Biodegradasi Anaerobik Pada Makroalga Spesies Eucheuma Sp.

BIODEGRADASI ANAEROBIK PADA MAKROALGA
SPESIES Eucheuma sp.

FITRIANTI SOFYAN

ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biodegradasi
Anaerobik pada Makroalga Spesies Eucheuma sp. adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015
Fitrianti Sofyan
NIM C54100042

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
FITRIANTI SOFYAN. Biodegradasi Anaerobik pada Makroalga Spesies
Eucheuma sp. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan ADRIANI
SUNUDDIN.
Produk makroalga Eucheuma sp. yang tersisa dari hasil pemanenan yang
memiliki nilai ekonomi terendah, namum dapat dimanfaatkan kembali sebagai
alternatif energi terbarukan yaitu biogas. Biogas dihasilkan dari biodegradasi
anaerobik Eucheuma sp. dengan bantuan starter yaitu bakteri feses sapi dan
menghasilkan dua fraksi utama yaitu biogas dan residu organik (slurry).
Penelitian ini bertujuan menganalisis karakteristik slurry dari proses biodegradasi
anaerobik makroalga Eucheuma sp. berdasarkan parameter pH, total solid (TS),
volatil solid (VS), soluble chemical oxygen demand (SCOD), SCOD removal dan
volume gas yang dihasilkan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Oktober 2014

di Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) LPPM-IPB. Uji
karakteristik slurry dilakukan terhadap lima perbedaan perlakuan masukan umpan
yaitu 0.5 kg COD/m3 hari, 1 kg COD/m3 hari, 1.5 kg COD/m3 hari, 2 kg COD/m3
hari, dan 2.5 kg COD/m3 per 10 hari. Eucheuma sp. sesuai untuk menjadi bahan
baku biogas karena memiliki kandungan lignin 0.85%, kadar air 82%, dan rasio
C:N 22.99:1. Tahap aklimatisasi starter dan inokulum memiliki pH lingkungan
stabil pada nilai 6.9-7.5 dan 6.8-7.3 dengan hasil volume gas rata-rata 1220.5
ml/hari. Proses aklimatisasi biodegradasi anaerobik dilakukan pada suhu 29-31 ˚C
dan pH 5-7 dengan menghasilkan volume gas rata-rata tertinggi pada pembebanan
2 kg COD/m3 hari yaitu 4.16 L/hari. Parameter TS, VS, SCOD dan SCOD
removal memiliki masukan yang terdegradasi paling baik pada pembebanan 2.5
kg COD/m3 hari.
Kata kunci: Anaerobik, Biodegradasi, Biogas, Eucheuma sp., Makroalga

ABSTRACT
FITRIANTI SOFYAN. Anaerobic Biodegradation on Macroalgae Spesies
Eucheuma sp. underdirection by MUJIZAT KAWAROE and ADRIANI
SUNUDDIN
The residue of macroalgae products Eucheuma sp. from harvesting process
which have the lowest economical value, can be reused as the renewable resource

of energy (biogas). Biogas is resulted from anaerobic biodegradation of Eucheuma
sp. with cow feces as the starter and was producing two main faction biogas and
organic residue (slurry). The objective of this research is to analys of slurry
characteristic from anaerobic degradation proccess of Eucheuma sp. observed to
pH, total solid (TS), volatil solid (VS), soluble chemical oxygen demand (SCOD)
and SCOD removal parameter. This research was conducted on May-October
2014 in Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) LPPM- IPB. Slurry’s
characteristic test of Eucheuma sp. was conducted with five different input feed,
there are 0.5 kg COD/m3 day, 1 kg COD/m3 day, 1.5 kg COD/m3 day, 2 kg
COD/m3 day, and 2.5 kg COD/m3 day per 10 days. Eucheuma sp. is suitable to be
the source material of biogas since it has low lignin content (0.85%), wet (82%)
and C:N ratio 22.99:1. pH on system was stable when the starter and inoculum is
in acclimatization stage about 6.9-7.5 and 6.8-7.3 with the average of gas volume
1220.5 ml/day. Anaerobic biodegradation process was conducted in the
temperature of 29-31 °C and pH 5-7 and resulted in highest average of gas volume
4.16 L/day on input feed 2 kg COD/m3 day. Parameter TS,VS, SCOD and SCOD
removal showed that the best degraded loading is on 2.5 kg COD/m3 day.
Keywords: Anaerobic, Biodegradation, Biogas, Eucheuma sp., Macroalgae

BIODEGRADASI ANAEROBIK PADA MAKROALGA

SPESIES Eucheuma sp.

FITRIANTI SOFYAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul ”Biodegradasi Anaerobik pada Makroalga Spesies Eucheuma sp.”.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan pada Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada :
1.
Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi selaku dosen pembimbing pertama dan Adriani
Sunuddin, SPi, MSi selaku pembimbing kedua atas segala bimbingan,
arahan dan nasihat kepada penulis dalam proses penelitian dan penyusunan
skripsi.
2.

Beginer Subhan, Spi, Msi selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah
memberikan arahan, saran dan nasihat.
3.
Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc selaku Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan dan pembimbing akademik atas saran dan masukannya selama
masa studi.
4.
Kedua orang tua dan adik atas dukungan doa, perhatian dan kasih sayangnya.
5.
Dr Ir Udin Hasanudin MSi selaku dosen ahli bioenergi atas saran dan
masukannya dalam proses penelitian.
6.
Wahid Suherfian, Krisye, Tia, Eko, Amelia, dan juga teman-teman di LPPM
SBRC-IPB yang telah banyak membantu dalam pengerjaan penelitian.
7.
Keluarga ITK 47 yang telah memberikan dukungan, semangat dan
kebersamaannya dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga segala bentuk kritik dan saran akan dijadikan penulis sebagai bahan
evaluasi diri. Semoga skripsi ini bermanfaat.


Bogor, April 2015
Fitrianti Sofyan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Prosedur Penelitian
Volume Masukan Umpan Eucheuma sp.
Peningkatan Volume Masukan Umpan Eucheuma sp.
Pegujian Kualitas Umpan dan Komposisi Kimia Eucheuma sp.
Biodigester
Rancangan Penelitian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Eucheuma sp., Umpan Eucheuma sp., Starter dan Inokulum
Aklimatisasi Starter dan Inokulum
Peningkatan Volume Masukan Umpan Eucheuma sp. pada Biodigester
Suhu
Derajat Keasaman (pH)
Volume gas
Total solids (TS)
Volatil solids (VS)
Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD) dan SCOD removal
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
2
2
2
2
2
4
4
6
7
8
9
9
9

11
13
13
13
15
16
17
18
19
19
20
20
23
33

DAFTAR TABEL
1 Metode Analisis komposisi kimia Eucheuma sp.
2 Uji proksimat karakterisasi Eucheuma sp.
3 Karakteristik umpan Eucheuma sp, starter (bakteri feses sapi), dan
inokulum


7
9
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Prosedur penelitian biodegradasi anaerobik Eucheuma sp.
Peningkatan volume masukan umpan Eucheuma sp.
Uji kualitas umpan Eucheuma sp.
Uji komposisi kimia Eucheuma sp.
Skema biodigester anaerobik 25 L dan penampung gas sementara 5 L
Eucheuma sp. basis basah (a) dan basis kering (b)
Nilai pH aklimatisasi starter (bakteri feses sapi)
Nilai pH aklimatisasi inokulum
Volume gas aklimatisasi inokulum
Nilai pH per-hari dengan peningkatan volume masukan per-10 hari
Volume gas per-hari dan kumulatif dengan peningkatan volume
masukan per-10 hari
Nilai TS slurry dengan peningkatan volume masukan per-10 hari
Nilai VS slurry dengan peningkatan volume masukan per-10 hari
Nilai SCOD slurry dengan peningkatan volume masukan per-10 hari
Nilai SCOD removal slurry dengan peningkatan volume masukan per10 hari

3
5
6
6
8
10
12
12
13
14
15
16
17
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Prosedur analisis kualitas umpan dan komposisi kimia Eucheuma sp.
Dokumentasi kegiatan
Uji statistik analisis ragam untuk karakteristik pH
Uji statistik analisis ragam untuk karakteristik volume gas
Uji statistik analisis ragam untuk karakteristik TS
Uji statistik analisis ragam untuk karakteristik VS
Uji statistik analisis ragam untuk karakteristik SCOD
Uji statistik analisis ragam untuk karakteristik SCOD removal

23
28
29
30
31
31
32
32

PENDAHULUAN
Latar belakang
Kebutuhan terhadap bahan bakar adalah faktor penting yang membantu
aktivitas manusia sehar-hari dan salah satunya disediakan oleh gas bumi.
Peningkatan populasi dan aktivitas pembangunan telah membuat semakin
menurunnya stok bahan baku yang tidak dapat diperbarui termasuk gas bumi.
Menurut Pusdatin KESDM (2010) Indonesia hanya memiliki 1.7% dari total
cadangan gas bumi dunia (111 triliun kaki kubik), sehingga diperlukan penelitian
dalam mengeksplorasi sumber daya laut sebagai bahan baku alternatif energi yang
bersifat terbarukan.
Indonesia memiliki potensi yang besar terhadap sumber daya laut, salah
satunya adalah makroalga. Makroalga dari kelas alga merah (Rhodophyceae)
adalah makroalga yang paling banyak tumbuh di perairan Indonesia (Winarno
1996). Petani rumput laut Indonesia sebagian besar lebih memilih untuk
membudidayakan makroalga merah dari jenis Eucheuma sp. karena memiliki nilai
jual yang tinggi (Suwaryati 2014). Proses penyortiran setelah panen dilakukan
pemisahan produk layak dan tidak layak jual. Produk yang tidak layak ini
(potongan kecil/warna tidak baik) akan dimanfaatkan kembali oleh petani itu
sendiri untuk berbagai kegunaan. Salah satu pemanfaatan Eucheuma sp. yang
tidak layak jual, dapat digunakan sebagai bahan baku energi terbarukan melalui
proses biodegradasi anaerobik (Kawaroe et al. 2014). Terdapat beberapa
karakteristik fisik yang penting untuk menghasilkan biodegradasi anaerobik yang
baik pada biomassa yaitu lignin dan rasio C:N. Lignin merupakan karakteristik
dari bahan organik yang tidak dapat terdegradasi sedangkan rasio C:N merupakan
perbandingan antara karbon organik dan nitrogen yang akan digunakan pada
proses biodegradasi anaerobik. Makroalga memiliki karakteristik yang mudah
terdegradasi dengan kandungan lignin terendah dari seluruh biomassa yaitu sekitar
1-7% (Bruton et al. 2009; Bruhn et al. 2011; Chang et al. 2010) dan nilai rasio
C:N 20:1 hingga 30:1 yang termasuk dalam kategori baik untuk menjadi bahan
baku biogas (Sitompul et al. 2014). Selain itu, umur panen yang relatif singkat
dan sistem budidayanya tidak mengganggu aktivitas lahan pertanian membuat
Eucheuma sp. dapat dijadikan sumber energi alternatif terbarukan (Kelly dan
Dworanyn 2008).
Biodegradasi anaerobik merupakan proses penguraian bahan organik secara
anaerob oleh bakteri. Bakteri yang dapat dimanfaatkan dalam mendegradasi bahan
organik ini, terdapat dalam feses ternak. Feses sapi merupakan salah satu feses
ternak yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein untuk menghasilkan gas
metana (Drapcho et al. 2008). Dalam kondisi tersebut, dekomposisi bahan-bahan
organik akan menghasilkan dua fraksi utama yaitu gas (biogas) dan residu organik
(slurry) (Burke 2001; Taricska et al. 2009). Slurry merupakan umpan atau
substrat yang telah terdegradasi. Biogas terdiri dari CH4 (50-80%), CO2 (20-50%)
dan sejumlah gas lainnya seperti H2, CO, N2, O2 dan H2S (Soerawidjaja 2009).
Besarnya persentase masing-masing gas akan dipengaruhi oleh biomassa dan
starter (bakteri) yang digunakan (Energy Efficiency and Renewable Energy
2005). Biogas dihasilkan melalui metode bioteknologi anaerobik dengan

2
pendekatan yang berkelanjutan yaitu menggabungkan pengolahan limbah dengan
memanfaatkan kembali hasil sampingan. Aplikasi luas dari teknologi anaerobik
dapat meringankan peningkatan kebutuhan energi yang tidak terkendali dan
memiliki batas emisi polutan udara yang beracun, termasuk gas rumah kaca ke
atmosfer (Khanal 2008). Masih sedikitnya penelitian mengenai pengolahan
Eucheuma sp. menjadi biogas maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis karakteristik slurry dari proses
biodegradasi anaerobik makroalga Eucheuma sp. yang ditinjau dari parameter pH,
total solid (TS), volatil solid (VS), soluble chemical oxygen demand (SCOD),
SCOD removal dan volume gas yang dihasilkan.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Oktober 2014 di Surfactant
and Bioenergy Research Center (SBRC) LPPM-IPB dan Laboratorium
Bioprospecting, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri atas empat tahapan yaitu,
pembuatan umpan, pembuatan dan aklimatisasi starter yang menggunakan feses
sapi, aklimatisasi inokulum, dan peningkatan volume masukan umpan. Starter
merupakan penghidup mikroorganisme untuk degradasi bahan organik. Prosedur
penelitian yang dilakukan ini terdapat pada skema Gambar 1. Uji karakteristik
slurry yang dilakukan yaitu analisis total solids (TS), volatil solids (VS), soluble
chemical oxygen demand (SCOD), SCOD removal, pH, dan volume gas.
Tahap pembuatan starter dimulai dengan feses sapi yang ditambahkan air
(1:1) dimasukkan dalam biodigester dan difermentasi hingga menghasilkan gas
(Briand dan Morand 1997). Gas tersebut menunjukkan bakteri yang ada telah aktif
dan dapat dijadikan starter, apabila tidak menghasilkan gas maka diperlukan
waktu aklimatisasi yang lebih lama. Pembuatan umpan digunakan Eucheuma sp.
kering yang telah direndam untuk mengembalikan biomassa pada bentuk aslinya
dihaluskan bersama air menggunakan blender. Penghalusan bahan baku menjadi
lebih kecil dan halus bertujuan memudahkan proses biodegradasi makroalga.

3
Kotoran Sapi

Air

Eucheuma sp.
basis kering
Campuran 1:1
Perendaman
dengan air tawar

Aklimatisasi anaerob ± 14 hari
Tidak

Dihaluskan dengan air
perbandingan (1:2)

Timbul Gas

Ya
Umpan
Volume umpan aklimatisasi
dimasukkan dengan
pembebanan 0.5 kg COD/m3
hari selama ± 30 hari

Starter

Inokulum

Uji karakteristik
inokulum

pH
(per hari)

Volume Gas
(per hari)

Pembebanan (VOLR) masukan
umpan ditingkatkan per 10 hari

Uji Karakteristik slurry

pH
(per hari)

TS
(total solid)

VS
(volatil solid)

SCOD
(soluble chemical
oxygen demand)

SCOD
removal

Volume Gas
(per hari)

Gambar 1 Prosedur penelitian biodegradasi anaerobik Eucheuma sp.

4
Starter yang telah diaklimatisasi pada biodigester ditambahkan umpan
Eucheuma sp. setiap harinya dengan beban masukan (VOLR) senilai 0.5 kg
COD/m3 hari. Pencampuran starter dengan umpan Eucheuma sp. disebut dengan
inokulum. Penambahan umpan dilakukan setelah inokulum hasil biodegradasi hari
sebelumnya dikeluarkan dengan jumlah yang sama dengan volume masukan
umpan Eucheuma sp. Inokulum yang telah dikeluarkan ini disebut slurry dan
slurry selalu dikeluarkan sebelum umpan Eucheuma sp. baru dimasukkan. Slurry
yang telah dikeluarkan, dianalisis karakteristik pH dan volume gas yang
dihasilkan. Hal ini terus dilakukan sebagai aklimatisasi inokulum awal pada
biodigester selama ± 30 hari. Peningkatan volume masukan umpan Eucheuma sp.
akan dilakukan ketika karakteristik pH stabil dan volume gas yang dihasilkan
meningkat. Peningkatan volume masukan umpan Eucheuma sp. dilakukan per-10
hari pada beban 0.5 kg COD/m3 hari, 1 kg COD/m3 hari, 1.5 kg COD/m3 hari, 2
kg COD/m3 hari, dan 2.5 kg COD/m3 hari. Slurry yang dikeluarkan setiap harinya
dianalisis karakteristik pH dan volume gas yang dihasilkan, sedangkan
karakteristik TS, VS, SCOD, dan SCOD removal dilakukan tiga kali dalam setiap
periode peningkatan beban masukan umpan Eucheuma sp.
Volume masukan umpan Eucheuma sp.
Beban masukan umpan organik (VOLR) adalah jumlah beban umpan
Eucheuma sp. yang dimasukkan pada penelitian ini. Beban masukan umpan yang
digunakan adalah 0.5 kg COD/m3 hari, 1 kg COD/m3 hari, 1.5 kg COD/m3 hari, 2
kg COD/m3 hari, dan 2.5 kg COD/m3 hari. VOLR ini dipengaruhi oleh
konsentrasi COD umpan Eucheuma sp. (Ci), laju alir umpan (Q), dan volume
kerja biodigester (V) (Khanal 2008).
VOLR =

Ci x Q
V

Keterangan :
VOLR = Volumetric organic loading rate (kg COD/m3 hari)
= 0.5 ; 1 ;1.5 ; 2 ; 2.5 kg COD/m3 hari
Ci
= Konsentrasi COD umpan (kg/m3) = 19.4 kg/m3
Q
= Laju alir umpan (m3/hari)
V
= Volume kerja biodigester (m3) = 0.025 m3
Laju alir umpan (Q) menunjukkan kemampuan biodigester dalam menerima
beban umpan Eucheuma sp. setiap harinya. Laju alir ini merupakan volume
umpan Eucheuma sp. yang dimasukkan ke dalam biodigester setiap hari. Volume
umpan Eucheuma sp. ini akan berbeda pada setiap VOLR yang digunakan.
Peningkatan Volume Masukan Umpan Eucheuma sp.
Hasil perhitungan menggunakan persamaan VOLR, volume masukan
umpan Eucheuma sp. ditingkatkan dengan nilai 644 ml/hari pada 10 hari pertama
(T1), 1,288 ml/hari pada 10 hari kedua (T2), 1,932 ml/hari pada 10 hari ketiga (T3)
, 2,576 ml/hari pada 10 hari keempat (T4), dan 3,220 ml/hari pada 10 hari kelima
(T5). Metode ini dilakukan dengan pemasukan umpan Eucheuma sp. per-hari dan
mengeluarkan inokulum dalam biodigester yang disebut slurry hasil biodegradasi
anaerobik dengan jumlah yang sama dan diilustrasikan pada Gambar 2.

5
umpan
baru

umpan
baru

644 ml

Slurry
keluar

Inokulum
(Digester)

1,288
ml

Inokulum
(Digester)

Slurry
keluar

1,288
ml

644 ml

(a) 10 hari pertama (T1)

(b) 10 hari kedua (T2)

umpan
baru

1,932
ml

Inokulum
(Digester)

umpan
baru

Slurry
keluar

2,576
ml

Inokulum
(Digester)

Slurry
keluar

1,932
ml

2,576
ml

(d) 10 hari keempat (T4)

(c) 10 hari ketiga (T3)
umpan
baru

3,220
ml

Inokulum
(Digester)

Slurry
keluar

3,220
ml

(e) 10 hari kelima (T5)
Gambar 2 Peningkatan volume masukan umpan Eucheuma sp.

6
Pegujian Kualitas Umpan dan Komposisi Kimia Eucheuma sp.
Pengujian kualitas umpan dilakukan pada parameter total solids (TS),
volatil solids (VS), dan soluble chemical oxygen demand (SCOD) ditunjukkan
pada Gambar 3. Uji komposisi kimia biomassa (Gambar 4) dilakukan pada
beberapa parameter seperti kadar air, abu, lignin, rasio C:N, karbohidrat dan
lemak.

Eucheuma sp.
basis basah

Air

Perbandingan 1:2
dihaluskan

Uji Kualitas
umpan

TSa

VSb

SCODc

Gambar 3 Uji kualitas umpan Eucheuma sp.

Eucheuma sp.

Basis kering

Basis basah

Kadar
Aird

Kadar
Abue

Kadar
selulosa dan
hemiselulosaf

Kadar
Ligning

rasio C:Nh

Kadar
Karbohidrati

Gambar 4 Uji komposisi kimia Eucheuma sp.

Uji komposisi kimia Eucheuma sp. dilakukan pada kedua basis yaitu basis
basah dan kering. Basis basah digunakan untuk analisa kadar air dan kadar abu,
sedangkan basis kering digunakan untuk analisa kadar lignin, rasio C:N, kadar
karbohidrat dan kadar lemak. Metode analisis yang digunakan pada pengujian
umpan dan biomassa Eucheuma sp. terdapat pada Tabel 1.

Kadar
Lemakj

7
Tabel 1 Metode Analisis komposisi kimia Eucheuma sp.
Parameter
Satuan
Metode Analisis
Total solids (TS)
mg/L
APHA 1998*
Volatil solids (VS)
mg/L
APHA 1998*
Soluble chemical oxygen demand mg O2/L APHA 1998*
(SCOD)
Kadar air
%
SNl 01-2S91-1992*
Kadar abu
%
SNl 01-2S91-1992*
Rasio C:N
%
Walkey and Black* dan
Kjedahl*
Selulosa dan Hemiselulosa
%
Van Soest, 1991*
Lignin
%
Van Soest, 1991*
Karbohidrat
%
SNl 01-2S91-1992 (LuffSchrool)*
Lemak
%
Soxhlet*
*Prosedur analisis di Lampiran 1

Biodigester
Biodigester pada penelitian ini dibuat berukuran 25 L dan penampung gas
sementara 5 L, dengan skema pada Gambar 5. Bagian-bagian biodigester terdiri
atas inlet umpan, kran inlet umpan, pengaduk umpan, outlet gas, biodigester 25 L,
dan outlet slurry. Penampung gas sementara terdiri atas bagian inlet air, kran inlet
air, kran inlet dan outlet gas, penampung gas sementara, dan kran outlet air.
Umpan Eucheuma sp. masuk melalui bagian corong inlet umpan dan dengan
membuka kran inlet umpan. Kran tersebut berfungsi agar kondisi lingkungan
dalam biodigester tetap anaerobik. Umpan akan terdegradasi dalam biodigester
oleh bakteri dengan mencampurkan umpan baru dengan inokulum menggunakan
pengaduk. Umpan yang terdegradasi (slurry) setiap harinya dibuang melalui kran
outlet umpan. Proses biodegradasi tersebut menghasilkan gas di bagian atas
biodigester. Gas akan masuk ke outlet gas yang telah dihubungkan dengan selang
menuju penampung gas. Penampung gas (5 L) yang telah terisi air, berfungsi
untuk menampung sementara gas hasil degradasi dan menghitung volume gas
yang dihasilkan per hari. Air yang terdapat dalam penampung gas akan terdorong
keluar melalui outlet air karena tekanan yang disebabkan oleh gas dari biodigester.
Volume air yang keluar dari penampung gas akan sesuai dengan volume gas yang
dihasilkan. Gas yang telah berpindah pada penampung gas sementara dapat
disimpan dalam kantong khusus dengan cara menghubungkan kran outlet gas
dengan kantong kemudian air dimasukkan pada penampung gas melalui corong
inlet air. Air yang masuk dari atas, akan mendorong gas yang telah terkumpul
dalam penampung gas untuk masuk ke dalam kantong.

8

Corong inlet
umpan

Pengaduk

Corong
inlet air

Kran inlet
umpan
Outlet gas

Selang
Kran inlet
air

Digester
Inlet gas

Penampung
gas

Kran outlet
air

Kran outlet
slurry

Gambar 5 Skema biodigester anaerobik 25 L dan penampung gas sementara 5 L

Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan sepuluh kali ulangan. Hipotesis
yang diuji pada pengaruh perbedaan volume masukan umpan terhadap
karakteristik slurry hasil biodegradasi anaerobik Eucheuma sp. :
H0 = Peningkatan volume masukan umpan Eucheuma sp. tidak berpengaruh
terhadap karakteristik slurry hasil biodegradasi anaerobik
H1 = Peningkatan volume masukan umpan Eucheuma sp. berpengaruh terhadap
karakteristik slurry hasil biodegradasi anaerobik
Pengujian karakteristik (pH, TS, VS, SCOD, SCOD removal, dan volume
gas) dari slurry hasil biodegradasi anaerobik Eucheuma sp. Perlakuan pada
penelitian yang digunakan ini adalah peningkatan masukan umpan sebesar 644
ml; 1,288 ml; 1,932 ml; 2,576 ml; dan 3,220 ml setiap sepuluh hari. Model
rancangannya adalah sebagai berikut :
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij
= Nilai pengamatan perlakuan ke-i (i= 644 ml; 1,288 ml; 1,932 ml; 2,576
ml; dan 3,220 ml) dan kelompok ulangan ke-j (j= 1,2,3,...dan 10)
μ
= Rataan umum pengamatan
τi
= (µ i-µ) Pengaruh perlakuan ke-i
εij
= Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j dengan εij ~ N (0,
σ2 )

9
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan analysis of variance (ANOVA) menggunakan program SAS 9.1.3
dengan tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05. Hasil uji ANOVA yang
berbeda nyata, dapat dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Eucheuma sp., Umpan Eucheuma sp., Starter dan Inokulum
Karakteristik Eucheuma sp. pada Tabel 2 memiliki nilai kadar air 82.04%
pada biomassa basis basah pada Gambar 6 (a) dan kadar abu 6.64%. Air
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan degradasi bahan organik.
Hal ini disebabkan mikroorganisme dapat tumbuh subur pada bahan organik yang
memiliki kadar air sekitar 90% (Rahman 2007). Menurut Haq dan Soedjono
(2009) kelembaban bahan organik 36-99 % akan menaikkan produksi gas 67%
sehingga Eucheuma sp. adalah bahan baku yang tepat dalam biodegradasi
anaerobik.

Tabel 2 Uji proksimat karakterisasi Eucheuma sp.
Uji Proksimat
Kadar Bahan Baku Eucheuma sp.
Kadar Air
82.04%
Kadar Abu
6.64%
Rasio C:N
22.99:1
Kadar lemak
11.89%
Kadar lignin
0.85%
Kadar selulosa
5.79%
Kadar hemiselulosa
1.92%
Kadar karbohidrat
23.39%

Karakteristik perbandingan karbon dan nitrogen (rasio C:N) pada
Eucheuma sp. basis kering (Gambar 6 (b)) yaitu 22.99:1 yang menunjukkan
bahwa jumlah karbon lebih banyak dibandingkan dengan nitrogen. Karakteristik
ini adalah karakteristik yang tepat dalam pembentukan metana karena nilai rasio
C:N yang paling baik adalah 20:1 sampai 30:1 (Sitompul et al. 2012). Karbon
bertindak sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dan menjadi salah satu
penyusun elemen sel pada proses biodegradasi anaerobik. Karbon ini akan
direspirasikan 2/3 bagian menjadi CO2 dan yang lainnya dikombinasikan dengan
nitrogen di dalam sel. Karbon yang tidak digunakan di dalam sel protein
selanjutnya akan dibebaskan untuk produksi CH4 dan sedikit CO2. Nitrogen dalam
umpan memiliki peran yang menyediakan elemen penting bagi sintesis asam
amino, menetralisasi asam volatil dan juga membantu pencapaian pH netral. Jika
rasio C:N terlalu rendah, maka jumlah nitrogen akan tinggi dan akan membentuk

10
amonia (NH3) (Wahyuni 2009). Amonia yang terdapat pada lingkungan
biodigester akan bersifat toksik bagi lingkungan biodigester (Gootas 1956).

a

b

Gambar 6 Eucheuma sp. (a) basis basah dan (b) basis kering

Kadar lemak pada Eucheuma sp. diketahui 11.89%. Lipid akan
terdegradasi pada tahapan hidrolisis. Tahap ini akan lemak/lipid akan didegradasi
oleh bakteri penghidrolisis. Hidrolisis lemak/lipid akan menghasilkan asam
lemak rantai panjang dan gliserol. Proses hidrolisis berlangsung sangat
lambat dan secara umum merupakan pembatas laju reaksi keseluruhan dari proses
degradasi anaerobik (Haandel dan Lubbe 2007; Taherzadeh dan Karimi 2008) dan
degradasi lipid memerlukan waktu hingga 3.2 hari (Speece 1996).
Selulosa merupakan polimer yang berasosiasi dengan hemiselulosa dan
lignin. Makroalga adalah tanaman yang memiliki selulosa dilapisi oleh lignin.
Lignin adalah struktur kompleks yang memiliki fungsi untuk mempertahankan
struktur tanaman dalam menahan serangan mikroorganisme dan tekanan oksidasi
(Hendriks dan Zeeman 2009). Jika kadar lignin dalam tanaman sedikit, maka
selulosa dan hemiselulosa akan mudah terdegradasi (Bayer et al. 1994). Hasil dari
pengujian pada basis kering (Gambar 6 (b)) diperoleh bahwa nilai lignin dari
Eucheuma sp. 0.85% yang menunjukkan biomassa ini akan mudah terdegradasi.
Menurut Kirk dan Farel (1987), lignin adalah komponen yang paling sulit
terdegradasi hingga 110 hari. Nilai kadar selulosa dan hemiselulosa yang akan
terdegradasi yaitu 5.79% dan 1.92%. Kadar lignin yang rendah ini akan
meningkatkan proses biodegradasi anaerobik. Berlawananan dengan lignin,
karbohidrat merupakan unsur yang paling cepat terdegradasi dengan waktu 0.18
hari (Speece 1996). Karbohidrat pada Eucheuma sp. terdegradasi pada tahap
hidrolisis menjadi gula sederhana (Kawaroe et al. 2014). Nilai karbohidrat yang
terdapat pada Eucheuma sp. yaitu 23.39%.
Kondisi awal umpan Eucheuma sp. yang digunakan, dianalisis untuk
mengetahui perubahan terhadap perlakuan aklimatisasi biodegradasi anaerobik.
Inokulum yang digunakan merupakan campuran antara umpan Eucheuma sp.
dengan starter (bakteri feses sapi) dengan volume masukan pada beban awal 0.5
kg COD/m3 hari (644 ml/hari). Berikut ini merupakan tabel karakteristik umpan
Eucheuma sp., starter (bakteri feses sapi), dan inokulum yang digunakan.

11
Tabel 3 Karakteristik umpan Eucheuma sp, starter (bakteri feses sapi), dan
inokulum
Karakteristik
Parameter
Umpan Eucheuma sp.
Starter
Inokulum
TS (mg/L)
1,179
3,939
4,956
VS (mg/L)
160
240
2,725
SCOD (mg/L)
19,400
13,200
5,222
pH
5.11
7.7
7

Tabel 3 menunjukkan nilai TS pada umpan Eucheuma sp. dan starter
sebesar 1,179 mg/L dan 3,939 mg/L yang menunjukkan jumlah makanan untuk
bakteri metanogenik dalam menghasilkan metan yang optimum. Karakteristik
parameter VS pada umpan Eucheuma sp. dan starter memiliki nilai sebesar 160
mg/L, 240 mg/L, yang menunjukkan jumlah mikroorganisme. Parameter SCOD
memiliki nilai umpan Eucheuma sp. lebih tinggi dibanding inokulum yang
digunakan yaitu 19,400 mg/L dan 13,200 mg/L yang menunjukkan umpan
Eucheuma sp. memiliki potensi lebih besar sebagai bahan baku pembentukan
biogas (Amelia 2012). Pencampuran umpan Eucheuma sp. dengan starter sebagai
bakteri pendegradasi disebut dengan inokulum. Nilai TS inokulum pada Tabel 3
yaitu 4,956 mg/L dan VS yaitu 2,725 mg/L. Nilai ini mengalami peningkatan dari
sebelum pencampuran umpan Eucheuma sp. dengan starter yang disebabkan oleh
penggabungan bahan organik dari umpan Eucheuma sp. dengan starter.
Tabel 3 menunjukkan nilai pH umpan Eucheuma sp., starter dan inokulum
yang digunakan yaitu 5.11, 7.7, dan 7. Umpan Eucheuma sp. memiliki pH yang
termasuk asam dan starter memiliki pH yang tepat dalam pembentukan biogas.
Nilai pH pada starter adalah kondisi yang optimum dalam pembentukan biogas.
Setelah keduanya dibentuk menjadi inokulum, nilai pH pada sistem menjadi 7
yang masih berada pada rentang kondisi optimum untuk pembentukan biogas.
Aklimatisasi Starter dan Inokulum
Aklimatisasi starter dilakukan hingga menghasilkan gas dan berada pada
kondisi pH optimum. Hasil pengujian selama 39 hari aklimatisasi bakteri feses
sapi pada biodigester menunjukkan bahwa mulai dari hari ke-2 hingga ke-16 pH
lingkungan mengalami penurunan karena bakteri masih beradaptasi pada
lingkungan biodigester. Karakteristik pH cenderung stabil yaitu berada pada
rentang 6.9-7.5 dihari ke-17 hingga akhir aklimatisasi yaitu hari ke-39
ditunjukkan pada Gambar 7. Nilai pH yang stabil ini menunjukkan bakteri pada
feses sapi sudah beradaptasi dengan lingkungan biodigester.

pH

12
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

33

36

39

Waktu (hari)
Starter
sapi)
Starter(Feses
(bakteri
feses sapi)

Gambar 7 Nilai pH aklimatisasi starter (bakteri feses sapi)

Bakteri starter yang telah beradaptasi pada lingkungan biodigester akan
ditambahkan umpan Eucheuma sp. yang disebut aklimatisasi inokulum.
Aklimatisasi ini dapat dilakukan dengan volume awal masukan umpan pada beban
0.5 kg COD/m3 hari (644 ml/hari) selama 38 hari. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa, aklimatisasi inokulum selama 38 hari yang ditunjukkan
pada Gambar 8, pH pada lingkungan biodigester berada pada rentang 6.8-7.3.
Proses aklimatisasi inokulum menghasilkan volume gas yang fluktuatif dan
cenderung meningkat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9, dengan nilai
terendah pada hari ke-8 memiliki volume 390 ml dan tertinggi pada hari ke- 38
dengan nilai 2,270 ml. Hal ini menunjukkan, bakteri pada starter sudah
beradaptasi dengan umpan Eucheuma sp. Kondisi ini cukup stabil untuk masuk ke
tahap peningkatan volume masukan umpan Eucheuma sp. per-10 hari.

7,6
7,4

pH

7,2
7
6,8
6,6
6,4
6,2
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
Waktu (hari)
Inokulum

Gambar 8 Nilai pH aklimatisasi inokulum

13

Volume gas (ml)

2500
2000
1500
1000
500
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
Waktu (hari)
Inokulum

Gambar 9 Volume gas aklimatisasi inokulum

Peningkatan Volume Masukan Umpan Eucheuma sp. pada Biodigester
Peningkatan volume masukan umpan Eucheuma sp. dilakukan per-10 hari
dengan lima perlakuan. Karakteristik slurry terhadap perbedaan volume masukan
dilakukan setiap hari ke-1, 6, dan 10 pada parameter total solids (TS), volatil
solids (VS), soluble chemical oxygen demand (SCOD) dan SCOD removal
sedangkan parameter suhu, pH, dan volume gas diamati setiap hari.
Suhu
Pertumbuhan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik akan
dipengaruhi oleh suhu lingkungan biodigester. Sistem anaerobik memiliki tiga
kondisi suhu optimal untuk proses metanogenesis yaitu psikrofilik, mesofilik, dan
termofilik. Ketiga kondisi ini merupakan rentang suhu mikroorganisme dapat
tumbuh dan berkembang. Kondisi optimum terjadi pada 5-15 ºC untuk psikrofilik
35-40 ºC untuk mesofilik dan sekitar 55 ºC untuk termofilik (Khanal 2008).
Aktifitas biologi pada lingkungan biodigester akan meningkat dua kali lipat setiap
kenaikan 10 ºC suhu dalam selang suhu optimal.
Berdasarkan hasil penelitian, suhu lingkungan biodigester ini berada pada
rentang 29-31 oC yang berada pada kondisi mesofilik. Umumnya pada biodigester
anaerobik skala laboratorium beroperasi pada suhu selang mesofilik. Kerja dari
bakteri dapat dimaksimumkan dengan memerlukan kondisi lingkungan
biodigester yang konsisten pada suhu yang hangat. Secara umum perlakuan
anaerobik ini akan sensitif terhadap perubahan suhu (Khanal 2008).
Derajat Keasaman (pH)
Biodegradasi anaerobik bahan organik akan dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dalam biodigester. Lingkungan dengan kadar keasaman yang sesuai
biodegradasi anaerobik akan berlangsung secara optimum. Nilai pH pada umpan
akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri pendegradasi. Bakteri dapat hidup pada
rentang nilai pH 6.5-8.5 dengan nilai optimum 7.0-8.0 (Seadi et al. 2008).

pH

14
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0

5

T1

10

15

T2

20

25

30

T3

35

T4

40

45

50

T5

Waktu (hari)
Inokulum

Gambar 10 Nilai pH per-hari dengan peningkatan volume masukan per-10 hari

Kondisi lingkungan pada biodigester ditunjukkan pada Gambar 10 dengan
nilai pH 5-7. Nilai pH pada sistem cukup stabil dan dapat mendukung
pertumbuhan bakteri dalam menghasilkan gas pada rentang T1 (sepuluh hari
pertama) sampai T4 (sepuluh hari keempat). Penurunan nilai pH paling tinggi
terjadi pada rentang T5 (sepuluh hari ke lima) dengan nilai paling rendah 5.
Penurunan pH pada lingkungan biodigester disebabkan oleh laju pembebanan
yang semakin tinggi pada sistem maka semakin banyak bahan organik yang
terkandung di dalamnya dan semakin tinggi pula volatil fatty acid (VFA) yang
diproduksi. VFA merupakan hasil dari tahap asidogenesis. Hasil degradasi pada
tahap hidrolisis berupa gugus gula sederhana seperti asam amino, gula dan asam
lemak akan dirombak kembali oleh bakteri yang akan menghasilkan VFA (asam
asetat, asam propionat, dan asam butirat), amonia, karbondioksida dan hidrogen
sulfida yang terjadi di tahap asidogenesis (Dworjayn dan Kelly 2008). Banyaknya
pembentukan asam organik ini belum dapat diimbangi oleh kinerja bakteri
metanogen dalam mengkonsumsi asam organik menyebabkan adanya
akumulasi VFA. VFA yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai pH yang
semakin turun. Penurunan pH ini menunjukkan tingginya konsentrasi asetat
yang dapat menghambat perombakan (Mahajoeno et al. 2008).
Kisaran pH yang rendah menunjukkan bahwa pada sistem ini proses
pembentukan asam masih terjadi. Penurunan pH secara tiba-tiba menandakan
terjadinya gangguan pada proses fermentasi (Deublein dan Steinhausher 2008).
Kondisi pH yang rendah yaitu 5, proses metanogenesis tetap terjadi, namun hanya
25% dari keadaan lingkungan dengan pH netral. Hasil analisis ragam pada
Lampiran 3 menunjukkan bahwa perbedaan masukan volume umpan
mempengaruhi nilai pH lingkungan biodigester yaitu nilai P-value < 0.0001 lebih
kecil dari nilai α=0.5 dan keragaman 74.69%. Uji lanjut Duncan juga
menunjukkan perbedaan volume masukan umpan memiliki respon yang berbedabeda terhadap nilai pH lingkungan biodigester.

15
Volume Gas
Biodegradasi anaerobik pada prosesnya, memiliki tahapan hidrolisis,
asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis (Bastone 2002 Bastone et al. 2006;
Gujer dan Zehnder 1983). Pembentukan gas hasil biodegradasi anaerobik ini
mengandung metana sebagai komposisi utama untuk dimanfaatkan sebagai energi
terbarukan terjadi pada tahapan metanogenesis. Metanogenesis merupakan
tahapan terakhir dari seluruh tahapan biodegradasi anaerobik yang akan
membentuk hasil dari tahap asetogenesis berupa asetat menjadi metana (CH4) dan
karbondioksida (CO2) (Dworjayn dan Kelly 2008).
6

180
160
140
120

4

100
3
80
60

2
Volume Per-Hari
Volume Kumulatif

1

Volume Gas (L)

Volume Gas (L/hari)

5

40
20

0

0
0

5
T1

10

15
T2

20

25

30

T3

35
T4

40

45

50

T5

Waktu (hari)

Gambar 11

Volume gas per-hari dan kumulatif dengan peningkatan volume
masukan per-10 hari

Volume gas diukur setiap harinya dengan pergantian umpan baru yang
dilakukan setiap hari pula. Hasil penelitian menunjukkan pada 5 perlakuan dengan
peningkatan volume masukan setiap 10 harinya pada Gambar 11, didapatkan
volume gas paling rendah berada pada T1 (sepuluh hari pertama) dengan nilai
rata-rata volume gas 2.27 L/hari hal ini menunjukkan bahwa pada tahap awal,
bakteri belum mendegradasi sempurna umpan dan merubahnya menjadi gas,
sehingga volume gas pada tahap pembebanan ini cenderung paling rendah.
Volume gas tertinggi berada pada T4 (sepuluh hari keempat) dengan rata-rata
volume gas 4.16 L/hari yang menunjukkan bahwa bakteri mendegradasi umpan
lebih baik dibandingkan dengan T1 (sepuluh hari pertama). T2 (sepuluh hari
kedua) diperoleh rata-rata volume gas 2.93 L/hari, lalu pada T3 (sepuluh hari
ketiga) volume gas rata-rata mencapai 3.09 L/hari dan pada T5 (sepuluh hari
kelima) volume gas rata-rata yaitu 3.36 L/hari.
Secara akumulasi, volume gas yang diperoleh sampai hari ke-50 percobaan
yaitu 158.14 L akan tetapi komposisi gas yang dihasilkan belum diketahui.

16
Volume gas kumulatif yang dihasilkan pada penelitian ini lebih banyak bila
dibandingkan dengan penelitian lain menggunakan makroalga Ulva sp. selama
106 hari dengan metode batch dan menghasilkan 153.9 L gas (Krisye et al. 2014).
Sesuai dengan hasil analisis ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa
perbedaan masukan volume umpan mempengaruhi nilai volume gas yang
dihasilkan yaitu nilai P-value < 0.0001 lebih kecil dari nilai α=0.5 dan keragaman
53.15%. Uji lanjut Duncan juga menunjukkan perbedaan volume masukan umpan
memiliki respon yang berbeda-beda pada volume gas yang dihasilkan.
Total solids (TS)
Total solids merupakan jumlah padatan atau bahan organik yang terkandung
dalam suatu bahan yang merupakan sumber makanan atau nutrien bagi bakteri
metanogenik. Nilai TS yang stabil mampu memacu laju pertumbuhan bakteri
metanogenik (Maryanti 2011). Nilai TS diukur pada slurry yang dikeluarkan dari
biodigester setiap harinya untuk mengetahui jumlah padatan yang tidak dapat
terdegradasi secara sempurna oleh mikroorganisme. Nilai TS pada peningkatan
volume masukan disajikan pada Gambar 12.

8000
7000

TS (mg/L)

6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
0

1

6

T1

10

11

16

T2

20

21

26

T3

30

31

36

T4

40

41

46

50

T5

Waktu (hari)
TSBuangan
slurry
TS

Gambar 12 Nilai TS slurry dengan peningkatan volume masukan per-10 hari

Nilai TS pada T1 (sepuluh hari pertama) memiliki nilai 2,621 sampai 4,182
mg/L, T2 (sepuluh hari kedua) memiliki nilai 3,050 sampai 4,329 mg/L, T3
(sepuluh hari ketiga) memiliki nilai 3,977 sampai 6,730 mg/L, pembebanan T4
(sepuluh hari keempat) memiliki nilai 2,307 sampai 4,152.67 mg/L, dan pada T5
(sepuluh hari kelima) memiliki nilai 1,623 sampai 2,244 mg/L. Peningkatan nilai
TS tersebut disebabkan oleh pengadukan umpan dalam biodigester yang belum
homogen (Igoni et al. 2008), sehingga ketika slurry dikeluarkan setiap harinya

17
membuat padatan total akan banyak yang terbawa dan terbuang hingga di tahap
akhir pembebanan nilai TS semakin rendah.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai TS paling tinggi berada pada T3 (sepuluh
hari ketiga). Sesuai dengan hasil analisis ragam pada Lampiran 5 menunjukkan
bahwa perbedaan masukan volume umpan mempengaruhi nilai TS slurry yaitu
nilai P-value < 0.0001 lebih kecil dari nilai α=0.5 dan keragaman 60.52%. Uji
lanjut Duncan juga menunjukkan perbedaan volume masukan umpan memiliki
respon yang berbeda-beda pada nilai TS slurry.
Volatil solids (VS)
Volatil solids (VS) merupakan jumlah bahan organik yang dapat
didegradasi melalui reaksi biokimia oleh mikroba anaerobik (Ikbal dan Nugroho
2006). Gambar 13 menunjukkan nilai VS yang diperoleh memiliki fluktuasi yang
cukup tinggi. Menurut Hasanudin et al. (2007), semakin tinggi fluktuasi nilai VS
maka akan semakin mengganggu kinerja bakteri metan dalam biodigester untuk
mendegradasi bahan organik pada Eucheuma sp. yang menghasilkan biogas.
Fluktuasi tertinggi terjadi pada T3 yang berlangsung pada hari ke- 21 sampai 26
periode hasil uji dengan nilai 1,561 mg/L sampai 3,157 mg/L.
4000
3500
VS (mg/L)

3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0

1

6

T1

10

11

16

T2

20

21

26

30

T3

31

36

T4

40

41

46

50

T5

Waktu (hari)
VS
slurry
VS
Buangan

Gambar 13 Nilai VS slurry dengan peningkatan volume masukan per-10 hari

Nilai VS T1 (sepuluh hari pertama) memiliki nilai VS 722 sampai 909 mg/L,
T2 (sepuluh hari kedua) memiliki nilai VS 867 sampai 1,967 mg/L, T3 (sepuluh
hari ketiga) memiliki nilai VS 1,561 sampai 3,757 mg/L, T4 (sepuluh hari
keempat) memiliki nilai VS 552 sampai 1,970.67 mg/L, dan T5 (sepuluh hari
kelima) memiliki nilai VS 272 sampai 545 mg/L. Nilai VS tertinggi berada pada
pembebanan T3 (sepuluh hari ketiga) dan terendah pada T5 (sepuluh hari kelima).
Sesuai dengan hasil analisis ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa
perbedaan masukan volume umpan mempengaruhi nilai VS slurry yaitu nilai Pvalue < 0.0001 lebih kecil dari nilai α=0.5 dan keragaman 64.56%. Uji lanjut

18
Duncan juga menunjukkan perbedaan volume masukan umpan memiliki respon
yang berbeda-beda pada nilai VS slurry.

SCOD (mg/L)

Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD) dan SCOD Removal
Soluble chemical oxygen demand (SCOD) atau kebutuhan oksigen kimia
menurut Wardana (2005) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan agar
senyawa organik dalam air dapat teroksidasi melaluli reaksi kimia dalam sampel
terlarut. Nilai SCOD pada slurry tidak stabil disetiap pembebanan ditunjukan
pada Gambar 14. T1 (sepuluh hari pertama) memiliki nilai SCOD 6,160 sampai
11,760 mg/L, T2 (sepuluh hari kedua) memiliki nilai SCOD 3,264 sampai 14,750
mg/L, T3 (sepuluh hari ketiga) memiliki nilai SCOD 5,933 sampai 16,315 mg/L,
T4 (sepuluh hari keempat) memiliki nilai SCOD 5,549 sampai 14,584 mg/L, dan
pada T5 (sepuluh hari kelima) memiliki nilai SCOD 2,424 sampai 13,843 mg/L.

18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
0

1

6

T1

10

11

16

T2

20

21

26

30

T3

31

36

T4

40

41

46

50

T5

Waktu (hari)
SCOD
Buangan
SCOD
slurry

Gambar 14 Nilai SCOD slurry dengan peningkatan volume masukan per-10 hari

Penurunan nilai SCOD disebabkan oleh pembentukan lapisan
mikroorganisme pada inokulum diikuti dengan degradasi senyawa-senyawa
organik kompleks yang menghasilkan CH4 dan CO2. Nilai SCOD yang rendah
menunjukkan kandungan senyawa organik pada slurry rendah (Ahmad et al.
2011). Peningkatan nilai SCOD dapat disebabkan oleh bertambahnya kandungan
senyawa organik. Selain itu dengan adanya kenaikan nilai SCOD slurry bukan
berarti konsumsi senyawa organik oleh mikroorganisme berhenti, namun laju
penguraian senyawa organik kompleks menjadi senyawa sederhana lebih
cepat dibanding konsumsi umpan oleh mikroorganisme (Budhi et al. 1999)
Nilai persentase SCOD removal merupakan persentase dari penyisihan
SCOD umpan dan SCOD slurry. SCOD removal memiliki nilai persentase yang
fluktuatif ditunjukkan pada Gambar 15.

SCOD removal (%)

19
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

1

6

T1

10

11

16

T2

20

21

26

30

T3

31

36

T4

40

41

46

50

T5

Waktu (hari)
SCOD
removal
slurry
SCOD
removal
Buangan

Gambar 15 Nilai SCOD removal slurry dengan peningkatan volume masukan
per-10 hari

Nilai persentase SCOD removal menunjukan bahwa mikroorganisme tidak
mampu mendegradasi bahan organik. Hal tersebut diduga adanya senyawa asam
fenolik pada umpan dalam biodigester yang menyebabkan mikroorganisme
mengalami lisis. Mikroorganisme yang mengalami lisis menyumbangkan beban
bahan organik sehingga jumlah bahan organik mengalami peningkatan (Yuliastini
et al. 2014). Hasil analisis ragam pada Lampiran 7 dan 8 menunjukkan bahwa
perbedaan masukan volume umpan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai SCOD
dan SCOD removal dengan nilai P-value < 0.5084 lebih besar dari nilai α=0.5 dan
keragaman 6.93%.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Biodegradasi anaerobik makroalga Eucheuma sp. akan semakin baik pada
karakteristik TS, VS, SCOD dan SCOD removal dengan perlakuan peningkatan
volume masukan umpan. Peningkatan masukan volume umpan akan menurunkan
karakteristik volume gas yang dihasilkan dan pH yang tidak baik untuk proses
biodegradasi anaerobik.
Saran
Proses pengadukan yang mempengaruhi proses biodegradasi anaerobik ini
perlu diperhatikan lebih yaitu dengan kecepatan dan durasi pengadukan yang
konstan. Selain itu, untuk diperlukannya analisis komposisi gas yang dihasilkan
agar dapat diaplikasikan sebagai energi terbarukan.

20
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A, Syarfi, Atikalidia M. 2011. Penyisihan Chemical Oxygen Demand
(COD) dan Produksi Biogas Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan
Biorekator Hibrid Anaerob Bermedia Cangkang Sawit. Pengembangan
Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia dan
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”; 2011 Februari 22;
Yogyakarta, Indonesia. Pekanbaru (ID): Universitas Riau. ISSN 1693-4393:
54-61.
Amelia JR. 2012. Rekayasa Proses Aklimatisasi Bioreaktor Akibat Perubahan
Substrat dari Thinslop ke Vinnase [Tesis]. Lampung (ID): Universitas
Lampung.
[APHA] American Public Health Association. 1998. Standard Method For
Examination of Wastewater 20th Edition. American Public Health
Association 1015. Fifteenth Street, N.W. Washington DC 2005 – 2605. p
257-258.
Batstone DJ. 2006. Mathematical modelling of anaerobic reactors treating
domestic wastewater: Rational criteria for model use. Rev Environ
SciBio/technol. 5:57-71.doi: 10.1007_s11157-005-7191-z
Batstone DJ, Keller J, Angelidaki I, Kalyuzhnyi SV, Pavlostathis SG, Rozzi A,
Sanders WTM, Siegrist H, Vavilin VA. 2002. Anaerobic Digestion Model
No.1 (ADMI), IWA Task Group for mathematical Modelling of Anaerobic
Digestion Process. London (UK):IWA Publishing.
Bayer EA, Morag E, Lamed R. 1994. The Cellulosome- A Treasure-Trove for
Biotechnology. TIBTECH. 12: 379-386. doi:10.1016/0167-7799(94)90039-6
Briand X, Morand P. 1997. Anaerobic Digestion of Ulva sp. 1. Relationship
Between Ulva sp. Composition and Methanisation. J Appl Phycol. 9: 511524.doi : 10.1023_a-1007972026328
Bruhn A, Dahl A, Nielsen HB, Nikolaisen L, Markager S, Olesen B, Arias
C, Jensen D. 2011 . Bioenergy Potential of Ulva lactuca, Biomass Yield,
Methane Production and Combustion. Bioresour Technol. 102: 2595-2604.
doi : 10.1016_j.biortech.2010.10.010
Bruton T, Lyons H, Lerat Y, Stanley M, Rasmussen MB. 2009. A Review of The
Potential of Marine Algae as a Source of Biofuel in Ireland. Sustainable
Energy Ireland Report. p 92.
Budhi YW, Tjandra S, Bimo H. 1999. Peningkatan Biodegradabilitas Limbah Cair
Printing Industri Tekstil Secara Anaerob. Bandung (ID). Jurnal ITB.
Burke DA.2001. DairyWaste Anaerobic Digestion Handbook. Olympia (WA):
Environtmental Energy Company. p 1-54.
Chang HN, Kim NJ, Kang J, Jeong CM.2010. Biomass-derived Volatile Fatty
Acid Platform for Fuels and Chemicals. Biotechnol Bioproc Eng. 15: 1-10.
doi : 10.1007/s12257-009-3070-8
Deublein D. Steinhauster A. 2008. Biogas from Waste and Renewable Resources.
An Introduction. WILEY- VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.
Drapcho CM, Nhuan NP, Walker TH. 2008. Biodiesel. In: Drapcho CM, Nhuan
NP, Walker THE (eds) Biofuels engineering process technology. McGraw
Hill, New York. p 201-208.

21
Energy Efficiency and Renewable Energy. 2005. US Departement of Energy.
http://www.eere.energy.gov
Gootas HB. 1965. Composting, Sanitary Disposal and Reclamation of Organic
Waste, World Health Organization, Geneva. p 13-34.
GujerW, Zehnder AJB. 1983. Conversion processes in aerobic digestion. Water
Sci Technol. 15(8-9): 127-167.
Haandel A, Lubbe J. 2007. Handbook Biological Waste Water Treatment.
Netherlands (NL): Quist Publishing. p 377-380.
Hasanudin U, Suroso E, Risfaheri, Misgiyarta. 2007. Optimasi Fermentasi Air
Limbah Tapioka Sebagai Sumber Biogas [Laporan Hasil Penelitian].
Lampung (ID): Universitas Lampung.
Haq PS, Soedjiono ES. 2009. Potensi lumpur tinja manusia sebagai penghasil
biogas. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh September .
Hendriks ATWM, Zeeman G. 2009.Pretreatments to Enhance the Digestibility
of Lignocellulose Biomass. Biores Technol. 10 : 10-18. doi :
10.1016_j.biortech.2008.05.027.
Igoni AH, Ayotamuno MJ, Eze CL, Ogaji SOT, Probert SD. 2008. Designs of
anaerobic biodigesters for producing biogas from municipal solid-waste.
Applied Energy. 85 (6): 430-438. doi : 10.1016/j.apenergy.2007.07.013.
Ikbal dan Nugroho R. 2006: Pengolahan Sludge dengan Proses Biologi
Anaerobik. J Tek Ling. P3TL-BPPT. 7. (1): 80 – 89.
Kawaroe M, Rusmana I, Nurafni. 2014. Production of Bioethanol from
Macroalgae Gelidium sp. Using Agarase Enzymes of Marine Bacteria. Int J
Environ Bioener. 9(3): 243-251
Kelly MS, Dworjayn S. 2008. The Potential of Marine Biomass for Anaerobic
Biogas Production.Marine Estate Research Report, The Crown Estate,
England.
Khanal SK. 2008. Anaerobic Biotechnology for Bioenergy Production. Manoa
(USA): Blackwell Publishing.
Kirk TK, Farrel RL. 1987. Enzymatic Combustion The Microbial Degradation of
Lignin. Ann Rev Microbiology. 41: 465-505.
Krisye, Kawaroe M, Hasanudin U. 2015. Biodegradasi Anaerobik Makroalga
Ulva sp. untuk Menghasilkan Biogas dengan Metode Batch. OLDI, siap
terbit.
Mahajoeno E, Lay WB, Sutjahjo HS, Siswanto. 2008. Potensi Limbah Cair Pabrik
Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas. Biodiversitas (9):48 –52.
Maryanti. 2011. Peningkatan Kinerja Reaktor Biogas Dalam pemngolahan Air
Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayu [Thesis] . Lampung
(ID): Universitas Lampung.
Nurhasanah. 2009. Penentuan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Karet dan Domestik [Karya
Ilmiah]. Medan (ID): Universitas Sumater Utara. p 24-30.
[Pusdatin KESDM] Pusat Data dan Informasi Kementrian Energi dan
Sumberdaya Mineral. 2010. Indonesia Energy Outlook 2010. Jakarta [ID]:
Pusat Data dan Informasi Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral.