas berada dipedesaan, maka sudah sepatutnya usaha pembangunan sosial masyarakat perlu ditingkatkan dengan kata lain mendapatkan prioritas utama. Hal ini mengingat bahwa tingginya angka pertambahan penduduk. Pembangunan pedesaan merupakan bagain dari pembangunan nasional dan warga desa merupakan pusat pembangunan. Karena pembangunan itu sendiri adalah merupakan proses perubahan menuju perbaikan dan kemajuan secara terus menerus demi tercapainya kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat, maka yang menjadi sasaran utama sebagai tujuan akhir adalah menusia atau masyarakat yang terpenuhi kebutuhannya (Hartoyo dkk, 1996).

  Kerangka Pemikiran

  Berdasarkan keputusan mentri kelautan dan perikanan No: 14, 2012 tentang pedoman umum penumbuhan dan pengembangan kelembagaan pelaku utama perikanan. Kelompok pelaku utama adalah lembaga yang ditumbuh kembangkan dari, oleh, dan untuk pelaku utama. Pemberi bantuan adalah pemerintah daerah, instansi/lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah yang menyalurkan bantuan dibidang perikanan. Tujuan disusunnya mekanisme kerja penyuluhan perikanan adalah untuk:  Memberikan pedoman kepada penyuluh perikanan untuk melaksanakan tugas dan proses pertanggung jawaban  Meningkatkan kenerja penyuluh perikanan dalam melaksanakan pelayanan penyuluhan kepada masyarakat  Meningkatkan efektifitas supervisi, monitoring dan evaluasi kepada penyuluh  Mengoptimalkan penumbuhan, pembinaan dan pengembangan pelaku utama/pelaku usaha perikanan  Mengoptimalkan singkronisasi pelaksanaan penyuluhan dengan pemberian bantuan input produksi kepada kelompok pelaku utama. (Bupati Langkat, 2013). Dalam keadaan miskin seseorang atau kelompok sosial tertentu tidak mungkin dapat melakukan penabungan karena semua pendapatan akan habis sekedar untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Akan tetapi saat ini sebahagian besar masyarakat desa justru memerlukan bantuan untuk memungkinkan mereka mengadakan penyesuaian kepada perkembangan yang cepat yang berlangsung disekelilingnya. Masalah utama adalah bagaimana masyarakat dapat dibangun dari luar, oleh setiap Badan/Lembaga Internasional maupun Nasional, pemerintah ataupun swasta (Sutoyo dkk,1996).

  Evaluasi dan penelitian tindakan untuk menentukan apakah program pemerintah terhadap lembaga penyuluhan telah mencapai sasarannya, dan apakah sasaran tersebut dapat dicapai lebih efektif dengan menggunakan cara seperti pembentukan (kelompok petani nelayan). Yang demikian ini juga memungkinkan semua yang terlibat dalam program penyuluhan dapat belajar lebih efektif dari pengalaman dengan melakukan pengamatan yang sistematis. Juga merupakan pelengkap pengukuran data untuk merencanakan program penyuluhan. Dalam peleksanaannya, data yang terkumpul digunakan untuk merencanakan program penyuluhan berikutnya guna meningkatkan program penyuluhan yang sekarang sedang dijalankan, ataupun yang akan datang (Van Den Ban & Hawkins, 1999).

  Untuk lebih memperjelas maka dapat dilihat pada gambar.2 pada kerangka pemikiran berikut ini.

  

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

DINAS PERIKANAN

  Bertujuan menyalurkan bantuan

  PROGRAM

  berupa: keramba, bibit kerapu,

  AGRIBISNIS vitamin, pupuk, pakan. KERAPU PENYULUH LEMBAGA

GAPOKTAN/POKTAN

  PENUNJANG AGRIBISNIS EVALUASI KINERJA PETANI (METODE CIPP) BAIK KURANG TIDAK BAIK BAIK Keterangan:

  : Hubungan : Tujuan

  Hipotesis Penelitian

  Hipotesis dari penelitian ini adalah Kinerja Lembaga Penunjang Agribisnis Kerapu di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat baik.