Klasifikasi, Penyebaran, Karakteristik dan Tempat Tumbuh Jabon Putih (Anthocephalus cadamba)

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Penyebaran, Karakteristik dan Tempat Tumbuh Jabon Putih (Anthocephalus cadamba)

  Klasifikasi Jabon Putih (A. cadamba) menurut Krisnawati dkk. (2011) adalah: Kindom : Plantae Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) Sub kelas : Asteridae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae (suku kopi-kopian) Genus : Anthocephalus Spesies : Anthocephalus cadamba Miq.

  Sinonim : Anthocephalus chinensis (Lamk.) A. Rich. Ex. Walp.,

  Anthocephalus macrophyllus

  (Roxb.) Havil., Nauclea cadamba (Roxb.), Neolamarkcia cadamba (Roxb.) Bosser, Sarcocephalus

  cadamba

  (Roxb.) Kurz., Anthocephalus indicus A. Rich.,

  Anthocephalus morindaefolius Korth.

  Nama lokal Jabon Putih (Anthocephalus cadamba) pada beberapa daerah di Indonesia antara lain galupai, galupai bengkal, (Sumatera); Jabon, jabun (Jawa); ilan, kelampayan (Kalimantan); bance, pute, loeraa(Sulawesi); gumpayan, kelapan (Nusa Tenggara); aparabire, masarambi (Papua) (Martawijaya dkk., 1989).

  Jabon tumbuh secara alami di Australia, Cina, India, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Singapura dan Vietnam. Jabon merupakan jenis tanaman yang disukai tidak hanya di habitat alaminya, tetapi juga di luar habitat alaminya.

  Jabon juga telah berhasil diintroduksikan di Kosta Rika, Puerto Riko, Afrika Selatan, Suriname, Taiwan, Venezuela, dan negara-negara subtropis dan tropis lainnya (Orwa dkk., 2009).

  Jabon termasuk pohon berukuran besar dengan batang lurus dan silindris serta memiliki tajuk tinggi seperti payung dengan sistem percabangan yang khas mendatar.

  Tinggi pohon dapat mencapai 45 m dengan diameter batang 100-160 cm dan kadang- kadang berbanir hingga ketinggian 2 m. Kulit pohon muda berwarna abu-abu dan mulus sedangkan kulit pohon tua kasar dan sedikit beralur. Daun menempel pada batang utama, berwarna hijau mengilap, berpasangan dan berbentuk oval-lonjong (berukuran 15-50 cm x 8-25 cm). Daun pada pohon muda yang diberi pupuk umumnya lebih lebar, dengan posisi lebih rendah di bagian pangkal dan meruncing di bagian puncak.

  Jabon termasuk jenis kayu daun lebar yang lunak (ringan). Kayu teras berwarna putih kekuningan sampai kuning terang; tidak dapat dibedakan dengan jelas warnanya dari kayu gubal (Martawijaya dkk., 1989). Tekstur kayu agak halus sampai agak kasar, berserat lurus, kurang mengilat dan tidak berbau. Kerapatan kayunya

  3

  berkisar 290-560 kg/m pada kadar air 15%. Kayu Jabon mudah dikerjakan baik dengan tangan maupun mesin, mudah dipotong dan diketam, serta menghasilkan permukaan kayu yang halus. Kayunya juga mudah dipaku, dibor, dan dilem. Namun demikian, kayu Jabon dinilai tidak tahan lama. Hasil uji kayu di Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata kayu Jabon dapat tahan kurang dari 1,5 tahun apabila dibiarkan di atas tanah. Kayu Jabon termasuk mudah dikeringkan dengan sedikit atau tanpa cacat. Untuk mencegah jamur (noda) biru pada permukaan kayu, kayu harus segera diolah setelah pemanenan, atau harus diberi perlakuan dalam waktu 48 jam atau direndam dalam air (Soerianegara dan Lemmens 1993). Beberapa ciri morfologi yang membedakan Jabon Putih dengan Jabon Merah disajikan pada Tabel 1.

  Tabel 1. Perbedaan ciri morfologi Jabon Putih dengan Jabon Merah

  No. Karakteristik Jabon Putih (A .cadamba) Jabon Merah (A. macrophyllus)

  1. Tunas daun muda Berwarna coklat muda Berwarna merah

  2. Pangkal daun Rata Runcing

  3. Urat daun primer Berwarna hijau Berwarna merah kekuningan

  4. Batang muda Berwarna hijau Berwarna merah kehitaman kecoklatan

  5. Batang pohon dewasa Berwarna coklat kelabu Berwarna kehitaman

  

6. Warna buah Buah masak fisiologis Buah masak fisiologis berwarna

berwarna kuning coklat kemerahan Sumber: Halawane dkk. (2011)

  Jabon merupakan tanaman pionir yang dapat tumbuh baik pada tanah-tanah aluvial yang lembap dan umumnya dijumpai di hutan sekunder di sepanjang bantaran sungai dan daerah transisi antara daerah berawa, daerah yang tergenang air secara permanen maupun secara periodik. Beberapa pohon Jabon terkadang juga ditemukan di areal hutan primer. Jenis ini tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, terutama pada tanah-tanah yang subur dan beraerasi baik (Soerianegara dan Lemmens 1993).

  Cahaya merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan Jabon. Pada

  o

  habitat alaminya, suhu maksimum untuk pertumbuhan Jabon berkisar 32-42 C dan

  o

  suhu minimum berkisar 3-15,5

  C. Jabon tidak toleran terhadap cuaca dingin, rata- rata curah hujan tahunan di habitat alaminya berkisar 1500-5000 mm. Jabon dapat pula tumbuh pada daerah kering dengan curah hujan tahunan sedikitnya 200 mm

  (misalnya di bagian tengah Sulawesi Selatan). Jabon tumbuh baik pada ketinggian 300-800 m dpl. Di daerah khatulistiwa, Jabon tumbuh pada ketinggian 0-1000 m dpl (Martawijaya dkk., 1989).

Media Tanam

  Pembibitan atau persemaian merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyemaikan benih suatu jenis tanaman dengan perlakuan tertentu dan sistem periode waktu yang ditetapkan. Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan harus memiliki kesuburan yang baik, tidak berkerikil, memiliki aerasi yang baik, tidak terlalu mengandung liat, sumber air cukup tersedia dan berkualitas baik. Hal yang diperhatikan dalam memproduksi media bibit adalah sifat medianya. Media yang memiliki sifat fisik baik memiliki struktur remah, daya serap, dan daya simpan air baik (Khaeruddin, 1999).

  Media tanam yang baik mengandung unsur hara yang cukup, bertekstur ringan dan dapat menahan air sehingga menciptakan kondisi yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Media untuk pembibitan memiliki daya menahan air yang baik, cukup hara, bebas dari gulma dan patogen, serta kemasaman tanah optimal bagi pertumbuhan tanaman. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar utuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hali ini disebabkan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang berbeda.

  Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama. Di Asia Tenggara misalnya, sejak tahun 1940 menggunakan media tanam berupa pecahan batu bata, arang, sabut kelapa, kulit kelapa, atau batang pakis. Bahan-bahan tersebut juga tidak hanya digunakan secara tunggal, tetapi bisa dikombinasikan antara bahan satu dengan lainnya. Untuk mendapatkan media tanam yang baik dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, maka harus memiliki pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari setiap jenisnya (Khaeruddin, 1999).

  Media tanam berfungsi sebagai tempat tumbuh akar tanaman yang ditanam dan untuk menyerap larutan nutrisi saat disiram atau diteteskan kemudian larutan nutrisi tersebut diserap oleh perakaran. Syarat yang digunakan utuk media tanam antara lain steril, porus ringan, mudah didapat, dan murah. Tanaman membutuhkan unsur hara yang tepat untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Selain itu tanaman juga membutuhkan air dan sinar matahari untuk dapat melangsungkan daur hidupnya (Hartus, 2002). Pada penilitian ini beberapa media tanam yang digunakan yaitu:

  A. Tanah Tanah yang merupakan tempat tumbuh suatu tanaman merupakan suatu sistem terpadu antara unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya misalnya mineral anorganik, mineral organik, organik tanah, udara, tanah, dan air tanah. Untuk dapat tumbuh dan bereproduksi, tanaman mendapatkan suplai nutrisi (hara mineral) dari dalam tanah dan mineral-mineral tersebut diserap dalam bentuk yang spesifik. Untuk mengembalikan mineral-mineral yang telah hilang, baik yang tercuci oleh hujan maupun yang terserap tanaman maka dilakukan pemupukan (Sitepu, 2007).

  Tanah mengandung mineral, zat hara, dan jasad renik yang berguna untuk tanaman. Tanah yang umum dipakai yaitu tanah gunung yang hitam atau cokelat tua dan tanah merah.

  B. Pasir Menurut Rao (1994) tanah berpasir memiliki struktur butir tunggal, yaitu campuran butir-butir primer yang besar tanpa adanya bahan pengikat agregat. Ukuran butir-butir pasir adalah 0,002 mm-2,0 mm.

  Tekstur tanah pasir adalah kasar, karena tanah pasir mengandung lebih dari 60% pasir dan memiliki kandungan liat kurang dari 2% (Rao, 1994). Partikel-partikel pasir mempunyai ukuran yang lebih besar dan luas permukaan yang kecil dibandingkan dengan fraksi debu dan liat. Oleh karena itu, tidak banyak berfungsi dalam mengatur kimia tanah tetapi lebih sebagai penyokong tanah dimana sekitarnya terdapat partikel debu dan liat yang aktif (Hakim dkk., 1986).

  Pasir memiliki sifat yang cepat kering sehingga akan memudahkan proses pengangkatan bibit tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk dipindahkan ke media lain. Keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi media tanam. Pasir malang dan pasir bangunan merupakan jenis pasir yang sering digunakan sebagai media tanam. Karena memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori makro) maka pasir menjadi mudah basah dan cepat kering oleh proses penguapan. Kohesi dan konsistensi (ketahanan terhadap proses pemisahan) pasir sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air. Dengan demikian, media pasir lebih membutuhkan pengairan dan pemupukan yang lebih intensif. Penggunaan pasir sebagai media tanam sering dikombinasikan dengan campuran bahan organik lain, seperti kerikil, batu-batuan, atau bahan organik yang disesuaikan dengan jenis tanaman (Suwandi, 2008).

  Pada tanah pasir jumlah mikroorganismenya sangat sedikit sehingga proses humifikasi berjalan lambat. Mikroorganisme pada tanah pasir sangat sedikit karena kondisi lingkungan tanah pasir tidak mendukung mikroorganisme untuk hidup. Kondisi yang tidak menguntungkan antara lain intensitas cahaya matahari yang sangat besar, suhu yang tinggi dan kemampuan menahan air pada tanah pasir sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah pasir menjadi kurang subur (Hasibuan, 2006).

  Pasir berguna memberikan media tanam yang baik untuk tempat pertumbuhan akar, dengan sifat pasir yang porositasnya tinngi dan juga aerasi yang baik. Pasir yang digunakan bukan pasir super tetapi pasir yang memiliki butiran yang lebih besar sehingga tidak mudah mengendap ke bawah dan mengeras. Pasir terbaik yang digunakan adalah pasir yang memiliki pori-pori yang cukup banyak, umumnya ringan, dan butirannya agak kasar contohnya pasir malang (Soegiman, 1993).

  Kelebihan garam dalam tanah dapat menurunkan potensial air larutan tanah dan menyebabkan tumbuhan kekurangan air meskipun hidup pada lingkungan yang banyak air. Ini disebabkan oleh potensial air di lingkungan lebih rendah daripada potensial air jaringan, kemudian yang terjadi adalah kehilangan air bukan menyerapnya. Selain itu, organorgan tanaman, seperti akar dan daun, juga memperlihatkan gejala terbakar yang selanjutnya mengakibatkan kematian jaringan (nekrosis). Menurut Sipayung (2003), salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomassa tumbuhan. C. Cocopeat Kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik, seperti jerami, sekam daun, rumput, dan sampah kota. Kelebihan dari penggunaan kompos sebagai media tanam adalah sifatnya yang mampu mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah, baik fisik, kimiawi, maupun biologis (Yuwono, 2005).

  Pupuk organik seperti kompos dan humus adalah pupuk alami yang dapat menambah unsur hara di dalam tanah. Kompos mempunyai kemampuan menyerap air dan mempunyai kandungan unsur-unsur mikro dan makro yang dibutuhkan oleh tanaman. Kompos dapat dikatakan sebagai hasil bahan-bahan organik seperti serasah dedaunan, enceng gondok, atau rumput yang terjadi secara konsisten dengan aktivator sejumlah besar mikroba, dalam lingkungan yang hangat, basah, dan berudara, dalam waktu yang relatif terbatas dan hasil akhirnya berupa humus (Sastraatmadja dkk., 2001).

  Cocopeat

  merupakan salah satu media buatan yang berasal dari bahan organik sisa hasil kegiatan di bidang pertanian. Sebagai bahan organik, cocopeat dinilai sebagai bahan yang ramah lingkungan. Cocopeat berasal dari sabut kelapa yang sudah dipisahkan dari seratnya. Kelebihan serbuk sabut kelapa sebagai media tanam adalah memiliki kemampuan mengikat air dan m,enyimpan air 6 kali sampai 8 kali bobot keringnya (Herath, 1993 dalam Tyas, 2000).

  Cocopeat mengandung unsur-unsur hara esensial, seperti kalsium (Ca),

  Magnesium (Mg), Kalium (K), Natrium (Na), dan Fosfor (P) serta dapat menetralkan kemasaman tanah (Prayugo, 2007). Bonzon dan Velsco (1982) dalam Tyas (2000), menyatakan bahwa cocopeat banyak mengandung unsur hara, dengan K dan Cl merupakan unsur yang dominan.

Pupuk NPK

  Menurut Lingga (1998) pupuk adalah zat yang berisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis terisap oleh tanaman dari tanah. Jadi memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Marsono dan Sigit (2002) menyatakan bahwa manfaat pupuk secara umum adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun secara lebih terinci manfaat pupuk dapat dibagi dalam dua macam, yaitu yang berkaitan dengan perbaikan sifat fisika dan kimia tanah.

  Manfaat yang berkaitan dengan sifat kimia tanah menurut Marsono dan Sigit (2002) adalah menyediakan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman.

  Murbandono (1994) menyatakan bahwa unsur hara yang diperlukan tanaman dapat dibagi tiga golongan berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Ketiga golongan tersebut yaitu sebagai berikut:

  1. Unsur hara makro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan potasium atau kalium (K).

  2. Unsur hara sedang (sekunder) yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, seperti sulfur/belerang (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg).

  3. Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), khlor (Cl), boron (B), mangan (Mn), dan molibdenum (Mo).

  Menurut Marsono dan Sigit (2002) selain menyediakan unsur hara, pemupukan juga membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang, seperti N, P, dan K yang mudah hilang oleh penguapan. Pupuk juga dapat memperbaiki keasaman tanah.

  Atas dasar kandungan unsur hara yang dikandungnya pupuk terdiri atas pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang mengandung satu jenis hara tanaman seperti N atau P atau K saja, sedangkan pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara tanaman, seperti gabungan antara N dan P, N dan K atau N dan P dan K (Sabiham dkk., 1989). Untuk mengurangi biaya pemupukan, sering digunakan pupuk majemuk sebagai alternatif dari pemakaian pupuk tunggal (Hasibuan, 2006).

  Contoh pupuk majemuk yaitu NP, NK, dan NPK. Pupuk majemuk yang paling banyak digunakan adalah pupuk NPK yang mengandung senyawa ammonium nitrat (NH4NO3), ammonium dihidrogen fosfat (NH4H2PO4) dan kalium klorida (KCL). Kadar unsur hara N, P, dan K dalam pupuk majemuk dinyatakan dengan komposisi angka tertentu. Misalnya pupuk NPK 16-16-16 berarti dalam pupuk itu terdapat 16% nitrogen, 16% fosfor (sebagai P2O5), dan 16 % kalium (sebagai K2O). Di Indonesia beredar beberapa jenis pupuk majemuk dengan komposisi N, P, dan K yang beragam (Imran, 2005).

  Kadar NPK yang banyak beredar dipasaran adalah 15-15-15, 16-16-16, dan 8-20-15. Kadar lain yang tidak terlalu umum beredar adalah 6-12-15, 12-12-12 atau 20-20-20. Tiga tipe pupuk NPK yang pertama sangat umum didapat. Tipe pupuk tersebut juga sangat popular karena kadarnya cukup tinggi dan memadai untuk menunjang pertumbuhan tanaman (Marsono dan Sigit, 2002).

  Dari 16 unsur hara esensial (N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Cu, Zn, Cl, B, Mn, Mo,

  C, H, dan O) yang dibutuhkan tanaman, maka unsur hara makro N, P, K selalu mendapat perhatian yang serius. Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai subtansi penting di dalam tanaman. Sekitar 40-50% kandungan protoplasma yang merupakan substansi hidup dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen digunakan tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein. Nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada saat pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun (Novizan, 2002).

  Menurut Lindawati dkk. (2000), pupuk nitrogen merupakan pupuk yang sangat penting bagi semua tanaman, karena nitrogen merupakan penyusun dari semua senyawa protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya. Nitrogen juga memiliki peranan yaitu merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Nitrogen penting dalam hal pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis. Pemupukan bertujuan untuk memenuhi jumlah kebutuhan hara yang kurang sesuai di dalam tanah, sehingga produksi meningkat. Hal ini berarti penggunaan pupuk dan input lainnya diusahakan agar mempunyai efisiensi tinggi. Efisiensi pemupukan haruslah dilakukan, karena kelebihan atau ketidaktepatan pemberian pupuk merupakan pemborosan yang berarti mempertinggi input. Keefisienan pupuk diartikan sebagai jumlah kenaikan hasil yang dapat dipanen atau parameter pertumbuhan lainnya yang diukur sebagai akibat pemberian satu satuan pupuk/ hara.

  Bagi tanaman pupuk fospor berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar semai, memacu dan memperkuat tanaman, meningkatkan produksi biji-bijian. Unsur P merupakan bahan pembentukan sel inti, selain itu mempunyai peranan penting bagi pembelahan sel serta perkembangan jaringan meristematik. Dapat membentuk ikatan fosfat yang dipergunakan untuk mempercepat proses-proses fisologis (Sutejo, 2002).

  Kalium memegang peranan penting dalam peristiwa-peristiwa fisiologis seperti metabolisme karbohidrat, pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, metabolisme protein dan sintesis protein, mengawasi dan mengatur aktivitas berbagai unsur mineral, mengaktifkan berbagai kerja enzim, mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, netralisasi asam-asam organik bagi hasil fisiologis, mengatur membuka dan menutup stomata dan hal-hal yang berkaitan dengan air (Damanik dkk., 2010).