Toksisitas akut, biokonsentrasi dan bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng (Chanos chanos forsskal)

(1)

TOKSISITAS AKUT, BIOKONSENTRASI DAN

BIOELIMINASI INSEKTISIDA MALATHION PADA

JUVENIL IKAN BANDENG (

Chanos chanos

Forsskal)

MUZNAH TOATUBUN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Insektisida Malathion pada Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2011

Muznah Taotubun


(4)

(5)

ABSTRACT

MUZNAH TOATUBUN. Acute toxicity, bioconcentration and bioelimination malathion in juvenile milkfish (Chanos chanosForsskal) ). Under direction of KUKUH NIRMALA and EDDY SUPRIYONO.

Malathion is non systemic organophosphate insecticide that has large spectrum and special character by inhibiting cholinesterase work to asetilcholine in fish body. Generally, the use of malathion is to exterminate insects in health, agriculture, husbandry, and household. This research aims to determine limit level and acute malathion toxicity and to analyze malathion bioconcentrate influence and bioelimination in juvenile milkfish body. Moreover, main research consisted of one control and three treatments with three replications (A. control, B. 025, C. 0.5, D. 0.75 µg/l). The results showed that malathion insektida threshold in the range of 0002-0004 mg / l and acute toxicity LC50 96 hour is 0.0025 mg /,

malathion concentration 0,75 (treatment D) was very toxic and influenced physiological condition of juvenile milkfish, therefore increasing accumulation in fish body gland, decreasing hematological condition, feed consumption, specific growth rate, feeding efficiency, and survival rate. Malathion elimination rate of 0.03 mg / l was very fast suitable with time addition and not persistent in juvenile milkfish body.


(6)

(7)

RINGKASAN

MUZNAH TOATUBUN. Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Insektisida Malathion Pada Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan EDDY SUPRIYONO.

Malathion adalah insektisida organofosfat non-sistemik yang memiliki spektrum yang luas, dan mempunyai sifat yang khas yaitu menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin dalam tubuh ikan. Penggunaan malathion secara luas untuk membasmi serangga dalam bidang kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga. Insektisida malathion masuk

Tujuan penelitian ini adalah menentukan ambang batas dan toksisitas akut malathion serta menganalisa pengaruh biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada tubuh juvenil bandeng. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji, tahap I penelitian pendahuluan yang terdiri dari uji nilai kisaran dan uji toksisitas akut. Tahap II penelitian inti terdiri dari biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada juvenil bandeng. Ikan yang digunakan juvenil bandeng yang berukuran 7 - 8 cm dan berat 2 - 3 gram. Sedangkan bahan pencemar yang digunakan adalah insektisida malathion 95%. Uji nilai kisaran konsentrasi menggunakan deret angka yaitu A (0.00 mg/l), B (0.002 mg/l), C (0.004 mg/l), D (0.008 mg/l), dan E (0.016 mg/l) dengan 3 ulangan tiap perlakuan. Sedangkan uji toksisitas akut terdiri atas 4 perlakuan, 1 kontrol dan 3 ulangan dengan konsentrasi A (kontrol), B (0.0024 mg/l), C (0.0028 mg/l), D (0.0034 mg/l) dan E (0.0040 mg/l). Pada penelitian inti diaplikasikan dalam 4 perlakuan dan 3 ulangan dengan konsentrasi A (0.00 µg/l), B (0.25 µg/l), C (0.5 µg/l) dan D (0.75 µg/l). Untuk uji bioeliminasi digunakan juvenil ikan bandeng pada perlakuan B (0.25 µg/l) yang telah mencapai kondisi stabil (steady state) pada uji biokonsentrasi. Ikan yang digunakan pada uji ini adalah sebanyak 20/akuarium.

ke lingkungan perairan dapat terjadi melalui berbagai jalur, antara lain pemakaian langsung yang residunya berada di udara dan tanah, limpasan dari persawahan. Pada saat hujan akan masuk ke kolam, tambak, daerah muara melalui saluran air.

Ambang batas insektida malathion berada pada kisaran 0.002 – 0.004 mg/l dan toksisitas akutnya adalah 0.0025 mg/l. Konsentrasi malathion pada perlakuan


(8)

D (0.75 µg/l) bersifat toksik dan mempengaruhi kondisi fisiologis juvenil bandeng. Peneyerapan malathion ke dalam jaringan tubuh juvenil bandeng menyebabkan penurunan kondisi hematologis, penurunan jumlah konsumsi pakan, efisiensi pakan, laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenil bandeng. Laju eliminasi malathion yakni sebesar 0.03 mg/l dan tidak persisten dalam tubuh juvenil bandeng.

Dari hasil penelitian ini disarankan kiranya ada penelitian dengan waktu pemaparan yang panjang atau pada satu siklus hidup ikan bandeng, sehingga diperoleh data yang lebih lengkap mengenai pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida malathion terhadap perkembangan gonad, reproduksi, fekunditas sampai pada tingkat konsumsi.


(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(10)

(11)

TOKSISITAS AKUT, BIOKONSENTRASI DAN

BIOELIMINASI INSEKTISIDA MALATHION PADA

JUVENIL IKAN BANDENG (

Chanos chanos

Forsskal)

MUZNAH TOATUBUN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(12)

(13)

Judul Tesis : Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Insektisida Malathio pada Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) Nama : Muznah Toatubun

NIM : C151090151

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc

Ketua Anggota

Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc

Diketahui

Ketua Program studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Enang Harris, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(14)

(15)

Untuk keluarga kecilku : Papa Gani, Abang Ridho dan Ade Nina


(16)

(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunian-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul ” Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal)” dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus kepada Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc dan Dr. Ir. Eddy Supriyono selaku komisi pembimbing atas waktu, kebijaksanaan, tuntunan, kesabaran, serta masukan hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis juga mengucapakan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Moh. Toatubun dan Ibunda Hj. Talha Renleeuw (Alm)

2. Suami tercinta A.Gani Rumkel SE , serta anak-anak tersayang : Ridho Bachri Rumkel dan Sakina Mawrah Rumkel

3. Kaka dan Kakak ipar :

- Drs. H. F. Arifin Toatubun, M.Pdi dan St. Fatluchah SH - Drs. H. Usman Toatubun dan dr. Hj. Betty Zoebaidah

- Dra. Maimunah Toatubun, M.Si dan Drs. M.Hasan Toatubun - dr. H. Fadilah Toatubun dan Erny Matutu

- Ali Toatubun, SH dan Nurul Rini Djahria - Aminah Toatubun S.Ag.

- AKBP. T. Is. Rumkel dan Hj. Azza Rumkel - P. Rumkel dan Zuhury Rumkel

- Amir Lobubun dan Maryam Lobubun - Murad Rumkel dan Talha Rumkel - Hayati Lobubun dan AKP. Sy. Lobubun - Eda Rumkel

- Ponakan : Misbah, Cholil, Ian, Ael, Wafi, Ira, Gazali, Tia, Hajar, Heder,Yono, Ichsan,Yanti, Iki, Lia, Olga.

- Adimin Lobubun dan Naima Leftew yang senantiasa penuh kasih sayang menjaga dan menemani anak-anaku.


(18)

4. Bapak Prof. Dr. Ir D. Djokosetiyanto, DEA, selaku penguji luar komisi atas segala masukan dan arahan.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS, selaku Ketua Program Studi Mayor Akuakultur

6. Rekan-rekan Akuakultur 2009 (Muliani, Hary Krettiawan, Eulis Marlina, Riri Ezraneti, Jenny Abidin, Dewi puspaningsih, Jacqueline Sahetapy, Tanbiyaskur, Rahman, Iko Imelda Arisa, Sefty Heza Dwinanti, Zuraida, Anwar Hasan, Dian Febriani, Alfabetian Condro Haditomo, Erna Thalib, Wahyuni Fanggi Tasik, Aras Syazili, Safrizal Putra, Novi Mayasari, Reza Samsudin, Jakomina Metungun, Mariana Beruatjaan).

4. Staf dan pegawai di Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, masukan dan kritikan untuk perbaikan serta kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, November 2011


(19)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara pasangan Bapak H. Moh. Toatubun Ibu Hj. Talha Renleeuw (Alm). Penulis dilahirkan di Langgur Kabupaten Maluku Tenggara Maluku pada tanggal 21 Januari 1977.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMU Alhilaal Tual. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Strata Satu (S1) pada program studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia Makassar dan berhasil lulus pada tahun 2000.

Tahun 2005 Penulis diangkat menjadi staf pengajar pada Politeknik Perikanan Negeri Tual. Penulis melanjutkan pendidikan lagi pada program Megister (S2) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Mayor Ilmu Akuakultur. Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Master (S2) pada tahun 2011 dengan judul tesis “Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Insektisida Malathion pada Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal)”.


(20)

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 2

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan dan Manfaat ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng……….. 4

Pestisida dan Insektisida Malathion………. 5

Keberadaan Pestisida Di Lingkungan Perairan ... 7

Toksisitas Insektisida... 8

Penyerapan, Eliminasi dan Persistensi Pestisida……….. 9

Kualitas Air……… 12

METODE PENELITIAN ... 14

Persiapan Penelitian... 14

Penelitian Pendahuluan ... 14

Tahap 1 ... 14

Tahap 2 ... 16

Penelitian Inti... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Hasil ... 24

Penelitian Pendahuluan ... 24

Penelitian Inti ... 26

Pembahasan ... 36

SIMPULAN DAN SARAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(22)

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Metode dan alat untuk analisis parameter fisika kimia air ... 23 2 Data mortalitas ikan bandeng pada uji nilai kisaran (Range value test) .. 24 3 Laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng……….. 28 4 Hasil pengamatan kondisi hematologi, efisiensi pakan, laju

pertumbuhan, dan tingkat kelangsungan hidup juvenil bandeng yang

terpapar malathion selama 30 hari ... 36 5 Data Nilai kisaran kualitas air selama penelitian ... 36


(24)

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Struktur kimia insektisida malathion ... 6 2 Nilai LC50

uji toksisitas akut ... 26 insektisida malathion pada juvenil bandeng selama

3 Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 10% dari nilai LC50

0.25 µg/l……… 27 , dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar

4 Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 30% dari nilai LC50

0.5 µg/l……… 28

, dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar

5 Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 50% dari nilai LC50

0.75 µg/l………. 28

, dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar

6 Eliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil ikan bandeng yang telah terpapar larutan insektisda malathion sebesar 10% dari LC50

0.25 µg/l. ... 30 -96 jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar

7 Rata-rata kadar hemoglobin juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 31 8 Rata-rata kadar hematokrit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 32 9 Rata-rata kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 33 10 Rata-rata kadar leukosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 33 11 Rata-rata jumlah pakan yang dikonsumsi juvenil ikan bandeng

selama 30 hari pemaparan insektisida malathion……… 33 12 Rata-rata laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng selama 30 hari


(26)

13 Rata-rata efisiensi pakan juvenil ikan bandeng selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 35 14 Rata-rata tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng selama 30


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Penentuan konsentrasi pada penelitian pendahuluan dan penelitian inti 60 2 Metode pengenceran salinitas ... 61 3 Prosedur analisi residu insektisida malathion pada sampel air ... 62 4 Prosedur analisi residu insektisida malathion pada sampel daging ikan 63 5 Prosedur pengamatan gambaran darah ... 64 6 Data mortalitas juvenil ikan bandeng selama uji nilai kisaran 48 jam .. 65 7 Data mortalitas ikan bandeng selama uji toksisitas akut insektisida

malathion 96 jam ... 66 8 Analisa probit untuk menentukan LC50-24 jam insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng ... 67 9 Analisa probit untuk menentukan LC50-48 jam insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng ... 68 10 Analisa probit untuk menentukan LC50-72 jam merkuri terhadap

juvenil ikan bandeng ... 69 11 Analisa probit untuk menentukan LC50-96 jam insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng ... 70 12 Analisa kadar hemoglobin juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari ... 71 13 Analisa kadar hematokrit juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari ... 72 14 Analisa kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang terpapar insektisida

malathion selama 30 hari ... 73 15 Analisa kadar leukosit juvenil ikan bandeng yang terpapar insektisida

malathion selama 30 hari ... 74 16 Analisa efisiensi pakan juvenil bandeng yang terpapar insektisida


(28)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Upaya meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitas untuk memenuhi tuntutan pasar yang selalu meningkat banyak menghadapi kendala yaitu hama dan penyakit. Upaya peningkatan produksi pangan atau hasil pertanian lainnya termasuk perikanan dilakukan dengan beberapa cara, salah satu cara yang digunakan ialah mengurangi dan membasmi hama atau makhluk pengganggu lainnya terhadap tanaman dan organisme yang dibudidayakan, untuk keperluan tersebut digunakan bahan kimia yang salah satunya adalah pestisisda.

Walaupun penggunaan suatu jenis pestisida ditujukan untuk mematikan suatu kelompok atau spesies hama dan patogen tertentu, tetapi pada hakekatnya bersifat racun terhadap semua organisme (Connell dan Miller 1995). Oleh karena itu penggunaan yang tidak terkontrol dan tidak selektif ditambah dengan masukan dari lingkungan budidaya, dapat berdampak negatif terhadap lingkungan maupun biota budidaya.

Malathion adalah insektisida organofosphat non-sistemik yang memiliki spektrum yang luas, dan mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu dapat menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin (Asetilcholinesterase Inhibitor) di dalam tubuh. Malathion juga mempunyai sifat racun sangat tinggi (LC50-96 jam) pada ikan Rainbow trout 4,1 ppb dan 263 ppb pada Yellow perch

(Martinez et al. 2004). Insektisida malathion membunuh insekta dengan cara meracun lambung, kontak langsung dan dengan pernapasan/uap. Dipergunakan untuk mengontrol banyak tipe insekta. Malathion juga mempunyai sifat toksis pada insekta yang cukup tinggi, sedangkan toksisitas pada mamalia relatif rendah, sehingga banyak digunakan (Matsumura 1995). Penggunaan malathion secara luas untuk membasmi serangga dalam bidang kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga. Insektisida mengalami proses biotransformasi di dalam darah, hati, sedangkan tempat penimbunan utama di dalam jaringan lemak.


(29)

2

Menurut Mehta et al. (2008), malathion juga dapat menyebabkan perubahan bentuk, ukuran dan pecahnya sel limfosit. Sameeh et al. (2008), melaporkan bahwa malathion dapat menyebabkan degeneratif dan nekrose sel epitel tubulus ginjal pada tikus. Penelelitian yanga sama juga dilaporkan McCarthy dan Fuiman (2008) bahwa malathion dosis 0,1-1,0 µgl/l) mengganggu sintesis protein dan pertumbuhan larva ikan Red drum.

Insektisida malathion masuk ke lingkungan perairan dapat terjadi melalui berbagai jalur, antara lain pemakaian langsung yang residunya berada di udara dan tanah, limpasan dari persawahan. Pada saat hujan akan masuk ke kolam, tambak, daerah muara melalui saluran air.

Perairan pantai dan muara yang dangkal pada umumnya merupakan

daerah yang sering terkena pencemar, yang mana ikan merupakan ikan yang

hidup di pantai-pantai dan di muara sungai yang memiliki sifat euryhaline

(perairan dengan variasi salinitasi) serta terhadap goncangan salinitas yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Ikan bandeng berpotensi untuk terkontaminasi oleh insektisida malathion karena hidupnya di daerah pantai yang merupakan tempat bermuaranya polutan termasuk insektisida malathion. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai toksisitas akut, biokonsentrasi dan bioeliminasi insektisida malathion terhadap juvenil ikan bandeng.

Perumusan masalah

Ikan bandeng adalah salah satu ikan ekonomis penting yang banyak dibudidayakan pada perairan muara yaitu pada tambak dan KJA. Dan merupakan ikan konsumsiyang digemari oleh masyarakat indonesia. Ikan bandeng berpotensi untuk terkontaminasi oleh insektisida malathion karena hidupnya di daerah pantai yang merupakan tempat bermuaranya polutan termasuk insektisida malathion.

Apabila perairan tempat budidaya ikan bandeng sudah tercemar oleh insektisida malathion, maka akan mudah masuk ke dalam tubuh melalui proses pernapasan (respirasi), rantai makanan dan penyerapan lewat kulit.


(30)

3

Tujuan dan manfaat penelitian

Penelitian ini dilakasanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menentukan ambang batas dan toksisitas akut insektisida malathion pada juvenil bandeng

2. Menganalisa pengaruh biokonsentrasi insektisida malathion pada tubuh juvenil bandeng

4. Menganalisa bioeliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil bandeng. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi para pelaku budidaya perikanan mengenai bahaya toksisitas akut , laju biokonsentrasi dan bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng yang dibudidayakan pada tambak maupun KJA.

Hipotesis

Berdasarkan pada perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian di atas, maka hipotesis yang dapat digunakan adalah bahwa pada kisaran konsentrasi yang kecil/rendah insektisida malathion dapat bersifat toksik pada juvenil bandeng, dan mudah terserap ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng namun mudah tereliminasi.


(31)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng

Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan oleh petani tambak dan ikan ini juga merupakan jenis ikan ekonomis penting di Indonesia. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam familia Chanidae (bersama enam genus tambahan dilaporkan pernah ada namun sudah punah). Menurut Saanin (1984) ikan bandeng ini memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Gonorynchiformes

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos Forsskal

Ikan bandeng hidup diperairan pantai, muara sungai,hamparan hutan bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa biasanya berada diperairan litoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan kedalaman antara 10-30 m

Secara eksternal ikan bandeng mempunyai bentuk kepala mengecil dibandingkan lebar dan panjang badannya, matanya tertutup oleh selaput lendir (adipose). Sisik ikan banding yang masih hidup berwarna perak, mengkilap pada seluruh tubuhnya. Pada bagian punggungnya berwarna kehitaman atau hijau kekuningan atau kadang-kadang albino, dan bagian perutnya berwarna perak serta mempunyai sisik lateral dari bagian depan sampai sirip ekor. Pada ikan bandeng ukuran juvenil dan dewasa jumlah sirip dorsal II :12-14, anal II: 8 atau 9, sirip dada I: 15-16, sirip bawah I:10 atau 11 dan mempunyai sisik lateral dari bagian depan sampai caudal antara 75-85, dan tulang belakang berjumlah 44 ruas


(32)

5

Pestisida dan Insektisida Malathion

Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh. (Tarumingkeng 1992). Dalam praktek, pestisida digunakan bersama-sama dengan bahan lain misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air pengencer, tepung untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer (dalam formulasi dust), atraktan (misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, bahan yang bersifat sinergis untuk penambah daya racun, dsb.

Secara khusus pestisida digunakan untuk memberantas atau mencegah: a) hama dan penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian; b) rumpu- rumputan; c) hama liar pada hewan piaraan atau ternak ; d) hama air; e) binatang atau jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; f) organisme penyebab penyakit pada manusia dan binatang; g) mematikan daun dan menecegah pertumbuhan tanaman yang tidak tergolong jenis pupuk (Komisi Pestisida 1997).

Insektisida adalah semua bahan campuran bahan yang digunakan untuk membunuh, mengendalikan mencegah, menolak atau mengurangi serangga (Hadi 2006). Ada bermacam-macam golongan insektisida yang berasal dari bahan sintetik yaitu golongan Organoklorin, Organofosfat, Karbamat dan Sintetik Piretroid.

Organofosfat merupaka insektisida yang mengandung fosfat dalam susunan kimianya (Magallona 1980). Awal penemuan insektisida ini terjadi pada masa perang dunia II dalam rangka penelitian “gas saraf” untuk kepentingan perang. Malathion termasuk golongan organofosfat yang banyak digunakan dalam program pengendalian serangga.

Ciri khas Malathion adalah mempunyai kemampuan melumpuhkan serangga dengan cepat, toksisitasnya terhadap mamalia relatif rendah, dan terhadap vetebrata kurang stabil, korosif, barbau, dan memeiliki rantai karbon yang pendek. Juga bekerja sebagai racun perut, sebagai racun kontak (contact


(33)

6

poison) dan racun inhasi. Insektisida organofosfat merupakan racun saraf yang bekerja dengan cara menghambat kolinestrase (ChE) yang mengakibatkan serangga sasaran mengalami kelumpuhan dan akhirnya mati.

Malathion adalah bahan teknis pestisida yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan nyamuk A. aegypti, nyamuk culex quin quefasciatus dan nyamuk

Anopheles sp di dalam dan di luar ruangan. Malathion termasuk golongan organofosfat parasimpatomimetrik, yang berarti berikatan irreversible dengan enzim kolinesterase pada sistem saraf serangga. Akibatnya, otot tubuh serangga mengalami kejang, kemudia lumpuh, dan akhirnya mati. Malathion digunakan dengan cara pengasapan (Kasumbogo 2004).

Adapaun spesifikasi Malathion adalah sebagai berikut:

Nama Dagang : Malathion

Golongan : Organofosfat

Rumus Molekul : C10H19O6PS

Kandungan bahan aktif : Malathion 95%

2

Dosis aplikasi : 50 ml/liter solar

No.Reg Komisi Pestisida : RL – 1246/ I - 2002/ T

Sifat fisik : Cairan jernih

Warna : Kecoklatan

Aplikasi : Thermal Fogging, Cold Fogging

Serangga sasaran : A. Aegypti, Culex sp., Anopheles sp.


(34)

7

Malathion adalah insektisida OP yang telah terdaftar untuk digunakan di Amerika Serikat sejak 1956. Telah digunakan dalam pertanian, perumahan, area rekreasi publik, dan program pengendalian vektor pada kesehatan masyarakat. Salah satu insektisida OP yang paling awal dikembangkan. Untuk pengendalian nyamuk, malathion diterapkan sebagai ultra-low volume (ULV) semprot, baik oleh truk-atau pesawat-mount penyemprot pada tingkat maksimum £ 0,23 (atau sekitar 2,5 fluida ons) bahan aktif per hektar, yang meminimalkan risiko eksposur dan orang-orang dan lingkungan.

Malathion produk yang digunakan dalam pengendalian vektor meliputi: Fyfanon ULV (untuk dewasa) dan Fyfanon 8. Emulsion (untuk larva). Rekomendasi ODFW Penggunaan malathion, seperti adulticides lain, apakah organophosphate atau lainnya, adalah non-spesifik. Sebagai ultra low volume (ULV) semprot dengan konsentrasi yang relatif rendah pestisida dalam semprot, itu dirancang untuk meminimalkan risiko arthropoda non-target dan hewan lainnya.

Keberadaan Pestisida Di Lingkungan Perairan

Masuknya pestisida ke lingkungan perairan dapat terjadi melalui berbagai jalur, antara lain pemakaian langsung, buangan limbah industri, limpasan dari persawahan, flushing, penimbunan aerosol dan partikulat, melalui curah hujan serta panguapan antar udara dan air (Connel dan Miller 1995). Di dalam lingkungan, pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan kemudian berpindah ke tempat lain melalui air (sungai), angin dan berbagai jasad hidup yang berpindah tempat (Tarumingkeng 1992). Komponen-komponen lingkungan seperti unsur-unsur hayati, suhu, air atau udara kemudian mengubah bahan aktif pestisida melalui proses kimiawi atau biokimiawi menjadi bahan lain yang masih beracun atau bahan yang toksisitasnya telah hilang sama sekali. Penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan cara disemprot, ditabur, dioles dan lain-lain. Umumnya pestisida digunakan secara disemprot. Setelah dilakukannya penyemprotan pestisida akan dapat berada di lingkungan udara, tanah air, tumbuhan dan manusia ( Soemirat 2003) .


(35)

8

Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada di dalam tanah dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air penerima, berupa sungai dan sumur. Beberapa penelitian mengenai kualitas air yang menekankan pada aspek pestisida ditemukan residu pestisida di irigasi daerah Sukapura Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, pestisida golongan organofosfat jenis metamidofos, fenitrotion, dan satu jenis dari golongan organoklorin yaitu alpha – BHC ( Mulyatna 1993). Hal ini tentunya berbahaya karena residu pestisida tersebut dapat masuk ke dalam tanaman pertanian misalnya padi yang menggunakan air irigasi tersebut. Dan di samping itu juga dapat merusak ekosistem perairan.

Toksisitas Insektisida

Insektisida banyak digunakan oleh para petani karena sangat efektif membasmi hama, oleh adanya racun yang dapat menghambat aktivitas impuls saraf. Pestisida ini sering digunakan karena penggunaannya yang dekat sebelum atau sesudah panen produk pertanian, sehingga dapat menyebabkan asupan terhadap bahan makanan. Potensi adanya sejumlah besar pestisida masuk ke perairan bisa secara langsung seperti kegiatan membasmi nyamuk, organisme yang tidak diinginkan, dan serangga lainnya, atau tidak langsung terutama yang berasal dari saluran lahan pertanian (Rompas 2010).

Semua jenis insektisida baik organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid adalah racun saraf. Hal ini dapat terjadi pada saraf perifer dan /atau pada sistem saraf pusat melalui mekanisme yang berbeda. Jenis insektisida organofosfat dan karbamat disebut sebagai insektisida antikolinesterase karena keduanya mempunyai efek yang sama dalam system saraf (perifer dan pusat), walaupun masing-masing mempunyai ikatan dan struktur kima yang berbeda (Soemirat 2003). Toksisitas insektisida terhadap organisme tertentu juga dinyatakan dalam nilai Lethal Dose (LD50), yaitu, menunjukan dosis racun yang

dapat mematikan 50 persen dari populasi hewan percobaan. Insektisida ini dapat diklasifikasikan atas dasar LD50.


(36)

9

Beberapa metode pengujian toksisitas telah dilakukan untuk mengetahui tingkat respon suatu organisme terhadap suatu pestisida, sebagai cara untuk menetapkan daya racun dan pengaruh bahan kimia terhadap suatu organisme hidup (EPA, 1985). APHA, AWWA dan WPCF (1985) menggolongkan uji toksisitas berdasarkan waktu, yaitu : a) jangka pendek (24-96 jam), b) jangka menengah (10-30 hari), dan c) jangka panjang (sebagian atau seluruh siklus hidup suatu organisme). Abel (1989) dan CEA (1992) membedakan pengaruh bahan toksik, termasuk pestisida, terhadap organisme ke dalam empat kategori, yaitu : 1). Toksisitas letal, yaitu daya racun yang menyebabkan kematian pada organisme uji; 2) toksisitas subletal, yaitu daya racun tidak menyebabkan kematian secara langsung pada organisme, tetapi menyebabkan gangguan pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan makan dan pada akhirnya akan mengalami kematian; 3) toksisitas akut, yaitu daya racun yang bereaksi dalam waktu yang relatif singkat dan cepat, hanya dalam beberap hari; 4) toksisitas kronis, yaitu daya racun yang bereaksi pada periode yang lebih lama, yang berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan.

Penyerapan, Eliminasi dan Persistensi Pestisida

Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam akukultur dapat terurai dengan cepat di dalam air, sebagai contoh ; diclorvos (pestisida) pada air laut waktu paruhnya berkisar antara 100-200 jam tergantung pH air laut.

Bioakumulasi adalah pengambilan bahan kimia (biasanya yang tidak esensial) dari lingkungan melalui beberapa atau semua jalur yang memungkinkan (respirasi, pakan, kulit) dari beberapa sumber dalam lingkungan akuatik (air, suspense, koloid atau partikulat organic karbon, sedimen, organisme lain) dimana bahan kimia tersebut tersedia. Sedangkan eliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi metabolik.

Respon farmakodinamik oleh organismedapat menyerap suatu zat asing merupakan suatu fungsi konsentrasi steady- state dari bahan aktif secara biologi


(37)

10

pada jaringan sasaran yang diperkirakan dalam keseimbangan dengan sirkulasi secara teratur. Perubahan konsentrasi secara teratur ditetapkan melalui laju absorpsi relative dan eliminasi, dimana laju absorpsi dipengaruhi oleh jalur pengambilannya (Wallace 1992).

Pengambilan pestisida oleh hewan air dapat melalui: a) pengambilan pakan yang terkontaminasi, b) pengambilan air yang melewati membrane insang, c) difusi kutikula, dan d) penyerapan langsung dari sedimen (Connel dan Miller 1995). Pestisida disebarkan ke jaringan tubuh melalui system peredaran darah dan limpa dalam hewan bertulang belakang. Pada serangga pergerakan pestisida dapat melalui hemolimfa melewati membran.

Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu material dari air ke dalam ikan (Manahan 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor

(BCF). BCF merupakan suatu istilah untuk menggambarkan kadar suatu bahan kimia yang dapat terkonsentrasi dalam suatu jaringan organisme pada suatu lingkungan perairan sebagai hasil pemaparan bahan kimia tersebut dalam air. Nilai BCF pada kondisi steady-state selama fase penyerapan adalah tingkat konsentrasi dalam suatu atau beberapa jaringan organisme perairan yang terpapar dibagi dengan rata-rata konsentrasi bahan kimia dalam air selama pengujian (Rand and Petrocelli 1985 dalam Pong-Masak 2003). Sedangkan keadaan

steady-state adalah suatu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi per satuan waktu seimbang pada suatu konsentarsi bahan yang diberikan dalam air.

Waktu paruh merupakan suatu ukuran terhadap persistensi suatu bahan kimia. Waktu paruh suatu substansi adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu substansi untuk meurunkan setengah dari konsentrasi awalnya. Secara umum semakin lama waktu paruh maka semakin berpotensi berpindah karena akan berada dalam lingkungan dalam waktu yang lama. Walaupun demikian waktu paruh bukanlah suatu factor yang mutlak, dimana tekstur tanah, suhu, kandungan


(38)

11

oksigen, populasi mikroorganisme, pH tanah, photodegradasi dan faktor lain dapat menyebabkan waktu paruh bervariasi pada suatu substansi (Schnoor, 1992).

Menurut Tarumingkeng (1992) dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal istilah residu. istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit. Deposit ialah bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi penuaan (aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya. Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian, pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit (skala ppm), pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses pertumbuhan tanaman itu sendiri.

Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit). Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya dua proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan (residu persisten). Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat.

Insektisida organofosfat yang diaplikasikan langsung dalam budidaya perairan dapat menghilang dengan sangat cepat dari kolom air melalui penguraian ke dalam fase sedimen atau melalui penguapan, fotodegradasi, hidrolisis, dan degradasi microbial. Waktu paruh dalam perairan alami umumnya lebih pendek yaitu kurang dari 2 hari (Chambers and Levi 1992). Keberadaa malathion di lingkungan perairan anaerob tampaknya menjadi singkat, pada sebuah studi


(39)

12

menghasilkanwaktu paruh 2,5 hari (sedimen pH 7,8, pH air 8.7). Sedangkan degradasi aerobik pada air mengalir dan air tergenang sangat tergantung pada kondisi fisik dan biokimia lokal. Degradasi terjadi melalui jalur biodegradasi dan hidrolisis dan tergantung pada tipe tanah dan pH. Satu studi mencatat bahwa di dalam air sungai, 75% dan 90% dari malathion telah terdegradasi masing-masing

dalam satu minggu dan dua minggu. Studi lain menemukan bahwa paruh

malathion bervariasi dari 0,5 hari menjadi 10 hari berdasarkan pH di kolam, danau, sungai dan badan air lainnya (EPA 2004).

Kualitas Air

Toksisitas pestisida dalam air akan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini tejadi karena peningkatan tingkat respirasi, sehingga racun yang terpapar pada tubuh ikan akan semakin besar (Mason 1992). Penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentarsi karbondioksida dapat menyebabkan stres pada ikan sehingga ketahanan ikan terhadap pestisida akan menurun, akibatnya akan mempengaruhi toksisitas pestisida terhadap ikan (Arianti 2002). Rendahnya oksigen terlarut dalam tubu ikan akan meningkatkan toksisitas pestisida terhadap ikan. Boyd (1990) mengemukakan bahwa keberadaan amonia akan mereduksi masuknya oksigen ke dalam tubuh ikan, hal ini disebabkan insangnya yang rusak.


(40)

13

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji, tahap I penelitian pendahuluan yang terdiri dari uji nilai kisaran dan uji toksisitas akut. Tahap II penelitian inti terdiri dari biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada juvenil bandeng.

Persiapan Penelitian

Akuarium yang akan digunakan sebelumnya dicuci bersih dan diberi desinfektan. Selanjutnya akuarium diisi dengan air dan diaerasi selama seminggu agar oksigennya jenuh.

Sebelum dilakukan uji pendahuluan, terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi pada ikan yang akan diuji. Aklimatisasi ini dilakukan selama seminggu yang bertujuan untuk membiasakan ikan agar dapat hidup dalam suasana laboratorium.. Sebelumnya juvenil bandeng diaklimasi pada salinitas 15 ppt selama 5 hari. Untuk mendapatkan salinitas yang sesuai dengan perlakuan yaitu 10 ppt, maka dilakukan penurunan salinitas 1 ppt per hari secara bertahap agar ikan tidak stres.

Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran

Uji pendahuluan ini adalah uji nilai kisaran (range finding test) malation yang bertujuan untuk menentukan ambang batas atas (N) dan ambang batas bawah (n) yang akan digunakan diuji toksisitas akut. Uji tahap ini dilakukan selama 48 jam. Konsentrasi ambang batas atas adalah konsentrasi terendah dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua ikan uji mati pada waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan konsentrasi ambang batas bawah adalah kosentrasi tertinggi dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua hewan uji hidup setelah pemaparan 48 jam.

Waktu dan Tempat

Penelitian pendahuluan tahap I dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji nilai kisaran ini dilakukan selama 48 jam.


(41)

14

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm3 sebanyak 15 unit yang diisi air sebanyak 20 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar 10 ekor/akuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion 95% dengan penentuan konsentrasi menggunakan deret angka (Lampiran 1) yaitu A (0 mg/l), B (0,002 mg/l), C (0,004 mg/l), D (0,008 mg/l), E (0,016 mg/l) dengan 3 ulangan tiap perlakuan. Perhitungan konsentrasi larutan uji mengacu pada persamaan :

V1 N1 = V2 N Keterangan :

2

N1

N

: Konsentrasi malathion dalam larutan stok (mg/l)

2

V

: Volume larutan stok yang akan diambil (ml)

1

V

: Konsentrasi malathion yang diinginkan dalam media air (mg/l)

2 : Volume media air penelitian yang diinginkan (ml) Parameter Pengamatan

Selama uji nilai kisaran dilakukan, setiap unit akuarium diberi aerasi, namun tidak dilakukan pergantian air dan pemberian pakan. Parameter yang diukur pada uji ini adalah mortalitas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 6, 12, 18, 24, 36 dan 48.


(42)

15

Uji Toksisitas Akut

Penelitian pendahuluan tahap II adalah melakukan untuk mengetahui toksisitas akut insektisida malathion yang dinyatakan dengan LC50. Nilai LC50

Waktu dan Tempat

yang dilihat adalah nilai yang dapat mematikan ikan pada jam ke 48 dan jam ke 96.

Penelitian pendahuluan tahap II ini dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji nilai kisaran ini dilakukan selama 96 jam (4 hari).

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm3 sebanyak 15 unit yang diisi air sebanyak 20 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar 10 ekor/akuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion 95%. Dari uji nilai kisaran didapatkan nilai ambang batas atas (N) adalah 0.004 mg/l dan nilai ambang batas bawah (n) adalah 0.002 mg/l. Nilai ini selanjutnya dimasukan ke dalam rumus menurut Wardoyo (1997), sehinhgga didapatkan konsentrasi yang akan digunakan dalam uji toksisitas. Perhitungan kisaran konsentrasi yang digunakan dalam uji toksisitas dihitung berdasarkan rumus berikut:

Log N/n = k log a/n

a/n = b/a = c/b = d/c = N/d

Keterangan:

N : Konsentrasi ambang atas


(43)

16

k : Jumlah konsentrasi yang diuji

a,b,c,d : Konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai konsentrasi terkecil

Parameter Pengamatan

Selama uji toksisitas akut dilakukan, setiap unit akuarium diberi aerasi namun tidak dilakukan pergantian air dan pemberian pakan. Parameter yang dilihat adalah mortalistas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 24, 48, 72 dan 96.

Rancangan Percobaan

Penelitian pendahuluan pada uji toksisitas akut terdiri atas 4 perlakuan dan 1 kontrol dengan 3 ulangan . Deret konsentrasinya adalah sebagai berikut (Lampiran 1) :

A : 0.00 mg/l (Kontrol)

B : 0.0024 mg/l

C : 0.0028 mg/l

D : 0.0034 mg/l

E : 0.0040 mg/l

Analisa Data

Untuk dapat menetukan nilai konsentrasi LC50 dilakukan analisa probit

dengan SPSS 17. Analisa probit adalah suatu cara transformasi statistik dari data persentase kematian ke dalam varian yang disebut probit dan kemudian digunakan untuk menentukan fungsi regresi probit dengan log konsentrasi agar dapat mengestimasi LC50.

Penelitian Inti

Biokonsentrasi insektisida pada juvenil ikan bandeng

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi insektisida malathion terhadap laju bioakumulasi dan respon fisiologis dari juvenil bandeng akibat perlakuan yang diberikan.

Waktu dan Tempat

Penelitian inti dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji nilai kisaran ini dilakukan selama 96 jam (4 hari). Penelitian inti ini dilakukan selama 30 hari.


(44)

17

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 60 x 30 x 40 cm3 sebanyak 12 unit . Masing-masing akuarium diisi air sebanyak 40 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2 - 3 gram sebanyak 240 ekor dengan padat tebar 20 ekor/akuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30% dari LC50.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan komersil berupa pellet yang berkadar protein 38%. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari yaitu pada jam 08.00, 12.00 dan 16.00 wib.

Rancangan Percobaan

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAK) dengan mengaplikasikan 4 perlakuan 1 kontrol dan 3 ulangan. Konsentrasi insektisida malathion yang digunakan mengacu pada hasil penelitian pendahuluan. Satuan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Lampiran 1) :

A : 0 µg/l (Kontrol) B : 0.25 µg/l C : 0.5 µg/l D : 0.75 µg/l

Bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng

Uji bioeliminasi dilakukan setelah penyerapan insektisida malathion dalam tubuh juvenil ikan bandeng telah mencapai konsentrasi stabil yang diketahui dari hasil uji bioakumulasi.


(45)

18

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji ini dilakukan selama 15 hari.

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium dengan ukuran 60 x 30 x 40 cm3 sebanyak 3 unit. Masing-masing akuarium diisi dengan air sebanyak 40 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt tanpa bahan uji insektisida malathion (clean water). Sebelum digunakan air air tersebut diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng pada perlakuan B (0.25

µg/l) yang telah mencapai kondisi stabil pada uji biokonsentrasi. Ikan yang digunakan pada uji ini adalah sebanyak 20/akuarium.

Parameter Pengamatan

Selama penelitian berlangsung, setiap unit akuarium diberi aerasi, pergantian air dilakukan setiap 24 jam dan diamati laju eliminasi pada pada juvenil bandeng. Parameter yang diukur adalah sampel ikan yang diambil pada hari ke- 5, 10 dan 15 setelah pemeliharaan.

Metode dan Parameter Pengamatan

Ikan uji diseleksi berdasarkan ukuran yang relatif homogen, dimasukan secara acak sebanyak 20 ekor/akuarium. Selama penelitian berlangsung hewan uji diberi pakan secara atsatiation. Pergantian air dilakukan secara statis renewable. Formulasi media uji dilakukan dalam wadah tandon serat kaca bervolume 100 liter dengan proses pengenceran. Sampling ikan akan dilakukan pada jam ke : 0 (awal), 6, 12, 24, 48, 96, 192, dan 264. Untuk kebutuhan analisis, sampel ikan diambil sebanyak 2 ekor/akuarium dan air media sebanyak 100 ml/akuarium. Sampel ikan dimasukan ke dalam kantong plastik klip, sedangkan air dengan


(46)

19

botol sampel dikemas dalam kotak pendingin (cool box) dengan menggunakan es untuk

pendingin. Selanjutnya dibawah ke laboratorium untuk dianalisis dengan menggunakan alat Kromatografi Gas.

Pemanatauan kualitas air dilakukan secara berkala untuk menilai kelayakan media pemeliharaan terhadap kelangsungan hidup ikan serta melihat kemungkinan pengaruh insektisida malathion terhadap media air percobaan. Parameter kualitas air meliputi pH, salinitas, oksigen terlarut, diukur sebelum dan sesudah pergantian media air.

Parameter yang diukur selama penelitian berlangsung adalah :

1. Biokonsentrasi insektisida malathion pada juvenil bandeng

Kandungan konsentrasi insektisida malathion dalam sampel daging dan air dihitung menggunakan petunjuk Komisi Pestisida (1997), dengan rumus sebagai berikut :

(mg/kg) residu = A x _C__ x __D__ x__F__ B E G

Keterangan :

A = Konsentrasi larutan standar (µg/mL) B = Luas puncak standar (mm)

C = Lebar puncak sampel (mm)

D = Volume larutan standar yang diinjeksi (µ L) E = Volume larutan sampel yang diinjeksi (µ L) F = Volume pengenceran (mL)

G = Bobot awal sampel analitik (g).

Perhitungan nilai biokonsentrasi faktor (BCF) berdasarkan laju penyerapan dan laju eliminasi pada kondisi steady state, menggunakan petunjuk Butte dalam

Nagel and Loskill (1991); Montanes and Hattum (1995) dengan rumus : dCr = kuCw - kdCr

dt

ku = kdCr Cw

kd = Ln Cn - Ln C12 t2 - t1


(47)

20

BCF = ku kd Keterangan :

BCF = Biokonsentrasi factor

ku = Laju penyerapan (mg/kg/jam) kd = Laju eliminasi (mg/kg/jam)

Cf1 = Konsentrasi malathion dalam tubuh ikan bandeng pada awal pengamatan (mg/Kg)

Cft = Konsentrasi malathion dalam tubuh ikan ikan bandeng pada t pengamatan (mg/kg)

Cw = Konsentrasi rataan malathion dalam air selama penyerapan (mg/l) t = Waktu pengamatan/analisis residu (jam).

2. Bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng

Pengujian bioeliminasi dimulai setelah penyerapan insektisida malathion dalam tubuhn juvenil ikan bandeng sudah mencapai konsentrasi stabil. Sebagai perlakuan adalah tingkat konsentrasi pada kondisi steady state. Ikan dipindahkan ke dalam akuarium kaca berisi 12 liter air tanpa bahan uji (clean water), masing-masing 6 ekor per unit percobaan. Pengambilan sampel ikan sebanyak 2 ekor setiap unit percobaan kemudian dianalisa seperti prosedur pecobaan biokonsentrasi. Selama pemeliharaan, pergantian air dilakukan sebanyak 50% setiap hari, sedangkan pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari serta pengamatan parameter kualitas air. Perhitungan nilai waktu paruh bahan uji dalam media percobaan dan dalam tubuh ikan bandeng pada interval analitik terjadinya penurunan (eliminasi) konsentrasi residu malathion. Pertama-tama dapat diplot dan dilanjutkan menurut petunjuk Mora (1996) dan Kennedy et al. (1998), sebagai berikut :

C = Co . e-λt

Keterangan :

C = Konsentrasi malathion pada t hari setelah pemaparan (mg/l) Co= Konsentrasi pada saat pemaparan (awal) (mg/l)


(48)

21

t = waktu (hari)

Ketika terjadi penurunan separuh dari konsentrasi awal, perhitungan di atas mengikuti perhitungan sebagai berikut :

½ = e-λt -0,693 = - λt

atau ln ½ = λt

t½ =

λ

0,693

Dengan : ½ = waktu paruh

Apabila nilai ln C diplotkan terhadap t, maka λ akan didapat slope dari kurva :

(t1,lnC1

)

Ln C

(t2,lnC2

)

t (hari)

Dengan : λ = ln C1 – ln C2 t2 - t1

Hasil perhitungan laju penyerapan, laju eliminasi dan biokonsentrasi rasio analisis sidik ragam RAL dan Uji BNT untuk menguji respon terhadap perlakuan dengan bantuan program statistic versi 3,0

3. Kondisi hematologi (Gambaran darah)

Pengamatan dan pengukuran gambaran darah ikan dilakukan sebanyak 3 kali selama penelitian berlangsung yaitu pada hari ke-0, 15 dan 30 (Lampiran 4) terdiri atas :

a. Haemoglobin dengan metode sahli dengan sahlinometer (Wedemeyer dan Yasutake 1977)

b. Hematokrit (Anderson dan Siwichki 1993) Hematokrit = Volume sel darah

Total volume darah x 100


(49)

22

Σ eritrosit = Σ sel terhitung x 104 sel/mm3 d. Jumlah leukosit (Blaxhall dan Daisley 1973)

Σ Leukosit = Σ sel terhitung x 50 sel/mm

4. Kelangsungan hidup (SR)

3

Tingkat kelulusan hidup ikan Bandeng dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SR = Nt

No x 100 %

Keterangan:

SR : Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt : Jumlah ikan yang hidup pada waktu t

No : Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian

5. Pertumbuhan (GR)

Laju pertumbuhan terdiri dua parameter yaitu laju pertumbuhan bobot rerata harian dan laju pertumbuhan panjang rerata harian dihitung berdasarkan formula berikut (NRC 1977):

Laju pertumbuhan bobot rerata harian

      −

= t 1

Wo Wt

α x 100

dengan: α = laju pertumbuhan bobot rerata harian (%) Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (g)

Wo = bobot rata-rata individu pada waktu t0

t = lama percobaan (hari)

(g)

Laju pertumbuhan panjang rerata harian :

      −

= t 1

Lo Lt

α x 100

dengan: α = laju pertumbuhan panjang rerata harian (%) Lt = panjang rata-rata individu pada waktu t (g) Lo = panjang rata-rata individu pada waktu to (g) t = lama percobaan (hari)


(50)

23

6. Efisiensi Pakan (EP)

�� % = ��

+�� − ��

� ����

Keterangan:

EP = Efisiensi pakan (%)

Bt

B

= Biomasa mutlak ikan pada akhir percobaan (g)

d

B

= Biomasa mutlak ikan yang mati selama percobaan (g)

0

F = Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama percobaan (g)

= Biomasa mutlak ikan pada awal percobaan (g)

7. Kualitas fisika kimia air

Data kualitas air yang diukur adalah pH, suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, kesadahan dan ammonia. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 7 hari sekali selama penelitian.

Tabel 1. Metode dan alat untuk analisis parameter fisika kimia air

Parameter Satuan Alat

Salinitas ‰ Refraktometer

Suhu °C Tremometer

DO mg/l DO meter

pH - pH meter

Alkalinitas mg/l Titrasi

Kesadahan mg/l Titrasi

TAN mg/l Spektrofotometer

Analisis Data

Data pengaruh perlakuan terhadap tingkat konsumsi oksigen, kadar glukosa darah akan dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat pengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Tukey. Selanjutnya histopatologi organ ikan dan data kualitas air akan dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan tabel, gambar dan grafik.


(51)

24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran

Berdasarkan hasil uji nilai kisaran konsentrasi insektisida malathion pada juvenil bandeng menunjukan bahwa jumlah mortalitas selama uji nilai kisaran didapatkan nilai konsentrasi ambang atas (N) adalah 0.004 mg/l yang merupakan konsentrasi terendah insektisida malathion yang dapat mematikan 100% juvenil bandeng dalam waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan nilai konsentrasi ambang bawah (n) adalah 0.002 mg/l yang merupakan konsentrasi tertinggi malathion yang tidak mematikan juvenil bandeng dalam waktu pemaparan 48 jam. Berikut table data mortalitas juvenil bandeng pada uji nilai kisaran (Lampiran 6).

Tabel 2. Data mortalitas juvenil bandeng pada uji nilai kisaran Perlakuan

(mg/l)

Jumlah ikan (ekor)

Mortalitas pada jam ke- (%)

0 6 12 18 24 36 48

0 30 0 0 0 0 0 0 0

0.002 30 0 0 0 0 0 0 0

0.004 30 0 0 0 0 100 100 100

0.008 30 0 100 100 100 100 100 100

0.016 30 0 100 100 100 100 100 100

Pada perlakuan kontrol sampai pada jam ke- 48 tidak ditemukan ikan yang mati, hal ini menunjukkan bahwa kualitas air sebagai media pemeliharaan selama masa pemaparan dalam kondisi baik .

Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut dilakukan selama 96 jam dengan konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan dengan uji nilai kisaran. Deret konsentrasi yang digunakan diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus menurut Wardoyo (1977), yaitu terdiri dari perlakuan A (Kontrol), perlakuan B (0.0024 mg/l), perlakuan C (0.0028 mg/l), perlakuan D (0,0034 mg/l) dan perlakuan E (0.004 mg/l).

Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas akibat konsentrasi malathion yang diberikan dan mencatat jumlah juvenil bandeng yang mati pada jam ke- 2,


(52)

25

4, 6, 8, 12, 24, 48, 72 dan 96 setelah aplikasi. Pada pengamatan jam ke- 24 setelah pemaparan insektisida malathion untuk perlakuan (E) konsentrasi 0.004 mg/l terjadi kematian sampai 100%. Sedangkan pada perlakuan (D) konsentrasi 0.0034 mg/l pada pengamatan jam ke- 72 juga mengalami kematian sampai 100%. Selanjutnya perlakuan (C) konsentrasi 0.0028 mg/l sampai akhir pengamatan terjadi kematian sampai 98 %. Untuk perlakuan (B) konsentrasi 0.0024 mg/l sampai pada jam ke-96 kelangsungan hidup juvenile bandeng mencapai 90%. Pada perlakuan kontrol tidak ditemukan juvenil bandeng yang mati dan gejala klinis akibat stres sampai pada waktu pengamtan jam ke- 96, hal ini menunjukan bahwa media pemeliharaan dan kondisi juvenil bandeng selam uji toksisitas akut dalam keadaan baik. Data kelangsungan hidup juvenil bandeng pada uji toksisitas akut dapat dilihat pada Lampiran 7.

Selanjutnya data mortalitas juvenil bandeng dianalisa dengan menggunakan analisa probit (SPSS 17) untuk menentukan nilai LC50 pada waktu

pemaparan pada jam ke- 24, 48, 72 dan 96 (Lampiran 8, 9, 10 dan 11). Hasil anailsa menunjukan bahwa nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96

jam berturut-turut adalah 0.00291 mg/l, 0.00269 mg/l, 0.00258 mg/l dan 0.0025 mg/l. Berikut ini adalah grafik nilai LC50 pada uji toksisitas akut.

Gambar 2. Nilai LC50 insektisida malathion pada juvenil bandeng selama uji

toksisitas akut 0,0022

0,0023 0,0024 0,0025 0,0026 0,0027 0,0028 0,0029 0,003

24 48 72 96

LC

50

Waku pengamatan (jam ke-)


(53)

26

Dari grafik di atas menunjukan bahwa semakin lama waktu pemaparan maka nilai LC50 insektisida malathion terhadap juvenil bandeng akan semakin

rendah. Dari nilai LC50

Penelitian Inti

-96 jam yang diperoleh dapat dikatakan bahwa insektisida malathion bersifat sangat toksik terhadap juvenil bandeng.

Biokonsentrasi insektisda malathion pada juvenil bandeng

Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu material dari air ke dalam ikan (Manahan 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor

(BCF).

Laju penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng dan konsentrasi insektisda malathion dalam air pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5.

Gambar 3. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 10% dari nilai LC50,

dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar 0.25 µg/l

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 4 12 24 48 96 144 192 264

K o n sen tras i m al at h io n µ g/ l

Waktu pengamatan (jam ke-) Ikan Air


(54)

27

Gambar 4. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 20% dari nilai LC50,

dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar 0.5 µg/l

Gambar 5. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 30% dari nilai LC50, dengan

konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar 0.75 µg/l

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 4 12 24 48 96 144 192 264

K o n sen tras i m al at h io n µ /l

Waktu pengamatan (Jam ke-)

Ikan Air

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 4 12 24 48 96 144 192 264

K o n sen tras i m al at h io n µ g/ l

Waktu pengamatan (jam ke-)


(55)

28

Laju penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng pada ketiga perlakuan semakin meningkat sampai pada pengamatan jam ke-144 setelah pemaparan. Sedangkan pada dua titik pengamatan berikutnya, yaitu pada jam ke- 196 dan 264 setelah pemaparan, residu insektisida malathion yang terkonsentrasi dalam tubuh juvenil ikan bandeng sudah mengalami kondisi stabil (steady state). Hal ini menunjukan bahwa penyerapan , distribusi dan detoksikasi insektisida malathion dalam jaringan juvenil ikan bandeng telah mencapai keseimbangan maksimum.

Berdasarkan determinasi residu insektisida malathion dalam tubuh juvenil ikan bandeng pada kondisi stabil (steady state) dengan nilai rata-rata residu insektisida malathion dalam air, maka dapat diketahui biokonsntrasi faktor (BCF) dengan nilai yang semakin kecil dengan bertambahnya konsentrasi insektisida malathion dalam air (Tabel 3).

Tabel 3. Laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida malathion terhadap juvenil ikan bandeng

Perlakuan (µg/l)

Laju penyerapan (µg/kg)

RUmax (µg/l) RAAV (µg/l) Biokons. faktor

0.25 0.08 0.26±0.01 0.250±0.03 1.039

0.5 0.06 0.52±0.03 0.502±0.08 1.035

0.75 0.03 0.77±0.01 0.752±0.04 1.028

Keterangan :

RU max = Konsentrasi residu maksimum dalam tubuh juvenil bandeng pada keadaan tetap

RA av = Rataan konsentrasi residu dalam media air selama percobaan

Nilai BCF paling besar diperoleh pada pada perlakuan B (0.25 µg/l) yaitu sebesar 1.039; diikuti oleh perlakuan C (0.5 µg/l) kemudian perlakuan D (0.75µg/l) dengan nilai masing-masing sebesar 1.035 dan 1.028.

Bioeliminasi Insektisida Malathion pada Juvenil Ikan Bandeng

Bioeliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi metabolik (Specie et al. 1997 dalam Pong Masak 2003).

Laju eliminasi (depurasi/peluruhan) insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng menunjukan bahwa terjadi penurunan konsentrasi residu yang


(56)

29

semakin cepat. Pada Gambar 6 terlihat bahwa penurunan/elimiansi semakin cepat seiring dengan bertambahnya waktu. Semakin lama waktu eliminasi maka persentasi konsentrasi insektisida malathion dalam tubuh juvenil ikan bandeng semakin berkurang.

Gambar 6. Eliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil ikan bandeng yang telah terpapar larutan insektisda malathion sebesar 10% dari LC50-96

jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar 0.25 µg/l.

Laju eliminasi insektisida malathion dari dalam tubuh juvenil ikan bandeng (Gambar 6) daperoleh bahwa pada jam ke-0 peluruhannya rata-rata 0.17

µg/l atau sebesar 68 % , sampai pada jam ke-360 peluruhannya hingga 0.03 atau sebesar 10%.

Kondisi Hematologi

Data pengukuran kondisi hematologi meliputi jumlah hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit.

Dari Gambar 7 terlihat bahwa penurunan kadar hemoglobin pada semua pelakuan pemaparan insektisida malathion sampai pada pengukuran hari ke-30, dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi malathion yang dipaparkan maka kadar hemoglobin dalam darah ikan uji akan lebih rendah.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 120 240 360

L a ju E lim in a si (% )


(57)

30

Gambar 7. Rata-rata kadar hemoglobin juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Pengukuran kadar hematokrit pada darah juvenil ikan bandeng yang terpapar insektisida malathion selam 30 hari menunjukan bahwa penurunan kadar hematokrit pada semua pelakuan , dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi insektisida yang dipaparkan maka kadar hematokrit ikan bandeng akan lebih rendah. Pada perlakuan kontrol kadar hematokrit terukur menunjukan nilai yang relatif stabil (Gambar 8)

Dari Gambar 8 terlihat pada hari kadar hematokrit paling rendah pada konsentrasi 0.75 µg/l, terjadi penurunan sampai pada hari ke-30.

Gambar 8. Rata-rata kadar hematokrit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

7,89 7,15 6,92 5,23 7,86 7,17 6,88 4,83 7,64 6,67 4,65 3,50 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00

0 0,25 0,5 0,75

H a e m og lo bi n ( % H b) Perlakuan (µg/l)

0 15 30

22,73 21,19 20,16 19,34 23,38 21,19 17,73 13,06 22,52 18,96 15,58 4,67 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00

0 0,25 0,5 0,75

H e m ato k r it (% )

Perlakuan (µg/l)


(58)

31

Komponen utama eritrosit adalah hemoglobin protein yang mengangkut sebagian besar oksigen (O2) dan sebagian kecil fraksi karbon dioksida (CO2).

Data hasil penelitian menunjukan bahwa penurunan kadar eritosit pada perlakuan konsentrasi 0.75 µg/l . Data hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi insektisda malathion maka terjadi penurunan kadar eritrosit pada sampel darah juvenile ikan bandeng (Gambar 9).

Gambar 9. Rata-rata kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Jumlah total leukosit bervariasi antara spesies ikan, dipengaugi oleh umur ikan. Saat ikan larva jumlahnya lebih tinggi, kemudian secara bertahap menurun samapai pada umur 2-12 bulan.

Dari data hasil penelitian menunjukan bahwa penurunan kadar leukosit pada semua konsentrasi pemaparan insektisida malathion. Semakin tinggi konsentrasi insektisida malathion, maka akan menurunkan leukosit darah ikan pada penelitian smapai hari ke-30.

6,00 5,68 5,68

5,12 4,56 3,71 3,01 2,20 4,33 2,67 2,62 1,71 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

0 0,25 0,5 0,75

E r itr o si t (1 0 se l/ mm³ ) Perlakuan (µg/l) 0 15 30


(59)

32

Gambar 10. Rata-rata kadar leukosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh juvenil ikan bandeng mengalami penurunan setelah terpapar oleh insektisida malathion. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini.

Gambar 11. Rata-rata jumlah pakan yang dikonsumsi juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

33,21 31,35 30,80 29,99 30,66 25,70 17,58 11,13 29,30 21,34 10,38 5,88 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

0 0,25 0,5 0,75

L e u k o si t (1 0 se l/ mm³ ) Perlakuan (µg/l) 0 15 30

70,0 67,4 51,6 46,6 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0

0 0,25 0,5 0,75

Ju m lah p ak an ( gr am ) Perlakuan (µg/l)


(60)

33

Ikan yang terpapar insektisida malathion akan mengalami stres sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat. Akibatnya nafsu makan ikan menurun sehingga ikan kurang respon terhadap pakan yang diberikan. Dari Gambar 11 juga terlihat bahwa nafsu makan ikan makin berkurang pada perlakuan yang paling besar yaitu pada perlakuan D (0.75 µg/l) sebesar 46.6 gram.

Laju Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan suatu proses bertambahnya ukuran volume atau berat suatu organisme. Khususnya ikan yang dilihat dari peubahan panjang dan berat dalam suatu waktu (Effendi 1979). Insektisida malathion sangat berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap penurunan laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng (Lampiran 16). Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ikan bandeng pada perlakuan D (0.67±0.15 %) lebih rendah dari perlakuan A (kontrol) yang mencapai 1,08±0.03 % dapat terlihat pada grafik berikut ini :

Gambar 12. Rata-rata laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Efisiensi Pakan

Data hasil peneilitian menunjukan bahwa pada perlakuan D (22.46±5.24 %) lebih kecil jika dibandingkan dengan pada perlakuan A (3.18±1.56 %). Uji statistik menunjukan bahwa insektisida malathion berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap penurunan efisiensi pakan juvenil ikan bandeng (Lampiran 17).

1,08 0,95 0,70 0,67 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40

0 0,25 0,5 0,75

L a ju P e r tum b uha n (% ) Perlakuan (µg/l)


(61)

34

Gambar 13. Rata-rata efisiensi pakan juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng cenderung menurun akibat pengaruh toksisitas insektisida malathion. Pada Gambar 14 terlihat bahwa tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan D sebesar 82 % sedangkan pada perlakuan A (kontrol) sebesar 93%. Hal ini sesuai dengan uji statistik yang menunjukan bahwa toksisitas insektisda malathion dapat berpengaruh nyata terhadap penurunan kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng (Lampiran 18).

Gambar 14. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathio

31,18 28,59 22,83 22,46 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

0 0,25 0,5 0,75

E fis ie n si p ak an ( % ) Perlakuan (µg/l) 93 92 85 82 74 76 78 80 82 84 86 88 90 92 94 96

0 0,25 0,5 0,75

S in ta sa n (% ) Perlakuan (µg/l)


(62)

35

Secara keseluruhan pengaruh aplikasi konsentrasi insektisda malathion pada masing-masing perlakuan terhadap kondisi fisiologis juvenil ikan bandeng dapat dilihat pada table berikut

Tabel 4. Hasil pengamatan kondisi hematologi, efisiensi pakan, laju pertumbuhan, dan tingkat kelangsungan hidup juvenil bandeng yang terpapar malathion selama 30 hari

Perlakuan (µg/l)

Parameter Pengamatan A (0.00) B (0.25) C (0.5) D (0.75)

Kadar Haemoglobin (%) 7.64±0.12a 6.67±0.29a 4.65±0.30 b 3.50±0.50b Kadar Hematokrit (%) 22.52±0.89a 18.96±0.73bc 15.58±0.55c 4.67±0.57

∑ Eritrosit (10

d

6 sel/mm3) 4.33±0.64a 2.67±0.44

2.62±0.73

b b

1.71±0.20

∑ Leukosit (10

b

5 sel/mm3) 29.3±0.82a 21.34±0.90

10.38±0.62 a

5.88±0.80 b

∑ konsumsi pakan (g)

c

70.0±1.40a 67.40±1.14a 51.6±1.96b 46.6±0.90 Laju Pertumbuhan (GR) (%)

c

1.08±0.03a 0.95±0.10a 0.70±0.13b 0.67±0.15 Efisiensi Pakan (EP) (%)

b

31.18±1.56a 28.59±3.02ab 22.83±1.81b 22.46±5.24 Kelangsungan Hidup (%)

b

93 92 85 82

*) Angka sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05)

Fisika Kimia Air

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengamatan terhadap fisika kimia air media pemeliharaan yang meliputi salinitas, suhu, DO, pH, alkalinitas, kesadahan dan TAN.

Tabel 5. Data Nilai kisaran kualitas air selama penelitian.

Perlakuan (µg/l) Salinitas (‰) Suhu (°C) DO

(mg/l) pH

Kesadahan mg Caco3/l) Alkalinitas (ppm) TAN (ppm)

0 10 27-28 5.5-6.0 7.5-7.7 65.58 - 87.10 142 - 155 0.179 - 0.235 0.25 10 27-28 5.0 - 53 7.2-7.7 57.55 - 75.00 133 - 164 0.152 - 0.240 0.5 10 27-28 4.5 - 4.8 7.2-7.6 58.21 - 70.12 116 - 130 0.130 - 0.163 0.75 10 27-28 4.3 - 4.5 7.1-7.4 57.60 - 77.32 87 - 89 0.115 - 0.128 Pada tabel di atas menunjukkan bahwa kondisi media pemeliharaan pada waktu penelitian masih layak untuk mendukung kelangsungan hidup juvenile ikan bandeng.


(63)

36

Pembahasan

Hasil pengamatan pada uji toksisitas akut 96 jam memperlihatkan bahwa nilai LC50 malathion terhadap juvenil bandeng yang dipelihara di media

bersalinitas 10 ppt adalah 0.0025 mg/l . Berdasarkan deskripsi kualitatif untuk ikan dan invertebrata air dari EPA (2004) LC50 dengan nilai < 0.1 ppm

dikategorikan sangat beracun. Malathion juga mempunyai sifat racun yang sangat tinggi (LC50

Toksisitas akut malathion yang semakin tinggi terhadap juvenil bandeng disebabkan oleh kecilnya kemampuan adaptasi untuk memperkecil proses biokimia malathion yang masuk ke dalam tubuh atau melalui insang,kulit dan pakan yang dikonsumsi. Rand dan Petrocelli (1985) menyatakan bahwa pengaruh bahan toksik terhadap suatu organisme akan terlihat dalam waktu pemaparan yang berbeda. Pengaruh tersebut ditentukan oleh sifat toksikan dan kemampuan tubuh untuk melakukan biotransformasi, detoksikasi dan ekskresi, sehingga pengaruh toksikan terhadap organisme bersifat dapat pulih (reversible) atau tidak dapat pulih (irreversible).

-96 jam) pada ikan Rainbow trout 4.1 ppb dan 263 ppb pada Yellow perch (Martinez dan Leyhe 2004).

Laju penyerapan malathion ke dalam tubuh juvenil bandeng pada ketiga perlakuan semakin meningkat sampai pada pengamatan jam ke- 144 setelah pemaparan. Sedangkan pada jam ke-196 dan jam ke- 264, residu malathion yang terkonsentrasi dalam tubuh juvenil bandeng sudah pada kondisi stabil (steady state). Hal ini menunjukan bahwa penyerapan, distribusi, dan detoksikasi malathion dalam jaringan tubuh juvenil bandeng, baik melalui penyerapan maupun eliminasi melalui berbagai jalur telah mencapai keseimbangan maksimum.

Dari hasil pengukuran dengan kromatografi gas (GC) terbukti bahwa konsentrasi residu malathion dalam air selama pemaparan relatif stabil dan menunjukan adanya proses dinamika malathion dalam air akibat sistem pergantian air secara semi statis setiap 24 jam. Kondisi ini sesuai dengan ketetapan (OECD 1981 dalam Nagel dan Loskill 1991) bahwa konsentrasi suatu substansi selama pengujian biokonsentrasi seharusnya dalam keadaan stabil sehingga laju penyerapan bahan kimia uji dapat terjadi sampai mencapai keseimbangan.


(64)

37

Keseimbangan konsentrasi (steady state) dapat terjadi disebabkan karena adanya proses biokimia seperti absorpsi, distribusi, penimbunan dan eliminasi /ektraksi bahan kimia aktif yang telah mencapai kapasitas optimal (Toledo et al

1992 dalam Pong-Masak 2003).

Kondisi keseimbangan residu suatu bahan toksik yang terkonsentrasi dalam suatu biota akuatik, dapat terjadi apabila sumber dan konsentrasi bahan tersebut bersifat persisten atau terjadi pemasukan secara kontinyu ke dalam media hidupnya. Penyimpanan bahan-bahan toksik dalam jaringan biota perairan sangat tergantung oleh kondisi internal biota, kondisi lingkungan dan sifat bahan tersebut. Menurut Rand dan Petrocelli (1985) sifat bahan kimia yang masuk atau terkontaminasi dengan jaringan biota akuatik dapat bersifat hidrophobik (tidak suka air), lipophilik (suka lemak), hidrophilik (suka air) atau lipophobik (tidak suka lemak). Oleh karena itu konsentrasi residu suatu bahan polutan atau unsur lain dalam suatu biota dapat berbeda.

Setelah masuk ke dalam sistem biologi, toksikan dapat dieliminasi melalui beberapa jalur. Proses eliminasi dapat terjadi melalui ekskresi, transformasi ke dalam bentuk-bentuk lain yang lebih sederhana dan bersifat kurang toksik.

Aktifitas ini dapat terjadi karena proses biologi dan metabolisme atau dikeluarkan dalam jaringan nonaktif secara metabolik (Connell et al 1999). Apabila laju elimiasi lebih tinggi dari laju penyerapan maka suatu bahan kimia tidak akan terakumulasi dalam suatu sistem biologi, sehingga potensi munculnya dampak negatif semakin kecil.

Pada tabel 3 telihat bahwa laju penyerapan insektisida malathion oleh juvenil ikan bandeng tertinggi pada perlakuan B (0.25 µg/l) yaitu sebesar 0.08

µg/l diikuti oleh perlakuan C (0.5 µg/l) sebesar 0.06 dan D (0.75 µg/l) sebesar 0.03.

Besarnya laju penyerapan insektisida malathion oleh juvenil ikan bandeng pada perlakuan B (0.25 µg/l) diduga karena juvenil bandeng mampu menyerap semua bahan aktif yang terkonsentrasi di dalam media air. Sedangkan pada perlakuan D (0.75 µg/l) juvenil bandeng hanya menyerap sebagian bahan aktif insektisida malathion sehingga penyerapan ke dalam tubuhnya juga sedikit. Selain itu kemungkinan juvenil ikan bandeng memiliki kemampuan untuk memetabolisme


(65)

38

toksikan secara cepat dan mengekskresikan toksikan tersbut sehingga penyerapan ke dalam tubuhnya menjadi kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Rompas (2010) bahwa polutan yang masuk ke dalam tubuh ikan akan mengalami proses serapan (absorpsi), transport, biotransformasi (metabolisme), distribusi dan ekskresi. Lebih lanjut dikatakan bahwa kecepatan mengikat suatu polutan sangat tergantung dari kemampuan sel penerima (receptor) dan kecepatan toksik yang masuk ke dalam tubuh, apakah lewat mulut (oral) insang atau melalui kulit.

Setelah pemaparan malathion sebesar 0.25 µg/l selama 11 hari (jam ke-264) kemudian didipindahkan ke air bersih tanpa malathion selama 15 hari, maka diperoleh nilai bioconsentrasi factor (BCF) tertinggi pada perlakuan B (0.25 µg/l) sebesar 1.039 dan terendah pada perlakuan D (0.75 µg/l) sebesar 1.028

Ikan yang terkontaminasi oleh toksikan termasuk malathion mengalami kondisi stres. Respon stres ini dapat berupa penurunan volume darah, penurunan jumlah leukosit, penurunan glikogen hati dan peningkatan glukosa darah (Affandi dan Tang 2002). Pada penelitian ini telah terjadi penurunan secara hematologis (hemoglobin, hematokrit, eritrosit dan leukosit). Hal ini menandakan ikan dalam keadaan stres akibat konsentrasi malathion dan lama pemaparannya. Dari ke tiga perlakuan, perlakuan D (0.75 µg/) memiliki hematologis yang paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya (Tabel 4). Pengaruh fisiologis lainnya adalah berkurangnya jumlah konsumsi pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Lagler et al 1977) bahwa fungsi darah pada ikan adalah untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan oksigen ke sel-sel tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya.

Penurunan kondisi hematologi ini menunjukan bahwa telah terjadi penyimpangan kondisi fisiologis pada ikan bandeng. Fungsi eritrosit adalah mengangkutoksigen dimana di dalamnya terdapat hemoglobin. Molekul hemoglobin merupakan suatu protein dalam eritrosit yang terdiri dari protoporfirin, globin dan zat besi (Fe2+) (Affandi dan Tang 2002). Apabilah jumlah eritrosit dan hemoglobin menurun akan mengakibatkan berkurangnya pengambilan oksigen dari lingkungan sehingga tingkat konsumsi oksigen menurun. Kadar hematokrit merupakan persentase volume eritrosit di dalam darah. Bond (1979) dalam affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa nilai


(1)

Lampiran 13. Analisa kadar hematokrit juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari

Kadar Haematokrit Hari ke- (%)

Perlakuan

Ulangan

0

15

30

0

1

22.74

23.17

21.68

2

24.18

22.75

23.45

3

21.26

24.21

22.42

Rataan

22.73

23.38

22.52

stdev

1.46

0.75

0.89

0.25

1

20.82

20.76

18.35

2

21.35

22.14

18.75

3

21.40

20.66

19.77

Rataan

21.19

21.19

18.96

stdev

0.32

0.83

0.73

0.5

1

20.12

17.47

15.26

2

19.37

17.35

15.27

3

21.00

18.36

16.21

Rataan

20.16

17.73

15.58

stdev

0.82

0.55

0.55

0.75

1

20.54

16.21

4.50

2

18.26

12.18

4.20

3

19.22

10.78

5.30

Rataan

19.34

13.06

4.67


(2)

Lampiran 14. Analisa kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari

Jumlah Eritrosit Hari ke- (10

ϼ

sel/mm³)

Perlakuan

Ulangan

0

15

30

0

1

6.12

4.25

4.23

2

5.77

4.41

5.02

3

6.10

5.03

3.75

Rataan

6.00

4.56

4.33

stdev

0.20

0.41

0.64

0.25

1

5.64

3.27

3.05

2

6.15

3.84

2.77

3

5.26

4.03

2.18

Rataan

5.68

3.71

2.67

stdev

0.45

0.40

0.44

0.5

1

5.53

3.22

2.27

2

6.04

2.62

3.45

3

5.47

3.18

2.13

Rataan

5.68

3.01

2.62

stdev

0.31

0.34

0.73

0.75

1

5.43

2.55

1.49

2

5.25

2.47

1.86

3

4.68

1.59

1.79

Rataan

5.12

2.20

1.71


(3)

Lampiran 15. Analisa kadar leukosit juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari

Pengukuran Hari ke- (10

ϻ

sel/mm³)

Perlakuan

Ulangan

0

15

30

0

1

33.50

30.21

30.16

2

32.12

31.42

28.52

3

34.01

30.34

29.21

Rataan

33.21

30.66

29.30

stdev

0.98

0.66

0.82

0.25

1

32.37

27.54

20.53

2

30.44

25.30

22.31

3

31.25

24.26

21.18

Rataan

31.35

25.70

21.34

stdev

0.97

1.68

0.90

0.5

1

30.22

18.67

10.04

2

29.78

16.75

11.10

3

32.41

17.33

10.00

Rataan

30.80

17.58

10.38

stdev

1.41

0.98

0.62

0.75

1

29.77

10.31

6.77

2

30.06

12.28

5.64

3

30.15

10.81

5.22

Rataan

29.99

11.13

5.88


(4)

Lampiran 16. Analisa laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari

Perlakuan

Ulangan

W0

Rata-rata Wt

Rata-rata

Laju Pertum buhan (%)

0 1 57.78 2.89 76.66 4.03 1.12

2 58.28 2.91 75.74 3.99 1.05

3 58.01 2.90 72.09 4.01 1.08

Rerata 58.02 2.90 74.83 4.01 1.08

stdev 0.25 0.01 2.42 0.02 0.03

0.25 1 58.48 2.92 70.52 3.92 0.98

2 58.01 2.90 70.79 3.73 0.84

3 57.53 2.88 74.35 3.91 1.03

Rerata 58.01 2.90 71.89 3.85 0.95

stdev 0.48 0.02 2.14 0.11 0.10

0.5 1 58.03 2.90 62.67 3.48 0.61

2 58.15 2.91 59.98 3.75 0.85

3 57.25 2.86 59.01 3.47 0.64

Rerata 57.81 2.89 60.55 3.57 0.70

stdev 0.49 0.02 1.90 0.16 0.13

0.75 1 57.64 2.88 58.93 3.47 0.62

2 57.07 2.85 53.77 3.36 0.55

3 57.11 2.86 58.61 3.66 0.83

Rerata 57.27 2.86 57.10 3.50 0.67


(5)

Lampiran 17. Analisa efisiensi pakan juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari

Perlakuan Ulangan Biomassa ikan akhir

Biomassa ikan mati

Biomassa ikan awal

Jumlah pakan

Efisiensi pakan

0

1 76.66 3.70 57.78 68.47 32.98

2 75.74 3.80 58.28 70.24 30.27

3 72.09 7.49 58.01 71.23 30.28

Rerata 74.83 5.00 58.02 69.98 31.18

stdev 2.42 2.16 0.25 1.40 1.56

0.25

1 70.52 7.15 58.48 67.37 28.48

2 70.79 4.00 58.01 65.49 25.62

3 74.35 4.15 57.53 66.24 31.66

Rerata 71.89 5.10 58.01 66.37 28.59

stdev 2.14 1.78 0.48 0.95 3.02

0.5

1 62.67 7.27 58.03 53.48 22.27

2 59.98 9.21 58.15 51.65 21.37

3 59.01 10.56 57.25 49.57 24.85

Rerata 60.55 9.01 57.81 51.57 22.83

stdev 1.90 1.65 0.49 1.96 1.81

0.75

1 58.93 9.89 57.64 47.48 23.55

2 53.77 11.10 57.07 46.52 16.77

3 58.61 10.87 57.11 45.69 27.07

Rerata 57.10 10.62 57.27 46.56 22.46


(6)

Lampiran 18. Analisa konsumsi pakan hidup juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari.

Perlakuan Ulangan Jumlah pakan Jumlah pakan Jumlah pakan

awal (gr) akhir (gr) yg dikonsumsi

A 1 100.0 31.5 68.5

2 100.0 29.8 70.2

3 100.0 28.8 71.2

Rata2 100.0 30.0 70.0

Stdev 0.0 1.4 1.4

B 1 100.0 32.6 67.4

2 100.0 34.5 68.5

3 100.0 33.8 66.2

Rata2 100.0 33.6 67.4

Stdev 0.0 0.9 1.1

C 1 100.0 46.5 53.5

2 100.0 48.4 51.7

3 100.0 50.4 49.6

Rata2 100.0 48.4 51.6

Stdev 0.0 2.0 2.0

D 1 100.0 52.5 47.5

2 100.0 53.5 46.5

3 100.0 54.3 45.7

Rata2 100.0 53.4 46.6