Performa Cmip5 (Coupled Model Intercomparison Project Phase 5) Dalam Memproyeksikan Iklim Pada Wilayah Tropis

PERFORMA CMIP5 (COUPLED MODEL INTERCOMPARISON
PROJECT PHASE 5) DALAM MEMPROYEKSIKAN IKLIM
PADA WILAYAH TROPIS

ANIS PURWANINGSIH

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa CMIP5
(Coupled Model Intercomparison Project Phase 5) dalam Memproyeksikan Iklim
pada Wilayah Tropis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Anis Purwaningsih
NIM G24110012

ABSTRAK
ANIS PURWANINGSIH. Performa CMIP5 (Coupled Model Intercomparison
Project Phase 5) dalam Memproyeksikan Iklim pada Wilayah Tropis. Dibimbing
oleh RAHMAT HIDAYAT.
Kemampuan model BCC-CSM1.1, MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR
(dalam Coupled Model Intercomparison Project Phase 5) dalam memproyeksikan
parameter curah hujan, suhu udara dan suhu permukaan laut di Tropis dianalisis
dengan indikator klimatologi, bias dan Root Mean Square Error (RMSE). Pola
dominan curah hujan dan suhu udara pada ketiga model tersebut dianalisis dengan
Empirical Orthogonal Function (EOF). Pola dominan (EOF1) suhu udara pada
ketiga model mengikuti EOF1 reanalisis. EOF1 curah hujan ketiga model
menyerupai EOF1 observasi dengan wilayah utara ekuator didominasi anomali
positif dan selatan ekuator anomali negatif, namun pada beberapa wilayah
polanya tidak menyerupai GPCP. Klimatologi model menunjukkan suhu udara,

curah hujan dan suhu permukaan laut memiliki nilai tinggi di selatan ekuator saat
Desember-Januari-Februari (DJF) dan berpindah ke utara saat Juni-Juli-Agustus
(JJA). Bias suhu udara tertinggi terjadi pada model MPI-ESM-LR di Afrika
(berkisar 6oC pada DJF dan JJA). Ketiga model dapat menangkap pola ITCZ.
RMSE dan bias curah hujan tertinggi (> 9 dan 5 mm/hari) terjadi di Pasifik Barat
pada model BCC-CSM1.1 (bulan DJF) dan IPSL-CM5A-LR (bulan JJA). RMSE
curah hujan Indonesia (> 9 mm/hari) pada model BCC-CSM1.1 terjadi di Papua
dan Kalimantan, MPI-ESM-LR di Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara serta IPSLCM5A di Sumatera. RMSE tertinggi suhu permukaan laut (lebih dari 2oC) terjadi
di Pasifik Timur.
Kata kunci: CMIP5, curah hujan, eksperimen dekadal, temperature udara

ABSTRACT
ANIS PURWANINGSIH. Performance of CMIP5 (Coupled Model
Intercomparison Project Phase 5) on Projecting Climate in The Tropical Area.
Supervised by RAHMAT HIDAYAT.
Skill of BCC-CSM1.1, MPI-ESM-LR and IPSL-CM5A-LR (Coupled
Model Intercomparison Project Phase 5) on projecting precipitation, air
temperature and sea surface temperature (SST) in Tropical region are analyzed.
Dominant mode of precipitation and air temperature are analyzed using Empirical
Orthogonal Functions (EOF). Dominant mode (EOF1) of all models for air

temperature are similar with the mode of reanalysis. In general, EOF1 of all
models for precipitation are similar with mode of the observation which are
dominated by positive (negative) anomaly in northern (southern) equator.
Climatology of precipitation, air temperature and sea surface temperature show
that high value are located in southern equator during December-JanuaryFebruary (DJF) and shifted to the north during June-July-August (JJA). The
highest air temperature bias is located in Africa (around 6oC in DJF and JJA) for
MPI-ESM-LR. All models capture the ITCZ signal. The highest RMSE and bias
of precipitation ( > 9 and 5 mm/day) are located in western Pacific in BCCCSM1.1 (DJF) and IPSL-CM5A-LR (JJA). BCC-CSM1.1 has high RMSE (> 9
mm/day) in projecting precipitation in Papua and Borneo, while MPI-ESM-LR in
Sumatra, Java, Nusa Tenggara and IPSL-CM5A-LR in Sumatra. The highest
RMSE for SST (more than 2oC) is located in the eastern Pacific.
Keywords: CMIP5, decadal experiment, precipitation, skill, air temperature

PERFORMA CMIP5 (COUPLED MODEL INTERCOMPARISON
PROJECT PHASE 5) DALAM MEMPROYEKSIKAN IKLIM PADA
WILAYAH TROPIS

ANIS PURWANINGSIH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan kehadirat kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga diberikan kesempatan dan kesehatan untuk
dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk
memenuhi syarat melaksanakan tugas akhir pada Departemen Geofisika dan
Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Performa CMIP5 (Coupled
Model Intercomparison Phase 5) dalam Memproyeksikan Iklim pada Wilayah
Tropis”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr Rahmat Hidayat selaku pembimbing skripsi atas ilmu, arahan dan
kesabaran dalam membimbing penulis,
2. Dosen Pembimbing Akademik (Prof. Hidayat Pawitan), seluruh dosen dan
staff departemen Geofisika dan Meteorologi yang telah banyak membantu
selama perkuliahan,
3. Kak Andi S Mutaqin, Bapak Wido Hanggoro, atas ilmu dalam pengolahan
data,
4. Bapak Suparno, Ibu Darni, dan adek-adek (Adi, Dinda, Ino dan Ito) atas doa,
dukungan dan kasih sayangnya,
5. Keluarga GFM angkatan 48 atas doa dan motivasi,
6. Alfi Wardah Farihah, Derri Haryoni Febri, Gigih Bangun Wicaksono,
Nihayatuz Zulfa, Nurhayati dan Rumah Apel (Prista, Fiti, Endang, Anis F,
Anistya, dan Mbak Zahra) atas diskusi, bantuan, semangat, dukungan dan
persahabatan
7. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas semua
dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

Anis Purwaningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

xii
xii
xiii
1
1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah Tropis

2
2

Coupled Model Intercomparison Project Phase 5 (CMIP5)

2

Model BCC_CSM1.1

3

Model MPI-ESM-LR

4

Model IPSL-CM5A-LR

4


METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian

4
4

Alat dan Data

5

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis pola dominan suhu udara

8
8


Analisis pola dominan curah hujan

9

Klimatologi dan standar deviasi suhu udara musiman wilayah Tropis

11

Bias dan RMSE suhu udara wilayah Tropis Bulan DJF

13

Bias dan RMSE suhu udara wilayah Tropis Bulan JJA

16

Klimatologi dan standar deviasi curah hujan musiman wilayah Tropis

18


Bias dan RMSE curah hujan wilayah Tropis bulan DJF

20

Bias dan RMSE curah hujan wilayah Tropis bulan JJA

22

Klimatologi dan standar deviasi suhu permukaan laut wilayah Tropis

25

Bias dan RMSE suhu permukaan laut (SPL) wilayah Tropis bulan DJF

27

Bias dan RMSE suhu permukaan laut (SPL) wilayah Tropis bulan JJA

28


Klimatologi dan standar deviasi curah hujan musiman wilayah Indonesia

28

Bias dan RMSE curah hujan wilayah Indonesia bulan DJF

30

Bias dan RMSE curah hujan wilayah Indonesia bulan JJA

32

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

33
33

Saran

34

DAFTAR PUSTAKA

34

DAFTAR TABEL
1 Perbedaan integrasi long-term dan short-term pada desain eksperimen
CMIP5
2 Nama, parameter dan resolusi model
3 Nama, parameter dan resolusi data observasi
4 Pembagian wilayah untuk penentuan bias wilayah

3
5
5
7

DAFTAR GAMBAR
1 Matriks F untuk analisis Empirical Orthogonal Functions (EOF)
2 Pola EOF1 suhu udara hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR
3 Pola EOF2 suhu udara hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR
4 Pola EOF1 curah hujan hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR
5 Pola EOF2 curah hujan hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR
6 Klimatologi suhu udara bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah tropis
tahun 1981-2010 hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESMLR, (d) IPSL-CM5A-LR
7 Standar deviasi suhu udara bulan (1) DJF dan (3) JJA pada wilayah
tropis tahun 1981-2010 hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR, (d) IPSL-CM5A-LR
8 Bias (1) dan RMSE (2) suhu udara terhadap NCEP pada wilayah tropis
bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b) MPIESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR
9 Bias suhu udara pada wilayah Afrika, Indonesia, Hindia, Pasifik dan
Amerika pada bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model BCC_CSM1.1,
MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR
10 Bias (1) dan RMSE (2) suhu udara terhadap NCEP pada wilayah tropis
bulan JJA tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b) MPIESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR
11 Bias suhu udara pada wilayah Afrika, Indonesia, Hindia, Pasifik dan
Amerika pada bulan JJA tahun 1981-2010 hasil model BCC_CSM1.1,
MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR
12 Klimatologi curah hujan bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah tropis
tahun 1981-2010 hasil (a) GPCP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESMLR, (d) IPSL-CM5A-LR
13 Standar deviasi curah hujan bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah
tropis tahun 1981-2010 hasil (a) GPCP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR, (d) IPSL-CM5A-LR

6
8
9
9
10

11

13

14

15

16

17

18

20

14 Bias (1) dan RMSE (2) curah hujan terhadap GPCP pada wilayah
tropis bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b)
MPI-ESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR
15 Bias curah hujan pada wilayah Afrika, Indonesia, Hindia, Pasifik dan
Amerika pada bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model BCC_CSM1.1,
MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR
16 Bias(1) dan RMSE (2) curah hujan terhadap GPCP pada wilayah
tropis bulan JJA tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b)
MPI-ESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR
17 Bias curah hujan pada wilayah Afrika, Indonesia, Hindia, Pasifik dan
Amerika pada bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model BCC_CSM1.1,
MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR
18 Klimatologi suhu permukaan laut bulan (1) DJF dan (2) JJA pada
wilayah tropis tahun 1981-2010 hasil (a) ERSST, (b) BCC_CSM1.1,
(c) IPSL-CM5A-LR
19 Standar deviasi suhu permukaan laut bulan (1) DJF dan (2) JJA pada
wilayah tropis tahun 1981-2010 hasil (a) ERSST, (b) BCC_CSM1.1,
(c) IPSL-CM5A-LR
20 Bias (1) dan RMSE (2) suhu permukaan laut terhadap ERSST pada
wilayah tropis bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model
(a)
BCC_CSM1.1, (b) IPSL-CM5A-LR
21 Bias (1) dan RMSE (2) suhu permukaan laut terhadap ERSST pada
wilayah tropis bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model
(a)
BCC_CSM1.1, (b) IPSL-CM5A-LR
22 Klimatologi curah hujan musiman bulan (1) DJF dan (2) JJA pada
wilayah tropis tahun 1981-2010 hasil (a) CRU, (b) BCC_CSM1.1, (c)
MPI-ESM-LR, (d) IPSL-CM5A-LR
23 Standar deviasi curah hujan bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah
tropis tahun 1981-2010 hasil (a) CRU, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR, (d) IPSL-CM5A-LR
24 Bias (1) dan RMSE (2) curah hujan terhadap CRU pada wilayah tropis
bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b) MPIESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR
25 Bias (1) dan RMSE (2) curah hujan terhadap CRU pada wilayah tropis
bulan JJA tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b) MPIESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

DAFTAR LAMPIRAN
1 Scripting language untuk klimatologi musiman (bulan JJA) curah
hujan wilayah tropis
2 Scripting language untuk standar deviasi musiman (bulan JJA) suhu
udara IPSL
3 Scripting language untuk bias musiman (bulan JJA) curah hujan
4 Scripting language untuk RMSE musiman (bulan JJA) curah hujan
IPSL

37
38
40
41

5
6
7
8

Grafik Principal Component untuk EOF pada suhu udara GPCP
Grafik Principal Component untuk EOF pada suhu udara NCEP
Grafik proporsi EOF pada suhu udara GPCP
Grafik proporsi EOF pada suhu udara NCEP

44
45
46
46

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Model iklim telah berkembang dengan berbagai integrasi komponen
lautan, atmosfer, daratan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (coupled
model). Terkait dengan pengembangan model iklim tersebut, Working Group on
Coupled Modelling (WGCM) telah mengembangkan Coupled Model
Intercomparison Project Phase 5 (CMIP5) yang merupakan rangkaian
eksperimen model iklim yang terkoordinasi. Terdapat lebih dari tiga puluh model
didalamnya yang telah dikembangkan oleh dua puluh grup pemodelan iklim.
Secara garis besar, eksperimen dalam CMIP5 terbagi menjadi dua tipe
eksperimen. Salah satunya adalah long-term integration yang mencangkup skala
waktu 100 tahunan. Tipe lainnya adalah short-term integration, atau biasa
disebut eksperimen dekadal, yang mencangkup skala waktu 10-30 tahunan.
Keluaran dari tipe eksperimen dekadal ini masih dalam tahap pengembangan
(Taylor et al. 2011), sehingga perlu adanya koreksi/pengujian terhadap model
iklim dengan eksperimen dekadal.
Model iklim dalam CMIP5 yang mengembangkan eksperimen dekadal
diantaranya adalah BCC_CSM1.1, MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR. Ketiga
model tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berdasarkan
penelitian Xin et al. (2013) model BCC_CSM1.1 overestimate terhadap
pemanasan global dan underestimate terhadap amplitudo pemanasan di wilayah
Cina. MPI-ESM-LR mampu menampilkan secara signifikan variabilitas internal
Maden Julian Oscilation (MJO) baik inter-annual maupun inter-dekadal, namun
tidak mampu menampilkan variabilitas iklim dalam skala waktu yang lebih lama
(Schubert et al. 2013). IPSL-CM5A-LR mampu menangkap sinyal South Pacific
Convergence Zone (SPZC) yang ditandai dengan perubahan curah hujan di Pasifik
Ekuator bagian barat dengan adanya pertanda dua Intertropical Convergence Zone
(ITCZ) (Dufresne et.al 2013). Secara umum model-model tersebut mempunyai
kemampuan (skill) berbeda-beda dalam memproyeksikan iklim di suatu wilayah,
sehingga perlu dilakukan uji skill setiap model pada wilayah yang spesifik.
Wilayah tropis dipilih menjadi wilayah kajian dalam menguji kemampuan
(skill) setiap model karena wilayah tropis memiliki kompleksitas iklim dan cuaca.
Kompleksitas iklim di wilayah ini diantaranya adalah terbentuknya klaster awan
yang mengalami pergerakan semu sepanjang tahun di wilayah tropis yang disebut
Intertropical Convergence Zone (ITCZ) dan di wilayah Pasifik yaitu SouthPacific Convergence Zone (SPCZ). Selain itu kompleksitas iklim dan cuaca yang
terjadi didalamnya memiliki pengaruh terhadap iklim di luar wilayah tropis
bahkan berpengaruh pula pada iklim global.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk;
1
Menganalisis keluaran model BCC_CSM1.1, MPI-ESM-LR dan
IPSL-CM5A-LR dalam memproyeksikan suhu udara, curah hujan
dan suhu permukaan laut pada wilayah tropis

2
2

Menganalisis keluaran model BCC_CSM1.1, MPI-ESM-LR dan
IPSL-CM5A-LR dalam memproyeksikan curah hujan pada wilayah
Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah Tropis
Wilayah tropis terletak di ekuator, tepatnya di antara 23.5oLU – 23.5oLS
yang merupakan batasan posisi terjauh pergerakan semu matahari sepanjang
tahun. Posisi ini menyebabkan wilayah tropis menerima radiasi matahari secara
terus menerus sepanjang tahun. Penerimaan radiasi sepanjang tahun menyebabkan
dinamika cuaca yang terjadi lebih tinggi dibanding wilayah sub tropis maupun
kutub, karena radiasi merupakan energi utama terjadinya proses-proses dinamika
atmosfer di bumi. Pada wilayah lautan tropis, pemanasan oleh radiasi matahari
menyebabkan adanya pengangkatan masa udara yang mengandung air sehingga
terbentuklah awan. Zona pembentukan klaster awan di sepanjang wilayah tropis
ini disebut dengan Intertropical Convergence Zone (ITCZ). Pada wilayah Pasifik
ekuator dikenal istilah South Pacific Convergence Zone (SPCZ) yang merupakan
bagian dari lintasan ITCZ. SPCZ merupakan lintasan tetap yang terjadi sepanjang
tahun, sehingga pada bulan-bulan tertentu pada wilayah pasifik seperti terbentuk
dua lintasan gugusan awan.

Coupled Model Intercomparison Project Phase 5 (CMIP5)
Coupled Model Intercomparison Project (CMIP) merupakan rangkaian
model dengan eksperimen-eksperimen iklim yang terkoordinasi di dalamnya.
CMIP dikembangkan oleh Working Group on Coupled Modelling (WCGM)
dalam programnya World Climate Research Programme (WCRP). Pengembangan
CMIP sekarang ini sudah sampai pada CMIP5, yaitu fase ke-5 dari CMIP.
Simulasi iklim CMIP5 fokus pada perbedaan pemahaman perubahan iklim
masa lalu dan masa yang akan datang. CMIP5 menyediakan konteks multimodel
untuk menaksir mekanisme yang dapat dipertanggungjawabkan pada model yang
berbeda-beda (diasosiasikan dengan siklus karbon dan awan). Selain itu juga
memeriksa kemampuan prediksi iklim, mengembangkan kemampuan
prediksi/forecast pada skala dekadal dan juga menentukan alasan perbedaan
respon pada model-model yang berkarakter serupa (Taylor et al. 2011).
CMIP5 mengevaluasi model lebih detail karena sudah dilakukan perbaikan
simulasi historis, simulasi paleoklimat dan pengembangan keluaran model. Hal ini
memungkinkan CMIP5 dapat digunakan untuk pengembangan dan penelitian
terkait dampak perubahan iklim dan isu kebijakan yang relevan untuk masyarakat.
Desain eksperimen CMIP5 terdiri dari integrasi long-term (skala waktu
abad) dan integrasi near-term (10–30 tahun, biasa disebut dengan decadal
prediction experiments). Kedua eksperimen ini terintegrasi dengan menggunakan
Atmosphere–Ocean Global Climate Models (AOGCMs) dan beberapa eksperimen

3
menggunakan Earth System Models of Intermediate Complexity (EMIC). Secara
garis besar berikut perbedaan antara integrasi long-term dan short-term:
Tabel 1 Perbedaan integrasi long-term dan short-term pada desain eksperimen
CMIP5 (Taylor et al. 2011)
Long Term
Short Term (decadal experiment)
Dimulai dari integrasi kodisi quasi
equilibrium (kontrol antar-abad
sebelum era industri)
Dibangun
langsung
dengan
eksperimen
CMIP3
dengan
menambahkan pemahaman yang
lebih mendalam terkait perubahan
dan variabilitas iklim.

Diinisialisasi
dengan
kondisi laut dan sea ice

Menyediakan proyeksi respon
iklim buatan terhadap perubahan
komposisi atmosfer dan tutupan
lahan.
Perubahan iklim akan disamarkan
beberapa derajat oleh variabilitas
alami
dan
juga
oleh
ketidaksengajaan yang diharapkan
sesuai dengan observasi.

Tidak hanya merespon tetapi juga
berpotensi untuk melacak sampai
berapa derajat trayek perubahan iklim
yang sebenarnya termasuk komponen
alam yang mempengaruhi evolusi
iklim (unforced component).

observasi

Seluruhnya merupakan penambahan
baru dalam CMIP5, sehingga lebih
mempertimbangkan pengembangan.

Model BCC_CSM1.1
Beijing Climate Center-Climate System Model 1.1 (BCC_CSM1.1)
merupakan model iklim yang dikembangkan oleh institusi Beijing Climate Center
(BCC), China Meteorological Administration (CMA). Model ini merupakan
model gabungan (coupled) antara iklim-karbon secara global yang didalamnya
terdapat interaksi antara vegetasi dan siklus karbon global. Model dibangun
dengan perpaduan komponen atmosfer BCC_AGCM 2.1 (Wu 2012), komponen
lautan MOM4_L40 (Griffies 2005 dan Murray 1996), komponen daratan BCC_
AV1M1.0 (Ji 1995), dan komponen sea ice SIS (Hunke dan Dukowicz 1997 dan
Winton 2000). Komponen model daratan dan lautan yang digunakan ini berasal
dari GFDL (Geophysical Fluid Dynamics Laboratory). Penyusun komponen
daratan terdiri dari modul biogeofisika, ekofisiologi, dan dinamika karbonnitrogen di dalam tanah. Gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O, CFC11 dan CFC12),
ozon, aerosol (sulfat padat, garam laut, karbon hitam, karbon organic dan debu),
erupsi gunung berapi, emisi karbon dan variabilitas berperan sebagai faktor
eksternal dalam model ini. Pada simulasi iklim jangka panjang (long-term) model
BCC_CSM1.1 mempunyai kemampuan yang lebih baik dibanding BCC_CSM1.0
dalam memproyeksi perubahan iklim global secara historis pada 20 abad terakhir
(Xin et al 2013). Inisialisasi untuk eksperimen dekadal pada model BCC_CSM1.1
menggunakan metode bangkitan data dari observasi suhu lautan pada wilayah 50o
LU sampai 50o LS. Data observasi suhu laut global ini merupakan data reanalisis

4
dengan interval waktu bulanan dari Simple Ocean Data Assimilation (SODA) dan
dibangkitkan menjadi interval waktu harian. Berdasarkan penelitian Xin et al.
(2013) model BCC_CSM1.1 overestimate terhadap pemanasan global dan
underestimate terhadap amplitudo pemanasan di wilayah Cina.

Model MPI-ESM-LR
Max Planck Institute Earth System Model Low Resolution (MPI-ESM-LR)
merupakan model iklim yang dikembangkan oleh Max Planck Institute for
Meteorology. MPI-ESM terdiri dari komponen model atmosfer ECHAM6
(Stevens et al. 2012), model daratan-vegetasi JSBACH (Raddatz et al. 2007 dan
Roeckner et al. 2003), dan model lautan MPIOM GCM (Marsland et al. 2003)
yang didalamnya juga terdapat model biogeokimia lautan HAMOCC. Model ini
mampu menampilkan secara signifikan variabilitas internal Maden Julian
Oscilation (MJO) baik inter-annual maupun inter-dekadal, namun tidak mampu
menampilkan fakta-fakta yang signifikan untuk variabilitas dalam skala waktu
yang lebih lama (Schubert et al. 2013). Model ini juga mampu mensimulasikan
periode dan keberadaan vertikal dari Quasi Bineal Oscillation (QBO) di stratosfer
wilayah tropis (Krismer et al. 2013). Pada wilayah Pasifik Tropis model ini
memiliki skill negatif ( Muller et al. 2012).

Model IPSL-CM5A-LR
Institute Pierre Simon Laplace Coupled Model 5A Low Resolution (IPSLCM5A-LR) merupakan model iklim yang dikembangkan oleh IPSL Climate
Modelling Centre (ICMC) yang merupakan bagian dari Institute Pierre Simon
Laplace. Model ini merupakan pengembangan dari IPSL-CM4 yang terdapat
dalam CMIP3 (fase ke-3 dari CMIP). Terdapat IPSL-CM5B pula yang memiliki
rangkaian parameterisasi fisik atmosfer yang berbeda dengan IPSL-CM5A. Model
iklim IPSL-CM5A-LR ini mengintegrasikan beberapa komponen, yaitu model
atmosfer LMDz5A (Jourdain et al. 2008), model lautan, biokimia lautan dan seaice NEMOv3.2 (Mignot et al. 2013), model permukaan daratan dan vegetasi
ORCHIDEE, model kimia atmosfer INCA (Szopa et al. 2012) dan OASIS
(Coupled). Berdasarkan Dufresne et al. (2013), model ini mampu menangkap
sinyal SPZC dan SACZ yang ditandai dengan perubahan curah hujan di wilayah
barat Pasifik ekuator dengan pertanda adanya dua ITCZ. Perubahan curah hujan
yang disimulasikan sangat kecil di wilayah pasifik ekuator jika dibanding dengan
IPSL-CM5B-LR (Dufresne et al. 2013).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Udara,
Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

5
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai
Februari hingga Mei 2015.
Alat dan Data

pada bulan

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu seperangkat personal
komputer/laptop dengan software Microsoft Office, Grid Analysis and Display
System (GrADS), Climate Data Operators (CDO) dan MATLAB R2012a
(7.14.0.739).
Data yang digunakan dalam penelitian (terdapat dalam tabel 2) meliputi
data curah hujan (CH), suhu udara (TA) dan suhu permukaan laut (SPL) bulanan
hasil keluaran model di dalam CMIP5, dengan eksperimen dekadal 1980
(keluaran dari Januari 1981 sampai dengan Desember 2010). Data curah hujan
dan suhu tersebut kemudian diseleksi menggunakan GrADS pada wilayah 20o LU
– 20o LS dan 180o BT – 180o BB untuk kajian wilayah tropis dan 6o LU - 11o LS
dan 95o BT – 141o BT untuk kajian wilayah Indonesia.
Tabel 2 Nama dan resolusi model
Model
BCC_CSM1.1
MPI-ESM-LR
IPSL-CM5A-LR

Resolusi
2.8o x 2.8o, L26
1.9o x 1.9o, L47
1.9o x 3.75o, L31

Sebagai pembanding model, digunakan data-data di dalam tabel 3 berikut,
dengan skala waktu bulanan mulai dari tahun 1981-2010.
Tabel 3 Nama, parameter dan resolusi data observasi
Observasi
Parameter
GPCP v2.2
CH (wilayah tropis)
(Adler et al 2003)

Resolusi
2.5o x 2.5 o

CRU TS3.21
(Jones dan Harris 2013)

CH (wilayah Indonesia)

0.5o x 0.5o

NCEP -DOE Reanalysis 2
(Kalnay et al. 1996)

Suhu Udara

2.5o x 2.5 o

ERSST v3b
(Smith et al. 2007)

SPL

2o x 2o

Prosedur Analisis Data
Metodologi
Tahap pengolahan meliputi proses penentuan pola dominan model dan
kuantifikasi skill model. Penentuan pola dominan dilakukan pada parameter CH
dan TA. Pola dominan ditentukan dengan menggunakan metode Empirical
Orthogonal Functions (EOF). Baik pada CH maupun TA, data disusun mengikuti
matriks F (Bjorrnson dan Venegas 1997) pada gambar 1 dibawah ini. Notasi X
menjelaskan nilai data, n menunjukkan waktu dan p menunjukkan lokasi yang

6
merupakan kombinasi lintang dan bujur pada masing-masing data. Matriks F pada
masng-masing parameter memiliki ukuran (waktu, lintang*bujur).
Satu peta untuk
waktu t=1



Satu time series pada wilayah 1
Gambar 1

Matriks F untuk analisis Empirical Orthogonal Functions (EOF)
(Bjorrnson dan Venegas 1997)

Setelah proses penyusunan matriks, dilakukan perhitungan nilai anomali dengan
menghilangkan rata-rata tiap time series. Matriks hasil perhitungan tersebut
dilambangkan dengan maktriks G. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai
kovarian dengan rumus (1). Melalui nilai kovarian bisa diselesaikan permasalahan
eigenvalue dengan rumus (2). Symbol λ merupakan matriks diagonal yang
mengandung eigenvalue λi dari R (kovarian). Vektor kolom C (disebut ci)
merupakan eigenvectors dari R yang berkoresponden dengan nilai eigenvalue λi.
Setiap masing-masing eigenvalue berkorespondensi dengan eigenvectors ci,
masing-masing eigenvector ini bisa ditampilkan kedalam satu peta. Eigenvector
tersebut merupakan EOF yang dimaksud, dimana EOF 1 merupakan eigenvector
nilai yang paling dominan atau memiliki eigenvalue terbesar.
R = GT G

……………………….(1)

RC = λC

……………………….(2)

Kuantifikasi dilakukan dengan menghitung rata-rata musiman, standar
deviasi musiman, nilai bias dan root mean squared error (RMSE). Kuantifikasi
dilakukan pada musim Desember-Januari-Februari (DJF) dan Juni-Juli-Agustus
(JJA). Nilai rata-rata musiman, standar deviasi, bias dan RMSE didapat melalui
rumus berikut:
µy =

µŷ =

∑� ��

……………………….(3)

∑� ŷ�

……………………….(5)





7
σ� = √ ∑�
��� − µy
� �=

……………………….(6)

σŷ = √ ∑�
�= ŷ�� − µŷ

……………………….(7)



� � = ŷi − yi

keterangan:
yi
ŷi
N
µy
µŷ
σy
σŷ

� � = √∑��=

��−ŷ�


……………………….(8)
……………………….(9)

: nilai observasi (NCEP, GPCP, ERSST dan CRU)
: nilai model
: jumlah tahun (30 tahun)
: rata-rata observasi
: rata-rata model
: standart deviasi observasi
: standart deviasi model

Perhitungan bias juga dilakukan pada wilayah yang spesifik dengan
menghitung selisih antara model dan observasi pada cakupan wilayah. Wilayah
Afrika, Hindia, Indonesia, Pasifik dan Amerika dipilih menjadi wilayah yang
merepresentasikan lautan dan daratan. Lokasi bujur dan lintang yang diseleksi
dari masing-masing wilayah dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4 Pembagian wilayah untuk penentuan nilai bias rata-rata wilayah
Wilayah
Lintang
Bujur
Afrika
5 LU – 5 LS
19 – 41 BT
Samudra Hindia
5 LU – 5 LS
79 – 101 BT
Indonesia
6 LU – 11 LS
94 - 142 BT
Samudra Pasifik
5 – 10 LS
150 BT – 120 BB
Amerika
0 – 10 LU
60-70 BB

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis pola dominan suhu udara
Pola suhu udara ditentukan dengan metode Empirical Orthogonal
Function yang menghasilkan beberapa pola (EOF1, EOF2 dan seterusnya),
dimana tiap pola tersebut tidak saling berkaitan dengan pola yang lain. Pola
dominan suhu udara ditunjukkan melalui pola Empirical Orthogonal Function 1
(EOF1) yang merepresentasikan kondisi pola suhu udara bulanan selama 30 tahun
dengan proporsi/presentase paling besar dibandingkan EOF2 dan EOF3.
Pola EOF1 hasil NCEP (gambar 2-a) menunjukkan adanya anomali positif
dan negatif pada wilayah utara dan selatan ekuator. Pola ini menjelaskan 64.1%
dari pola suhu udara NCEP. Berdasarkan pola EOF1, secara umum model
memiliki pola yang serupa dengan EOF1 NCEP. Model BCC_CSM1.1 pada pola
EOF1 (gambar 2-b) menunjukkan 74.1% dari keragaman suhu udara model. Hasil
EOF1 model MPI-ESM-LR (gambar 2-c) menjelaskan 69% pola suhu udara
model dan model IPSL-CM5A-LR (gambar 2-d) menjelaskan 71.4%. Ketiga
model memiliki pola yang berbeda dengan NCEP pada lintang tinggi dan juga
ekuator, namun secara umum proporsi EOF1 masing-masing model memiliki nilai
yang masih berada dalam kisaran EOF1 NCEP.
0.05

a

b
0

c

d
-0.05

Gambar 2 Pola EOF1 suhu udara hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR
EOF2 merupakan pola lain yang tidak berkaitan dengan EOF1 dan
merepresentasikan kondisi suhu udara selama 30 tahun dengan
presentase/proporsi yang lebih kecil dibandingkan dengan EOF1. Persentase
masing-masing EOF2 pada ketiga model memiliki nilai yang berbeda dengan
persentase EOF2 NCEP. EOF2 NCEP (gambar 3-a) menjelaskan 28.8% dari pola
suhu udara NCEP. Pola EOF2 model BCC-CSM1.1 menjelaskan 19.8% , EOF2
model MPI-ESM-LR menjelaskan 21.9% dan EOF2 model IPSL-CM5A-LR

9
menjelaskan 21.1% dari pola suhu udara yang dihasilkan masing-masing model.
Pola EOF2 yang terbentuk pada model BCC-CSM1.1 menyerupai NCEP pada
wilayah Atlantik dan Pasifik Barat (dekat Filipina). EOF2 MPI-ESM-LR
menyerupai NCEP pada wilayah Hindia dan Pasifik Timur. Pola yang dibentuk
IPSL-CM5A-LR pada EOF2 memiliki kontur yang berbeda dengan NCEP.
0.05

a

b
0

c

d
-0.05

Gambar 3 Pola EOF2 suhu udara hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR
Analisis pola dominan curah hujan
0.05

a

b
0

c

d
-0.05

Gambar 4 Pola EOF1 curah hujan hasil (a) GPCP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR

10

Pola dominan curah hujan wilayah tropis berdasarkan hasil GPCP pada
EOF1 (gambar 4-a) dapat mewakili 70.7% dari pola curah hujan GPCP. Pola
EOF1 menunjukkan adanya anomali positif dan negatif curah hujan pada wilayah
utara dan selatan ekuator. Wilayah dengan anomali positif menunjukkan curah
hujan pada wilayah tersebut lebih dari rata-rata sedangkan anomali negatif
menunjukkan curah hujan dibawah rata-rata. Secara umum model BCC-CSM-1.1
memiliki pola EOF1 (gambar 4-b) yang menyerupai EOF1 GPCP (utara ekuator
dominan anomali positif dan selatan ekuator anomali negatif), namun terdapat
wilayah-wilayah yang anomalinya tidak menyerupai pola GPCP. Wilayah tersebut
misalnya Amerika, Pasifik bagian barat, Afrika dan beberapa wilayah lain yang
ditunjukkan oleh perbedaan nilai anomali. Model BCC-CSM1.1 menangkap pola
ini sebagai pola dominan (66.9%).
Model MPI-ESM-LR pada EOF1 merepresentasikan 75.3% dari curah
hujan yang dihasilkan model. Model IPSL-CM5A-LR pada EOF1
merepresentasikan 70.5% dari curah hujan yang dihasilkan model. Sama halnya
dengan BCC-CSM1.1, EOF1 hasil model MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR
secara umum menyerupai EOF1 (pergantian anomali positif dan negatif pada
utara-selatan ekuator) namun tidak memiliki pola yang sesuai pada wilayahwilayah tertentu.
0.05

a

b
0

c

d
-0.05

Gambar 5 Pola EOF2 curah hujan hasil (a) GPCP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR dan (d) IPSL-CM5A-LR
EOF2 (gambar 5-a) menunjukkan 20.1% dari pola curah hujan GPCP.
Pola yang dihasilkan pada EOF2 menunjukkan pada wilayah ekuator tepatnya
pada Pasifik tengah sampai bagian timur, Amerika dan Atlantik memiliki anomali
yang berkebalikan dengan wilayah lainnya.
Pola EOF2 masing-masing model tidak menyerupai pola EOF2 GPCP,
namun nilai presentasenya masih berada dalam angka kisaran EOF2 GPCP.
Model BCC-CSM1.1 (gambar 5-b) merepresentasikan 23.2% pola model. Model

11
MPI-ESM-LR pada EOF2 merepresentasikan 15.5% dari pola curah hujan yang
dihasilkan model. Model IPSL-CM5A-LR pada EOF2 merepresentasikan 18%
dari pola model keseluruhan.
Klimatologi dan standar deviasi suhu udara musiman wilayah Tropis
(1)
a

b

c

d
(2)
a

b

c

d

Gambar 6 Klimatologi suhu udara bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah tropis
tahun 1981-2010 hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPI-ESMLR, (d) IPSL-CM5A-LR

12
Sebaran suhu udara di wilayah tropis dipengaruhi oleh posisi matahari di
sepanjang tahun. Hasil suhu udara NCEP pada bulan Desember-Januari-Februari
(gambar 6-1-a) menunjukkan suhu udara tinggi didominasi di wilayah selatan
ekuator. Suhu udara rata-rata tertinggi (lebih dari 28 oC) terletak pada wilayah
Australia tropis, perairan antara Australia-Indonesia, Pasifik ekuator bagian barat
di sekitar pulau Solomon dan beberapa titik di Afrika. Nilai suhu udara rata-rata
DJF terendah (kurang dari 18 oC) berdasarkan hasil NCEP terletak pada wilayah
Sahara, pantai barat Amerika Selatan, Algeria, Libya, dan negara disekitarnya.
Posisi matahari pada saat bulan JJA bergerak menuju utara menjauhi garis
katulistiwa. Pada saat ini, suhu udara NCEP (gambar 6-2-a) menunjukkan adanya
pergeseran wilayah dengan suhu tinggi menuju ke utara ekuator hingga lintang
23.5oLU. Sebaran suhu tertinggi pada bulan JJA mencangkup wilayah yang lebih
banyak dibanding pada bulan DJF (kondisi matahari di sebelah selatan ekuator),
karena wilayah daratan yang memiliki kemampuan lebih baik dalam menerima
panas, lebih banyak terdapat di utara ekuator. Suhu tertinggi pada bulan JJA
terjadi di Afrika lintang 10-20 oLU (Sahara dan sekitarnya), samudra Hindia yang
terletak diantara India dan Asia, Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur memiliki
suhu udara yang lebih tinggi pula. Suhu udara paling rendah berada di pantai barat
Amerika selatan dan Afrika tropis bagian selatan.
Berdasarkan pola sebaran rata-rata suhu udara musiman, model
BCC_CSM1.1 memiliki pola sebaran yang paling menyerupai NCEP (gambar 61-b dan 6-2-b). Hal ini terlihat dari sebaran pada wilayah Afrika, Hindia dan
Pasifik baik pada bulan DJF maupun JJA. Selain itu diperkuat dengan pola
sebaran standar deviasi model yang juga menyerupai hasil NCEP (gambar 7-1-b
dan 7-2-b). Pola yang berbeda pada model ini ditunjukkan pada wilayah Amerika
baik rata-rata klimatologi, maupun standar deviasi model.
Model IPSL-CM5A-LR pada bulan JJA memiliki pola sebaran rata-rata
suhu udara yang lebih menyerupai NCEP dibanding dengan bulan DJF. Wilayah
dengan pola suhu udara yang menyerupai NCEP pada bulan JJA yaitu Afrika
tropis bagian Utara, Hindia, dan Pasifik Timur. Standar deviasi pada wilayah
tersebut juga menyerupai pola standar deviasi NCEP pada bulan JJA.
Standar deviasi suhu udara menunjukkan simpangan tertinggi dan terendah
dari suhu rata-rata pada setiap data. Standar deviasi NCEP pada bulan DJF lebih
rendah dari pada bulan JJA (gambar 7-1-a dan 7-2-a). Hal ini bisa menyatakan
keragaman suhu udara pada bulan JJA lebih tinggi dibanding pada bulan DJF.
Standar deviasi tertinggi NCEP pada bulan DJF terletak di sekitar gurun Sahara,
dengan kisaran 2-3oC. Standar deviasi pada bulan JJA tinggi pada lintang tinggi,
baik di utara maupun selatan ekuator, dengan nilai lebih dari 4oC.

13
(1)
a

b

c

d
(2)
a

b

c

d

Gambar 7 Standar deviasi suhu udara bulan (1) DJF dan (2) JJA pada wilayah
tropis tahun 1981-2010 hasil (a) NCEP, (b) BCC_CSM1.1, (c) MPIESM-LR, (d) IPSL-CM5A-LR
Bias dan RMSE suhu udara wilayah Tropis Bulan DJF
Bias suhu udara merupakan hasil selisih model dengan NCEP. Nilai bias
negatif menunjukkan model underestimate terhadap NCEP sedangkan bias positif
menunjukkan model overestimate terhadap NCEP. Nilai RMSE menunjukkan
tingkat eror model terhadap NCEP. Nilai RMSE semakin tinggi menunjukkan
tingkat eror model terhadap NCEP semakin tinggi. Hasil bias secara umum

14
menunjukkan bahwa model cenderung overestimate di wilayah daratan dan
cenderung underestimate di wilayah lautan.
(1)
a

b

c

(2)
a

b

c

Gambar 8 Bias (1) dan RMSE (2) suhu udara terhadap NCEP pada wilayah tropis
bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b) MPIESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR
BCC_CSM1.1 menunjukkan wilayah sepanjang Samudra Hindia hingga
Pasifik bagian barat dan Atlantik memiliki kesesuaian ditunjukkan dengan bias
kecil yaitu antara -1oC sampai dengan 1oC (gambar 8-1-a) dan nilai RMSE
rendah, yaitu 0-1oC (gambar 8-2-a). BCC_CSM1.1 memiliki tingkat eror tinggi
(lebih dari 4oC) pada beberapa titik di Afrika bagian utara ekuator, pantai barat
dan bagian tengah Amerika yang dilewati garis katulistiwa, dengan nilai RMSE
lebih dari 5oC. Eror tinggi pada wilayah tersebut disebabkan karena model

15
overestimate (ditunjukkan melalui gambar 8-1-a dan gambar 9). Underestimate
pada model terjadi pada wilayah lautan yang berada di lintang tinggi utara
ekuator, dengan RMSE antara 2-4oC.
Hasil model MPI-ESM-LR menunjukkan wilayah Barat Amerika, Papua, dan
Afrika Timur memiliki tingkat eror paling tinggi dibanding wilayah lain dengan
nilai RMSE lebih dari 5oC (gambar 8-2-b). Model mengalami overestimate lebih
dari 3oC (gambar 8-1-b) pada wilayah tersebut. Hal ini bisa dilihat pula melalui
bias wilayah Afrika dan Amerika (gambar 9) yang menunjukkan model MPIESM-LR memiliki bias paling tinggi pada bulan DJF, baik dibandingkan dengan
wilayah lain maupun model lain. Tingkat eror tinggi juga ditunjukkan pada
wilayah Pasifik yang dilalui katulistiwa, dengan nilai RMSE 2-4oC, karena model
mengalami underestimate dengan bias mencapai kurang dari -3oC (gambar 8-1-b).
Wilayah Atlantik bagian selatan, perairan di selatan dan utara Pulau Jawa, Laut
Sulawesi dan sekitarnya memiliki tingkat eror yang paling kecil dibanding
wilayah lain ditunjukkan dengan nilai RMSE yang rendah 0-1oC dan bias berkisar
antara -1 s.d 1oC.
7
6
5
Bias (oC)

4
3

IPSL

2

BCC

1

MPI

0
-1

Afrika

Indonesia

Hindia

Pasifik

Amerika

-2

Gambar 9 Bias suhu udara pada wilayah Afrika, Indonesia, Hindia, Pasifik dan
Amerika pada bulan DJF tahun 1981-2010 hasil model BCC_CSM1.1,
MPI-ESM-LR dan IPSL-CM5A-LR
Model IPSL-CM5A-LR memiliki tingkat eror yang relatif lebih kecil
dibanding dengan kedua model lainnya (gambar 8-2-c). Tingkat eror paling besar
pada model ini yaitu di wilayah Afrika Utara, Amerika Tropis bagian barat dan
tengah, dengan nilai RMSE berkisar 3-5 oC dan beberapa titik lebih dari 5 oC.
Pada wilayah Afrika Utara/Sahara dan sekitarnya model underestimate dengan
nilai bias kurang dari -4oC, selain itu nilai standar deviasi model lebih rendah
dibanding standar deviasi NCEP. Pada wilayah Amerika tropis bagian barat dan
tengah mengalami overestimate dengan selisih suhu berkisar antara 3-5 oC dan
beberapa titik lebih dari 5 oC (gambar 8-1-c).

16
Bias dan RMSE suhu udara wilayah Tropis Bulan JJA
Wilayah yang memiliki suhu udara paling sesuai dengan NCEP pada model
BCC_CSM1.1 yaitu Samudra Hindia, Pasifik dan Atlantik dengan rata-rata bulan
JJA 26-28 oC, standar deviasi 0-1oC, bias -1 sampai dengan 1 oC dan RMSE 01oC. Wilayah yang memiliki tingkat eror paling tinggi yaitu di pantai Barat dan
wilayah tengah Amerika Selatan, dengan nilai bias lebih dari 4 oC (gambar 10-1a) dan RMSE lebih dari 5oC (gambar 10-2-a). Pada wilayah ini baik pada bulan
DJF maupun JJA, model BCC_CSM1.1 selalu memiliki nilai rata-rata bias
wilayah tertinggi dibandingkan pada wilayah lainnya (gambar 9 dan11).
(1)
a

b

c

(2)
a

b

c

Gambar 10 Bias (1) dan RMSE (2) suhu udara terhadap NCEP pada wilayah
tropis bulan JJA tahun 1981-2010 hasil model (a) BCC_CSM1.1, (b)
MPI-ESM-LR dan (c) IPSL-CM5A-LR

17
Wilayah daratan Afrika pada model MPI-ESM-LR memiliki tingkat eror
tinggi dengan nilai RMSE lebih dari 4oC dan nilai bias positif (model
overestimate). Baik pada bulan JJA maupun DJF bias positif pada wilayah ini
merupakan bias tertinggi dibandingkan wilayah lain maupun model lain (gambar
9 dan 11). Begitu pula dengan wilayah Amerika, model juga memiliki RMSE
lebih dari 5oC dengan nilai bias tertinggi dibanding model lainnya baik pada bulan
DJF maupun JJA (gambar 9 dan 11). Tingkat eror tinggi juga ditunjukkan pada
wilayah Pasifik ekuator dan wilayah Atlantik yang berbatasan dengan Amerika
Selatan dengan RMSE 2-4 oC dan nilai bias negatif (gambar 10-1-b dan 10-2-b).
Wilayah yang memiliki RMSE kecil yaitu Perairan Indonesia, sebagian kecil
Pasifik tropis bagian utara dengan nilai RMSE dan nilai bias 0-1oC.
Hasil model IPSL-CM5A-LR menunjukkan wilayah Afrika dan Amerika
memiliki tingkat eror dan nilai rata-rata bias wilayah paling kecil dibanding model
lainnya (gambar 10-2-c dan gambar 11), namun pada kedua wilayah tersebut
model IPSL-CM5A-LR masih mengalami overestimate. Suhu udara pada wilayah
daratan Indonesia pada model ini memiliki tingkat eror yang paling kecil
dibanding kedua model lainnya, hal ini diperkuat dengan nilai bias yang
mendekati 0 (gambar 10-1-c) dan nilai RMSE yang paling kecil (