Regenerasi cendana (santalum album linn.) Pada sistem agroforestri ladang di desa lalawa, kecamatan tilomar, kabupaten covalima, timor leste

REGENERASI CENDANA (Santalum album Linn.) PADA
SISTEM AGROFORESTRI LADANG DI DESA LALAWA,
KECAMATAN TILOMAR, KABUPATEN COVALIMA,
TIMOR LESTE

FERNANDINO VIEIRA DA COSTA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014


 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa, skripsi
berjudul Regenerasi Cendana (Santalum album Linn.) Pada Sistem Agroforestri
Ladang di Desa Lalawa, Kecamatan Tilomar, Kabupaten Covalima, Timor Leste
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari Dosen

Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal dari penulis lain atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Fernandino Vieira da Costa
NIM E44124802


 

ABSTRAK
FERNANDINO VIEIRA DA COSTA. Regenerasi Cendana (Santalum album
Linn.) pada Sistem Agroforestri Ladang di Desa Lalawa, Kecamatan Tilomar,
Kabupaten Covalima, Timor Leste. Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO.
Agroforestri merupakan pola penggunaan lahan yang dapat digunakan

sebagai salah satu solusi untuk mengatasi exploitasi kayu cendana (Santalum
album Linn.) di Timor Leste. Pola agroforestri dinilai menguntungkan, karena
dalam jangka pendek dapat berperan sebagai penyedia bahan pangan. Sedangkan
dalam jangka panjang dapat meningkatkan regenerasi cendana, serta dapat
dijadikan sebagai sumber benih dan kelestarian pohon cendana lebih terjaga.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur potensi regenerasi cendana yang
tumbuh secara alami di ladang masyarakat. Metode yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan metode Forest Health Monitoring (FHM). Regenerasi
cendana pada tingkat semai sebesar 130,48 individu, pancang sebesar 107,26
individu masing-masing terdapat pada plot 2 pola agroforestri, sedangkan tingkat
tiang sebesar 0,88 individu terdapat pada plot 1 pola non agroforestri.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa sistem agroforestri memiliki regenerasi
cendana lebih tinggi dibandingkan sistem non agroforestri.
 

 

Kata kunci: agroforestri, ladang, regenerasi, Santalum album Linn
ABSTRACT
FERNANDINO VIEIRA DA COSTA.  Regeneration Sandalwood (Santalum

album Linn.) on Agroforestry systems in Sub Field Tilomar, Covalima District,
East Timor. Supervised by NURHENI WIJAYANTO.
Agroforestry is a land use pattern that can be used as one of the solutions
to cope with the exploitation of sandalwood (Santalum album Linn.) in Timor
Leste. The pattern of agroforestry is considered beneficial, because in the short
term can act as a provider of food. While in the long term can increase the rate of
regeneration of sandalwood growth, and can be used as seed sources and the
sustainability of sandalwood tree is preserved. The purpose of this study was to
measure the potential regeneration of sandalwood that grows naturally in the farm
community. The method used in this study using Forest Health Monitoring
(FHM). The regeneration of sandalwood at a rate of 130.48 individual seedlings,
saplings 107.26 for each individual there are 2 patterns of agroforestry in the plot,
while the rate of 0.88 individuals pole at 1 pattern of non agroforestry plots. Based
on the research note that agroforestry systems have a higher regeneration than
non-agroforestry systems.
Key words: agroforestry, farm, regeneration, Santalum album Linn

REGENERASI CENDANA (Santalum album Linn.) PADA
SISTEM AGROFORESTRI LADANG DI DESA LALAWA,
KECAMATAN TILOMAR, KABUPATEN COVALIMA,

TIMOR LESTE

FERNANDINO VIEIRA DA COSTA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014


 

Judul Skripsi : Regenerasi Cendana (Santalum album Linn.) Pada Sistem
Agroforestri Ladang di Desa Lalawa, Kecamatan Tiloma,

Kabupaten Covalima, Timor Leste
Nama
: Fernandino Vieira da Costa
NIM
: E44124802

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen Silvikultur

Tanggal:


 


PRAKATA
Puji dan syukur penulis memanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Regenerasi Cendana (Santalum album Linn.) Pada Sistem Agroforestri Ladang
di Desa Lalawa, Kecamatan Tilomar, Kabupaten Covalima, Timor Leste. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini antara lain:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Ir. Luis Mendes selaku kepala Departemen Perencanaan Hutan
Sekretaris Negara Urusan Kehutanan dan Konservasi Alam yang telah
memberikan dukungan dalam penyelesain skripsi ini.
3. Bapak Orlando Berek selaku Polhut Kabupaten Covalima Timor Leste
yang selalu mendampingi saya dalam penelitian.
4. Ibu Arina do Carmo Vieira da Costa selaku istri yang selalu memberikan
dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu saya Luisa Vieira yang selalu mendoakan agar penulis dapat mamenyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6. Rekan-rekan Silvikultur Fahutan angkatan 47 selaku mahasiswa yang

sama-sama telah menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor yang selalu
memberikan semangat.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

Fernandino Vieira da Costa
NIM E44124802

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian

1

1
2
2
2

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Batas Desa Lalawa
Topografi, Geologi, Iklim dan Tanah
Tata Guna Lahan di Desa Lalawa
Kondisi Sosial Ekonomi
Pola Agroforestri di Desa Lalawa

2
2
2
3
3
3

METODE

Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Rancangan
Penetapan dan Pembuatan Plot

3
3
4
4
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi dan Diameter Cendana
Pengelolaan Ladang Agroforestri
Pengelolaan Ladang non Agroforestri
Regenerasi Pohon
Regenerasi Tiang
Regenerasi Pancang
Regenerasi Semai


7
7
10
10
10
11
12
13

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

15
15
15

DAFTAR PUSTAKA

15


RIWAYAT HIDUP

17

  2
 

DAFTAR GAMBAR
Peta lokasi penelitian Desa Lalawa, Kecamatan Tilomar, Timor Leste
Plot FHM (USDA-FS 1999)
Pengamatan di Lapangan
Sistem agroforestri cendana dengan tanaman inang Sesbania spp.
Regenerasi Tiang
Regenerasi Pancang
Regenerasi Semai

4
5
6
12
12
12
13

DAFTAR TABEL
Tanaman pada pola agroforestri dan non agroforestri
Tinggi rata-rata cendana
Diameter rata-rata cendana
Hasil analisis sifat kimia tanah

4
8
8
9

  1

 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cendana merupakan salah satu jenis kayu yang sangat potensial karena
mempunyai bau wangi yang khas dan bernilai ekonomi tinggi (laku di pasaran
dalam dan luar negeri) dan merupakan spesies endemik yang terbaik di dunia.
Kayu cendana menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang harum dan banyak
digemari, sehingga mempunyai nilai pasar yang cukup baik. Cendana adalah salah
satu jenis yang menghasilkan kadar minyak dan volume kayu teras terbaik di
dunia, sehingga beberapa negara tertarik untuk mengembangkannya. India adalah
salah satu negara yang berhasil mengembangkan cendana yang bijinya
didatangkan dari Pulau Timor (Wind dan Rissew 1950 dalam Surata 2006a)
Nilai ekonomis yang sangat tinggi dari kayu cendana menyebabkan
tingginya exploitasi bagi jenis tanaman ini tanpa memperhatikan aspek
kelestarianya, sehingga populasi cendana di habitat aslinya mengalami penurunan
yang drastis. Tantra (1983) dalam Wawo dan Adulhadi (2006) menyatakan bahwa
cendana merupakan jenis kayu yang kritis sehingga perlu dilindungi dan
dilestarikan. Sampai saat ini populasi kayu cendana masih bertahan adalah
tanaman cendana yang tumbuh secara alami di ladang masyarakat dan daerahdaerah tertentu yang masih dianggap sakral. Penurunan populasi disebabkan oleh
tingginya pencurian, gangguan kebakaran, penggembalaan ternak serta kurang
diimbangi dengan keberhasilan regenerasi, baik melalui regenerasi hutan tanaman
maupun hutan alam (Surata 2006b).
Manfaat kayu cendana adalah sebagai bahan baku ukiran, tongkat, selubung
keris, patung dan potongan-potongan untuk souvenir misalnya kipas, tasbih,
gantungan kunci. Sedangkan minyak cendana merupakan bahan penting untuk
pembuatan parfum dan kosmetik, selain itu juga dapat dipergunakan sebagai
campuran dalam industri sabun. Karena minyak cendana merupakan minyak yang
sangat harum maka minyak ini dipergunakan sebagai pengikat bahan pewangi lain
(fiksasi) yang digunakan dalam industri parfum, dan hasilnya sebagian besar
diekspor.
Saat ini cendana banyak tumbuh secara alami di ladang yang mendapat
perawatan khusus oleh pemilik ladang. Cendana ditemukan tumbuh secara
berumpun dalam satu hamparan yang tidak teratur. Pola pemeliharaan cendana
dengan sistem agroforestri yang diterapkan di ladang masyarakat diharapkan
dapat memberikan pertumbuhan regenerasi cendana yang lebih baik. Keberhasilan
petani dalam pengelolaan cendana merupakan wujud kepedulian masyarakat
dalam perlindungan dan pelestarian cendana.
Pada dasarnya minat masyarakat untuk menanam kembali cendana sangat
tinggi, tergantung pada dua sisi peran pemerintah, yaitu peran penyedian bibit dan
peningkatan kemampuan teknik silvikutur kepada masyarakat serta peran model
penanaman yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan kemampuan
masyarakat untuk membudidayakan cendana masih sangat rendah dan masih
mengandalkan permudaan alam. Berdasarkan konsep regenerasi cendana yang
diyakini oleh sebagian masyarakat, bahwa proses regenerasi cendana sampai saat
ini dirasakan berjalan lambat dan proses regenerasi cendana lebih banyak
diserahkan pada proses alamiah.

 

2
 

Perumusan Masalah
Permasalahan yang mendasari penelitian ini antara lain adalah kegiatan
eksploitasi yang berlebihan tanpa disertai upaya penanaman kembali sehingga
dapat menurunkan populasi cendana pada habitat aslinya. Sehingga diperlukan
adanya sistem agroforestri untuk mengembangkan regenerasi cendana di ladang
masyarakat secara lestari untuk memperoleh keutungan baik secara ekonomis
maupun ekologis.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur potensi regenerasi cendana yang
tumbuh secara alami di ladang masyarakat.
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.

Upaya untuk memanfaatkan lahan secara optimal.
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada pemilik ladang dalam
memanfaatkan hutan cendana dengan pola agroforestri.
Memberikan masukan kepada pemerintah setempat agar ikut terlibat secara
aktif untuk mengembangkan cendana dengan pola agroforestri.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Batas Desa Lalawa
Desa Lalawa secara administratif terbagi dalam 6 (enam) dusun dengan luas
wilayah 93 km² dengan jumlah penduduk 2,065 jiwa berdasarkan sensus
penduduk dari Kementerian Keuangan República Demócratica de Timor Leste
2010. Desa Lalawa merupakan salah satu Desa yang perbatasan langsung dengan
Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur-Indonesia dan terletak pada ketinggian
antara 0-500 di atas permukaan laut. Berdasarkan regulasi United Nations
Transitional Administration for East Timor (UNTAET) nomor 19 tahun 2000,
Desa Lalawa termasuk dalam kawasan hutan lindung dengan luas 6,750 hektar.
Topografi, Geologi, Iklim dan Tanah
Topografi di Desa Lalawa, Kecamatan Tilomar, Kabupaten Covalima landai
dengan kelerengan 9-15 % dengan ketinggian 400-600 mdpl dengan tekstur tanah
liat dan tingkat kepekaan terhadap erosi termaksud peka. Rata-rata curah hujan
500 mm per tahun dengan tipe iklim D menurut Smith dan Ferguson, dengan hari
hujan 150 hari per tahun (ALGIS 2011) Suhu rata-rata di Desa Lalawa,
Kecamatan Tilomar berkisar antara 23-28 ºC.

 

3
 

Tata Guna Lahan di Desa Lalawa
Luas Desa Lalawa adalah 93 km² selain untuk pemukiman dan perumahan
penduduk lahan Desa Lalawa sebagian besar digunakan untuk budidaya pertanian
dan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Bidang pertanian yang
dikembangkan meliputi pertanian lahan kering, pertanian lahan
basah,
perkebunan dan hutan rakyat. Pertanian lahan kering yang dimaksud adalah
sistem budidaya pertanian dengan cara perladangan atau hanya bergantung pada
air hujan. Sedangkan pertanian lahan basah berupa sistem pertanian dengan
memanfaatkan irigasi atau sering disebut persawahan.
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa Lalawa masih tergolong di
bawah garis kemiskinan sehingga hal ini dikawatirkan akan terpengaruh pada
kawasan hutan lindung Tilomar pada jangka panjang apabila tidak diantisipasi
lebih awal melalui proses pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Sebagian kecil
masyarakat yang tinggal di sekitar Desa Lalawa masih menggantungkan hidupnya
pada kawasan hutan lindung dengan melakukan kegiatan perburuan satwa dan
illegal logging. Desa Lalawa sebagian besar masyarakat memiliki mata
pencaharian bertani dan sebagian kecil berwiraswata.
Pola Agroforestri di Desa Lalawa
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa para
kelompok tani menerapkan pola tanam agroforestri dengan agrisilvikultur, pada
sistem ini tanaman kayu-kayuan dikombinasikan dengan tanaman semusim,
perkebunan, holtikultura dan buah-buahan. Jarak tanam untuk tanaman Kehutanan
disesuaikan dengan kondisi lahan yaitu 5x5 meter dan untuk tanaman pertanian
ditanami di sela-sela larikan tanaman pokok.
Pola tanam sistem agroforestri di Desa Lalawa ditemukan di semua lokasi
hampir mirip di setiap petani pengelola lahan. Pola tanam agroforestri yang
dilakukan oleh petani berdasarkan pengalaman yang mereka peroleh sebagai
pekerja harian pada Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang di kelola oleh Perum
Perhutani pada tahun 1989 di wilayah administrasi Desa Lalawa, Kecamatan
Tilomar, Kabupaten Covalima.

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Desa Lalawa, Kecamatan Tilomar, Kabupaten
Covalima, Timor Leste (Gambar 1) terhitung dari tanggal 05 Mei 2014 sampai
dengan tanggal 05 Juni 2014.

 

4
 

Lalawa

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam Penelitian ini adalah ladang agroforestri dan
non agroforestri dengan tanaman pokok cendana. Jenis tanaman yang tumbuh
pada ladang agroforestri dan non agroforestri disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tanaman pada pola agroforestri dan non agroforestri
Tanaman
Pola
Kehutanan
Pertanian
Agroforestri
Cendana dan jati
Jagung, singkong, kedelai, kacang
hijau, labu, pepaya dan Sesbania
spp.
Non agroforestri
Cendana, jati, dan kemiri
Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, GPS (Global
Positioning System), pita ukur, tali rafia, parang/golok, meteran, tally sheet, alat
tulis, buku tulis, lembar kuisioner, kalkulator, kamera digital, laptop, ring tanah,
bor tanah dan plastik.
Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Forest Health
Monitoring (FHM) (USDA-FS 1999), metode deskriptif dan wawancara. Metode
FHM digunakan untuk mengamati dan menghitung regenerasi cendana dalam
plot, sedangkan metode deskriptif digunakan untuk wawancara terhadap pemilik
ladang agroforestri dan non agroforestri.

 

5
 

Penetapan dan Pembuatan Plot
Penetapan plot bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan regenerasi
cendana yang ditemukan di ladang. Klaster-plot dibuat di ladang agroforestri dan
non agroforestri sebanyak 1 buah klaster-plot pada lokasi dengan luas 1 ha.
Pembuatan plot didasarkan pada metode Forest Health Monitoring (FHM) dengan
desain plot contoh yang digunakan dalam FHM (Gambar 2).

Gambar 2 Plot FHM (USDA-FS 1999)
Titik pusat subplot 1 merupakan titik pusat bagi keseluruhan plot. Titik
pusat subplot 2 terletak pada arah 360o dari titik pusat subplot 1 dengan jarak 36.6
m. Titik pusat subplot 3 terletak pada arah 120o dari titik pusat subplot 1 dengan
jarak 36.6 m. Titik pusat subplot 4 terletak pada arah 240o dari titik pusat subplot
1 dengan jarak 36.6 m. Klaster-plot terdiri dari empat subplot, annular plot dan
mikroplot. Mikroplot berupa lingkaran dengan jar-jari 2.07 m yang terletak pada
arah 90° dari titik pusat subplot dengan jarak 3.6 m. Sampel tanah diambil dari
tiga buah titik berbentuk lingkaran yang terletak diantara subplot 1–2, 2–3 dan 1–
4 dengan ukuran diameter lubang 16 cm. Jumlah klaster plot yang dibangun
adalah 1 klaster dengan luasan 1 ha.
Mikroplot 1
Annular plot 2
Subplot
3
Mikroplot 4

: plot pengamatan tingkatan semai 2.07 m
: plot pengamatan tingkat pohon 17.95 m
: plot pengamatan tingkat tiang 7.32 m
: plot pengamatan tingkat pancang 2.07 m

Pengamatan regenerasi cendana dilakukan dengan mengamati tiang,
pancang, dan semai yang terdapat pada plot. Data yang diambil berupa keliling,
tinggi, diameter dan jumlah individu pada tingkat pancang dan tiang, sedangkan
pada tingkat semai diukur tinggi dan jumlah individu pada plot.

 

6
 

Tinggi tanaman cendana diukur menggunakan galah, sedangkan diameter
tanaman cendana diukur menggunakan pita diameter (phiband). Pengukuran
diameter dilakukan pada ketinggian setinggi dada atau sekitar 130 cm di atas
permukaan tanah pada tingkatan tiang dan pancang. Pengukuran diameter
dilakukan dengan cara berdiri di depan tanaman kemudian dililitkan ke tanaman
cendana, seterusnya dilanjutkan ke tanaman yang lainnya. Pengukuran diameter
disajikan pada Gambar 3 (b) dan 3 (c). Lokasi yang dijadikan sebagai objek
penelitian memiliki luasan yang seragam yaitu seluas 1 ha dengan jenis tanaman
cendana dan jati pada pola agroforestri dengan tanaman inang Sesbania spp. Jenis
tanaman pada pola non agroforestri adalah cendana, jati dan kemiri.
Regenerasi (R) cendana dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (USDA-FS 1999):
Keterangan : R = Regenerasi
D = jumlah pohon
(ingrowth) sejak pengukuran terakhir
P = proporsi dari plot yang berada dalam kondisi hutan
14.872 merupakan faktor konversi luasan plot ke dalam hektar
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran dilapangan dapat dijelaskan
sebagai berikut (Gambar 3).

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Pengamatan di lapangan; (a) Tingkatan tiang pada plot 1
pola non agroforestri; (b) Pengukuran diameter pancang
pada plot 2 pola agroforestri; (c) Pengukuran diameter
pancang pada plot 3 pola non agroforestri; (d)
Pengukuran tinggi semai pada plot 4 pola non
agroforestri.

 

7
 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agroforestri utamanya diharapkan dapat
membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara
berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat, dan
dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan
(Mayrowani dan Ashari 2011). Parameter pertumbuhan yang diamati pada
penelitian ini adalah tinggi rata-rata dan diameter rata-rata. Jenis tanaman pokok
yang digunakan dalam penelitian ini adalah cendana.
Pemilihan kombinasi tanaman yang tidak tepat disertai dengan pengelolaan
yang kurang baik pada lahan agroforestri akan mengakibatkan terjadinya
kompetisi atau persaingan dalam mendapatkan air, udara dan unsur hara sehingga
dapat menghambat pertumbuhan tanaman, baik itu tanaman pertanian maupun
kehutanan. Pertumbuhan adalah pertambahan volume dan massa tanaman.
Pertambahan volume ditunjukkan oleh pertumbuhan primer dan sekunder.
Pertumbuhan primer terjadi pada jaringan meristem (ujung pucuk dan akar)
berupa pertambahan tinggi (vertikal). Pertumbuhan sekunder terjadi pada jaringan
dan ditunjukkan oleh pertambahan diameter (horisontal) (Darmawan dan
Baharsjah 2010).
Tinggi dan Diameter Cendana
Pertumbuhan tinggi dipengaruhi oleh perbedaan kecepatan pembentukan
dedaunan tergantung pada kualitas tempat tumbuh. Setidaknya terdapat tiga faktor
lingkungan dan satu faktor genetik (intern) yang sangat nyata berpengaruh
terhadap pertumbuhan tinggi yaitu kandungan nutrien mineral tanah, kelembaban
tanah, cahaya matahari, serta keseimbangan sifat genetik antara pertumbuhan
tinggi dan diameter suatu pohon (Davis dan Jhonson, 1987). Sedangkan menurut
Marjenah (2001), pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman dipengaruhi oleh
cahaya, pertumbuhan tinggi lebih cepat pada tempat ternaung dari pada tempat
terbuka sebaliknya, pertumbuhan diameter lebih cepat pada tempat terbuka dari
pada tempat ternaung sehingga tanaman yang tumbuh pada tempat terbuka
cenderung pendek dan kekar. Sudut percabangan tanaman cendana lebih besar di
tempat ternaung dari pada tempat terbuka. Riswan (2000) menyebut bahwa tinggi
tanaman cendana dapat mencapai 12-15 meter dengan diameter batang berkisar
20-35 cm.
Setelah melakukan pengamatan dan pengukuran di lapangan maka diperoleh
tinggi rata-rata pertumbuhan cendana pada tingkatan tiang tertinggi sebesar 9,0
meter terdapat pada plot 2 pola agroforestri dan plot 3 pola non agroforestri. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan rata-rata tinggi cendana pada plot 2
dan plot 3 adalah sama. Rata-rata pertumbuhan tinggi tiang terendah sebesar 7,15
meter terdapat pada plot 4 pola non agroforestri. Tinggi rata-rata pertumbuhan
pancang tertinggi sebesar 7,30 meter terdapat pada plot 3 pola non agroforestri,
sedangkan rata-rata pertumbuhan pancang terendah sebesar 4,85 meter terdapat
pada plot 4 pola non agroforestri. Rata-rata pertumbuhan semai tertinggi sebesar
0,60 meter terdapat pada plot 2 pola agroforestri, sedangkan rata-rata
pertumbuhan tinggi semai terendah sebesar 0,05 meter terdapat pada plot 3 dan
plot 4 pola non agroforestri.

 

8
 

Berdasarkan pengukuran tinggi rata-rata pertumbuhan cendana pada tingkat
tiang, pancang dan semai, baik pada pola agroforestri dan non agroforestri tidak
berbeda jauh. Hal ini diduga jenis tanaman cendana yang tumbuh pada pola
agroforestri dan non agroforestri memperoleh air, hara dan cahaya yang hampir
sama. Rekapitulasi rata-rata pertumbuhan tinggi cendana disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Tinggi rata-rata cendana
Plot
1
2
3
4

Non agroforestri
Agroforestri
Non agroforestri
Non agroforestri

Tinggi (m)
Pancang
6,46
5,70
7,30
4,85

Tiang
7,29
9,00
9,00
7,15

Semai
0,06
0,60
0,05
0,05

Diameter merupakan salah satu dimensi pohon yang paling sering
digunakan sebagai parameter pertumbuhan. Pertumbuhan diameter dipengaruhi
oleh fotosintesis. Pertumbuhan diameter berlangsung apabila keperluan hasil
fotosintesis untuk respirasi, penggantian daun, pertumbuhan akar dan tinggi
tanaman telah terpenuhi. Pengukuran diameter yang paling umum dilakukan pada
bidang kehutanan adalah pada batang utama pohon yang berdiri. Pengukuran
diameter penting karena merupakan salah satu dimensi pohon yang secara
langsung dapat diukur untuk mengukur luas penampang, luas permukaan, dan
volume pohon (Husch et al. 2003). Dalam pengukuran diameter, yang lazim
dipilih adalah diameter setinggi dada karena pengukuran paling mudah dan
mempunyai korelasi yang kuat dengan peubah lain yang penting seperti luas
bidang dasar dan volume batang.
Berdasarkan pengamatan dan pengukuran di lapangan maka diperoleh ratarata pertumbuhan diameter terbesar cendana tingkat tiang sebesar 12,70 cm
terdapat pada plot 3 pola non agroforestri. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pertumbuhan pada tingkat tiang pada plot 3 lebih besar dibandingkan dengan
tingkat pertumbuhan pancang. Hal ini disebabkan karena adanya ruang tumbuh
antar tanaman yang sangat jarang pada pola non agroforestri. Rata-rata
pertumbuhan diameter cendana terkecil sebesar 10,50 cm terdapat pada plot 2
pola agroforestri. Hal ini diduga terjadi kompetisi unsur hara antar tanaman
pertanian sebagai akibat adanya keterlambatan pertumbuhan diameter tanaman
pokok cendana. Rekapitulasi rata-rata pertumbuhan diameter tanaman dapat
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Diameter rata-rata cendana
Plot
1 Non agroforestri
2 Agroforestri
3 Non agroforestri
4 Non agroforestri

 

Diameter (cm)
Tiang
11,76
10,50
12,70
11,33

Pancang
6,46
6,78
8,56
5,49

9
 

Perbedaan pertumbuhan tanaman cendana pada pola agroforestri dan non
agroforestri juga dipengaruhi oleh adanya interaksi antar komponen tanaman.
Interaksi yang positif pada kedua pola akan menghasilkan peningkatan produksi
dari semua komponen tanaman yang ada pada pola tersebut dan sebaliknya
(Hairiah et al. 2002).
Pola agroforestri yang berbeda memungkinkan terjadinya perbedaan respon
bagi regenerasi cendana pada kedua plot yang berbeda dalam luasan yang sama.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kondisi tanah pada plot penelitian 2
pola agroforestri dan plot 1,3, dan 4 pola non agroforestri mendukung terjadinya
regenerasi cendana. Hasil analisis tanah disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah
Parameter
Satuan
Tekstur
Pasir
%
Debu
%
Liat
%
Ca
cmol/kg
Mg
cmol/kg
P2O5
Ppm
Rasio C/N
KTK
cmol/kg
pH

Hasil analisis
2.4
32.3
65.3
33.75
15.14
175.9
15
68.99
7.3

Berdasarkan Tabel 4, tekstur tanah pada lokasi penelitian baik pada pola
agroforestri dan non agroforestri menunjukkan bahwa kandungan fraksi pasir
sebesar 2,4%, debu 32,3% dan liat 65,3 %. Selain unsur N, unsur P juga
mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan tanaman, yaitu: pembelahan sel,
perkembangan akar, menyimpan dan memindahkan energi, dan metabolisme
karbohidrat (Wijayanto et al. 2011). Unsur P merupakan faktor pembatas bagi
pertumbuhan tanaman, karena pemanfaatannya dalam jumlah yang sedikit.
Jumlah unsur P tersedia pada penelitian ini sebesar 175.9 ppm. Nilai unsur P
tersedia pada penelitian ini termasuk dalam kategori besar, dibandingkan dengan
unsur P pada pola agroforestri cendana (Santalum album Linn.) di Desa Sanirin,
Kecamatan Balibo, Kabupaten Bobonaro, yaitu sebesar 11.5-27.0 ppm (Wijayanto
et al. 2011).
Hal ini, erat kaitannya dengan besarnya nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation)
yang dimiliki tanah. KTK adalah banyaknya kation yang dapat dijerap oleh tanah
per satuan berat tanah. Kation-kation yang terjerap tersebut sulit tercuci oleh air
gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation lain dalam larutan tanah. Nilai KTK
mengindikasikan besarnya bahan organik yang ada dalam tanah. Semakin tinggi
nilai KTK, maka tanah akan semakin subur.
Nilai kation Ca dan Mg pada lokasi penelitian ini menunjukkan proporsi
yang cukup baik yaitu sebesar 33.75 cmol/kg dan 15.14 cmol/kg untuk
pertumbuhan tanaman khususnya cendana. Rasio C/N di pola agroforestri dan non
agroforestri pada penelitian ini sebesar 15. Hal ini termasuk ke dalam kategori
rasio C/N rendah, sehingga ketersediaan N pada tanah dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tanaman cendana.

 

10
 

Pengelolaan ladang agroforestri
Berdasarkan wawancara dengan pemilik ladang, bahwa lokasi ladang
agroforestri yang dibangun tidak jauh dari rumahnya, dan sudah berjalan sejak
tahun 1990. Ladang agroforestri dan non agroforestri pada lokasi penelitian pada
mulanya merupakan hutan, setelah itu dilakukan pembukaan lahan dengan tujuan
perkebunan. Setelah lahan dimanfaatkan sebagai perkebunan, kemudian pemilik
ladang memadukan tanaman pertanian dan kehutanan, seperti jagung, singkong,
kedelai, kacang hijau, labu, pepaya dan Sesbania spp. Jenis tanaman kehutanan
yang ditanam adalah jati dengan jarak tanam yang tidak beratur.
Tanaman cendana pada awalnya memang sudah tumbuh di ladang sebelum
adanya pembukaan lahan sebagai perkebunan. Kemudian, setelah adanya alih
fungsi lahan perkebunan menjadi ladang agroforestri, terjadi pertumbuhan
regenerasi cendana secara alami baik generatif maupun vegetatif. Hal ini terjadi
karena adanya kegiatan pembakaran dan pengolahan lahan. Tanaman pertanian
juga memberikan pengaruh terhadap regenerasi semai cendana, karena berperan
sebagai penyeimbang iklim mikro yang dapat mendukung pertumbuhan semai
cendana.
Adanya pemanfaatan lahan secara terpadu antara tanaman pertanian dan
kehutanan, dapat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan cendana.
Karena, tanaman cendana bersifat semi parasit, sehingga memerlukan tanaman
inang sekunder yang diduga berasal dari tanaman pertanian untuk mendukung
proses pertumbuhan regenerasi cendana.
Pengelolaan ladang non agroforestri
Ladang non agroforestri pada mulanya juga merupakan hutan yang telah
dialih-fungsikan menjadi lahan perkebunan, namun telah lama tidak dikelola oleh
pemilik ladang. Sehingga tidak ada pemanfaatan ladang sebagai lahan pertanian,
akan tetapi hanya ada tanaman kehutanan yaitu kemiri dan jati. Tingkat regenerasi
tanaman cendana di ladang non agroforestri cenderung lebih rendah dibandingkan
pada ladang agroforestri. Hal ini diduga, karena kurang adanya pengolahan,
pemeliharaan, dan keamanan yang dilakukan secara intensif. Rendahnya tingkat
regenerasi pada ladang non agroforestri diduga karena tidak adanya tanaman
inang alami, sehingga regenerasi cendana dapat terhambat.
Regenerasi Pohon
Regenerasi merupakan suatu proses peremajaan tumbuhan hutan secara alami
atau atas buatan manusia serta usaha yang mutlak dilakukan untuk keberlanjutan
hutan di masa datang Indriyanto (2005) menyatakan bahwa berjalan atau
tidaknya proses regenerasi tegakan hutan dicerminkan oleh kondisi anakan pohon
yang ada dalam kawasan hutan, begitu pun menurut Barik et al. (1996) dalam
Analuddin (2002), keberhasilan regenerasi pohon hutan ditentukan oleh
kesuksesan menyelesaikan beberapa kejadian dalam siklus hidupnya, seperti
produksi biji dan dispersal pada tempat yang sesuai, perkecambahan serta
pertumbuhan ke depan.

 

11
 

Regenerasi secara alami dari tegakan hutan dapat terjadi dengan penyebaran
biji secara alami oleh tegakan tersebut atau dengan terubusan (coppies) atau
dengan tunas akar. Dengan demikian, regenerasi dapat dilakukan dengan biji atau
disebut semai atau anakan (seedling), sedangkan yang berasal dari tunas batang
disebut terubusan (Wanggai 2009).
Proses regenerasi alami dalam hutan dapat terjadi setelah ada cahaya yang
masuk ke permukaan tanah. Terciptanya sebuah celah (gap) atau bukaan hutan
yang terjadi karena tumbangnya atau matinya sebatang pohon besar merupakan
permudaan terjadinya regenerasi atau permudaan Richards (1964) dalam Wibowo
(2002). Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan (1990) dalam Utami (2007)
membedakan permudaan tegakan suatu jenis ke dalam empat stadium
pertumbuhan, sebagai berikut:
1. Semai (seedling) adalah permudaan sejak berkecambah sampai setinggi 1,5
meter
2. Pancang (sapling) adalah permudaan dengan tinggi lebih dari 1,5 meter dengan
diameter kurang dari 10 cm
3. Tiang (pole) adalah permudaan dengan diameter 10-19 cm
4. Pohon (tree) adalah permudaan dengan diameter minimal 20 cm ke atas.
Regenerasi Tiang
Pada umumnya cendana mempunyai kemampuan yang besar untuk berregenerasi dengan membentuk tunas akar pada akar lateral karena gangguan dan
akibat kegiatan eksploitasi. Akar lateral cendana mempunyai peluang yang besar
untuk mengalami gangguan terutama yang tumbuh di ladang karena aktivitas
petani seperti mencangkul dan membersihkan ladang. Keberhasilan pertumbuhan
cendana lebih banyak ditentukan oleh keberhasilan masyakarat lokal sebagai
pelaku konservasi di lapangan. Sistem agroforestri dapat dikembangkan sebagai
wujud kepedulian masyakakat dalam pelestarian cendana.
Berdasarkan pengukuran dan pengamatan menunjukkan bahwa regenerasi
cendana tertinggi (Gambar 5) pada tingkat tiang sebesar 0,44 individu terdapat
pada plot 1 pola non agroforestri. Hal ini menunjukkan bahwa ruang lingkup
tanaman lebih memadai untuk bertambahnya diameter cendana, disebabkan
besarnya intensitas cahaya yang diterima cukup dan juga lebih bebas dari
himpitan atau gangguan tanaman lain. Sedangkan regenerasi cendana tingkat
tiang terendah sebesar 0,09 individu terdapat pada plot 2 pola agroforestri dan
plot 3 pola non agroforestri.
Pertumbuhan cendana selalu memerlukan tanaman inang, maka sistem
agroforestri dapat ditawarkan untuk pengembangan tanaman cendana. Sistem
agroforestri sederhana adalah menanam atau memelihara tanaman cendana yang
tumbuh secara alami dengan beberapa jenis tanaman semusim sebagai inang
cendana (Tabel 1). Prioritas utama dalam pengembangan cendana dengan sistem
agroforestri adalah pemilihan jenis inang sekunder yang sesuai. Cendana
mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi akan lebih disukai petani, sehingga

 

12
 

Regenerasi (R)

keberadaan cendana yang tumbuh secara alami di ladang masyarakat dapat terjaga
dan terpelihara dengan baik melalui sistem agroforestri. Pengembangan regenerasi
cendana dengan pola agroforestri
dengan memanfaatkan cendana
yang tumbuh secara alami di ladang
petani dapat memanfaatkan dengan
menanam tanaman semusim diselasela tanaman cendana. Rahayu
Gambar: 4 Sistem agroforestri cendana
(2002) mengemukakan bahwa
dengan tanaman inang Sesbania spp. 
tanaman semusim yang cukup baik
ditumpangsarikan dengan cendana
adalah jagung dan kacang hijau.

Gambar 5 Regenerasi tiang
Regenerasi Pancang
Regenerasi cendana tertinggi (Gambar 6) pada tingkat pancang sebesar
61,92 individu terdapat pada plot 2 pola agroforestri. Hal ini diduga regenerasi
cendana pada pola agroforestri plot 2 terdapat berbagai macam tanaman pertanian
sebagai tanaman legum (Tabel 1) yang memiliki keunggulan sifat yakni
kemampuan mensuplai N yang baik karena tanaman legum bersimbiosis dengan
bakteri pengikat zat lemas. Unsur N merupakan unsur makro yang sangat esensial
yang dapat mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman. Nitrogen sebagai unsur
penyusun protein, ensim dan juga klorofil yang sangat vital peranannya dalam
berbagai aktivitas fisiologi tanaman, sedangkan regenerasi cendana terendah
tingkat pancang sebesar 5,53 individu terdapat pada plot 3 pola non agroforestri.
Regenerasi cendana tingkat pancang pada pola agroforestri dan non agroforestri
berbeda jauh. Hal ini kurang adanya tingkat pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan oleh pemilik ladang.

 

13
 

Regenerasi (R)

Desa Lalawa, Kecamatan Tilomar merupakan salah satu daerah yang
memiliki potensi cendana. Dimana sebagian besar masyarakat tidak mengenal
konsep menanam cendana. Cendana yang tumbuh di ladang merupakan cendana
yang tumbuh secara alami melalui keterlibatan burung. Burung-burung tersebut
memakan daging buah cendana yang telah matang dan membuang bijinya dan
tumbuh menjadi semai cendana. Selanjutnya semai cendana yang tumbuh di
ladang akan mendapat perawatan khusus oleh pemilik ladang.
Setelah pemerintah setempat kesulitan untuk mendapatkan biji cendana dan
membeli biji cendana dari masyarakat setempat, maka mulailah muncul niat dan
kesadaran masyarakamt untuk memelihara cendana di ladang mulai terlihat. Hal
ini dirasakan dapat memberikan keuntungan financial kepada masyarakat karena
biji cendana yang berasal dari ladang dapat di jual dengan harga Rp.100.000 per
kg, dari hasil penjualan biji cendana setiap tahun diperoleh Rp. 4.000.000 per
tahun dari lokasi agroforestri dan non agroforestri.

Gambar 6 Regenerasi pancang
Regenerasi Semai
Pada Gambar 7, menunjukkan bahwa regenerasi cendana tertinggi pada
tingkat semai sebesar 59,71 individu terdapat pada plot 2 pola agroforestri,
sedangkan regenerasi cendana terendah tingkat semai sebesar 3,32 individu
terdapat pada plot 3 pola non agroforestri. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi
pada pola agroforestri plot 2 terdapat tanaman pertanian seperti kacang hijau dan
Sesbania spp. (Tabel 1) diduga merupakan tanaman legum yang dapat menjadi
inang yang cukup baik bagi semai cendana, selain itu tumbuhan legum juga
menjadi tanaman pelindung yang sekaligus sebagai sumber pupuk organik bagi
cendana. Sedangkan tanaman semusim (alley cropping) dipanen setiap tahun
sebagai sumber pangan. Dengan demikian pemilik ladang tidak merasa bosan
dalam mengembangkan dan memelihara cendana di kebunnya, dan cendana
dijadikan sebagai tabungan jangka panjang.

 

14
 

Regenerasi (R)

Menurut Sigiro (2013), kerapatan vegetasi pada tingkat semai lebih tinggi
dibandingkan kerapatan tingkat pancang mengindikasikan bahwa proses
regenerasi pada areal hutan tersebut berjalan dengan baik. Manfaat tanaman
pertanian dapat memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan semai cendana.
Karena tanaman cendana bersifat semi parasit, sehingga memerlukan tanaman
inang sekunder yang diduga berasal dari tanaman pertanian dan sekaligus sebagai
penaung awal dari semai cendana.

Gambar 7 Regenerasi semai
Semai cendana yang berasal dari penyebaran biji secara alami maupun tunas
akar pada tempat-tempat tersebut mempunyai ruang tumbuh cendana yang terlalu
rapat sehingga pertumbuhan tinggi dan diameter cendana umumnya kecil. Untuk
itu perlu dilakukan pemeliharaan antara lain:
1. Pembebasan dari pesaing (gulma). Gulma yang tumbuh disekitar semai
cendana perlu dikurangi, tetapi tidak perlu disiangi sampai bersih, karena
dikhawatirkan ada beberapa gulma yang merupakan inag primer dari semai
cendana.
2. Pengaturan naungan. Naungan yang terlalu rapat dari tanaman pertanian harus
dipangkas agar semai cendana dapat memperoleh cukup sinar matahari.
3. Pengaturan jarak tumbuh. Pengaturan jarak tumbuh cendana pada pola
agroforestri plot 2 terutama pada semai cendana yang berasal dari pembiakan
vegetatif tunas akar. Semai yang tumbuh dari tunas akar mempunyai
kerapatan yang cukup tinggi. Untuk menjaga agar tunas akar dapat tumbuh
dengan baik, maka perlu dilakukan penjarangan.
Pengembangan regenerasi cendana pada pola agroforestri di ladang
masyarakat dapat menciptakan perbaikan kondisi lingkungan dan secara ekonomi
meningkatkan pendapatan petani dari tanaman pangan serta dalam jangka panjang
meningkatkan pendapatan ekonomi masyakat dari kayu cendana. Pengembangan
regenerasi cendana dikombinasikan dengan tanaman semusim pada unit yang
sama dapat meningkatkan produktivitas lahan dan juga keberhasilan regenerasi
cendana dapat terpelihara dengan baik.

 

15
 

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Regenerasi cendana (S. album) terbaik pada tingkat pancang dan semai
ditemukan pada plot 2 pola agroforestri (cendana, jati, jagung, singkong, kedelai,
kacang hijau, labu dan pepaya) yang ditanami tanaman inang Sesbania spp.
Regenerasi tanaman cendana terendah pada tingkat pancang dan semai ditemukan
pada pola non agroforestri plot 1, 3 dan plot 4 (cendana, jati dan kemiri). Teknik
pengolahan lahan dengan pola agroforestri menunjukkan adanya adaptasi yang
cukup baik terhadap regenerasi cendana.
Saran
1. Pengembangan regenerasi cendana secara alami sebaiknya dilakukan pada
pola agroforestri karena tersedia inang yang berasal dari tanaman pertanian
Sesbania spp.
2. Perlu adanya upaya perlindungan tanaman cendana agar kelestarian cendana
dapat terjaga dengan baik.
3. Perlu adanya peningkatan kemampuan teknik silvikultur kepada pemilik
ladang, serta adanya peran pemerintah dalam menjaga dan melestarikan
cendana.
4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk dapat mengetahui presentase
penutupan tajuk pada setiap plot pengamatan

DAFTAR PUSTAKA
[ALGIS] Agricultural Land Use and Geographic Information System. 2011.
Agricultural Monitoring Activity. Dili: Kementerian Pertanian dan
Perikanan Timor Leste.
Analuddin. 2002. Struktur dan Dinamika Populasi Magrove pada Beberapa Tipe
Komunitas di Segera Anakan Cilacap Jawa Tengah. [Tesis] Yogyakarta
(ID): Universitas Gadjah Mada.
Darmawan J, Baharsjah JS. 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta: SITC
Davis, L.S and K. N. Jhonson. Forest Management. Mc Graw-Hill Book
Company. Newyork. 1987.
Hairiah K, van Noordwijk M, Suprayogo D. 2002. Interaksi antara pohon-tanahtanaman semusim: Kunci keberhasilan, kegagalan dalam sistem
agroforestri. di dalam: Hairiah K, Widianto, Utami SR, Lusiana B, editor.
Wanulcas: (Model Simulasi untuk Sistem Agroforestri). Bogor:
International Center for Research in Agroforestry. hlm 19-42.
Husch B, Beers TW, Kershaw JA. 2003. Forest Mensuration.4th ed. New Jersey
(US): John Wiley.
Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.
Marjenah. 2001. Pengaruh cahaya terhadap diameter dan tinggi tanaman
[Internet]. [diunduh 2014 Okt 13]. Tersedia pada: http://silvikultur.com.

 

16
 

Mayrowani H, Ashari. 2011. Pengembangan Agroforestry untuk mendukung
Ketahanan Pangan dan Pemberdayaan Petani Sekitar Hutan. Forum
Penelitian Agro Ekonomi. 29(2): 83-98
Rahayu. 2002. Cendana Deregulasi dan Strategi Pengembangannya. Bogor
(ID): Word Agroforestry Centre.
Riswan S. 2000. Kajian botani, ekologi dan penyebaran pohon Cendana
(Santalum album L.). Kumpulan Makalah Seminar Nasional Kajian
terhadap Tanaman Cendana (Santalum album L.) Sebagai Komoditi
Utama Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Menuju
Otonomisasi; 2000 Jun 26; Jakarta, Indonesia. NTT (ID) : LIPI. hlm 128135.
Sigiro ARM. 2013 Struktur Tegakan dan Regenerasi Alami Hutan di Pulau
Siberut, Sumatra Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Surata IK. 2006a. Pengembangan tanaman di lahan masyarakat: Cendana untuk
rakyat, 2006 Desember 19. Denpasar, Indonesia. Denpasar (ID):
Departemen Kehutanan. hlm 2-10.
Surata IK. 2006b. Teknik Budidaya Cendana. Nusa Tenggara (ID) : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.
[USDA-FS] USDA Forest Service. 1999. Forest Health Monitoring Field
Methods Guide (National 1999). Washington NC: USDA Forest Servive
Research Triangle Park.
Utami SD. 2007. Analisis Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan di Hutan Bekas
Tebangan dan Hutan Primer di Areal IUPHHK PT. Sarmiento Pakarantja
Timber Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wanggai F. 2009. Manajemen Hutan. Jakarta (ID): Grasindo.
Wawo AH, Abdulhadi R. 2006. Agroforestri Berbasis Cendana: Sebuah
Paradigama Konservasi Flora Berpotensi di Lahan Kering NTT. Jakarta
(ID): LIPI Press.
Wibowo H. 2002. Analisis Struktur dan Komposisi Tegakan Hutan Alam Tanah
Kering Bekas Tebangan, Studi Kasus di Petak RIL (Reduce Impact
Logging) HPH PT. Sumalindo Lestari Jaya II, Site Long Bagun
Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wijayanto N, Araujo de J. 2011. Pertumbuhan Tanaman Pokok Cendana
(Santalum album Linn.) pada Sistem Agroforestri di Desa Sanirin,
Kecamatan Balibo, Kabupaten Bobonaro, Timor Leste. Jurnal Silvikultur
Tropika. 03(01): 119-123.

 

17
 

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tutuala, Lospalos Timor Leste, pada tanggal 07
Oktober 1972 dari ayah Armando da Costa Silva (Alm) dan ibu Luisa Vieira.
Penulis adalah putra pertama dari tujuh bersaudara. Pada tahun 2012 penulis lulus
dari East Timor Coffee Academy (ETICA) Gleno Kabupaten Ermera Timor Leste
dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur kerja sama antar kedua
perguruan tinggi.
Selama perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Kerja Profesi (PKP) di
Persemaian Maubara, Kecamatan Maubara, Kabupaten Liquiça, Timor Leste pada
kantor Sekretaris Negara Urusan Kehutanan dan Konservasi Alam Kementerian
Pertanian dan Perikanan Timor Leste.
Sebagai tugas akhir, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul:
Regenerasi Cendana (Santalum album Linn.) Pada Sistem Agroforestri Ladang di
Desa Lalawa, Kecamatan Tilomar, Kabupaten Covalima, Timor Leste. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor.