Korelasi antara Pemberian Pupuk dengan Rasio Nitrogen dan Fosfor yang Berbeda dan Fitoplankton Penyebab Bau Lumpur pada Sistem Budidaya Ekstensif Ikan Bandeng Chanos chanos (Forsskal, 1775)

KORELASI ANTARA PEMBERIAN PUPUK DENGAN RASIO
NITROGEN DAN FOSFOR YANG BERBEDA DAN
FITOPLANKTON PENYEBAB BAU LUMPUR PADA SISTEM
BUDIDAYA EKSTENSIF IKAN BANDENG Chanos chanos
(Forsskal, 1775)

RAHMADI AZIZ

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Korelasi antara Pemberian
Pupuk dengan Rasio Nitrogen dan Fosfor yang Berbeda dan Fitoplankton Penyebab
Bau Lumpur pada Sistem Budidaya Ekstensif Ikan Bandeng Chanos chanos
(Forsskal, 1775) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Rahmadi Aziz
NIM C151110271

RINGKASAN
RAHMADI AZIZ. Korelasi antara Pemberian Pupuk dengan Rasio Nitrogen dan
Fosfor yang Berbeda dan Fitoplankton Penyebab Bau Lumpur pada Sistem
Budidaya Ekstensif Ikan Bandeng Chanos chanos (Forsskal, 1775). Dibimbing oleh
KUKUH NIRMALA, RIDWAN AFFANDI dan TRI HERU PRIHADI.
Budidaya ikan bandeng di tambak saat ini masih menggunakan pupuk
anorganik untuk menumbuhkan fitoplankton. Pemberian pupuk urea dan SP
(superphosphate) yang berlebihan pada lingkungan budidaya akan menyebabkan
kondisi perairan menjadi sangat subur dan sering menyebabkan ikan bau lumpur
Off-Flavours. Pemberian pupuk dengan rasio N:P tertentu akan memberikan

dominasi Cyanophyceae (alga hijau biru) pada suatu perairan. Fitoplankton
Cyanophyta menghasilkan senyawa kimia Geosmin dan 2-Methylisoborneol
(MIB). Kedua senyawa ini menyebakan ikan bau lumpur. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji pengaruh rasio pupuk N dan P pada media budidaya ikan bandeng
air tawar dan air payau terhadap kelimpahan fitoplankton penghasil geosmin dan
MIB dan pengaruhnya terhadap mutu ikan bandeng. Serta untuk mengetahui
korelasi antara kualitas air dan kelimpahan fitoplankton penghasil geosmin dan
MIB.
Penelitian ini menggunakan 9 petak tambak. Tambak yang digunakan seluas
600 m2. Ikan ditebar di tambak dengan kepadatan 1 ekor/m2 dan dipelihara selama
90 hari. Parameter yang dievaluasi meliputi keragaman dan kelimpahan
fitoplankton, persentase jenis-jenis fitoplankton penghasil geosmin dan MIB, indek
pilihan fitoplankton, uji organoleptik, serta kualitas air dan tanah (suhu, kecerahan,
salinitas, pH, DO, N-total, nitrat, P-total, dan P-PO4). Analisis data dilakukan secara
deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Selain itu juga dilakukan
analisis komponen utama (principal component analisis) dan korelasi antar setiap
parameter.
Persentase kelimpahan fitoplankton Cyanophyta lebih kecil dibandingkan
dengan fitoplankton bukan Cyanophyta yaitu dibawah 50%. Nilai dugaan geosmin
diperoleh dari hasil persamaan regresi Y=1.10-7X+0,0151 (Y= kandungan geosmin,

X= kelimpahan Cyanophyta). Nilai dugaan geosmin di perairan pada perlakuan G
sebesar 0,016 ug/L dan perlakuan lainnya sebesar 0,015 ug/L. Nilai skor
organoleptik perlakuan tambak G (rasio N:P sebesar 4) yaitu 7 (kurang segar, tidak
bau lumpur). Nilai skor organoleptik perlakuan rasio N:P 5, 15, dan 30 di tambak
A (tambak air tawar) dan tambak B (tambak air payau) adalah 8 (segar, tidak bau
lumpur). Hasil organoleptik ikan bandeng pada penelitan ini menunjukan bahwa
tidak mengakibatkan bau lumpur (off-flsvours) pada ikan bandeng. Kelimpahan
fitoplankton Cyanophyta berkorelasi erat terhadap parameter kualitas air suhu,
kecerahan, DO, pH, N-total dan rasio N:P.
Kata kunci: Budidaya ekstensif, ikan bandeng, fitoplankton, rasio N:P,
organoleptik

SUMMARY
RAHMADI AZIZ. Correlation of Nitrogen and Phosphorus Fertilizer Application
with Different Ratios of the Phytoplankton Cause Off-Flavours on Extensive
Farming Systems Milkfish Chanos chanos (Forsskal, 1775). Supervised by
KUKUH NIRMALA, RIDWAN AFFANDI and TRI HERU PRIHADI.
Milkfish culture in the pond is still using inorganic fertilizers for growing
phytoplankton. Excessive urea and phosphorus fertilizer application in pond-culture
will cause the water conditions become eutrophication and can cause off-flavours

in fish. Nitrogen and phosphorus fertilizer application specific ratios will give the
dominance of Cyanophyta in water. Cyanophyta phytoplankton produce chemical
compounds in front of geosmin and 2-methylisoborneol (MIB). These compounds
cause off-flavors in fish. This study aimed to assess the effect of the ratio of N and
P fertilizer in freshwater and brackish water fish pond on the abundance of
phytoplankton produce geosmin and MIB and its influence on the quality of fish.
In addition to determine the water quality correlation with the abundance of
phytoplankton produce geosmin and MIB.
This study used nine ponds. Ponds are used measuring 600 m2. The fish
stocked in the pond with a density of 1 fish/m2 and maintained for 90 days. The
parameters evaluated include the diversity and abundance of phytoplankton, the
percentage of the types of phytoplankton produce geosmin and MIB, index of
electivity of fish to phytoplankton, organoleptic tests, as well as soil and water
quality (temperature, transparancy, salinity, pH, DO, total-N, nitrate, total-P, and
P-PO4). The results were analyzed descriptively in the form of tables and figures. It
also conducted a principal component analysis and correlation between each
parameter.
Percentage abundance of phytoplankton Cyanophyta smaller than the
Cyanophyta phytoplankton is below 50%. The estimated value of geosmin obtained
from the regression equation Y = 1.10-7X + 0.0151 (Y = content of geosmin, X =

abundance of Cyanophyta). The estimated value of geosmin in water at treatment
G of 0,016 ug/L and other treatments of 0,015 ug/L. Organoleptic score of treatment
ponds G (ratio of N: P of 4) is 7 (less fresh, not off-flavours). Organoleptic score
value freshwater ponds (ponds A) and brackish water ponds (ponds B) with a ratio
of N: P 5, 15, and 30 is 8 (fresh, not off-flavours). Organoleptic results of this
research show that it does not result off-flavors in milkfish. Cyanophyta
phytoplankton abundance is closely correlated to the temperature of water quality
parameters, brightness, DO, pH, total-N and the ratio of N:P.
Keywords: Extensive culture, fish, phytoplankton, N:P ratio, organoleptic

6

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KORELASI ANTARA PEMBERIAN PUPUK DENGAN RASIO
NITROGEN DAN FOSFOR YANG BERBEDA DAN
FITOPLANKTON PENYEBAB BAU LUMPUR PADA SISTEM
BUDIDAYA EKSTENSIF IKAN BANDENG Chanos chanos
(Forsskal, 1775)

RAHMADI AZIZ

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


8

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Eddy Supriyono, MSc

Judul Tesis

Nama
NIM

: Korelasi antara Pemberian Pupuk dengan Rasio Nitrogen dan
Fosfor yang Berbeda dan Fitoplankton Penyebab Bau Lumpur
pada Sistem Budidaya Ekstensif Ikan Bandeng Chanos chanos
(Forsskal, 1775)
: Rahmadi Aziz
: C151110271

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc

Ketua

Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA
Anggota

Dr Ir Tri Heru Prihadi, MSc
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 6 Februari 2015


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam karya ilmiah ini adalah bau lumpur pada ikan bandeng, dengan judul Korelasi
antara Pemberian Pupuk dengan Rasio Nitrogen dan Fosfor yang Berbeda dan
Fitoplankton Penyebab Bau Lumpur pada Sistem Budidaya Ekstensif Ikan Bandeng
Chanos chanos (Forsskal, 1775).
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala,
MSc, Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA dan Bapak Dr Ir Tri Heru Prihadi, MSc atas
bimbingan dan motivasi yang telah diberikan. Penghargaan dan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada keluarga dan rekan akuakultur atas segala doa, dan
bantuannya.
Akhir kata, penyusun berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2015


Rahmadi Aziz

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Hipotesis Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Fitoplankton
Kebutuhan Nutrisi Fitoplankton
Nitrogen
Fosfor
Bau Lumpur (Off Flavours) pada Ikan
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Rancangan Penelitian
Prosedur Penelitian
Parameter yang Dievaluasi
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

1
1
2
3
3
4
4
4
5
6
7
8
9
9
9
9
11
12
13
13
28
35

Simpulan
Saran

35
35

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1 Konsentrasi berbagai unsur yang terkandung di air laut, air tawar dan
fitoplankton
2 Perlakuan penelitian
3 Jumlah pupuk yang diberikan pada setiap perlakuan selama penelitian
4 Indek pilihan fitoplankton
5 Kelimpahan fitoplankton yang disukai ikan bandeng
6 Hasil uji organoleptik

5
9
10
18
18
20

DAFTAR GAMBAR
1 Skema perumusan masalah penelitian
3
2 Skema rantai makanan pada sistem budidaya (Boyd dan Tucker 1998)
5
3 Siklus nitrogen (Boyd 1990)
6
4 Siklus fosfor (Boyd 1990)
7
5 Struktur kimia geosmin dan MIB
8
6 Kotak penanda pada haemocytometer (Helm et al. 2004)
11
7 Persentase keragaman fitoplankton
13
8 Kelimpahan total fitoplankton
14
9 Persentase kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di tambak air tawar
15
10 Persentase kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di tambak air payau
16
11 Rasio kelimpahan fitoplankton Cyanophyta dengan fitoplankton bukan
Cyanophyta
17
12 Perbandingan kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di perairan terhadap
kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di tambak ikan yang berbau lumpur (van
der Ploeg dan Boyd 1991)
19
13 Hasil dugaan kandungan geosmin di perairan dari persamaan regresi Y=1.107X+0,0151 (Y= kandungan geosmin, X= kelimpahan Cyanophyta) (van der
Ploeg dan Boyd 1991)
19
14 Suhu pada setiap tambak
21
15 Nilai kecerahan pada setiap tambak
21
16 Nilai kandungan DO
22
17 Nilai pH pada setiap tambak
22
18 Nilai salinitas pada setiap tambak
23
19 Nilai N-total pada setiap tambak
23
20 Nilai P-total pada setiap tambak
24
21 Nilai rasio N:P pada setiap tambak
24
22 Scree plot hasil analisis komponen utama dari variabel-variabel penerapan
pupuk dengan rasio N dan P yang berbeda
25
23 Loading plot dari dua komponen utama pertama yang menjelaskan 70,5%
keragaman total dari seluruh variabel yang diamati
25
24 Dendogram hubungan antar variabel penelitian
26
25 Korelasi antar parameter Cyanophyta air, Cyanophyta tanah, Cyanophyta tanah
dan organoleptik
27
26 Nilai korelasi antara kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di air, tanah dan
usus dengan kualitas air kecerahan, suhu, pH, DO, N, dan P
28

13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lembar penilaian sensori ikan bandeng
2 Persentase keragaman filum fitoplankton di air, tanah, dan usus
3 Persentase rata-rata kelimpahan fitoplankton penghasil geosmin dan MIB
selama penelitian

39
40
41

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang
banyak dibudidayakan di Indonesia. Setiap tahun produksi ikan bandeng meningkat
rata-rata 19,7 %. Produksi ikan bandeng di Indonesia pada tahun 2013 mencapai
667.116 ton (KKP 2014). Ikan bandeng memiliki toleransi yang tinggi terhadap
salinitas (euryhalien), sehingga dapat dibudidayakan di tambak air tawar dan air
payau.
Ikan bandeng merupakan ikan herbivora dengan fitoplankton sebagai
makanan utamanya. Budidaya ikan bandeng di tambak saat ini menggunakan pupuk
anorganik yaitu urea dan SP (superphosphate) untuk menumbuhkan fitoplankton.
Unsur nitrogen dan fosfor dibutuhkan dalam jumlah banyak di perairan untuk
pertumbuhan fitoplankton, namun ketersediaannya di lingkungan terbatas,
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Secara umum, jika
disuatu perairan memiliki kandungan unsur hara yang tinggi, maka akan meningkat
pula populasi fitoplankton di perairan tersebut dan sebaliknya (Basmi 1995).
Pemberian pupuk urea dan SP yang berlebihan pada lingkungan budidaya
akan menyebabkan kondisi perairan tersebut menjadi sangat subur. Perairan yang
subur ditandai dengan berlimpahnya jumlah dan jenis fitoplankton di perairan
tersebut. Komposisi jenis fitoplankton yang umum dijumpai di perairan tawar
adalah
kelas
Bacillarianophyceae,
Chlorophyceae,
Chryptophyceae,
Chyanophyceae, Dinophyceae, Euglenophyceae dan Xanthopyceae. Kelas
Chyanophyceae dan Chlorophyceae merupakan jenis fitoplankton dominan di
perairan yang tergenang (Ruttner 1973). Dari berbagai jenis fitoplankton tersebut,
jenis-jenis dari kelas Chyanophyceae (alga hijau biru) merupakan jenis fitoplankton
yang menjadi penyebab ikan berbau lumpur (off-flavours) (Tucker 2000).
Pemberian pupuk dengan rasio N:P tertentu akan memberikan dominasi
Chyanophyceae (alga hijau biru) pada suatu perairan. Rasio N:P 29:1 sampai 31:1
menyebabkan dominasi fitoplankton Chyanophyceae dengan genus Oscillatoria
sp., Lyngbya sp., dan Pseudoanabena sp. (Findlay 1981). Penelitian Levine dan
Schindler (1999) menyebutkan bahwa dominasi fitoplankton cyanobacteria terjadi
pada rasio N:P 32:1 sampai 64:1.
Fenomena citarasa lumpur pada ikan, dilaporkan pertama kali oleh Thaysen
(1936) dalam Lovell (1983). Bau lumpur juga ditemukan pada budidaya ikan lele
(Lovell 1983; Martin et al. 1991; Tucker dan van der Ploeg 1999), ikan nila
(Yamprayoon dan Noomhorm 2000), ikan mas (Vallod et al. 2007), ikan arctic
charr Salvelinus alpinus (Houle et al. 2011), ikan salmon (Burr et al. 2012) dan ikan
kakap putih (Jones et al. 2013). Selain ikan, bau lumpur juga sudah ditemukan pada
budidaya udang (Lovell dan Broce 1985; Boyd 2003) dan krustasea (Whitfield
1999).
Bau lumpur disebabkan oleh dua senyawa kimia utama yang dikenali sebagai
Geosmin dan 2-Methylisoborneol (MIB) (Tucker 2000; Schrader dan Rimando
2003). Kedua senyawa kimia ini dihasilkan oleh fitoplankton terutama dari
kelompok alga hijau biru (Cyanophyta) seperti Oscillatoria sp., dan Anabaena sp.,
fungi (Actynomyces), bakteria (Streptomyces tendae) (Tucker 2000). Senyawa di
perairan akan mudah diserap oleh ikan melalui insang (Tucker 2000; Howgate

2

2004) dan masuk ke dalam daging, kulit, dan usus sehingga menyebabkan bau
lumpur (Yamprayoon dan Noomhorm 2000). Selain diserap oleh insang, geosmin
dan MIB dapat masuk kedalam tubuh ikan melalui fitopankton yang termakan oleh
ikan.
Daging ikan bandeng yang berbau lumpur ini menyebabkan daging terasa
kurang enak dan tidak disukai oleh konsumen. Akibatnya akan menurunkan nilai
jual dari ikan bandeng tersebut. Hal ini tentu sangat berdampak buruk bagi para
produsen ikan bandeng. Hanson (2001) menyebutkan bahwa, biaya penanganan
akibat ikan lele bau lumpur di Amerika Serikat sebesar $15 - 23 juta pada tahun
1997-1999. Berbagai studi sudah memperkirakan tambahan biaya produksi akibat
penundaan panen karena ikan bau lumpur yaitu sebesar $0,01 - $0,25 per kilogram
(Engle et al. 1995; Hanson 2001). Untuk itu diperlukan cara untuk menghilangkan
bau lumpur tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui
pemupukan dengan rasio N dan P secara tepat pada budidaya ikan bandeng di
tambak.
Pemupukan dengan rasio N dan P yang tepat di tambak budidaya bandeng
diharapkan dapat meningkatkan fitoplankton jenis lain selain alga hijau biru,
sehingga dominasi fitoplankton jenis alga hijau biru di media budidaya dapat
tergantikan oleh fitoplankton jenis lain yang tidak menghasilkan Geosmin dan 2Methylisoborneol (MIB).
Perumusan Masalah
Permasalahan yang terjadi pada budidaya ikan bandeng di tambak salah
satunya adalah teknologi budidaya yang dilakukan tidak tepat, sehingga sering
dihasilkan daging ikan terasa bau lumpur (off-flafours). Hal ini diakibatkan oleh
pengaruh lingkungan budidaya ikan tersebut yaitu kondisi pesatnya pakan alami
(fitoplankton) penghasil geosmin dan 2-Methylisoborneol (MIB). Kedua senyawa
ini masuk dalam tubuh ikan melalui fitoplankton yang dimakan oleh ikan atau
diserap langsung dari perairan oleh ikan melalui insang.
Ikan bandeng secara alami merupakan ikan herbivora. Salah satu makanan
ikan bandeng adalah fitoplankton. Fitoplankton sangat tergantung pada
ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisi yang dibutuhkan terutama
makronutrisi seperti nitrogen dan fosfat. Komposisi makronutrisi dalam perairan
dapat menentukan jenis dominasi fitoplankton itu sendiri. Selama ini kegiatan
petani budidaya ikan bandeng di tambak kurang memahami tentang komposisi
makronutrisi seperti N dan P. Jika rasio makronutrisi N dan P di media budidaya
ikan bandeng terlalu tinggi maka akan menimbulkan dominasi fitoplankton jenis
alga hijau biru. Jenis alga hijau biru merupakan jenis fitoplankton yang
menghasilkan geosmin dan MIB. Fitoplankton ini yang akan menjadi makanan ikan
bandeng, sehingga daging ikan bandeng saat dikonsumsi akan terasa bau lumpur.
Ikan bandeng yang dipelihara dengan pemberian pupuk pada rasio N dan P
yang tepat akan meningkatkan dominasi jenis fitoplankton lain yang tidak
menghasilkan geosmin dan 2-Methylisoborneol (MIB). Pada kondisi ini komposisi
fitoplankton penghasil Geosmin dan 2-Methylisoborneol (MIB) akan menurun,
sehingga daging ikan bandeng dapat terbebas dari bau lumpur (off-flafours). Skema
perumusan masalah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

3

Pemupukan dan Rasio N:P

Kelimpahan dan
Keragaman Fitoplankton

Input

Klekap

Fitoplankton di Perairan
Fitoplankton di Tanah

Proses
Bukan Penghasil Geosmin dan
MIB (bukan Cyanophyta)

Penghasil Geosmin dan
MIB (Cyanophyta)

Geosmin dan MIB (di Perairan)
Ikan Bandeng

Uji Organoleptik

Ikan Bandeng Tidak Bau
Lumpur

Output
Ikan Bandeng Bau Lumpur

Gambar 1 Skema perumusan masalah penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh rasio pupuk N dan P pada
media budidaya ikan bandeng air tawar dan air payau terhadap kelimpahan
fitoplankton penghasil geosmin dan MIB dan pengaruhnya terhadap mutu ikan
bandeng, serta untuk mengetahui korelasi antara kualitas air dan kelimpahan
fitoplankton penghasil geosmin dan MIB.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi masyarakat
tentang pemupukan dengan rasio N dan P pada tambak budidaya ikan bandeng yang
tepat sehingga ikan bandeng tidak berbau lumpur.

4

Hipotesis Penelitian
Pemupukan dengan rasio N dan P tertentu pada media budidaya ikan bandeng
air tawar dan payau dapat menurunkan dominasi alga hijau biru (Cyanophyta)
penghasil geosmin dan 2-Methylisoborneol (MIB).

TINJAUAN PUSTAKA
Fitoplankton
Plankton dalam bahasa Yunani berarti pengembara yang pertama kali
diperkenalkan oleh Victor Hensen pada tahun 1887. Menurut Goldman dan Horne
1983, plankton merupakan organisme renik yang umumnya melayang-layang di
dalam air dan penyebarannya tergantung pada gerakan air. Plankton dapat dijumpai
diperairan tawar, payau dan asin.
Plankton dapat dibedakan menjadi dua yaitu zooplankton dan fitoplankton.
Zooplankton adalah plankton hewani yang hidupnya mengapung, atau melayang
dalam suatu perairan(Goldman dan Horne 1983). Kemampuan renangnya sangat
terbatas hingga keberadaannya sangat ditentukan ke mana arus membawanya.
Sedangkan fitoplankton merupakan plankton nabati yang hidupnya mengapung
atau melayang di dalam perairan. Menurut Reynolds (2006), Fitoplankton
merupakan suatu kelompok mikroorganisme fotosintetik yang beradaptasi untuk
hidup secara terbuka di laut, danau, waduk, tambak dan sungai, dimana fitoplankton
tersebut memberikan kontribusi dalam menyediakan karbon organik sebagai
makanan untuk organinisme pelagis.
Ukuran fitoplankton sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata
telanjang. Umumnya fitoplankton berukuran 0,2µm – 2mm (Sieburth et al. 1978
dalam Reynolds 2006). Meskipun ukurannya sangat kecil, namun fitoplankton
dapat tumbuh dengan sangat lebat dan padat sehingga dapat menyebabkan
perubahan warna pada suatu perairan. Fitoplankton di perairan laut dan tawar
memiliki keragaman ukuran, morfologi dan pembentukan koloni. Fitoplankton
umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi juga ada yang berbentuk rantai.
Fitoplankton memliki sifat kosmopolitan yang berarti dapat hidup di suatu
perairan dengan beradaptasi pada kondisi lingkungan perairan tersebut (Davis
1955). Jenis fitoplankton yang sering dijumpai diperairan umum adalah kelas
Bacillariaphyceae,
Chlorophyceae,
Chryptophyceae,
Chyanophyceae,
Dinophyceae, Euglenophyceae, dan Xanthophyceae (Ruttner 1965). Untuk jenis
fitoplankton yang sering ditemukan di tambak meliputi alga hijau (Chlorophyta),
euglena (Euglenophyta), alga kuning-hijau dan diatom (Chrysophyta),
dinoflagellata (Pyrrhophyta), dan alga biru-hijau (Cyanobacteria) (Boyd dan
Tucker 1998).
Keberadaan fitoplankton merupakan komponen yang sangat penting dalam
kegiatan budidaya. Hal ini karena fitoplankton adalah makanan alami bagi ikan dan
krustasea yang ada di tambak. Selain itu, hasil dari kegiatan fotosintesis
fitoplankton dapat memberikan sumber energi utama bagi ekosistem budidaya.
Skema rantai makanan pada sistem budidaya di tambak atau perairan disajikan pada
Gambar 2 (Boyd 1990).

5

Gambar 2 Skema rantai makanan pada sistem budidaya (Boyd dan Tucker 1998)
Kebutuhan Nutrisi Fitoplankton
Fitoplankton sangat membutuhkan nutrisi dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Nutrisi yang dibutuhkan fitoplankton berupa makronutrisi dan
mikronutrisi. Makronutrisi adalah nutrisi yang dibutuhkan dalam jumlah banyak
(C, O, H, N, S, P, K, Mg, Ca, Na, Cl dan Si). Sedangkan mikronutrisi merupakan
nutrisi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo, Si, V dan
Co) (Basmi 1995; Boyd dan Tucker 1998).
Ketersediaan nutrisi utama dalam perairan sangat mempengaruhi
produktivitas fitoplankton. Beberapa lingkungan perairan secara alami telah
tersedia komposisi nutrisi yang dibutuhkan fitoplankton untuk pertumbuhan.
Produktivitas fitoplankton dapat dipengaruhi oleh ketersediaan satu atau dua nutrisi
utama (Boyd dan Tucker 1998). Secara umum, jika disuatu perairan kandungan
nutrisi meningkat, maka akan meningkat pula populasi fitoplankton di perairan
tersebut dan sebaliknya (Basmi 1995). Konsentrasi unsur di perairan tersaji pada
Tabel 1.
Tabel 1 Konsentrasi berbagai unsur yang terkandung di air laut, air tawar dan
fitoplankton
Konsentrasi (mg/l)
Air Laut
Air Tawar
Fosfor
0.07
0.03
Nitrogen
0.5
0.3
Besi
0.01
0.2
Mangan
0.002
0.03
Tembaga
0.003
0.03
Silikon
3
2
Zink
0.01
0.07
Karbon
28
20
Potasium
380
2
Kalsium
400
20
Sulfur
900
5
Boron
4.6
0.02
Magnesium
1350
4
Natrium
10500
5
a
Berdasarkan 2.5% berat kering
b
Konsentrasi terbanyak untuk diatom
Sumber: Boyd (1990)
Unsur

Fitoplankton
(ppm)a
230
1800
25
4
2
250b
1.6
12000
190
220
160
0.1
90
1520

Faktor Konsentrasi
Air Laut
Air Tawar
3286
7667
3600
6000
2500
125
2000
133
667
100
83
125
1.6
23
429
600
0.5
95
0.55
11
0.18
32
0.02
5
0.07
22.5
0.14
304

6

Diantara unsur makronutrisi, unsur N dan P merupakan faktor pembatas. Hal
ini karena unsur N dan P dibutuhkan dalam jumlah banyak dalam pertumbuhan dan
perkembangan fitoplankton namun ketersediaannya di lingkungan terbatas,
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton (Basmi 1995).
Kandungan nitrogen dan fosfor dijadikan faktor pembatas di lingkungan perairan
tawar dan payau dalam produktivitas fitoplankton (Boyd dan Tucker 1998).
Poliseni et al. (1970) dan Reynolds (2006) menyatakan bahwa di perairan tambak
dengan tingkat kesadahan rendah dan keasaman tertentu, pertumbuhan fitoplankton
dipengaruhi oleh kekurangan beberapa nutrisi.
Nitrogen
Nitrogen merupakan komponen penting dari sel-sel organisme hidup.
Kandungan nitrogen di perairan sedikit, namun sangat penting bagi ekosistem di
perairan (Maitland 1990). Siklus nitrogen dianggap sebagai ekosistem dasar di
perairan atau tambak (Alexander 1961). Nitrogen di perairan berupa nitrogen
anorganik dan organik. Nitrogen anorganik seperti amonia (NH3), amonium (NH4),
Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan molekul Nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Sedangkan
nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea. Bentuk-bentuk nitrogen ini
mengalami transformasi diperairan sebagai bagian dari siklus nitrogen (Gambar 3).
Nitrogen atmosfer yang terlarut di dalam tambak akan dirubah menjadi protein
nitrogen dan dimanfaatkan oleh berbagai jenis alga dan mikroorganisme melalui
proses nitrogen fiksasi (Boyd dan Tucker 1998).

Gambar 3 Siklus nitrogen (Boyd 1990)
Fitoplankton dan tanaman air yang ada di tambak akan menyerap nitrogen
dalam bentuk amonium dan nitrat. Dalam sel tumbuhan, sebagian besar nitrogen

7

anorganik diubah menjadi nitrogen protein atau senyawa organik lainnya. Nitrogen
pada tanaman dapat ditransfer melalui rantai makanan atau saat tanaman mati
dengan proses perubahan nitrogen menjai amonia oleh bakteri dan organisme lain
dari pembusukan (Boyd dan Tucker 1998). Tingginya konsentrasi nitrogen dalam
fitoplankton akan mendukung cepatnya proses dekomposisi dan daur ulang minenal
saat tanaman mati (Almazan dan Boyd 1978). Ketika hewan air mati, hewan air
mengekskresikan amonia melalui proses pembusukan. Amonia-nitrogen dapat
dirubah menjadi nitrat nitrogen oleh bakteri chemoautotrophic. Nitrogen juga bisa
hilang ke atmosfer melalui difusi melalui permukaan air dari proses denitrifikasi
(Boyd dan Tucker 1998).
Fosfor
Fosfor merupakan salah satu unsur esensial bagi pembentukan protein dan
metabolisme sel organisme (Wardoyo 1981). Di perairan, unsur fosfor tidak
ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa
anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang
berupa partikulat (Boyd dan Tucker 1998). Senyawa fosfor membentuk kompleks
ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak larut, dan mengendap pada
sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga. Fosfor masuk ke perairan
atau tambak melalui aliran masuk air (inflow). Kandungan fosfor di perairan pada
umumnya relatif sedikit. Hal ini karena sebagian besar fosfor yang masuk ke
tambak akan diserap oleh sedimen tanah (Maitland 1990; Boyd dan Tucker 1998).
Siklus fosfor dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Siklus fosfor (Boyd 1990)

8

Unsur fosfor dalam perairan dapat berbentuk senyawa anorganik, yaitu
ortofosfat (PO43-), metafosfat (P3O93-) dan polifosfat (P3O105-). Dalam bentuk
anorganik (ortofosfat), fosfat yang terlarut dalam perairan dapat dimanfaatkan
secara langsung oleh fitoplankton untuk pertumbuhan (Goldman dan Horne 1983).
Bila kandungan ortofosfat dalam air rendah (0,7 μg/kg geosmin dan MIB akan menimbulkan ikan kurang
enak dimakan (Johnsen dan Kelly 1990). Jonhnsen dan Lloyd (1992) mengatakan
bahwa ikan lele yang direndam dalam air yang mengandung 0,5 mg/l 2Methylisoborneol selama 2 jam akan berbau lumpur (off-flavour). Selain itu
pemberian pakan ikan yang berlebihan pada sistem budidaya memiliki
kecenderungan citarasa ikan bau lumpur (Boyd 1990).

9

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2013 hingga Juli 2013 yang
bertempat di tambak Akademi Perikanan Sidoarjo, dan tambak petani ikan bandeng
di Gresik, Jawa Timur. Analisis uji organoleptik dilakukan di Laboratorium
Lingkungan Akademi Perikanan Sidoarjo. Kemudian analisis kualitas air dan tanah
dilakukan di Laboratorium Kimia, Universitas Brawijaya, Malang.
Rancangan Penelitian
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah perlakuan berdasarkan
pemberian pupuk dengan rasio N dan P pada tambak air tawar dan air payau.
Perlakuan penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Perlakuan penelitian
Rasio N dan P
0
5
15
30
4

Tambak
Air Tawar
Air Payau
A1
B1
A2
B2
A3
B3
A4
B4
G
-

Keterangan:
A1 = Perlakuan tanpa pemupukan pada tambak air tawar
A2 = Perlakuan pemberian pupuk dengan rasio N dan P sebesar 5 (N 2,5 kg dan
P 0,5 kg) pada tambak air tawar
A3 = Perlakuan pemberian pupuk dengan rasio N dan P sebesar 15 (N 2,81 kg dan
P 0,19 kg) pada tambak air tawar
A4 = Perlakuan pemberian pupuk dengan rasio N dan P sebesar 30 (N 2,9 kg dan
P 0,1 kg) pada tambak air tawar
G = Tambak petani dengan rasio N dan P sebesar 4 (N 8,6 kg dan P 2,3 kg)
B1 = Perlakuan tanpa pemupukan pada tambak air payau
B2 = Perlakuan pemberian pupuk dengan rasio N dan P sebesar 5 (N 2,5 kg dan
P 0,5 kg) pada tambak air payau
B3 = Perlakuan pemberian pupuk dengan rasio N dan P sebesar 15 (N 2,81 kg dan
P 0,19 kg) pada tambak air payau
B4 = Perlakuan pemberian pupuk dengan rasio N dan P sebesar 30 (N 2,9 kg dan
P 0,1 kg) pada tambak air payau
Prosedur Penelitian
Persiapan Tambak
Penelitian ini menggunakan 9 petak tambak. Delapan petak tambak
berdimensi 30x20x1,5m, yaitu empat tambak berair tawar dan empat tambak berair
payau, dan sebuah tambak petani yang ada di Gresik berdimensi 800x100x1m.

10

Sebelum dilakukan kegiatan pemeliharaan, tambak yang akan digunakan
dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan tambak dilakukan untuk membuang sisa
bahan beracun dan bibit penyakit. Kegiatan selama proses persiapan tambak ini
antara lain: pengeringan atau pengurasan tambak, perbaikan pematang, pengapuran
dan pemupukan serta pengisian air yang dilakukan secara bertahap hingga
ketinggian satu meter. Waktu yang biasanya dibutuhkan dalam mempersiapkan
tambak yaitu kurang lebih 30 hari.
Pemupukan Tambak
Pemupukan tambak menggunakan pupuk anorganik (buatan) berupa Urea dan
SP. Pupuk urea yang digunakan memiliki kandungan N sebesar 46%, sedangkan
pupuk SP meliliki kandungan P 36%. Dosis pupuk yang dipakai pada penelitian ini
adalah 50 kg/ha. Pupuk yang ditebar di tambak penelitian dengan rasio N:P sebesar
5 sebanyak (Urea 5,43 kg; SP 1,39 kg), N:P sebesar 15 (Urea 6,11 kg; SP 0,53 kg),
N:P sebesar 30 (Urea 6,30 kg; SP 0,28 kg). Pemupukan dilakukan dengan cara
menaburkan pupuk secara merata di tambak. Setiap tambak dipupuk sesuai dosis
perlakuan penelitian. Setelah satu minggu pemupukan dan plankton sudah tumbuh,
benih ikan bandeng siap untuk ditebar. Pemupukan susulan dilakukan tiga minggu
sekali. Pupuk susulan yang digunakan sama dengan dosis awal pemupukan. Untuk
dosis pemupukan tambak di daerah Gresik, petani menggunakan dosis sebanyak 11
kg/ha dengan rasio N:P sebesar 4 (Urea 146,08 kg; SP 51,12 kg). Pemupukan
susulan dilakukan setiap satu minggu sekali. Jumlah pupuk yang diberikan pada
setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah pupuk yang diberikan pada setiap perlakuan selama penelitian
Tambak

Perlakuan
N:P

A dan B

0

A dan B

5

A dan B

15

A dan B

30

A (Gresik)

4

Dosis
pupuk
(kg/ha)

50

11

Jumlah N
dan P (kg)

Jumlah pupuk
yang ditebar
(kg/ha)

N

P

Urea

SP

1

-

-

-

-

1

41,68

8,34

90,52

1

46,84

3,17

1

48,34

1

1,05

Luas
kolam
(ha)

Frekuensi
pemberian
pupuk

Total pupuk
yang ditebar
(kg)
Urea

TSP

-

-

-

23,17

4

362,07

92,69

101,85

8,84

4

407,41

35,34

1,67

105,02

4,67

4

420,08

18,67

0,29

18,26

6,39

10

182,60

63,89

Keterangan: A: Tambak air tawar; B: Tambak air payau

Penebaran Benih
Benih yang ditebar berukuran rata-rata panjang 15±0,97 cm dan bobot
16±4,37 gram. Penebaran benih ikan bandeng dilakukan pada pagi hari. Hal ini
dimaksudkan agar perbedaan suhu air media pengangkutan dan air tambak tidak
terlalu besar, karena benih tidak mampu menyesuaikan diri jika perbedaan suhu
keduanya terlalu besar. Selain itu agar benih ikan bandeng tidak mengalami stress,
sehingga dapat menekan tingkat mortalitas.
Pemeliharaan Hewan Uji
Ikan bandeng dipelihara di tambak pemeliharaan dengan kepadatan 1
ekor/m2. Luas tambak yang dipakai untuk pemeliharan ikan bandeng yaitu 600 m2.
Sedangkan tambak yang diduganakan petani di Gresik yaitu 80.000 m2. Ikan

11

bandeng dipelihara dengan sistem budidaya tradisional (ekstensif). Selama
pemeliharaan, ikan bandeng tidak diberi pakan buatan. Sehingga ikan bandeng
mengkonsumsi pakan alami (zooplankton dan fitoplankton).
Sampling dilakukan setiap 10 hari sekali untuk mengetahui kelimpahan dan
keragaman fitoplankton baik di air, di tanah, dan di dalam usus ikan. Selain itu juga
dilakukan pengukuran dan analisa kualitas air dan tanah tambak. Ikan bandeng
dipelihara selama 90 hari.
Parameter yang Dievaluasi
Keragaman dan Kelimpahan Fitoplankton
Keragaman dan kelimpahan fitoplankton diamati dan dihitung dengan tujuan
untuk mengetahui jenis serta kepadatan fitoplankton yang ada pada tambak
pemeliharaan.
Kelimpahan
plankton
dihitung
dengan
mengunakan
haemocytometer. Penampakan kotak-kotak pada haemocytometer dapat dilihat
pada Gambar 6.

Gambar 6 Kotak penanda pada haemocytometer (Helm et al. 2004)
Kotak bagian tengah dari haemocytometer terdiri dari 25 kotak, masingmasing berukuran 0,2 x 0,2 mm, dan kemudian dibagi lagi menjadi 16 kotak (0,05
x 0,05 mm). Sehingga didapat volume kotak tengah masing-masing 0,2 x 0,2 x 0,1
mm = 0,004 mm3.
Jumlah sel dalam haemocytometer
x 106 sel/ml

Kelimpahan fitoplankton =
4

Persentase Jenis-Jenis Fitoplankton Penghasil Geosmin dan MIB
Persentase jenis-jenis fitoplankton penghasil bau lumpur dari keseluruhan
(total) jenis fitoplankton dapat dihitung dengan rumus:
% =

100

Keterangan:
β = Persentase jenis-jenis fitoplankton penghasil bau lumpur
Fi = Jumlah jenis fitoplankton penghasil geosmin dan MIB
Ft = Jumlah seluruh jenis fitoplankton

12

Indek Pilihan Fitoplankton
Indek pilihan fitoplankton merupakan perbandingan persentase spesies
fitoplankton sebagai makanan yang terdapat di dalam lambung ikan dengan spesies
fitoplankton yang terdapat dalam perairan. Indek pilihan fitoplankton dihitung
berdasarkan rumus (Parsons dan Le Brasseur, 1970 dalam Effendie, 1979):

=


+

Keterangan:
E = Indek pilihan fitoplankton
ri = Jumlah relatif fitoplankton yang dimakan
pi = Jumlah relatif fitoplankton di perairan
Nilai indek berkisar -1 – +1
Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik ikan merupakan cara pengujian dengan menggunakan
indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk. Penilaian
menggunakan alat indra meliputi mutu penampakan, bau, rasa dan tekstur (SNI
2006). Metode yang digunakan dalam pengujian organoleptik adalah scoring test
yaitu menggunakan skala angka (Lampiran 1). Skala angka terdiri dari angka 1-9
dengan spesifikasi untuk setiap angka yang dapat memberikan pengertian tertentu
bagi panelis. Ikan bandeng yang digunakan yaitu ikan bandeng yang dimasak secara
dikukus tanpa menggunakan bumbu masak. Panelis yang melakukan uji sensori
terdiri dari 30 orang. Pelaksaan uji sensori dilakukan pada sore hari (pukul 15.0016.00) di dalam laboratorium uji sensori ikan.
Parameter Kualitas Air dan Tanah
Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, kecerahan, salinitas, pH,
DO, N-total, nitrat, P-total, dan P-PO4. Analisis tanah yang diukur meliputi N-total,
nitrat, P-total, dan P-PO4. Pengukuran suhu, kecerahan, salinitas, pH, dan DO
dilakukan setiap hari pukul 06.00, 12.00 serta pukul 18.00. Sedangkan pengukuran
N-total, nitrat, P-total, dan P-PO4 dilakukan setiap 10 hari sekali.
Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan
gambar. Untuk mengetahui hubungan rasio N dan P dengan parameter kualitas air,
tanah, persentase Cyanophyta, dan uji organoleptik dilakukan dengan metode
klaster analisis dan analisis komponen utama (principal component analisis). Selain
itu juga dilakukan analisis korelasi antar setiap parameter.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Persentase Keragaman dan Kelimpahan Fitoplankton
Berbagai jenis filum fitoplankton diperoleh pada tambak penelitian yaitu
filum Chlorophyta, Cyanophyta, Bacillariophyta, Dinophyta, dan Euglenophyta.
Data persentase keragaman filum fitoplankton dapat dilihat pada Gambar 7.
40
35
30

(%)

25
20
15
10
5
0
Chlorophyta

Cyanophyta

Bacillariophyta

Tambak A (Air tawar)

Dinophyta

Euglenophyta

Tambak B (Air payau)

Gambar 7 Persentase keragaman fitoplankton
Persentase keragaman fitoplankton jenis Cyanophyta menunjukan dominasi
dibandingkan jenis fitoplankton lainnya sebesar 35,71 % (tambak air tawar) dan
35,75 % (tambak air payau). Sedangkan pesentase keragaman fitoplankton terendah
yaitu jenis Euglenophyta sebesar 6,67 % (tambak air tawar) dan 7,14 (tambak air
payau). Selanjutnya hasil kelimpahan fitoplankton yang ada di air, di tanah, dan di
usus disajikan pada Gambar 8.

14

12000

Air

10000

idv/l

8000
6000
4000
2000
0

A1 (0)

A2 (5)

A3 (15)

A4 (30)

450000

B1 (0)

B2 (5)

B3 (15)

B4 (30)

G (4)

Tanah

400000
350000

idv/l

300000
250000
200000
150000
100000
50000

idv

0
20000
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0

A1 (0)

A2 (5)

A3 (15)

A4 (30)

B1 (0)

B2 (5)

B3 (15)

B4 (30)

G (4)

Usus

A1 (0) A2 (5) A3 (15) A4 (30) B1 (0) B2 (5) B3 (15) B4 (30) G (4)
Keterangan: A dan G: Tambak air tawar B = Tambak air payau

Gambar 8 Kelimpahan total fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton pada tambak petani Gresik menunjukan kelimpahan
tertinggi dibandingkan tambak yang lainnya yaitu sebesar 8.425 idv/L (di air),
306.735 idv/L (di tanah), dan 14.089 idv (di usus). Sedangkan kelimpahan
fitoplankton yang terendah tedapat pada tambak A1 (0) di air tawar dan tambak B1
(0) pada tambak air payau.

15

Persentase Kelimpahan Fitoplankton Penghasil Geosmin dan MIB
Hasil penelitian tentang persentase kelimpahan fitoplankton penghasil
Geosmin dan MIB dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Fitoplankton
penghasil geosmin dan MIB merupakan jenis Cyanophyta.

(% )

60

A1

40
20
0

0

10

20

30

(%)

60

40

50

60

70

80

90

50

60

70

80

90

50

60

70

80

90

60

70

80

90

A2

40
20
0

0

10

20

30

(%)

60

40

A3

40
20
0

0

10

20

30

60

40

A4

(%)

40
20
0
0

10

20

30

(%)

100

40
50
Hari ke-

G

50
0
50

60

Air

70
Hari ke-

Tanah

80

90

Usus

Keterangan: A dan G: Tambak air tawar; B: Tambak air payau

Gambar 9 Persentase kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di tambak air tawar

16

60

B1

50
(%)

40
30
20
10
0

0

10

20

30

60

40

50

60

70

80

90

50

60

70

80

90

60

70

80

90

B2

50
(%)

40
30
20
10
0

0

10

20

30

60

40

B3

50
(%)

40
30
20
10
0

10

20

30

40

60

50

B4

50
(%)

40
30
20
10
0
0

10

20

30

Air

40
50
Hari ke-

Tanah

60

70

80

90

Usus

Keterangan: A dan G: Tambak air tawar; B: Tambak air payau

Gambar 10 Persentase kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di tambak air payau
Hasil persentase fitoplankton Cyanophyta di tambak air tawar menunjukan
bahwa masih lebih kecil (kurang dari 50 %) dibandingkan dengan persentase
kelimpahan fitoplankton selain Cyanophyta pada setiap perlakuan. Hal yang sama
juga terjadi pada perlakuan tambak air payau yang menunjukan persentase
kelimpahan Cyanophyta kuarang dari 50 % baik yang ada di air, di tanah, dan di
usus.

17

Nilai rasio antara kelimpahan fitoplankton Cyanophyta dengan fitoplankton
selain Cyanophyta juga dapat dilihat pada Gambar 11.
1,20

1,20

1,00

1,00

0,80

0,80

0,60

0,60

0,40

0,40

0,20

0,20

0,00

0,00
A1 (0) A2 (5) A3 (15)A4 (30) G (4)

Air

Tanah

Usus

B1 (0)

Air

B2 (5)

B3 (15) B4 (30)

Tanah

Usus

Keterangan: A dan G: Tambak air tawar; B: Tambak air payau

Gambar 11 Rasio kelimpahan fitoplankton Cyanophyta dengan fitoplankton bukan
Cyanophyta
Nilai rasio kelimpahan fitoplankton Cyanophyta dengan fitoplankton selain
Cyanophyta pada perlakuan A4 (30) tambak air tawar di usus menjukan nilai rasio
lebih dari 1. Sedangkan nilai rasio kelimpahan fitoplankton Cyanophyta dengan
fitoplankton selain Cyanophyta pada setiap perlakuan tambak air tawar dan air
payau baik di air, di tanah, dan di usus menunjukan nilai rasio dibawah 1.
Indek Pilihan Fitoplankton
Hasil perhitungan indek pilihan fitoplankton penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 4. Nilai indek pilihan fitoplankton dapat menunjukan jenis fitoplankton yang
sukai oleh ikan bandeng pada penelitian ini. Nilai indek pilihan fitoplankton
memiliki kisaran -1 sampai 1. Nilai indek yang positif atau mendekati nilai 1
merupakan nilai yang menunjukan kecenderungan ikan bandeng menyukai jenis
fitoplankton tersebut. Hal sebaliknya jika nilai indek negatif atau mendekati -1
menunjukan kecenderungan ikan bandeng kurang menyukai jenis fitoplankton
tertentu.

18

Tabel 4 Indek pilihan fitoplankton
Jenis Fitoplankton

Cyanophyta

Chlorophyta

Bacillariophyta

Dinophyta
Euglenophyta

Anabaena sp.
Anacystis sp.
Gloeocapsa sp.
Mycrocystis sp.
Oscillatoria sp.
Scytonema sp.
Clorella sp.
Closteriopsis sp.
Ceatoceros sp.
Mastogloia sp.
Nitzschia sp.
Rhizosolenia sp.
Skeletonema sp.
Ceratium sp.
Peridinium sp.
Prorocentrum sp.
Euglena sp.

-0,476 -0,364
0,676 0,656

Nilai E
A3 (15) A4 (30) B1 (0) B2 (5) B3 (15)
-1,000 -1,000
-0,080 -0,010 -0,025 0,075 0,142
-1,000
-0,342 -0,196 -0,059 -0,179 -0,181
0,092 0,282 1,000 0,033 0,475

B4 (30)
-1,000
0,020
-1,000
-0,044
0,093

-0,220 -0,130
0,765 -0,255

0,033 0,020 -0,179 -0,023 0,004
0,258 0,078 -0,265 0,017 0,368

0,128
0,311

0,048 0,150
-1,000
0,160 0,230

0,026 -0,097 0,059 -0,013 -0,121 -0,039
-1,000
-1,000
-1,000
0,382 0,091 -0,656 -0,142 -0,541 -0,020

-1,000
0,206
0,191
0,552

-1,000
0,588
0,119
-1,000

A1 (0) A2 (5)
-0,215 -0,129

-1,000
0,300
0,142
-1,000

-1,000
-1,000
0,657 0,362 0,834
0,069 -0,019 0,051
-0,528 1,000 -1,000

-1,000 -1,000
0,326 0,567
-0,064 0,088
-1,000 -1,000

G
-1,000
0,232
0,054
-0,151
-1,000
0,138
1,000
-1,000
0,287
0,277
-1,000

0,618
0,413

Keterangan: A dan G: Tambak air tawar; B: Tambak air payau

Jenis fitoplankton yang cenderung disukai ikan bandeng di tambak air tawar
dan tambak air payau adalah Closteriopsis sp., Oscilatoria sp., Peridinium sp.,
Prorocentrum sp., dan Euglena sp. Jumlah kelimpahan fitoplankton yang disukai
ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Kelimpahan fitoplankton yang disukai ikan bandeng
Jenis Fitoplankton
Cyanophyta
Chlorophyta
Bacillariophyta
Dinophyta
Euglenophyta

Anacystis sp.
Mycrocystis sp.
Oscillatoria sp.
Clorella sp.
Closteriopsis sp.
Mastogloia sp.
Rhizosolenia sp.
Peridinium sp.
Prorocentrum sp.
Euglena sp.
Jumlah

Fitoplankton yang disukai (idv)
A1 (0) A2 (5) A3 (15) A4 (30) B1 (0) B2 (5) B3 (15) B4 (30)
1596 1830 2112
593
516
1569
1680
502
1476
960
7296

747

1928
1760
702
1636
6773

1233
2217
1120
1963
2600
475
1642
11250

793
2787
633

697

916

950
1415
2189

1287
1334
2494

744
1559

769

383
1753

6121

7153

1307
1579

2733
999
1909
9855

542
1067
3885

9362

G
953
1375
2024
2924
2104
1353
2023
1110
13866

Keterangan: A dan G: Tambak air tawar; B: Tambak air payau

Jumlah kelimpahan fitoplankton Cyanophyta masih lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah kelimpahan fitoplankton selain Cyanophyta pada setiap perlakuan,
baik di tambak air tawar maupun tambak air payau. Selanjutnya perbandingan

19

Kelimpahan fitoplankton (idv/L)

kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di perairan terhadap kelimpahan fitoplankton
Cyanophyta di tambak ikan yang berbau lumpur (van der Ploeg dan Boyd, 1991)
dapat dilihat pada Gambar 12.
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
A1 (0) A2 (5) A3 (15) A4 (30) B1 (0)

B2 (5) B3 (15) B4 (30)

Perlakuan
Fitoplankton Cyanophyta

G (4) Pustaka
(1000) *

Keterangan: A dan G: Tambak air tawar; B: Tambak air payau; *: van der Ploeg dan
Boyd, 1991

Gambar 12 Perbandingan kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di perairan
terhadap kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di tambak ikan yang
berbau lumpur (van der Ploeg dan Boyd 1991)

Kandungan Geosmin (ug/L)

Kelimpahan fitoplankton Cyanophyta di tambak ikan (van der Ploeg dan
Boyd 1991) yang menghasilkan bau lumpur menunjukan kelimpahan yang paling
tinggi dibandingkan dengan kelimpahan fitoplankton Cyanophyta pada setiap
perlakuan yaitu sebesar 11.325.000 idv/L. Selanjutnya hasil dugaan kandungan
geosmin di perairan dapat dilihat pada Gambar 13.
1,40
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
A1 (0)

A2 (5)

A3 (15) A4 (30)

B1 (0)

B2 (5)

B3 (15) B4 (30)

G (4) Pustaka *

Perlakuan
Keterangan: A dan G: Tambak air tawar; B: Tambak air payau; *: van der Ploeg dan
Boyd, 1991

Gambar 13 Hasil dugaan kandungan geosmin di perairan dari persamaan regresi
Y=1.10-7X+0,0151 (Y= kandungan geosmin, X= kelimpahan
Cyanophyta) (van der Ploeg dan Boyd 1991)

20

Hasil dugaan kelimpahan fitoplankton Cyanophyta terhadap kandungan
Geosmin pada setiap perlakuan menunjukan nilai yang sangat kecil sebesar 0,015
ug/L dibandingkan dengan tambak ikan lele yang berbau lumpur (van der Ploeg dan
Boyd 1991) yaitu sebesar 1,3 ug/L. Selanjutnya hasil uji organoleptik dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil uji organoleptik
Spesifikasi
Bau
Sangat segar, tidak bau lumpur
Segar, tidak bau lumpur
Kurang segar, netral (tidak bau lumpur)
Kurang segar, agak bau lumpur
Mulai timbul bau asam, agak bau lumpur
Agak asam, bau lumpur
Asam, busuk, bau lumpur
Rasa
Sangat enak, gurih, tidak bau lumpur
Enak, gurih, tidak bau lumpur
Enak, kurang gurih, netral (tidak bau lumpur)
Enak, hambar, agak bau lumpur
Kurang enak, bau lumpur
Agak asam, bau lumpur
Asam, busuk, bau lumpur
Kenampakan
Utuh, rapih, bersih, warna putih bercahaya
Utuh, rapih, bersih, warna putih sedikit kurang cemelang
Utuh, rapih, besih, warna putih kurang cemerlang
Utuh, rapih, bersih warna putih agak kusam
Utuh, rapih, bersih, warna putih kusam
Utuh, rapih, kurang bersih, warna putih kusam
Utuh, rapih, kurang besih, warna putih sangat kusam
Tekstur
Sangat padat, kompak lentur
Padat, kompak lentur
Padat, kurang kompak
Padat, kurang kompak agak lembek
Kurang padat, kurang kompak lembek
Lembek dan berair
Lembek sekali
Lendir
Tidak berlendir
Lendir tipis tidak berbau
Lendir tipis agak netral
Lendir mulai mengering
Lendir mengering
Lendir kental dan asam
Lendir kental dan busuk
Jumlah Responden

Perlakuan
Nilai Hari ke-1
Hari ke-50
Hari ke-90
All A1 A2 A3 A4 G B1 B2 B3 B4 A1 A2 A3 A4 G B1 B2 B3 B4
9
8
7
6
5
3
1

11
17
2
0
0
0
0

7
17
6
0
0
0
0

10
15
5
0
0
0
0

6
20
4
0
0
0
0

8
17
5
0
0
0
0

0
7
12
11
0
0
0

6
18
6
0
0
0
0

6
18
6
0
0
0
0

6
17
7
0
0
0
0

9
18
3
0
0
0
0

4
14
9
3
0
0
0

3
16
9
2
0
0
0

4
14
7
5
0
0
0

3
17
3
7
0
0
0

4
6
17
3
0
0
0

4
17
9
0
0
0
0

5
15
9
1
0
0
0

4
17
8
1
0
0
0

2
14
11
3
0
0
0

9
8
7
6
5
3
1

0
8
17
5
0
0
0

5
19
6
0
0
0
0

3
20
6
1
0
0
0

2
19
9
0
0
0
0

7
16
7
0
0
0
0

0
10
16
4
0
0
0

3
19
8
0
0
0
0

7
19
4
0
0
0
0

11
17
2
0
0
0
0

10
18
2
0
0
0
0

4
12
9
5
0
0
0

3
13
10
4
0
0
0

4
11
10
5
0
0
0

2
12
10
6
0
0
0

7
5
18
0
0
0
0

2
10
15
3
0
0
0

6
12
8
4
0
0
0

2
12
12
4
0
0
0

1
14
11
4
0
0
0

9
8
7
6
5
3
1

4
10
10
6
0
0
0

7
17
6
0
0
0
0

5
20
5
0
0
0
0

3
20
7
0
0
0
0

7
19
4
0
0
0
0

6
19
5
0
0
0
0

6
21
3
0
0
0
0

7
18
5
0
0
0
0

5
18
7
0
0
0
0

7
17
6
0
0
0
0

5
19
6
0
0
0
0

9
17
4
0
0
0
0

6
18
6
0
0
0
0

19
10
1
0
0
0
0

6
17
7
0
0
0
0

7
20
3
0
0
0
0

8
18
4
0
0
0
0

9
18
3
0
0
0
0

10
16
4
0
0
0
0

9
8
7
6
5
3
1

3
19
4
3
1
0
0

10
17
3
0
0
0
0

6
18
6
0
0
0
0

6
17
7
0
0
0
0

4
20
6
0
0
0
0

5
18
7
0
0
0
0

6
18
6
0
0
0
0

8
18
4
0
0
0
0

9
18
3
0
0
0
0

7
19
4
0
0
0
0

3
17
10
0
0
0
0

3
15
11
1
0
0
0

5
17
8
0
0
0
0

7
18
5
0
0
0
0

4
20
6
0
0
0
0

12
15
3
0
0
0
0

9
17
4
0
0
0
0

12
16
2
0
0
0
0

10
15
5
0
0
0
0

9
8
7
6
5
3
1

5
19
4
2
0
0
0

9
17
4
0
0
0
0

7
20
3
0
0
0
0

7
18
5
0
0
0
0

5
21
4
0
0
0
0

3
18
9
0
0
0
0

6
16
8
0
0
0
0

7 11 9
19 16 18
4 3 3
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
30 Orang

3
14
11
2
0
0
0

3
13
12
2
0
0
0

2
13
11
4
0
0
0

7
20
3
0
0
0
0

10
19
1
0
0
0
0

9
17
4
0
0
0
0

9
17
4
0
0
0
0

8
18
4
0
0
0
0

6
18
6
0
0
0
0

Keterangan: A dan G: Tambak air tawar; B: Tambak air payau

Hasil organoleptik menunjukan bahwa pada perlakuan tambak G (4) skor 7
untuk spesifikasi bau dan rasa. Sedangkan untuk semua perlakuan baik di tambak
air tawar dan air payau untuk spesifikasi bau dan rasa menunjukan skor 8.

21

Parameter Kualitas Air
Parameter yang dievaluasi pada penelitian ini yaitu suhu, kecerahan, DO, pH,
salinitas, N-total, P-total, dan rasio N:P. N