Strategi Bertahan Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

STRATEGI BERTAHAN PEDAGANG KAKI LIMA DI

SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

NIM: 090901018

May Hermawani

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Medan

2013


(2)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Strategi Bertahan Pedagang Kaki Lima Di Sekitar kampus Universitas Sumatera Utara” berawal dari ketertarikan penulis dalam melihat terjadinya dilema dalam hal keberadaan pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Di satu sisi keberadaannya juga dibutuhkan oleh mahasiswa, namun di sisi lain keberadaannya justru mengganggu ketertiban, kebersihan, dan kenyamanan kampus Universitas Sumatera Utara. Menghadapi hal itu, akhirnya pihak universitas mengeluarkan peraturan berupa larangan berjualan di kampus Universitas Sumatera Utara tanpa izin. Hal ini dipertegas dengan diadakannya razia yang dilakukan oleh petugas patroli universitas. Oleh sebab itu, pedagang kaki lima tidak hanya tinggal diam dalam menghadapi peraturan tersebut. Para pedagang akan melakukan strategi-strategi agar mereka tetap bertahan berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan metode kualitatif peneliti dapat dengan mudah untuk mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai strategi bertahan pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara, serta melihat secara langsung kegiatan berjualan yang dilakukan oleh pedagang kaki lima tersebut.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bertahannya pedagang kaki lima berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara karena alasan, kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak dan Universitas Sumatera Utara merupakan pangsa pasar yang menjanjikan bagi pedagang kaki lima. Alasan tersebutlah yang membuat pedagang memiliki strategi bertahan agar tetap berjualan dengan cara menjalin hubungan pertemanan dengan petugas patroli, Kucing-kucingan dengan petugas patroli, membangun relasi dengan sesama pedagang, melakukan penyamaran dan memilih lokasi berjualan yang tepat. Selain itu juga pedagang memiliki strategi bertahan dalam mempertahankan usahanya dari persaingan dengan cara membangun relasi dengan pembeli, persaingan dalam cita rasa, dan mengatur waktu berjualan,


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Strategi Bertahan Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara” disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Secara ringkas skripsi ini mendeskripsikan dalam melihat strategi bertahan pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orangtua tersayang yang telah melahirkan dan membesarkan serta mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran dalam mendidik anak. Inilah persembahan yang dapat penulis berikan sebagai tanda ucapan terima kasih dan tanda bakti penulis kepada kedua orangtua.

Dalam penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku ketua Departemen Sosiologi dan Drs. T. Ilham Saladin, M.SP, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dari awal hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Terima kasih kepada Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku dosen penguji skripsi penulis.

5. Terima kasih kepada para dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik terutama dosen Departemen Sosiologi yang telah membimbing, memberikan sumbangsih pemikiran dalam aspek sosiologis serta pengalaman penelitian dari proses pembuatan proposal penelitian lalu terjun langsung di lapangan dalam melihat realitas sosial, serta pengolahan data penelitian sejak awal perkuliahan hingga selesai kepada penulis. 6. Terima kasih juga kepada seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Feni Khairifa, Kak Sugi Astuti, kak Betty dan Kak Ade yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.

7. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda yang sangat penulis sayangi dan cintai, yang telah mencurahkan kasih sayangnya tiada terhingga dan tiada batasnya, selalu memberikan doa, semangat, nasehat dan mendidik penulis dengan dukungan moril maupun materil pada masa kuliah.

8. Terima kasih buat teman terdekat penulis Eka Dhanari Sirait yang selalu memberi nasehat, semangat, doa, dalam penyelesaian skripsi penulis.


(5)

9. Terima kasih kepada teman-teman Sosiologi stambuk 2009 yaitu Lilis, Heni, Winda Ketaren, Putri, Siti, May junjungan, Ria, Sauma, Nova, Winda Purwani, Siska, Rani, Bernita, Noni, Elisabet2, Syahid, Cristian, Nasrul. Welly, Risman, Johan, Joni, Dedek, Youhan, Edi, James, Nela, Fitria, sri mariati, onka, siska, bernita, dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu sejak awal kuliah hinggga saat ini sudah sangat banyak memberikan kenangan indah. Terima kasih juga buat Adik penulis yaitu Putri Aulia Rahma dan Rizky Akbar yang selalu mendoakan dan memberi semanagat kepada penulis. Kemudian terima kasih juga buat teman-teman Anbu Research yang tiada terhingga, kebersamaan kita yang hanya 10 hari akan selalu penulis ingat sampai kapan pun. Terima kasih juga buat teman-teman kost 448 A yaitu Elvi, Kak Virda, Devi, Murni, Nining, yang sudah bersama-sama menjalani hari-hari dengan keceriaan.

Penulis merasa bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, harapan saya agar tulisan ini dapat berguna bagi pembacanya, dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, November 2013 (Penulis)

NIM: 090901018 MAY HERMAWANI


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Definisi Konsep ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1. Konsep Sektor Informal ... 9

2.2. Konsep Pedagang Kaki Lima ... 11

2.3. Teori Struktural Fungsional ... 15

2.4. Strategi Adaptasi ... 17

2.5. Jaringan Sosial ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Jenis Penelitian ... 24

3.2. Lokasi Penelitian ... 24

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 25

3.3.1. Unit Analisis ... 25

3.3.2. Informan ... 25

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.5. Interpretasi Data ... 26

3.6. Jadwal Kegiatan ... 28

3.7. Keterbatasan Penelitian ... 29

BAB IV.DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN ... 30

4.1. Sejarah Universitas Sumatera Utara ... 30

4.2. Gambaran Umum Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara ... 33


(7)

4.3. Bertahannya Pedagang Kaki Lima Berjualan Di Sekitar Kampus Universitas

Sumatera utara ... 38

4.3.1. Kebutuhan Ekonomi Keluarga yang Mendesak ... 39

4.3.2. Universitas Sumatera Utara Merupakan Pangsa Pasar yang Menjanjikan Bagi Pedagang Kaki Lima ... 43

4.4. Strategi Bertahan Yang Dilakukan Pedagang Kaki Lima Agar Tetap Berjualan Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara ... 48

4.5. Strategi Bertahan Dalam Mempertahankan Usahany Dari Persainga... 68

BAB V. PENUTUP ... 79

5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(8)

Daftar Tabel

Halaman


(9)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Strategi Bertahan Pedagang Kaki Lima Di Sekitar kampus Universitas Sumatera Utara” berawal dari ketertarikan penulis dalam melihat terjadinya dilema dalam hal keberadaan pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Di satu sisi keberadaannya juga dibutuhkan oleh mahasiswa, namun di sisi lain keberadaannya justru mengganggu ketertiban, kebersihan, dan kenyamanan kampus Universitas Sumatera Utara. Menghadapi hal itu, akhirnya pihak universitas mengeluarkan peraturan berupa larangan berjualan di kampus Universitas Sumatera Utara tanpa izin. Hal ini dipertegas dengan diadakannya razia yang dilakukan oleh petugas patroli universitas. Oleh sebab itu, pedagang kaki lima tidak hanya tinggal diam dalam menghadapi peraturan tersebut. Para pedagang akan melakukan strategi-strategi agar mereka tetap bertahan berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan metode kualitatif peneliti dapat dengan mudah untuk mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai strategi bertahan pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara, serta melihat secara langsung kegiatan berjualan yang dilakukan oleh pedagang kaki lima tersebut.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bertahannya pedagang kaki lima berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara karena alasan, kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak dan Universitas Sumatera Utara merupakan pangsa pasar yang menjanjikan bagi pedagang kaki lima. Alasan tersebutlah yang membuat pedagang memiliki strategi bertahan agar tetap berjualan dengan cara menjalin hubungan pertemanan dengan petugas patroli, Kucing-kucingan dengan petugas patroli, membangun relasi dengan sesama pedagang, melakukan penyamaran dan memilih lokasi berjualan yang tepat. Selain itu juga pedagang memiliki strategi bertahan dalam mempertahankan usahanya dari persaingan dengan cara membangun relasi dengan pembeli, persaingan dalam cita rasa, dan mengatur waktu berjualan,


(10)

BAB I PENDAHULUAN I.I.Latar Belakang Masalah

Kota Medan merupakan Ibukota Propinsi Sumatera Utara. Kota Medan juga telah mengalami perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat sehingga menimbulkan berbagai permasalahan. Permasalahan yang sampai saat ini sulit untuk diatasi adalah permasalahan pengangguran. Berdasarkan sumber dari BPS Sumatera Utara bahwa pengangguran pada Februari 2012 sebanyak 0,41 juta orang dan jumlah angkatan kerja sebanyak 6,56 juta orang. Setiap tahunnya jumlah angkatan kerja semakin tinggi, sedangkan serapan tenaga kerja di sektor formal sangat terbatas. Selanjutnya, data yang menunjukkan bahwa penduduk yang bekerja pada kegiatan formal pada Februari 2012 sebesar 34,02%, dan yang bekerja pada kegiatan informal sebesar 65,98%.

Masyarakat yang tidak mendapatkan pekerjaan di sektor formal terpaksa harus beralih ke sektor informal. Mengingat sektor informal ini bersifat lentur atau mudah untuk dimasuki dan memiliki kapasitas luar biasa dalam menampung setiap penambahan jumlah tenaga kerja baru. Sektor informal yang paling banyak diminati masyarakat perkotaan adalah pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima merupakan kelompok sektor informal yang memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan jenis sektor informal lainnya, karena kemampuannya yang tetap bertahan pada saat kondisi ekonomi sedang terpuruk.


(11)

Pedagang kaki lima merupakan alternatif pekerjaan yang terbilang mudah dan tetap bertahan sampai saat ini. Keberadaannya juga kurang diperhatikan, padahal dalam kenyataannya kegiatan ekonomi informal ini sangat menyumbang majunya perekonomian kota. Pada awalnya pekerjaan ini mereka lakukan hanya untuk mengisi kekosongan waktu daripada mereka menjadi pengangguran, kemudian permodalannya juga kecil, keuntungannya sedikit, dan yang terpenting pendapatan dari berjualan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Tempat berjualan yang mereka pergunakan juga seadanya dengan memanfaatkan trotoar jalan, dan tempat strategis lainnya yang mendukung mereka untuk menjajakan jualannya.

Menurut Limbong (2006: 7-8) untuk memenuhi kebutuhan keluarga maka sebagian para penganggur terjun dalam kegiatan sektor informal seperti pedagang kaki lima ( PKL), sehingga peranan sektor informal menyerap pedagang kaki lima menjadi urgen sebagai upaya untuk bertahan hidup. Pedagang kaki lima tergolong usaha kecil dalam sektor informal yang melakukan kegiatan usaha di trotoar dan jalan-jalan umum. Selanjutnya menurut Limbong (2006: 52) jika pertumbuhan alami kota rata-rata 2% atau kurang sedikit maka pertumbuhan sektor informal adalah 2% atau lebih, karena sebagian besar dari migran dan pertumbuhan alami akan masuk ke dalam sektor informal.

Pedagang kaki lima banyak dijumpai di kota Medan, salah satunya di Universitas Sumatera Utara . Universitas Sumatera Utara merupakan universitas Negeri yang ada di kota Medan. Kampus ini berlokasi di Padang Bulan, dengan sebuah area yang hijau dan rindang seluas 120 ha (hektar) yang terletak di tengah kota Medan. Zona akademik seluas 90 ha (hektar) menampung hampir seluruh


(12)

kegiatan perkuliahan dan praktikum mahasiswa. Dengan jumlah mahasiswa mencapai 37.000, jumlah dosen 1.613, jumlah pegawai administrasi 931 dan jumlah pegawai honorer 722 yang tersebar di 13 Fakultas pukul 13.12 Wib). Kemudian dengan tersedia lahan kampus yang luas, serta taman, dan bangku-bangku yang ada di pinggir kolam di sekitar perpustakaan Universitas Sumatera Utara digunakan untuk para mahasiswa beristirahat sambil menunggu perkuliahan selanjutnya. Di sela-sela seperti ini banyak pedagang kaki lima yang memanfaatkan waktu ini dengan menggelar usahanya di trotoar jalan di dalam lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, seperti di sekitar Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, di area kampus FMIPA dan FARMASI. Padahal di sepanjang trotoar atau di lingkungan kampus yang lain banyak plang yang bertuliskan “dilarang berjualan di kampus Universitas Sumatera Utara tanpa izin”. Tetapi para padagang kaki lima tidak lagi memperdulikannya dan tetap melanjutkan kegiatan berjualan di area tersebut. Pedagang kaki lima yang dimaksud di sini adalah pedagang yang berjualan di dalam lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, seperti di trotoar jalan, di sekitar perpustakaan universitas, dan di area Fakultas MIPA dan FARMASI.

Jenis barang jualan yang dijual di sini adalah makanan, seperti mie pecal, taiso, buah, roti, es pisang ijo, tahu medan, nasi sarapan, es krim, es tebu dan bakso bakar dengan jumlah pedagang sebanyak 27 orang. Pada saat para pedagang menjajakan barang jualannya di area sekitar kampus banyak sekali pembeli yang berdatangan dan antri menunggu untuk sementara waktu, karena pedagang melayani pembeli yang lain. Barang jualan mereka juga laris sehingga


(13)

pembeli yang baru datang rela antri menunggu untuk dilayani juga. Kondisi ini membuat para pedagang ketagihan untuk terus berjualan di area sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan pengalaman yang mereka alami bahwa jualan yang mereka jajakan laris manis, sehingga pedagang membawa stok barang jualan mereka untuk dijual kembali. Melihat situasi seperti ini, telah terjadi simbiosis mutualisme antara pedagang dengan pembeli, terlihat dari selalu larisnya barang jualan yang dijajakan oleh pedagang. Namun, ada efek dari banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan di area sekitar kampus Universitas Sumatera Utara yaitu berseraknya sampah plastik makanan yang dihasilkan oleh pembeli yang membuang sampah sembarangan. Oleh sebab itu, pedagang kaki lima telah melanggar aturan yang dibuat oleh pihak Universitas Sumatera Utara yaitu dilarang berjualan di area sekitar kampus dengan semangat kebersihan lingkungan kampus, keindahan, ketertiban, kenyamanan, dan keamanan kampus yang akan terganggu bila ada pedagang kaki lima yang berjualan di area sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

Dalam menjajakan barang jualannya, para pedagang sering mendapatkan rintangan dalam kegiatan berjualannya yaitu harus diusir oleh petugas patroli kampus yang sengaja ditugaskan untuk menertibkan para pedagang yang berjualan di area sekitar kampus. Tidak jarang ada pedagang yang terkena jaringan razia petugas ini, dan apabila tertangkap oleh petugas maka gerobak dan barang jualan mereka akan disita dan dibawa ke kantor biro rektorat untuk ditindak lanjuti. Pedagang akan diberi sanksi berupa penahanan gerobak jualan selama satu sampai dua hari. Menghadapi hal ini, daripada mereka ditangkap dan mereka tidak dapat berjualan kembali, maka para pedagang rela kejar-kejaran


(14)

dengan petugas razia supaya tetap dapat berjualan demi mencari nafkah untuk keluarga. Pedagang kaki lima ini sepertinya sudah hafal mengenai waktu kapan saja satpam kampus akan menggelar razia, jadi mereka sudah siap-siap akan menyelamatkan diri ketika petugas patroli datang merazia.

Oleh sebab itu masalah ini penting untuk diteliti, karena telah terjadi dilema dalam hal keberadaan pedagang kaki lima tersebut. Disatu sisi keberadaannya juga dibutuhkan oleh para mahasiswa yang memang mereka membutuhkan makanan untuk sekedar mengganjal perut yang sedang lapar, atau digunakan oleh mahasiswa yang menunggu masuk perkuliahan selanjutnya dengan berjajan di taman-taman sekitar kampus, dan juga dapat membantu pertumbuhan ekonomi kota. Namun, di sisi lain keberadaannya mengganggu kebersihan, keindahan, dan kenyamanan kampus Universitas Sumatera Utara. Kemudian nasib para pedagang kecil yang harus mencari nafkah untuk melangsungkan kehidupan keluarganya. Terlihat lagi pada saat para pedagang ini dirazia oleh petugas patroli, sikap mahasiswa juga akan tetap menunggu sampai pedagang tersebut kembali ketempat berjualan sebelumnya. Situasi ini tampak jelas bahwa pedagang kaki lima dan mahasiswa saling membutuhkan, dan para pedagang merasa laris manis terhadap barang jualannya sehingga mereka ingin terus berdagang di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

Situasi seperti ini merupakan lahan usaha yang baik bagi pedagang kaki lima karena, sulitnya mencari pekerjaan di sektor formal dengan pendidikan dan skill yang mereka punya. Namun, keberadaan mereka malah kurang dikehendaki oleh pengambil kebijakan yaitu pihak Universitas Sumatera Utara. Persoalan inilah yang mendorong pedagang kaki lima selalu memiliki strategi untuk


(15)

bertahan agar tetap bisa berjualan demi keberlangsungan hidup keluarga mereka serta strategi dalam menghadapi kebijakan yang di buat oleh Universitas Sumatera Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Mengapa pedagang kaki lima tetap berupaya untuk dapat berjualan meskipun ada larangan berjualan dan ditangkap oleh petugas patroli?

2. Bagaimana strategi bertahan pedagang kaki lima agar tetap bisa berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi bertahan pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih tentang strategi bertahan pedagang kaki lima, kemudian dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu sosiologi khususnya sosiologi ekonomi.

b. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dan mahasiswa dalam pembuatan kajian ilmiah dan memahami


(16)

realitas sosial pedagang kaki lima khususnya serta diharapkan dapat menjadi rujukan atau referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Defenisi Konsep

Konsep adalah suat hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang merujuk pada kenyataan yang benar-benar nyata dari segi empiris dan bukan merupakan refleksi sempurna (Suyanto,dkk 2005:49). Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini adalah:

1. Startegi bertahan adalah cara atau metode yang dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Strategi bertahan dalam penelitian ini adalah cara yang dilakukan pedagang kaki lima agar tetap bisa berjualan di area sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

2. Strategi jaringan adalah cara atau metode yang dilakukan oleh masyarakat untuk menjalin hubungan yang memiliki makna subjektif dan dikaitkan dengan sesuatu sebagai simpul dan ikatan. Strategi jaringan dalam konteks penelitian ini adalah cara pedagang menjalin hubungan baik dengan satpam Universitas Sumatera Utara agar bisa bernegoisasi saat petugas patroli menggelar razia.

3. Adaptasi adalah penyesuaian baik secara individu, kelompok, maupun unit-unit sosial terhadap norama-norma, proses perubahan atau suatu kondisi yang tercipta. Adaptasi dalam konteks penelitian ini adalah bagaimana pedagang kaki lima dapat beradaptasi dengan lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara dengan kebijakan yang sudah ada.


(17)

4. Pedagang kaki lima adalah pedagang yang berjualan di suatu tempat umum, berpindah-pindah secara tidak menetap, dan tidak memiliki izin usaha. Pedagang kaki lima dalam konteks penelitian ini adalah pedagang yang berjualan di trotoar jalan, dan di area sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

5. Jaringan sosial adalah hubungan antar individu yang memiliki makna subjektif yang berhubungan dan dikaitkan dengan sesuatu sebagai simpul dan ikatan (Damsar, 2009:158). Jaringan sosial dalam konteks penelitian ini yaitu hubungan antara pedagang dengan pedagang lainnya, kemudian hubungan pedagang dengan petugas patroli kampus Universitas Sumatera Utara.

6. Strategi pengaman adalah cara atau metode yang dilakukan seseorang untuk bebas dari kondisi yang tidak aman. Strategi pengaman dalam konteks penelitian ini adalah cara yang dilakukan oleh para pedagang supaya tidak terkena razia petugas patroli Universitas Sumatera Utara, sehingga mereka merasa tetap aman dalam menjajakan barang jualannya.


(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Sektor Informal

Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Namun, menurut Safaria,dkk (2003: 4) kalangan akademisi masih memperdebatkan teori dan konsep mengenai sektor informal ini. Ada yang menganggap bahwa sektor informal muncul karena terbatasnya kapasitas industri-industri formal dalam menyerap tenaga kerja yang ada, sehingga terdapat kecenderungan bahwa sektor informal ini muncul di pinggiran kota besar. Sebagian yang lain menganggap bahwa sektor informal ini sudah lama ada. Ini adalah pandangan dari perspektif yang “dualistik”, yang melihat sektor ”informal” dan “formal” sebagai dikotomi antara model ekonomi tradisional dan modern.

Menurut Safaria, dkk (2003: 6) sektor informal dipandang sebagai kekuatan yang semakin signifikan bagi perekonomian lokal dan global, seperti yang dicantumkan dalam pernyataan visi WIEGO (Woman In Informal Employment Globalizing and Organizing) yaitu mayoritas pekerja di dunia kini bekerja di sektor informal dan proporsinya terus membengkak sebagai dampak dari globalisasi: mobilitas capital, restrukturisasi produksi barang dan jasa, dan deregulasi pasar tenaga kerja mendorong semakin banyak pekerja ke sektor informal. Menurut ILO (Internasional Labour organization) dalam Yustika (2000:193) yang dimaksud sektor informal adalah aktivitas-aktivitas ekonomi yang antara lain ditandai dengan mudah untuk dimasuki, bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil, padat karya dan


(19)

teknologinya bersifat adaptif, ketrampilan diperoleh dari luar sistem sekolah formal, dan tidak terkena langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif. Menurut Breman ( dalam Manning, Eds.1991: 139) bahwa sektor informal merupakan suatu istilah yang mencakup dalam istilah “usaha sendiri”, merupakan jenis kesempatan kerja yank kurang terorganisir, sulit di cacah, sering dilupakan dalam sensus resmi, persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan hukum. Mereka adalah kumpulan pedagang, pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil, serta golongan-golongan lain dengan pendapatan rendah dan tidak tetap, hidupnya serba susah dan semi kriminal dalam batas-batas perekonomian kota.

Kemudian menurut Hart ( dalam Manning, Eds. 1991: 76) mereka yang terlibat dalam sektor informal pada umumnya miskin, kebanyakan dalam usia kerja utama (prime age), bependidikan rendah, upah yang diterima di bawah upah minimum, modal usaha rendah, serta sektor ini memberikan kemungkinan untuk mobilitas vertikal. Menurut Breman ( dalam Manning, Eds. 1991:142) sektor informal memiliki ciri-ciri sebagai berikut: padat karya, tingkat produktivitas yang rendah, pelanggan yang sedikit dan biasanya miskin, tingkat pendidikan formal yang rendah, penggunaan teknologi menengah, sebagian besar pekerja keluarga dan pemilik usaha oleh keluarga, gampangnya keluar masuk usaha, serta kurangnya dukungan dan pengakuan pemerintah.

Jenis-jenis Sektor Informal

Menurut Hart (dalam Manning, Eds.1991: 79) ada dua macam kesempatan memperoleh penghasilan yang informal, antara lain adalah sebagai berikut:


(20)

1. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder, pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, pengrajin usaha sendiri dan lain-lain.

2. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar, perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, kegiatan sewa-menyewa dan lain-lain.

3. Distribusi kecil-kecilan seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan dan lain-lain.

4. Transaksi pribadi seperti pinjam-meminjam, pengemis.

5. Jasa yang lain seperti pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah dan lain-lain.

b. Kesempatan memperoleh penghasilan yang tidak sah, meliputi:

1. Jasa : kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya: penadah barang-barang curian, lintah darat, perdagangan obat bius, penyelundupan, pelacuran dan lain-lain.

2. Transaksi : pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian dan lain-lain.

2.2. Konsep Pedagang Kaki Lima

Pengertian pedagang secara etimologi adalah orang yang berdagang atau biasa juga disebut saudagar. Jadi pedagang adalah orang-orang yang melakukan kegiatan-kegiatan perdagangan sehari-hari sebagai mata pencaharian mereka.

Menurut Bromley ( dalam manning, Eds. 1991: 228) pedagang kaki lima (street trading) adalah salah satu pekerjaan yang paling nyata dan penting dikebanyakan kota di Afrika, Asia, Timur Tengah atau Amerika Latin. Namun,


(21)

meskipun penting pedagang-pedagang kaki lima hanya sedikit saja memperoleh perhatian akademik dibandingkan dengan kelompok pekerjaan utama yang lain. Pedagang kaki lima biasanya digambarkan sebagai perwujudan pengangguran tersembunyi atau setengah pengangguran yang luas dan pertumbuhan yang luar biasa dari jenis pekerjaan sektor tersier yang sederhana di Kota di Dunia Ketiga.

Yustika (2000) menggambarkan pedagang kaki lima adalah kelompok masyarakat marjinal dan tidak berdaya. Mereka rata-rata tersisih dari arus kehidupan kota dan bahkan tertelikung oleh kemajuan kota itu sendiri dan tidak terjangkau dan terlindungi oleh hukum, posisi tawar rendah, serta menjadi obyek penertiban dan peralatan kota yang represif.

Menurut Alisyahbana (2005:43-44) berdasarkan penelitianya di kota Surabaya telah mengkategorikan pedagang kaki lima menjadi 4 tipologi. Keempat tipologi tersebut adalah: Pertama pedagang kaki lima murni yang masih bisa dikategorikan pedagang kaki lima adalah dengan skala modal terbatas, dikerjakan oleh orang yang tidak mempunyai pekerjaan selain pedagang kaki lima, ketrampilan terbatas, tenaga kerja yang bekerja adalah anggota keluarga. Kedua, pedagang kaki lima yang hanya berdagang ketika ada bazar (pasar murah/pasar rakyat, berjualan di Masjid pada hari Jumat, halaman kantor-kantor). Ketiga, pedagang kaki lima yang sudah melampaui ciri pedagang kaki pertama dan kedua, yakni pedagang kaki lima yang telah mampu mempekerjakan orang lain. Ia mempunyai karyawan, dengan membawa barang daganganya dan peraganya dengan mobil, dan bahkan ada yang mempunyai stan lebih dari satu tempat. Termasuk dalam tipologi ini adalah pedagang kaki lima yang berpindah-pindah tempat dengan menggunakan mobil bak terbuka. Keempat pedagang kaki lima


(22)

yang termasuk pengusaha kaki lima. Mereka hanya mengkoordinasikan tenaga kerja yang menjualkan barang-barangnya. Termasuk pedagang kaki lima jenis ini yaitu padagang kaki lima yang mempunyai toko, dimana tokonya berperan sebagai grosir yang menjual barang daganganya kepada pedagang kaki lima tak bermodal dan barang yang diambil baru dibayar setelah barang tersebut laku.

Ciri pedagang kaki lima yang juga sangat menonjol adalah bersifat subsistensi. Mereka berdagang hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Apa yang diperoleh pada hari ini digunakan sebagai konsumsi hari yang sama pula bagi semua anggota keluarganya dengan demikian kemampuan untuk menabung juga rendah. Kondisi ini menyebabkan para pedagang kaki lima menjadi sangat kawatir terhadap berbagai tindakan aparat yang dapat mengganggu kehidupan subsistensinya.

Menurut Limbong (2006:92) alasan mengapa seseorang menjadi pedagang kaki lima diantaranya karena tidak mempunyai keahlian lain selain berdagang yang dinyatakan oleh 67,3% responden, kemudian ada alasan lain yang cukup signifian yaitu karena mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), yang dinyatakan oleh 12,7% responden. Hal ini berarti kegiatan berdagang sebagai pedagang kaki lima pada sektor informal dapat sebagai solusi atau jawaban sebagai pengganti hilangnya pekerjaan di sektor formal. Berdasarkan pengamatannya, kondisi usaha pedagang kaki lima di Kota Medan adalah sebagai berikut:

a. Bahwa pedagang kaki lima melakukan kegiatan berdagang umumnya di tempat-tempat umum, seperti di sisi jalan, trotoar jalan, perempatan jalan, dekat dengan pasar umum atau tradisional.


(23)

Sekitar sekolahan/perkantoran/perbankan/pertokoan/ supermall, maupun di sekitar blok perumahan.

b. Para pedagang kaki lima tidak memiliki izin untuk berdagang, dan berdagang dimana saja, tetapi tidak termasuk pelaku tindak kriminal.

c. Tidak dikenai pajak, tetapi dikenai retribusi keamanan, retribusi kebersihan. d. Usaha dimiliki secara perorangan dengan tenaga kerja sendiri atau oleh anggota

keluarga.

e. Tenaga kerja dalam kegiatan usaha kaki lima tidak dilindungi dengan jaminan sosial atau standar upah/gaji, juga tidak dilindungi dengan jaminan tunjangan hari tua.

f. Melakukan usaha dagang dengan modal terbatas dan umumnya modal berasal dari tabungan sendiri atau meminjam sejumlah uang dari keluarga atau rentenir.

g. Melakukan usaha di suatu tempat secara menetap pada suatu tempat yang disediakan ataupun tidak oleh pemerintah setempat, kemudian ada juga yang melakukan usaha secara bergerak baik dengan menggunakan alat transportasi seperti kereta dorong, sepeda, dan kendaraan bermotor ataupun yang dijajahkan secara keliling.

h. Manajemen usaha dilakukan dengan sederhana.

Demikian beberapa pengertian tentang pedagang kaki lima, dimana pedagang kaki lima adalah salah satu jenis pekerjaan di sektor informal yang mempunyai tempat kerja yang tidak menetap di jalan, tidak memiliki izin usaha dan manajemen usaha sangat sederhana. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain sepanjang hari. Pedagang kaki lima banyak dijumpai di semua


(24)

sektor kota, terutama di tempat-tempat pemberhentian sepanjang jalur bus atau trotoar jalan, dan pusat-pusat hiburan dan tempat strategis lainnya yang dapat menarik sejumlah besar penduduk untuk membeli.

2.3. Teori Struktural Fungsional

Teori struktural fungsional Parsons dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem “tindakan”, terkenal dengan skema AGIL. Suatu fungsi (function) adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu system. Menurut Parsons ada empat fungsi penting diperlukan semua system-adaptation (A), goal attainment (G), integration (I), dan latency (L), atau pemeliharaan pola. Secara berasama-saama, keempat imperative fungsional ini dikenal dengan skema AGIL. Agar tetap bertahan (survive), suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini:

1. Adaptation (adaptasi): sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhan.

2. Goal attainment (pencapaian tujuan): sebuah sistem harus mendefenisikan dan mencapai tujuan utamanya.

3. Integration (integrasi): sebuah system harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L,).

4. Latency (latensi atau pemeliharaan pola): sebuah sistem harus memperlengkapi, memeliharaan dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.


(25)

Agar tetap bertahan, maka suatu sistem harus mempunyai keempat fungsi ini. Parsons mendisain skema AGIL ini untuk digunakan di semua tingkat dalam system teorinya, yang aplikasinya adalah sebagai berikut:

1. Organisme prilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal.

2. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan mobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapai.

3. Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya.

4. Terakhir, sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak (Ritzer, 2009:257).

Masyarakat adalah bagian dari kolektifitas dalam sistem sosial yang menjadi perhatian Parsons. Mengutip pendapat Rocher, Parsons menyatakan masyarakat sebagai kolektifitas yang relatif mencukupi kebutuhannya sendiri. Sebagai seorang fungsionalis struktural, Parsons membedakan antara empat struktur atau subsistem dalam masyarakat dalam fungsi (AGIL) yang dilaksanakan masyarakat. Ekonomi, subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri terhadap lingungan melalui tenaga kerja, produksi dan alokasi. Melalui pekerjaan, ekonomi menyesuaikan dengan lingkungan kebutuhan dan membantu masyarakat menyesuaikan diri dengan realitas eksternal. Sistem pemerintahan, atau sistem politik melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan, memobilisasi


(26)

aktor dan berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan. Sistem Fiducari (keluarga, sekolah) menjalankan fungsi pemeliharaan pola dengan menyebarkan kultur (norma dan nilai) kepada aktor sehingga aktor menginternalisasikan kultur tersebut. Komunitas kemasyarakatan, (contoh, hukum) melaksanakan fungsi integrasi yang mengkordinasikan berbagai komponen masyarakat (Ritzer, 2008:127-128).

Dalam hal ini, pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara mampu beradaptasi dengan lingkungan sosialnya, sehingga dapat bertahan demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Setelah mampu melakukan adaptasi terhadap lingkungannya, kemudian pedagang pun bisa tetap berjualan dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Selanjutnya, pedagang juga telah menjalin hubungan baik dengan sesama pedagang, dan petugas patroli. Pedagang juga mengubah pola kebiasaan mereka yaitu dahulu semasih ada PAJUS (Pajak USU) mereka berjualan di satu lokasi. Namun, setelah ada peraturan tersebut, pedagang berjualan secara berpindah-pindah. Semua strategi-strategi yang dilakukan pedagang kaki lima tersebut hanya semata bertujuan untuk mempertahankan usaha mereka demi loyalitas dan tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga.

2.4. Strategi Adaptasi

Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungannya. Individu memiliki hubungan dengan lingkungannya yang menggiatkannya, merangsang perkembangannya, atau memberikan sesuatu yang ia perlukan. Penyesuaian diri yaitu mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan diri.


(27)

Selanjutnya Suharto (2003) menyatakan strategi bertahan (Coping Strategi) dalam perekonomian dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:

1. Strategi Aktif

Yaitu startegi yang mengoptimalkan segala potensi untuk melakukan aktivitas sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar dan lingkungan sekitar dan sebagainya. Dalam hal ini, pedagang juga telah melakukan strategi aktif dalam berjualannya agar terhindar dari razia satpam. Salah satu strategi aktifnya yaitu melarikan diri atau istilah yang biasa disebut pedagang “kucing-kucingan”, dan melakukan penyamaran yang berpura-pura menjadi mahasiswa di dalam kampus. Hal tersebut mereka lakukan agar mereka tetap bertahan dalam berjualan.

2. Strategi pasif

Yaitu startegi yang mengurangi pengeluaran guna memenuhi kebutuhan. Misalnya: pengeluaran sandang, pangan dan pendidikan.

3. Strategi Jaringan Pengaman

Yaitu strategi yang mencakup dalam menjalin relasi, baik secara formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan. Misalnya: meminjam uang ke Bank, rentenir, meminjam uang tetangga, mengutang ke warung, dan sebagainya. Dalam hal ini, strategi jaringan pengaman yang dilakukan pedagang adalah dengan cara menjalin hubungan pertemanan dengan petugas patroli universitas, sesama pedagang, dan pembeli. Ketiga relasi ini sangat berpengaruh


(28)

terhadap bertahannya suatu usaha pedagang yang beroperasi di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Selain pedagang harus memiliki strategi bertahan dalam menghadapi razia satpam, pedagang juga harus memiliki strategi dalam persaingan untuk menarik pembeli sehingga dapat bertahan.

Menurut Damsar (2009: 45) pada umumnya sebuah tindakan ekonomi terjadi dalam konteks hubungan sosial dengan orang lain. Oleh sebab itu, tindakan ekonomi dapat berlangsung dengan melibatkan kerjasama, kepercayaan dan jaringan. Maka dari itu, dalam strategi berjualan pedagang kaki lima, agar bisa bertahan harus diwujudkan dalam tindakan sosial yang dalam arti dilakukan oleh pedagang itu sendiri. Perwujudan dari tindakan sosial yang dilakukan pedagang adalah dengan cara melakukan strategi. Strategi tersebut yaitu dalam bentuk kerja sama dengan petugas patroli, membangun relasi dengan pembeli (mahasiswa) dan sesama pedagang agar tetap bertahan dalam berjualan.

Menurut Suparlan (1993: 2) adaptasi itu sendiri pada haki katnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Syarat-syarat tersebut mencakup:

1. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga kestabilan temperature tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainnya).

2. Syarat kewajiban (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan, gelisah dan lain-lain).


(29)

3. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh, dan lain-lain).

Soekanto (2000:10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni:

1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. 3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. 4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.

5. Memanfaatkan sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan system.

6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah.

Dalam kehidupannya, manusia hidup dengan alam secara timbal balik, yakni bagaimana manusia beradaptasi dengan alam agar tetap bertahan demi keberlangsungan hidupnya dengan mengalihkan energi dari alam pada dirinya. Adaptasi merupakan sifat sosial dari setiap manusia yang akan muncul akibat adanya kebutuhan tujuan, dan hasrat para individu.

Aminuddin (2000: 38) menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu , diantaranya:

1. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 2. Menyalurkan ketegangan sosial.

3. Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial. 4. Bertahan hidup.


(30)

Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian diri individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Bandar Lampung oleh Ratnasari, dkk (2007: 132) bahwa strategi responden dalam upaya menghadapi kebijakan pemerintah Kota Bandar Lampung khususnya dalam hal razia, dan pelokalisasian, mayoritas responden memiliki strategi yang sama. Dalam menghadapi razia, mayoritas responden (50%) berstrategi saling bertukar informasi antara sesama pedagang kaki lima agar tidak terkena razia dan jika sudah kena razia 90% responden berstrategi melakukan negoisasi pada petugas dengan uang damai.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2012) menemukan bahwa untuk menjaga kelangsungan usaha para pelaku sektor informal ada berbagai cara yang ditempuhnya. Modal usaha menjadi salah satu faktor penentu kelangsungan usaha pedagang asongan, strategi lokasi, pendapatan/keuntungan, kiat berjualan, waktu berjualan dan semangat pentang menyerah.

Dengan demikian, berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Limbong bahwa ada kemungkinan pedagang yang ada di sekitar Universitas Sumatera Utara juga mengalami hal yang sama. Kemudian juga penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari bahwa tidak terlepas dari kemungkinan pedagang yang berada di area Universitas Sumatera Utara juga melakukan hal yang sama, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih, karena sepertinya pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar Universitas Sumatera Utara melakukan apa


(31)

saja demi untuk tetap bisa berjualan di area tersebut, guna untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

2.5. Jaringan Sosial

Dalam jaringan sosial terdapat pada kelompok sosial yang terbentuk secara tradisional atau pedesaan berdasarkan kesamaan garis keturunan (Linige). Pengalaman-pengalaman sosial turun-temurun (Repated Social Experiences) dan kesamaan kepercayaan pada dimensi ketuhanan (Religius Belief) cenderung memiliki kohesifitas yang tinggi (Hasbullah, 2006:63).

Jaringan sosial juga memainkan peranan penting dalam penjualan. Jaringan tersebut merupakan ikatan antar pribadi yang mengikat para penjual, melalui ikatan kekerabatan, persahabatan dan komunitas yang sama. Jaringan sosial memudahkan penjual dalam bertahan ditengah kota yang sangat maju. Jaringan sosial yang dimaksud adalah bentuk pertukaran informasi dan dukungan financial.

Strategi dapat dikembangkan dalam suatu jaringan sosial. Pola kerja sama yang dapat diterapkan (pedagang) yaitu:

1. Jaringan sosial antara sesama pedagang yang mana jaringan sosial yang dikembangkan secara timbal balik.

2. Jaringan sosial yang dibentuk yaitu pola kerja sama pedagang dengan orang-orang yang berada di daerah sekitar.

Menurut survei awal yang dilakukan oleh peneliti, jaringan sosial yang terjalin antara sesama pedagang yaitu mereka saling memberitahu atau menginformasikan lewat alat komunikasi (handphone) apabila ada razia oleh petugas patroli Universitas Sumatera Utara. Berarti sebelumnya mereka juga


(32)

sudah saling bertukaran nomor handphone sebagai bentuk kerja sama mereka dalam berdagang dan agar bisa tetap bertahan. Mereka saling bertukaran nomor handphone di sela-sela aktivitas berjualannya.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holostik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa dalam suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Maleong, 2006: 6). Dengan menggunakan metode kualitatif peneliti dapat dengan mudah untuk mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai strategi bertahan pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara, serta melihat secara langsung kegiatan berjualan yang dilakukan oleh pedagang kaki lima tersebut.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara Medan. Lokasi ini dipilih untuk diteliti karena Universitas Sumatera Utara telah mengeluarkan kebijakan untuk tidak memperbolehkan berjualan di sekitar kampus, tetapi pedagang kaki lima masih saja tetap berdagang di area ini walau setiap hari ada razia yang dilakukan oleh petugas patroli kampus Universitas Sumatera Utara.


(34)

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1999:22). Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah pedagang kaki lima yang berada di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

3.3.2. Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan dianggap orang yang menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin 2008: 108).

Ada pun orang-orang yang dimintai keterangan untuk kelengkapan data penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara sebanyak 10 orang.

2. Petugas patroli Universitas Sumatera Utara sebanyak 2 orang. 3. Pembeli (mahasiswa) sebanyak 4 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan oleh peneliti secara langsung di lokasi penelitian untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Observasi dilakukan untuk mengamati objek di lapangan yaitu pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat merasakan dan menggambarkan situasi yang ada di lapangan sesuai dengan kondisi objektifnya. Tujuannya adalah untuk


(35)

mendapatkan data mengenai strategi bertahan pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

2. Wawancara mendalam, dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara langsung kepada informan untuk memperoleh data atau informasi secara detail yang diperlukan untuk menyusun laporan penelitian. Wawancara kepada pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara, ditujukan untuk mengetahui alasan pedagang tetap berjualan meskipun ada larangan berjualan dan ditangkap oleh petugas patroli. Selain itu ditujukan untuk mengetahui strategi bertahan pedagang kaki lima agar tetap bias berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

3. Studi kepustakaan, pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan penelitian. Literatur-literatur-literatur tersebut dapat diperoleh dari buku-buku, majalah, surat kabar, arsip, dokumen-dokumen, dan media elektronik seperti internet dan televisi. Literatur-literatur yang ditelusuri adalah yang terkait dengan penelitian ini, yaitu strategi bertahan pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara, serta literatur-literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

3.5. Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan upaya yang dilakukan dengan mengolah data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskan, membuat ikhtisarnya, dan menemukan apa yang penting dipelajari dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Tujuannya adalah menyederhanakan seluruh data yang terkumpul, menyajikannya dalam susunan yang baik dan rapi untuk kemudian dianalisis.


(36)

Interpretasi data dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai dilapangan sampai akhirnya pada tahap akhir penyusunan laporan penelitian, untuk mendapatkan kesimpulan yang baik dari hasil penelitian.


(37)

3.6. Jadwal Kegiatan

No

Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1

Pra Proposal

2

Acc Judul

3

Penyusunan Proposal penelitian

  

4

Seminar Proposal Penelitian

5

Revisi Proposal Penelitian

6

Penelitian ke lapangan, Pengumpulan Data

dan Analisis Data    

7

Bimbingan Skripsi

  

8

Penulisan Laporan Akhir

  

9

Sidang Meja Hijau


(38)

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah. Keterbatasan dalam hal teknis penelitian di lapangan adalah pada saat mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dengan beberapa pedagang kaki lima di lokasi penelitian. Wawancara mendalam dilakukan pada saat pedagang sedang berjualan, sehingga agak sedikit mengganggu proses wawancara yang sedang berlangsung ketika ramai pembeli. Pada saat ramai pembeli seperti itu, komunikasi yang sedang berlangsung secara otomatis dihentikan sejenak oleh pedagang.

Selanjutnya, kendala yang dihadapi peneliti adalah sulitnya melakukan wawancara dengan satpam Universitas Sumatera Utara. Beberapa diantara mereka takut untuk memberikan informasi mengenai pedagang kaki lima yang masi berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Mereka tidak bersedia diwawancarai dengan alasan takut diketahui oleh komandan mereka.

Terlepas dari permasalahan teknis penelitian dan kendala di lapangan, peneliti telah menyadari keterbatasan peneliti mengenai metode menyebabkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan, dan masih terdapat keterbatasan dalam hal kemampuan pengalaman melakukan penelitian ilmiah serta referensi buku atau jurnal yang sedikit dikuasai peneliti. Walaupun demikian peneliti berusaha untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini dengan maksimal agar data dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat diperoleh.


(39)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Sejarah Universitas Sumatera Utara

Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU) dimulai dengan berdirinya Yayasan Universitas Sumatera Utara pada tanggal 4 Juni 1952. Pendirian yayasan ini dipelopori oleh Gubernur Sumatera Utara untuk memenuhi keinginan masyarakat Sumatera Utara khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Pada zaman pendudukan Jepang, beberapa orang terkemuka di Medan termasuk Dr. Pringadi dan Dr. T. Mansoer membuat rancangan perguruan tinggi Kedokteran Indonesia, pemerintah mengangkat Dr. Mohd. Djamil di bukit tinggi sebagai ketua panitia. Setelah pemulihan kedaulatan akibat clash pada tahun 1947, Gubernur Abdul Hakim mengambil inisiatif menganjurkan kepada rakyat di seluruh Sumatera Utara mengumpulkan uang untuk pendirian sebuah Universitas di daerah ini.

Pada tanggal 31 Desember 1951 dibentuk panitia persiapan pendirian perguruan tinggi yang diketuai oleh Dr. Soemarsono yang anggotanya terdiri dari Dr. Ahmad Sofian, Ir. Danunagoro, dan sekretaris Mr. Djaidin Purba. Sebagai hasil kerjasama dan bantuan moril dan material dari seluruh masyarakat Sumatera Utara yang pada waktu itu meliputi juga Daerah Istimewa Aceh, pada tanggal 20 Agustus 1952 berhasil didirikan Fakultas kedokteran di Jalan Seram dengan dua puluh tujuh orang mahasiswa yang diantaranya dua orang wanita.

Kemudian disusul dengan berdirinya Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat (1954), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1956), dan Fakultas


(40)

Pertanian (1956). Pada tanggal 20 November 1957, Universitas Sumatera Utara diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Dr. Ir. Soekarno menjadi universitas negeri yang ketujuh di Indonesia. Pada tahun 1959, dibuka Fakultas Teknik di Medan dan Fakultas Ekonomi di Kutaradja (Banda Aceh) yang diresmikan secara meriah oleh presiden R.I. Kemudian disusul berdirinya Fakultas kedokteran Hewan dan Peternakan (1960) di Banda Aceh. Sehingga pada waktu itu, Universitas Sumatera Utara terdiri dari lima fakultas di Medan dan dua fakultas di Banda Aceh.

Selanjutnya menyusul berdirinya Fakultas Kedokteran Gigi (1961), Fakultas Sastra (1965), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (1965), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1982), Sekolah Pascasarjana (1992), Fakultas Kesehatan Masyarakat (1993), Fakultas Farmasi (2006), dan Fakultas Psikologi (2007), serta Fakultas Keperawatan (2009).

Pada tahun 2003, Universitas Sumatera Utara berubah status dari suatu peruruan tinggi negeri (PTN) menjadi suatu perguruan tinggi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Perubahan status Universitas Sumatera Utara dari PTN menjadi BHMN merupakan yang kelima di Indonesia. Sebelumnya telah berubah status UI, UGM, ITB, dan IPB pada tahun 2000. Setelah Universitas Sumatera utara kemudian disusul perubahan status UPI (2004) dan UNAIR (2006).

Dalam perkembangannya, beberapa fakultas di lingkungan Universitas Sumatera Utara telah menjadi embrio berdirinya tiga perguruan tinggi negeri baru, yaitu Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh, yang embrionya adalah Fakultas Ekonomi dan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Sumatera Utara di Banda Aceh. Kemudia disusul berdirinya Institut keguruan dan Ilmu


(41)

Pendidikan (IKIP) Negeri Medan (1964), yang sekarang berubah menjadi Uniersitas Negeri Medan (UNIMED) yang embrionya adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sumatera Utara. Setelah itu, berdiri Politeknik Negeri Medan (1999), yang semula adalah Politeknik Universitas Sumatera Utara.

Kampus Universitas sumatera Utara berlokasi di Padang Bulan, sebuah area yang hijau dan rindang seluas 120 ha yang terletak di tengah kota medan. Zona akademik seluas 90 ha menampung hampir seluruh kegiatan perkuliahan dan praktikum mahasiswa.

Dalam usianya yang sudah tua Universitas Sumatera Utara memasuki babak baru dalam sejarah keberadaannya, yakni ditetapkannya Universitas Sumatera Utara berdasarkan Peraturan Pemerinntah Nomor : 56 Tahun 2003 tanggal 11 November 2003 sebagai Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara ke-5 di Indonesia dan yang pertama di luar Pulau Jawa. Dengan jumlah mahasiswa mencapai 37.000, jumlah dosen 1.613, jumlah pegawai administrasi 931 dan jumlah pegawai honorer 722 yang tersebar di 13 Fakultas.

Dengan berdirinya 13 Fakultas yang tersebar di dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara dan 37.000 mahasiswa, ternyata juga menimbulkan banyaknya pedagang kaki lima yang mencoba mengais rizki dengan berjualan makanan dan minuman di lokasi tersebut. Tujuan pedagang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara yaitu agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga, (profil Universitas Sumatera Utara: 1).


(42)

4.2. Gambaran Umum Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara

Perkembangan sektor informal salah satunya pedagang kaki lima saat ini telah menjamur di dalam lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara untuk menunnjukkan eksistensi mereka dengan menawarkan barang jualannya. Universitas Sumatera Utara sebagai universitas terbesar di Sumatera Utara serta memiliki lahan kampus yang sangat luas, membuat kondisi ini dapat langsung dimanfaatkan oleh pelaku sektor informal yaitu pedagang kaki lima sebagai lahan basah tempat mereka menggantungkan hidupnya dengan berjualan makanan dan minuman.

Aktivitas pedagang kaki lima sudah bisa dilihat mulai dari Simpang Sumber yang merupakan jalan pintas yang digunakan oleh kebanyakan mahasiswa. Jalan pintas ini pun sudah macet sekali akibat banyaknya mahasiswa yang berlalu lalang dan pedagang kaki lima yang memakan sebagian ruas jalan. Kemudian di Persimpangan yang berdekatan dengan perpustakaan universitas, yaitu tepatnya di depan PAJUS (pajak USU) yang lama. Sepanjang trotoar jalan sudah dipenuhi oleh pedagang kaki lima. Belum lagi ada yang sembunyi-sembunyi di belakang gedung kampus dan tempat strategis lainnya yang ada di dalam Universitas Sumatera Utara.

Pedagang kaki lima melakukan aktivitasnya ketika kampus dalam keadaan aktif, artinya diluar masa aktif kuliah seperti: libur semester, libur hari besar, dan libur sabtu, minggu pedagang tidak berjualan dan mencari lokasi jualan di tempat lain. Sejak tahun 1990-an pedagang kaki lima sudah ada. Pada tahun 1990-an sangat berbeda keadaannya dengan yang sekarang, dahulu masing-masing pedagang dibina dengan diberi modal usaha berupa sepeda sebagai alat


(43)

transportasi dalam berjualan sehingga membantu mereka untuk menjajakan barang jualannya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Pak H. Sukimin (70 tahun) selaku penjual rujak sebagai berikut:

“Kalau zaman dulu enak jualan di sini, sekitar tahun 1990-an lah kakek jualan di sini. Justru kami dulu dikasih modal usaha berupa sepeda untuk transportasi dalam berjualan di USU ini. Istilahnya kami dulu di bina lah, makanya enak gak kayak sekarang”.

Beliau sudah berjualan di Universitas Sumatera Utara ini selama 15 tahun sebagai penjual rujak, sejak tahun 1998. Jadi ia sudah berpengalaman dalam berjualan di kampus Universitas Sumatera Utara.

Kemudian semakin banyaknya pedagang yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara dan seiring berjalannya waktu maka berdirilah pajak yang menjual berbagai macam kebutuhan mahasiswa, mulai dari alat tulis kantor, makanan, pernak-pernik bahkan pakaian juga ada, yang terletak di dalam lingkungan kampus Universitas Sumatera utara atau disingkat PAJUS.

Dengan berdirinya PAJUS ini, maka pedagang kaki lima semakin banyak yang mencoba mencari rezeki dengan berjualan berbagai macam makanan dan minuman. Mereka pun mengaku sangat laris sekali ketika masih berdirinya PAJUS, karena banyak pengunjung yang setiap harinya berdatangan. Pengunjung yang datang bukan dari kalangan mahasiswa saja tetapi juga anak SMA dan SMP. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Parjono (50 tahun) selaku penjual tahu medan sebagai berikut:

“Kalau dulu masih ada PAJUS lumayan kali la jualan bapak, laku terus. Tapi sekarang sudah mulai payah, tapi masi syukur lah masih laku juga”. Namun, pada tahun 2010 yang lalu pedagang dan mahasiswa dikejutkan dengan terbakarnya PAJUS pada sore hari pada saat pedagang masih melakukan


(44)

aktivitas berjualannya. Kondisi ini menyebabkan para pedagang kehilangan tempat berjualan mereka. Sejak peristiwa kebakaran(PR II) tersebut PAJUS pun dipindahkan kesejumlah tempat di luar kampus Universitas Sumatera Utara. Para pedagang yang tidak memiliki modal banyak untuk menyewa stand-stand yang di tawarkan oleh pihak penguruus PAJUS terpaksa mereka tetap menjadi pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Mereka berjualan di area yang cukup strategis, seperti: di sekitar perpustakaan universitas yang berdekatan dengan Fakultas Ekonomi, Fakultas Pertanian, kemudian di sekitar Fakultas Farmasi dan berdekatan juga dengan Fakultas MIPA, dan di sekitar trotoar jalan di depan PAJUS yang lama.

Semakin maraknya aktivitas pedagang kaki lima di sekitar kampus, pihak Universitas Sumatera Utara mulai resah dengan keberadaan pedagang tersebut. Khususnya Pembantu Rektor II yang memerintahkan untuk melarang aktivitas pedagang kaki lima di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Aktivitas pedagang kaki lima tersebut telah menimbulkan efek negatif yaitu terganggunya ketertiban di dalam lingkungan kampus serta berserakannya sampah plastik yang diakibatkan dari mahasiswa yang berjajan dan membuang bungkus jajan tersebut secara sembarangan. Dengan ini, pihak kampus mengeluarkan peraturan yang melarang siapa pun untuk berjualan di dalam lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara tanpa izin, dan pihak kampus juga akan memberikan sanksi kepada siapa pun yang melanggar peraturan tersebut. lalu mempertegasnya lagi dengan memasang plang-plang di sepanjang trotoar jalan di dalam lingkungan kampus yang bertuliskan “dilarang berjualan di dalam kampus Universitas Sumatera Utara tanpa izin”. Untuk menjalankan peraturan ini dengan baik, maka


(45)

pihak kampus mengadakan patroli setiap harinya setiap dua jam dalam satu hari yang dilakukan oleh petugas patroli universitas untuk merazia pedagang kaki lima yang berjualan di dalam lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara.

Dengan adanya peraturan tersebut, pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara selalu mengalami kondisi sosial yang berubah-ubah, seperti razia petugas patroli yang dilakukan oleh pihak Universitas Sumatera Utara setiap dua jam dalam sehari. Kondisi ini membuat pedagang harus melakukan penyesuaian diri terhadap proses perubahan yang ada di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara demi pencapaian tujuan yaitu tetap bertahan dalam berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

Pedagang kaki lima yang baru beraktivitas di universitas ini biasanya hanya mengikuti kebiasaan-kebiasaan pedagang lain yang sama-sama berjualan. Seperti yang diungkapkan oleh Saipul (18 tahun) selaku penjual es tebu sebagai berikut:

“Awalnya aku ngikut bapak-bapak di sini aja, kalau ada komandan petugas patroi mereka lari, aku pun ikut lari, kalau ada satpam yang minta makanan ya aku tawari juga minum es tebu ini. Lama-kelamaan ya aku uda biasa sama kondisi kayak gini”.

Semua pedagang mengalami hal yang sama seperti yang dialami Saipul, mereka hanya mengikut kebiasaan pedagang yang sudah lama berjualan di kampus Universitas Sumatera Utara ini, dan pada akhirnya sudah terbiasa dengan kondisi yang ada. Sebelum ada peraturan dilarangnya pedagang berjualan di Universitas Sumatera Utara, pedagang sangat leluasa berjualan di lokasi tersebut. Mereka tidak merasakan kekhawatiran akibat akan datangnya petugas patroli satpam yang merazia. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Parjono (50 tahun) selaku penjual tahu medan sebagai berikut:


(46)

“Sebelum ada peraturan ini, kami yang udah lama—lama jualan di sini ya enak, gak ada rasa was-was takut petugas patroli datang. Tapi sekarang uda lain la, ya kami menyesuaikan diri aja dengan kondisi yang ada sekarang, yang penting masih bisa jualan di sini”.

Pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi tersebut pada umumnya langsung melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial mereka yang mengalami perubahan. Perubahan tersebut baik secara fisik maupun abstrak. Perubahan secara fisik yang dialami pedagang yaitu perubahan lokasi tempat mereka berjualan. Dahulu pedagang berjualan secara terbuka dengan menempati trotoar jalan yang ada di lingkungan kampus universitas. Saat ini, dengan adanya peraturan tersebut pedagang terpaksa menempati lokasi yang tersembunyi jauh dari jalan protokol universitas.

Perubahan secara abstrak merupakan perubahan yang berupa adanya peraturan yang dibuat oleh pihak Universitas Sumatera Utara. Peraturan tersebut berupa larangan berjualan bagi para pedagang yang tidak memiliki izin. Mereka mempertegasnya dengan melakukan razia patroli yang dilakukan oleh petugas patroli universitas. Hal inilah yang membuat pedagang kaki lima melakukan penyesuaian diri terhadap kondisi yang ada.

Para pedagang kaki lima ini mengaku senang berjualan di kampus Universitas Sumatera Utara, karena menurut mereka berjualan di kampus ini merupakan lahan basah, walaupun mereka tahu bahwa mereka melanggar aturan yang di buat oleh pihak universitas. Seperti yang telah diungkapkan oleh Pak Parjono (50 tahun) selaku penjual tahu medan berikut ini:

“Sebenarnya kami tau telah melanggar aturan, tapi mau gimana lagi la, kami pun cari makan. Apalagi jualan di USU ini enak, lahan basah lah bisa dibilang. Lagian bapak pun udah lama juga jualan di sini, udah 5 tahun lebih jadi udah banyak kenal-kenal sama mahasiswa, uda ada langganan bapak lah. Jadi hanya di USU ini lah bapak taunya jualan”.


(47)

Pak Parjono merupakan penjual tahu Medan yang mengaku sangat bersyukur dapat berjualan di kampus Universitas Sumatera Utara ini, karena cukup kekeluargaan. Seperti yang kita ketahui di universitas mana pun tidak ada pedagang kaki lima yang memperbolehkan berjualan di dalam lingkungan kampusnya.

Semakin banyak saja pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Pedagang dapat dengan mudah mengelabuhi petugas patroli, sehingga peraturan yang dibuat oleh pihak universitas hanya sekedar formalitas saja. Pedagang pun bebas berjualan bahkan pada saat sore hari, trotoal jalan di dalam lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara sudah seperti pasar kuliner.

4.3. Bertahannya Pedagang Kaki Lima Berjualan Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara

Pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara sampai saat ini masih melakukan aktivitas berjualannya walaupun sudah dilarang dan di razia oleh petugas patroli. Pedagang mengaku tidak sedikit pun akan merubah niat mereka dengan tidak berjualan lagi di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa alasan pedagang kaki lima tetap berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara antara lain karena:

1. Kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak.

2. Universitas Sumatera Utara merupakan pangsa pasar yang menjanjikan bagi pedagang kaki lima.


(48)

4.3.1. Kebutuhan Ekonomi Keluarga yang Mendesak

Kebutuhan ekonomi keluarga merupakan kebutuhan primer yang harus segera dipenuhi. Masyarakat rela melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka dengan bekerja di sektor formal atau informal. Salah satu contoh kongkrit pekerjaan di sektor informal adalah pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Pengusaha yang satu ini memang sering dihadapkan dengan persoalan yang sangat rumit, yaitu antara melanggar peraturan dan mencari nafkah. Dengan kata lain, tidak makan sama sekali atau makan tetapi melanggar peraturan. Dalam hal ini, melanggar peraturan sering dianggap nomor dua, asalkan mereka dapat penghasilan untuk kebutuhan makan dan lain-lain. Pedagang rela berjualan dengan kondisi yang tidak aman setiap harinya, dengan adanya razia yang dilakukan oleh petugas patroli Universitas Sumatera Utara. Hal tersebut tidak mengurangi semangat mereka untuk tetap dapat berjualan, sehingga kebutuhan ekonomi keluarga dapat terpenuhi. Kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak merupakan alasan utama pedagang tetap melakukan aktivitas di jalanan menjadi pedagang kaki lima dan berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Bang Alex Pratama (30 tahun) selaku penjual taiso sebagai berikut:

“Abang jualan di sini karena kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak, kayak makan anak, istri, sekolah anak lagi. Kalau Abang gak jualan ya gak ada pemasukan la. Gak bisa makan la anak, istri”.

Selanjutnya, hal senada juga diungkaapkan oleh Bu Suri (31 tahun) selaku penjual mie pecal sebagai berikut:

“Jualan di sini kan Ibuk cari makan untuk kebutuhan keluarga juga. Selagi masih halal kenapa enggak? Gitu aja prinsip ibuk. Kalau gak jualan mau makan apa kita di rumah, biaya air, listrik, biaya sekolah anak juga ada”.


(49)

Dari pernyataan di atas, tergambar bahwa secara umum pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara melakukan kegiatan berjualan hanya semata untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang mendesak dan harus terpenuhi. Profesi sebagai pedagang kaki lima yang mereka lakoni juga menjadi mata pencarian utama, karena dianggap penghasilan yang didapat dari berjualan tersebut sangat memenuhi kebutuhan pokok keluarga mereka. Pedagang pada umumnya mengaku bahwa pendapatan bersih dari berjualan rata-rata sebesar Rp.200.000,-/ hari. Kemudian pendapatan tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Seperti yang telah diungkapkan oleh Pak Harahap (45 tahun) selaku penjual mie pecal sebagai berikut:

“Berjualan di sini ya mata pencarian pokok bapak la. Hasilnya pun Alhamdulillah cukup untuk biaya keluarga. Dengan penghasilan bersihnya Rp.200.000,- / hari”.

Pendapatan hasil berjualan digunakan untuk keperluan keluarga terutama adalah kebutuhan untuk makan. Terlebih lagi pada saat sekarang ini harga sembako semakin mahal, Seperti: beras, lauk pauk, sayur dan lain-lain. Setiap harinya mereka pun mengeluarkan uang untuk keperluan makan sebesar Rp.30.000,- sampai dengan Rp.50.000,-/hari. Uang tersebut sudah dapat membeli beras, lauk pauk, dan sayur untuk dihabiskan dalam satu hari saja. Mereka makan dengan lauk seadanya, tidak harus bermewah-mewah. Bagi mereka yang terpenting bisa makan dengan sayur dan lauk, walau pun kadang lauknya tempe dan yang penting tetap bergizi. Seperti Bang Antoni Delle yang mengaku tidak akan mengurangi porsi makan keluarganya. Baginya, makan adalah hal yang


(50)

paling utama, apalagi makan adalah perbaikan gizi untuk anak-anaknya yang sedang bersekolah sebagai nutrisi otak dan tumbuh kembang anak mereka.

Hal tersebut membuat pedagang memutar otak untuk tetap dapat mendapatkan penghasilan agar tetap bisa bertahan hidup. Oleh sebab itu, pedagang tetap nekad berjualan dengan berbagai strategi yang dilakukan agar tetap dapat berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera utara.Seperti yang diungkapkan oleh Bang Antoni Delle (37 tahun) selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut:

“Kalau Abang gak jualan di sini ya,,dapur gak ngebul istilahnya gitu”. Selanjutnya, pendapatan berjualan mereka digunakan untuk keperluan sekolah anak mereka. Mulai dari uang sekolah perbulannya, uang buku dan uang jajan setiap harinya. Bagi pedagang yang anaknya masih bersekolah di tingkat SD mungkin belum banyak mengeluarkan biaya. Tetapi, bagi pedagang yang anaknya bersekolah ditingkat SLTP, SMA dan Perguruan Tinggi sangat membutuhkan banyak biaya. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Rian Hardinata (59 tahun) selaku penjual roti sebagai berikut:

“Alhamdulillah selain cukup untuk makan, dan lain-lain, juga cukup untuk membantu biaya sekolah anak saya yang sedang kuliah, karena biaya kuliahkan mahal, apalagi di swasta”.

Selanjutnya, untuk keperluan membayar listrik dan air yang setiap bulannya harus mereka bayar. Rata-rata pedagang membayar untuk air dan listriknya sebesar Rp.40.000,- sampai dengan Rp.50.000,-/ bulan. Jumlah tersebut mau tidak mau harus tetap dibayar, karena sudah dipakai terlebih dahulu listrik dan airnya. Kalau terlambat saja membayar akan di beri denda dan kalau tidak membayar akan diputus aliran listrik atau airnya.


(51)

Selanjutnya, keperluan untuk membayar sewa rumah. Pada umumnya, pedagang masih menyewa rumah yang mereka tinggali sekarang, karena memang untuk membeli rumah di kota sangat mahal harganya, sehingga pedagang belum mampu untuk membeli rumah mereka sendiri. Pembayaran sewa rumah tersebut dilakukan setiap tahunnya, sehingga mereka harus menyisihkan uang mereka setiap harinya untuk keperluan membayar sewa rumah sebelum jatuh tempo.

Penghasilan dari berjualan juga dapat ditabung sedikit demi sedikit selain digunakan untuk kebutuhan keluarga. Hal ini dilakukan oleh Bang Antoni Delle (37 tahun) selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut:

“Pendapatan hasil jualan biasanya Abang sama istri pasti nabung Rp.100.000,- untuk jaga-jaga dikemudian harinya. Setelah itu penghasilan jualan tadi baru dipakai untuk keperluan lain lagi”.

Pendapatan hasil berjualan mereka ternyata selain cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, juga dapat ditabung. Pedagang sengaja menyisihkan pendapatannya untuk ditabung sedikit demi sedikit sebagai tabungan masa depan mereka atau untuk keperluan membayar sewa rumah mereka.

Pernyataan di atas telah menunjukkan bahwa penghasilan yang diperoleh dari berjualan di Universitas Sumatera Utara ini dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga mereka, sehingga mereka tetap mempertahankan usaha mereka walau sebenarnya telah melanggar aturan yang telah dibuat oleh pihak Universitas Sumatera Utara. Pada umumnya sektor ini merupakan ruang terbuka bagi kelompok marginal kota untuk memepertahankan dan melanjutkan kehidupan dalam batas subsistensi.

Hal di atas juga serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2012), bahwa pedagang tetap berjualan di lingkungan kampus dengan alasan


(52)

utama yaitu kebutuhan ekonomi yang mendesak. Di tengah sulitnya ekonomi, sektor informal menjadi alternatif pekerjaan yang terbilang populer, walau keuntungan yang diperoleh tidak begitu banyak. Namun, dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Menurut kajian sosiologi ekonomi, bahwa dalam masyarakat terdapat proses dan pola interaksi sosial dalam hubungannya dengan ekonomi. Hubungan dilihat dari sisi saling pengaruh-mempengaruhi. Masyarakat sebagai realitas eksternal-objektif akan menuntun individu melakukan kegiatan ekonomi seperti apa yang boleh diproduksi. Semua orang perlu mengonsumsi pangan, sandang dan papan untuk bisa bertahan hidup.

Selanjutnya yang dimaksud dengan fenomena ekonomi adalah gejala dari cara bagaimana orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka. Oleh sebab itu manusia perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang dimaksud disini adalah semua aktifitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi barang-barang langka.

4.3.2. Universitas Sumatera Utara Merupakan Pangsa Pasar yang Menjanjikan Bagi Pedagang Kaki Lima

Salah satu alasan pedagang kaki lima tetap berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara adalah karena Universitas Sumatera Utara merupakan pangsa pasar yang menjanjikan bagi para pedagang untuk mengais rezeki yang halal sebagai bentuk loyalitas dan tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Universitas Sumatera Utara merupakan universitas terbesar di Sumatera Utara dan memiliki lahan kampus yang sangat luas dengan banyaknya jumlah mahasiswa, dosen, dan staf pegawai yang menunjang kelancaran usaha


(53)

para pelaku sektor informal. Universitas Sumatera Utara juga memiliki empat pintu masuk utama yang tidak dijaga ketat oleh petugas keamanan. Di dalam lingkungan kampus juga ada taman yang dilengkapi dengan kolam-kolam dan bangku-bangku untuk beristirahat para mahasiswa.

Kondisi ini membuat siapa saja dapat keluar masuk dengan bebas. Salah satu diantaranya adalah pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima sangat tertarik untuk berjualan makanan atau minuman untuk para mahasiswa sebagai penunda lapar. Menurut pedagang, kampus Universitas Sumatera Utara merupakan tempat yang paling strategis dalam mendapatkan peruntungan ekonomis.

Di sela-sela perkuliahan banyak mahasiswa atau pegawai yang membeli makanan atau minuman untuk sekedar mengganjal perut yang sedang lapar. Tak jarang sekali mahasiswa terlihat duduk-duduk santai sambil makan atau minum sembari menunggu waktu perkuliiahan selanjutnya. Khususnya mulai sekitar pukul 10.00 WIB sangat ramai pembeli yang datang, karena mahasiswa keluar kelas sekitar pukul 10.00 WIB, sehingga kalau ingin membeli harus rela antri karena banyaknya pembeli.

Para pedagang kaki lima ini mengaku senang berjualan di kampus Universitas Sumatera Utara, karena menurut mereka berjualan di kampus ini merupakan lahan basah, walaupun mereka sadar bahwa mereka melanggar aturan yang di buat oleh pihak universitas. Pedagang juga merasa laris manis terhadap barang yang dijualnya, sehingga sampai ketagihan untuk berjualan kembali. Seperti yang diungkapkan oleh Bu Suri (31 tahun) selaku penjual mie pecal sebagai berikut:

“Jualan di USU ini menjanjikan aja. Barang jualan ibuk selalu habis, jarang kali lah enggak habis. Makanya ketagihan jualan di sini”.


(54)

Barang dagangan yang dijual oleh pedagang secara umum selalu habis terjual. Bahkan, pedagang sering membawa stok barang jualan mereka untuk dijual kembali. Namun, pada hari-hari tertentu seperti hari sabtu pedagang tidak membawa stok barang jualan, karena pada hari sabtu pembeli sedikit berhubung pada hari sabtu mahasiswa banyak yang tidak masuk kuliah.

Hal senada juga diungkapkan oleh Pak Parjono (50 tahun) selaku penjual tahu medan sebagai berikut:

“Jualan di USU ini enak, lahan basah la bisa dibilang. Apa lagi yang beli mahasiswa. Mereka ramah-ramah, jadi mudah kenal Bapak. Langganan pun udah banyak karena Bapak udah 5 Tahun jualan di sini. Jadi hanya di USU ini bapak taunya jualan”.

Pedagang juga masing-masing memiliki pelanggan baik itu mahasiswa ataupun pegawai. Baik laki-laki maupun perempuan. Pelanggan pun semakin hari semakin bertambah. Sehingga, pedagang juga sudah sangat ketergantungan untuk terus berjualan di Universitas Sumatera Utara. Mereka ketagihan untuk tetap berjualan walau pun sebenarnya mereka sadar telah melanggar aturan yang dibuat oleh pihak universitas. Akibatnya, mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk tetap dapat berjualan di lokasi tersebut.

Apapun yang terjadi, pedagang akan tetap berusaha terus untuk berjualan di lokasi tersebut. Hal ini dilakukan karena profesi sebagai pedagang kaki lima merupakan mata pencarian utama mereka. Kalau mereka diusir oleh petugas patroli, mereka tidak tahu lagi harus bekerja apa.

Pedagang juga mengaku sudah terbiasa berjualan di Universitas Sumatera Utara, sehingga apabila mereka harus pindah berjualan ke tempat lain mereka akan merasa janggal atau canggung, karena mereka sudah lama berjualan di lokasi


(55)

tersebut. Dan mereka hanya mengetahui lahan basah untuk berjualan yaitu sekitar kampus Universitas Sumatera utara. Seperti yang diungkapkan oleh Pak H. Sukimin (70 tahun) selaku penjual rujak sebagai berikut:

“Jualan di USU enak, karena pembeli mahasiswa. Mereka kan sering jajan sambil menunggu waktu kuliah selanjutnya kan? Jadi jualan Kakek pun sering habis lah. Kakek pun hanya taunya cuma jualan di sini, kalau di tempat lain canggung kayaknya, karena Kakek uda 15 tahun jualan di sini”.

Beberapa orang pedagang mengatakan bahwa biasanya kalau hari senin-jumat, pendapatan jualan dalam satu hari yang mereka dapatkan bisa mencapai Rp. 800.000,-. Tetapi pendapatan ini masih kotor, artinya modal untuk berjualan keesokan harinya belum dikeluarkan. Sedangkan pendapatan bersihnya sebesar Rp. 200.000,-/hari. Hasil berjualan yang mereka dapatkan ini sudah memenuhi kebutuhan keluarga mereka, sehingga pedagang tetap akan berjualan di lokasi tersebut walau pun dilarang oleh pihak universitas. Seperti yang diungkapkan oleh Bang Antoni Delle (37 tahun) selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut:

“Biasanya dalam sehari mulai senin sampek jumat, dapat abang nanti Rp.850.00,- tapi itu pendapatan kotor ya,, bersihnya Rp. 200.000,- makanya udah Alhamdulillah la cukup untuk kebutuhan keluarga”.

Hal senada juga diungkapkan oleh Bang Alex Pratama (30 tahun) selaku penjual taiso sebagai berikut:

“Yang dapat lumayan biasanya hari senin sampek jumat sekitar Rp. 800.000,- –an la, tapi memang itu masi pendapatan kotor. Tapi Alhamdulillah udah cukup kali untuk kebutuhan keluarga abang”.

Namun, pendapatan pedagang tersebut tidak menetu yang mereka ungkapkan hanyalah pendapatan minimal perharinya. Bisa saja pendapatannya lebih tinggi dari pendapatan yang biasanya, terkadang justru lebih rendah. Semua itu tergantung dengan rezeki yang mereka dapatkan.


(56)

Sekitar kampus Universitas Sumatera Utara memang merupakan pangsa pasar yang bagus bagi para pedagang kaki lima, sehingga tidak heran lagi semakin banyaknya pedagang kaki lima yang berdatangan untuk mencari rezeki. Hal itulah yang menyebabkan pedagang kaki lima tetap melakukan aktivitas berjualannya walaupun ada larangan dari pihak universitas untuk berjualan di lokasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara juga merupakan kampus yang bisa bebas dimasuki oleh pedagang kaki lima. Hal tersebut terjadi karena memang lahannya yang sangat luas dan tidak adanya penjagaan ketat oleh petugas keamanan, seperti yang ada di kampus-kampus lain. Dan lokasi Universitas Sumatera Utara lah yang dapat dengan bebas dimasuki oleh pedagang kaki lima.

Hal di atas serupa dengan hasil penelitian Rahayu (tanpa tahun) menemukan bahwa ada beberapa alasan mengapa para pedagang kaki lima tetap ingin mempertahankan usahanya di lapangan Renon walaupun dilarang. 1)Tempatnya ramai sehingga banyak pembeli. 2) kondisinya lebih menguntungkan. 3) banyak teman yang berjualan di tempat ini. 4) pernah berjualan di tempat lain sering ditangkap. 5) ada tempat untuk mengumpet. 6) belum ada tempat yang lebih strategis atau seramai dibanding tempat yang sekarang ini. 7)dekat dengan tempat tinggal.

Kalau dilihat dari beberapa alasan yang melatarbelakangi pedagang kaki lima untuk tetap bertahan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara, fenomena ini sejalan dengan teori pilihan rasional yang memusatkan perhatian pada aktor. Aktor dalam hal ini dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan dan maksud. Artinya, aktor mempunyai tujuan dan tindakannya hanya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut. Aktor dipandang mempunyai


(57)

pilihan atau nilai, dan keperluan sehingga tindakan yang dilakukan bertujuan untuk memaksimalkan keinginan dan kebutuhannya (Ritzer, 2005: 357-315).

4.4. Strategi Bertahan Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara

Pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara memiliki beberapa strategi dalam menghadapi kebijakan yang dibuat oleh pihak universitas. Kebijakan tersebut berupa larangan berjualan disekitar kampus universitas tanpa izin. Larangan berjualan tersebut dipertegas dengan dibuatnya razia yang dilakukan petugas patroli oleh pihak universitas setiap dua jam dalam satu hari. Strategi-strategi tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Menjalin Hubungan Pertemanan Dengan Petugas Patroli

Dalam berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara pedagang kaki lima memiliki strategi agar tetap bertahan salah satunya adalah membangun hubungan pertemanan dengan petugas patroli universitas. Pedagang kaki lima memiliki hubungan baik dengan petugas patroli dengan menganggapnya sebagai teman, bukan sebagai petugas patroli yang ingin mengusir mereka. Begitu juga sebaliknya. Terlebih pada saat petugas patroli melakukan razia. Salah satu bentuk strategi yang dilakukan pedagang yaitu pedagang selalu melobi dengan cara menawarkan barang jualan mereka untuk di makan di tempat tersebut atau di bawa pulang dengan gratis tanpa harus membayarnya. Dan apabila satpam ingin membayar pedagang pun menolaknya. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Parjono (50 tahun) selaku penjual tahu medan sebagai berikut:

“ Kalau datang petugas patroli ya di kasih la makanan yang bapak jual ini, itu pun kalau dia mau, kadang dia ntah udah kenyang ya gak di


(58)

ambilnya. Tapi yang penting udah kita tawari lah. Kadang kalau mau dibayarnya pun kami tolak. Kami anggap kawan ja petugas itu”.

Bagi pedagang, yang penting mereka sudah mencoba menawari petugas patroli untuk makan atau minum. Selanjutnya, apakah petugas mahu mengambilnya atau tidak yang penting sudah ditawari. Bahkan terkadang petugas langsung meminta makanan dengan cara dibungkus untuk dibawa ke kantor beberapa bungkus, begitu juga dengan jenis makanan yang lain. Makanan atau minuman yang dibawa petugas dengan jumlah yang banyak seperti itu akan dibagi-bagikan kepada para petugas yang berada di kantornya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Bang Antoni Delle (37 tahun) selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut:

“Pokoknya kalau datang petugas patroli kita tawari lah,,maunya apa, kebetulan abang kan jualan es pisang ijo dan ada yang lain-lain juga ya kita turuti aja lah, yang penting kita gak diusir dari sini”.

Para pedagang menjalin hubungan pertemanan dengan petugas patroli melalui memberikan makanan atau minuman yang mereka jual. Pedagang tidak mempermasalahkan bahwa mereka sedikit rugi apabila terus-terusan memberikan barang jualannya kepada petugas. Bagi mereka asalkan tidak diusir saja mereka sudah senang. Mereka tidak pernah memberikan sejumlah uang dan petugas patroli juga tidak pernah memintanya kepada pedagang. Hal ini dipertegas oleh ungkapan Bang Antono Delle ( 37 tahun) selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut:

“Untungnya petugas patroli ini gak minta uang, paling cuma minta makanan dan minuman yang kami jual ini. Berapa pun makanan yang mereka minta saya kasih yang penting saya bisa tetap jualan di sini”.


(1)

11)Upaya apa yang anda lakukan agar tetap bertahan usaha anda?

12)Upaya apa yang anda lakukan dalam mempertahan usaha anda di samping peraturan kampus USU?

13)Bagaimana cara anda membangun relasi atau hubungan dengan pedagang lain?

14)Bagaimana strategi adaptasi anda terhadap lingkungan sosial?

15)Apakah hambatan dalam menjalankan usaha anda, selain di usir oleh satpam?

1) Apakah berjualan di sini merupakan mata pencaharian utama anda?

D. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi

2) Jika iya, apakah hasil dari berualan ini mencukupi kebiutuhan anda?

3) Apakah anda mempunyai pekerjaan sampingan untuk memperoleh pendapatan penghasilan?

4) Apakah ada pengeluaran yang anda kurangi untuk menghemat kebutuhan keluarga?

5) Bagaimana cara anda untuk mendapatkan penambahan modal usaha anda? 6) Apakah anda pernah menerima bantuan dari pemerintah untuk penambahan

modal usaha?

7) Apakah anda menerima bantuan dari pihak non pemerintah untuk penambahan modal usaha anda?


(2)

Dokumentasi penelitian:

Plang yang bertuliskan “dilarang berjualan di kampus Universitas Sumatera Utara tanpa izin” mempertegas peraturan yang dibuat oleh pihak universitas

Pedagang yang berada di dekat Fakultas Ekonomi dan gedung B FISIP.


(3)

Bu Suri selaku penjual pecal, sedang melayani pembeli.


(4)

Pak Tono selaku penjual nasi sarapan sedang melayani pembeli sambil bercengkerama.

Sepeda motor Pak Tono yang sedang di parkirkan di depan pascasarjana Ekonomi.


(5)

Taman di dekat perpustakaan universitas yang sering digunakan oleh mahasiswa untuk beristirahat sambil makan atau minum.

Taman yang ada di dekat kolam yang berada di samping perpustakaan universitas sebagai tempat mahasiswa beristirahat.


(6)

Penjual Bakso Bakar sedang melayani pembeli.