Identifikasi Jenis-jenis Fungi Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb) di Sampali, Medan

(1)

IDENTIFIKASI FUNGI PADA PEMBIBITAN JABON (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) di SAMPALI MEDAN

SKRIPSI

Oleh : Maharani D Purba 081202028 / Budidaya Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2 0 1 3


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Hasil : Identifikasi Jenis-jenis Fungi Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb) di Sampali, Medan

Nama : Maharani D Purba

NIM : 081202028

Program Studi : Kehutanan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Yunasfi,Msi

Ketua Anggota

Dr.Budi Utomo, S.P, M.P

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D


(3)

ABSTRAK

MAHARANI D PURBA. Identifikasi Jenis Fungi Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxbdibimbing oleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.

Jabon (Anthocephalus cadamba) adalah salah satu jenis pohon yang

fast-growing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis fungi yang dapat menyerang pembibitan tanaman Jabon. Alasan mengapa jenis jabon belum banyak dikembangkan, adalah karena keterbatasan informasi mengenai silvikulur yang salah satunya adalah penanganan terhadap hama dan penyakit. Sampel berupa daun yang terserang penyakit diperoleh dari pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba) yang berada di Sampali, Medan. Sampel Fungi diisolasi dan diidentifikasi di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, yang dimulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada daun bibit tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba)

terdapat lima jenis fungi yang terdiri atas Aspergillus sp., Fusarium sp.,

Geotrichum sp., Penicillium sp., dan Curvularia sp.,


(4)

ABSTRACT

MAHARANI D PURBA. Identification of fungi on Anthocephalus cadamba nursery. Under academic supervision by YUNASFI and BUDI UTOMO.

Anthocephalus cadamba is one type of fast-growing tree. The purpose of this study was to determined the types of fungi that can attack plant nurseries of Anthocephalus cadamba. The reason why these types of jabon has not been developed yet, it is because of the limited information about the silviculture which is the handling of pests and diseases. Samples of disease infected leaves are obtained from Anthocephalus cadamba nurseries that located in Sampali, Medan. The Fungi’s samples got isolated and identified at the Microbiology Laboratory of the Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of North Sumatra, which start from January 2012 to June 2012. The results showed that the leaves of seedlings Anthocephalus cadamba seedlings got five types of fungi which is Aspergillus sp., Fusarium sp., Geotrichum sp., Penicillium sp., And Curvularia sp.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Maharani D Purba dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 09 Juni 1991. Anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak M. T Purba dan Ibu M. Lingga. Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 122333 Pematangsiantar, tahun 2005 lulus dari SMP Swasta Methodist Pematangsiantar, dan tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Pematangsiantar. Pada Tahun 2008 tersebut, penulis lulus seleksi melanjutkan perkuliahan di Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB (Ujian Masuk Bersama) dan memilih jurusan Budidaya Hutan Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian.

Selama kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Praktikum Hasil Hutan Non Kayu pada tahun 2010 dan 2011, Asisten Mata Kuliah Praktikum Ekologi Hutan pada tahun 2011 dan Asisten Mata Kuliah Praktikum Dasar Perlindungan Hutan Sub Penyakit Hutan pada tahun 2012. Penulis juga aktif dalam organisasi kampus sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS). Pada tahun 2010 penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di hutan dataran tinggi Gunung Sinabung dan Taman Wisata Alam Deleng Lancuk Kabupaten Karo Sumatera Utara. Penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Banyuwangi Utara, Jawa Timur selama 30 hari.

Penulis melakukan penelitian dari bulan Januari 2012 sampai Juni 2012

dengan judul “Identifikasi Fungi Pada Pembibitan Jabon

(Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) Sampali, Medan, dibawah bimbingan Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Dr. Budi Utomo, S.P, M.P.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Identifikasi Jenis Fungsi Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb) di Sampali, Medan”. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah untuk melengkapi persyaratan kesiapan melakukan penelitian dalam rangka penyelesaian tugas akhir.

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi fungi yang berkembang pada tanaman jabon pada tingkat pembibitan sehingga dapat diantisipasi dengan harapan tanaman jabon dapat tumbuh lebih maksimal setelah melewati masa-masa pembibitan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Bapak Dr. Budi Utomo, S.P, M.P selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang banyak memberikan masukan, saran dan bantuannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Jabon ... 3

Syarat Tumbuh ... 4

Penyakit Tanaman Jabon... 8

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ... 9

Bahan dan Alat Penelitian ... 9

Prosedur Penelitian... 9

Pembuatan media PotatoDextrose Agar ... 10

Isolasi Fungi ... 11

Identifikasi Fungi ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-jenis Fungi ... ... 12

Deskripsi Fungi ... ... 12

Pembahasan . ... ... 17

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ... 24

Saran ... ... 24 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Lokasi pengambilan sampel ... 8

2. Sampel daun ... 9

3. Aspergillus sp. ... 13

4. Fusarium sp. ... 14

5. Geotrichum sp. ... 14

6. Penicillium sp. ... 15


(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis-jenis fungi berhasil diisolasi dari bibit Jabon (Anthocephalus

cadamba) ... 21 2. Jenis-jenis fungi yang teridentifikasi serta ciri-cirinya ... 20 3. Jenis dan jumlah fungi yang ditemukan pada tiap sampel daun dari


(10)

ABSTRAK

MAHARANI D PURBA. Identifikasi Jenis Fungi Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxbdibimbing oleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.

Jabon (Anthocephalus cadamba) adalah salah satu jenis pohon yang

fast-growing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis fungi yang dapat menyerang pembibitan tanaman Jabon. Alasan mengapa jenis jabon belum banyak dikembangkan, adalah karena keterbatasan informasi mengenai silvikulur yang salah satunya adalah penanganan terhadap hama dan penyakit. Sampel berupa daun yang terserang penyakit diperoleh dari pembibitan Jabon (Anthocephalus cadamba) yang berada di Sampali, Medan. Sampel Fungi diisolasi dan diidentifikasi di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, yang dimulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada daun bibit tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba)

terdapat lima jenis fungi yang terdiri atas Aspergillus sp., Fusarium sp.,

Geotrichum sp., Penicillium sp., dan Curvularia sp.,


(11)

ABSTRACT

MAHARANI D PURBA. Identification of fungi on Anthocephalus cadamba nursery. Under academic supervision by YUNASFI and BUDI UTOMO.

Anthocephalus cadamba is one type of fast-growing tree. The purpose of this study was to determined the types of fungi that can attack plant nurseries of Anthocephalus cadamba. The reason why these types of jabon has not been developed yet, it is because of the limited information about the silviculture which is the handling of pests and diseases. Samples of disease infected leaves are obtained from Anthocephalus cadamba nurseries that located in Sampali, Medan. The Fungi’s samples got isolated and identified at the Microbiology Laboratory of the Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of North Sumatra, which start from January 2012 to June 2012. The results showed that the leaves of seedlings Anthocephalus cadamba seedlings got five types of fungi which is Aspergillus sp., Fusarium sp., Geotrichum sp., Penicillium sp., And Curvularia sp.


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada program penanaman hutan terlihat adanya kecenderungan memilih jenis–jenis yang mudah ditangani, namun sebenarnya banyak jenis yang dapat menjadi pilihan karena jumlah spesies tanaman di daerah tropik sangat tinggi, apakah itu jenis – jenis asli setempat (indigenous) ataupun jenis yang berasal dari luar (eksotik). Salah satu jenis tanaman asli Indonesia yang juga merupakan jenis pionir yaitu jabon (Anthocepalus cadamba) mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan dalam hutan tanaman, karena kayu jabon saat ini cukup diminati

baik untuk kayu pertukangan maupun sebagai bahan baku kayu panel. (Bramasto dan Simanjuntak, 2004).

Kayu jabon termasuk dalam kelas awet 5 atau keterawetannya sedang (Martawijaya et al, 1989). Menanam jabon bagaikan menanam emas, sebab kebutuhan kayu akan terus meninggi, karena saat ini pemerintah melarang penggunaan kayu bulat hasil tebangan hutan alam, akibatnya banyak industri tutup akibat kekurangan pasokan kayu (Darwo, 2000).

Jabon (Anthocephalus cadamba) adalah satu diantara jenis pohon fast-growing dan bila dieksplorasi lebih jauh, bagian tanaman lainnya selain kayu (bunga, buah, daun, kulit kayu, dan akar) berpotensi untuk diolah karena produk olahannya sudah dikenal di pasaran dunia. Bila sebelumnya jabon belum banyak dikenal/dibudidayakan di Indonesia, tetapi dua tahun terakhir ini masyarakat Indonesia sudah mulai melirik penanaman jabon sebagai lading untuk berinvestasi sehingga tidak heran bila sekarang pembudidayaannya sudah mulai digalakkan.


(13)

Alasan mengapa jenis jabon belum banyak dikembangkan, adalah karena keterbatasan informasi mengenai silvikulur yang salah satunya adalah penanganan terhadap hama dan penyakit, dan ketersediaan benihnya. Untuk memenuhi kebutuhan benih jabon perlu dilakukan upaya-upaya dalam membangun sumber benih jabon (Mansyur dan Tuheteru, 2010).

Fungi merupakan penyebab penyakit paling umum, adalah jasad renik yang tidak mengandung klorofil dalam struktur tubuhnya. Unit vegetatifnya merupakan struktur satu sel atau benang hifa yang disebut miselium jika berada dalam keompok besar (Widyastutim dkk, 2004).

Daun mempunyai peranan sangat penting pada suatu tanaman.. Di dalam helaian daun terkandung klorofil. Klorofil merupakan zat hijau daun. Klorofil berperan dalam pembuatan makanan. Proses pembuatan makanan oleh tumbuhan disebut fotosintesis. Bagi tumbuhan, daun memiliki beberapa kegunaan yaitu, sebagai tempat pembuatan makanan, pernapasan, dan penguapan.

a. Pembuatan makanan. Daun. Di dalam daun terjadi proses pembuatan makanan (pemasakan makanan). Makanan ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses hidupnya dan jika lebih disimpan.

b. Pernapasan. Di permukaan daun terdapat mulut daun (stomata). Melalui stomata pertukaran gas terjadi. Daun mengambil karbondioksida dari udara dan melepas oksigen ke udara.

c. Penguapan. Tidak semua air yang diserap akar dipakai oleh tumbuhan. Kelebihan air ini jika tidak dibuang dapat menyebabkan tumbuhan menjadi busuk dan mati. Sebagian air yang tidak digunakan dibuang melalui mulut daun dalam bentuk uap air. Pada malam hari,


(14)

kelebihan air dikeluarkan melalui sel-sel pucuk daun. Proses ini disebut gutasi.

Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi dan mengetahui jenis fungi yang dapat menyerang tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) pada tingkat pembibitan.

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai jenis fungi yang dapat menyerang tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) baik bagi dunia pendidikan, penelitian, masyarakat, pengusaha-pengusaha yang membudidayakan Jabon.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon dibandingkan dengan tanaman jenis lainnya antara lain: teknik budidayanya mudah, sebarannya luas, bernilai ekonomi tinggi, dan memiliki manfaat lainnya dari produk non kayunya, fungsi estetika, ekologis, maupun sosialnya (Badan Standar Nasional, 2001).

Berdasarkan klasifikasinya, Jabon (Anthocephalus cadamba) termasuk ke dalam family Rubiaceae. Secara lengkap, susunan klasifikasi jabon adalah sebagai berikut.

Taksonomi tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae (Kopi-kopian) Genus : Anthocephalus


(16)

Pohon jabon di alam umumnya bisa mencapai hingga 45 m dengan panjang bebas cabang 30 m dan diameter mencapai 160 m. Batangnya lurus silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar, dan berbanir (akar yang tumbuh diatas permukaan tanah) sampai ketinggian 1,5 m. Daun jabon, ukurannya bisa sangat besar dengan permukaan halus tanpa bulu. Daun jabon merupakan daun tunggal dan bertangkai panjang. Umumnya jabon mulai berbunga pada umur 4 tahun. Akan Tetapi jika mikroklimatnya sesuai dan pemeliharaannya dilakukan secara intensif maka jabon dapat saja mulai berbunga pada umur 2,5 tahun. Masa berbuah jabon setiap tahun antara bulan juni-agustus. Buahnya merupakan buah majemuk berbentuk bulat dan lunak dan mengandung biji yang kecil. Jumlah biji kering udara 18-26 juta butir per kilogram (Junaedi, 2009).

Syarat tumbuh

Dalam hal untuk tempat tumbuh, jabon memiliki toleransi yang sangat luas yaitu pada ketinggian dengan kisaran 0-1.000 m dpl. Jenis ini kadang memerlukan iklim basah hingga kemarau kering didalam hutan gugur dengan tipe curah hujan A-D. Akan tetapi pada ketinggian optimal yang menunjang produktivitasnya adalah kurang dari 500 m dpl. Kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh jabon adalah tanah lempung, podsolik cokelat, dan alluvial lembab yang biasanya terpenuhi di daerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi air. Umumnya, jabon ditemukan di hutan sekunder dataran rendah dan dijumpai di dasar lembah, sepanjang sungai dan punggung-punggung bukit. Di Kalimantan dan Sumatera, jabon ditemukan pada daeah-daerah yang baru dibuka. Tujuannya adalah untuk


(17)

permudaan alam, khususnya pada areal bekas tebangan, bekas perladangan, dan di tempat-tempat lainnya (Lisyanto, 2010).

Pengenalan Fungi

Fungi adalah organisme tidak berklorofil, berbentuk hifa/sel tunggal eukariotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, bereproduksi secara seksual dan aseksual. Fungi dimasukkan dalam kingdom tersendiri sebab cara mendapatkan makanannya berbeda dari organisme eukariotik lainnya, yaitu melalui absorbsi. Fungi berkembangbiak secara seksual melalui peleburan dua inti sel dengan urutan terjadinya plasmogami, kariogami, dan miosis dan secara aseksual dengan membentuk karpus yang di dalamnya mengandung hifa-hifa fertil yang menghasilkan spora dan konidia. Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas benang- benang yang disebut hifa, jalinan hifa yang semacam jala disebut miselium (Streets, 1980).

Semua jenis fungi bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme lainnya, fungi tidak memangsa dan mencernakan makanan. Untuk memperoleh makanan, fungi menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpanya dalam bentuk glikogen. Oleh karena fungi merupakan konsumen maka fungi bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat tersebut diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, fungi dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit. Habitat (tempat hidup) fungi terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh


(18)

sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan juga manusia (Sumarsih, 2003).

Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik. Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding yang melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau dinamakan hifa senositik

(Semangun, 1996).

Menurut Tambunan dan Nandika (1989), ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan fungi, antara lain:

1. Suhu

Suhu berbeda-beda untuk tiap jenis, tetapi pada umumnya berkisar antara 22ºC sampai dengan 35ºC. Suhu maksimumnya berkisar antara 27ºC sampai dengan 39ºC dngan suhu minimum kurang lebih 5ºC.

2. Oksigen

Oksigen sangat dibutuhkan oleh fungi untuk melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 dan H2O. Sebaliknya untuk pertumbuhan yang optimum, oksigen harus diambil secara bebas dari udara. Tanpa adanya Oksigen, tidak ada fungi yang mampu bertahan hidup.

3. Kelembaban

Kebutuhan fungi akan kelembaban berbeda-beda. Namun, hampir semua jenis fungi daoat hidup pada substrat yang belum jenuh air. Kadar air


(19)

substrat yang rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fungi.

4. Konsentrasi Hidrogen

Pada umumnya fungi akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari 7 (dalam suasana asamsampai netral). Pertumbuhan yang optimum akan dicapai pada pH 4,5 sampai 5,5.

5. Bahan Makanan (Nutrisi)

Fungi membutuhkan makanan. Untuk memperoleh makanan, fungi menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpanya dalam bentuk glikogen.

Patogen mungkin menyebabkan penyakit pada tumbuhan dengan cara sebagai berikut:

1. Melemahkan inang dengan cara menyerap makanan secara terus-menerus dari sel-sel inang untuk kebutuhannya.

2. Menghasilkan atau mengganggu metabolisme sel inang dengan toksin, enzim, atau zat pengatur tumbuh yang disekresinya.

3. Menghambat transportasi makanan, hara mineral dan air melalui jaringan pengangkut.

4. Mengkonsumsi kandungan sel inang setelah terjadi kontak (Yunasfi, 2002).


(20)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lokasi pembibitan bibit Jabon (Anthocephalus cadamba) Sampali, Medan, Sumatera Utara, selain itu penelitian

juga dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama kurang lebih empat bulan yang dimulai pada bulan Januari 2012 sampai dengan selesai.

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel pada bibit Jabon (Anthocephalus cadamba)

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah daun tanaman bibit jabon yang terkena serangan fungi, Potato Dextrose Agar (PDA), alkohol 70%, akuades, streptomisin, kertas tissue, kapas, selotip, label nama, aluminium foil, dan metyl blue. Alat yang digunakan adalah cawan petri, spatula, labu Erlenmeyer, jarum


(21)

inokulasi, gelas ukur, gelas objek, gelas penutup, Bunsen, autoklaf, oven, kompor, mikroskop cahaya, pisau, kamera digital dan alat-alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini meliputi dua kegiatan yaitu persiapan serta pengambilan sampel di lapangan dan kegiatan di laboraturium.

Pengambilan Sampel

Sampel jabon sebanyak 5 bibit untuk 5 ulangan, sampel yang digunakan dalam pengujian adalah daun dari bibit jabon tersebut. Dalam pengambilan sampel yang perlu diperhatikan adalah kesterilan alat panen dan wadah sampel, sampel yang akan dipanen dibersihkan dari kotoran luar, kemudian sampel dimasukkan pada wadah gelas/plastik yang steril kemudian ditutup rapat, dan diletakkan pada wadah kering dan teduh, agar sampel berada dalam kondisi baik. Sampel yang telah disterilkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Sampel daun bibit jabon yang telah disterilkan dan dimasukkan ke dalam plastik.

Sterilisasi Alat-alat

Semua alat-alat harus disterilkan untuk menjaga agar tidak ada pathogen atau bibit-bibit penyakit yang melekat pada masing-masing alat. Petridis, Erlenmeyer, batang pengaduk dicuci bersih lalu dimasukkan ke dalam autoklaf yang telah berisi air kemudian dipanaskan hingga suhu 120oC. Biarkan dingin lalu


(22)

dikeringkan ke dalam lemari yang telah dialasi kertas saring yang bersih. Setelah alat itu bersih dan kering dari lemari penyimpanannya, lalu masukkan ke dalam oven hingga temperature mencapai 100oC. Dengan demikian alat-alat tersebut dapat dikatakan steril dan siap untuk dipakai.

Pembuatan Media Perkembangbiakan Fungi

Media pembiakan pathogen adalah Potatoes Dextrose Agar (PDA) dibuat dari bahan-bahan yang terdiri atas kentang, Dextrose, agar, dan akuades. Kentang dikupas dan dicuci bersih, kemudian dipotong kecil-kecil dengan ukuran lebih kurang 1 cm x 1 cm x 1 cm sebanyak 200 gr. Potongan kentang tersebut direbus dalam 800 ml akuades sampai kentang menjadi empuk. Rebusan kentang disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh cairan ekstrak kentang yang bening. Selanjutnya dextrose 20 gr dan agar 10 gr ditambahkan ke dalam ekstrak tersebut, dipanaskan, dan diaduk hingga homogen. Setelah itu larutan PDA dituang kedalam labu Erlenmeyer sampai memenuhi volume setengah labu Erlenmeyer dan ditutupi oleh kapas steril dan ditutup lagi dengan aluminium foil. Larutan media PDA kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf untuk disterilkan selama 15 menit pada suhu 120-121ᵒC dengan tekanan 1,5 atm. Media yang telah disterilisasi selanjutnya ditunggu sampai hangat kuku untuk bisa dituang ke dalam cawan petri.


(23)

Isolasi fungi

Bagian daun dari tanaman yang terserang fungi diambil dengan ukuran 1 cm x 1 cm,. Bagian daun ini kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan diatas tissue yang steril selanjutnya ditempatkan pada media PDA dan cawan petri pada kondisi di suhu ruang dan ditunggu sampai fungi tumbuh dan berkembang untuk kemudian secepatnya dipindahkan ke cawan petri lainnya yang berisi media PDA untuk mendapatkan biakan murni.

Identifikasi Fungi

Biakan murni fungi diremajakan pada media PDA, dan diinkubasi selama 5-7 hari pada suhu ruang. Fungi yang telah tumbuh pada media, diamati ciri-ciri mikroskopisnya yaitu ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, warna koloni dan diameter koloni. Fungi juga ditumbuhkan pada kaca objek. Potongan agar sebesar 4 mm x 4 mm x 2 mm yang ditumbuhi fungi diletakkan pada kaca objek, dan ditutup dengan gelas penutup. Biakan pada kaca objek ini ditempatkan dalam kotak plastic yang telah diberi pelembab berupa kapas basah. Biakan kaca ini dibiarkan selama beberapa hari pada kondisi ruang sampai fungi tumbuh cukup berkembang. Fungi yang berkembang diamati ciri mikroskopisnya yaitu ciri hifa, tipe percabangan hifa, serta ciri-ciri konidia dengan menggunakan metyl blue. Ciri-ciri yang dapat ditabulasi, kemudian dicocokkan dengan buku panduan identifikasi fungi Barnett and Hunter (1972).


(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis-jenis fungi yang terdapat pada daun tanaman jabon yang berhasil diisolasi

Hasil penelitian menunjukkan terdapat berbagai jenis fungi yang berhasil diisolasi dari daun tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.). Jenis-jenis fungi yang berhasil diisolasi dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 1. Jenis-jenis fungi berhasil diisolasi dari daun Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.)

No. Jenis Fungi Yang Ditemukan pada Daun

1. 2. 3. 4. 5.

Aspergillus sp.

Fusarium sp.

Geotrichum sp.

Penicillium sp.

Curvularia sp.

1. Aspergillus sp.

Pada media PDA dalam suhu ruang: koloni mencapai diameter 4,8 cm dalam 7 hari, dan terdiri dari suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih hingga kuning dan suatu lapisan konidiofor yang lebat yang berwarna coklat tua hingga hitam. Kepala konidia berwarna hitam, berbentuk bulat, dan cenderung merekah menjadi kolom-kolom pada koloni berumur tua. Konidia berbentuk bulat hingga semi bulat, berukuran 3,5-5,0 μm, berwarna coklat, memiliki ornamentasi berupa tonjolan dan duri-duri yang tidak beraturan seperti yang dapat dilihat pada gambar 3. Fialid terbentuk pada metula, dan berukuran (7,0-9,5) × (3-4) μm. Metula berwarna hialin hingga coklat, sering kali bersepta, dan berukuran (15-25) × (4,5-6,0) μm.


(25)

Gambar 3. Aspergillus sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

2. Fusarium sp.

Bentuk koloni pada media PDA (Potatoes Dextrose Agar) pada umur 7 hari berwarna putih dan miselia bentuknya seperti kapas yang disajikan pada gambar 4. Pertumbuhan fungi membentuk sebuah lingkaran tidak sempurna. Koloni ini berdiameter 4,4 cm pada hari ke 7 dan setelah berumur hari ke 14 berdiameter sebesar 7,2 cm. Ciri-ciri mikroskopik disajikan pada gambar dibawah. Konidiofor ada yang bercabang dan ada pula yang tidak. Memiliki diameter 5,6 µm. Makrokonidia dapat bersepta 3-5, kemudian membentuk bengkokan dan meruncing pada kedua ujung dan memiliki diameter (20,6 x 4,4 µm) sedangkan mikrokonidia bersepta 0 hingga 2. Klamidospora terdapat dalam hifa atau konidia, berbentuk halus atau agak kasar dan berbentuk semi bulat.

a b


(26)

Gambar 4. Fusarium sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidia (a), fialid (b), konidiofor (c)

3. Geotrichumsp.

Koloni dengan cepat tumbuh, berwarna putih dan berbulu. Pada umur 3 hari diameter koloni mencapai 3,8 cm dan pada umur 6 hari diameter koloni mencapai 8 cm dan koloni telah memenuhi ukuran cawan petri seperti terlihat pada Gambar 5. Bentuk mikroskopis Geotrichum sp. dapat dilihat pada Gambar 5 dengan ciri-ciri yaitu konidia seperti tabung dengan ujung-ujung terputus, terbentuk dari segmentasi hifa.

Gambar 5. Geotrichum sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

a

c

b A

B

a

b B B


(27)

4. Penicillium sp.

Bentuk koloni pada media PDA pada umur 7 hari berwarna hijau seperti beludur dan tetap tidak mengalami perubahan warna sampai menutupi seluruh cawan Petri. Koloni bagian tengah lebih hijau daripada bagian tepi. Koloni berukuran diameter 7,6 cm pada umur 7 hari dan pada umur 14 hari menutupi hampir seluruh cawan Petri dengan diameter 8,7 cm. Koloni mempunyai pertumbuhan cepat pada suhu kamar, berbentuk tidak bulat. Konidia terdiri atas sub sytratum, ukuran bervariasi 150-200 x 3,5-4 µm, dengan dinding agak kasar. Penicili kompak, panjang 20-25 µm, dengan satu pangkal yang terdiri atas lima sampai delapan metula. Metula berukuran 10-12 x 2,3,3 µm. Fialid berukuran 8-10 x 2-2,5 µm, konidia elips, panjang 2,8-3,3 µm, bentuk serta koloni Penicillium

sp 1 dapat dilihat pada Gambar 6.

a

b

A

A

B

Gambar 6. Penicillium sp 1 umur 7 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b).


(28)

5. Curvularia sp.

Bentuk koloni pada media PDA (Potatoes Dextrose Agar) pada umur 7 hari berwarna putih dengan ukuran 4,2 cm hingga pada umur 14 hari berukuran 7,8cm. Ciri-ciri mikroskopik disajikan pada gambar 7. Konidiofor berbentuk tunggal atau berkelompok, lurus membengkok dan memiliki diameter 3 µm. Konidia memiliki 3 septa umumnya membengkok pada sel ketiga yang lebih lebar dengan diameter (16,3 x 5,6) µm.

a b

Gambar 7. Curvularia sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidia (a), konidifor (b)

Tabel 2. Jenis-jenis fungi yang teridentifikasi serta ciri-cirinya Jenis Fungi

Pengamatan makroskopik Pengamatan mikroskopik

Warna koloni Diameter koloni Bentuk/ukuran konidiofor Diameter Hifa Bentuk Fialid Diameter Konidia

Aspergillus sp. Hitam 8 cm 15-20 μm - 15-20 μm

Fusarium sp. Putih 7,2 cm Bercabang - 5,6 μm

Geotrichum sp. Putih 8 cm - - 4-8 μm

Penicillium sp Hijau 8,7 cm - Panjang 2-4 µm

Curvularia sp Putih 7,8 cm Bercabang - 2-4 µm

B A


(29)

Tabel 3. Jenis dan jumlah fungi yang ditemukan pada tiap sampel daun dari bibit

No Sampel Jenis Fungi Yang Ditemukan Jumlah Fungi Yang

Ditemukan

Bibit Daun

1. I A1B1

A1B2 A1B3 A1B4 A1B5

Aspergillus sp

Aspergillus sp

Curvularia sp

Fusarium sp

Penicillium sp

Geothricum sp

Penicillium sp

Curvularia sp

Aspergillus sp

Aspergillus sp

Aspergillus sp

Aspergillus sp

Aspergillus sp

Penicillium sp

Geothricum sp

Aspergillus sp

Aspergillus sp

Aspergillus sp

Fusarium sp

Fusarium sp

Geothricum sp

Penicillium sp

Curvularia sp

Aspergillus sp

Aspergillus sp

2 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2. II A2B1

A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4 A4B5 A5B1 A5B2 A5B3 A5B4 A5B5 3. III

4. IV

5. V

Pembahasan

Hasil penelitian yang telah dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa fungi yang menyerang tanaman bibit Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.)

yang didapat dari sampel daunnya memiliki keanekaragaman jenis. Berdasarkan hasil penelitian terdapat lima jenis fungi yang ada pada sampel daun tanaman bibit


(30)

Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.). Kelima jenis fungi tersebut adalah

Aspergillus sp, Fusarium sp, dan Geotrichum sp, Penicillium sp dan Curvularia

sp. Menurut Gandjar, dkk (2006) secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat yang merupakan sumber unsur hara utama bagi fungi, kelembaban dimana fungi dapat hidup pada kisaran kelembaban udara 70 – 90 %., suhu, derajat keasaman substrat (pH) yang umumnya fungi dapat hidup pada pH di bawah 7, dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya.

Pada sampel daun dari bibit yang pertama ditemukan fungi sebanyak tiga jenis, yaitu jenis Aspergillus sp, Curvularia sp dan Fusarium sp. Pada sampel daun dari bibit kedua ditemukan sebanyak empat jenis fungi, yaitu Geotrichum sp,

Penicillium sp, Curvularia sp dan Aspergillus sp. Pada sampel daun bibit ketiga ditemukan tiga jenis fungi yaitu jenis Aspergillus sp, Penicillium sp, Geotrichum

sp. Ditemukan juga 2 jenis fungi pada sampel daun dari bibit keempat yaitu jenis

Aspergillus sp dan Fusarium sp. Dan yang terakhir, ditemukan empat jenis fungi dari sampel daun pada bibit kelima, yaitu jenis Geotrichum sp, Penicillium sp,

Curvularia sp dan Aspergillus sp.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, fungi yang paling banyak ditemukan adalah jenis Aspergillus sp. Jenis fungi ini dimungkinkan berasal dari udara. Menurut Agrios (1996) sebagian besar spora fungi disebarkan oleh aliran udara yang sabagai partikel inert (tidak memiliki tenaga) hingga mencapai jarak tertentu. Aliran udara akan melepaskan spora dari sporofor atau dapat juga terjadi ketika spora akan dikeluarkan secara paksa atau jatuh pada saat matang, dan tergantung pada turbulensi dan kecepatan aliran udara yang dapat menyebabkan spora


(31)

terbawa ke atas secara horizontal dan akan menempel pada inang yang baru dan dapat tumbuh dan berkembang jika kondisi inang tersebut mendukung.

Selain itu ditemukan juga fungi Fusarium sp. Genus Fusarium mudah dikenal dengan bentuk macro-konidia nya yang khas, akan tetapi indentifikasi species biasanya sukar dan diserahkan kepada ahli yang bersangkutan. Genus ini mempunyai anggota-anggota yang terdiri dari penyakit (parasit) tanaman utama yang menyebabkan layu pada daun atau pun busuk pada daun. Beberapa spesies

Fusarium merupakan patogen pada tanaman yang dapat menyebabkan penyakit

Fusarium ini umumnya disebut

sebagai Fusarium head blight (FHB) atau scab dan dipengaruhi oleh kelembaban udara yang berlebihan pada musim tertentu. Umumnya ada dua tipe tanaman resisten FBH, yaitu tanaman yang resisten terhadap penetrasi Fusarium dan tanaman yang resisten terhadap penyebaran Fusarium di dalam jaringan tubuhnya. Dari suatu penelitian ditemukan bahwa beberapa spesies Fusarium, terutam

kentang. Gejala dari

pembusukan ini adalah permukaan kentang menjadi keriput atau cekung ke dalam dan jaringan internalnya berwarna coklat serta membusuk. Penyakit ini dapat

dikontrol dengan melakukan pembersihan da

menyimpan hasil panen pada tempat denga

Menurut Streets (1980) Fusarium juga dapat menyebabkan kelayuan atau disebut Fusarium wilt disease, contohnya Fusarium oxysporum f. sp. Penyebaran

penyakit ini dapat dikurangi dengan penggunaan

kimia


(32)

Dari hasil penelitian didapat jenis fungi Geotrichum sp.. Saryono, dkk

(1999) menyatakan Geotrichum sp. merupakan salah satu fungi yang yang memilki aktivitas inulinase, yang berpotensi sebagai penghidrolisis inulin menjadi fruktosa. Inulinase adalah β-fruktosidase yang dapat menghidrolisis molekul inulin. Ekso inulinase (β- D-fruktanfruktohidrolase, EC 3.2.1. 80) memecah unit fruktosa terminal dari ujung yang tidak mereduksi, enzim ini juga dapat menghidrolisis molekul sukrosa dan rafinosa. Di samping itu endo inulinase (2,1-β- D-fruktan fruktanohydrolase, EC 3.2.1.7) menhidrolisis ikatan molekul inulin dari bagian dalam untuk menghasilkan fruktooligosakarida seperti inulotriosa, -tetraosa, dan –pentaosa sebagai produk utamanya. Selain itu enzim ini juga diketahui menghambat aktivitas enzim invertase. Fungi ini dimungkinkan berasal dari udara maupun aliran air hujan. Menurut Agrios (1996) butiran-butiran air hujan yang jatuh dari atas akan mengambil dan membawa spora fungi yang terdapat di udara dan mencucinya ke bawah yang beberapa di antaranya mungkin akan mendarat pada bagian tumbuhan yang rentan termasuk daun.

Dari hasil penelitian, ditemukan jenis fungi Penicillium sp. Spesies

Penicillium adalah jamur tanah maupun jamur tanaman yang ada di mana-mana dan lebih suka iklim dingin dan moderat, biasanya hadir dimanapun bahan

organik yang tersediaPenicillium dan

salah satu yang paling terkenal perwakilan dari pada zat organik biodegradable. Umumnya dikenal sebagai adalah salah satu penyebab utama dalam proses pembusukan, terutama spesies Penicillium.


(33)

Banyak spesies menghasilkan sangat beracun mikotoksin. Kemampuan

spesies Penicillium tumbuh pada tanah mau

makanan yang tersimpan lainnya tergantung pada kecenderungan mereka untuk berkembang dalam kelembaban rendah dan menjajah dengan cepat oleh dispersi udara. Spesies Penicillium juga dapat hadir di udara dan debu dari lingkungan. Pertumbuhan Penicillium masih dapat terjadi bahkan di dalam ruangan jika kelembaban relatif rendah. Hal ini sangat cocok dengan salah satu kondisi tumbuh Jabon yaitu yang beriklim basah. Asalkan ada kelembaban yang cukup tersedia yang diberikan pada permukaan maka spesies Penicillium dapat berkembang biak.

Fungi lain yang ditemukan adalah Curvularia sp. Menurut Old dkk (2003) pada daun, fungi ini mampu menyebabkan penyakit bercak daun. Selain menyerang pada tingkat semai, fungi jenis ini juga menyerang pada tingkat pembibitan. Gejala penyakit yang ditimbulkan berupa pengeringan daun yang diawali dari bagian pangkal dan menjalar ke ujung daun sehingga daun menjadi kering. Apabila intensitasnya cukup tinggi, maka serangan cendawan akan menyebabkan kematian.

Menurut Widyastuti dkk (2005) Selain berpengaruh pada daun, fungi

Curvularia juga dapat menyerang batang tanaman. Penyakit yang disebabkan adalah penyakit mati kulit. Gejala yang ditimbulkan berupa keluarnya cairan berwarna hitam dari kulit batang tanaman. Apabila pada bagian kulit batang yang terserang tersebut dikupas maka kayu di bawah kulit tersebut berwarna lebih gelap dibandingkan dengan warna kulit yang sehat. Kulit kayu yang terserang akan mengeluarkan bau yang khas.


(34)

Pada suatu penelitian tentang Eucalyptus, ditemukan bahwa Curvularia sp merupakan patogen bagi tanaman Eucalyptus. Curvularia sp kebanyakan ditemukan pada daerah-daerah yang beriklim sedang.

Dari hasil penelitian ditemukan fungi Aspergillus sp. Menurut Isroi (2008), fungi ini merupakan fungi antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman. Aspergillus sp. juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P dan K. Aplikasi Aspergillus sp. dan dapat meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman seperti tanaman jagungterutama di tanah-tanah marginal.

Secara luas Aspergillus didefinisikan sebagai suatu kelompok nukosis penyebab dari fotogenosa yang bermacam-macam. Aspergillus niger termasuk ke dalam kelas Ascomycetes. Di dalam industri Aspergillus niger banyak dipakai dalam proses produksi asam sitrat. Sedangkan di dalam laboratorium spesies ini digunakan untuk mempelajari tentang metabolisme pada jamur dan kegiatan enzimatis. Aspergillus niger ini termasuk fungi berfilamen penghasil selulase dan

crude enzyme secara komersial serta penanganannya mudah dan murah.

Fungi-fungi yang ditemukan dalam penelitian ini tergolong fungi yang dapat merugikan maupun menguntungkan. Seperti Curvularia sp yang dapat menimbulkan penyakit akan tetapi bersifat patogen pada jenis tanaman tertentu. Sedangkan Aspergillus sp kebanyakan dikenal mampu berfungsi sebagai agen pengendali hayati, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan fungi lain yang merugikan yang dapat menimbulkan penyakit pada bibit tanaman Jabon tersebut.

Terhadap iklim, kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh jabon adalah tanah lempung, podsolik cokelat, dan alluvial lembab yang biasanya


(35)

terpenuhi di daerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi air dan juga jenis ini kadang memerlukan iklim basah hingga kemarau kering didalam hutan gugur dengan tipe curah hujan A-D. Hal ini sangat mendukung terhadap pertumbuhan dan perkembangan fungi pada sampel yang ada pada daun tanaman bibit Jabon karena fungi cocok tumbuh pada daerah yang memiliki kelembaban yang tinggi dan bersuhu kering (panas) seperti jenis-jenis fungi yang teridentifikasi pada penelitian ini.


(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa jenis fungi yang ditemukan pada daun yang berasal dari kelima bibit adalah sama. Terdapat lima jenis fungi pada getah Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.), yaitu Aspergillus sp., Geotrichum sp., Fusarium sp., Penicillium sp., dan

Curvularia sp.

Saran

Perlu dilakukannya inokulasi fungi-fungi yang menguntungkan untuk dapat mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman Jabon maupun pengaruhnya dalam menghambat pertumbuhan fungi merugikan yang dapat menimbulkan penyakit pada tanaman jabon. Disamping itu juga perlu dilakukannya penelitian untuk identifikasi fungi yang terdapat pada batang dan akar bibit tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.).


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad. 1999. Prospek Pengendalian Terpadu Penyakit Lodoh pada Persemaian Tanaman Kehutanan. Jurnal Manajemen Hutan Tropika (5) (1) : 1-9. Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Badan Standar Nasional. 2001. Kayu Bundar Sengon dan Jabon. Pusat Standarisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan. Jakarta.

Bambang, P. 2006. Konsep Ilmu Penyakit Hutan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Blanched, O. R and Terry, A. T. 1981. Fild and Laboratory Guide to Tree Pathology. Academic Press. New York. London Toronto.

Bramasto, Y dan Simanjuntak, S. 2004. Evaluasi Pertumbuhan dan Awal Tanaman Jabon (Anthocephslus cadamba) di Kebun Percobaan Rumpin. Institut Pertanian Bogor.

Darwo. 2000. Studi Pendahuluan Pembuatan Batang Korek Api dari Jabon (Anthocephalus cadamba). Buletin Penelitian Kehutanan 10 (1) : 13-29. Gandjar, I., Robert, A. Karin, V. T. V. Ariyanti, O. Iman, S. 1999. Pengenalan

Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

---, W. Sjamsuridjal, dan A. Detrasi. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Junaedi, A. 2009. Pertumbuhan dan Mutu Fisik Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba) di Polibag dan Politub. Balai Penelitian Hutan Penghasil SeratKnok. Riau.

Khaerudin. 1993. Pembibitan Tanaman Hutan Tanaman Industri. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kuswanto. 1990. Perlindungan Hutan (Penyakit Hutan). Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Latief, A. A. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan I. Bayumedia Publishing. Jakarta. Lisyanto. 2010. Budidaya Menanam Jabon (Anthocephalus cadamba) dengan

Menggunakan Pupuk Hayati Bio P 2000 Z. PT. Alam Lestari Maju Indonesia. Jakarta.


(38)

Pracaya. 1992. Hama dan Penyalit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahayu, S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia: Gejala, Penyebab, dan Teknik Pengendaliannya. Kanisius. Yogyakarta.

Rukmana, R dan Saputra, S. 1997. Penyakit Tanaman dan Teknik Pengendalian. Kanisius. Yogyakarta.

Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Buku Ajar. Fakultas Pertanian UPN Veteran. Yogyakarta

Saryono., Is Sulistyati P., Delita Zul dan Atria Martina. 1999. Identifikasi Jamur Pendegradasi Inulin pada Rizosfir Umbi Dahlia (Dahlia variabilis). Jurnal Natur Indonesia (1) (1) : 22-27.

Streets, R, B. 1980. Diagnosis Penyakit Tanaman (Terjemahan : Imam Santoso) The University of Arizona Press. Tuscon – Arizona. USA.

Utami, S. Illa, A dan Nanang, H. 2009. Hama dan Penyakit pada Tanaman Meranti Merah Shorea ovalis dan Shorea balangeran. Jurnal Mitra Hutan Tanaman (4) (1) : 19-28.

Widyastuti, S. M, Sumardi, dan Harjono. 2005. Patologi Hutan. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.

Yunasfi. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit dan Penyakit yang Disebabkan Oleh Jamur. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.


(1)

Banyak spesies menghasilkan sangat beracun mikotoksin. Kemampuan

spesies Penicillium tumbuh pada tanah mau

makanan yang tersimpan lainnya tergantung pada kecenderungan mereka untuk berkembang dalam kelembaban rendah dan menjajah dengan cepat oleh dispersi udara. Spesies Penicillium juga dapat hadir di udara dan debu dari lingkungan. Pertumbuhan Penicillium masih dapat terjadi bahkan di dalam ruangan jika kelembaban relatif rendah. Hal ini sangat cocok dengan salah satu kondisi tumbuh Jabon yaitu yang beriklim basah. Asalkan ada kelembaban yang cukup tersedia yang diberikan pada permukaan maka spesies Penicillium dapat berkembang biak.

Fungi lain yang ditemukan adalah Curvularia sp. Menurut Old dkk (2003) pada daun, fungi ini mampu menyebabkan penyakit bercak daun. Selain menyerang pada tingkat semai, fungi jenis ini juga menyerang pada tingkat pembibitan. Gejala penyakit yang ditimbulkan berupa pengeringan daun yang diawali dari bagian pangkal dan menjalar ke ujung daun sehingga daun menjadi kering. Apabila intensitasnya cukup tinggi, maka serangan cendawan akan menyebabkan kematian.

Menurut Widyastuti dkk (2005) Selain berpengaruh pada daun, fungi Curvularia juga dapat menyerang batang tanaman. Penyakit yang disebabkan adalah penyakit mati kulit. Gejala yang ditimbulkan berupa keluarnya cairan berwarna hitam dari kulit batang tanaman. Apabila pada bagian kulit batang yang terserang tersebut dikupas maka kayu di bawah kulit tersebut berwarna lebih gelap dibandingkan dengan warna kulit yang sehat. Kulit kayu yang terserang akan mengeluarkan bau yang khas.


(2)

Pada suatu penelitian tentang Eucalyptus, ditemukan bahwa Curvularia sp merupakan patogen bagi tanaman Eucalyptus. Curvularia sp kebanyakan ditemukan pada daerah-daerah yang beriklim sedang.

Dari hasil penelitian ditemukan fungi Aspergillus sp. Menurut Isroi (2008), fungi ini merupakan fungi antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman. Aspergillus sp. juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P dan K. Aplikasi Aspergillus sp. dan dapat meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman seperti tanaman jagung terutama di tanah-tanah marginal.

Secara luas Aspergillus didefinisikan sebagai suatu kelompok nukosis penyebab dari fotogenosa yang bermacam-macam. Aspergillus niger termasuk ke dalam kelas Ascomycetes. Di dalam industri Aspergillus niger banyak dipakai dalam proses produksi asam sitrat. Sedangkan di dalam laboratorium spesies ini digunakan untuk mempelajari tentang metabolisme pada jamur dan kegiatan enzimatis. Aspergillus niger ini termasuk fungi berfilamen penghasil selulase dan crude enzyme secara komersial serta penanganannya mudah dan murah.

Fungi-fungi yang ditemukan dalam penelitian ini tergolong fungi yang dapat merugikan maupun menguntungkan. Seperti Curvularia sp yang dapat menimbulkan penyakit akan tetapi bersifat patogen pada jenis tanaman tertentu. Sedangkan Aspergillus sp kebanyakan dikenal mampu berfungsi sebagai agen pengendali hayati, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan fungi lain yang merugikan yang dapat menimbulkan penyakit pada bibit tanaman Jabon tersebut.

Terhadap iklim, kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh jabon adalah tanah lempung, podsolik cokelat, dan alluvial lembab yang biasanya


(3)

terpenuhi di daerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi air dan juga jenis ini kadang memerlukan iklim basah hingga kemarau kering didalam hutan gugur dengan tipe curah hujan A-D. Hal ini sangat mendukung terhadap pertumbuhan dan perkembangan fungi pada sampel yang ada pada daun tanaman bibit Jabon karena fungi cocok tumbuh pada daerah yang memiliki kelembaban yang tinggi dan bersuhu kering (panas) seperti jenis-jenis fungi yang teridentifikasi pada penelitian ini.


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa jenis fungi yang ditemukan pada daun yang berasal dari kelima bibit adalah sama. Terdapat lima jenis fungi pada getah Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.), yaitu Aspergillus sp., Geotrichum sp., Fusarium sp., Penicillium sp., dan Curvularia sp.

Saran

Perlu dilakukannya inokulasi fungi-fungi yang menguntungkan untuk dapat mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman Jabon maupun pengaruhnya dalam menghambat pertumbuhan fungi merugikan yang dapat menimbulkan penyakit pada tanaman jabon. Disamping itu juga perlu dilakukannya penelitian untuk identifikasi fungi yang terdapat pada batang dan akar bibit tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad. 1999. Prospek Pengendalian Terpadu Penyakit Lodoh pada Persemaian Tanaman Kehutanan. Jurnal Manajemen Hutan Tropika (5) (1) : 1-9. Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Badan Standar Nasional. 2001. Kayu Bundar Sengon dan Jabon. Pusat Standarisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan. Jakarta.

Bambang, P. 2006. Konsep Ilmu Penyakit Hutan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Blanched, O. R and Terry, A. T. 1981. Fild and Laboratory Guide to Tree Pathology. Academic Press. New York. London Toronto.

Bramasto, Y dan Simanjuntak, S. 2004. Evaluasi Pertumbuhan dan Awal Tanaman Jabon (Anthocephslus cadamba) di Kebun Percobaan Rumpin. Institut Pertanian Bogor.

Darwo. 2000. Studi Pendahuluan Pembuatan Batang Korek Api dari Jabon (Anthocephalus cadamba). Buletin Penelitian Kehutanan 10 (1) : 13-29. Gandjar, I., Robert, A. Karin, V. T. V. Ariyanti, O. Iman, S. 1999. Pengenalan

Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

---, W. Sjamsuridjal, dan A. Detrasi. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Junaedi, A. 2009. Pertumbuhan dan Mutu Fisik Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba) di Polibag dan Politub. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Knok. Riau.

Khaerudin. 1993. Pembibitan Tanaman Hutan Tanaman Industri. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kuswanto. 1990. Perlindungan Hutan (Penyakit Hutan). Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Latief, A. A. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan I. Bayumedia Publishing. Jakarta. Lisyanto. 2010. Budidaya Menanam Jabon (Anthocephalus cadamba) dengan

Menggunakan Pupuk Hayati Bio P 2000 Z. PT. Alam Lestari Maju Indonesia. Jakarta.


(6)

Pracaya. 1992. Hama dan Penyalit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahayu, S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia: Gejala, Penyebab, dan Teknik Pengendaliannya. Kanisius. Yogyakarta.

Rukmana, R dan Saputra, S. 1997. Penyakit Tanaman dan Teknik Pengendalian. Kanisius. Yogyakarta.

Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Buku Ajar. Fakultas Pertanian UPN Veteran. Yogyakarta

Saryono., Is Sulistyati P., Delita Zul dan Atria Martina. 1999. Identifikasi Jamur Pendegradasi Inulin pada Rizosfir Umbi Dahlia (Dahlia variabilis). Jurnal Natur Indonesia (1) (1) : 22-27.

Streets, R, B. 1980. Diagnosis Penyakit Tanaman (Terjemahan : Imam Santoso) The University of Arizona Press. Tuscon – Arizona. USA.

Utami, S. Illa, A dan Nanang, H. 2009. Hama dan Penyakit pada Tanaman Meranti Merah Shorea ovalis dan Shorea balangeran. Jurnal Mitra Hutan Tanaman (4) (1) : 19-28.

Widyastuti, S. M, Sumardi, dan Harjono. 2005. Patologi Hutan. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.

Yunasfi. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit dan Penyakit yang Disebabkan Oleh Jamur. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.