Produktivitas Makroalga Eucheuma Cottonii Dalam Memproduksi Biogas Dengan Metode Batch

PRODUKTIVITAS MAKROALGA Eucheuma cottonii DALAM
MEMPRODUKSI BIOGAS DENGAN METODE BATCH

RHOJIM WAHYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produktivitas Makroalga
Eucheuma cottonii dalam Memproduksi Biogas dengan Metode Batch adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.


Bogor, Januari 2016

Rhojim Wahyudi
NRP. C551130041

RINGKASAN
Rhojim Wahyudi. Produktivitas Makroalga Eucheuma cottonii dalam
Memproduksi Biogas dengan Metode Batch. Dibimbing oleh MUJIZAT
KAWAROE dan SALUNDIK.
Eucheuma cottonii merupakan jenis makroalga yang banyak dibudidayakan
di perairan Indonesia untuk diekspor. Namun, tidak semua hasil panen Eucheuma
cottonii dapat diekspor, karena ada bagian yang tidak masuk kedalam kriteria
kelayakan sebagai bahan baku untuk diekspor (rejected) sehingga tidak
termanfaatkan lagi. Sisa hasil panen (rejected) dapat digunakan sebagai substrat
untuk memproduksi biogas. Tujuan dari penelitian untuk menganalisis
karakteristik kimia dari E. Cottonii (rejected) dan menganalisis proses
aklimatisasi inokulum dan substrat serta menganalisis produksi biogas dari E.
cottonii pada digester 30 L dan 1500 L menggunakan metode batch.
Penelitian ini dilaksanakan dari September 2014 sampai April 2015 di

Dusun Puntondo, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Penelitian ini diawali
dengan karakteristik kimia, kemudian pembuatan starter yakni dari kotoran sapi,
dilanjutkan dengan aklimatisasi dan proses biodegradasi anaerobik dengan metode
batch.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kimia dari E.cottonii
yang rendah lignin (2.77%±0.08), tingginya karbohidrat (63.17%±1.16) dan nilai
C/N rasio (23.13) yang optimum sehingga berpotensi dijadikan bahan baku
pembuatan biogas. Hasil proses aklimatisasi pada digester 30 L, biogas yang
dihasilkan dari 12 L biomassa E. cottonii pada salinitas 0ppt sebesar 6.6 L dengan
rentang pH 6.1-7.2 sedangkan pada salinitas 29ppt sebesar 2.2 L dengan rentang
pH 6.2-7.2. Pada konversi digester 1500 L salinitas 0ppt dihasilkan sebanyak
375.8 L dari 500 L biomassa E. cottonii dengan rentang pH 6.2-7.2. Proses
biodegradasi anaerobik dengan metode batch didapatkan bahwa dari 4 kg E.
cottonii pada digester 30 L salinitas 0ppt dapat menghasilkan 94.6 L biogas
dengan kandungan metana 84.3 L atau 21.1 L CH4/kg dan salinitas 29ppt
sebanyak 90.4 L biogas dengan kandungan metana 72.5 L atau 18.1 L CH4/kg
sedangkan pada konversi digester 1500 L salinitas 0ppt dari 200 kg E.cottonii
dapat menghasilkan 4485 L biogas dengan kandungan metana 3875.1 L atau 19.4
L CH4/kg.


Kata kunci: Eucheuma cottonii, salinitas, skala digester, metode batch, metana,
biodegradasi anaerobik.

SUMMARY
Rhojim Wahyudi. Productivity of Macrolagae Eucheuma cottonii in Biogas
Production Using Batch Method. Supervised by MUJIZAT KAWAROE and
SALUNDIK.
Eucheuma cottonii are macroalgae species that are widely cultivated in
Indonesian waters mainly for exported purpose. However, not all parts can be
exported, since it doesn’t meet criteria or be rejected. This (rejected) material can
be used as a substrate for biogas. This study analyzed chemical characteristics of
E. cottonii, analyzed acclimatization process inoculum and substrate of E. cottonii
and biogas production by E. cottonii of digester 30 L and 1500 L with batch
method.
The research was conducted from September 2014 to April 2015 at the
Puntondo Village, Takalar, Sulawesi Selatan. The study begins with an analyzed
chemical characteristics, and then followed with starter enrichment from cow
manure, acclimatization and anaerobic biodegradation using the batch method.
The results showed that chemical characteristics of E.cottonii were lignin
(2.77%±0.083), carbohydrate (63.17%±1.16) and C/N ratio (23.13). This

indicated that E. cottonii potential to be used as a raw material for biogas
production. The result of acclimatization process in 12 L biomass were 6.6 L with
pH range of 6.1-7.2 at salinity of 0ppt while salinity 29ppt as much as 2.2 L
biogas yield with pH range 6.2-7.2 and digester scale 1500 L at salinity of 0 ppt,
500 L biomass were 378.5 L biogas yield with pH range 6.2-7.2. Anaerobic
biodegradation with batch method was found that from 4 kg of E.cottonii of
salinity 0ppt can produce 94.6 L biogas with methane content 84.3 L or 21.1 L
CH4/kg while salinity 29ppt can produce 90.4 L biogas with methane content 72.5
L or 18.1 L CH4/kg. Digester conversion scale 1500 L, from 200 kg E.cottonii
can produce 4485 L biogas with methane content 3875.1 L or 19.4 L CH4/kg.
Keywords: Eucheuma cottonii, salinity, digester scale, batch method, methan,
anaerobic biodegradation.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRODUKTIVITAS MAKROALGA Eucheuma cottonii DALAM
MEMPRODUKSI BIOGAS DENGAN METODE BATCH

RHOJIM WAHYUDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Dedi Soedharma, DEA


Judul Tesis
Nama
NIM

: Produktivitas
Makroalga
Eucheuma
cottonii
Memproduksi Biogas Menggunakan Metode Batch
: Rhojim Wahyudi
: C551130041

dalam

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Salundik, MSi
Anggota


Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi
Ketua

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Neviaty P Zamani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 16 Desember 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan judul “Produktivitas Makroalga Eucheuma
cottonii dalam Memproduksi Biogas dengan Metode Batch”. Tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas
dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih dan
penghargaan yang tinggi kepada Dr Ir Mujizat Kawaroe MSi dan Dr Ir Salundik
MSi. selaku pembimbing yang telah memberikan waktunya untuk membimbing
dan mengarahkan selama penelitian dan penyusunan tesis ini. Dr Neviaty P
Zamani, MSc selaku ketua Program Studi Ilmu Kelautan yang telah
memberikan masukan dan ajaran yang sangat berharga dan juga selaku Gugus
Kendali Mutu (GKM) yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tesis ini.
Bapak dan Ibu dosen pengajar Program Studi Ilmu Kelautan, dan staf
administrasi Program Studi Ilmu Kelautan. Pusat Penelitian Surfaktan dan
Bioenergi, mba dina, beserta staf Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi LPPM
IPB yang telah membantu selama kegiatan penelitian. Bapak dan Ibu serta staf
Laboratorium Oseanografi Kimia Laut dan Laboratorium Hasil Pakan Ternak
UNHAS yang telah membantu selama kegiatan penelitian. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas Beasiswa BPPDN yang telah diberikan sehingga

penulis dapat melanjutkan studi S2 di IPB Bogor. Prof Dr Ir Andi Niartiningsih,
MP, Dr Ir Farid Samawi, MSi, dan Dr Ir Amir Hamzah Muhiddin, MSi (Dosen
Ilmu Kelautan Unhas) yang telah memberikan rekomendasi untuk melanjutkan
studi S2 di IPB Bogor. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Jamaluddin dan
Ibunda Halwa, atas semua yang telah diberikan. Ananda hanya bisa membalasnya
dengan doa serta kasih sayang yang tulus dan tanpa henti. Adikku atas doa dan
semangat yang diberikan. Semoga Kakakmu ini bisa menjadi manusia yang
berguna di tengah-tengah keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Teman
penelitian, dan teman-teman pasca sarjana Ilmu Kelautan 2013 atas kerjasama
yang baik selama menempuh studi serta segala motivasi, persahabatan, dan
diskusi selama penulis menempuh studi. Alumni Ilmu Kelautan Unhas 07 di
bogor : Haerul, Hendra, Syamsidar, Ilham, Alda, Nurma, Adam dan Hendra.
Kawan-kawan di Pondok Tana Doang (PTD) yang telah banyak berbagi dalam
suka dan duka selama penulis menempuh studi. Serta semua pihak yang tidak
sempat saya sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini membawa manfaat terutama bagi masyarakat,
bangsa dan negara
Bogor, Januari 2016

Rhojim Wahyudi


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1

2

3


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

3

Manfaat Penelitian

3

METODE
Waktu dan Tempat

4

Alat dan Bahan

4

Prosedur Penelitian

5

Uji Karakteristik Kimia E. cottonii

5

Pembuatan Substrat E. cottonii

6

Pembuatan Inokulum dan Proses Aklimatisasi

6

Biodegradasi Anaerobik Metode Batch

7

Produksi Volume Biogas dan Derajat Keasaman (pH)

7

Konsentrasi Metan (CH4) dan COD (Chemical Oxygen Demand)

8

Total Solid dan Volatile Solid (VS)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisitik E. cottonii

4

4

9
9

Proses Alkimatisasi Inokulum dan Substrat

10

Biodegradasi Anaerobik Metode Batch

12

COD dan Potensi Metana (CH4)

14

Total Solid dan Volatil Solid

16

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik kimia E. cottonii
2 Penggunaan biogas pada digester skala 1500 L

9
15

DAFTAR GAMBAR
Skema biodegradasi anaerobik digester 30 L E. cottonii.
Skema biodegradasi anaerobik digester 1500 L E. cottonii.
Proses pengujian karakteristik kimia E. cottonii
Proses pembuatan inokulum dan proses aklimatisasi
Pengoperasian metode batch
Volume biogas dan pH E. cottonii digester 30 L (a) 0ppt, (b) 29ppt
dan digester 1500 L (c) 0ppt.
7 Volume biogas dan pH pada metode batch E. cottonii digester 30 L
(a), 0ppt (b) 29ppt dan digester 1500 L (c) 0ppt.
8 COD dan volume gas kumulatif metana E. cottonii digester 30 L (a)
0ppt, (b) 29ppt dan digester 1500 L (c) 0ppt.
9 Total solid dan volatil solid dari E. cottonii digester 30 L salinitas (0ppt
dan 29ppt) dan digester 1500 L (0ppt), (a) Total solid, (b) Volatil Solid

1
2
3
4
5
6

4
5
5
6
7
12
13
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

pH dan volume biogas E. cottonii digester 30 L salinitas 0ppt
pH dan volume biogas E. cottonii digester 30 L salinitas 29ppt
pH dan volume biogas E. cottonii digester 1500 L salinitas 0ppt
Kadar proksimat E. cottonii
COD, TS dan VS slurry E. cottonii digester 30 L salinitas 0ppt
COD, TS dan VS slurry E. cottonii digester 30 L salinitas 29ppt
COD, TS dan VS slurry E. cottonii digester 1500 L Salinitas 0ppt
Dokumentasi Penelitian

22
24
27
30
31
32
33
34

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ketersediaan bahan bakar fosil yang semakin berkurang dan harganya yang
semakin meningkat di Indonesia menyebabkan keterbatasan energi bagi
masyarakat terutama di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Ketergantungan
masyarakat pesisir akan bahan bakar yang tinggi menjadi suatu keharusan untuk
mencari sumber energi lain berbasis lokal yang dapat memenuhi kebutuhan dasar
tersebut (Sitompul et al. 2012). Makroalga salah satu komoditi yang banyak
dibudidaya dikawasan pesisir dan lautan. Sehingga menjadi solusi menciptakan
sumber energi yang berasal dari makroalga menjadi biogas (Kawaroe et al. 2015).
Teknologi biogas menggunakan makroalga mendapat perhatian sebagai sumber
energi terbarukan untuk menghasilkan bahan bakar dan relatif lebih sederhana
dibandingkan teknologi yang digunakan untuk konversi energi dari sumber energi
baru terbarukan (EBT) seperti angin, surya, pasang surut, arus laut dan energi
samudra (OTEC) (Kawaroe et al. 2013, Sitompul et al. 2013, Kawaroe et al.
2015).
Eucheuma cottonii merupakan jenis makroalga yang banyak dijumpai di
perairan Indonesia. Sejauh ini, E.cottonii banyak dibudidaya untuk diekspor.
Tidak semua hasil panen E.cottonii dapat diekspor, karena ada bagian yang tidak
masuk dalam kriteria kelayakan sebagai bahan baku untuk diekspor (rejected)
sehingga tidak termanfaatkan lagi. Sisa hasil panen (rejected) dapat digunakan
sebagai substrat untuk memproduksi biogas.
Biogas dari E. cottonii dapat dihasilkan melalui proses biodegradasi secara
anaerobik. Proses biodegradasi anaerobik yaitu proses biologis (fermentasi) dalam
menghasilkan biogas dari limbah yang dapat terbiodegradasi oleh bakteri methan
(Methanobacterium) (Weiland 2010, Madsen et al. 2011, Song et al. 2014) atau
kelompok bakteri dari gram negatif berbentuk basil (Fatoni & Agustriani 2014)
dan juga bakteri gram positif (Ariesyady et al. 2007). Proses biodegradasi
anaerobik berjalan dengan empat tahap yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis
dan methanogenesis (Madsen et al. 2011). Biogas yang dihasilkan sebagian besar
terdiri dari 50-70% metana (CH4), 30-40% karbondioksida (CO2), dan gas lainnya
dalam jumlah kecil (Sitompul et al. 2013).
Lignin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar dalam proses
biodegradasi. Lignin adalah polimer yang strukturnya heterogen dan kompleks
serta menyelimuti karbohidrat dan selulosa pada tumbuhan sehingga enzim
pengurai dari bakteri sulit untuk mendegradasi (Briand & Morand 1997). Lignin
pada makroalga relatif rendah (1-5%) dibandingkan tumbuhan darat dengan kadar
lignin sebesar 15-20% (Kalia et al. 2000, Chynoweth 2002, Yaich et al. 2011).
Biomassa E. cottonii juga memiliki kandungan komponen karbohidrat yang
cukup tinggi di Indonesia yaitu sekitar 35.6-78.3% (Meinita et al. 2012). Oleh
karena itu E. cottonii memiliki potensi yang baik sebagai substrat dalam proses
biodegradasi anaerob untuk menghasilkan biogas.
Biodegradasi anaerobik dalam menghasilkan biogas dapat menggunakan
metode semi-kontinu, kontinu dan metode batch. Perbedaan dari tiga metode

2

adalah dalam hal pemasukan substrat. Pemasukan substrat pada metode kontinu
dilakukan secara terus menerus dan produksi biogas juga terus menerus. Semikontinu sejumlah substrat dimasukkan setiap hari atau priode tertentu sehingga
diketahui sebarapa banyak substrat yang perlu dimasukkan dapat menghasilkan
biogas yang optimal. Dua metode tersebut tidak dapat mengetahui berapa lama
biogas yang dihasilkan dalam sekali pemasukan substrat. Metode batch
pemasukan substrat dilakukan satu kali sehingga dapat diketahui berapa banyak
dan berapa lama biogas yang dihasilkan dari satu kali pemasukan substrat
tersebut. Terkait dengan hal tersebut, untuk mengetahui produktivitas makroalga
E. cottonii (rejected) dalam menghasilkan biogas maka dilakukan penelitian
menggunakan metode batch sebagai energi alternatif dan sumber energi baru
terbarukan (EBT).
Rumusan Masalah
Berdasarkan pigmennya, makroalga terdiri atas tiga kelas yaitu
Chlorophyceae (alga hijau), Rhodophyceae (alga merah) dan Phaeophyceae (alga
coklat). E. cottonii dari kelas alga merah dan merupakan komoditi yang banyak
dibudidaya untuk di ekspor di kawasan pesisir Indonesia. Tidak semua hasil panen
E.cottonii dapat diekspor, karena ada bagian yang tidak masuk dalam kriteria
kelayakan sebagai bahan baku untuk diekspor (rejected) sehingga tidak
termanfaatkan lagi. Sisa hasil panen (rejected) dapat digunakan sebagai substrat
untuk memproduksi biogas.
Daerah pesisir akses air tawar masih minim dan penelitian potensi biogas
menggunakan E. cottonii (rejected) dengan campuran air laut masih sangat jarang
dilakukan. Potensi biogas dari E. cottonii (rejected) menggunakan perbandingan
salinitas dapat dikembangkan atau dijadikan sebagai sumber energi alternatif lokal
pengganti bahan bakar fosil. Kotoran sapi yang dijadikan sebagai starter
mengandung mikroorganisme anaerobik pengurai bahan-bahan organik. Oleh
karena itu, proses aklimatisasi perlu dilakukan agar mikroorganisme yang
terkandung dalam kotoran sapi dapat beradaptasi untuk mengurai bahan organik
yang berasal dari makroalga dan terhadap air laut. Proses biodegrasi makroalga
untuk menghasilkan biogas harus berjalan dalam proses anaerob. Oleh karena itu
produksi biogas yang dihasilkan oleh makroalga memerlukan suatu metode sistem
tertutup.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis karakteristik kimia substart E. cottonii.
2. Menganalisis proses inokulum dan aklimatisasi pada tingkat salinitas yang
berbeda masing-masing (0ppt, 29ppt) pada digester 30 L dan digester 1500 L
dengan salinitas 0ppt.
3. Menganalisis produksi biogas dari E. cottonii dalam metode batch pada
tingkat salinitas yang berbeda 0ppt dan 29ppt pada digester 30L dan digester
skala 1500 L dengan salinitas 0ppt.

3

Hipotesis
Adapun hipotesis pada penelitian ini :
1. E. cottonii memiliki karakteristik kimia yang sesuai untuk dijadikan sebagai
substrat dalam memproduksi biogas.
2. Proses aklimatisasi inokulum, antara inokulum dengan substrat E. cottonii
pada perbedaan salinitas dan digester dapat menghasilkan biogas.
3. E. cottonii pada perbedaan salinitas air masing-masing (0ppt dan 29ppt)
digester 30 L dan digester 1500 L salinitas 0ppt sesuai digunakan dalam
proses biodegradasi anaerobik menggunakan metode batch untuk
memproduksi biogas.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tentang potensi
E. cottonii sebagai energi baru terbarukan (EBT) dalam bentuk produk biogas
yang dapat diterapkan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

4

2 METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September 2014 sampai April 2015
di Dusun Puntondo, Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang Kabupaten
Takalar. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Oseanografi Kimia Fakultas
Ilmu Kelautan UNHAS, Laboratorium Kimia Makan Ternak Fakultas Peternakan
UNHAS dan Laboratorium Forensik Bareskrim Polri Cabang Makassar.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan meliputi digester terbuat dari fiber dengan kapasitas 30
L dan 1500 L yang dilengkapi dengan dua bak sebagai input dan output substrat.
Digester kapasitas 30 L dilakukan penambahan modifikasi alat pengukur volume
produksi biogas dan pengambilan sampel biogas (Gambar 1). Pemasukan kotoran
sapi sebagai strater dan E. cottonii sebagai substrat ke dalam digester, kemudian
dilakukan pengadukan agar starter yang mengandung bakteri pendegradasi
homogen dengan substrat. Substrat yang bercampur dengan starter disebut slurry.
Pengukuran pH, salinitas dan COD dikeluarkan slurry dari reaktor gas dari pipa
pengeluran. Biogas yang dihasilkan akan mengalir ke penampung gas yang berisi
air, sehingga air akan mengalir ke wadah penampungan air akibat tekanan yang
disebakan oleh biogas. Volume biogas yang dihasilkan berdasarkan volume air
yang tertampung pada wadah penampung air. Biogas pada penampung biogas
dialirkan ke kantong gas dengan cara mengisi kembali air sesuai volume air yang
keluarkan. Biogas yang berada pada kantong gas diambil untuk dianalisis
komposisi gas metana yang dihasilkan.

Gambar 1 Skema biodegradasi anaerobik digester 30 L E. cottonii. (1) digester 30
liter, (2) bak pemasukan, (3) bak pengeluaran, (4) pengaduk, (5) pipa
pengeluran slurry, (6) kran pengeluaran gas, (7) selang aliran gas, (8)
kran pengaliran masuk dan keluarnya gas, (9) penampung gas, (10)
corong pemasukan air, (11) kran pemasukan air, (12) kran pengeluaran
air, (13) selang pengaliran air, (14) wadah penampungan air.

5

Digester dengan kapasitas 1500 L dengan pipa aliran gas dilengkapi keran
atau katup untuk mengalirkan biogas dari digester ke flowmeter dengan spesifikasi
Itron ACD G.16 (Qmax = 3 m3/h; Qmax = 0.16 m3/h) berfungsi untuk mengukur
produksi volume biogas. Setelah aliran gas melewati flowmeter biogas dapat
digunakan untuk menyalakan lampu dan kompor biogas.

Gambar 2 Skema biodegradasi anaerobik digester 1500 L E. cottonii. (1) digester
1500 liter, (2) bak pemasukan, (3) bak pengeluaran, (4) Pengaduk, (5)
kran pengeluaran biogas, (6) pipa aliran biogas, (7) Pengukur volume
produksi biogas (flowmeter), (8) Kompor biogas, (9) Lampu biogas,
(10) Skala biogas.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kotoran sapi sebagai
starter yang diperoleh dari kandang sapi Fakultas Peternakan UNHAS dan Dinas
Peternakan Takalar. Biomassa E. cottonii sebagai substrat serta air sebagai kontrol
diperoleh dari perairan laut Takalar.
Prosedur Penelitian
Uji Karakteristik Kimia E. cottonii
Biomassa E. cottonii dibersihkan dari kotoran, kemudian ditiriskan dan
dihaluskan sehingga berbentuk jus. Setelah dihaluskan biomassa dapat digunakan
untuk analisis komposisi kimia meliputi kadar air, kadar abu, karbohidrat, lemak,
protein, nitrogen berdasarkan (AOAC 2005), lignin (Van Soest 1963) dan total
organik karbon (Walkley & Black 1934).
E. cottonii
Dibersihkan dan dihaluskan
Analisis karakteristik kimia
Kadar air, Kadar abu,
Karbohidrat, Lemak, Protein,
Lignin, Nitrogen, Total
Organik Karbon (TOK)
Gambar 3 Proses pengujian karakteristik kimia E. cottonii

6

Pembuatan Substrat E. cottonii
Pembuatan substrat E. cottonii digester 1500 liter dengan perlakuan air
tawar dan 30 liter dengan dua perlakuan air tawar (0ppt) dan air laut (29ppt).
Biomassa E. cottonii dibersihkan dari kotoran, kemudian ditiriskan dan
dicampurkan air dengan perbandingan 1:2 hingga berbentuk substrat. Pencucian
dan pengenceran bahan baku dengan air dapat mengurangi inhibitor dalam proses
bidegradasi anaerobik (Chen et al. 2008, Bruhn et al. 2011).
Pembuatan Inokulum dan Proses Aklimatisasi
Pembuatan inokulum berasal dari campuran kotoran sapi dan air (1:2)
dengan kadar salinitas yang berbeda masing-masing (0ppt, 29ppt), diaklimatisasi
dengan penambahan substrat makroalga yang telah ditiriskan (makroalga
ditambah air 0ppt dan 29ppt dengan perbandingannya (1:2) yang bertujuan agar
bakteri pendegradasi dapat beradaptasi dengan substrat yang baru.
Kotoran sapi : air (1:2)
Disaring
Pemasukan Strater ke dalam
digester 30 L dan 1500 L
Dibiarkan selama beberapa hari
sampai pH netral dan stabil
serta menghasilkan biogas
(Aklimatisasi)
Penambahan substrat dan
pengeluaran slurry sampai
pH netral dan stabil
Gambar 4 Proses pembuatan inokulum dan proses aklimatisasi
Inokulum dipersiapkan dengan mencampurkan kotoran sapi dan air (0ppt,
29ppt) 1:2. Kemudian inokulum dimasukkan ke dalam digester yang berukuran
1500 L sebanyak 1000 L volume kerja dan digester 30 liter sebanyak 24 liter
volume kerja. Setelah itu dibiarkan selama beberapa hari sampai pHnya netral dan
stabil serta telah menghasilkan biogas. Setelah pH netral dan stabil serta telah
menghasilkan biogas maka dilakukan aklimatsasi maka setiap harinya
ditambahkan substrat sebesar 1.2 L untuk kedua digester kapasitas 30 L dengan
salinitas yang berbeda (0 dan 29ppt). Untuk aklimatisasi konversi digester
kapasitas 1500 L penambahan substrat sebanyak 52 L kemudian diikuti
pengeluaran slurry dengan jumlah volume yang sama disetiap digester. Nilai 1.2 L
dan 50 L dari substrat E. cottonii didapatkan berdasarkan hasil perhitungan laju
pembebanan 0.5 kg (COD)/(L.hari) dikali volume kerja dan dibagi dengan nilai

7

COD subtrat makrolaga yang digunakan. Selama proses pembuatan inokulum dan
aklimatisasi, pengadukan, pengukuran pH, suhu, salinitas dan volume biogas
dilakukan setiap hari dan komposisi gas yang dihasilkan dianalisis setiap minggu.
Biodegradasi Anaerobik Metode Batch
Proses biodegradasi anaerobik metode batch dengan cara mengeluarkan
slurry dari digester sebanyak setengah dari volume kerja atau 12 liter untuk
digester 30 liter dilakukan dengan dua perlakuan. Pertama menggunakan air tawar
salinitas 0ppt dengan menambahkan substart E. cottonii (4 kg E. cottonii + 8 L air
tawar 0ppt) sama dengan jumlah slurry yang dikeluarkan. Sedangkan perlakuan
kedua menggunakan air laut (29ppt) atau sebanyak 12 liter (4 kg E. cottonii + 8 L
air laut 29ppt). Digester 1500 liter hanya dengan satu perlakuan yaitu
menambahkan 500 liter substrat E. cottonii (200 kg E. cottonii + 300 L air tawar
0ppt). Pemasukan substrat ke dalam digester hanya satu kali selama penelitian.
Selama proses berlangsung parameter yang diukur yaitu pH, suhu, salinitas,
dan volume gas yang dihasilkan setiap hari, kemudian komposisi gas, COD, TS
dan VS dari slurry diukur satu kali setiap minggu. Analisis komposisi gas
menggunakan kromatografi gas sedangkan analisis COD menggunakan metode
APHA (1998).

1000 L
dan 24 L

1000 L
dan 24 L

Mengeluarkan
500 L dan 12 L
Slurry

Menambahkan
500L dan 12L
substart

Pengukuran pH, suhu,
Salinitas dan volume gas
setiap hari sedangkan TS,
VS, COD dan komposisi
methan (CH4) setiap satu
minggu

Gambar 5 Pengoperasian metode batch
Produksi Volume Biogas dan Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran volume biogas digester 1500 L diukur berdasarkan biogas yang
dialirkan melalui flowmeter minggu sekali dan untuk digester 30 L berdasarkan
ukuran volume air yang dikeluarkan pada galon penampung biogas ke wadah
penampung air dan dilakukan setiap hari. Volume air yang dihasilkan dari digester
diasumsikan sebagai volume biogas. Galon penampung diisi air sampai penuh
kemudian katup atau keran gas pada digester dibuka agar biogas yang dihasilkan
pada digester mengalir ke galon penampung sehingga memberikan tekanan pada
air untuk mengalir keluar dan tertampung pada tempat penampungan air dan
diukur volumenya. Pengukuran salinitas dan pH dilakukan dengan cara
mengeluarkan slurry dari digester 1500 L dan 30 L ditampung pada wadah dan
diukur salinitas menggunakan handrefrakto sedangkan pH menggunakan pH
meter digital ketelitian 0.1. Pengukuran salinitas dan pH dilakukan setiap hari.

8

Konsentrasi Metan (CH4) dan COD (Chemical Oxygen Demand)
Sampel biogas diambil kemudian di masukan pada plastik sample gas dan
dilakukan pengukuran komposisi biogas setiap sekali seminggu menggunakan gas
kromatografi (GC). Slurry dari dalam digester diambil sebanyak 10 ml untuk
melakukan analisis kadar COD. Pengukuran COD dilakukan setiap satu kali
dalam seminggu. Analisis COD berdasarkan APHA (1998).
Total Solid dan Volatile Solid (VS)
Cawan porselen dikeringkan dalam oven dengan suhu 105OC selama 1 jam.
Setelah itu cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator selama 10 menit
kemudian ditimbang. Pengambilan slurry dari digester sebanyak yang dibutuhkan
kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen kemudian dipanaskan dengan
suhu 105OC selama 2-3 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 10
menit kemudian ditimbang berat akhirnya untuk mengetahui kadar total solid.
Analisis VS merupakan lanjutan dari analisis TS. Sampel yang telah diukur
kadar TSnya kemudian dimasukkan kedalam tanur untuk diabukan dengan suhu
600OC selama 3 jam. Setelah itu cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator
selama 10 menit kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar volatile solid.
Pengambilan slurry untuk analisis total solid dan volatile solid bedasarkan APHA
(1998) dan dilakukan setiap sekali seminggu.

9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisitik Eucheuma cottonii
Analisis karakteristik dilakukan untuk mengetahui kualitas makroalga
sebagai substrat dalam memproduksi biogas. Hasil analisis proksimat E. cottonii
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik kimia E. cottonii
Karakteristik Kimia
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Kadar Lemak (%)
Kadar Karbohidrat (%)*
Kadar Protein (%)
Lignin (%)
TOC (Total Organik Karbon) (%)
Nitrogen (%)
C/N rasio
* by difference

E. cottonii
16.39±0.24
14.09±1.35
1.03±0.01
63.17±1.60
5.33±0.01
2.77±0.08
26.14±0.10
1.13±0.014
23.13

Kadar air pada E. cottonii sebesar 16.39%±0.24. Kondisi substrat yang
memiliki kandungan air tinggi akan membantu aktivitas pertumbuhan dari
mikroorganisme pendegradasi (Sitompul et al. 2013). Kadar abu merupakan zat
anorganik sisa hasil pembakaran bahan organik. Kadar abu pada E. cottonii
sebesar 14.09%±1.35. Menurut (Matanjun et al. 2008) E. cottonii memiliki kadar
abu yang cukup tinggi (46.19%) dimana terdiri dari beberapa mineral utama
seperti natrium, kalium, kalsium dan magnesium. Mineral utama sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba seperti kalsium dan magnesium memiliki
dampak positif untuk proses granulasi dan natrium berperan dalam pembentukan
ATP dan NADH (Chojnacka et al. 2015). Soto et al. (1993) dan Chen et al.
(2008) melaporkan bahwa dimana konsentrasi sedang dapat mendorong
pertumbuhan mikroba pada digester anaerobik, konsentrasi yang berlebihan dapat
memperlambat pertumbuhan, dan konsetrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan
penghambatan parah atau toksisitas.
Lemak, karbohidrat dan protein pada makroalga merupakan kandungan
organik yang dihidrolisis oleh mikroorganisme untuk memproduksi metan
(Ferreira et al. 2013). E. cottonii memiliki kadar karbohidrat paling tinggi
(63.89%±1.160) dibandingkan dengan lemak (1.30%±0.01) dan protein
(5.33%±0.01). Kadar lemak berada dalam kisaran sebagian besar rumput laut (13%) (Matanjun et al. 2009). Cirne et al. (2007) melaporkan bahwa tidak ada
penghambatan untuk konsentrasi lemak sampai 18%, namun penghambatan
terjadi pada konsentrasi lemak melebihi 30% pada degradasi anaerobik dalam
menghasilkan metana. Sedangkan kadar protein yang tinggi pada substrat tidak
direkomendasikan karena tingginya resiko penghambatan oleh ammonia (Braun et
al. 2003, Gerardi 2003, Kovács et al. 2013). Biomassa makroalga di Indonesia
khususnya E. cottonii memiliki kandungan karbohidrat sebesar 35.6-78.3%

10

(Meinita et al. 2012). E. cottonii merupakan makroalga merah memiliki
kandungan polisakarida berupa floridean starch dan xylan juga starch pada
makroalga hijau yang mudah terurai oleh bakteri (Montingelli et al. 2015).
Sedangkan polisakarida pada makroalga coklat hijau sulit untuk difermentasi.
Karbohidrat yang cukup tinggi dan dapat terurai ini berpotensi dimanfaatkan
untuk menghasilkan biogas melalui proses biodegradasi anaerobik (Costa et al.
2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa E. cottonii memiliki kadar lignin yang
rendah (2.77%±0.08). Lignin yang rendah (1-7%) pada makroalga menyebabkan
proses biodegradasi dapat berjalan dengan mudah dan baik digunakan sebagai
bahan baku untuk memproduksi biogas karena hasil metana tinggi (Bruhn et al.
2011, Zhong et al. 2011, Song et al. 2012) dan membuat polisakarida, selulosa
serta hemiselulosa lebih mudah didegradasi oleh bakteri (Teghammar et al. 2010,
Ferreira et al. 2013, Song et al. 2014). Kadar lignin sebesar 15% sudah dapat
menghambat proses biodegradasi (Pfeffer & Khan 1976, Yaich et al. 2011).
C/N rasio pada E. cottonii sebesar 23.13, dimana kisaran C/N rasio yang
yang seimbang untuk biodegradasi anaerobik antara 20-30 (Verma 2002, Dioha et
al. 2013, Wang et al. 2014). Menurut Wu et al. (2010) dan Wang et al. (2012),
C/N rasio yang seimbang berkisar antara 20-30 dapat meningkatkan 11-16 kali
lipat produksi metana dan kinerja digester berjalan baik dengan pH stabil, rendah
konsentrasi Total Ammonium Nitrogen (TAN) dan Free Ammonia. Substrat yang
memiliki rasio C/N rendah relatif mengandung konsentrasi amonia tinggi karena
nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia melebihi
konsentrasi yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba dan dapat menghambat
degradasi anaerobik. C/N rasio terlalu tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan
populasi methanogen karena kebutuhan protein tercukupi sehingga tidak ada lagi
reaksi dengan kandungan karbon yang tersisa dari substrat mengakibatkan
rendahnya produksi gas (Wang et al. 2014).
Proses Alkimatisasi Inokulum dan Substrat
Waktu yang diperlukan dalam proses aklimatisasi inokulum hingga nilai pH
netral atau stabil kedua digester kapasitas 30 L salinitas 0ppt selama 20 hari
rentang pH 5.9-6.9 dengan produksi kumulatif biogas mulai dihasilkan dihari ke 7
sebesar 2.76 L. Sedangkan digester 30 L salinitas 30ppt selama 27 hari rentang pH
6.0-6.9 dengan produksi kumulatif biogas mulai dihasilkan dihari ke 8 sebesar
0.71 L. Digester kapasitas 1500 L selama 25 hari rentang pH 6.2-6.9 dengan
produksi kumulatif biogas mulai dihasilkan dihari ke 7 sebesar 335 L. Waktu
yang dibutuhkan proses aklimatisasi inokulum berbeda antara salinitas 0 ppt dan
29ppt hingga pH netral atau stabil. Demirbas (2010) dan Bruhn et al. (2011)
menyatakan bahwa konsentrasi salinitas dapat memperlambat proses biodegradasi
anaerobik. Penurunan pH ketiga digester diawal proses inokulum menunjukan
adanya proses asidifikasi atau akumulasi asam untuk pertumbuhan
mikroorganisme dalam digester yang menyebabkan asam organik banyak
terproduksi (Taherzadeh & Karimi 2008).
Peningkatan nilai pH menjadi 6.9 pada proses inokulum di tiga digester
menunjukkan biodegradasi anaerobik berjalan dengan baik dan bakteri telah
bekerja dan beradaptasi dalam digester. Menurut Igoni et al. (2008) bidegradasi

11

anaerobik dapat berjalan dengan baik pada rentang pH 6-8. Nilai pH mengalami
peningkatan dan stabil pada digester kapasitas 30 L (0ppt dan 29ppt) dihari ke 20
dan 27, dan pada digester kapasitas 1500 L salinitas 0ppt dihari ke 15. Proses
aklimatisasi dengan penambahan substrat E. cottonii bertujuan agar bakteri
beradaptasi dengan substrat yang baru. Penambahan substrat sebesar 1.2 L untuk
kedua digester 30 L salintas (0 ppt, 29 ppt) dan 50 L untuk digester kapasitas 1500
L (0ppt) dilakukan selama 10 hari ditiga digester. Produksi gas metana kumulatif
yang dihasilkan dari 12 L substrat E. cottonii selama proses aklimatisasi pada
kedua digester 30 L salinitas 0ppt adalah 6.638 L dengan rentang pH 6.1 sampai
7.2 sedangkan produksi kumulatif gas metana untuk salinitas 29ppt adalah 2.188
L dengan rentang pH 6.2 sampai 7.2. Produksi kumulatif metana pada proses
inokulum dan aklimatisasi digester salinitas 29ppt sangat rendah dikarenakan
adanya proses adaptasi mikroorganisme dengan kadar salinitas. Salinitas yang
tinggi dapat menghambat aktifitas bakteri anaerobik sehingga produksi gas
metana relatif kecil (Oren et al. 1992). Menurut Chen et al. (2008) untuk
mempertahankan kelangsungan hidup mikroorganisme atau bakteri pendegradasi
terhadap inhibitor seperti kadar garam (salinitas) dalam digester maka dilakukan
adaptasi terhadap inokulum dan substrat dapat meningkatkan produksi metana.
Digester kapasitas 1500 L dengan substrat 500 L dan salinitas 0ppt,
memproduksi gas metana kumulatif selama proses aklimatisasi sebesar 375.8 L
dengan rentang pH 6.2 sampai 7.2. Peningkatan produksi biogas dan nilai pH
mencapai 7.2 menunjukkan terjadinya dekomposisi dari fasa asidogenesis menjadi
metanogenesis sehingga terjadi peningkatan produksi kumulatif metana pada
proses aklimatisasi. Peningkatan nilai pH dan produksi kumulatif biogas
menunjukkan proses aklimatisasi telah berlangsung dengan baik. Menurut Malina
& Pohland (1992) pH optimum yang dibutuhkan bakteri asidogenik adalah 5
sampai 6.5 sedangkan pH optimum untuk bakteri metanogenesis yaitu di atas 6.58.0.
7

6

8

5

6

4
3

4

2

2
0
1

8

15
Hari

22

10

6

8

5

6

4

1
0

0

29

3

4
2

Volume Biogas Kumulatif
Volume Gas Metana Kumulatif
pH

(a)

Volume biogas (L)

7

10

pH

Volume biogas (L)

8

12

2
1
0
1

8

15

22
Hari

29

36

Volume Biogas Kumulatif
Volume Gas Metana Kumulatif
pH

(b)

pH

8

12

1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

8
7
6
5
4

pH

Volume biogas (L)

12

3
2
1
0
1

8

15
Hari

22

Volume Biogas Kumulatif
Volume Gas Metana Kumulatif
pH

(c)
Gambar 6 Volume biogas dan pH E. cottonii digester 30 L (a) 0ppt, (b) 29ppt
dan digester 1500 L (c) 0ppt.
Biodegradasi Anaerobik Metode Batch
Proses inokulum dan aklimatisasi yang telah dilakukan menunjukan bahwa
substrat dari E. cottonii dapat terdegradasi dengan baik dan beradaptasi dengan
tingkat salinitas yang berbeda (0 dan 29ppt) pada digester 30 L dan 1500 L
salinitas 0ppt sehingga menghasilkan biogas. Tahap selanjutnya adalah
biodegradasi anaerobik secara batch bertujuan untuk melihat potensi biogas yang
dihasilkan dari E. cottonii. Berdasarkan (Gambar 7), terlihat bahwa ketiga digester
terus mengalami kenaikan produksi volume biogas dari E. cottonii sampai hari ke
57 dan volume biogas mulai berkurang dan cenderung konstan sampai hari ke 71.
Begitu juga dengan grafik volume gas metan dimana gas metan yang dihasilkan
kedua digester terus mengalami kenaikan sampai hari ke 57 dan cenderung
konstan sampai hari ke 71. Hal ini karena substrat yang terdegradasi oleh bakteri
semakin lama akan semakin berkurang dan habis sehingga produksi biogas juga
akan semakin menurun (Gerardi 2003, Oliveira et al. 2014).
Volume biogas kumulatif dan volume gas metana kumulatif yang
dihasilkan E. cottonii pada digester kapasitas 30 L untuk salinitas 0ppt (94.6 L
dan 84.3 L) lebih tinggi dibandingkan untuk salinitas 29ppt (90.4 L dan 72.5 L)
(Gambar 7). Perbedaan ini terjadi karena pengaruh perbedaan konsentrasi salinitas
air pada pembuatan substrat dimana salinitas yang tinggi dapat menghambat
aktifitas bakteri anaerobik sehingga produksi gas metana relatif kecil (Oren et al.
1992). Sementara itu range produksi volume biogas kumulatif dan volume gas
metana kumulatif juga tidak terlalu berbeda antara salinitas 0ppt dan 29ppt. Hal
ini disebabkan mikroorganisme atau bakteri pendegradasi telah diadaptasikan
dengan kadar garam atau salinitas 29ppt pada proses inokulum dan aklimatisasi
sebelum dilakukan metode batch. Menurut Chen et al. (2008) mikroorganisme
atau bakteri pendegradasi dapat mempertahankan kelangsungan hidup

13

80
60
40
20

8
7
6
5
4
3
2
1
0

80
60
40
20
1
8
15
22
29
36
43
50
57
64
71

0

1
8
15
22
29
36
43
50
57
64
71

0

100
Volume biogas (L)

8
7
6
5
4
3
2
1
0

pH

Volume biogas (L)

100

Hari

Hari

Volume Biogas Komulatif
Volume Gas Metana Kumulatif
pH

pH

dikonsentrasi jauh melebihi konsentrasi inhibitor atau faktor penghambat awal
setelah diadaptasikan dan juga meningkatkan produksi metana. Seperti halnya
hasil analisis polymerase chain reaction - denaturing gradient gel electrophoresis
(PCR-DGGE) yang dilakukan Zhang et al. (2012) dan Patil et al. (2010)
menunjukkan bahwa terjadi perubahan interaksi komunitas bakteri dan archea
terhadap salinitas yang tinggi dan interaksi antara ke dua mikroba dapat
memperkuat degradasi anaerobik dengan kondisi salinitas yang tinggi.

Volume Biogas Kumulatif
Volume Gas Metana Kumulatif
pH

(a)

(b)
8
7
6
3000

5
4

2000

pH

Volume biogas (L)

4000

3
2

1000

1
0
1
8
15
22
29
36
43
50
57
64
71

0
Hari
Volume Biogas Kumulatif
Volume Gas Metana Kumulatif
pH

(c)
Gambar 7 Volume biogas dan pH pada metode batch E. cottonii digester 30 L
(a), 0ppt (b) 29ppt dan digester 1500 L (c) 0ppt.
Digester kapasitas 1500 L dengan salinitas 0ppt menghasilkan volume
biogas kumulatif dan volume gas metana kumulatif E. cottonii sebesar 4485 L
dan 3875.1 L CH4. Peningkatan produksi volume metana kumulatif juga terus
meningkat sampai hari ke 57. Peningkatan produksi volume biogas juga

14

dipengaruhi oleh kadar lignin makroalga yang sangat rendah dan kadar
karbohidrat yang cukup tinggi (Tabel 1). Kadar lignin yang rendah dapat
mempermudah bakteri untuk mendegradasi bahan organik sehingga dapat
memproduksi biogas berupa metana yang tinggi (Bruhn et al. 2011, Zhong et al.
2011, Song et al. 2014). Kandungan karbohidrat utama pada spesies makroalga ini
juga mempengaruhi biogas yang dihasilkan. E. cottonii merupakan makroalga
merah memiliki kandungan selulosa dan polisakarida berupa floridean starch dan
xylan (Matanjun et al. 2009) yang mudah terurai oleh bakteri (Norziah & Ching
2000, Montingelli et al. 2015).
Grafik pH cenderung naik dan turun dari hari ke 1 sampai hari 50 dan
selanjutnya konstan sampai hari ke 71 (Gambar 7). pH yang naik dan turun
menunjukkan proses biodegradasi bahan organik berjalan dengan baik sedangkan
pH mulai konstan karena substrat yang semakin berkurang dan habis sehingga
proses biodegradasi berjalan semakin lambat. Rentang pH pada digester 30 L
salinitas 0ppt dan 29ppt adalah (6.9-7.7 dan 7.0-8.0). Digester skala 1500 L
salinitas 0ppt rentang pH adalah (6.9-7.7). Ketiga digester termasuk dalam rentang
pH yang baik dalam proses biodegradasi anaerobik. Biodegradasi anaerobik dapat
berjalan dengan baik pada pH 6-8 (Igoni et al. 2008).
COD dan Potensi Metana (CH4)

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71

1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71

Hari

Hari

COD
Volume Gas Metana Kumulatif

(a)

COD
Volume Gas Metana Kumulatif

(b)

Volume gas metana (L)

COD (g/L)

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Volume gas metana (L)

COD (g/L)

Nilai Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan parameter untuk
menunjukkan jumlah kebutuhan oksigen dalam mengoksidasi bahan organik yang
terkandung dalam substrat. Perubahan nilai COD juga menunjukkan terjadinya
biodegradasi anaerobik pada substrat. Sehingga nilai perubahan COD juga bisa
menentukan volume gas metana yang dihasilkan dari biodegradsi anaerobik. Pada
grafik terlihat bahwa nilai COD mengalami penurunan dari hari ke 1 sampai hari
ke 71 di tiga digester (Gambar 9). dimana COD pada digester 30 L salinitas 0ppt
dari 61.7 g/L menjadi 40.6 g/L atau COD removalnya sebesar 21.1 g/L dan 29ppt
dari 51.7 g/L menjadi 30.5 g/L atau COD removalnya sebesar 22.1 g/L. Nilai
COD digester kapasitas 1500 L dari 80.2 g/L menjadi 60.2 g/L atau COD
removalnya sebesar 20 g/L.

4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000

Volume gas metana (L)

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

500
0
1
8
15
22
29
36
43
50
57
64
71

COD (g/L)

15

Hari
COD
Volume Gas Metana Kumulatif

(c)
Gambar 8 COD dan volume gas kumulatif metana E. cottonii digester 30 L (a)
0ppt, (b) 29ppt dan digester 1500 L (c) 0ppt.
Berbeda dengan COD, volume gas kumulatif CH4 mengalami peningkatan
dari hari ke 1 sampai ke 71 dimana dari 4 kg E. cottonii pada skala 30 L salinitas
(0ppt, 29ppt) dan skala 1500 L salinitas 0ppt masing-masing menghasilkan (84.3
L, 72.5 L dan 3875.1 L). Berdasarkan uji analisis korelasi didapatkan bahwa ada
hubungan korelasi negative dimana E. cottonii pada digester 30 L dengan salinitas
0ppt (-0.976) dan 29ppt (-0.992) juga pada konversi digester 1500 L salinitas 0ppt
(-0.961) yang berarti semakin turun nilai COD maka volume gas kumulatif CH4
akan semakin meningkat. Penurunan nilai COD berkaitan dengan aktivitas bakteri
dalam mengurai bahan-bahan organik yang berasal dari substrat untuk
menghasilkan produk akhir berupa gas CH4.
Berdasarkan perhitungan secara teoritis dari nilai penurunan COD,
menunjukkan bahwa potensi 1 kg E. cottonii digester 30 L pada salinitas berbeda
dapat menghasilkan 22 L CH4 dan digester skala 1500 L salinitas 0ppt
menghasilkan 21 L CH4. Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa 1 kg E.
cottonii digester 30 L salinitas 0ppt dapat menghasilkan 21 L CH4 sedangkan pada
salinitas 29ppt 18.1 L CH4. Berdasarkan hasil ini produksi gas metana dari
Salinitas 0ppt dan 29ppt mencapai 95.1% dan 81.5% dari angka teoritis.
Hasil percobaan produksi gas metana untuk digester 1500 L salinitas 0ppt
diketahui bahwa 1 kg E. cottonii dapat menghasilkan 19.4 L CH4 mencapai 94.4%
dari angka teoritis. Hasil produksi gas metana sebesar 3875.1 L dari digester skala
1500 L diujicobakan atau dikonversi menjadi energi lain yaitu untuk
menghidupakan lampu dan kompor biogas (Tabel 2).
Tabel 2 Penggunaan biogas pada digester skala 1500 L
Alat uji coba
Waktu (Menit )
Volume (L)/Menit
lampu (±40 Watt)
1
1.8
Kompor
1
5.0

16

Total Solid dan Volatil Solid
Total solid dapat mengetahui bahan-bahan organik dan anorganik yang
terakumulasi di dalam digester yang merupakan sumber makanan bagi
mikroorganisme. Pada grafik (Gambar 9), dapat terlihat bahwa hari ke 1 sampai
hari ke 71 terjadi penurunan total solid pada digester 30 L salinitas (0ppt dan 29
ppt) dan digester 1500 L salinitas (0ppt). Hal ini dikarenakan bahan organik dan
anorganik yang terakumulasi di dalam digester telah didegradasi oleh
mikroorganisme. Total solid untuk digester 30 L salinitas 0ppt menurun dari 94.5
g/L menjadi 39.7 g/L sedangkan untuk salinitas 29ppt menurun dari 94.7 g/L
menjadi 49.9 g/L. Total solid untuk digester 1500 L salinitas 0ppt menurun dari
122.9 g/L menjadi 44.7g/L.
Volatil solid merupakan parameter penting untuk mengukur biodegradasi,
memiliki korelasi dengan bahan organik dalam substrat termasuk
mikroorganisme. Grafik volatil solid ini tidak jauh berbeda dengan grafik total
solid dimana pada hari ke 1 sampai hari ke 71 juga terjadi penurunan volatil solid
pada digester 30 L salinitas (0ppt dan 29 ppt) dan digester 1500 L salinitas (0ppt).
Hal ini dikarenakan bahan organik yang semakin berkurang akibat proses
biodegradasi dan menunjukkan semakin banyak senyawa organik yang terurai.
Volatil solid untuk digester 30 L salinitas 0ppt menurun dari 38.6 g/L menjadi
16.9 g/L sedangkan untuk salinitas 29ppt menurun dari 38.2 g/L menjadi 20.9 g/L.
Volatil solid untuk digester 1500 L salinitas 0ppt menurun dari 69.5 g/L menjadi
24 g/L. Yi et al. (2014) melaporkan bahwa kinerja yang baik pada degradasi
anaerobik ditunjukkan dengan tingginya penurunan nilai total solid dan volatil
solid.
140
Volatil solid (g/L)

Total solid (g/L)

120
100
80
60
40
20
1
8
15
22
29
36
43
50
57
64
71

0
Hari
30 L (0ppt)

1500 L (0ppt)

29ppt (0ppt)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
1

8 15 22 29 36 43 50 57 64 71
Hari
30 L (0ppt)

1500 L (0ppt)

29ppt (0ppt)

(a)

(b)

Gambar 9 Total solid dan volatil solid dari E. cottonii digester 30 L Salinitas
(0ppt dan 29ppt) dan digester 1500 L (0ppt), (a) Total solid, (b)
Volatil Solid

17

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa, karakteristik kimia dari Eucheuma cottonii berupa karbohidrat yang tinggi,
lignin yang rendah dan C/N ratio yang optimal sangat potensial untuk dijadikan
substrat dalam menghasilkan biogas. Proses inokulum, aklimatisasi dan metode
batch pada salinitas 0ppt lebih baik digunakan dengan waktu yang lebih cepat
pada proses inokulum dan produksi metana tinggi di banding salinitas 29ppt.
Proses biodegradasi anaerobik menggunakan metode batch pada digester 30
L salinitas 0ppt dimana dari 4 kg E. cottonii dapat menghasilkan biogas sebesar
94.6 L dengan kadungan metana sebesar 84.3 L atau 21.1 L CH4/kg. Salinitas
29ppt dapat menghasilkan biogas sebesar 90.4 L dengan kandungan metana
sebesar 72.5 L atau 18.1 L CH4/kg. Digester 1500 L dari 200 kg E. cottonii dapat
menghasilkan biogas sebesar 4485 L dengan kandungan metana sebesar 3875 L
atau 19.3 L CH4/kg. Ujicoba konversi ke energi lain dibutuhkan volume biogas
untuk menyalakan lampu biogas sebesar 1.8 L/menit dan kompor biogas sebesar 5
L/menit. Dengan demikian E. cottonii pada salinitas yang berbeda sangat
potensial sebagai penghasil biogas dan dapat diterapkan dikawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Saran
Adapun saran dari penelitian adalah mengkaji lebih lanjut mencoba
menganalisis pertumbuhan jenis dari mikroorganisme atau mikrobakteri sehingga
dapat melihat pengaruh pertumbuhan mikrobakteri dengan salinitas yang berbeda
terhadap produksi biogas yang dihasilkan.

18

DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis 18th ed. Maryland (USA): Association
of Official Analytical Chemists Inc.
APHA. 1998. Standar Methods for the Examination of Water and Wastewater
20TH Edition Baltimore (USA): Victor Graphics Inc.
Ariesyady HD, Ito T, Okabe S. 2007. Functional bacterial and archaeal
community structures of major trophic groups in a full-scale anaerobic
sludge digester. Water Research. 41(7):1554-1568
Braun R, Brachtl E, Grasmug M. 2003. Codigestion of proteinaceous industrial
waste. Appl Biochem Biotechnol. 109(1-3):139-153
Briand X, Morand P. 1997. Anaerobic digestion of Ulva sp. 1. Relationship
between Ulva composition and methanisation. J Appl Phycol. 9(6):511524
Bruhn A, Dahl J, Nielsen HB, Nikolaisen L, Rasmussen MB, Markager S, Olesen
B, Arias C, Jensen PD. 2011. Bioenergy potential of Ulva lactuca:
Biomass yield, methane production and combustion. Bioresour Technol.
102(3):2595-2604
Chen Y, Cheng JJ, Creamer KS. 2008. Inhibition of anaerobic digestion process: a
review. Bioresour Technol. 99(10):4044-4064
Chojnacka A, Szczęsny P, Błaszczyk MK, Zielenkiewicz U, Detman A, Salamon
A, Sikora A. 2015. Noteworthy facts about a methane-producing microbial
community processing acidic effluent from sugar beet molasses
fermentation. PLoS ONE. 10(5):1-23
Chynoweth DP. 2002. Review of biomethane from marine biomass. University of
Florida: Florida.
Cirne D, Paloumet X, Björnsson L, Alves M, Mattiasson B. 2007. Anaerobic
digestion of lipid-rich waste—effects of lipid concentration. Renew Energ.
32(6):965-975
Costa J, Sousa D, Pereira M, Stams A, Alves M (2013). Biomethanation potential
of biological and other wastes. Biofuel Technologies, Springer: 369-396.
Demirbas A. 2010. Use of algae as biofuel sources. Energ Convers Manage.
51(12):2738-2749
Dioha I, Ikeme C, Nafi’u T, Soba N, Yusuf M. 2013. Effect of carbon to nitrogen
ratio on biogas production. Int Res J Natur Sci. 1:1-10
Fatoni MI, Agustriani F. 2014. Karakterisasi bakteri penghasil gas metana pada
rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Maspari J. 4(1):103-109
Ferreira L, Donoso-Bravo A, Nilsen P, Fdz-Polanco F, Pérez-Elvira S. 2013.
Influence of thermal pretreatment on the biochemical methane potential of
wheat straw. Bioresour Technol. 143:251-257
Gerardi MH. 2003. The microbiology of anaerobic digesters. Canada: John Wiley
& Sons Inc.
Igoni AH, Ayotamuno M, Eze C, Ogaji S, Probert S. 2008. Designs of anaerobic
digesters for producing biogas from municipal solid-waste. Appl Energ.
85(6):430-438
Kalia V, Sonakya V, Raizada N. 2000. Anaerobic digestion of banana stem waste.
Bioresour Technol. 73(2):191-193

19

Kawaroe M, Augustine D, Su