Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram (Pleurotus) pada Substrat Sengon (Fa/cataria moluccana) dan Jabon (Anthocephalus cadamba) serta Analisis Komposisi Kimia Jamur.

KULTIVASI EMPAT ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus)
PADA SUBSTRAT SENGON (Falcataria moluccana) DAN
JABON (Anthocephalus cadamba) SERTA ANALISIS
KOMPOSISI KIMIA JAMUR

FITRI ANDRIANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kultivasi Empat Isolat
Jamur Tiram (Pleurotus) pada Substrat Sengon (Falcataria moluccana) dan Jabon
(Anthocephalus cadamba) serta Analisis Komposisi Kimia Jamur adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Fitri Andriani
NIM E44110053

ABSTRAK
FITRI ANDRIANI. Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram (Pleurotus) pada Substrat
Sengon (Falcataria moluccana) dan Jabon (Anthocephalus cadamba) serta
Analisis Komposisi Kimia Jamur. Dibimbing oleh ELIS NINA HERLIYANA dan
HANIFAH NURYANI LIOE.
Salah satu alternatif media untuk kultivasi jamur tiram (Pleurotus sp.)
adalah dengan menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai media tumbuh jamur.
Ketersediaan serbuk gergajian kayu sengon (Falcataria moluccana L Nielsen)
yang tidak merata, maka diperlukan alternatif serbuk gergajian lain, yaitu
menggunakan serbuk gergajian kayu jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi kultivasi jamur tiram

menggunakan media serbuk gergajian kayu dari dua jenis kayu, yaitu sengon dan
jabon. Tahapan dalam penelitian ini yaitu pembuatan substrat, pembibitan,
perawatan dan pengamatan perkembangan jamur, serta analisis komposisi kimia
jamur. Pada penelitian ini bobot per media baglog yaitu 250 g sebanyak tiga
ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis P. ostreatus var. Floridae TR
pada baglog sengon menghasilkan total bobot basah tubuh buah paling tinggi
yaitu 47.7 g. Nilai efisiensi biologi (EB) pada perlakuan baglog sengon dengan
jenis P. ostreatus var. Floridae TR hampir dua kali lebih besar dibanding EB pada
perlakuan baglog jabon dengan jenis jamur yang sama. Serbuk gergajian jabon
memiliki potensi untuk media kultivasi jamur tiram sehingga dapat menjadi
alternatif pengganti serbuk gergajian kayu sengon. Jamur tiram merupakan bahan
pangan bergizi karena mengandung protein di atas 20% basis kering dan
karbohidrat yang sebagian besar merupakan β-glukan di atas 20% basis kering.
Kandungan vitamin B3 jamur tiram putih sebesar 282.28 mg/100g, sedangkan
vitamin D-nya tidak terdeteksi. Kandungan β-glukan tertinggi terdapat pada P.
ostreatus var. Floridae TR sebesar 32.35 g/100g (32.35%) jamur kering.
Komponen β-glukan pada Pleurotus sp. dapat dimanfaatkan sebagai suplemen
makanan yang telah dikenal berfungsi sebagai prebiotik, anti-tumor, antioksidatif, anti-inflamasi, dan imunomodulasi.
Kata Kunci: Jamur tiram, kultivasi, substrat sengon, substrat jabon, β-glukan


ABSTRACT
FITRI ANDRIANI. Cultivation of Four Oyster Mushroom (Pleurotus) Isolates on
Sengon (Falcataria moluccana) and Jabon (Anthocephalus cadamba) Substrate
and the Analysis of its Mushroom Chemical Composition. Supervised by ELIS
NINA HERLIYANA and HANIFAH NURYANI LIOE.
One of alternative media for oyster mushroom (Pleurotus sp.) cultivation is
using wood sawdust. This research was aimed to analize the potency of oyster
mushroom cultivation using sawdust media from two species which are Sengon
(Falcataria moluccana) and Jabon (Anthocephalus cadamba). The result showed
that total wet mass of mushroom in the sengon baglog species code P. ostreatus
var. Floridae TR was 47.7 g. Biology efficiency (BE) on the Sengon baglog
coded P. ostreatus var. Floridae TR was higher than Jabon baglog coded EB with
the same mushroom species. In this research, the weight of baglog media was 250
g with three repetitions. Jabon baglog has a potency as cultivation media for
oyster mushroom so it could be utilized to subtitute Sengon baglog. Oyster
mushroom is nutritions food containing protein more than 20% dry basis and
functional carbohydrate (β-glucan more than 20%). The content of vitamin B3 in
oyster mushroom was 282.28 mg/100g, while for vitamin D was not detected. The
highest β-glucan content was in the oyster mushroom coded P. ostreatus var.
Floridae TR 32.35 g/100g dried mushroom. β-Glucan in Pleurotus sp has been

commonly used as a food suplement for prebiotic, anti-tumor, anti-oxidant, antiinflammation and imunomodulation.
Key words: Cultivation, oyster mushroom, jabon substrate, sengon substrate,βglukan

KULTIVASI EMPAT ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus)
PADA SUBSTRAT SENGON (Falcataria moluccana) DAN
JABON (Anthocephalus cadamba) SERTA ANALISIS
KOMPOSISI KIMIA JAMUR

FITRI ANDRIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

I

Judul Skripsi : Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram (Pleurotus) pada Substrat
Sengon (Fa/cataria moluccana) dan Jabon (Anthocephalus
cadamba) serta Analisis Komposisi Kimia Jamur
Nama
: Fitri Andriani
NIM
: E44110053

Disetujui oleh

@
Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi
Pembimbing II


MS

Tanggal Lulus:

h

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 hingga
September 2014 ini ialah jamur, dengan judul Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram
(Pleurotus) pada Substrat Sengon (Falcataria moluccana) dan Jabon
(Anthocephalus cadamba) serta Analisis Komposisi Kimia Jamur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi
dan Ibu Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi selaku pembimbing yang telah
membimbing, membantu, mengarahkan, dan memberi saran. Ucapan terima kasih
penulis berikan pula kepada Bapak Engkus yang banyak membantu dalam proses
berjalannya penelitian, staf Laboratorium Penyakit Hutan Ibu Tutyn Suryatin,
BScF, Ai Rosah Aisah, S Hut MSi, dan Bu Encah. Kepada seluruh staf PT

Saraswanti Indo Genetech (SIG) dan Laboratorium Jasa Analisis Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan penulis ucapkan terima kasih atas jasanya.
Ucapan terima kasih penulis kepada beasiswa Bidik Misi yang telah
memberikan dukungan secara finansial dan dukungan moral kepada penulis.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Aden Hidayat dan Ibu Ayi
Koswara yang telah membesarkan dan membimbing dengan penuh cinta kasih
sayang, Eva Mulyani, Rusli fadly, Agus Wahyudi serta kepada seluruh keluarga
yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Risma Anggraini yang
telah menjadi rekan dan membantu selama penelitian berlangsung hingga
penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada M Iqbal Maulana,Vivi Wiedayanti,
Ersya Mulya Ningrum, Karina Demastiti, Roisatuz Zakiyah, dan Sulistiowati telah
banyak direpotkan baik untuk soal akomodasi selama penelitian, telah menemani,
memberikan dorongan, dan terus menyemangati untuk segera menyelesaikan
skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman
Silvikultur 48 atas kebersamaan, semangat, dan bantuannya dalam berbagai hal.
Penulis ucapkan pula terima kasih kepada seluruh pihak yang mungkin tidak
disebutkan, yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian dan dalam
menyusun karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat.


Bogor, Agustus 2015
Fitri Andriani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE
Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian


3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram

5

Karakter Morfologi Tubuh Buah Secara Makroskopis

8

Hasil Analisis Komposisi Kimia

11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

13


Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

19

iv

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Kombinasi perlakuan
Fase vegetatif, fase reproduktif, dan jumlah panen jamur tiram
Nilai rata-rata total panen tubuh buah jamur tiram
Perbandingan nilai EB jamur tiram
Kondisi optimal karakter reproduktif jenis jamur tiram
Kondisi optimal karakter morfologi jenis jamur tiram
Hasil analisis komposisi kimia jamur tiram per g/100g jamur kering

3
6
7
7
8
11
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Rata-rata diameter tudung buah
Rata-rata panjang tangkai
Rata-rata diameter tangkai
Rata-rata jumlah tangkai

9
9
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

3

Suhu dan kelembaban fase vegetative
16
Suhu dan Kelembaban fase generatif ...................................................... 17
Dokumentasi 4 jenis jamur
18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan menyimpan banyak jenis jamur yang tumbuh secara alami. Beberapa
jenis jamur tidak beracun dan dapat dimakan oleh manusia. Menurut Suriawiria
(2002), jamur memiliki potensi yang sangat tinggi di bidang pertanian, kehutanan,
industri, lingkungan, bahan makan, dan sebagai bahan berkhasiat obat. Berbagai
jenis jamur kayu, termasuk jamur tiram, telah banyak dipasarkan dalam bentuk
segar maupun olahannya.
Jamur Pleurotus diklasifikasikan oleh beberapa peneliti, menurut
Alexopoulos et al. (1996) dan Chang and Miles et al. (1989) dalam Herliyana
(2014) ke dalam Kingdom Fungi, Filum Basidiomycota, Subfilum Agarimycotina,
Kelas Agaricomycetes, Subkelas Agaricomycetidae, Ordo Agaricales, Famili
Pleurotaceae, Genus Pleurotus, Spesies Pleurotus ostreatus. Jamur tiram
mempunyai karakteristik hifa yang bersekat, membentuk tubuh buah, membentuk
sambungan apit (clamp connection) dan berkembang biak secara aseksual maupun
seksual. Reproduksi dicirikan oleh adanya peleburan dua inti dengan urutan
terjadinya plasmogami, kariogami dan meiosis. Alat kelamin jantan dan betina
tidak dapat dibedakan (Kaul 1997 dalam Febianti 2015). Jamur tiram merupakan
salah satu jamur pelapuk kayu yang mengandung kandungan β-glukan yang tinggi
yaitu sebesar 6.7 g/100 g, atau 6.7% dari berat basah tubuh buah, yang memiliki
anti-tumor, anti-oksidatif, kegiatan anti-inflamasi dan imunomodulasi (Febianti
2014).
Budidaya atau kultivasi jamur di Indonesia mempunyai prospek yang sangat
baik, karena kondisi alam dan lingkungan di Indonesia sangat mendukung untuk
kultivasi jamur (Jaelani 2008 dalam Mahmud 2014). Menurut data FAO Statistics
dalam Achmad (2012), negara importir jamur di dunia, yaitu Amerika Serikat,
Kanada, Jerman dan Belanda. Bahkan Indonesia (2009) ternyata masih
mengimpor jamur sebanyak 879 ton, maka perlu adanya peningkatan jumlah
produksi jamur tiram untuk memenuhi kebutuhan jamur terutama di dalam negeri.
Kayu sengon (Falcataria moluccana L. Nielsen) merupakan kayu daun
lebar yang mempunyai warna kayu teras hampir putih sampai coklat muda dan
warna kayu gubalnya tidak berbeda dengan warna kayu terasnya, mempunyai
tekstur kayu yang agak kasar dan merata, dan keawetanyya digolongkan sebagai
kayu kelas IV-V (Martawijaya et al. 1989). Media tanam yang umumnya
digunakan untuk budidaya jamur tiram adalah serbuk gergajian kayu sengon yang
diketahui untuk penanaman jamur tiram (Syafiih 2015). Kayu jabon
(Anthocephalus cadamba Roxb Miq) termasuk kayu daun lebar yang lunak
(ringan). Kayu teras berwarna putih kekuningan sampai terang, dan termasuk
dalam kelas awet V.
Media tanam atau substratnya yang sudah umum digunakan adalah
gergajian kayu seperti sengon dan jenis kayu lainnya (Oktavita 2009). Serbuk
gergajian sengon selama ini banyak dimanfaatkan untuk budidaya jamur terutama
jamur tiram. Ketersediaan serbuk gergajian kayu sengon yang tidak merata, maka
diperlukan alternatif serbuk gergajian lain, yaitu menggunakan sebuk gergajian
kayu jabon. Serbuk gergajian jabon sudah mulai banyak hal ini disebabkan

2
semakin banyaknya masyarakat yang menanam jabon secara luas, namun belum
diketahui potensinya untuk media jamur tiram.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini menganilisis potensi kultivasi empat isolat jamur
tiram yaitu tiram putih TR (Pleurotus ostreatus var. floridae), tiram biru TB
(Pleurotus ostreatus var. colombinus), tiram pink EB9 (Pleurotus djamor), dan
tiram abu-abu HO (Pleurotus ostreatus) menggunakan serbuk gergajian kayu
sengon dan serbuk gergajian kayu jabon. Penelitian ini juga bertujuan untuk
menganalisis komposisi kimia tubuh buah jamur tiram.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kultivasi jamur tiram menggunakan baglog dan komposisi kimia tubuh buah
jamur tiram. Informasi ini diharapkan dapat mendorong pengembangan kultivasi
jamur tiram Indonesia.

METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian dilakukan selama 4 bulan, yaitu pada bulan Mei 2014 –
September 2014. Lokasi penelitian yaitu Kumbung Jamur Hegarmanah, Gunung
Batu, Bogor, dan Laboratorium Patologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah LAF (Laminar Air Flow),
bunsen, kompor, thermometer dry and wet, oven, botol, plastik polypropylene
(PP), sudip, rak, tali rapia, wadah, sprayer, ember, pengaduk, spidol permanen,
alat penyiram, timbangan analitik, kertas pH indikator, label, penggaris, pisau,
gelas ukur, sekop, gunting, alat tulis, alat hitung, kamera, drum besar, karet gelang,
cincin baglog, kapas, software Ms. Word, Ms. Excel, dan tally sheet. Seperangkat
alat analisis proksimat (alat destruksi dan destilasi Kjeldahl, oven tanur, dan alat
ekstraksi Soxhlet) di laboratorium PAU-IPB. Alat analisis β-glukan
(spektrofotometer) di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB
(LDITP-IPB). Alat analisis vitamin B3 dan D (HPLC) di Laboratorium
Saraswanti Indo Genetech-Bogor.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergajian kayu
jabon, serbuk gergajian kayu sengon, gips (CaSO4), kapur (CaCO3), larutan
molase, dedak, air, 4 jenis bibit jamur.

3

Perlakuan
Kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Jenis substrat yang
digunakan adalah serbuk gergajian kayu jabon (JB) dan serbuk gergajian kayu
sengon (SG). Jenis isolat yang digunakan adalah tiram putih (P. ostreatus var.
floridae TR), tiram biru (P. ostreatus var. colombinus TB), tiram pink (P. Djamor
EB9), dan tiram abu-abu asal Hongkong (P. ostreatus HO). Keempat isolat
tersebut adalah koleksi Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi di Laboratorium patologi
hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan-IPB.
Tabel 1 Kombinasi perlakuan
Jenis substrat
JB
SG

TR
JB TR
SG TR

Jenis isolat
TB
EB9
JB TB
JB EB9
SG TB
SG EB9

HO
JB HO
SG HO

Keterangan: JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih, TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram
abu-abu.

Prosedur Penelitian
Pengamatan Fase Vegetatif dan Reproduktif
Pembuatan Media. Bahan-bahan ditimbang sesuai dengan komposisinya.
Perbandingan komposisi media baku adalah 82.5% sebuk gergaji sengon, 15%
dedak padi, 1.5% gips (CaSO4), 1% kapur (CaCO3) dan air secukupnya
(Herliyana et al. 2008). Bahan-bahan tersebut disebut substrat sengon baru (SSB).
Pada penelitian ini, bobot per media baglog yaitu 250 g sebanyak 3 ulangan.
Bahan-bahan tersebut dicampur sesuai komposisinya, diaduk hingga rata dan
tidak ada bahan yang menggumpal. Kemudian ditambahkan air yang sudah diberi
molase sebanyak 10%. Air ditambahkan ke dalam campuran bahan-bahan
secukupnya, hingga kelembaban media mencapai lebih kurang 50%. Bahan yang
sudah tercampur kemudian dikomposkan selama satu hari. Selanjutnya, bahanbahan tersebut dibuat menjadi baglog atau dikemas dengan plastik PP. Baglog
adalah substrat jamur dalam kantung, merupakan modifikasi dari budidaya jamur
dengan log kayu. Pada mulut baglog diberi cincin dan kapas, ditutup dengan
kertas, kemudian diikat dengan karet gelang. Media baglog selanjutnya dikukus
dalam drum untuk pasteurisasi selama 8 jam, dalam suhu 80˚ - 100˚C.
Pembibitan. Pembibitan atau inokulasi bibit jamur dilakukan dalam
keadaan aseptik. Ruangan inokulasi harus tertutup, dan sebelumnya disterilkan
dengan menyemprot sekeliling ruangan dengan alkohol kemudian didiamkan
selama 1 hari. Bibit jamur tiram sebanyak lebih kurang 10 g diambil dengan sudip
yang telah steril, kemudian dimasukkan ke dalam baglog. Saat memasukkan bibit,
baglog didekatkan dengan bunsen untuk mencegah kontaminasi. Kemudian
baglog ditutup kembali dan kapas penutupnya diganti dengan kapas baru .dengan
baik dan kapas untuk penutup diganti. Baglog tersebut kemudian disimpan di
ruang inkubasi dan diamati fase vegetatifnya.

4
Perawatan dan Pengamatan. Baglog jamur tiram disimpan dalam ruang
inkubasi selama fase vegetatif, dan dalam kumbung jamur selama fase
reproduktif. Kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban diamati dan dicatat
saat pagi, siang dan sore hari. Pemeliharaan berupa baglog disiram dengan
sprayer pada pagi dan sore hari, dibersihkan dari debu dan kotoran, serta baglog
yang terkontaminasi dibuang. Pengamatan dilakukan selama fase vegetatif dan
fase reproduktif. Fase vegetatif diamati dari saat hari pertama inkubasi hingga
seluruh baglog penuh oleh miselium atau full growth mycelium. Pengukuran yang
dilakukan adalah tinggi miselium, lama fase vegetatif, serta hama dan penyakit
yang menyerang. Fase reproduktif diamati dari sejak baglog dibuka untuk
pertumbuhan tubuh buah hingga panen terakhir. Pengukuran yang dilakukan
adalah hasil panen berupa total bobot basah, nilai Efisiensi Biologi (EB), diameter
tudung buah, jumlah tangkai, panjang tangkai buah, diameter tangkai buah,
jumlah panen, serta lama fase reproduktif. Jika nilai EB adalah 100% berarti 1 kg
bobot basah tubuh buah jamur dapat dihasilkan dari 1 kg bobot kering substrat
(Madan et al. 1987).
Untuk mengukur nilai efisiensi biologi (EB) digunakan rumus :
EB = bobot basah tubuh buah jamur segar X 100%
Bobot kering substrat

(Madan et al. 1987)

Analisis Komposisi Kimia (Gizi, Bioaktif) Tubuh Buah Jamur Tiram
Analisis komposisi kimia tubuh buah jamur tiram dilakukan di PT
Saraswanti Indo Genetech (SIG) dan di Laboratorium Jasa Analisis Pangan,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB
(LDITP-IPB).
Analisis komposisi gizi tubuh buah jamur tiram meliputi a) analisis energi
total dengan kalkulasi dari analisis proksimat (SNI 1992), b) analisis kadar air
dengan metode gravimetri (SNI 1992), c) analisis kadar abu dengan metode
gravimetri (SNI 1992), d) analisis lemak total dengan metode Soxhlet (SNI 1992),
e) analisis protein dengan metode Kjeldhal (SNI 1992), f) analisis karbohidrat
total dengan metode by difference (AOAC 2012), g) analisis serat kasar dengan
metode gravimetri (AOAC 2012),dan i) analisis vitamin (B3 dan D) dengan
metode HPLC (Rodriguez et al. 1992; Ake et al. 1998; Aslam et al. 2008);
analisis bioaktif tubuh buah jamur tiram meliputi analisis dan j) β-glukan dengan
metode spektrofotometri (Megazyme 2008); Analisis a–g
dilakukan di
Laboratorium Pusat Antar Universitas-IPB. Analisis i) dilakukan di PT SIG
dengan metode SNI 2891/1992 dan metode yang dikembangkan secara internal di
PT SIG, sedangkan analisis j dilakukan di LDITP-IPB dengan mengikuti metode
yang tertera pada kit Megazyme.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram
Fase Vegetatif dan Fase Reproduktif
Jamur tiram memiliki dua fase hidup, yaitu fase vegetatif dan fase
reproduktif. Fase vegetatif adalah waktu inokulasi sampai kantong penuh dengan
miselium (full growth misellium). Fase reproduktif adalah setelah selesai fase
vegetatif sampai dengan jamur muncul tubuh buah (Herliyana et al. 2008).
Pertumbuhan miselium merupakan hasil perpaduan dari hifa dan asosiasi antara
hifa dengan substrat (Chang dan Miles 2004). Fase vegetatif jamur tiram rata-rata
berlangsung 3–20 hari. Hampir semua jenis jamur tiram pada baglog jabon (18
hari) mempunyai fase vegetatif lebih cepat dibanding baglog sengon. Perlakuan
paling lama yaitu pada jenis jamur tiram putih dengan baglog yang berasal dari
serbuk sengon, yaitu 22 hari. Perbedaan waktu tersebut diduga karena pengaruh
ukuran media baglog, walaupun berat setiap baglog sama tetapi tinggi dari
masing-masing baglog berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh kadar air pada
substrat. Media yang dibuat dari serbuk gergajian jabon lebih lembab atau
memiliki kadar air lebih tinggi dibanding dengan media yang dibuat dari serbuk
gergajian kayu sengon.
Setiap fase pertumbuhan jamur sangat dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu
suhu, kelembaban relatif, waktu, kandungan CO2, dan cahaya (Suriawiria 2002)
dalam Febianti (2014). Pada saat pertumbuhan miselium, jamur tidak memerlukan
cahaya (Sunarmi dan Saparinto 2013), maka ruang inkubasi dibuat tertutup. Suhu
ruang tumbuh (fase reproduktif) saat penelitian berkisar antara 26–31˚C dan
kelembaban 60–91%, sedangkan pada ruang tumbuh vegetatif suhu berkisar
antara 26–30°C dan kelembaban 49–80%. Selama fase vegetatif jamur tiram
memerlukan suhu antara 24–29˚C, kelembaban 90–100%, dan cahaya 500–1000
lux (Widyastuti dan Tjokrokusumo 2008). Jamur tiram tumbuh pada kisaran suhu
10–40°C dengan pertumbuhan optimum pada kisaran suhu 25–35°C (Syafiih
2015). Intensitas cahaya yang diperlukan pada saat pertumbuhan sekitar 10%
(Achmad et al. 2011)
Menurut Suriawiria (2002), waktu yang diperlukan untuk tiap stadium atau
tingkatan daur hidup jamur bervariasi, tergantung pada bentuk dan sifat media
atau substrat tempat tumbuh, lingkungan (fisik, kimia, dan biologi), dan jenis atau
strain jamur. Dalam keadaan normal, waktu yang diperlukan dari miselium
sampai terbentuk tubuh buah rata-rata satu sampai dua bulan. Variabel
pertumbuhan dan produksi merupakan indikasi kemampuan jamur dalam tumbuh
dan berkembang baik secara vegetatif maupun generatif (Nurul 2013).
Jika baglog telah penuh dengan miselium, maka harus dipindahkan dari
ruang tumbuh vegetatif ke ruang tumbuh reproduktif dan setiap sisi baglog
disayat agar miselium dapat berkembang menjadi tubuh buah. Perlakuan SG EB9
merupakan media yang paling cepat muncul tubuh buah. Perlakuan SG HO
muncul tubuh buah pertamanya paling terakhir. Perlakuan SG EB9 memang
paling cepat muncul tubuh buah, namun semakin lama semakin kecil bobot tubuh
buah dan semakin sedikit jumlah tubuh buah yang dipanen.

6
Tabel 2 Fase vegetatif, fase reproduktif, dan jumlah panen jamur tiram
Perlakuan

Fase
vegetatif
(hari)

Rata-rata lama
panen ke- (hari)

SG TR [1]
SG TR [2]
SG TR [3]
SG TB [1]
SG TB [2]
SG TB [3]
SG EB9 [1]
SG EB9 [2]
SG EB9 [3]
SG HO [1]
SG HO [2]
SG HO [3]
JB TR [1]
JB TR [2]
JB TR [3]
JB TB [1]
JB TB [2]

23
20
20
23
20
20
20
23
23
23
23
20
18
18
18
18
18

I
26
12
24
38
24
22
26
1
14
26
35
67
22
20
14
14
12

II
9
10
2
15
9
34
5
5
15
10
60
-

III
2
12
9
39
-*
1
8
-

JB TB [3]
JB EB9 [1]
JB EB9 [2]
JB EB9 [3]
JB HO [1]
JB HO [2]

18
18
18
18
20
20

24
36
20
14
26
35

13
7
27
3
47
-

18
2
-

JB HO [3]

20

69

5

-

IV

Rata-rata fase
reproduktif
(hari)

Total fase
reproduktif
(hari)

Jumlah
panen

23
22.75
10.17
38
24
18.5
24.67
1
24
26
35
36
13.5
12
18.5
37
12

92
91
61
38
24
37
74
1
48
26
35
72
27
36
74
74
12

4
4
6
1
1
2
3
1
2
1
1
2
2
3
4
2
1

37
61
49
17
73
35

2
3
3
2
2
1

74

2

42
-

V
2
-

VI
20
-

-

-

-

-

-

-

-

-

17
20.3
16.3
8.5
36.5
35

-

-

37

55
57
4
-

-

-

Keterangan: I, II, III, IV,V,VI = panen ke-...; Fase vegetatif: terhitung mulai inokulasi bibit sampai
kolonisasi penuh; *=tidak ada panen lagi. JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih,
TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram abu-abu. Angka dalam kurung merupakan
ulangan.

Lama total fase reproduktif tiap perlakuan bervariasi selama 92 hari.
Perlakuan yang paling lama fase reproduktifnya (92 hari) adalah pada perlakuan
SG TR [1], yaitu dengan komposisi baglog sengon dan bibit jamur tiram putih.
Jumlah panen paling banyak yaitu pada perlakuan SG TR (3) sebanyak 6 kali
(Tabel 1).
Total panen tubuh buah jamur tiram paling besar nilai rata-ratanya adalah
pada perlakuan JB TR, dengan nilai 47.4 g. Total panen paling sedikit adalah pada
perlakuan SG HO dengan nilai 16.2 g. Hal tersebut dikarenakan pada perlakuan
SG HO hanya terdapat 1-2 kali panen saja, sehingga total panen yang dihasilkan
sedikit dan bobot total panen per kantong substratnya kecil (Tabel 2). Dari panen
pertama hingga panen selanjutnya, umumnya bobot hasil panen tubuh buahnya

7
semakin menurun. Hal ini disebabkan karena semakin berkurangnya nutrisi dalam
baglog (Febianti 2014).
Tabel 3 Nilai rata-rata total panen tubuh buah jamur tiram
Perlakuan
SG TR
SG TB
SG EB9
SG HO
JB TR
JB TB
JB EB9
JB HO

Bobot total panen per kantong
substrat (gram)

Bobot totalpanen dari
3 ulangan (gram)

1
33.0
50.0
12.3
19.0
56.0

2
33.0
32.0
14.0
23
54.7

3
31.3
19.0
102.0
6.5
31.5

97.3
101.0
128.3
48.5
142.2

10.5
13.0

51.0
27.0

13.0
29.0

74.5
69.0

Rata-rata bobot
total panen per
kantong substrat
(gram)
32.4
33.7
42.8
16.2
47.4
24.8
23.0

37.0
28.0
18.0
83.0
27.7
Keterangan: JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih, TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram
abu-abu.

Nilai efisiensi biologi merupakan nilai yang menunjukkan kemampuan satusatuan media untuk menghasilkan satuan berat tubuh buah jamur (Widiastuti dan
Panji 2008). Nilai Efisiensi Biologi dapat dihitung berdasarkan bobot total panen
jamur yang dihasilkan dibagi bobot kering media baglog (Chang 1982 dalam
Kartika 1992). Hasil analisis menunjukkan perlakuan pada JB TR memiliki nilai
EB rata-rata paling besar dengan nilai 59.2 % (Tabel 4). Nilai EB rata-rata paling
kecil adalah pada perlakuan SG HO dengan nilai 9.98 % diduga karena ada
beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan menurut Suriawiria (2002) tiap fase
pertumbuhan jamur sangat dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu, suhu, kelembaban
relatif, waktu kandungan CO2, dan cahaya. Pada saat dilakukan penelitian yaitu
pada bulan Mei sampai September masuk bulan kering sehingga baik suhu dan
kelembabannya kurang. Selain itu faktor isolat pun mempengaruhi karena isolat
yang tidak pernah dirawat atau terlalu lama disimpan bisa mempengaruhi hasil
panen jamur.
Tabel 4 Perbandingan nilai EB jamur tiram
Perlakuan
SG TR
SG TB
SG EB9
SG HO
JB TR
JB TB
JB EB9
JB HO

EB per kantong substrat
(%)
1
2
3
36.7
36.7
34.8
57.5
36.8
21.8
12.1
13.7
100
11.4
14.2
4.0
70.0
68.3
39.4
7.5
36.4
9.3
11.6
24.1
25.9
37.4
28.3
18.2

EB dari 3
ulangan (%)

Rata-rata EB per
kantong substrat (%)

108.1
116.1
125.8
29.9
177.7
53.2
61.6
83.8

36.0
38.7
41.9
9.9
59.2
17.7
20.5
27.9

Keterangan: Nilai EB (Efisiensi Biologi); JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih, TB=tiram biru,
EB9=tiram pink, HO=tiram abu-abu.

8
Tabel 5 Kondisi optimal karakter reproduktif jenis jamur tiram
Perlakuan
TR
TB
EB9
HO

Kriteria fase
vegetatif
paling cepat
(hari)
JB (18)
JB (18)
JB (18)
JB (20)

Kriteria fase
reproduktif
paling cepat
(hari)
SG (81)
JB (41)
JB (42)
SG (44)

Rata-rata total
tubuh buah
(gram)

Nilai EB (%)

Jumlah
panen

JB (47.7)
SG (33.7)
SG (42.8)
JB (27.7)

JB (59.24)
SG (38.70)
SG (41.93)
JB (27.95)

SG (5)
SG (2)
JB (3)
JB (2)

Keterangan: JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih, TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram
abu-abu.

Karakter Morfologi Tubuh Buah Secara Makroskopis
Menurut Chang dan Miles (1989), jamur tiram putih (P. ostreatus) memiliki
ciri-ciri tubuh buah berwarna putih atau putih kekuningan, tudung buah atau
pileus berbentuk seperti tiram dengan bagian atas lebih lebar, bagian bawah agak
runcing, dan bentuknya seperti lidah. pada bagian bawah tudung terbentuk lapisan
seperti insang (gills), ada yang bertangkai dan ada pula yang tidak/pendek, serta
penempelan tangkai biasanya tidak tepat di tengah melainkan menyamping.
Warna tudung buah jamur tiram putih bergantung pada intensitas cahaya, jika
intensitasnya rendah maka warna tudungnya akan menjadi pucat (Chang dan
Miles 2004).
Menurut Herliyana (2007) jamur P. djamor EB9 mempunyai ciri-ciri tudung
seperti tiram, bentuk kipas,warna merah muda (pink)-putih keruh, tekstur daging
lunak, tebal dan bergelombang, dan jejak spora berwarna merah muda, diameter
terkecil – terbesar 1.4–2.8 cm dan 3–4 cm, panjang tangkai 1.45–2 cm, diameter
tangkai 0.38–1.2 cm. Jamur tiram biru P. ostreatus var.colombinus memiliki ciriciri mirip dengan jamur tiram lainnya hanya ketika tudung buah berukuran kecil
warna biru keabuan.
Rata-rata Diameter Tudung Jamur
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata diameter terbesar memiliki ratarata 10.0 cm (JB HO) dan terkecil 1.5 (JB EB9). Pernyataan ini sesuai dengan
Maulana (2012) bahwa diameter tudung jamur adalah 5–10 cm.

9

TR= Tiram putih
TB= Tiram biru
EB9= Tiram pink
HO= Tiram abu-abu
TRM= Tiram minimal
TBM= Tiram biru minimal
EB9M= Tiram pink minimal
HOM= Tiram HO minimal

Gambar 1 Rata-rata diameter tudung buah.
Rata-rata Panjang Tangkai Jamur
Menurut Djarijah dan Djarijah (2001), tangkai Pleurotus sp. berkisar antara
2-6 cm. Kisaran tersebut sesuai dengan hasil pengukuran penelitian terhadap
panjang tangkai tertinggi memiliki rata-rata 5.3 cm perlakuan (SG HO) dan
terendah 1.7 cm perlakuan (JB EB9). Hal ini sesuai dengan pernyataan Maulana
(2012) bahwa panjang tangkai jamur berkisar antara 3-10 cm.

Keterangan:
TR= Tiram putih
TB= Tiram biru
EB9= Tiram pink
HO= Tiram abu-abu

Gambar 2 Rata-rata panjang tangkai.

10

Rata-rata Diameter Tangkai Jamur
Lebar tangkai tertinggi memiliki rata-rata 3.1 cm (SG EB9) dan terendah 1.3
cm (SG TB ).

Keterangan:
TR= Tiram putih
TB= Tiram biru
EB9= Tiram pink
HO= Tiram abu-abu

Gambar 3 Rata-rata diameter tangkai.
Jumlah Tangkai Jamur
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada P.ostreatus HO mempunyai jumlah
tangkai tertinggi memiliki rata-rata 31.0. Keberhasilan budidaya Pleurotus sp.
dalam pertumbuhan ditentukan oleh kualitas media tanam, proses budidaya, faktor
lingkungan dan kualitas bibit yang digunakan. Selain itu, faktor lain seperti
persiapan bahan baku media termasuk kualitas serbuk kayu yang akan digunakan,
pencampuran bahan-bahan tambahan, teknik penanaman, pemeliharaan tanaman
hingga penanganan pada saat masa panen dan pascapanen juga mempengarahui
keberhasilan (Kushendraini 2003). Pada pertumbuhan dan perkembangan
Pleurotus sp. dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, kandungan O2 dan CO2,
imbangan C/N, mineral jumlah substrat dan populasi awal inokulum.
Produktivitas jamur dapat dilihat dari parameter rata-rata diameter tudung buah,
rata-rata intensitas periode panen, rata-rata total bobot segar badan buah, dan ratarata masa panen (Alan et al. 2013).

11

Keterangan:
TR= Tiram putih
TB= Tiram biru
EB9= Tiram pink
HO= Tiram abu-abu

Gambar 4 Rata-rata jumlah tangkai.
Tabel 6 Kondisi optimal karakter morfologi jenis jamur tiram
Perlakuan

TR
TB
EB9
HO

Rata-rata
diameter
tudung jamur
(cm)
JB (7.3)
SG (8.1)
SG (7.8)
JB (10.0)

Rata-rata
panjang tangkai
jamur (cm)

Rata-rata
diameter
tangkai (cm)

Rata-rata
jumlah tangkai

SG (4.3)
SG (3.4)
SG (2.2)
SG (5.3)

SG (1.9)
JB (2.5)
SG (3.1)
JB (2.8)

JB (9.4)
SG (9.3)
JB (14.3)
JB (31.0)

Keterangan: JB=jabon, SG=sengon, TR= tiram putih, TB=tiram biru, EB9=tiram pink, HO=tiram
abu-abu.

Hasil Analisis Komposisi Kimia
Jamur tiram memiliki kandungan nutrisi yang berguna bagi manusia.
Menurut Chang dan Buswell (1996), bahwa jamur pangan tidak hanya lezat, tetapi
juga berkhasiat karena kandungan nutrisi yang tinggi dan mempunyai khasiat obat
seperti anti kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan anti diabetes.
Jamur tiram bermanfaat untuk menekan kolesterol jahat dalam darah, menyerap
kelebihan kadar gula dalam darah dan menyeimbangkan metabolisme tubuh
(suriawiria 1986).
Untuk mengetahui nutrisi dalam jamur tiram, maka dilakukan analisis
komposisi kimia. Komposisi kimia jamur tiram terdiri atas komposisi proksimat
(kadar air, kadar abu, lemak, protein, karbohidrat, dan serat kasar), vitamin tidak
larut air (vitamin D), vitamin larut air (vitamin B3), dan β-glukan. Hasil analisis
komposisi kimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

12
Tabel 7 Hasil analisis komposisi kimia jamur tiram per g/100g jamur kering*
Jenis
jamur
**
TB
EB9
HO
TR

Air
(%)

Abu
(%)

Lemak
(%)

Protein
(%)

8.36
10.44
10.16
7.54

7.83
8.79
8.99
9.75

1.47
0.95
1.37
2.41

22.01
22.44
24.46
26.46

serat
kasar
(%)
4.97
8.05
5.33
5.61

Karbohidrat
(%)
55.44
49.44
49.99
48.50

βVitamin
glukan
D
(%)
(ppm)
26.65
25.67
23.71
32.35 ND***

*Hasil analisis merupakan rata-rata dari dua ulangan analisis; **TR= tiram putih, TB=tiram biru,
EB9=tiram pink, HO=tiram abu-abu; ***ND, not detected,tidak terdeteksi

Analisis komposisi kimia keempat jamur tiram menunjukkan bahwa kadar
air yang tinggi terdapat pada P. djamor EB9 10.44 g/100g (10.44 %) diikuti oleh
kadar abu paling tinggi yaitu P. ostreatus var. Floridae TR 9.75% sesuai dengan
pernyataan Mutakin (2006) yaitu kadar abu pada P. ostreatus 6.1–9.8 %. Kadar
protein paling tinggi dimiliki oleh jenis P. ostreatus var. Floridae TR 26.46%
hasil ini sesuai dengan penelitian Syafiih (2015) jamur tiram putih mengandung
protein sebesar 19–35%, lebih tinggi daripada yang dipaparkan oleh Febianti
(2014), yaitu 2.7%. Hal ini dikarenakan dalam penelitian Febianti (2014) media
yang digunakan adalah limbah substrat jamur sedangkan pada penelitian ini yang
digunakan adalah media yang masih baru. Kadar lemak paling tinggi diperoleh
pada P. ostreatus var. Floridae TR yaitu sebesar 2.41%. Nilai tersebut lebih tinggi
dibanding yang dipaparkan oleh Mutakin (2006), yaitu 1.6–2.2%. Serat kasar
tertinggi terdapat pada jenis P. djamor EB9 8.05%, sedangkan karbohidrat
tertinggi terdapat pada jenis P. ostreatus HO 49.99%. Kandungan vitamin B3
pada P. ostreatus var. Floridae TR yaitu 282.28 mg/100g, sedangkan untuk
vitamin D tidak terdeteksi (ND = not detected) (Tabel 7). Dengan demikian, jamur
tiram merupakan bahan pangan bergizi karena mengandung protein, lemak dan
karbohidrat. Jamur mengandung karbohidrat jenis β-glukan diatas 20% basis
kering.
Kandungan senyawa aktif jamur tiram berupa β-glukan. β-glukan
merupakan serat pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim dalam pencernaan
manusia (Kassie et al. 2008), namun dapat dicerna oleh mikroorganisme dalam
kolon manusia sehingga disebut prebiotik. suatu jenis polisakarida rantai panjang
yang banyak terdapat pada dinding sel fungi, ragi, beberapa bakteri dan tanaman
(Brown dan Gordon 2003 dalam Maji et al. 2013). Senyawa β-glukan pada
Pleurotus sp. telah banyak digunakan sebagai suplemen makanan, salah satunya
sebagai prebiotik (Synytsya et al. 2009 dalam Anisah (2014). Disebutkan oleh
FDA dalam Widyastuti et al. (2011) dan Chang et al. (1996) bahwa β-glukan
memiliki fungsi sebagai anti-tumor, anti-oksidatif, anti-inflamasi, dan
imunomodulasi.
Kandungan β-glukan tertinggi yaitu terdapat pada jamur tiram jenis P.
ostreatus var. Floridae TR sebesar 32.35 g/100g (32.35%) dengan kadar air
7.54%. Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan kadar β-glukan dalam
beberapa jenis bahan pangan, yaitu gandum barley dengan kadar 3.0-7.0%
(Dickin et al. 2011), dan gandum oat 10-20% (Lee et al. 2009). Kadar air gandum

Vitamin
B3
(mg/100g)
282.28

13
secara umum adalah 12%. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian, kadar βglukan dalam jamur tiram lebih besar daripada kadar β-glukan pada gandum
barley dan gandum oat apabila dihitung pada kadar air yang sama. Dengan
demikian jamur tiram putih berpotensi sebagai sumber β-glukan. Untuk keperluan
ini β-glukan dapat di isolasi dari jamur Pleurotus seperti yang diteliti oleh Noor
(2010) dan Maji et al. (2013).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menggunakan 2 jenis media (serbuk gergajian kayu sengon
dan serbuk gergajian kayu jabon) serta 4 jenis jamur ( tiram putih, tiram pink,
tiram biru, dan tiram abu-abu) menunjukkan bahwa hasil total bobot basah tubuh
buah dan nilai Efisiensi biologi (EB) paling tinggi pada baglog sengon, jamur
jenis P. ostreatus var. floridae 47.4 g dan nilai EB 41.9%. Perlakuan paling cepat
fase vegetatifnya adalah pada baglog jabon dengan jenis jamur P. ostreatus var.
floridae , P. ostreatus var. colombinus, dan P. djamor yaitu 18 hari. Rata-rata
diameter tudung jamur dan jumlah tangkai tertinggi yaitu 10.0 cm dan 31.0 pada
jenis P. ostreatus pada baglog jabon. Baglog jabon memiliki potensi untuk media
kultivasi jamur tiram sehingga dapat menjadi alternatif pengganti serbuk gergaji
kayu sengon. Jamur tiram merupakan bahan pangan bergizi karena mengandung
protein di atas 20% basis kering dan bahan pangan fungsional karena mengandung
β-glukan di atas 20% basis kering. Kandungan vitamin larut air B3 juga relatif
tinggi (282.28 mg/100g), sedangkan vitamin larut lemak D tidak terdeteksi.
Kandungan β-glukan tertinggi yaitu terdapat pada tiram jenis P. ostreatus var.
floridae sebesar 32.35 g/100g (32.35%) jamur kering dengan kadar air 7%.

Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dalam kultivasi jamur tiram.
Perlu penenlitian lebih lanjut untuk lebih mengetahui pengaruh media terhadap
pertumbuhan jamur tiram. Diperlukan waktu pengamatan penelitian lebih lama
untuk selanjutnya, agar dapat melakukan panen lebih banyak sehingga terlihat
jelas pengaruh terhadap media tanam. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk jenis
media dari kayu yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Aasociation of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method
2011.25: Insoluble, soluble, and total dietary fiber in foods. Di dalam:
Latimer GW, editor. Official Methods of Analysis. Volume 2. Enzymaticgravinetric-liquid chromatography. Maryland (US): AOAC International.
Chapt 32 hlm 31-34.

14
[AOAC] Aasociation of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method
966.16: Sodium in fruits and fruit products. Di dalam: Latimer GW, editor.
Official Methods of Analysis. Volume 2. Flame spectrophotometric method.
Maryland (US) : AOAC International. Chapt 37 hlm 8.
[AOAC] Aasociation of Analytical Communities. 2012. AOAC Official Method
986.25: Proximate analysis of milk-based infant formula. Di dalam: Latimer
GW, editor. Official Methods of Analysis. Volume 2.Maryland (US) :
AOAC International. Chapt 50 hlm 18.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman.
Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.
Achmad.2012. Jamur Info Lengkap dan Kiat Sukses Agribisnis. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Achmad, Mugiono, Arlianti T, Azmi C. 2012. Panduan Lengkap Jamur. Jakarta
(ID): Penebar Swadaya.
Alan RG, Ninuk H, Setyono YT. 2013. Studi pertumbuhan dan produksi jamur
tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada media tumbuh gergaji kayu sengon
dan bagas tebu. J. produksi Tanaman. 1(2):17-24.
Alexopoulus CJ, Mims CW, Blackwell M. 1996. Introductory Mycology, Ed ke-4.
New York: John Wiley and Sons, Inc.
Ana AF. 2014. Pengaruh Limbah Substrat Jamur Tiram dan Pupuk Organik Cair
Terhadap Budidaya Jamur Tiram Biru [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Chang ST, Buswell JA. Mushroom Nutraceuticals. 1996. J. Microbiology and
Biotechnology. 12(4):73-76.
Chang ST, Miles PG. 2004. Mushrooms: Cultivation, Nutritional Value,
Medicinal Effect, and Environmental Impact. Florida (US): CRC Press.
Chang ST, Miles PG. 1989. Edible Mushroom and Their Cultivation.
Florida (US): CRC Press.
Dickin E, Steele K, Frost G, Edward-Jones G, Wright D. 2011. Effect of genotype,
environment and agronomic management on β-glucan concentration of
naked barley grain intended for health food use. J. of Cereal Science.
54(1):44-52.doi: 10.106/j.jcs.2011.02.009.
Djarijah NM & Djarijah AS. 2001. Jamur Tiram Pembibitan Pemeliharaan dan
Pengendalian Hama-Penyakit. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Febianti M. 2014. Pemanfaatan Limbah Substrat Jamur Tiram dan Penambahan
Sumber Nutrisis Pada Budidaya Jamur Tiram Putih [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Herliyana EN. 2014. Biodiversitas Cendawan dan Potensinya di Indonesia. Bogor
(ID): IPB Pr.
Herliyana EN, D. Nandika, Ahmad, LL. Sudirman, AB. Witarto. 2008.
Biodegradasi substrat gergajian kayu sengon oleh jamur kelompok
Pleurotus asal Bogor. J. Trop. Wood Sci. Tecnol. 6(2):75–84.
Herliyana EN. 2007. Potensi Ligninolitik Jamur Pelapuk Kayu Kelompok
Pleurotus [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Kartika L. 1992. Pertumbuhan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Jack. Ex
Fr.) Kummer) pada campuran serbuk gergaji kayu jeungjing dan tongkol

15
jagung [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Kushendrarini P. 2003. Analisis budidaya untuk peningkatan produksi jamur
tiram putih (Pleurotus ostreatus) [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana,
Intitut Pertanian Bogor.
Lee S, Inglett GE, Palmquist D, Warner K. 2009. Flavor and texture attributes of
foods containing β-glucan-rich hydrocolloids from oats. LWT – Food
Science and Technology. 42(1):350–357.doi: 10.106/j.lwt.2008.04.004.
Madan M, Vasudevan P, Sarma S. 1987. Cultivation of Pleurotus sajor-saju on
Different Wastes. J Biological Wastes 22:241–250.
Mahmud AA. 2014. Analisis kultivasi jamur kuping (Auricularia sp.) pada log
kayu dan ranting sengon, jabon dan jati [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Maji PK, Sen IK, Devi KSP, Maiti TK, Sikdar SR, Islam SS. 2013. Structural
characterization of a biologically active glucan isolated from a hybrid
mushroom strain pfle I v of Pleurotus florida and Lentinula edodes.
Bioactive
Carbohydrates
and
Dietary
Fibre.
2:7383.doi:10.1016/j.bcdf.2013.09.002.
Maulana ESY. 2012. Panen Jamur Tiap Musim Panduan Lengkap Bisnis dan
Budi Daya Jamur Tiram. Yogyakarta: lily Publisher
Megazyme. 2008. Mushroom and yeast beta-glucan assay procedure K-YBGL
04/2008. Ir: Megazyme International Ireland Ltd.
Mutakin J. 2006. Uji kultivasi dan efisiensi biologi jamur tiram (Pleurotus spp.)
liar dan budidaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Noor I. 2010. Isolasi dan karakterisasi β-Glukan dari tubuh buah jamur tiram putih
(Pleurotus ostreatus) dengan metode spektroskopi UV-Visibel dan FITR
[skripsi]. Jakarta (ID): Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam
Syarif Hidayatullah.
Nurul H, Lilik S, Ellis N. 2013.Studi pertumbuhan dan hasil produksi jamur tiram
putih (Pleurotus ostreatus) pada media tumbuh jerami padi dan serbuk
gergaji. J. Produksi Tanaman. 1(1):47–53.
Suriawiria U. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Syafiih A. 2015. Efektivitas media kultur dengan penambahan serbuk gergajian
dan sumber nutrisi terhadap pertumbuhan miselia Pleurotus ostreatus [tesis].
Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Widiastuti H, Gunawan AW. 1991. Pemanfaatan limbah pabrik kertas sebagai
campuran medium dalam budidaya jamur tiram (Pleurotus ostreatus).
Seminar Ilmiah dan Kongres Biologi Nasional X; 1991 Sep 24-26; Bogor,
Indonesia.
Widiastuti H, Panji T. 2008. Produksi dan kualitas jamr tiram (Pleurotus
ostreatus) pada beberapa konsentrasi limbah sludge pabrik kertas. Menara
Perkebunan. 76(2):104-106.
Widiyastuti N, Baruji T, Giarni R, Isnawan H, Wahyudi P, Donowati. 2011.
Analisis Kandungan Beta-glukan Larut Air dan Larut Alkali dari Tubuh
Buah Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) dan Shitake (Lentinus edodes). J.
Sains dan Teknologi Indonesia. 13(3):2.

16

LAMPIRAN
Lampiran 1 Suhu dan kelembaban fase vegetative
No
1
2
3
4
5
6
7
x

Suhu °C
27
29
29
30
30
30
30
29.3

Kelembaban %
70
54
54
68
54
60
64
60.4

17

Lampiran 2 Suhu dan Kelembaban fase generatif
No

Suhu °C
1
2
3
4
5
6
7
X

29
28
28
27
29
29
29
28.43

Pagi
Kelembaban
%
85
86
89
62
74
56
75
75.29

Suhu °C
30
30
30
31
31
30
31
30.43

Siang
Kelembaban
%
70
70
49
64
54
68
70
63.57

Suhu °C
29
30
29
30
31
29
26
29.14

Sore
Kelembaban
%
67
68
73
72
68
79
84
73

18
Lampiran 3 Dokumentasi 4 jenis jamur

Tiram biru

Tiram HO

Tiram pink

Tiram putih

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang tanggal 24 Maret 1994 dari pasangan
Bapak Aden Hidayat dan Ibu Ayi Koswara. Anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 2 Pandeglang. Pada tahun 2011
melanjutkan di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan, melalui jalur (SNMPTN).
Selama masa kuliah, penulis aktif dalam organisasi kampus dan kepanitiaan.
Kepanitiaan yang pernah diikuti yaitupanitia Masa Perkenalan Departemen
Silvikultur (2013), panitia Silvikultur Cup (2014), panitia Tree Grower
Community in Action (2013) dan (2014), panitia Bina Corps Rimbawan (2013),
panitia Ekspedisi Flora dan Studi Ilmiah (2014). Penulis juga aktif dalam
organisasi Himpunan Profesi Tree Grower Community (2011-2014), Rumah
Harapan BEM KM IPB (2012-2013), sebagai bendahara dari lembaga struktural
Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet Fakultas Kehutanan IPB, dan
penyiar di Agri FM IPB.
Penulis mengikuti beberapa praktek lapang, yaitu Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan di Gunung Papandayan-Sancang Timur pada tahun 2013,
Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
Sukabumi pada tahun 2014, dan Praktek Kerja Profesi pada tahun 2015.
Skripsi berjudul “Kultivasi Empat Isolat Jamur Tiram (Pleurotus) pada
Substrat Sengon (Falcataria moluccana) dan Jabon (Anthocephalus cadamba),
serta Analisis Komposisi Kimia Jamur” merupakan syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kehutanan IPB, dengan bimbingan Ibu Dr Ir Elis Nina Herliyana,
MSi dan Ibu Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi.

Dokumen yang terkait

Identifikasi Jenis-jenis Fungi Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb) di Sampali, Medan

1 33 38

Business Plan Budidaya Jamur Tiram

23 128 61

Analisis Produktivitas dan Kandungan Gizi Jamur Tiram (Pleurotus sp.) yang Dibudidayakan pada Substrat yang Diperkaya dengan Limbah Kulit Buah Kakao dan Kopi.Isolasi, Seleksi, Karakterisasi dan Identifikasi Pseudomonad Fluorescens dari Risosfer Penyambung

0 3 5

Analisis Produktivitas dan Kandungan Gizi Jamur Tiram (Pleurotus sp.) yang Dibudidayakan pada Substrat yang Diperkaya dengan Limbah Kulit Buah Kakao dan Kopi.Isolasi, Seleksi, Karakterisasi dan Identifikasi Pseudomonad Fluorescens dari Risosfer Penyambung

0 2 5

IbM Pemanfaatan Mesin Pengepres Bag Log Tipe Empat Tuas Penekan Upaya Peningkatan Kualitas Media Tanam dan Produksi Jamur Tiram

0 28 12

Pertumbuhan dan Hasil Jamur Tiram Pada Berbagai Komposisi Media Tanam

0 1 5

Efektifitas Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Variasi Media Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) dan Sabut Kelapa (Cocos nucifera)

0 0 5

Waktu Kultivasi Optimal dan Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Etil Asetat Jamur Simbion

0 0 6

Penambahan Ampas Tebu dan Jerami Padi pada Medium Tanam Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia chinensis) terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) The Addition of Sugarcane Bagasse and Rice Straw on Sengon (Albizia chine

0 0 8

Klasifikasi, Penyebaran, Karakteristik dan Tempat Tumbuh Jabon Putih (Anthocephalus cadamba)

0 0 12