Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Passare Apua Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara.

STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE
DI DESA PASSARE APUA KECAMATAN LANTARI JAYA
KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

AQMAL KHAERY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengelolaan
Ekosistem Mangrove di Desa Passare Apua Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten
Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015
Aqmal Khaery
NRP P052130331

RINGKASAN
AQMAL KHAERY. Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Passare
Apua Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dibimbing oleh CECEP KUSMANA dan YUDI SETIAWAN.
Ekosistem mangrove di Desa Passare Apua rentan terhadap berbagai
gangguan, terutama akibat praktik pengelolaan sumberdaya laut yang tidak ramah
lingkungan seperti penebangan pohon, peralihan lahan mangrove menjadi tambak,
dan eksploitasi mangrove.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis luas, sebaran, dan
kondisi vegetasi mangrove, menganalisis kondisi lingkungan fisik ekosistem
mangrove, menganalisis tingkat kerusakan mangrove, menganalisis sejarah
pengelolaan mangrove dan kondisi sosial ekonomi penduduk, serta
memformulasikan strategi pengelolaan ekosistem mangrove di lokasi penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Februari sampai bulan Juni 2015

di Desa Passare Apua Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana Provinsi
Sulawesi Tenggara. Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui analisis
vegetasi, pengukuran kondisi lingkungan fisik dan wawancara.
Pembukaan lahan tambak di lokasi penelitian dimulai pada tahun 1984
oleh masyarakat lokal dan pendatang. Pada saat ini pengelolaan lahan mangrove
belum ada perubahan karena lemahnya pengawasan dari pihak pemerintah.
Penduduk di lokasi penelitian didominasi oleh penduduk yang berpendidikan
sampai tingkat SD dan jenis pekerjaan dominan adalah di bidang budidaya tambak
perikanan darat. Hasil penelitian menunjukkan sejak tahun 1981 sampai tahun
2014, telah terjadi deforestasi mangrove sebesar ± 1 156.81 ha. Analisis tingkat
kerusakan mangrove menunjukkan, luasan mangrove tidak rusak mengalami
penurunan secara terus menerus sejak tahun 1981 sampai pada tahun 2014. Hal ini
terjadi juga pada luasan mangrove rusak sedang yang terus mengalami penurunan
dari ± 341.23 ha pada tahun 1981 menjadi ± 45.88 ha pada tahun 2009, kecuali
pada tahun 2014. Luasan mangrove rusak berat pada tahun 1981 hanya sebesar
± 62.32 ha, tetapi sampai pada periode tahun 2014 kerusakannya mencapai
± 1 082.63 ha. Komunitas mangrove di Desa Passare Apua disusun oleh 11 jenis
mangrove. Jenis mangrove dengan tingkat pertumbuhan berada pada strata pohon,
tiang, sapihan, dan semai pada tiga tipologi mangrove yaitu KMRS, KMTR, dan
KMRB. Jenis mangrove dominan pada tiga tipologi mangrove tersebut adalah

Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk. di KMTR dan KMRS serta Ceriops tagal
(Perr.) C. B. Rob. di KMRB. Kondisi biofisik lingkungan di lokasi penelitian
masih dalam kisaran yang baik bagi kehidupan mangrove untuk tumbuh dan
berkembang. Faktor-faktor penyebab degradasi mangrove adalah faktor
rendahnya pendapatan, rendahnya pendidikan dan keterampilan, dan lemahnya
pengawasan dari pihak yang berwenang. Strategi yang dihasilkan untuk
pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Passare Apua adalah menyelenggarakan
pelatihan-pelatihan keterampilan pengelolaan mangrove untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat serta membuat regulasi untuk mengontrol pemanfaatan
mangrove berbasis masyarakat dan juga pelanggaran pengelolaan mangrove.
Kata kunci : deforestasi, degradasi, ekosistem mangrove, strategi pengelolaan
mangrove, Sulawesi Tenggara.

SUMMARY
AQMAL KHAERY. Mangrove Ecosystem Management Strategies in Passare
Apua Village, Lantari Jaya Subdistrict, Bombana District, Southeast Sulawesi
Province. Supervised by CECEP KUSMANA and YUDI SETIAWAN.
Mangrove ecosystem in Passare Apua Village is vulnerable to various
disorders, primarily due to marine resource management practices are not
environmentally friendly such as logging, mangrove land transition into ponds

and mangrove exploitation.
The aims of this study were to analyze the change of forest area,
distribution and mangrove vegetation conditions, physical environments, the level
of mangrove damage, historically mangrove management, socio-economic
conditions of the population, and formulate the mangrove ecosystem management
strategies in the study area. The research was conducted during February to June
2015 in Passare Apua Lantari Jaya, Bombana Subdistrict, Southeast Sulawesi
Province. Field data collection was done by vegetation analysis, measurement of
physical environmental conditions and interviews to the society.
Land clearing to ponds of the study sites started in 1984 by local people
and migrants. At this time the management of mangrove lands has been no change
because of weak supervision of the government. The population in the study site
was dominated by the educated population to primary level and the dominant
profession in aquaculture land fishery. The results show that from 1981 to 2014,
there has been a mangrove deforestation of ± 1 156.81 ha. Based on damage
mangrove analysis, the non-damaged mangrove area has been decreased
continuously since 1981 until 2014. This was also the damaged mangrove area
were steadily declining from ± 341.23 ha in 1981 to ± 45.88 ha in 2009, except in
2014. There was severely damaged mangrove area in 1981 amounted to only
± 62.32 ha, but until 2014 the damage reached ± 1 082.63 ha. Mangrove

community in Passare Apua Village composed by 11 mangrove species growing
at three mangrove typologies i.e. KMRS, KMTR, and KMRB. Dominant
mangrove species in those mangrove typologies was Bruguiera gymnorrhiza (L.)
Lamk. in KMTR and KMRS and Ceriops tagal (Perr.) C. B. Rob. in KMRB.
Biophysical environment in the study area is still within the optimum range for
mangroves to grow and develop. The causal factors of mangrove degradation in
the study area were low income, low educatied and skill, and weak supervision of
the authorities. The strategies resulted from this research for mangrove ecosystem
management at Passare Apua Village were to organized mangrove management
skills training to increase incomes and created regulations to control the use of
mangrove by community-based and mangrove management violations.
Key words : deforestation, degradation, mangrove ecosystems,
management strategy, Southeast Sulawesi.

mangrove

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE
DI DESA PASSARE APUA KECAMATAN LANTARI JAYA
KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

AQMAL KHAERY

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Iwan Hilwan, MS

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Ketua

Dr Yudi Setiawan, SP, MSc
Anggota

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 28 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhannahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian ini yaitu Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove di
Desa Passare Apua, Kecamatan Lantari Jaya, Kabupaten Bombana, Provinsi
Sulawesi Tenggara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana,
MS dan Bapak Dr Yudi Setiawan, SP, MSc selaku pembimbing. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, saudara serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan motivasinya. Selain itu ucapan terima kasih juga disampaikan
untuk seluruh rekan-rekan yang telah memberi bantuan berupa saran dan
pemikiran. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah banyak membantu di Laboratorium Biologi Universitas Haluoleo,
Laboratorium Analisis Spasial PPLH, Pusat Data Lisat Institut Pertanian Bogor
dan Pemerintah Kabupaten Bombana.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015
Aqmal Khaery

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xiv
xv
xv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Penelitian


1
1
2
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Mangrove
Degradasi Hutan
Sistem Remote Sensing Untuk Vegetasi Mangrove
Strenght Weaknes Opportunity Threat (SWOT)

5
5
6
7
8


3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis
Iklim
Jumlah Penduduk
Pendidikan
Pekerjaan Penduduk
Ekonomi

9
9
11
12
13
13
15

4 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Rancangan Penelitian
Rancangan Sampling
Teknik Pengumpulan Data
Analisis Data

17
17
17
18
18
19
22

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Pengelolaan Mangrove
Kerusakan Hutan Mangrove Desa Passare Apua
Degradasi Mangrove Desa Passare Apua
Komposisi dan Keanekaragaman Jenis Mangrove Desa Passare Apua
Keberadaan Fauna Mangrove Desa Passare Apua
Kondisi Fisik Lingkungan
Faktor Penyebab dan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove

27
27
27
29
31
37
38
41

6 KESIMPULAN DAN SARAN

46

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

47
50
60

DAFTAR TABEL
1 Luas Kabupaten Bombana berdasarkan kecamatan
2 Luas Kecamatan Lantari Jaya berdasarkan desa
3 Rata-rata curah hujan dan banyaknya hari hujan menurut bulan untuk
Pos Hujan Lantari Jaya
4 Jumlah penduduk Kecamatan Lantari Jaya
5 Persentase tingkat pendidikan penduduk Desa Passare Apua
6 Jenis pekerjaan penduduk Kabupaten Bombana
7 Jumlah KK nelayan Kecamatan Lantari Jaya
8 Jenis, teknik pengumpulan, dan teknik analisis data
9 Karakteristik dari data citra satelit Landsat yang digunakan dalam
penelitian
10 Kriteria, bobot dan skor penilaian untuk penentuan tingkat kerusakan
hutan mangrove
11 Matriks SWOT
12 Perubahan luasan tutupan mangrove (ha) Desa Passare Apua periode
tahun 1981 sampai tahun 2014
13 Rincian luas tingkat kerusakan mangrove periode tahun 1981 - 2014
Desa Passare Apua
14 Komposisi jenis mangrove pada tipologi KMTR
15 Kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai
penting mangrove di topologi KMTR
16 Komposisi jenis mangrove pada tipologi KMRS
17 Kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai
penting mangrove di topologi KMRS
18 Komposisi jenis mangrove pada tipologi KMRB
19 Kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai
penting mangrove di topologi KMRB
20 Indeks keanekaragaman (H'), dan Indeks kemerataan (E) vegetasi
mangrove pada berbagai strata pertumbuhan
21 Hasil pengamatan fauna mangrove yang dijumpai pada ekosistem
mangrove di Desa Passare Apua
22 Rata-rata hasil pengukuran faktor lingkungan pada ekosistem mangrove
di Desa Passare Apua
23 Data pasang surut Kota Bau-Bau bulan Februari tahun 2015
24 Matriks perhitungan nilai SWOT
25 Matriks SWOT strategi pengelolaan ekosistem mangrove Desa Passare
Apua

10
11
12
12
13
14
15
18
24
25
26
28
31
31
32
33
34
35
35
36
37
38
40
42
44

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian
2 Peta penggunaan lahan lokasi penelitian di Desa Passare Apua Tahun
2014
3 Peta lokasi penelitian
4 Peta lokasi stasiun pengamatan di Desa Passare Apua
5 Model transek dan plot-plot pengamatan vegetasi mangrove
6 Penentuan posisi pengukuran lingkar batang vegetasi mangrove
setinggi dada (dbh) : a. Vegetasi tanpa percabangan dan tanpa akar
tunjang atau banir b. Vegetasi dengan berbagai variasi percabangan
dan akar tunjang atau banir
7 Perubahan tutupan dan sebaran mangrove di Desa Passare Apua
periode tahun 1981 - 2014
8 Peta tingkat kerusakan mangrove periode tahun 1981 - 2014 Desa
Passare Apua
9 Diagram SWOT strategi pengelolaan ekosistem mangrove Desa
Passare Apua

4
16
17
19
20

21
29
30
43

DAFTAR LAMPIRAN
1. Dokumentasi penelitian
2. Hasil analisis vegetasi mangrove berdasarkan tingkat kerusakan dan
masing-masing strata pertumbuhan mangrove
3. Analisis SWOT strategi pengelolaan ekosistem mangrove di Desa
Passare Apua

50
54
59

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Wilayah pesisir sebagai wilayah peralihan antara daratan dan laut,
ditempati oleh beragam ekosistem utama, salah satunya ekosistem mangrove.
Ekosistem mangrove mempunyai arti yang penting karena memiliki fungsi
ekologis. Fungsi ekologis ditinjau dari aspek fisika adalah pertama terjadinya
mekanisme hubungan komponen-komponen dalam ekosistem mangrove serta
hubungan antara ekosistem mangrove dengan ekosistem lain seperti padang lamun
dan terumbu karang. Kedua, dengan sistem perakaran yang kuat dan kokoh,
ekosistem mangrove mempunyai kemampuan meredam gelombang, gelombang
pasang dan angin kencang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi; dan
ketiga sebagai pengendali banjir, mangrove yang banyak tumbuh di daerah
estuaria juga dapat berfungsi sebagai pengendali banjir. Fungsi ini akan hilang
jika hutan mangrove ditebang atau mengalami degradasi (Aksornkoae, 1993).
Potensi ekonomi ekosistem mangrove berasal dari tiga sumber yaitu
sebagai hasil hutan, perikanan muara sepanjang pantai dan ekoturisme. Disamping
menghasilkan bahan dasar untuk industri. Ekosistem mangrove menyediakan
berbagai jenis produk dan jasa yang berguna untuk menunjang keperluan hidup
penduduk pesisir dan berbagai kegiatan ekonomi, baik skala lokal, regional,
maupun nasional serta sebagai penyangga sistem kehidupan masyarakat sekitar
hutan. Semua fungsi mangrove tersebut akan tetap berlanjut jika keberadaan
ekosistem mangrove dapat dipertahankan dan pemanfaatan sumberdayanya
berdasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian. Hal ini berarti mangrove berperan
sebagai sumberdaya renewable dan penyangga sistem kehidupan jika semua
proses ekologi yang terjadi di dalam ekosistem mangrove dapat berlangsung tanpa
gangguan. Proses ekologi dalam ekosistem mangrove akan terganggu jika salah
satu komponennya hilang (Kusmana 2014).
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil merupakan suatu
proses mulai dari perencanaan, pengelolaan, pengawasan hingga pengendalian
sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil hanya dapat
terwujud jika pengelolaannya dilakukan secara terpadu dengan adanya
pemahaman dan saling kerjasama antara stakeholder yang terkait. Pada dasarnya
setiap aktifitas pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berpotensi
mengakibatkan kerusakan ekosistem apabila tidak dilakukan dengan baik dan
benar, sehingga perlu adanya pengawasan.
Kabupaten Bombana memiliki wilayah pesisir yang sangat luas. Luas
hutan mangrove yang ada di Kabupaten Bombana ±6 052.35 ha yang tersebar di
sebagian kecamatan dan pedesaan yang ada. Kabupaten Bombana memiliki
potensi laut yang sangat luas, dimana di dalamnya terkandung potensi sumber
daya kelautan dan perikanan yang melimpah, baik perikanan tangkap maupun
perikanan budidaya (budidaya laut). Selain perairan lautnya, vegetasi mangrove
tumbuh relatif homogen dan didominasi oleh jenis Rhizophora sp., Avicennia sp.,
(api-api) dan Bruguiera sp. Sampai saat ini kondisi mangrove di Kabupaten
Bombana masih relatif stabil dan baik, namun telah banyak ditemukan kerusakan

2

dalam kondisi rusak parah, ±1 539 ha dalam keadaan terancam degradasi serta ±3
915.35 ha masih dalam kondisi alami (KP3K Bombana 2011).
Topografi hutan mangrove yang landai bahkan datar menarik minat
masyarakat untuk melakukan berbagai usaha ekonomi, baik di bidang pertanian,
perikanan, maupun industri, sehingga kawasan hutan mangrove cenderung lebih
mudah dikonversi menjadi kawasan perekonomian. Pembukaan akses pada
kawasan hutan mangrove jauh lebih mudah dan lebih murah bila dibandingkan
kawasan pegunungan. Selain itu kawasan hutan mangrove yang berada di sekitar
muara sungai membuat kawasan hutan mangrove sangat mudah berubah fungsi
karena ketergantungan masyarakat untuk menempati wilayah pesisir sangat tinggi.
Sebagai konsekuensi dari permasalahan tersebut terjadilah pemanfaatan kawasan
hutan mangrove yang tidak terkontrol untuk berbagai kepentingan tanpa
mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya terhadap lingkungan sekitar.
Ekosistem mangrove di Desa Passare Apua juga rentan terhadap berbagai
gangguan, terutama akibat praktik pengelolaan sumberdaya laut yang tidak ramah
lingkungan. Beberapa hal yang mengancam kegiatan pengelolaan sumberdaya laut
di Desa Passare Apua adalah perilaku masyarakat yang merusak lahan hutan
mangrove seperti penebangan pohon, peralihan lahan mangrove menjadi tambak
perikanan, penambangan pasir, dan eksploitasi mangrove. Mengingat ekosistem
mangrove mempunyai fungsi yang penting seperti disebutkan di atas, maka
kerusakan (degradasi) pada ekosistem di Desa Passare Apua harus ditangani
secara tuntas dan dikelola secara benar agar fungsinya dapat dimanfaatkan secara
optimal bagi sistem penyangga kehidupan dan keberlanjutan tipe-tipe ekosistem
lainnya yang sustainabilitasnya berkaitan dengan eksistensi ekosistem mangrove.
Perumusan Masalah
Keberadaan mangrove di Desa Passare Apua sedikit banyak terancam oleh
aktivitas manusia seperti konversi menjadi lahan tambak perikanan, penambangan
pasir dan penebangan pohon mangrove untuk kayu bakar. Hal ini sedikit banyak
dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi masyarakat. Jika hal ini dibiarkan maka
degradasi ekosistem mangrove akan mengancam eksistensi ekosistem mangrove
beserta seluruh biota di dalamnya. Dari hal-hal tersebut, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana luas, sebaran, dan kondisi vegetasi mangrove (komposisi jenis, dan
struktur tegakan) serta fauna pada ekosistem mangrove di lokasi penelitian?
2. Bagaimana kondisi lingkungan fisik ekosistem mangrove di lokasi penelitian?
3. Sejauh mana tingkat kerusakan mangrove di lokasi penelitian?
4. Bagaimana sejarah pengelolaan mangrove dan kondisi sosial ekonomi
penduduk di sekitar kawasan mangrove di lokasi penelitian?
5. Bagaimana strategi pengelolaan ekosistem mangrove di lokasi penelitian?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis luas, sebaran, dan kondisi vegetasi mangrove (komposisi jenis,
struktur tegakan) serta mengetahui jenis-jenis fauna pada ekosistem mangrove
di lokasi penelitian

3

2. Menganalisis kondisi lingkungan fisik ekosistem mangrove di lokasi penelitian
3. Menganalisis tingkat kerusakan mangrove di lokasi penelitian
4. Menganalisis sejarah pengelolaan mangrove dan kondisi sosial ekonomi
penduduk di sekitar kawasan mangrove di lokasi penelitian
5. Memformulasikan strategi pengelolaan ekosistem mangrove di lokasi
penelitian
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memperkaya khazanah perkembangan IPTEK tentang karakteristik ekosistem
mangrove di Indonesia bagian timur.
2. Sebagai dasar bagi pemerintah daerah terkait strategi dan kebijakan
pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Passare Apua Kecamatan Lantari
Jaya Kabupaten Bombana.
3. Sebagai bahan informasi bagi praktisi dalam mengelola ekosistem mangrove di
Desa Passare Apua Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana Prov.
Sulawesi Tenggara.
Kerangka Pemikiran
Ekosistem mangrove memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
makhluk hidup, baik dari segi ekologi, fisik, maupun dari segi sosial. Keberadaan
ekosistem mangrove di Desa Passare Apua semakin hari semakin terdegradasi
akibat adanya aktivitas masyarakat yang memanfaatkan ekosistem mangrove
tanpa memperhatikan aspek kelestariannya. Kegiatan yang banyak dilakukan
masyarakat dalam memberi kontribusi terhadap degradasi mangrove adalah
berupa pembukaan lahan mangrove untuk dijadikan pemukiman, pemanfaatan
mangrove sebagai kayu bakar, untuk bahan kontruksi rumah, dan penggunaan
lainnya seperti pembuatan sero (kontruksi penangkap ikan) serta untuk
kepentingan budidaya rumput laut. Kurangnya data informasi karakteristik
ekosistem mangrove dan sosial ekonomi penduduk menjadi salah satu kendala
bagi pemerintah daerah setempat untuk merumuskan kebijakan pengelolaan
mangrove yang berkelanjutan secara tepat. Sehubungan dengan itu tahap awal
penelitian ini dilakukan identifikasi dengan analisis tentang luas, sebaran dan
tingkat kerusakan mangrove. Selanjutnya pada setiap tipologi kerusakan
mangrove diinventarisasi kondisi vegetasi, fauna, tanah, air, dan pasang surut.
Selain itu, dianalisis juga kondisi sosial ekonomi (termasuk kelembagaan lokal)
dari masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mangrove tersebut. Berdasarkan
kondisi internal biofisik ekosistem mangrove dan sosial ekonomi masyarakat serta
faktor ancaman dan peluang yang ada, maka diformulasikan strategi pengelolaan
ekosistem mangrove yang terpadu dan berkelanjutan. Secara jelasnya kerangka
pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

4

Ekosistem Mangrove
Di Desa Passare Apua

Analisis Citra Satelit

Luas Mangrove

Mangrove dengan
Kerusakan Berat

Kondisi Vegetasi
dan Fauna

Sebaran Lokasi
Mangrove

Mangrove dengan
Kerusakan Sedang

Kondisi Biofisik
Lingkungan
- Tanah/substrat
- Suhu
- Salinitas (Air)
- pH (substrat)
- Pasang Surut

Derajat Kerusakan
Mangrove

Mangrove Tidak
Rusak

- Sejarah pembukaan
lahan
- Sosial
- Ekonomi

Faktor Internal

Faktor Eksternal

(Kekuatan dan Kelemahan)

(Ancaman dan Peluang)

Strategi Pengelolaan
Ekosistem Mangrove di
Desa Passare Apua

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Mangrove
1. Definisi Mangrove
Definisi mangrove telah banyak dilaporkan oleh para ahli, antara lain
Steenis (1978); Kusmana (1993); Saenger et al. (1983); Nybakken (1998).
Mangrove digunakan untuk menunjukkan tumbuhan golongan pohon dan semak
yang telah mengembangkan adaptasi pada lingkungan pasang surut air laut
(intertidal). Mangrove merupakan hutan dengan pohon-pohon yang selalu hijau,
toleran terhadap kadar garam tinggi, tumbuh subur pada pantai yang terlindung
dari hempasan ombak besar, muara-muara sungai, dan delta pada negara-negara
tropis dan sub tropis.
Steenis (1978) berpendapat bahwa, mangrove adalah vegetasi hutan yang
tumbuh di antara garis pasang surut. Menurut Saenger et al. (1983) yang
dimaksud dengan sumberdaya mangrove adalah: (1). Satu atau lebih tumbuhan
khas mangrove (exclusive mangrove) yang hanya tumbuh di habitat mangrove,
(2). Satu atau lebih tumbuhan yang berasosiasi dengan tumbuhan khas mangrove,
tetapi tumbuhan tersebut hidupnya tidak terbatas di mangrove, (3). Biota (hewan)
darat dan laut yang berasosiasi dengan habitat mangrove, dan (4). Berbagai proses
esensial yang berperan penting dalam memelihara kelestarian fungsi hutan
mangrove. Nybakken (1988) menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum
yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Kusmana (1993)
mendefinisikan bahwa mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu
individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas di daerah pasang surut.
2. Bioekologi Mangrove
Vegetasi mangrove telah mengembangkan pola adaptasi secara morfologi
dan fisiologi untuk hidup pada daerah pasang surut (intertidal). Pola adaptasi yang
dikembangkan oleh vegetasi mangrove terhadap lingkungan pasang surut, yang
mudah dikenali adalah sistem akar udara. Fungsi utamanya adalah untuk
pertukaran gas, memperkokoh tegaknya batang pada daerah lumpur dan
penyerapan unsur hara. Terdapat perbedaan struktur akar napas antar jenis yang
berbeda. Misalnya akar pasak pada Avicennia spp., akar pasak pada Sonneratia
spp., akar lutut pada Bruguiera spp., akar papan pada Xylocarpus spp., dan akar
tunjang pada Rhizophora spp. (Tomlinson 1986).
Adaptasi terhadap kadar garam yang berlebih dalam tubuh vegetasi
mangrove, merupakan hal penting bagi beberapa jenis agar tetap eksis pada
lingkungan salin. Spesies Avicennia spp., Aegiceras spp., dan Aegialitis spp.,
menghilangkan kelebihan kadar garam melalui kelenjar pengeluaran (excretion
glands) (FAO 2007). Untuk meningkatkan perkembangbiakan secara alami,
beberapa spesies mangrove telah mengembangkan sistem reproduksi yang sangat
efisien. Pada famili Rhizophoraceae, misalnya Rhizophora spp., Bruguiera spp.,
dan Ceriops spp., mempunyai mekanisme adaptasi dengan karakter biji (propagul)

6

bersifat vivipary, yaitu biji telah berkecambah dan berkembang ketika buah masih
menempel pada pohon induk, atau dapat dipadankan sebagai tumbuhan yang
melahirkan. Pada marga lain, misalnya Aegiceras, Avicennia, dan Nypa bersifat
cryptovivipary (Barik et al. 1996).
3. Fungsi Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove memiliki sejumlah fungsi penting, baik dalam skala
lokal maupun nasional. Banyak nelayan, petani dan penduduk pedesaan hidupnya
bergantung pada ekosistem mangrove, untuk memenuhi berbagai keperluan, baik
berupa produk kayu (misalnya kayu bangunan, kayu bakar, dan arang kayu),
maupun hasil non-kayu (seperti bahan makanan, atap rumah, pakan ternak,
alkohol, gula, obat-obatan dan madu). Mangrove dapat juga dimanfaatkan sebagai
sumber penghasil tanin (FAO 1994). Nilai ekonomi hutan mangrove di Teluk
Kotania Provinsi Maluku, pada tahun 1999 mencapai Rp. 64.8 milyar atau Rp.
60.9 juta/ha (Supriyadi dan Wouthuyzen 2005).
Fungsi penting lain dari ekosistem mangrove adalah kedudukan ekosistem
mangrove sebagai mata rantai yang menghubungkan ekosistem laut dan darat.
Hutan mangrove menghasilkan bahan organik dalam jumlah besar, terutama
bentuk serasah. Serasah mangrove merupakan sumber bahan organik penting
dalam rantai makanan di dalam hutan mangrove. Serasah tersebut akan
mengalami dekomposisi akibat aktivitas mikroorganisme. Hasil dekomposisi ini
akan menjadi sumber nutrisi fitoplankton dalam kedudukannya sebagai produsen
primer, dan kemudian zooplankton memanfaatkan fitoplankton sebagai sumber
energi utama, dalam kedudukannya sebagai konsumen primer. Zooplankton akan
dimakan oleh crustaceae dan ikan-ikan kecil, selanjutnya jenis-jenis ini
merupakan sumber energi bagi tingkat yang lebih tinggi dalam rantai makanan.
Bahan organik yang dihasilkan oleh hutan mangrove, akan memberikan
sumbangan pada rantai makanan di perairan pantai dekat hutan mangrove,
sehingga perairan pantai di sekitar hutan mangrove mempunyai produktivitas
yang tinggi (Lear dan Turner 1977). Berbagai jenis ikan, baik yang komersial
maupun non-komersial juga bergantung pada keberadaan ekosistem mangrove
(FAO 2007).
Degradasi Hutan
Menurut Lamb (1994), degradasi hutan memiliki arti yang berbeda
tergantung pada suatu kelompok masyarakat. Rimbawan memiliki persepsi yang
bervariasi terhadap arti degradasi. Sebagian mengatakan bahwa hutan yang
terdegradasi adalah hutan yang telah mengalami kerusakan sampai pada suatu
point/titik dimana penebangan kayu maupun non kayu pada periode yang akan
datang menjadi tertunda atau terhambat semuanya. Adapun sebagian lainnya
mendefinisikan hutan yang terdegradasi sebagai suatu keadaan dimana fungsi
ekologis, ekonomis dan sosial hutan tidak terpenuhi.
Menurut Oldeman (1992), degradasi adalah suatu proses dimana terjadi
penurunan kapasitas, baik saat ini maupun masa mendatang dalam memberikan
hasil. Penebangan hutan yang semena-mena merupakan degradasi lahan. Selain
itu tidak terkendali dan tidak terencananya penebangan hutan secara baik
merupakan bahaya ekologis yang paling besar. Kerusakan lahan atau tanah akan

7

berpengaruh terhadap habitat semua makhluk hidup yang ada di dalamnya dan
kerusakan habitat sangat berpengaruh terhadap kelangsungan makhluk hidup yang
disangganya. Menurut Angelsen (2010), degradasi adalah perubahan di dalam
hutan yang merugikan susunan atau fungsi tegakan hutan atau kawasan hutan
sehingga menurunkan kemampuannya untuk menyediakan berbagai barang atau
jasa. Dalam hal Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation
(REDD), degradasi paling mudah diukur dalam hal berkurangnya cadangan
karbon di hutan yang dipertahankan sebagai hutan.
Sistem Remote Sensing Untuk Vegetasi (Mangrove)
Remote sensing (penginderaan jauh) adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis
data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek,
daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Keifer 1994; Sutanto 1994).
Penginderaan jauh vegetasi bakau didasarkan atas dua sifat penting yaitu
bahwa bakau memiliki klorofil dan tumbuh di daerah pesisir. Dua hal ini menjadi
pertimbangan penting di dalam mendeteksi bakau melalui satelit karena klorofil
memberikan sifat optik dan lokasinya di daerah pesisir mempermudah untuk
membedakannya dengan daratan ataupun perairan. Sifat optik klorofil menyerap
spektrum sinar merah dan memantulkan dengan kuat pada spektrum infra merah
(Green et al. 2000).
Pada spektrum cahaya tampak, klorofil mempengaruhi respon spektral dari
daun. Pigmen klorofil daun pada mesophyll palisade mempunyai pengaruh yang
signifikan pada penyerapan dan reflektansi pada panjang gelombang tampak (red,
green, blue). Sedangkan cell pada spongy mesophyll mempunyai pengaruh yang
signifikan pada penyerapan dan reflektansi pada cahaya NIR yang datang. Selain
klorofil, nilai respon spektral juga tergantung pada sudut datang matahari dan
waktu pengambilan data. Molekul klorofil menyerap cahaya biru dan merah untuk
fotosintesis kira-kira sebesar 70% sampai 90% cahaya yang datang. Cahaya hijau
sedikit diserap dan banyak dipantulkan, sehingga dapat kita lihat pantulan cahaya
hijau yang dominan sebagai warna dari vegetasi yang hidup (Campbell 1987).
Vegetasi bakau dan vegetasi terrestrial yang lain memang mepunyai sifat
optik yang hampir sama dan sulit dibedahkan tetapi mengingat bakau hidup dekat
dengan air laut maka biasanya antara kedua dapat dipisahkan dengan
memperhitungkan jarak pengaruh air laut atau bahwa dalam banyak kasus antara
kedua vegetasi ini terpisah oleh lahan terbuka, padang lumpur, daerah
pertambakan, atau pemukiman sehingga memudahkan pemisahan antara
keduanya. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut maka deteksi luasan serta
kerapatan bakau dapat dilakukan melalui satelit (Susilo 2000).
Perkembangan penginderaan jauh untuk vegetasi saat ini telah dapat
digunakan untuk pemantauan luasan, penghitungan biomassa, produktivitas
tanaman dan lain-lain. Hal yang perlu dipahami disini adalah pola karakteristik
spektral dari vegetasi (daun), yaitu dengan melihat perbedaan intensitas radiasi
tenaga elektromagnetik yang dipantulkan. Selain didasarkan pada pantulan
spektral spektrum tampak, penginderaan jauh untuk vegetasi mangrove juga
didasarkan pada sifat penting mangrove yang hanya tumbuh di daerah pesisir. Dua
hal tersebut akan menjadi pertimbangan penting di dalam mendeteksi mangrove

8

melalui data citra satelit. Antara vegetasi mangrove dan vegetasi terestrial
mempunyai sifat optik yang hampir sama, tetapi mengingat mangrove hidup di
pinggir pantai maka biasanya antara keduanya dapat dipisahkan dengan
memperhitungkan jarak pengaruh air laut. Berdasarkan hal tersebut pemantauan
luasan serta kerapatan mangrove memungkinkan untuk dilakukan (Arhatin 2007).
Strenght Weaknes Opportunity Threat (SWOT)
SWOT merupakan instrument yang sederhana dalam menentukan strategi
untuk mencapai tujuan. SWOT membantu memberikan arah tujuan secara realistis dan
fokus pada bagian tertentu. Analisis SWOT dimulai dengan memperhitungkan setiap
aspek yang dimiliki objek penelitian. Aspek tersebut berupa kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman. Fungsi analisis SWOT adalah mendapatkan informasi yang
bersumber dari analisis situasi. Berdasarkan analisis tersebut kemudian dipisahkan ke
dalam faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan
ancaman) terpenting dalam organisasi. Analisis ini berdasarkan logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan dan ancaman (Rangkuti 1997).
Matrik SWOT dapat menggambarkan secara jelas peluang dan ancaman
eksternal yang dihadapi sehingga dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi,
yaitu strategi Strength Oppurtunities (strategi SO), Strategi Strength – Treaths
(Strategi ST), Strategi Weakness – Oppurtinities (Strategi WO) dan Weakness –
Treaths (Strategi WT). Warongan (2009) menjelaskan bahwa untuk menentukan
strategi rehabilitasi ekosistem mangrove di Desa Tiwoho, Kecamatan Wori,
Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, diperlukan analisis SWOT untuk
menghasilkan strategi rehabilitasi ekosistem mangrove diantaranya melalui strategi
pengembangan sistem tambak berbasis konservasi (silvofisheri) dan penegakan
hukum serta penguatan kelembagaan.

9

3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis
Kabupaten Bombana merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi
Sulawesi Tenggara yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun
2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi Dan
Kabupaten Kolaka Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4339) pada tanggal 18 Desember 2003. Secara geografis Kabupaten Bombana
terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan di
antara 4o22’ 59,4” – 5o28’ 26,7” Lintang Selatan (sepanjang ± 180 km) dan
membentang dari barat ke timur antara 121o27’ 46,7” – 122o10’ 9,4” Bujur Timur
(sepanjang ± 154 km). Wilayah Kabupaten Bombana memiliki luas daratan
± 3 316.16 km2 atau ± 331 616 ha, dengan luas perairan ± 11 837.31 km2.
Kabupaten Bombana memiliki wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Wundulako Kabupaten Kolaka dan Kecamatan Tinanggea Kabupaten
Konawe Selatan; sebelah timur berbatasan dengan Selat Tiworo dan Selat
Muna; sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Telaga Raya Kabupaten
Buton; dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Flores dan Teluk Bone.
Kabaena, Kabaena Timur, Kabaena Barat, Kabaena Utara, Kabaena Selatan,
Kabaena Tengah, Poleang, Poleang Barat, Poleang Timur, Poleang Tenggara,
Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tengah, Tontonunu, Rarowatu,
Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Mata Usu, Rumbia, Rumbia Tengah, Masaloka
Raya, dan Mata Oleo.
Berdasarkan kondisi topografi, Kabupaten Bombana terdiri atas tiga
dimensi daerah yaitu daerah pegunungan, daerah pesisir dan kepulauan serta
dataran rendah, dimana bagian tengah tenggara mempunyai ketinggian 1 000 m
dari permukaan laut, dan sebagian kecil di bagian utara yang mempunyai
ketinggian diatas 500 m. Bagian selatan dan timur dataran utama langsung
berbatasan dengan laut yaitu Selat Kabaena dan Selat Muna. Di Pulau Kabaena
bagian tengah mempunyai tingkat ketinggian diatas 2 000 m di atas permukaan
laut. Secara keseluruhan Kabupaten Bombana mempunyai jenis kelas kelerengan
atau elevasi bervariasi dimana sekitar 39.79 % dari total luas wilayah Kabupaten
berstruktur landai dan 23.43 % cukup landai, sedangkan agak curam sampai
sangat curam (lereng > 25 %) sebesar 36.78 %.
Kabupaten Bombana memiliki wilayah administrasi yang terdiri dari 22
kecamatan, 140 desa/kelurahan dan 500 dusun. Kecamatan yang paling luas
daerahnya adalah Kecamatan Mata Usu dengan luas ± 456.17 km2 atau 13.76 %
terhadap total luas daerah Kabupaten Bombana. Adapun Kecamatan yang paling
kecil daerahnya adalah Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya dengan luas hanya
± 2.66 km2 atau 0.08 % dari total luas Kabupaten Bombana. Selengkapnya
wilayah administrasi Kabupaten Bombana dapat dilihat pada Tabel 1.

10

Tabel 1 Luas Kabupaten Bombana berdasarkan kecamatan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Kecamatan

Luas km2

Banyaknya
Desa/Kelurahan

Banyaknya Dusun

Kabaena
Kabaena Utara
Kabaena Selatan
Kabaena Barat
Kabaena Timur
Kabaena Tengah
Rumbia
Mata Oleo
Kep. Masaloka Raya
Rumbia Tengah
Rarowatu
Rarowatu Utara
Lantari Jaya
Mata Usu
Poleang Timur
Poleang Utara
Poleang Selatan
Poleang Tenggara
Poleang
Poleang Barat
Tontonunu
Poleang Tengah

103.57
132.97
129.2
39.43
121.25
275.58
58.99
108.53
2.66
21.11
166.81
239.4
285.01
456.17
101.55
237.27
89.88
133.51
115.39
325.05
131.14
41.69

4
7
4
5
7
8
5
10
5
5
8
8
9
5
5
8
5
4
10
9
5
4

13
20
12
18
29
20
17
34
15
16
27
22
28
14
23
36
23
17
39
38
24
15

Jumlah

3 316.16

140

500

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana 2014

Kecamatan Lantari Jaya adalah salah satu kecamatan di Kabupaten
Bombana yang terdiri atas 9 desa yaitu Desa Lantari, Passare Apua, Anugrah,
Lombakasi, Langkowala, Rarongkeu, Kalaero, Watu-Watu, dan Tinabite. Secara
geografis Kecamatan Lantari Jaya terletak antara 4o22’ 59,4” dan 4o43’ 43,0”
Lintang Selatan dan antara 121o42’ 24,0” dan 122o6’ 27,9” Bujur Timur.
Kecamatan Lantari Jaya memiliki batas-batas yaitu ; di sebelah utara berbatasan
dengan Kab Konawe Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan
Rarowatu Utara, sebelah timur berbatasan dengan Selat Tiworo, serta di sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Mata Usu. Luas wilayah Kecamatan Lantari
Jaya sebesar 8.59 % dari total luas Kabupaten Bombana. Luas wilayah Kecamatan
Lantari Jaya sebesar ± 285.01 km2, sebagian besar wilayahnya terdiri atas wilayah
daratan berjumlah 7 desa dan wilayah pesisir 2 desa. Desa wilayah pesisir tersebut
adalah Desa Passare Apua dan Desa Rarongkeu. Selengkapnya wilayah
administrasi Kecamatan lantari Jaya dapat dilihat pada Tabel 2.

11

Tabel 2 Luas Kecamatan Lantari Jaya berdasarkan desa
Luas (Km2)

Desa/Kelurahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Lantari
12.39
Passare Apua
24.36
Anugrah
6.74
Lombakasi
8.04
Langkowala
10.65
Rarongkeu
52.51
Kalaero
53.13
Watu – Watu
44.8
Tinabite
72.39
Jumlah / Total
285.01
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana 2014

Banyaknya Dusun
5
5
3
3
3
3
3
3
3
31

Desa Passare Apua merupakan salah satu dari dua desa pesisir yang
terletak di Kecamatan Lantari Jaya, luas wilayah Desa Passare Apua adalah
sekitar ± 24.36 km² atau 8.55 % dari luas Kecamatan Lantari Jaya yang terdiri dari
5 dusun. Desa Passare Apua memiliki dua sektor lahan yaitu lahan pertanian dan
perikanan yakini sawah dan tambak dengan luas tambak ± 700 ha dan luas lahan
sawah ± 235 ha Atas dasar kondisi tersebut, maka potensi sektor perikanan dan
pertanian menjadi salah satu sektor andalan daerah Kabupaten Bombana.
Iklim
Berdasarkan hasil analisa data curah hujan dalam penentuan tipe hujan
menggunakan sistem klasifikasi Schmidth – Fergusson sebagian besar daerah di
Sulawesi Tenggara memiliki tipe hujan A dan B. Adapun berdasarkan sistem
klasifikasi Oldeman sebagian besar wilayah Sulawesi Tenggara memiliki zona
agroklimat B (Stasiun Maritim Kendari 2006).
Data mengenai keadaan iklim di wilayah Kabupaten Bombana didasarkan
laporan Dinas Pertanian. Keadaan iklim secara umum dapat dilihat melalui
besarnya curah hujan dan banyaknya hari hujan yang terjadi sepanjang tahun 2009
yang diwakili oleh stasiun pencatat Pos Hujan Rumbia/Rumbia Tengah, Pos
Hujan Rarowatu, Pos Hujan Rarowatu Utara, Pos Hujan Lantari Jaya, Pos Hujan
Poleang Timur/Poleang Utara, Pos Hujan Poleang Tenggara, Pos Hujan Poleang
dan Pos Hujan Poleang Barat.
Sepanjang tahun 2009, di Kabupaten Bombana terjadi kemarau panjang
serta curah hujan yang tidak merata di setiap wilayah. Curah hujan di Kabupaten
Bombana pada setiap bulan di semua wilayah pengamatan pos hujan tercatat
curah hujan yang sangat rendah. Curah hujan di Kecamatan Lantari Jaya
mencapai ± 2 833 mm. Curah hujan terbesar terjadi di wilayah Kabaena Utara
dengan curah hujan mencapai 7 317 mm, sedangkan yang terkecil terjadi di
wilayah Poleang Timur dengan volume curah hujannya sebesar 1 255 mm.
Adapun curah hujan berdasarkan banyak hari hujan menurut bulan di Kecamatan
Lantari Jaya dapat dilihat pada Tabel 3.

12

Tabel 3 Rata-rata curah hujan dan banyaknya hari hujan menurut bulan untuk Pos
Hujan Lantari Jaya Tahun 2013
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Curah Hujan

Banyaknya Hari Hujan

164
121
183
216
281
306
403
440
140
161
91
327

21
14
17
15
18
21
23
27
15
14
6
13

2 833

204

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Curah Hujan Tahunan

Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Hortikultura Kabupaten
Bombana

Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Lantari Jaya berdasarkan hasil sensus
penduduk tahun 2013 tercatat sebanyak 8 100 jiwa dengan rincian 4 312 jiwa
penduduk laki-laki dan 3 788 jiwa penduduk perempuan. Secara lengkap, data
jumlah penduduk ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah penduduk Kecamatan Lantari Jaya
Penduduk
Kecamatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Lantari
Passare Apua
Anugrah
Lombakasi
Langkowala
Rarongkeu
Kalaero
Watu – Watu
Tinabite
Jumlah / Total

Rasio (%)

Laki-laki

Perempuan

616
398
551
456
522
366
385
492
526

559
371
498
384
421
359
337
479
380

110
107
110
118
123
101
114
102
138

4 312

3 788

113

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana 2014

13

Pendidikan
Secara umum penduduk di Kecamatan Lantari Jaya merupakan penduduk
perkotaan. Dapat dikatakan bahwa penduduk di Kecamatan Lantari Jaya
mempunyai kemampuan baca tulis yang lebih baik, namun tingkat pendidikan
pada setiap desa di Kecamatan Lantari Jaya bebeda-beda. Menurut BPS
Kabupaten Bombana (2014), sebagian besar penduduk di Desa Passare Apua
masih berpendidikan rendah yaitu berpendidikan SD ke bawah. Sekolah Dasar
Negeri di Desa Passare Apua hanya berjumlah 1 sekolah, sedangkan untuk tingkat
SMP dan SMA desa ini tidak memiliki sekolah. Jumlah murid sekolah dasar di
Desa Passare Apua hanya mencapai 137 orang, sedangkan jumlah pengajar/guru
hanya 7 orang. Bisa dikatakan pendidikan di Desa ini perlu menjadi perhatian bagi
pemerintah sebagai evaluasi dasar bagi Pemerintah Daerah dalam pembangunan
daerah terutama untuk meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan, serta akses
terhadap pendidikan yang mudah. Berikut adalah data tingkat pendidikan di Desa
Passare Apua tahun 2014 (Tabel 5).
Tabel 5 Persentase tingkat pendidikan penduduk di Desa Passare Apua
Murid

Tingkat Pendidikan Sekolah

LakiLaki

Guru

PeremJumlah
puan

LakiLaki

PeremJumlah
puan

Rasio
Murid
dengan
Guru

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

1

6

6

12

-

2

2

6

2.

Taman
Kanakkanak
SD

1

66

71

137

4

3

7

20

3.

SLTP

-

-

-

-

-

-

-

-

4.

SLTA

-

-

-

-

-

-

-

-

5.

Diploma

-

-

-

-

-

-

-

-

6.

S1

-

-

-

-

-

-

-

-

2

72

76

149

4

5

9

26

1.

Jumlah

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana 2014

Pekerjaan Penduduk
Sebagian besar Kabupaten Bombana merupakan wilayah pesisir, di mana
potensi yang paling menonjol dan telah ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten
Bombana menjadi sektor unggulan utama adalah sektor pertanian dan perikanan
serta perdagangan, akomodasi dan rumah makan. Kondisi ini tergambar dari
besarnya proporsi angkatan kerja yang bekerja sebagai petani dan nelayan pangan
yang masih dominan, sedangkan sisanya memilih jenis pekerjaan lain yang dapat

14

menunjang ekonomi demi kebutuhan hidup. Adapun persentase jenis pekerjaan
penduduk di Kabupaten Bombana disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Jenis pekerjaan penduduk di Kabupaten Bombana
Lapangan usaha

1
2
3
4
5
6
7
8
9

(1)
Pertanian dan perikanan
Pertambangan
Industri
Listrik, gas, dan air
Konstruksi bangunan
Perdagangan, akomodasi
dan rumah makan
Transportasi dan
komunikasi
Keuangan dan jasa
perusahaan
Jasa-jasa
Jumlah

Laki-laki
(Orang)
(2)
23 398
3 842
1 576
160
1 611
2 809
2 009
475

Perempuan
(Orang)
(3)
7 046
1 622
6 246
270

Jumlah
(Orang)
(3)
30 444
3 842
3 198
160
1 611
9 055
2 009
745

6 849

5 071

11 920

42 729

20 255

62 984

Sumber: Badan Pusat Statitistik Kabupaten Bombana 2014
Banyaknya tenaga kerja di Kabupaten Bombana didasarkan pada Hasil
Survei Angkatan Kerja Nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada
tahun 2010. Penduduk dengan usia 15 tahun ke atas bila ditinjau dari segi
ketenagakerjaan merupakan penduduk usia kerja yaitu sebanyak 62 984 jiwa yang
terdiri dari laki-laki sebanyak 42 729 jiwa atau 67.84 % dari jumlah penduduk dan
perempuan sebanyak 20 255 jiwa atau sebesar 32.16 % persen dari jumlah
penduduk.
Bila dilihat menurut lapangan usaha, maka yang paling banyak menyerap
tenaga kerja adalah sektor pertanian dan perikanan dengan jumlah 30 444 jiwa
atau 48.34 %, kemudian sektor jasa 11 920 atau 18.92 %, kemudian perdagangan
dan akomodasi 9.055 jiwa atau 14.37 %, pertambangan 3 842 jiwa atau 6.10 %,
industri 3 198 jiwa atau 5.06 %, transportasi 2 009 jiwa atau 3.18 %, konstruksi
bangunan 1 611 atau 2.56 %, keuangan 754 jiwa atau 1.19 %, dan yang paling
sedikit adalah sektor listrik sebanyak 160 jiwa atau 0.25 %.
Banyaknya jumlah nelayan di Kecamatan Lantari Jaya adalah sebanyak 61
jiwa, namun berdasarkan desa atau kelurahan jumlah nelayan terbanyak di
Kecamatan Lantari Jaya berada di Desa Passare Apua dengan jumlah 28 jiwa atau
45.90 %, kemudian Desa Rarongkeu 14 jiwa atau 22.95 %, kemudian Desa
Anugrah sebanyak 11 jiwa atau 18.03 %. Adapun jumlah nelayan yang paling
sedikit berada di Desa Lantari dengan jumlah 8 jiwa (Tabel 7).

15

Tabel 7 Jumlah KK nelayan di Kecamatan Lantari Jaya
Desa / Kelurahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Lantari
Pasare Apua
Anugerah
Lombakasi
Langkowala
Rarongkeu
Kalaero
Watu-Watu
Tinabite
Jumlah / Total

KK Nelayan

Nelayan

6
21
8
12
-

8
28
11
14
-

47

61

Sumber: Badan Pusat Statitistik Kabupaten Bombana 2014
Ekonomi
Komponen penyokong ekonomi masyarakat Desa Passare Apua terdiri
atas dua bidang yaitu pertanian dan perikanan darat (perikanan budidaya). Pada
bidang pertanian masyarakat di wilayah ini mengandalkan sawah yang sebagian
kawasannya terdiri atas sawah dengan luas ± 235 ha . Selain mengelola sawah,
masyarakat di desa ini juga menanam jagung, ubi kayu, dan sayur-sayuran.
Perikanan darat merupakan perikanan budidaya tambak dengan luasan ± 700 ha.
Adapun jenis budidaya tambak di desa ini adalah budidaya ikan bandeng dan
udang windu.
Pendapatan masyarakat di bidang pertanian (sawah) dengan mengandalkan
2x panen dalam setahun dengan rata-rata panen dalam ukuran 1 ha ± 6 ton.
Dengan harga gabah Rp. 550/kg, maka pendapatan bersih yang diperoleh
Rp. 45 juta/4 bulan. Pengelolan sawah masih tergantung kepada pemilik sawah
sehingga kebanyakan masyarakat desa hanya bekerja sebagai buruh dengan gaji
sebesar Rp. 75 000,-/hari. Adapun pendapatan masyarakat di bidang tambak
dalam satu kali musim panen ± Rp. 50 jt/ha/4 bulan. Dalam hal ini jenis ikan yang
menjadi prioritas budidaya adalah jenis ikan bandeng dan udang windu yang
menjadi sasaran perikanan di Kabupaten Bombana. Hasil perikanan dan pertanian
yang menjadi sumber pendapatan ekonomi masyarakat di Desa Passare Apua
sebagian besar juga disalurkan ke wilayah lain di Sulawesi Tenggara.

18

Rancangan Penelitian
Jenis, teknik pengumpulan, dan teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Jenis, teknik pengumpulan, dan teknik analisis data

Menganalisis luas,
sebaran, kondisi
vegetasi, tingkat
kerusakan, dan
jenis-jenis fauna
mangrove

Teknik
Teknik
Pengumpul Analisis Data
an Data
Data primer dari  Observasi
 Analisis
hasil
 Studi
deskriptif
pengumpulan data literatur
 Analisis
langsung di
vegetasi
lapangan
 Analisis citra
satelit

Menganalisis
kondisi lingkungan
fisik (suhu,
salinitas,
substrat/tanah, pH)

Data primer dari
hasil
pengumpulan data
langsung di
lapangan

Analisis
kuantitatif

Kondisi
lingkungan fisik
(suhu, salinitas,
substrat/tanah,
pH)

Menganalisis
sejarah pembukaan
lahan mangrove dan
kondisi sosial
ekonomi

Data primer dan  Wawancara
sekunder dari
hasil
pengumpulan data
langsung di
lapangan

Analisis
kualitatif

Sejarah
pembukaan lahan
mangrove dan
kondisi demografi
ditinjau dari
kondisi sosial
ekonomi

Memformulasikan
strategi pengelolaan
mangrove untuk
mengatasi
degradasi mangrove
di lokasi penelitian

Data primer dan
sekunder dari
hasil
pengumpulan data
langsung di
lapangan

Analisis
SWOT

Strategi
pengelolaan
mangrove untuk
mengatasi
degradasi
mangrove

Tujuan

Jenis dan
Sumber Data

Keluaran
Luas, sebaran,
kondisi vegetasi,
tingkat kerusakan,
dan fauna
mangrove

Rancangan Sampling
Kawasan mangrove di lokasi penelitian dikategorikan berdasarkan tingkat
kerusakannya, yaitu kawasan mangrove dengan rusak berat (KMRB), kawasan
mangrove dengan rusak sedang (KMRS), dan kawasan mangrove tidak rusak
(KMTR). Pada setiap kawasan mangrove tersebut dilakukan survey vegetasi
menggunakan desain systematic sampling with random start dengan intensitas
sampling yang memadai (sekitar 1 – 5 %).

20

Vegetasi
Pengamatan data vegetasi dilakukan dengan teknik analisis vegetasi
berupa kombinasi antara cara jalur dengan cara garis berpetak (Gambar 5).
Penempatan garis contoh (jalur) dilakukan dengan desain systematic sampling
with random start. Dalam hal ini garis contoh berupa jalur berukuran lebar 20
meter dengan panjang yang disesuaikan dengan tebal hutan mangrove.

5m
10 m
2m

20 m

5m
2m

Arah transek

Gambar 5 Model transek dan plot-plot pengamatan vegetasi mangrove
Secara rinci ukuran petak-petak contoh tersebut adalah :
a. 20 m x 20 m : Digunakan untuk