Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor

STRATEGI PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA
DI JALAN DEWI SARTIKA KOTA BOGOR

RUDY MASHUDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Penataan Pedagang
Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, 31 Oktober 2014

Rudy Mashudi
NIM H252110065

3

RINGKASAN
RUDY MASHUDI. Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika
Kota Bogor. Dibimbing oleh M. PARULIAN HUTAGAOL dan SRI HARTOYO.
Dinamika pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dunia tidak hanya
dipengaruhi oleh sektor formal, namun juga dipengaruhi oleh sektor informal. Sektor
informal turut berkontribusi dalam kegiatan ekonomi, terutama di negara-negara
berkembang di dunia (Loayza, 1997 : 1). Indonesia menjadi salah satu negara yang
juga mengalami perkembangan sektor informal, terutama setelah masa krisis
ekonomi tahun 1997 dan 2008/2009 (Mubarok, 2012 : 1). Fenomena perkotaan
tersebut juga dialami oleh Kota Bogor yaitu penanganan Pedagang Kaki Lima
(PKL). Beberapa hasil pendataan dan penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa

jumlah PKL di Kota Bogor semakin besar dari tahun ke tahun, dari 2.140 PKL di
tahun 1996 menjadi 9.710 di tahun 2012. Lokasi PKL tersebar di 51 titik kota,
dengan 3 kawasan prioritas yaitu Jalan MA Salmun, Jalan Nyi Raja Permas, dan
Jalan Dewi Sartika. 2 tiitk kawasan prioritas telah dibenahi yaitu di Jalan MA
Salmun dan Nyi Raja Permas, sedangkan Jalan Dewi Sartika masih dipenuhi PKL.
Jumlah PKL di Jalan Dewi Sartika (Taman Topi) sebanyak 323 PKL (Kantor
KUMKM, 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alternatif strategi terhadap
penataan PKL di Kota Bogor yang akan berdampak pada efektivitas penataan PKL,
dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik PKL di Jalan Dewi
Sartika (Sekitar Taman Topi), mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor
internal dan faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pembinaan PKL di
Jalan Dewi Sartika serta merumuskan alternatif-alternatif strategi dan program dalam
penataan PKL di Jalan Dewi Sartika.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan mengambil 50 sampel
responden untuk PKL di Jalan Dewi Sartika untuk mendapat gambaran karakteristik
PKL dan 50 sampel pembeli/masyarakat untuk mendapat gambaran preferensi
masyarakat tentang PKL. Selain itu penetapan startegi penataan PKL menggunakan
analisa SWOT dan Analitical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian menggambarkan karakteristik umum PKL yang rata-rata

berpendidikan rendah (54%) dan bermodal kecil (32%). PKL memiliki motivasi
berdagang karena akibat PHK (34%). Sementara itu, masyarakat membutuhkan
keberadaan PKL, namun merasa terganggu akibat banyak ruang publik yang
digunakan sehingga tidak nyaman (40%). Dari hasil identifikasi faktor internal dan
eksternal terhadap penataan PKL, yang kemudian dianalisis dengan Internal Factor
Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) dan analisis SWOT,
dihasilkan empat strategi alternatif dalam penataan PKL antara lain : tinjau ulang
Kebijakan tentang PKL, Meningkatkan Kemitraan Pemerintah dengan PKL,
Memfasilitasi Ruang Usaha dan Rasa Aman Berusaha, dan Mengoptimalkan Sarana
Prasarana Kota.
Empat alternatif strategi tersebut kemudian dianalisis menggunakan
Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan menggunakan matrik yang
memperhatikan aspek fokus, faktor, aktor, tujuan, dan alternatif strategi. Dengan
perhitungan AHP menggunakan Expert Choice 10, dihasilkan bahwa secara

4

berurutan strategi yang diprioritaskan dalam penataan PKL di Kota Bogor adalah
Review Kebijakan tentang PKL (0.350), meningkatkan Kemitraan Pemerintah
dengan PKL (0.267), memfasilitasi Ruang Usaha dan Rasa Aman Berusaha (0.218),

dan mengoptimalkan Sarana Prasarana Kota (0.165).
Penataan PKL menjadi agenda prioritas di Kota Bogor untuk dilaksanakan
dengan pendekatan regulasi dan teknis yang melibatkan seluruh pemangku
kepentingan. Keberadaan PKL harus menjadi potensi ekonomi kota, tanpa
menurunkan nilai esetika kota. Perlu kemitraan yang berkelanjutan antara
Pemerintah, PKL, masyarakat, swasta, dan akademisi.

Kata kunci: PKL, Penataan PKL, Strategi dan Kebijakan.

5

SUMMARY
RUDY MASHUDI. Street vendor structuring strategy on Dewi Sartika Street Bogor
City. Supervisor by M. PARULIAN HUTAGAOL and SRI HARTOYO.
Tehe dynamic of world economic development is not only influenced by the
formal sectors but also influenced by the informal sectors. The informal sectors
contrbute the economic growth, mainly in developing countries in the world (Loayza,
1997). Indonesia has become one of the country wich has growth in informal sectors,
especially after economic crisis in 1997 and 2008/2009 (Mubarok, 2012). Those city
phenomena also happened to Bogor City in handling street vendors. Some data result

and former research showed that street vendors in Bogor City became more and more
in years, started from 2.140 street vendors in 1996 become 9.710 in 2012. They
spread in 51 locations or place, with 3 priority locations wich are MA Salmun Street,
Nyi Raja Permas Street, and Dewi Sartika Street. Two priority locations were
structured in MA Salmun and Nyi Raja Permas streets. While Dewi sartika street still
placed by the street vendors. The amount of street vendors in Dewi Sartika Street are
323 Street Vendors (KUMKM, 2014)
This research aimed to get the alternative strategy in structuring street vendor
in Bogor city wich will imply to the effectivity of structuring sreet vendor, by
indentifying and analyzing the cararcterisic of street vendor on Dewi sartika street
(around Taman Topi), identify and analyze internal and external factors to make
influence street vendor contruction in Dewi Sartika ang also to formulate the
alternatives program and strategy in structuring street vendors in Dewi Sartika street.
The research uses quantitative method, with 50 respondents form the street
vendors on Dewi Sartika Street to get the characteristic description of street vendors
50 respondents from the buyers/ people to get preference people about street vendor.
Beside that, determining of street vendor structuring strategy uses SWOT anlysis and
Analitical Hierarchy Process (AHP).
The research result describes the general characteristic of street vendor has
low education (54%) and small capital (32%). They have motivation to selling

because retired (34%). Meanwhile, people need them even sometimes they
feeldisturb because there are so many public places used in order they feel
uncomfortable (40%). The result from identification of internal and external factors
toward street vendor managed have been to analysis with Internal Factor Evaluation
(IFE) and External Factor Evaluation (EFE) and also SWOT analysis, we have got 4
alternative strategy in structuring street vendor. Review the street vendor policy,
increase government government partnership with them, facilitate the trade space and
safety trading, optimize city infrastructure.
Moreover those 4 alternative strategy was analyzed using AHP matrix by
looking at focus aspect, factor, actor, goals, and alternative strategy. With AHP
measurements with Expert Choice 10, we have got sequencely strategy wich focused
in structuring street vendors in Bogor city are reviewing policy about them (0.350),
increasing government partnership with them (0.267), facilitate trade space and
safety trading (0.218), and optimize city infrastucture (0.165).
Structuring street vendor has become priority program in Bogor wich is to be
done with regulation technique and approach involved by policy makers. Street

6

vendor existency must become economic potential in this city without any decreasing

an art value in this city. Needs continuing partnership between government, street
vendors, community, private, and academician.
Key words : Street vendor, structuring street vendor, Strategy and Policy.

7

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

8

STRATEGI PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA
DI JALAN DEWI SARTIKA KOTA BOGOR


RUDY MASHUDI

Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

9

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS. M.Ec

10

Judul Tugas Akhir


: Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika
Kota Bogor

Nama

: Rudy Mashudi

NIM

: H252110065

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS.
Ketua

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS
Anggota


Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS. M.Ec

Dr. Ir. Dahrul Syah,
M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 31 Oktober 2014

Tanggal Lulus:

11

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas

segala limpahan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan.Tema yang dipilih dalam tesis ini adalah Strategi Penataan Pedagang
Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor. Tesis ditulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen
Pembangunan Daerah.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr.Ir. Manuntun Parulian
Hutagaol,MS dan Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo selaku pembimbing. Ucapan terimakasih
juga saya sampaikan kepada :
1. Istri saya, Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM dan anak-anak saya
Muhammad Danish Hafuza, Hasna Adzkia Shalihah, dan Muhammad Dzaki
Muta‟aali yang selalu memberikan dorongan, do‟a, dan semangat.
2. Bapak dan Ibu Mertua, Bapak Supriyono dan Ibu Tiningsih atas do‟a dan
kebaikan-kebaikannya.
3. Keluarga Besar Bapak Usman Johan, atas bantuan dan dukungannya.
4. Bapak Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec selaku Ketua Program Studi beserta
seluruh civitas akademika Program Magister Profesional Manajemen
Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
5. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
angkatan XIII yang telah bersama dalam perkuliahan dan memberikan
sumbangsih pemikiran, semangat serta motivasi sehingga kajian ini dapat
diselesaikan.
Akhirnya, dengan mengharap ridha Allah SWT semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, 31 Oktober 2014

Rudy Mashudi

12

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Kajian
Kegunaan Kajian
Ruang Lingkup
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sektor Informal
Pedagang Kaki Lima
Pemberdayaan PKL
Manajemen Strategis
Analisis SWOT
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Hasil Penelitian Terdahulu
3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Peneltian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Sampel
Metode Analisis Data
Keterbatasan Kajian
4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
Konidis Geografis dan Administrasi
Kependudukan dan Sumber Daya Manusia
Perekonomian Kota
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik PKL di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor
Preferensi Masyarakat Terhadap PKL di Jalan Dewi Sartika
Strategi Penataan PKL di Jalan Dewi Sartika
Identifikasi Faktor Internal
Identifikasi Faktor Eksternal
Analisis SWOT
Internal Factor Evaluation (IFE)
Eksternal Factor Evalution (EFE)
Matriks SWOT
Analitical Hierarchy Process (AHP)
6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL
Rancangan Program
7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

1
3
4
4
4
5
6
7
10
13
14
16
19
21
21
23
24
30
30
31
33
38
39
39
39
43
46
46
47
49
51

55
61

13

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

61
62
66
87

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Data PKL di Kota Bogor
Matrik SWOT
Matrik Perencanaan Strategis Kuantitatif
Skala Banding Secara Berpasangan dalam AHP
Penelitian Terdahulu
Metode Pengumpulan Data
Aspek Yang diteliti, Variabel, Sumber Data
Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Internal
Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Internal
Luas Wilayah Menurut Kecamatan
Luas Wilayah, Jumlah RT/RW, Jumlah Penduduk
Jumlah Kelahiran dan Kematian di Kota Bogor
Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2009 s.d 2013
Atas Dasar Harga Berlaku (HK) Kota Bogor
Nilai Dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kota Bogor Atas Dasar
Harga Konstan Tahun 2010 s.d 2013
Nilai inflasi Kota Bogor Tahun 2009-2013
PDRB Per kapita Atas Dasar harga konstan Tahun 2000 Tahun 2008 s.d
2012 Kota Bogor

Prosentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan di Kota Bogor
Jumlah Perkiraan Distribusi Angkatan Kerja Yang Bekerja Menurut
Tingkat Pendidikan
Indikator--‐indikator Utama Ketenagakerjaan
Jumlah Angkatan Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja
Matrik hasil perhitungan Internal Factor Evaluation
Matrik hasil perhitungan Eksternal Factor Evaluation
Matrik analisis SWOT
Rancangan Program Penataan PKL

2
13
14
16
17
22
23
26
26
30
31
31
34
35
36
36
37
37
38
38
47
48
50
60

14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Manajemen Strategis
Kerangka Pemikiran
Indikator Faktor Internal dan Eksternal Strategi Penataan PKL
Struktur Hirarki AHP
Struktur Hirarki Penataan PKL di Kota Bogor
Hasil Perhitungan AHP pada aspek Faktor
Hasil Perhitungan AHP pada aspek Aktor
Hasil Perhitungan AHP pada aspek Tujuan
Hasil Perhitungan AHP pada aspek Alternatif Strategi
Dinamik Analisis Sensitivitas
Struktur Hirarki Strategi Penataan PKL di Kota Bogor
Konsep penataan PKL Yang diusulkan PKL
Kondisi Eksisting PKL Jalan Dewi Sartika
Rencana Penataan Alternatif 1

12
21
25
28
29
52
52
53
53
54
54
56
59
59

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Kuesioner Karakteristik PKL
Kuesioner Preferensi Masyarakat
Kuesioner Penentuan Bobot dan Rating Faktor Strategis Internal
dan Eksternal Yang Mempengaruhi Penataan PKL di Kota Bogor
Kuesioner Analytical Hierarchy Process (AHP)
Foto Survey dan Nara Sumber

66
67
68
70
85

15

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dinamika pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dunia tidak hanya
dipengaruhi oleh sektor formal, namun juga dipengaruhi oleh sektor informal. Sektor
informal turut berkontribusi dalam kegiatan ekonomi, terutama di negara-negara
berkembang di dunia (Loayza, 1997). Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang menjadi salah satu negara yang juga mengalami perkembangan sektor
informal, terutama setelah masa krisis ekonomi tahun 1997 dan 2008/2009
(Mubarok, 2012).
Sektor informal di Indonesia sudah sejak lama menjadi tumpuan harapan
banyak warga. Mereka memilih (baik dengan sukarela maupun terpaksa) masuk ke
sektor informal karena karakteristik sektor ini relatif lebih sederhana. Para pekerja
sektor informal tidak pernah dituntut harus memiliki tingkat pendidikan dan keahlian
tertentu, asalkan mereka memiliki semangat dan ketekunan yang cukup besar untuk
menjalankan usaha yang umumnya berskala kecil. Sektor informal adalah sektor
yang tidak terorganisir (unorganized), tidak teratur (unregulated), dan kebanyakan
legal namun tidak terdaftar (unregistered) (Bappenas, 2009).
Salah satu kegiatan sektor informal yang penuh dinamika di Indonesia adalah
aktivitas yang dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima (selanjutnya disebut PKL).
Menurut Bappenas (2009) tumbuhnya usaha kecil-kecilan di perkotaan seperti PKL,
pedagang asongan, penjual bakso dan sebagainya akibat dari proses migrasi tenaga
kerja dari desa ke kota. Sejak dekade 1970-an Indonesia mengalami era pertumbuhan
ekonomi yang tinggi serta terjadi pula pergeseran struktur yang cepat dari sektor
pertanian ke sektor non pertanian. Oleh karena umumnya sektor pertanian terdapat di
desa sedangkan industri terdapat di kota, maka migrasi desa ke kota merupakan arah
perpindahan tenaga kerja yang pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi.
Hal yang menarik dari fenomena tersebut adalah banyaknya tenaga kerja yang
bersifat swakarya dan swadaya, sehingga membentuk usaha-usaha informal, salah
satunya PKL.
PKL merupakan kegiatan urban yang perkembangannya sangat fenomenal
karena keberadaannya semakin tampak memenuhi ruang kota. Kegiatan ini dipahami
sebagai kegiatan yang belum terwadahi, sehingga ruang publik menjadi satu-satunya
tempat untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan ruang publik telah menjadi
suatu karakteristik yang identik dengan eksistensi PKL di kota-kota Indonesia
(Siahaan, 2000)
Fenomena perkembangan PKL di Kota-kota Indonesia tersebut, menarik
perhatian Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri. Hal ini karena PKL
tidak saja menjadi suatu kekuatan ekonomi riil yang harus ditata dan diberdayakan,
namun disisi lain juga menimbulkan dampak negatif seperti terganggunya kelancaran
lalu lintas, estetika dan kebersihan serta fungsi prasarana kawasan perkotaan. Oleh
karena pertimbangan tersebut, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan dan
menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 41 tahun 2012
tentang Pedoman Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Hal ini sejalan
dengan yang diungkapkan Dimas (2008) bahwa PKL dapat dipandang dari 2 sisi,
yaitu satu sisi sebagai masalah kota, sementara satu sisi yang lain PKL merupakan
potensi ekonomi kota. Dengan hadirnya Permendagri tersebut, diharapkan

16

Pemerintah Daerah dapat mengantisipasi berkembangnya PKL disetiap
Kota/Kabupaten.
Fenomena perkotaan tersebut juga dialami oleh Kota Bogor. Kota dengan
jumlah penduduk 1.004.831 jiwa (BPS,2013), menghadapi problematika penanganan
sektor informal yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL). Dalam dokumen Rencana
Strategis Kota Bogor 2005 – 2009 dan RPJMD 2010 – 2014, penanganan PKL
menjadi salah satu dari empat prioritas pembangunan di Kota Bogor. Namun, hingga
awal tahun 2014 penanganan PKL belum menampakkan hasil sesuai rencana.
Beberapa hasil pendataan dan penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa jumlah PKL
di Kota Bogor semakin besar dari tahun ke tahun (Disperindag; PINBUK; Ruhiyana,
2010; Mubarok : 2012; Rakhmawati, 2007). Terjadi peningkatan jumlah PKL
dalam kurun waktu 15 tahun terakhir (data lihat pada Tabel 1). Hal ini terjadi karena
adanya pengaruh krisis ekonomi yang mengakibatkan semakin tingginya angka
pengangguran akibat PHK dan sulitnya lapangan kerja formal, sehingga menjadi
PKL merupakan pilihan untuk tetap mendapatkan penghasilan (Ruhyana, 2010 dan
Rakhmawati, 2007).
Tabel 1 Data PKL di Kota Bogor
No
Tahun
Jumlah PKL
Sumber
1
1996
2.140
Pemkot Bogor
2
1999
6.340
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha
Kecil (PINBUK)
3
2002
10.350
Dinas Perindustrian
Perdagangan dan Koperasi
(Disperindag) Kota Bogor
4
2004
12.000
Renstra Kota Bogor 2005 - 2009
5
2009
7.782
LKPJ AMJ Walikota Bogor
2005-2009
6
2012
9.710
Kantor Koperasi dan UMKM
Kota Bogor
Sumber : Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor (2012).
Menurut Mubarok (2012) dan Ruhyana (2010), tipologi karakter PKL di Kota
Bogor penyebarannya mengikuti pola jaringan jalan dan beraglomerasi pada pusatpusat kegiatan ekonomi seperti pasar, pertokoan, dan juga stasiun atau terminal.
Menurut Rakhmawati (2007), cara berjualan PKL terbagi menjadi 3 kelompok yaitu
: menggunakan badan jalan/ pasar tumpah, menggunakan selasar kios, dan juga
menggunakan bangunan terlantar. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh aspek
keterjangkauan atau aksesibilitas berdagang dengan calon pembeli. Tipologi ini
menyebabkan ruang prasarana kota seperti trotoar, taman, bahkan badan jalan
menjadi berubah fungsi dan membuat kesemrawutan kota.
Langkah-langkah penataan PKL di Kota Bogor terus dilakukan setiap tahun
oleh Pemerintah. Namun hasilnya hingga saat ini belum memuaskan. 3 (tiga) langkah
yang dilakukan oleh Pemerintah Kota dalam penataan seperti penertiban PKL,
relokasi dan lokalisir lokasi PKL, serta penentuan zona PKL belum tercapai. Belum
terlihat tahapan dan fokus pembinaan PKL yang memberikan dampak terhadap
penataan PKL dan dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan.

17

Kondisi di lapangan justru menampakkan kesan semakin tidak tertangani,
walaupun sudah ditetapkan perangkat kebijakan berupa Peraturan Daerah (Perda)
nomor 13 tahun 2005 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima. Dalam keputusan
tersebut telah ditetapkan 3 lokasi prioritas penataan yaitu di Jalan MA Salmun, Nyi
Raja Permas, dan Jalan Dewi Sartika. Dari 3 (tiga) lokasi tersebut, 2 lokasi telah
mendapatkan intervensi penataan yaitu di Jalan MA Salmun dan Nyi Raja Permas,
namun di Jalan Dewi Sartika belum dilakukan penataan. PKL masih menempati
trotoar, saluran drainase, dan sebagian badan jalan. Lokasi Jalan Dewi Sartika
merupakan lokasi strategis karena berada diantara Pasar Kebon Kembang, Plaza
Kapten Muslihat, pusat perkantoran dan Stasiun Kereta Api Bogor
Untuk itu, diperlukan strategi dalam penataan PKL di Kota Bogor, yang
menyentuh kebutuhan PKL dan dapat menjadi solusi terhadap permasalahan PKL.
Keberhasilan Kota Solo dalam memberikan pembinaan kepada PKL dan menata
ruang publik kota, dapat menjadi inspirasi Pemerintah Kota Bogor dalam penataan
PKL.
Perumusan Masalah
Sebagai bagian dari penggerak ekonomi kota, saat ini keberadaan PKL menjadi
dilematis bagi pemerintah Kota Bogor. Karena disisi yang lain keberadaannya telah
menimbulkan ketidaknyamanan, terutama pada ruang-ruang publik di Kota Bogor
(LKPJ Walikota, 2012). Berbagai langkah telah diambil dan terus dikerjakan dalam
upaya penataan dan pemberdayaan PKL, namun belum seluruhnya menampakkan
hasil yang bisa menyelesaikan masalah PKL. Satu hal yang menjadi kunci dari
keberhasilan penataan adalah mengetahui tentang data dan karakteristik PKL. Dalam
proses penataan di Jalan Dewi Sartika diperlukan data yang akurat terkait
karakteristik PKL yang berada di lokasi tersebut. Untuk itu, yang menjadi
permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik PKL di
Jalan Dewi Sartika, ditinjau dari motivasi menjadi PKL, lama berjualan dilokasi
tersebut, dan yang terkait dengan karakter usaha yang dilakukan di lokasi tersebut?
Pelaksanaan penataan PKL yang telah dan sedang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Bogor, tidak terlepas dari arah kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam bentuk regulasi atau Peraturan Daerah maupun Peraturan
Walikota. Beberapa program dan kegiatan telah dilaksanakan, mulai dari penertiban,
relokasi maupun penetapan zona-zona berdagang bagi PKL. Namun, hingga saat ini
lokasi-lokasi prioritas penataan masih ditempati oleh PKL. Selain itu dalam kurun
waktu pelaksanaan penataan dan pembinaan PKL telah menggunakan anggaran yang
tidak sedikit. Dalam 10 tahun terakhir, hampir kurang lebih Rp. 10 Miliyar anggaran
yang telah digunakan (Ruhyana : 2010). Dengan kondisi adanya potensi dan masalah
dalam pembinaan tersebut, perlu diindentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan
dan kelemahan secara internal, maupun faktor-faktor yang menjadi tantangan dan
harapan dalam mengembangkan penataan dan pembinaan PKL di lokasi prioritas.
Perlu dilakukan perumusan konsep yang fokus terhadap pembinaan PKL. Untuk itu,
permasalahan kedua yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah apa saja
faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh dalam penataan PKL di Jalan
Dewi Sartika?
Keberhasilan beberapa kota di dunia maupun di Indonesia dalam penataan
PKL, tidak terlepas dari kajian strategis yang tepat dalam penanganan permasalahan

18

dan pelibatan para pemangku kepentingan dalam pelaksanaannya. Pembinaan PKL
dilokasi prioritas perlu strategi yang tepat agar sesuai dengan sasaran dan tujuan
pembinaan PKL. Pembinaan PKL perlu dilakukan secara terencana, terinci, terpadu,
dan berkelanjutan agar dapat dilaksanakan dengan program-program yang jelas dan
tepat sasaran. Pelaksanaan program pembinaan PKL perlu redesign agar
menghasilkan strategi dan program yang tepat bagi pembinaan PKL. Untuk itu,
permasalahan ketiga yang perlu dirumuskan adalah apa strategi yang harus
dilaksanakan Pemerintah Kota Bogor dalam penataan dan pemberdayaan PKL di
Jalan Dewi Sartika?
Dalam pelaksanaan strategi perlu diturunkan pada program-program
operasional yang akan menjadi agenda pelaksanaan penataan PKL di Jalan Dewi
Sartika. Sehingga strategi yang telah dirumuskan akan dapat dilaksanakan dan
menjadi keberhasilan dalam menata PKL. Untuk itu, permasalahan keempat yang
perlu disusun adalah apa program-program penataan PKL di Jalan Dewi Sartika,
dikaitkan dengan startegi yang telah dirumuskan ?
Tujuan Kajian
Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan alternatif strategi terhadap penataan
PKL di Kota Bogor yang akan berdampak pada efektivitas penataan PKL.
Sedangkan tujuan khusus dari kajian ini, antara lain :
1. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik PKL di Jalan Dewi Sartika
(Sekitar Taman Topi).
2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor internal dan faktor-faktor
eksternal yang berpengaruh terhadap penataan PKL di Jalan Dewi Sartika.
3. Merumuskan alternatif-alternatif strategi dalam penataan PKL di Jalan Dewi
Sartika dan menentukan strategi alternatif terbaik, dan
4. Menyusun Program-program yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota
Bogor dalam melakukan penataan dan pemberdayaan PKL.

Kegunaan Kajian
Kajian ini diharapkan memberikan manfaat dan kegunaan bagi para pihak yang
terlibat dalam penataan dan pemberdayaan PKL. Secara khusus, antara lain :
1. Bagi pemerintah, diharapkan berguna menjadi alternatif dalam penataan PKL.
Sehingga program dan rencana penanganan PKL dapat tercapai dan ruang kota
semakin nyaman.
2. Bagi PKL, kajian ini memberikan gambaran tempat berdagang yang sesuai
dengan karakteristik PKL, selain memberikan jaminan keamanan dalam
berdagang sehingga tidak selalu dihantui oleh program penertiban dari
pemerintah.
3. Bagi penulis, dapat berkontribusi dalam pemecahan masalah kota. Selain itu dapat
menyelesaikan masa studi.

19

Ruang Lingkup Batasan Kajian
Besarnya jumlah PKL dan banyaknya titik PKL di Kota Bogor, maka kajian ini
dibatasi untuk lokasi di kawasan prioritas penataan PKL yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah. Beberapa pertimbangan antara lain :
1. Lokasi tersebut menjadi lokasi prioritas sejak Perda nomor 13 tahun 2005 tentang
penataan PKL, namun hingga saat ini belum tertangani.
2. Terdapat jumlah PKL yang cukup besar di lokasi tersebut. Menurut hasil
pemetaan dari Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor tahun 2014, jumlah PKL
sebanyak 323 PKL.
3. Lokasi berada di pusat kota, sehingga dapat mencerminkan wajah kota.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sektor Informal
Pembahasan sektor informal tidak dapat dipisahkan dari pembahasan sektor
usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Usaha dalam skala ini berkembang pesat
khususnya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia karena keterbatasan
lapangan kerja di sektor formal (Mubarok, 2012). Tinjauan mengenai sektor
informal diawali dari dikotomi pemahaman antara ekonomi informal versus ekonomi
formal (economy) yang telah banyak mendapatkan kritikan. Hal ini terutama
disebabkan karena adanya kesulitan dalam membuat batasan yang jelas antar kedua
tipe ekonomi ini. “Sektor informal” bukanlah benar-benar suatu 'sektor' seperti yang
lazimnya dipahami dalam konteks formal (seperti sektor pertanian, finansial,
manufakturing dan sebagainya), bahkan aktivitas informal terdapat pada beberapa
sektor ekonomi. Oleh karenanya, istilah “ekonomi informal” semakin banyak
digunakan dibandingkan istilah sektor informal.
Banyak pakar yang mengemukakan definisi sektor informal dan secara
sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil,
dan berusaha dengan pola yang sangat sederhana. Sethuraman (1978) menyebutkan
bahwa,
“kebanyakan kegiatan sektor informal sifatnya masih sub sistem, oleh karena itu
sektor informal dapat diartikan sebagai unit-unit usaha berskala kecil yang
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan pokok
menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri. Sehingga mereka
dihadapkan pada kendala seperti modal fisik, faktor pengetahuan dan faktor
ketrampilan”.
Selanjutnya Sarjono (2005:15) mengatakan bahwa :
“penelitian tentang sektor informal mengenai pelaku migran sirkuler sektor informal
di kota dan dampaknya terhadap intensitas migrasi desa-kota menyebutkan bahwa
kelompok migran ke kota bekerja di sektor informal karena ada daya dorong untuk
kebutuhan atau aspirasi yang tidak dapat dipenudi di desa. Pengungkapan perasaan
tidak menyenangkan di daerah asal dipandang sebagai faktor pendorong dan
”kesempatan kerja sempit”.
Selain itu, Sarjono (2005) dalam penelitiannya tentang pergulatan pedagang kaki
lima di perkotaan, menyimpulkan bahwa :

20

(1) terjadi transformasi sosial di sektor informal khususnya Pedagang Kaki Lima
pada arus individu maupun kelompok, mengakibatkan perubahan yang mendasar
dan sekaligus gradual dalam sistem sosial sektor informal pedagang kaki lima.
(2) bahwa pada sektor atau pelaku perubahan yang terlibat atau subyek pada
transformasi sektor informal pedagang kaki lima, berlangsung perubahan secara
kelindan dengan kompleksitas permasalahan ekonomi seperti pertumbuhan
pendapatan, dan segi-segi sosial seperti posisi dan status sosial pelaku dalam
sistem sosial.
(3) bahwa perubahan atau transformasi sosial pada sektor pedagang kaki lima terjadi
secara unik dalam sebuah kontitum dalam arti ganda yakni pada satu sisi
mengalami perubahan atau transformasi per atau inter karakteristik baik dengan
perluasan maupun pengambil alihanan. Pada sisi lainnya meninggalkan atau
menguatkan karakteristik perubahan itu sendiri atau pemapanan. Kenyataan
transformatif menunjukkan keduanya dapat terjadi secara bersamaan atau tidak
sendiri-sendiri.
Pedagang Kaki Lima
Pemahaman PKL saat ini telah berkembang dan dilihat dari berbagai sudut
pandang. Dalam pandangan pemerintah disebutkan bahwa PKL adalah pelaku usaha
yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak
maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum,
lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak
menetap (Permendagri nomor 41/2012 pasal 1). Pengertian Pedagang Kaki Lima
menurut ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia adalah istilah untuk menyebut
penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Kelima kaki tersebut adalah dua kaki
pedagang ditambah tiga (kaki) gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua
roda dan satu kaki). Dari beberapa pandangan tersebut dapat diambil satu benang
merahnya bahwa yang dimaksud dengan PKL adalah mereka yang berjualan di
tempat-tempat umum yang sifatnya tidak permanen, bermodal kecil dan dilakukan
secara pribadi atau berkelompok.
Pedagang Kaki Lima juga memiliki karakteristik tersendiri. Ramli (1992:58)
melihat karateristik PKL dari pola daganganya yaitu :
(1) Kebanyakan PKL menjual barang dagangnya dengan harga luncur (sliding price
system);
(2) terdapat proses tawar menawar yang merefleksikan penetapan harga secara
perkiraan saja dan tanpa pembukuan yang ketat;
(3) berusaha mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari jual beli yang
dilakukan dan bukan untuk mencari langganan tetap;
(4) ada mekanisme utang-mengutang kepada grosir atau kreditor.
Disamping itu menurut Kurniadi dan Tangkilisan (2003) lebih merinci lagi
karakteristik dari PKL yaitu :
(1) Kelompok ini merupakan pedagang yang kadang-kadang juga berarti produsen
sekaligus;
(2) Peralatan kaki lima yang memberikan konotasi, bahwa mereka pada umumnya
menjajakan barang-barang dagangan pada tikar di pinggir jalan, atau dimuka
toko yang dianggap strategis

21

(3) Pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil, bahkan tidak jarang mereka hanya
merupakan ”alat” bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi
sebagai imbalan jerih payah;
(4) Pada umumnya kelompok Pedagang Kaki Lima ini merupakan kelompok
marginal, bahkanada pula yang tergolong pada kelompok sub marginal;
(5) Pada umumnya kualitas barang yang diperdagangkan oleh para pedagang kaki
lima yang mengkhususkan diri dalam hal penjualan barang-barang cacat sedikit
dengan harga yang jauh lebih murah.
(6) Omset pedagang kaki lima ini pada umumnya memang tidak besar;
(7) Para pembeli umumnya para pembeli yang mempunyai daya beli rendah (berasal
dari apa yang dinamakan lower income pockets);
(8) Kasus dimana pedagang kaki lima berhasil secara ekonomi, sehingga akhirnya
dapat menaiki tangga dalam jenjang hierarki pedagang yang sukses, agak langka;
(9) Pada umumnya usaha para pedagang kaki lima merupakan famili enterprise, atau
malah one man enterprise;
(10) Barang yang ditawarkan pedagang kaki lima biasanya tidak standar, dan shifting
jenis barang yang diperdagangkan para pedagang seringkali terjadi;
(11) Tawar menawar antar pedagang dan pembeli merupakan ciri khas usaha
perdagangan pedagang kaki lima
(12) Terdapat jiwa kewirausahaan yang kuat pada para pedagang kaki lima.
Pemberdayaan PKL
Konsep Pemberdayaan PKL
Konsep pemberdayaan merupakan alternatif pemecahan terhadap dilemadilema pembangunan yang dihadapi. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah
konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini
mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered,
participatory, emporing, and sustainable” (Kartasasmita, 1996).
Pemberdayaan memiliki tujuan 2 arah, pertama, melepaskan belenggu
kemiskinan, dan kedua memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur
ekonomi dan kekuasaan. Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya
untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan
memandirikan masyarakat.
Pemberdayaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pemberdayaan
sektor informal, khususnya kelompok PKL sebagai bagian dari masyarakat yang
membutuhkan penanganan atau pengelolaan tersendiri dari pihak pemerintah yang
berkaitan dengan sumberdaya yang mereka miliki, yang diharapkan mampu
mendorong peningkatan pendapatan usaha dan penataan usaha PKL itu sendiri.
Dalam ketentuan umum Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 41 tahun 2012
tentang pedoman penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima, Pemberdayaan
PKL didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim
usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan
berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya.

22

Pelaksanaan Penataan dan Pemberdayaan PKL Kota Bogor
Upaya penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Bogor tetap dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek kebutuhan ekonomi masyarakat, baik bagi pelaku PKL
maupun bagi masyarakat konsumennya, disamping aspek ketertiban, keindahan, dan
kenyamanan publik, sehingga dengan demikian upaya penanganan didasarkan pada
konsep pembinaan, penataan dan penertiban.
Penataan dan penertiban PKL senantiasa berlandasakan kepada peraturan yang telah
ditetapkan antara lain :
1) Perda Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2005 tentang Penataan PKL.
2) Perda Kota Bogor nomor 8 tahun 2006 tentang Ketertiban Umum.
3) Peraturan Walikota Bogor Nomor 25 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Perda Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2005 tentang Penataan PKL.
4) Keputusan Walikota Bogor Nomor 511.23.45-146 tahun 2008 tentang
Penunjukan Lokasi Pembinaan dan Penataan Usaha PKL sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Walikota Bogor Nomor 511.23.45.-63 Tahun 2010
tanggal 4 Pebruari 2010.
Tujuan dari penataan PKL adalah mewujudkan Kota Bogor yang bersih, indah
dan nyaman dengan PKL yang tertib dan teratur berdasarkan peraturan dan
perundang-undangan. Sedangkan sasaran penataan PKL adalah Kota Bogor Bersih,
bebas macet dan kumuh akibat PKL serta tertatanya PKL yang tidak mengganggu
ketertiban umum. Sesuai dengan RPJMD Kota Bogor tahun 2010 – 2014, strategi
secara umum dalam penataan Pedagang Kaki Lima (sektor informal) adalah
mengalokasikan ruang untuk kegiatan sektor informal dengan strategi sebagai berikut
:
1. Menata ruang kegiatan sektor informal yang ada
2. Mengalokasikan ruang baru untuk sektor informal
3. Melibatkan masyarakat dalam pengendalian ruang sektor informal.
Rencana penataan PKL dilaksanakan melalui :
1. Menempatkan sektor informal di lokasi yang direncanakan
2. Menata kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan sektor informal
3. Membatasi pemanfaatan ruang terbuka publik untuk kegiatan sektor informal
dengan pembatasan area dan pengaturan waktu berdagang
4. Mengoptimalkan fungsi pasar untuk mengakomodir kebutuhan ruang sektor
informal
5. Mengintegrasikan kegiatan sektor formal dan sektor informal
6. Melibatkan pemangku kepentingan dalam menjaga fasilitas publik agar tidak
digunakan untuk kegiatan sektor informal
7. Mewajibkan setiap pengembang perumahan untuk mengalokasikan ruang bagi
kegiatan sektor informal
Sedangkan strategi yang ditempuh dalam penanganan PKL tahun 2010-2014
difokuskan pada :
1. Penataan Lokasi PKL
a. Penegasan titik lokasi PKL, berikut dengan pengaturan jenis komoditas, model
desain berjualan, dan waktu berjualan.
b. Mewajibkan pengembang menyediakan pasar tradisional skala lingkungan di
perumahan-perumahan

23

c. Mewajibkan pusat perbelanjaan modern menyediakan ruang untuk PKL
khususnya makanan dengan insentif yang menarik
d. Meredesain pasar yang ada agar nyaman bagi penjual dan pembeli khususnya
komoditas hasil pertanian
e. Pendataan regristrasi PKL untuk pengendalian jumlah PKL, dengan
memberikan tanda khusus resmi
2. Penertiban PKL
a. Penertiban PKL yang lebih tegas diluar lokasi titik PKL (strickly forbidden
area) khususnya di jalan arteri dan kolektor
b. Target penertiban PKL yakni 6 titik lokasi
3. Pembinaan PKL
a. Pembinaan dan penyuluhan peningkatan disiplin PKL
b. Pembinaan dan pemantauan kebersihan, keamanan dari komoditas yang dijual
PKL dengan target 300 PKL
c. Kelembagaan pengelolaan
 Perlu dibentuk tim kerja khusus penanganan PKL
 Rencana kerja serta monitoring evaluasi yang terjadwal dan terukur.
 Pemantauan dan penertiban PKL dilaksanakan bekerjasama dengan seluruh
elemen masyarakat.
 Perlu ada peninjauan kembali terhadap Perda Nomor 13 Tahun 2005,
khususnya mengenai kebijakan dan kriteria lokasi PKL.
Program penataan PKL di Kota Bogor dilakukan secara lintas sektoral dan
terpadu dengan SKPD terkait yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor
Koperasi dan UMKM, SatPol PP, Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman,
Dinas Bina Marga dan SDA, Dinas lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PD. Pasar
Pakuan Jaya, Kantor Kesbang dan Politik serta Kecamatan dan Kelurahan yang
tentunya disesuaikan dengan tupoksi masing – masing. Program – program tersebut
dijabarkan melalui kegiatan – kegiatan yang ada di SKPD masing – masing.
Dalam upaya mendapatkan formulasi terbaik untuk menata PKL, Kantor
Koperasi dan UMKM juga telah melaksanakan kegiatan Kajian Penataan PKL Kota
Bogor yang telah selesai dilaksanakan pada bulan Desember 2012 yang diharapkan
dapat menghasilkan konsep penataan PKL berdasar pada aspirasi berbagai
stakeholder seperti pemerintah kota, PKL dan warga masyarakat. Kegiatan ini
difokuskan dalam mencari solusi terbaik tentang langkah penataan PKL dengan
fokus yang direkomendasikan antara lain yaitu :
1. Penataan PKL dalam bentuk relokasi dengan 3 (tiga) tahap penangann yaitu :
 Jangka pendek dengan pola infil (dimasukkan) pada ruas jalan tertentu sekitar
lokasi semula dengan persyaratan tertentu;
 Jangka menengah dengan memanfaatkan lahan/ruang di sekitar lokasi eksisting
 Jangka panjang dengan relokasi PKL ke zona yang diperuntukkan untuk
kawasan penataan PKL, sesuai dengan RTRW yaitu Wilayah Pengembangan
(WP) B dengan lokasi Bubulak-Sindangbarang, WP C dengan lokasi YasminPasar TU Kemang, WP D lokasi Tajur dan sekitar rencana akses tol CiawiSukabumi Inner Ring Road. Penetapan lokasi berdasarkan pada
kesamaan/karakteristik kesesuaian alam dan sosial ekonomi, batasan fisik,
batasan administrasi, batasan kesatuan cakupan pelayanan, jumlah penduduk
yang dilayani, posisi dalan struktur kota dan kesamaan tipologi penanganan

24

2. Pembentukan kantong-kantong PKL bagi PKL yang memiliki kesamaan
komoditas yang diperjualbelikan yang diarahkan pada penggunaan asset pemkot
dan sesuai rencana tata ruang;
3. Kerjasama pembangunan kios di komplek tempat hiburan, obyek wisata, pusat
perbelanjaan dan lingkungan tempat pendidikan;
4. Pemberdayaan paguyuban PKL sebagai sarana komunikasi;
5. Pembentukan Koperasi PKL;
6. Pembinaan usaha dan pembinaan mental wirausaha;
7. Penertiban dan penegakan perda.
Hasil nyata dari pelaksanaan penataan dan penertiban PKL di Kota Bogor
selama tahun 2012 antara lain :
1. Kesepakatan dengan PKL di sekitar Suryakencana dengan melakukan pergeseran
dan penataan PKL malam hari di 3 lokasi antara lain di Jalan Otista, Jalan Lawang
Saketeng dan Jalan Roda sehingga fungsi pedestrian dan jalan di wilayah
Suryakencana dapat berjalan dengan baik pada malam hari. Hal ini dilaksanakan
dalam upaya membuka akses jalan Suryakencana pada malam hari dan PKL dapat
tetap mencari nafkah sampai Kota Bogor memiliki fasilitas penampungan PKL
yang representatif.
2. Pemeliharaan jalan Pajajaran sebagai etalase Kota Bogor agar tetap bebas dari
PKL
3. Kerjasama dengan Kementerian Koperasi dan UMKM dalam rangka penataan
PKL di Jalan Roda, Papandayan, Tegal Gundil dan Gang Selot melalui kegiatan
penataan, pelatihan dan perbaikan sarana prasarana PKL.
4. Kerjasama dengan PT. KAI melalui kegiatan penataan 200 PKL di sepanjang
Jalan Nyi Raja Permas dengan membuat pedestrian yang nyaman untuk pejalan
kaki dan penempatan PKL di dalam pusat jajanan PKL yang dilewati oleh pejalan
kaki yang menuju ke Stasiun Besar Kota Bogor.
Dalam pelaksanaan pemberdayaan PKL beberapa startegi yang dilakukan di
Kota Bogor (Kantor Koperasi dan UKM, 2013), antara lain :
1. Peningkatan kemampuan berusaha
2. Fasilitasi akses permodalan
3. Fasilitasi bantuan sarana dagang
4. Penguatan kelembagaan
5. Fasilitasi peningkatan produksi
6. Pengolahan, pengembangan jaringan dan promosi, dan
7. Pembinaan dan bimbingan teknis.
Manajemen Strategis
Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional
yang membuat organisasi mampu mencapai objektivittas. Delapan istilah kunci
dalam manajemen strategis yaitu : perencanaan strategi, pernyataan visi dan misi,
peluang dan ancaman, kekuatan dan kelemahan, tujuan jangka panjang, strategi,
sasaran dan kebijakan (David, 2004).
Konsep strategis berkembang mulai dari sekedar alat untuk mencapai tujuan,
kemudian berkembang menjadi alat menciptakan keunggulan bersaing dan
selanjutnya menjadi landasan untuk memberi respon terhadap kekuatan-kekuatan

25

internal dan eksternal. Sehingga menjadi alat untuk memberikan kekuatan, motivasi
kepada stakeholder agar perusahaan tersebut dapat memberikan kontribusi secara
optimal (Rangkuti, 2004).
Tugas utama dari manajemen strategis adalah memberikan secara menyeluruh
misi dari suatu bisnis, artinya mengajukan pertanyaan “apa bisnis kita ?” pertanyaan
ini mengiring pada penetapan objektif, pengembangan strategi dan membuat
keputusan sekarang untuk hasil dimasa depan, lebih lanjut mengemukakan bahwa
proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap : perumusan strategi, implementasi
strategi dan evaluasi strategi (David, 2004). Perumusan strategi termasuk
mengembangkan misi bisnis, mengenali peluang dan ancaman eksternal perusahaan,
menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan objektif jangka panjang,
menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan.
Implementasi strategi menuntut perusahaan untuk menetapkan objektif
tahunan, melengkapi dengan kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan
sumber daya sehingga strategi yang dirumuskan untuk dilaksanakan. Hal ini
termasuk mengembangkan budaya mendukung strategi, menciptakan struktur
organisasi yang efektif, mengubah arah usaha pemasaran, menyiapkan anggaran,
mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi dan menghubungkan
kompensasi dengan prestasi organisasi, implementasi strategi tersebut sering disebut
tahap tindakan manajemen strategis.
Evaluasi strategis adalah tahap akhir dalam manajemen strategis. Semua
strategi dapat dimodifikasi dimasa depan karena faktor-faktor eksternal dan internal
selalu berubah. Ada tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi
yaitu : (1) meninjau faktor-faktor ekternal dan internal yang menjadi dasar strategi
(2) mengukur prestasi, dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi strategi
diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan
dimasa depan. Mengenai misi, sasaran dan strategi organisasi yang sudah ada
merupakan titik awan yang logis untuk manajemen strategis karena situasi dan
kondisi perusahaan saat ini mungkin menghalangi strategi tertentu dan mungkin
bahkan mendikte tindakan tertentu. Proses manajemen strategis bersifat dinamis dan
berkelanjutan. Apapun yang akan terjadi, keputusan strategis mempunyai
konsekuensi berbagai fungsi utama dan pengaruh jangka panjang.
Pada suatu organisasi, proses manajemen strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu :
perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Sasaran jangka
panjang berarti lebih dari satu tahun, dapat ditentukan sebagai hasil spesifik yang
ingin dicapai sebuah organisasi dengan melaksanakan misi dasarnya. Sasaran perlu
untuk keberhasilan organisasi karena menyatakan arah, mambantu dalam evaluasi,
menciptakan sinergi, mengungkapkan prioritas, memfokuskan koordinasi dan
menyediakan dasar untuk perencanaan, pengorganisasian, memotivasi dan
mengendalikan aktivitas secara efektif. Sasaran tahunan adalah patokan jangka
pendek yang harus dicapai oleh organisasi dalam rangka mencapai sasaran jangka
panjang, harus dapat diukur, kuantitatif, menantang, realistik, konsisten dan
mempunyai prioritas.
Peluang eksternal dan ancaman eksternal merujuk pada keadaan ekonomi,
sosial, budaya, demografi lingkungan, politik, hukum, pemerintah, teknologi dan
kecenderungan persaingan serta peristiwa yang dapat menguntungkan atau
merugikan suatu organisasi secara signifikan dimasa depan. Peluang dan ancaman
sebagian besar diluar kendali organisasi yang disebut dengan eksternal. Ajaran

26

mendasar dari manajemen strategi adalah bahwa perusahaan perlu merumuskan
strategi untuk memanfaatkan peluang eksternal dan menghindari atau mengurangi
dampak ancaman ekternal untuk sukses merupakan hal yang penting dilaksanakan
dengan pengumpulan serta memahami informasi eksternal yang disebut dengan
mengamati lingkungan (environmental scanning) atau evaluasi industri.
Kekuatan internal dan kelemahan internal adalah aktivitas dalam kendali
organisasi yang prestasinya luar biasa baik atau buruk. Kekuatan dan kelemahan
muncul
dalam
aktivitas
manajemen,
pemasaran,
keuangan/akutansi,
produksi/operasi, penelitian dan pengembangan dan sistem informasi komputer serta
bisnis, mengenali dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi dalam
berbagai bidang fungsional dari bisnis adalah aktivitas manajemen strategis. Diagram
manajemen strategis dapat dilihat pada Gambar 1.
Umpan Balik
Melakukan
Analisa
Eksternal

Penetapan
Visi dan Misi

Penetapan
Tujuan
Jangka
panjang

Pemilihan
dan
Penetapan
Strategi

Penetapan
Kebijakan
dan Tujuan
Tahunan

Pengaloka
sian
Sumber
Daya

Implementasi

Mengukur
dan
Mengevaluasi
Kinerja

Melakukan
Analisa
Eksternal

Gambar 1 Manajemen Strategis

David (2004), menyatakan bahwa manajemen strategis menawarkan manfaat
berikut ini :
1. Memungkinkan mengenali, menetapkan prioritas dan memanfaatkan berbagai
peluang.
2. Menyediakan pandangan objektif mengenai masalah manajemen.
3. Menjadi kerangka kerja untuk memperbaiki koordinasi dan pengendalian
aktivitas.
4. Meminimalkan pengaruh kondisi dan perubahan yang merugikan.
5. Memungkinkan keputusan utama yang lebih baik mendukung sasaran yang telah
ditetapkan.
6. Memungkinkan alokasi waktu dan sumber daya yang lebih efektif untuk
mengenali peluang.
7. Memungkinkan sumber daya yang lebih kecil dan waktu lebih sedikit
dicurahkan untuk mengoreksi kesalahan atau keputusan.
8. Menciptakan kerangka kerja untuk berkomunikasi internal diantara staf.
9. Membantu memadukan tingkah laku individual menjadi total
10. Menyediakan dasar untuk penjelasan tanggung jawab individu.

27

11. Memberikan dorongan untuk pemikiran ke depan.
12. Menyediakan pendekatan kerjasama terpadu dan antusias dalam menangani
berbagai masalah dan peluang.
13. Mendorong tingkat disiplin dan formalitas yang tepat pada manajemen dari
suatu bisnis.
Analisis SWOT
Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang
dan kendala (ancaman) yang dimiliki oleh objek yang diteliti di Kota Bogor.
Rangkuti (1997) menyatakan bahwa matrik SWOT dipakai untuk menyusun faktorfaktor strategi perusahaan. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal
yaitu peluang dan ancaman dengan faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan
sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi. Adapun
matriks SWOT disajikan pada Tabel 2
Tabel 2 Matriks SWOT
Stengths – S
Tentukan faktor-faktor
kekuatan internal

Weakness – W
Tentukan faktor-faktor
kelemahan internal

Opportunities – O
Tentukan faktor-faktor
peluang eksternal

Strategi S – O
Ciptakan
strategi
yang
menggunakan
kekuatan
untuk
memanfaatkan
peluang

Strategi W – O
Ciptakan strategi ya

Dokumen yang terkait

Strategi Bertahan Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara

16 140 101

Karakteristik dan permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta strategi penataan dan pemberdayaannya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor

8 173 334

Karakteristik dan permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta strategi penataan dan pemberdayaannya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor

1 43 649

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 1 16

PENDAHULUAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkliwon).

0 1 8

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 2 17

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SHELTER GUYUB RUKUN MANAHAN KOTA SURAKARTA Strategi Komunikasi Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima Di Shelter Guyub Rukun Manahan Kota Surakarta.

1 5 12

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SHELTER GUYUB RUKUN MANAHAN KOTA SURAKARTA Strategi Komunikasi Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima Di Shelter Guyub Rukun Manahan Kota Surakarta.

1 2 15

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SENTRA PKL JALAN DHARMAWANGSA KOTA SURABAYA.

1 25 111

PROFIL PEDAGANG KAKI LIMA DAN EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

1 1 11