RESPON MAHASISWA TERHADAP LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRANSGENDER) (Studi di FISIP Universitas Lampung)

(1)

ABSTRAK

RESPON MAHASISWA TERHADAP LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRANSGENDER)

(Studi di FISIP Universitas Lampung)

Oleh

ACHMAD FACHRI SETIAWAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana respon mahasiswa terhadap LGBT dan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap tindakan yang dilakukan kepada LGBT. Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menyebarkan kuesioner kepada 97 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki pengetahuan tentang LGBT. Kemudian pada sikap responden terhadap LGBT cendrung bersikap baik, Selanjutnya pada tahap tindakan responden rata-rata bertindak positif yaitu responden menghargai keberadaan LGBT. Korelasi antara variabel pengetahuan dan sikap terhadap tindakan kepada LGBT sebesar 0,605, dengan kata lain hubungannya cukup erat. Secara keseluruhan arah hubungan antar variabel positif. Hal ini menunjukan semakin tinggi pengetahuan dan sikap responden, maka akan cendrung tinggi (positif) tindakan responden kepada LGBT. Besar pengaruh variabel pengetahuan dan sikap terhadap tindakan sebesar 36,6%. Maka dari itu, ada pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap tindakan yang dilakukan kepada LGBT.


(2)

ABSTRACT

COLLEGE STUDENT RESPON ABOUT LGBT (LESBIAN, GAY, BISEXUAL, AND TRANSGENDER)

(Study In FISIP Lampung University)

By

ACHMAD FACHRI SETIAWAN

This study have intend to describe how the response of college student and understanding the effect of awareness and behavior about how they react to LGBT. Method that used in this study is descriptive research with quantitative approach. Data collection in this study using questionnaires to 97 respondent. The result of this study shows that most respondent have enough awareness about LGBT. Then about how the respondent behavior about LGBT is mostly good. Then about how responden treact is good, that’s mean respondent acknowledge the presence of LGBT. Correlation between awareness and behavior variable to how they react about LGBT is 0.605, this mean correlation between variable is good. Overall correlation between variable is positive.This show that higher awareness and behavior of respondent, tendency higher (positive) respondent react to LGBT. Value from awareness and behavior influence to attitude is 36.6%. Then can make conclusion if awareness and behavior have influence to attitude about LGBT.


(3)

Oleh

Achmad Fachri Setiawan

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis di Lahirkan Di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Setiawan dan Ibu Novi Rosalina.

Penulis menempuh pendidikan pertama kali di TK Sari Teladan Bandar Lampung kemudian pendidikan Sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2005 Di SD Kartika II-5 Bandar Lampung. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2008 di SMP Negeri 1 Bandar Lampung dan di lanjutkan dengan Sekolah Menengah Atas di SMA YP Unila Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2011. Kemudian pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur UM (Ujian Mandiri).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi (HMJ Sosiologi). Pada tahun kepengurusan 2012-2013 penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi. Selanjutnya pada tahun kepengurusan 2013-2014 penulis menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi. Pada tahun kepengurusan penulis sukses mengadakan Olimpiade Sosiologi Se-Lampung untuk yang pertama kalinya.

Selain itu penulis pernah menjadi Tim Peneliti bekerjasama dengan Polda Lampung dalam penelitian “Manajemen Operasional Polsek dalam Rangka Restrukturisasi Organisasi Guna Mengoptimalkan Tugas Bhabinkantibmas”.

Pada tahun 2014, Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Tambah Luhur, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur.


(8)

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk . . .

Mama dan Papa tercinta

yang selalu memberikan kasih sayang

dan doa yang tulus untukku

Kakek dan Nenek yang selalu berdoa

Untuk kesuksesanku

Kakakku tercinta, Yusrina Avianti Setiawan

Yang selalu memberikan semangat untukku

Dan Selalu siap membantuku

Para Sahabat dan teman-teman

Seperjuangan

Citra Ardia Garini,

yang selalu memberikan semangat untukku

Almamater tercinta,


(9)

MOTTO

“Dan barang siapa bertakwa Kepada Allah

Niscaya Allah menjadikan baginya

kemudahan dalam urusannya”

(QS At-Thalaq : 4)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan

Ada kemudahan”

(QS Al-Insyirah : 6)

Bukan Kecerdasan anda, melainkan sikap andalah

yang akan mengangkat anda dalam kehidupan


(10)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Serta kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang selalu memberikan syafaatnya kepada kita semua hingga yaumul qiyamah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan syarat mencapai gelar sarjana Sosiologi di Universitas Lampung Skripsi ini berjudul “Respon Mahasiswa Terhadap LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) (Studi di FISIP Universitas Lampung).

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan maupun saran dan kritik dari berbagai pihak dan sebagai rasa syukur penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Kedua orangtua yang telah membimbing, memberikan nasihat, kasih sayang, serta doa yang tulus untuk keberhasilanku. Jasa-jasa kalian tidak akan dapat terbalaskan. Ada hikmah dibalik sebuah cerita, Jarak yang jauh mengalahkan sebuah kasih sayang yang tulus dan ikhlas. Terimakasih mama dan papa.

2. Bapak. Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Effendi, MM selaku Wakil Dekan bidang akademik dan kerjasama

4. Bapak Prof. Dr. Yulianto, M.S selaku Wakil Dekan bidang Umum dan keuangan

5. Bapak Drs. PairulSyah, M.H selaku Wakil Dekan bidang kemahsiswaan dan alumni


(11)

jurusan Sosiologi dan menjadi Ketua Umum HMJ Sosiologi.

7. Bapak Drs. Ikram M.Si selaku dosen pembimbing akademik, terimakasih atas banyak masukan, saran, motivasi, selama awal penulisan sampai selesai. Terimakasih juga untuk pembelajaran diluar kampus yang sangat berharga selama saya menjadi mahasiswa, tempat berbagi cerita dan sharing, semoga silaturahmi akan selalu terjalin.

8. Bapak. Drs. Suwarno, M.H selaku dosen pembahas skripsi yang memberikan banyak masukan, arahan, dan motivasinya dalam penyusunan skripsi maupun dalam proses perkuliahan. Semoga Silaturahmi akan selalu terjalin.

9. Ibu Dr. Erna Rochana sebagai dosen pembimbing akademik terimakasih atas saran dan arahannya selama awal masuknya kuliah sampai selesai. 10.Bapak Drs.I Gede Sidemen, M.Si yang selalu memberikan arahan,

bimbingan, motivasi dari awal perkuliahan sampai selesai.

11.Ibu Dra. Anita Damayanti, M.H sebagai tempat sharing, memberikan masukan, dan bantuan selama saya menjadi mahasiswa sosiologi dan saat menjadi ketua umum HMJ, dan seluruh dosen Sosiologi FISIP Unila terimakasih atas Ilmu dan motivasi yang Bapak dan Ibu berikan dalam proses perkuliahan.

12.Kepada seluruh Staff administrasi Sosiologi dan Staf administrasi FISIP Unila yang telah membantu dan melayani segala administrasi.

13.Keluarga ku tercinta mba ina, yang selalu ada dan memberikan bantuannya, cepet selesai S2 nya dan kita kumpul lagi, kak raka, om Andi, Nyai, Ba’, Nisa, Julian, Mbah Cung, yang selalu memberikan semangat dan doanya kepada penulis. Keluarga di Jakarta dan Semarang Eyang, Pak de, Om Acang, Tante Catur, Pais, Tante Ani, Om Endang, Khanza, terimakasih atas doa dan dukungan sampai studi ini terselesaikan.


(12)

hentinya, kesabaran atas sikapku, dan selalu ada untukku, sukses kuliahnya untuk membanggakan Ibu, Bapak, dan Keluarga  .

15.Yudha Lukmansyah, teman cerita dan ngopi malamnya, Gigih Yora semangat ngerjain skripsi. Jessica Agnes DS dan AzhaarAfaf terimakasih udah jadi temen canda tawa dan memberikan motivasi, serta dukungannya, rajin-rajin kuliahnya, karena orang tua disana selalu membanggakan anaknya yang disini.

16.Sahabat tercinta Danang Virgiawan dan Rizki Oktavia terimakasih semangatnya, semoga kita semua sukses. Rekan-rekan SMA OSIS YP Unila, Ferovan, Ubay, Eddy, dkk sukses untuk kita semua.

17.Pengurus dan presidium HMJ Sosiologi kepengurusan 2013-2014 terimakasih atas kerjasama dan kekompokannya dalam melaksanakan amanah.

18.Ketua-Ketua Umum Se-FISIP Unila terimakasih atas sharingnya selama ini, Bayu komunikasi, Citra HI, Anas Abi, Aji Ane, Nanang FSPI, dan semuanya.

19.Rekan-rekan seperjuangan 2011, Andrean Maidya dan Fahru Kurnia yang ada disetiap harinya, Yosi Apriyani yang selalu buat cerita konyol, Siti Khayati dan Meigarani yang sering bantuinku, Nova, Nisa, Eri, Kiki, Citra, Dina, Alpek, Monik, Boing, sukses buat kita. Windu, Yudi, Agus, Pandi, Arif, Nanda, Aris, Siska, Angga, Putu, Icha, Jeje, Wil, Ratna, Nora, Fetia sukses dan cepet selesai skripsinya yaa ! Tomi Nugroho, terimakasih selalu menghibur dan semua sos ’11 yang tidak bisa disebutkan satu per satu terimakasih atas kebersamaan selama kurang lebih 4 tahun ini. Semoga silaturahmi selalu terjalin diantara kita.

20.Adik-adik tingkat 2012, Saiful Anwar, dkk ppenerus HMJ, Anita Florencya dan Ade Amanda terimakasih jadi temen sharingnya, Devi, Rica, Agnes, Imas, Safitri, Eki, dan semuanya sukses dalam kuliah dan skripsinya. Adik-adik 2013 Zirwan, Mami, Dandung, dan semua ‘13 terimakasih menjadi penggerak HMJ ditahun 2013 sukses kuliahnya.


(13)

pembelajaran dan cerita KKNnya.

22.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam penulisan mencapai semua ini, penulis ucapkan terimakasih. Semoga Allah membalas kebaikan kalian. Aamiin

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan memberikan informasi untuk semua pihak.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Bandar Lampung, 23 April 2015 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Perkembangan LGBT di Dunia ... 10

B.Perkembangan Komunitas LGBT di Indonesia ... 15

C.Homophobia ... 17

D.Pelabelan Dalam Komunitas LGBT ... 21

E. Dinamika LGBT ... 22

F. Kerangka Teori ... 25

G.Kerangka Pikir ... 27

III. METODE PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 30

B.Populasi dan Sampel ... 31

1. Populasi ... 31

2. Sampel ... 31

C.Definisi Konseptual ... 32

D.Definisi Operasional ... 33

E. Lokasi Penelitian ... 35

F. Teknik Pengumpulan Data ... 36


(15)

H.Uji Instrumentasi ... 37

1. Uji Validitas ... 37

2. Uji Reliabilitas ... 37

I. Teknik Analisis Data ... 38

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... 40

B.Filosofi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... 43

C.Visi, Misi, dan Tujuan FISIP ... 47

1. Visi ... 47

2. Misi ... 48

3. Tujuan ... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Uji Validitas dan Reliabilitas ... 50

B.Identitas Responden ... 52

1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin ... 52

2. Identitas Responden Menurut Umur ... 53

3. Identitas Responden Menurut Jurusan Kuliah ... 53

C.Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 54

1. Uji Normalitas ... 54

2. Uji Autokorelasi ... 56

3. Uji Heterokedasitas ... 57

4. Uji Multikolinearitas ... 58

D.Pengalaman Responden terhadap LGBT ... 59

E. Pengetahuan Tentang LGBT ... 61

F. Sikap Terhadap LGBT ... 64

G.Tindakan terhadap LGBT ... 65

H.Analisis Regresi Linear Sederhana ... 66

1. Pengetahuan (X1) Terhadap Tindakan (Y) ... 66

2. Sikap (X2) Terhadap Tindakan (Y) ... 68

I. Analisis Regresi Linear Berganda ... 69

J. Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Sikap Terhadap Tindakan yang Dilakukan Terhadap LGBT ... 70

K.Uji Anova ... 72

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 74


(16)

DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Operasional Konsep ... 34

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 51

3. Uji Reliabilitas ... 51

4. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin ... 52

5. Identitas Responden Menurut Umur ... 53

6. Identitas Responden Menurut Jurusan Kuliah Responden ... 53

7. Uji Runs Test ... 56

8. Uji Multikolinearitas ... 58

9. Pengalaman Responden Dalam Pergaulannya Berteman Dengan LGBT 59 10. Respon apabila memiliki teman LGBT ... 59

11. Tabel silang antara pengalaman teman yang berorientasi LGBT dengan respon apabila memiliki teman LGBT ... 60

12. Rekapitulasi tingkat pengetahuan responden tentang LGBT ... 61

13. Pengaruh umur responden terhadap pengetahuan tentang LGBT ... 63

14. Rekapitulasi tingkat sikap responden terhadap LGBT ... 64


(18)

16. Hasil uji regresi linear sederhana pengetahuan (X1) terhadap

tindakan (Y) ... 67 17. Hasil uji regresi linear sederhana sikap (X2) terhadap

tindakan (Y) ... 68 18. Hasil Uji regresi linear berganda ... 69 19. Hubungan dan besaran pengaruh antara variabel dependent dan

Variabel independent ... 71 20. Hasil Uji Anova ... 73


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rainbow Flag atau bendera LGBT ... 14

2. Skematik perhatian teori behavioral sosiologi ... 26

3. Skema Interaksionisme Simbolik ... 27

4. Kerangka Pikir Penelitian ... 29

5. Grafik P-P Plot of Regression Standardized Residual ... 55

6. Grafik Regression Standardized Residual dengan Regression Strandarized predicted value ... 57


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi sesama manusia. Manusia membutuhkan manusia lainnya sebagai pemenuhan kebutuhan lahir maupun batin merupakan salah satu fungsi dari interaksi. Dalam berinteraksi akan menghasilkan suatu tingkah laku dan karakter pada seorang individu. Karakter dan tingkah laku yang diharapkan yakni dalam rangka memenuhi segala kebutuhan untuk mencapai tatanan sosial yang menghormati dan menghargai perbedaan

Suatu fenomena yang pada saat ini menjadi sebuah isu dimasyarakat yaitu mengenai Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Dewasa ini LGBT dipakai untuk menunjukkan seseorang atau siapapun yang mempunyai perbedaan orientasi seksual dan identitas gender berdasarkan kultur tradisional, yaitu heteroseksual. Lebih mudahnya orang yang mempunyai orientasi seksual dan identitas non-heteroseksual seperti homoseksual, biseksual, atau yang lain dapat disebut LGBT (Galink, 2013).


(21)

Orientasi seksual terkadang merupakan sesuatu yang sulit diterima pada sebagian masyarakat. Padahal sebagai manusia, mereka sama dengan manusia biasa pada umumnya yang butuh berinteraksi dan mengekspresikan gender. Merujuk pada cara dimana seseorang berperilaku untuk mengkomunikasikan gendernya dalam budaya tertentu, misalnya dalam hal pakaian, pola komunikasi dan ketertarikan. Ekspresi gender mungkin tidak konsisten dengan peran gender secara sosial dan mungkin tidak mencerminkan identitas gendernya. Ekspresi gender adalah tentang kemaskulinan dan kefemininan seseorang yang ditampilkan kepada orang lain atau lingkungannya (Galink, 2013).

LGBT merupakan sebuah gejala sosial yang terjadi dimasyarakat. Pada saat ini keberadaan LGBT dianggap menyimpang oleh masyarakat sehingga hadirnya LGBT menjadi sebuah masalah sosial ditengah-tengah masyarakat yang heterogen. Terindikasi penerimaan masyarakat terhadap LGBT sungguh sulit. Keberadaan LGBT selalu menjadi objek penghinaan dan kekerasan oleh masyarakat karena dianggap melawan kodrat. Penolakan dan kekerasan itu meyebabkan kaum homo pergi dan berkumpul dengan sesamanya. Hal tersebut membuat kaum LGBT dianggap eksklusif. Padahal prilaku lesbi, homo, dan biseks bersifat alamiah, bukan karena paksaan orang lain. (Aminullah dalam Galink, 2013)

LGBT merupakan bagian dari masyarakat, walaupun masyarakat memberikan penilaian negatif terhadap LGBT, keberadaan mereka tetap ada dan eksis. Kelompok minoritas ini masih cendrung tertutup dengan masyarakat, LGBT lebih


(22)

cendrung berinteraksi dengan sesama LGBT walaupun tempat berkumpul mereka ditengah-tengah masyarakat. Berikut kutipan dari koran tribun :

“Tempat tongkrongan kaum gay pun kini telah meluas. Sebelumnya kaum gay Cuma identik di bawah jembatan penyebrangan bambu kuning dan di lapangan parkir saburai. Dua tempat inilah media 90-an akhir hingga awal 2000-an, para pria sesama jenis ini berkumpul dan melakukan transaksi dengan para pelanggannya. Seiring waktu, para gay mulai menunjukan eksistensi di Pasar Tengah, yang juga menjadi tempat berkumpulnya kaum transgender. Tak jarang mereka kongko di Lapangan Korpri Gubernuran, PKOR Way Halim, dan Lungsir. Beberapa pusat perbelanjaan di Kota Bandar Lampung pun, para gay ini mulai leluasa berinteraksi” (Tribun Lampung, 24 Oktober 2014).

Pada Koran Tribun, 26 Oktober 2014 dibandingkan dengan tahun 90-an keberadaan LGBT jauh lebih terbuka, mereka berada disekitar masyarakat dari berbagai latar belakang profesi dan usia. Artinya, mereka lebih cepat mengenali seksualitas, orientasi gender, dan identitas masing-masing baik ke diri pribadi

(Coming in) maupun sekitar (coming out), walaupun belum dengan

terang-terangan.

Pada dasarnya penggambaran secara fisik terkadang dapat terlihat dari kaum LGBT tersebut. Kaum Gay seperti dijelaskan pada koran harian Tribun Lampung edisi 24 Oktober 2014 :

“... umumnya, para lelaki yang rentang usianya dari remaja hingga dewasa ini mengenakan kaus berkerah V, celana jins pensil super ketat, sepatu atau sendal yang lebih terlihat girly, hingga beberapa aksesoris lainnya. Walaupun tidak sedikit pula mereka berbusana biasa, bahkan terkesan lelaki sekali.” (Tribun Lampun, 24 Oktober 2014)

Adanya LGBT ini merupakan hal yang nyata terjadi ditengah-tengah masyarakat. Mengacu pada jenis kelamin dimana seseorang tertarik secara emosional dan seksual, kategori ini meliputi ketertarikan pada jenis kelamin yang sama


(23)

(homoseksual, termasuk didalamnya gay dan lesbian), pada lawan jenis (Heteroseksual), keduanya (biseksual), atau tidak pada keduanya (Sinyo, 2014). Pada umumnya kaum homoseksual itu sendiri tidak mengetahui mengapa mereka menjadi demikian. Kehendak tersebut bukan atas kehendak sendiri, namun memang ada sebagian yang menerima dirinya dan hidup dengan senang menjadi homoseksual (dinamakan : egosintonik) dan ada sebagian lain yang tidak bisa menerima keadaan dirinya atau merasa dirinya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, sehingga mereka terus berada dalam konflik batin. Nilai-nilai didalam masyarakat, membuat sulit untuk menyatakan homoseksual ini sebagai penyakit, kelainan atau gangguan jiwa (Sarwono, 2012).

Seiring dengan yang dikatakan Sarwono, menurut Diah Utaminingsih Psikolog Universitas Lampung, dilihat dari segi kesehatan mental, kategori suka sesama jenis ini tidak bisa dimasukan dalam penyimpangan, seperti halnya fedofilia, yang jelas-jelas penyimpangan mental. Suka sesama jenis ini lebih tepatnya dikategorikan sebagai gaya hidup (lifestyle). Banyak faktor yang menyebabkan kondisi ini terjadi. Salah satunya karena ada tekanan psikologis seseorang dalam lingkungannya. Misalnya ketika seorang individu merasa tidak mendapat tempat dilingkungan kesehariannya lalu ketika dilingkungan gay dan lesbian, ia justru menemukan jati dirinya. (Tribun Lampung, 24 Oktober 2014)

Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan seorang anak, termasuk pembentukan dan pemilihan orientasi seksualnya. Misalnya bagaimana cara orang tua mengasuh anak, hubungan antar keluarga, lingkungan pergaulan/pertemanan. Bisa saja kondisi ini dipicu karena keluarga tidak harmonis, figur perempuan


(24)

trauma terhadap laki-laki, dan masih banyak lagi kemungkinan. Faktor coba-coba melakukan hubungan dengan sesama jenis, penasaran, mendapatkan attachment dari sesama jenis, merasa nyaman dengannya, dan karena interaksi berbagai faktor yaitu faktor lingkungan (sosiokultural), biologis, dan faktor pribadi/personal (psikologis).

Keberadaan LGBT dilingkungan sosial, kita harus menerima dan menanggapinya secara positif. Sebab mereka adalah bagian dari kita, tapi bukan berarti kita menyetujui gaya hidup ini. Sebab semakin terbuka sikap kita, maka kecendrungan interaksi dan keterbukaan akan menjadi bagian dari perubahan pola pikir dan

lifestyle tersebut (Tribun Lampung, 24 Oktober 2014).

Lingkungan menjadi faktor utama yang membentuk orientasi seksual LGBT. Selain itu, faktor keluarga pun menjadi faktor pendukung membentuk orientasi seksual LGBT. Belum ada penyebab pasti akan penyebab homoseksual, kenyamanan dan keamanan yang dirasakan oleh kaum LGBT didalam lingkup kelompoknya atau sesama LGBT membuat mereka lebih leluasa dalam melaksanakan aktivitasnya sehari hari. Mereka membentuk suatu komunitas LGBT contohnya, seperti GayLam, Arus Pelangi, Suara Kita, dll.

Pro dan kontra mewarnai adanya kaum LGBT ini. Baik itu dipandang dari sudut agama, sosial, maupun budaya sehingga ketika kaum LGBT akan timbul ke masyarakat terkadang mereka merasa terasingkan dan terdiskriminasi akan sikap masyarakat. Pengucilan atau pendiskriminasian yang dilakukan masyarakat kepada kaum LGBT membuat mereka menutup diri dan tidak mengexpose tentang diri mereka.


(25)

Pengucilan membuat muncul keberadaan komunitas LGBT. Dalam masyarakat sulit untuk menemukan lesbian di ruang publik, seperti dibeberapa klub malam, kafe-kafe, atau acara-acara lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Namun dengan berkumpulnya orang-orang LGBT ini maka akan muncul pemikiran baru mengenai bagaimana memunculkan diri agar tidak menjadi kaum minoritas (Manaf, 2011).

Seidman (2014) mengatakan, sejak tahun 1990-an memang kaum homoseksual sudah mengalami kebebasan dan keleluasaan yang lebih lebar dibandingkan pada zaman sebelumnya karena semakin banyak film-film Hollywood dan produk media budaya Amerika Serikat lainnya yang menghadirkan sosok homoseksual sebagaimana usia utuh layaknya kaum heteroseksual, ditambah dengan banyaknya tokoh publik seperti jurnalis, seniman dan intelektual yang menyuarakan pentingnya toleransi terhadap kaum homoseksual, namun kaum homoseksual masih mengalami ketertindasan. Meskipun saat ini kaum homoseksual sudah bisa lebih leluasa untuk berekspresi dengan menciptakan narasi tentang kehidupan mereka dalam bentuk buku, film, musik dan sebagainya, namun dunia kita masih sangat dihegemoni oleh kaum heteroseksual.

(http://www.suarakita.org/2014/04/penerimaan-terhadap-kaum-homoseksual-penerimaan-semu/, Diakses pada tanggal 15 September 2014).

Keberadaan LGBT ini selain mendapat perlakuan yang diskriminasi dari masyarakat namun juga banyak yang menjadi objek penghinaan bahkan kekerasan, karena dianggap bertentangan dengan norma-norma budaya dan agama. Banyaknya kekerasan yang diterima mengakibatkan mereka pergi dan


(26)

berkumpul dengan sesama. Akhirnya, komunitas LGBT terkesan eksklusif dan bertindak sembunyi-sembunyi

(http://www.suarakita.org/2014/09/gay-dan-transgender-menurut-dr-bambang-sukamto-dmsh/ diakses pada tanggal 13 September 2014).

Kaum LGBT ini semakin merasa dipinggirkan oleh masyarakat. Keberadaan kaum LGBT dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang berkembang di Indonesia. Orientasi seksual yang mereka miliki dianggap sebagai dampak buruk globalisasi yang melegalkan kaum ini dan dikhawatirkan akan mempengaruhi masyarakat lainnya. Indonesia sebagai negara hukum dan penegak HAM, merupakan salah satu negara yang turut meratifikasi International Covenan

on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) sudah semestinya warga

masyarakatnya mendapatkan perlakuan yang layak dan perlindungan sama dalam berbagai kehidupan masyarakat, seperti akses terhadap lapangan pekerjaan, pendidikan, dan jaminan keamanan sosial yang lain. Namun pemerintah pun dalam hal ini belum dapat berbuat banyak terhadap kaum LGBT (Galink, 2013).

Dalam penelitian ini mengambil sampel mahasiswa. Mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat dan memiliki pemikiran yang kritis dan lebih peka akan fenomena-fenomena sosial yang terjadi. Mahasiswa juga disebut sebagai agent of

change, yang artinya mahasiswa sebagai agen perubahan, sehingga dapat

mencerminkan kedepannya sikap dan tindakan yang dilakukan terhadap LGBT. Maka dari itu, dalam penelitian ini sampelnya adalah mahasiswa.


(27)

Oleh sebab itu berdasarkan latar belakang, penulis akan melakukan penelitiannya terhadap respon mahasiswa terhadap Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dengan lokasi penelitian di FISIP Universitas Lampung. Misalnya saja seperti pendapat mahasiswa terhadap LGBT, lalu mengenai pendapat orang yang memiliki orientasi seksual yang berbeda pada umumnya, dan respon mengenai komunitas LGBT.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari deskripsi latar belakang, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pengetahuan mahasiswa (Kognitif) tentang LGBT? 2. Bagaimanakah sikap mahasiswa (Afektif) terhadap LGBT?

3. Bagaimana tindakan yang dilakukan mahasiswa (Psikomotor) terhadap LGBT? 4. Bagaimana pengaruh antara pengetahuan dan sikap terhadap tindakan yang

dilakukan terhadap LGBT?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penilitian ini dilakukan untuk memberi informasi tentang respon mahasiswa terhadap LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) di FISIP Universitas Lampung dan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap tindakan yang dilakukan terhadap LGBT.


(28)

D. Kegunaan Penelitian

Secara umum kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan keilmuan sosiologi.

2. Secara praktis, penelitian ini digunakan sebagai acuan bagi mahasiswa dan masyarakat tentang penelitian mengenai LGBT.


(29)

II . TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkembangan LGBT di Dunia

Menurut Sinyo (2014) perkembangan dunia homoseksual berkembang pada abad XI Masehi. Istilah Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau yang biasa dikenal dengan LGBT mulai tercatat sekitar tahun 1990-an. Sebelum masa “Revolusi Seksual” pada tahun 60-an tidak ada istilah khusus untuk menyatakan homoseksual. Kata yang paling mendekati dengan orientasi selain heteroseksual adalah istilah “third gender” sekitar tahun 1860-an. Kata revolusi seksual adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan sosial politik (1960-1970) mengenai seks. Dimulai dengan kebudayaan freelove, yaitu jutaan kaum muda menganut gaya hidup sebagai hippie. Mereka menyerukan kekuatan cinta dan keagungan seks sebagai bagian dari hidup yang alami atau natural. Para

hippie percaya bahwa seks adalah fenomena biologi yang wajar sehingga tidak

seharusnya dilarang dan ditekan.

Singkatan dari homoseksual dikenal dengan istilah LGB (Lesbian, Gay, Biseksual). Kata gay dan lesbian berkembang secara luas menggantikan istilah homoseksual sebagai identitas sosial dalam masyarakat. Kata gay dan lesbian ini lebih disukai dan dipilih oleh banyak orang karena simpel dan tidak membawa kata seks. Istilah biseksual muncul belakangan setelah diketahui bahwa ada orang


(30)

yang mempunyai orientasi seksual terhadap sesama jenis dan lawan jenis. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan psikologi muncul istilah baru yang tidak termasuk gay, lesbian, dan biseksual, yaitu transgender. Semakin lengkap istilah sebelumnya menjadi LGBT. Istilah ini dipakai untuk menerangkan orientasi seksual non-heteroseksual. Istilah LGBT sudah dikenal dan atau diakui oleh banyak negara. Sebagian besar gerakan mereka mengatasnamakan HAM (Hak Asasi Manusia) (Sinyo, 2014).

Pada abad 18 dan 19 Masehi beberapa negara mengkategorikan aktivitas homoseksual merupakan suatu tindak kriminalitas sebagai kejahatan sodomi. Perilaku pada hubungan seks sesama jenis atau yang disebut homoseksual ini tidak dapat diterima secara sosial dan masyarakat. Situasi dan kondisi ini membuat komunitas dan kehidupan sosial homoseksual hidup secara rahasia dan tertutup agar tidak diketahui oleh orang lain dan tidak dianggap dimasyarakat, beberapa orang kemudian mulai memperjuangkan kaum homoseksual. Salah satunya adalah Thomas Cannon. Ia diperkirakan menjadi orang pertama yang memulai perjuangan kaum tersebut dengan buku berjudul Ancient and Modern

Pederasty Investigated and Exemplify’d (Tahun 1749) di Inggris. Tulisannya yaitu tentang gosip dan antologi lelucon yang membela kaum homoseksual. Cannon dipenjara karena tulisan tersebut yang akhirnya Ia dibebaskan dengan uang jaminan (Sinyo, 2014)

Jeremy Bentham (1785) seorang tokoh filsuf reformis dibidang sosial juga membela kaum homoseksual. Bentham sering memberikan masukan tentang hukum homoseksual di Inggris. Pemikiran Bentham menyumbangkan inspirasi


(31)

perubahan aturan hukum terhadap kaum homoseksual mengenai homoseksual bukan suatu tindakan kriminal di Negara Eropa lainnya. Pada tahun 1791 Prancis adalah negara pertama yang menerapkan hukum bahwa homoseksual bukan termasuk tindakan kriminal (Sinyo, 2014)

Gerakan Free Love yang membangkitkan kaum feminis dan kebebasan hidup juga turut memperjuangkan kaum homoseksual kepada publik. Gerakan ini kerap memandang budaya sucinya pernikahan yang dianggap membatasi kebebasan hidup dan pilihan. Pada masa ini hampir semua negara di Eropa dan Amerika melahirkan tokoh reformis yang membela hak-hak kaum feminis, kehidupan bebas, dan komunitas homoseksual (Sinyo,2014).

Beberapa gerakan sosial seperti The Black Power yaitu gerakan untuk memperjuangkan hak kaum berkulit hitam dan Anti-Vietnam War mempengaruhi komunitas gay untuk lebih terbuka. Masa ini dikenal dengan Gay Liberation

Movementatau gerakan kemerdekaan gay. Pada masa ini terjadi huru-hara yang

terkenal dengan sebutan Stonewall Riots, yaitu keributan sporadis antara polisi dan para pendemo yang memperjuangkan kebebasan kaum gay. Keributan ini terjadi di Stonewell Inn, Greenwich Village, Amerika Serikat pada 28 Juni 1969. Kejadian 28 Juni 1969 tersebut tercatat dalam sejarah sebagai pemicu gerakan perjuangan hak asasi kaum gay di Amerika Serikat dan dunia, sehingga muncul komunitas-komunitas gay baru seperti Gay Liberation Front (GLF), The gay

Activits’Allainace (GAA), dan Front Homosexsual d’Action Revolutionnaire. Pada tanggal tersebut juga dijadikan hari perayaan bagi kaum LGBT di seluruh


(32)

dunia dan pada hari tersebut mereka menggelar pawai dijalan utama untuk menunjukan eksistensi kaum gay (Sinyo, 2014).

Tahun 1970 aktivis LGBT protes kepada American Psychiatric Association (APA) karena menetapkan homoseksual sebagai bagian dari gangguan jiwa. Hal tersebut tertuang dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Banyaknya akan protes karena rasa tidak setuju tentang hal tersebut. APA secara resmi menghapus homoseksual dari masalah mental disorders (gangguan jiwa) pada tahun 1974. Tindakan ini kemudian disebarluaskan kepada hampir semua asosiasi psikiatri di dunia. Setelah itu dengan adanya perbedaan dalam berkarya dan mendapatkan pekerjaan dalam hal identitas gender dimasyarakat luas, muncul gerakan untuk memperjuangkan hak asasi kaum gay (Gay Rights Movement). Pada tahun 1978 dibentuk International Lesbian and Gay Association (ILGA) di Conventry, Inggris. Institusi ini memerjuangkan hak asasi kaum lesbian dan gay secara internasional. Pada masa itu dikenal simbol LGBT yaitu berupa bendera pelangi (the rainbow flag atau pride flag) sebagai simbol pergerakan hak asasi komunitas LGBT. Awalnya simbol ini hanya untuk komunitas gay di Amerika Serikat, namun sekarang dipakai secara meluas di seluruh dunia sebagai lambang pergerakan kaum LGBT dalam meraih hak-hak mereka. Berikut gambar salah satu bendera LGBT :


(33)

Gambar 1. Rainbow flag atau bendera LGBT

Gerakan hak asasi kaum gay dimulai pada era tahun 1980-an. penyakit AIDS dan kaum gay dianggap sebagai penyebar utamanya, Kata “queer” dikenal sebagai istilah orang yang berorientasi seksual atau gender minoritas dimasyarakat. Pada masa ini perjuangan kaum LGBT sudah begitu meluas dengan banyaknya organisasi (legal atau ilegal) disetiap negara. Salah satunya adalah hilangnya homosexsuality dari international Classification of Diseases yang dibuat oleh WHO pada tanggal 17 Mei 1990, sehingga pada tanggal tersebut dijadikan sebagai International Day Against Homophobia and Transphobia (IDAHO). Komunitas LGBT mencari pengesahan hukum pernikahan di negara-negara yang telah melegalkan nikah sesama jenis. Belanda merupakan negara pertama yang melegalkan pernikahan pasangan sesama jenis tahun 2001. Pada tahun 2008 diikuti oleh Belgia, Kanada, Norwegia, Afrika Selatan, dan Spanyol (untuk Amerika Serikat ada di dua negara bagian yaitu Massachusetts dan Connecticut) (Sinyo, 2014).


(34)

B. Perkembangan Komunitas LGBT di Indonesia

Sinyo (2014) menjelaskan kaum homoseksual mulai bermunculan di kota-kota besar pada zaman Hindia Belanda. Di Indonesia terdapat komunitas kecil LGBT walaupun pada saat zaman Hindia Belanda tersebut belum muncul sebagai pergerakan sosial. Pada sekitar tahun 1968 istilah wadam (wanita adam) digunakan sebagai pengganti kata banci atau bencong yang dianggap bercitra negatif. Sehingga didirikan organisasi wadam yang pertama, dibantu serta difasilitasi oleh gubernur DKI Jakarta, Bapak Ali Sadikin. Organisasi wadam tersebut bernama Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD). Pada tahun 1980 karena Adam merupakan nama nabi bagi umat islam maka sebagian besar tokoh Islam keberatan mengenai singkatan dari Wadam sehingga nama Wadam diganti menjadi waria (wanita-pria). Organisasi terbuka yang menaungi kaum gay pertama berdiri di Indonesia tanggal 1 Maret 1982, sehingga merupakan hari yang bersejarah bagi kaum LGBT Indonesia. Organisasi tersebut bernama Lambda. Lambda memiliki sekretariat di Solo. Cabang-cabang Lamda kemudian berdiri dikota besar lainnya seperti Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Mereka menerbitkan buletin dengan nama G: Gaya Hidup Ceriapada tahun 1982-1984.

Pada tahun 1985 berdiri juga komunitas gay di Yogyakarta mendirikan organisasi gay. Organisasi tersebut bernama Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY). Tahun 1988 PGY berubah nama menjadi Indonesian Gay Society (IGS). Tanggal 1 Agustus 1987 berdiri kembali komunitas gay di Indonesia, yaitu berdirinya Kelompok Kerja Lesbian dan Gaya Nusantara (KKLGN) yang kemudian disingkat menjadi GAYa Nusantara (GN). GN didirikan di Pasuruan, Surabaya sebagai penerus Lambda Indonesia. GN menerbitkan majalah GAYa Nusantara.


(35)

Tahun 90-an muncul organisasi gay dihampir semua kota besar di Indonesia seperti Pekanbaru, Bandung, Jakarta, Denpasar, dan Malang (Sinyo, 2014).

Pada akhir tahun 1993 diadakan pertemuan pertama antar komunitas LGBT di Indonesia. Pertemuan tersebut diselenggarakan di Kaliurang, Yogyakarta dan diberi nama Kongres Lesbian dan Gay Indonesia I atau yang dikenal sebagai KLG I. Jumlah peserta yang hadir kurang lebih 40-an dari seluruh Indonesia yang mewakili daerahnya masing-masing. GAYa Nusantara mendapat mandat untuk mengatur dan memantau perkembangan Jaringan Lesbian dan Gay Indonesia (JLGI). KLG II dilakukan pada bulan Desember 1995 di Lembang, Jawa Barat. Peserta yang hadir melebihi dari KLG I dan datang dari berbagai daerah di Indonesia. Tanggal 22 Juli 1996, salah satu partai politik di Indonesia yaitu Partai Rakyat Demokratik (PRD), mencatat diri sebagai partai pertama di Indonesia yang mengakomodasi hak-hak kaum homoseksual dan transeksual dalam manifestonya. Kemudian KLG III diselenggarakan di Denpasar, Bali pada bulan november 1997. KLG III merupakan pertama kalinya para wartawan diperbolehkan meliput kongres diluar sidang-sidang. Hasil kongres ini adalah peninjauan kembali efektivitas kongres sehingga untuk sementara akan diadakan rapat kerja nasional sebagai gantinya (Sinyo, 2014)

Untuk pertama kalinya Gay Pride dirayakan secara terbuka di kota Surabaya pada bulan Juni tahun 1999. Acara tersebut merupakan kerja sama antara GN dan Persatuan Waria kota Surabaya (PERWAKOS). Pada tahun ini juga Rakernas yang rencananya akan diselenggarakan di Solo batal dilaksanakan karena mendapat ancaman dari Front Pembela Islam Surakarta (FPIS). Tanggal 7


(36)

November 1999 pasangan gay Dr. Mamoto Gultom (41) dan Hendry M. Sahertian (30) melakukan pertunangan dan dilanjutkan dengan mendirikan Yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN). Yayasan ini bergerak dalam bidang pencegahan dan penyuluhan tentang penyakit HIV/AIDS dikalangan komunitas gay di Indonesia (Sinyo, 2014).

C. Homophobia

Homophobia merupakan kata yang digunakan untuk memberi gambaran kepada orang-orang yang anti terhadap LGBT. Di Indonesia gay dan lesbian merupakan kategori identitas seksual yang relatif baru. Menurut Boellstorff tidak ada orang di Indonesia menyebut diri mereka gay atau lesbi pada tahun 900, 1400, 1900 atau mungkin bahkan sampai 1960. Pada awal 80-an pemakaian istilah gay dan lesbian tersebar secara nasional (Galink, 2013).

Oetomo (2001) mengungkapkan bahwa dalam masyarakat nusantara perilaku homoseksual sudah dikenal oleh bangsa ini sejak dulu dengan bermacam-macam cara dengan tipologi pola yaitu :

1. Hubungan homoseksual dikenal dan diakui dengan indikasi pertama muncul istilah yang mengacu pada hubungan homoseksual seperti istilah induk jawi-anak jawi yang ditemukan pada masyarakat Minangkabau tradisional yaitu hubungan antara laki-laki dewasa yang menjadi pembimbing dalam proses belajar laki-laki remaja namun sering kali melibatkan juga aspek emosional bahkan seksual. Di Madura dikenal istilah dalaq untuk merujuk pada persahabatan dua anak atau remaja laki-laki, kata kerja dalaq berarti


(37)

melakukan genito-anal (penis dan anus). Indikasi kedua adalah adanya laporan dari sarjana barat mengenai hubungan seksual laki-laki seperti yang ditemukan pada masyarakat Aceh (C.Snouk Hurgronje) dan hubungan homoseksual laki-laki dan perempuan pada masyarakat Bali (Julius Jacobs). 2. Hubungan seksual dilembagakan dalam rangka pencarian kesaktian atau

mempertahankan sakralitas. Misalnya ditemukan pada budaya warok di Ponorogo, dengan remaja sesama jenisnya (gemblak) yang diperlakukan sebagai pengganti pasangan lawan jenis untuk hubungan seksual.

3. Orang berprilaku homoseksual diberi jabatan sakral. Misalnya basir di suku Dayak Ngaju yang bertindak sebagai perantara dengan dunia arwah, tadu

mburake di Toraja Pamona yang bertindak sebagai shaman, dan bissu di

Makassar yang bertindak sebagai penjaga pustaka istana kerajaan.

4. Perilaku homoseksual dijadikan bagian ritus inisiasi seperti yang ditemukan pada beberapa suku di Papua melalui penggunaan hubungan genito-oral dan genito-anal antara remaja dan laki-laki dewasa.

5. Perilaku homoseksual dilembagakan dalam seni dan pertunjukan seperti pada tari Sadati di Aceh, Lenong di Betawi, tari Gandrung di Banyuwangi, pertunjukan Ludruk, tari bedhaya di Jawa, pertunjukan Sandhur di Madura dan tari Masri di Makassar.

Indonesia masih menjadi negara yang belum ramah terhadap homoseksualitas. Anggapan dari masyarakat homoseksualitas adalah sesuatu yang salah dan menakutkan atau dikatakan sebagai homophobia. Weinberg mengartikan homophobia sebagai ketakutan terhadap homoseksual dan bentuk-bentuk lain yang menunjukan keintiman dua jenis kelamin yang sama. Guy Hocquenhem


(38)

seorang pemikir Prancis mengatakan bahwa masalah yang ada sekarang ini bukanlah pada homoseksualitas tapi masyarakatlah yang menjadi masalah (Oetomo,2001).

Laporan survei yang dikeluarkan oleh ILGA (the International Lesbian, Gay,

Bisexsual, Trans and Intersexed Association) pada bulan Mei 2010 tentang

kebijakan dibeberapa negara yang melarang aktivitas sesama jenis antara dua orang dewasa. Pada bagian Indonesia ditulis bahwa hubungan sesama jenis, baik dengan perempuan atau laki-laki, tidak dilarang jika mengacu pada KUHP pasal 292. Secara eksplisit menyatakan pelarangan hubungan sesama jenis, jika dilakukan dengan anak dibawah umur. Pasal 292 KUHP yaitu orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Dalam Rancangan Aksi Nasional HAM RI tahun 2004-2009, pemerintah dengan tegas menyebutkan LGBT adalah kelompok yang harus dilindungi. Namun visi itu masih dilakukan dengan setengah hati. Diskriminasi terhadap LGBT paling tampak akhir-akhir ini adalah tidak adanya perlindungan bagi komunitas LGBT yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan dan bahkan dapat berujung kekerasan (Galink, 2013).

Tercatat beberapa kasus kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok fundamentalis terhadap komunitas LGBT di Indonesia. Antara lain kasus-kasusnya adalah penolakan dan pengusiran konferensi ILGA-Asia (International

Lesbian gay Association) ke-4 yang rencananya akan diadakan di Surabaya pada

Maret 2010. Selanjutnya pembubaran pelatihan Hak Asasi Manusia bagi komunitas transgender yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi


(39)

Manusia pada bulan April 2010. Lalu seminar HIV & AIDS di Bandung dan peringatan Hari Internasional Melawan Homophobia di Yogyakarta juga mendapat ancaman dan akhirnya dibatalkan pada bulan Mei 2010. Dalam kasus ini kebebasan berkumpul dan ekspresi komunitas LGBT sebagai warga negara tidak dilindungi oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 UUD 1945 (Manaf, 2011).

Dilihat dari beberapa kasus tersebut dibeberapa daerah dapat menjelaskan tingkat homophobia yang tinggi. Akhirnya LGBT setiap tanggal 17 Mei memperingati hari melawan homophobia. Peringatan hari melawan kebencian pada homoseksual yang disebut dengan International Day Againts Homophobia-Transphobia (IDAHOT) jatuh setiap tanggal 17 Mei. Adapun tanggal tersebut dipilh untuk mengingatkan pada keputusan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena tanggal 17 Mei 1990 secara resmi mengeluarkan homoseksual-transgender bukan sebagai gangguan jiwa. Moment itu yang kemudian pada tanggal 26-29 Juli 2006 dalam sebuah konferensi International di Montreal-Kanada tentang seksualitas untuk memutuskan 17 Mei diperingati sebagai hari melawan Homophobia-Transphobia diseluruh dunia (Manaf, 2011).

Masih sedikit sekali masyarakat yang dapat menerima keberadaan waria. Didalam Sosiologi disebutkan bahwa waria adalah suatu transgender, dimana dari sikap atau perilaku maskulin merubah dirinya ke feminin dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, tanpa harus melakukan perubahan-perubahan yang mendasar pada kondisi fisiknya, termasuk melakukan operasi. Dikarenakan ketakutan masyarakat terhadap transgender, hal ini menyebabkan kehidupan transgender menjadi lebih


(40)

terbatas dalam peran dimasyarakat. Pandangan masyarakat yang negatif terhadap transgender dan sungkan untuk bergaul dengan mereka membuat transgender terkesan eksklusif, sehingga muncullah stereotif dari masyarakat (PKBI, 2013).

D. Pelabelan dalam Komunitas LGBT

Menurut Manaf (2011) dalam komunitas lesbian banyak cara dalam mengekspresikan diri mereka. Dalam dunia lesbian terdapat istilah Sentul-Kantil,

Butch-Femme, dan Andro. Sentul dan kantil dipergunakan para lesbian pada masa

1970-an sampai 1980-an. Sentul merupakan pelabelan pada lesbian yang berpenampilan maskulin dan kantil untuk yang berpenampilan feminin.

Pelabelan ini diidentikkan sebagai pembagian peran antara feminin dan maskulin. Namun pada saat ini istilah tersebut sudah digantikan dengan istilah butch, femme,

dan andro. Butch untuk lesbian yang berpenampilan maskulin, femme untuk

lesbian yang berpenampilan feminin, dan untuk andro digolongkan kembali

Andro to butch sebagai karekter maskulin dan sedikit feminin. Dan Andro to

femme dianggap lebih berkarakter feminin dan sedikit maskulin (Manaf,2011).

Kata famme diambil dari bahas Prancis yang berarti perempuan. Sedangkan butch yang diidentikan sebagai butcher yang diambil dari kata Bahasa Inggris yang berarti tukang jagal yang diidentikan sebagai lelaki yang kuat. Sedangkan andro dari kata androgine dari bahsa Yunani , yang berarti Andros berarti laki-laki dan gyne berarti perempuan. Dalam komunitas gay dikenal istilah sissy dan manly yang diidentikan melalui sikap dan penampilannya. Gay sissy digambarkan sebagai gay yang bersifat feminin. Perilaku ini tampak dari gaya bicara, perawatan


(41)

tubuh, dan berpakaian. Sedangkan pada gay manly digambarkan sebagai gay yang maskulin, baik penampilan, sikap, dan perilaku (Galink, 2013).

E. Dinamika LGBT

Menurut Triawan (dalam Galink, 2013) pada awalnya kelahiran gay secara simbolis terjadi pada tahun 1969 di kota New York saat polisi menggerebek sebuah bar khusus gay, Insiden Stonewall dijadikan sebagai penggerak bagi pembentukan kelompok-kelompok pejuang hak gay. Di Indonesia LGBT dimulai sejak tahun 1960-an ketika kelompok waria mulai berani terbuka dan lebih terorganisir (Galink, 2013).

Pada tahun 1996 Partai Rakyat Demokratik menjadi partai pertama yang mencantumkan hak-hak homoseksual dan transseksual dalam manifestonya. Namun partai ini dilarang oleh pemerintahan orde baru pada 1997. Pada era 90-an banyak terbantu oleh program penanggulangan HIV dan AIDS termasuk yang diselenggarakan oleh pemerintah. Karena komunitas LGBT merupakan salah satu sasaran dari program tersebut (Galink, 2013).

Dua buah lembaga internasional yang berbasis di Jenewa (Swiss), yaitu The

International Commission of Jurists dan The International Service for Human

Rights, mengambil inisiatif menempuh langkah alternatif, yaitu menyaring

hak-hak apa saja yang sudah melekat pada kaum LGBT berdasarkan kovenan-kovenan internasional yang sudah menjadi dokumen resmi PBB. Menjelang akhir 2006 tepatnya 6 sampai dengan 9 Nopember 2006, 29 orang ahli hukum HAM Internasional berkumpul di Yogyakarta untuk merumuskan sekumpulan prinsip yang patut dipatuhi oleh suatu Negara terkait dengan orientasi seksual dan


(42)

identitas gender seseorang. Sekumpulan prinsip itu tepatnya ada 29 prinsip yang dinamakan Yogyakarta Principles. Walaupun bukan merupakan dokumen resmi PBB, namun perumusan Yogyakarta Principles harus dilihat sebagai sebuah kemajuan yang signifikan bagi upaya pemenuhan dan perlindungan hak-hak LGBT di dunia. Apalagi sekumpulan prinsip tersebut dirumuskan disebuah Negara yang sampai dengan saat ini belum mengakui identitas sosial dan politik kelompok LGBT. Hal tersebut menandakan keseriusan dari para perumus sekaligus penandatangan untuk terus mengkampanyekan pentingnya upaya menghilangkan segala bentuk diskriminasi berbasiskan orientasi seksual dan identitas gender, serta pemenuhan dan perlindungan hak-hak LGBT di negara-negara yang belum mengakomodasi hak-hak LGBT. Karena semangat non-diskriminasi maka Yogyakarta Principles ini berhasil dirumuskan (Ariyanto dan Rido, 2008).

Manaf (2011) menerangkan prinsip-prinsip Yogyakarta (the Yogyakarta

Principle) disepakati dan diadopsi oleh beberapa pakar hukum dan HAM dari

berbagai negara tersebut. Prinsip-prinsip ini mengenai hak-hak kaum LGBT untuk memilih pilihan orientasi dan indentitas gender LGBT. Adapun isi prinsip-prinsip yogyakarta yaitu :

Prinsip 1 : Hak untuk penikmatan HAM secara Universal Prinsip 2 : Hak atas kesetaraan dan non diskriminasi Prinsip 3 : Hak atas pengakuan di mata hukum Prinsip 4 : Hak untuk hidup


(43)

Prinsip 6 : Hak atas privasi

Prinsip 7 : Hak atas kebebasan dan kesewenang-wenangan terhadap perampasan kesewenang-wenangan terhadap perampasan kebebasan.

Prinsip 8 : Hak atas pengadilan yang adil

Prinsip 9 : Hak untuk mendapatkan perlakuan manusiawi selama dalam tahanan

Prinsip 10 : Hak atas kebebasan dari siksaan dan kekejaman, perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau merendahkan.

Prinsip 11 : Hak atas perlindungan dari semua bentuk eksploitasi, penjualan, dan perdagangan manusia

Prinsip 12 : Hak untuk bekerja

Prinsip 13 : Hak atas keamanan sosial dan atas tindakan perlindungan sosial lainnya.

Prinsip 14 : Hak untuk mendapatkan standar kehidupan yang layak Prinsip 15 : Hak atas perumahan yang layak

Prinsip 16 : Hak atas pendidikan

Prinsip 17 : Hak atas pencapaian tertinggi standar pendidikan Prinsip 18 : Hak perlindungan atas kekerasan medis

Prinsip 19 : Hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi

Prinsip 20 : Hak atas kebebasan berkumpul dengan damai dan berasosiasi Prinsip 21 : Hak atas kebebasan berfikir, memiliki kesadaran dan agama Prinsip 22 : Hak atas kebebasan untuk berpindah


(44)

Prinsip 24 : Hak untuk menemukan keluarga

Prinsip 25 : Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik Prinsip 26 : Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya Prinsip 27 : Hak untuk memajukan HAM

Prinsip 28 : Hak atas pemulihan dan ganti rugi yang efektif Prinsip 29 : Akuntabilitas

F. Kerangka Teori

Konstruksi teori yang berlandaskan pengamatan terhadap sesuatu yang diekspresikan oleh manusia meliputi penampilannya, gerak-geriknya, dan bahasa simbolik yang muncul dalam situasi sosial, Sehingga para interaksionis mengambil cara pandang akan masyarakat dari bawah. Sebagaimana situasi yang diciptakan oleh individu tersebut melalui interaksi yang akan menciptakan perilaku. Perilaku aktor sangat ditentukan oleh aspek faktual yang berada pada dirinya serta memiliki tingkat pengaruh yang luar biasa terhadap perilaku manusia itu sendiri. Perhatian utama paradigma prilaku ini dituju pada hadiah (reward) sebagai aspek yang menimbulkan perilaku yang diinginkan dan hukuman sebagai aspek yang mencegah perilaku yang tidak diinginkan. Teori yang masuk dalam kerangka paradigma perilaku sosial salah satunya adalah teori sosiologi behavioral

(behavioral theory sociology).

LGBT dapat diasumsikan timbul dari lingkungan dengan dilihat dari teori behavioral sosial. Homans (dalam Umiarso, 2012) mengatakan bahwa manusia di dalam masyarakat tidak mempunyai sifat yang diperolehnya dan mungkin juga dibentuknya sendiri. Artinya eksistensi manusia bukan dibentuk oleh dirinya


(45)

sendiri sebagai makhluk yang mempunyai kebebasan mutlak. Namun sepenuhnya dibentuk oleh lingkungannya berada. Selain itu, LGBT dapat diasumsikan sebagai perilaku masa sekarang buah dari perilaku dimasa lalu dan perilaku sekarang merupakan embriokal perilaku yang akan datang.

Hakikat aktor sebagai manusia dalam masyarakat tidak bisa lepas dari penyebab-penyebab perilaku itu sendiri. Dapat digambarkan sebagai berikut :

Interpretasi prilaku

Gambar 2. Skematik perhatian teori behavioral sosiologi

Tindakan aktor tidak semata-mata dikendalikan oleh pranata sosial. Tetapi lebih pada pemaknaan yang muncul ketika terjadi atau berinteraksi. Teori interaksionisme simbolik yang paling terlihat adalah dengan behavior sosiologi. Terlebih dalam konsep stimulus respon yang dikembangkan oleh behaviorisme radikal. Teori interaksionisme simbolik menilai , aktor ketika ada stimulus yang ada ia tidak akan langsung merespon stimulus tersebut. Berkembang dengan pendapat Mead (dalam Ritzer, 2010) Aktor akan lebih dahulu memahami dan menafsirkan stimulus tersebut untuk direspon dalam bentuk tindakan. Berikut digambarkan dalam bentuk gambar

Masa Lalu Masa sekarang Masa depan


(46)

Gambar 3. Skema interaksionisme simbolik

Adapun proses memahami dan menafsirkan yang didapatkan dari mahasiswa ketika melihat LGBT terdapat 3 tahapan, antara lain adalah Kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketika masyarakat melihat kaum LGBT, secara tidak langsumg mendapatkan pengetahuan atau informasi akan LGBT tersebut, dan ia akan mencari tahu atau menggali pengetahuannya tentang LGBT. Pada posisi ini merupakan respon pada tahapan kognitif, yaitu tahapan respon dimana masyarakat mendapatkan pengetahuan tentang LGBT.

Setelah mendapatkan informasi tentang LGBT, kemudian akan membentuk sikap, dalam pembentukan sikap ini sudah masuk pada tahapan afektif dimana mahasiswa akan memilih sikap positif ataupun sikap negatif, Setelah membentuk sikap, maka tahap selanjutnya adalah tindakan atau action, tindakan apa yang diperbuat ketika LGBT baik individunya maupun komunitasnya berada.

G. Kerangka Pikir

LGBT yang merupakan suatu fenomena nyata yang terjadi didalam masyarakat, dengan banyak terjadinya pro kontra. Masyarakat yang pro akan LGBT menganggap bahwa LGBT memiliki hak yang sama dalam masyarakat. Hal itu juga disebabkan para LGBT yang memiliki bakat atau kelebihan yang positif

Stimulus Proses memahami


(47)

dimasyarakat. Tetapi tidak dapat dipungkiri ada juga sebagian masyarakat yang kontra akan LGBT bahkan mendiskriminasikan kaum LGBT dan komunitasnya.

Diskriminasi yang dilakukan masyarakat membuat kaum LGBT menjadi kaum minoritas. Mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki kemampuan sebagai agent of change dan lebih peka akan fenomena sosial yang terjadi dimasyarakat tersebut akan menjadi sampel dari penelitian. Dalam merespon sesuatu hal tentu ada proses, yaitu proses memahami dan menafsirkan yang dimana stimulus tersebut yaitu LGBT yang dipahami dan ditafsirkan dengan pengetahuan dan sikap, sehingga akan mengahasilkan sebuah respon berupa tindakan yang dilakukan terhadap LGBT. Penelitian ini akan membahas tentang respon dari mahasiswa FISIP Universitas Lampung terhadap LGBT, baik individu, komunitas, maupun kegiatannya. Pada tahap akhir akan dilakukan uji inferensial guna melihat pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikatnya. Berikut akan disajikan skema kerangka pemikiran yang menjelaskan proses penelitian ini :


(48)

Gambar 4. Kerangka pikir penelitian

Stimulus :

Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender

(LGBT)

Pengetahuan (X1) Sikap (X2)

Respon : Tindakan (Y) Proses memahami dan


(49)

III. METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang diandalkan pada analisis dan konstruksi. Analisis dan kontruksi dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan kebenaran sebagai sebagai salah satu manifestasi hasrat manusia untuk mengetahui apa yang dihadapinya dalam kehidupan (soekanto,1990). Dengan demikian penelitian ini akan mengungkapkan suatu fenomena sosial yang akan dilakukan sesuai dengan cara kerja yang teratur dan telah melalui pemikiran yang matang dan sistematis untuk memudahkan penelitian dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini digunakan tipe penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif. Menurut Moh. Nasir (1998), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki di lokasi penelitian.


(50)

Hadari Nawawi dan Mimi Mardini (1996), mengatakan metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana keadaan sebenarnya. Jadi Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian suatu objek, suatu kondisi atau suatu peristiwa dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya, sifat serta hubungan secara sistematis antar fenomena yang akan diteliti di lokasi penelitian.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga Dalam setiap penelitian, populasi yang dipilih erat hubungannya dengan masalah yang ingin dipelajari (Singarimbun, 1987). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FISIP Universitas Lampung. 2.Sampel

Sampel adalah sebagian dari individu yang akan diteliti. Sampel adalah bagain dari populasi yang memiliki sifat-sifat utama dari populasi. Sugiyono (2012), Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik acak (probability

sampling). Pada teknik acak setiap anggota sampel memiliki peluang yang sama

untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Simple random Sampling. Dari seluruh mahasiswa FISIP dipilih secara acak sederhana untuk menentukan sampel. Untuk menentukan


(51)

jumlah sampel dari mahasiswa FISIP Universitas Lampung tersebut maka menggunakan perhitungan Slovin (dalam Sangadji, 2010) yaitu :

Keterangan :

n = Besaran sampel N = Besaran Populasi

e = Sampling eror (ditetapkan 10%) 1 = bilangan konstanta

Berdasarkan data yang didapat sebagai berikut :

= 96,7 (dibulatkan menjadi 97 responden)

C. Definisi Konseptual

Menurut Singarimbun dan effendi (1987), definisi konseptual merupakan pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan peneliti untuk mengoprasikan konsep tersebut di lapangan. Berdasarkan pengertian tersebut maka definisi konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Respon mahasiswa adalah sebuah bentuk perilaku yang menggambarkan adanya tanggapan dari adanya suatu fenomena yang dikeluarkan oleh mahasiswa. Dalam hal ini mahasiswa memberikan tanggapan atau reaksi tentang LGBT.

2. LGBT adalah sebuah citra diri atau stereotype dari mahasiswa Dalam hal ini peneliti lebih memfokuskan pada perilaku. Menurut Notoatmojo (2007)


(52)

perilaku dibagi menjadi 3 komponen, yaitu kogniti, afektif, dan psikomotor. Berikut penjelasan masing-masing komponen :

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif (Komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang memprsepsikan terhadap LGBT.

b. Komponen Afektif.

Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan sikap baik atau tidak baik terhadap fenomena LGBT. Sikap baik merupakan hal yang positif. Sedangkan sikap tidak baik adalah hal yang negatif. Komponen ini merupakan penunjukan sikap kearah positif atau negatif. Dalam hal ini sikap seseorang mengenai LGBT.

c. Komponen Psikomotor.

Komponen psikomotor (Komponen tindakan atau action), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukan identitas tindakan, yang menunjukan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap LGBT.

D. Definisi Operasional

Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (1987) , definisi oprasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dalam penelitian ini definsi oprasionalnya adalah respon mahasiswa dalam menanggapi LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) studi di FISIP


(53)

Universitas Lampung. Operasionalisasi konsep dalam penelitian ini, secara rinci dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Operasionalisasi Konsep

Variabel Indikator Kategor Respon

Respon mahasiswa terhadap LGBT

Pengetahuan akan LGBT :

Pengetahuan akan LGBT sebagai istilah untuk kaum non-heteroseksual

1= sangat tidak tahu 2= tidak tahu 3= kurang tahu 4= tahu

5= sangat tahu Pengetahuan akan

keberadaan LGBT di Bandar Lampung

1= sangat tidak tahu 2= tidak tahu 3= kurang tahu 4= tahu

5= sangat tahu Pengetahuan akan

komunitas LGBT di Bandar Lampung

1= sangat tidak tahu 2= tidak tahu 3= kurang tahu 4= tahu

5= sangat tahu Sikap mahasiswa

terhadap LGBT :

Sikap terhadap seorang LGBT

1= sangat tidak baik 2= tidak baik 3= kurang baik 4= baik

5= sangat baik Sikap akan keberadaan

LGBT di Bandar Lampung

1= sangat tidak baik 2= tidak baik 3= kurang baik 4= baik


(54)

Lanjutan tabel 1

Tindakan mahasiswa terhadap LGBT :

Tindakan yang di lakukan mahasiswa terhadap LGBT

1= sangat tidak setuju 2= tidak setuju 3= kurang setuju 4= setuju

5= sangat setuju Tindakan yang dilakukan

mahasiswa terhadap komunitas LGBT

1= sangat tidak setuju 2= tidak setuju 3= kurang setuju 4= setuju

5= sangat setuju Bagaimana respon

mahasiswa apabila teman/ kerabat sebagai bagian dari LGBT

Pertanyaan terbuka

E. Lokasi Penelitian

Penelitian mengambil lokasi penelitian pada mahasiswa FISIP Universitas Lampung. Adapun yang menjadi alasan peneliti memilih mahasiswa FISIP Universitas Lampung tersebut karena mahasiswa lebih peka terhadap kondisi sosial, dalam konteks ini mengenai fenomena LGBT. Selain itu, di FISIP Universitas Lampung telah beberapa kali mengadakan diskusi yang bertemakan LGBT.


(55)

F. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1. Menyebar kuesioner

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan memberikan daftar pertanyaan tertulis dengan menyertakan alternatif jawaban pilihan ganda untuk mempermudah dalam melakukan analisis dan menghindari bias jawaban.

2. Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari bahan-bahan tertulis, yang mencakup dokumen yang dianggap penting dan berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan diteliti.

G. Teknik Pengolahan Data a. Tahap Editing

Yaitu proses pemeriksaan kembali alat pengumpul data (kuesioner) apabila terdapat hal yang salah atau meragukan, hal ini menyangkut :

1. Lengkapnya pengisian 2. Kejelasan jawaban

3. Konsistensi antar jawaban 4. Relevansi jawaban


(56)

b. Tahap Klarifikasi Data

Jawaban responden diklarifikasikan menurut macamnya sesuai dengan pokok bahasan atau permasalahan yang telah disusun dengan memberi tanda bagi setiap kategori yang sama.

c. Tahap Tabulasi

Tahap memasukan data ke dalam tabel sesuai dengan kategorinya masing-masing sehingga hasil penelitian dapat lebih mudah dibaca dan dipahami.

d. Tahap Interpretasi

Tahap penafsiran data yang telah dimasukkan ke dalam tabel dengan maksud memudahkan pemahaman dari data yang ditampilkan.

H. Uji Instrumen

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu penelitian yakni, menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Apabila semua komponen yang diukur valid, maka hasil pengukuran dengan masing-masing komponen akan berkorelasi satu sama lain. Cara yang digunakan untuk mengukur validitas kuesioner penelitian ini dengan menggunakan validitas konstruksi (contruct validity).

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indikator tingkat keandalan atau kepercayaan terhadap suatu hasil pengukuran (Morissan, 2012). Reliabilitas merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila


(57)

pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Suatu penelitian disebut reliable atau memiliki keandalan konsistensi memberikan jawaban yang sama.

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan metode cronbach alpha. Metode

alpha merupakan suatu metode untuk mencari reliabilitas alat ukur dari satu kali

pengukuran (Abdi, 2009).

I. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses ini seringkali digunakan statistik. Fungsi pokok analisa data yaitu menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami (Singarimbun & Effendi, 1987).

Untuk menghitung frekuensi dan membuat persentasi maka digunakan rumus :

Keterangan : P = Persentase

F = Frekuensi pada klasifikasi atau kategori variasi yang bersangkutan N = Jumlah frekuensi dari seluruh klasifikasi atau ketegori variasi

Pada penelitian ini analisa data yang digunakan adalah analisa data kuantitatif yakni analisa deskriptif. Analisa deskriptif merupakan data yang terkumpul dimasukkan kedalam tabel tunggal untuk dihitung frekuensi dan persentasenya. Dalam hal ini, analisis deskriptif akan disajikan guna mengetahui distribusi


(58)

frekuensi skor jawaban masing-masing pertanyaan untuk setiap variabel yang diteliti.

kemudian dilanjutkan dengan uji regresi. sebelum diuji regresi, maka ada uji asumsi klasik yang menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut layak untuk diuji. Ada empat uji asumsi klasik, yaitu uji nornalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedasitas. Setelah uji tersebut dilakukan dan ternyata layak maka dilanjutkan dengan uji regresi/uji pengaruh.

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan uji pengaruh dengan perhitungan regresi. Selanjutnya, untuk uji pengaruhnya perhitungan pada penelitian ini menggunakan regresi sederhana dan regresi berganda. Perhitungan regresi sederhana tersebut akan dilihat menggunakan program olah data statistik.


(59)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A.Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi, dengan Pola ilmiah Pokok yaitu Pengembangan Wilayah Lahan Kering, berupaya ikut serta memenuhi tuntutan tersebut. Salah satunya adalah mendidik tenaga-tenaga muda dan potensial yang memiliki dasar-dasar pengetahuan kepemimpinan, pemberdayaan masyarakat, kebijakan publik, komunikasi, organisasi, bisnis dan manajemen, tata nilai serta perilaku perubahan masyarakat dengan segala dinamika serta permasalahannya. Untuk itu, Universitas Lampung bersama-sama dengan Pemerintah Daerah berusaha mengembangkan fakultas-fakultas baru yang relevan dengan rencana pengembangan daerah. Salah satu fakultas yang relatif baru adalah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unila mulai melaksanakan kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Lampung Nomor 90/KPTS/R/1983 tanggal 28 Desember 1983 tentang Panitia Pendirian Persiapan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(60)

Disusul kemudian tanggal 21 Agustus 1984 terbit Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud RI Nomor:103/DIKTI/Kep/1984 Tentang Jenis dan Jumlah Program Studi pada setiap Jurusan di lingkungan Universitas Lampung. SK Dirjen Dikti inilah yang mengukuhkan keberadaan Program Studi Sosiologi dan Program Studi Ilmu Pemerintahan yang berada dalam lingkungan Fakultas Hukum sebagai induk persiapan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Oleh karena itu mulai tahun akademik 1985/1986, persiapan FISIP Unila menerima mahasiswa baru melalaui jalur penelusuran minat kemampuan (PMDK) dan jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SIPENMARU), Kepanitiaan pendirian FISIP ini disempurnakan dengan SK Rektor Unila: 85/KPTS/R/1986 tanggal 22 Oktober 1986 tentang Panitia Pembukaan Persiapan FISIP Unila. Panitia persiapan ini dipimpin oleh seorang ketua yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Rektor Universitas Lampung. Tugas panitia ditegaskan dengan SK Rektor Unila Nomor : 111/KPTS/R/1989 tanggal 29 Desember 1989, bahwa panitia bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan :

1. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran

2. Penelitian dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi 3. Pengabdian kepada masyarakat

4. Pembinaan civitas akademika 5. Kegiatan pelayanan administrasi

Adapun ketua Persiapan FISIP Universitas Lampung adalah sebagai berikut : 1. Drs. A. Kantan Abdullah : 1985-1991


(61)

FISIP Unila resmi berdiri sebagai fakultas berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tanggal 15 November 1995 Nomor: 0333/O/1995 tentang Pembukaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. FISIP terdiri dari dua program studi yaitu Program Studi Sosiologi dan Program Studi Ilmu Pemerintahan. Berdasarkan SK Dirjen Dikti Depdikbud RI Nomor: 37/DIKTI/Kep/1997 tanggal 27 Februari 1997 maka status Program Studi tersebut ditingkatkan menjadi Jurusan. Pada tanggal 18 Maret 1997 terbit keputusan Dirjen Depdikbud RI Nomor:49/DIKTI/Kep/1997 tentang Pembentukan Program Studi Ilmu Komunikasi.

Dalam rangka memenuhi harapan masyarakat akan ketersediaan tenaga-tenaga trampil siap pakai, mulai tahun akademik 1998/1999 FISIP membuka Program Diploma III (keputusan Dirjen Dikti Nomor: 211/Dikti/Kep/1998): Program Studi Administrasi Perkantoran dan Sekretari, Program Studi Hubungan Masyarakat (Humas), dan program Studi Perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi (Keputusan Dirjen Dikti Nomor : 2953/D/T/Kep/2001) serta membuka program Ekstensi/Nonreguler (S.1) berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Nomor 28 /DIKTI/Kep/2002 dan Keputusan Rektor Unila nomor 4596/J26/PP/2003, yaitu Program Studi Sosiologi, Program Studi Ilmu Pemerintahan, dan Program Studi Ilmu Komunikasi. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1998 terbit Keputusan Dirjen Dikti Nomor: 212/DIKTI/Kep/1998, tentang Pembentukan Program Studi Strata 1 (regular): Ilmu Administrasi Negara dan Program Studi Ilmu Administrasi Niaga/Bisnis. Pada tanggal 8 Oktober 2012 terbit keputusan mendikbud nomor: 352/E/2012, tentang Pembentukan program Studi Strata 1 (regular): Ilmu Hubungan Internasional.


(62)

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor: 2158A.2.1.2/KP/1997, tanggal 23 Januari 1997 diangkat Drs. M. Sofie Akrabi, M.A. Sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang pertama. Adapun masa kepemimpinan di FISIP Unila adalah :

1. Dekan Periode 1997-2000 : Drs. M. Sofie Akrabi, M.A. 2. Dekan Periode 2000-2004 : Prof. Dr. Bambang Sumitro, M.S. 3. Dekan Periode 2004-2008 : Drs. Hertanto, M.Si.

4. Dekan Periode 2008-2012 : Drs. Agus Hadiawan, M.Si. 5. Dekan Periode 2012-2016 : Drs. Agus Hadiawan, M.Si.

B.Filosofi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FISIP berpedoman kepada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan-peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Tinggi. FISIP Universitas Lampung dalam menyelenggarakan program-program berpedoman kepada statute Universitas Lampung, yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 182/O/2002 tanggal 21 Oktober 2002. Kebijaksanaan Pendidikan Nasional yang bertujuan untuk meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara pendidikan dan penelitian dengan perkembangan pembangunan nasional juga dijadikan sebagai arah. Acuan lain adalah isu-isu utama program pendidikan yang tertuang didalam Kerangka pendidikan Tinggi jangka Panjang (KPTJP) III, sebagai pengejawantahan paradigm batu pendidikan tingi di Indonesia.


(63)

Untuk melandasi kegiatan Tri dharmanya, telah dirumuskan filosofi FISIP Universitas Lampung. Filosofi memberikan dasar pertimbangan dalam memilih alternatif, gerak, dan langkah yang berdasarkan kepada keyakinan dasar yang telah dirancangkan. Filosofi FISIP Universitas Lampung sebagai berikut :

1. Berorientasi kepada kepuasan pelanggan

FISIP Universitas Lampung sebagai penyelenggara jasa Pendidikan Meletakan mahasiswa sebagai customer utama. Keputusan mahasiswa dan orang tua/wali mahasiswa yang telah mempercayakan pendidikan putera-puterinya di FISIP Unila, menjadi orientasi utama pelayanan FISIP Unila dalam mendayagunakan sumberdaya yang dimiliki untuk penyelenggaraan pendidikan diatas segala pertimbangan lainnya.

Masyarakat umum dan masyarakat ilmiah pada khususnya merupakan pelanggan lain FISIP Unila. Sebagai lembaga ilmiah, FISIP Unila menempatkan program pengembangan ilmu pengetahuan sosial dan politik secara konsisten dan berkelanjutan sebagai program utama dalam mendayagunakan sumberdaya yang dimiliki, sehingga melalui kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, hasilnya diharapkan dapat bermanfaat dan memuaskan masyarakat.

2. Bertumpu pada organisasi dan manajemen yang Profesional

Dalam era globalisasi dan dalam rangka penerapan paradigm baru pendidikan tinggi, organisasi FISIP Unila akan dikembangkan dan disempurnakan terus menerus menuju terwujudnya suatu organisasi dengan model manajemen mutakhir yang professional, yang lengkap dengan piranti lunak berupa sumberdaya manusia berkualitas dan piranti kersa yang memanfaatkan teknologi


(64)

canggih, sehingga manajemen organisasi FISIP Unila berdiri khas efisien,

auditable, dan accountable dalam rangka menuju upaya peningkatan kualitas

lulusan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Untuk itu telah diimplementasikan system Manajemen Mutu Terpadu (MMT) FISIP Universitas Lampung menerapkan MMT melalui empat prinsip utama : a. Keteladanan pimpinan adalah kunci keberhasilan

b. Hari ini harus lebih baik dari pada kemarin

c. Keterlambatan, kesalahan, dan cacat pekerjaan cermin rendahnya mutu

d. Menghilangkan penyebab kesalahan berarti melakukan usaha-usaha perbaikan

3. Berupa peningkatan kualitas secara berkelanjutan

Dalam rangka memenangkan persaingan yang makin ketat di era globalisasi, FISIP Unila berupaya secara konsisten dan terus menerus untuk meningkatkan kualitas pelayanan dibidang jasa pendidikan agar dapat dihasilkan lulusan FISIP Unila yang :

a. Intelktual, berjiwa Pancasila, dan berintegritas tinggi

b. Memiliki kompetensi memadai dibidangnya masing-masing

c. Berkemampuan untuk belajar memadai secara berkelanjutan agar siap menjadi professional dalam memasuki dunia kerja, serta mampu berkompetisi dalam memenuhi tuntutan perubahan dan perkembangan yang pesat.

Peningkatan kualitas penelitian juga dilakukan secara berkelanjutan secara berkelanjutan seiring dengan semakin tingginya kualitas dosen yang dimiliki FISIP Unila, dengan cara semakin memperdalam bobot penelitian, meningkatkan


(1)

49

2. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dibidang ilmu sosial dan

politik untuk mendukung pendidikan dan pengabdian pada masyarakat.

3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat berbasis kearifan lokal

untuk mendukung masyarakat madani yang harmonis dan sejahtera.

4. Menyelenggarakan organisasi dan tata kelola yang baik yang berorientasi pada

mutu dan kemampuan bersaing.

5. Menyelenggarakan kerjasama dengan stakeholders ditingkat lokal, nasional,

dan internasional.

3. Tujuan

Tujuan penyelenggaraan Tri Darma Perguruan Tinggi FISIP Unila adalah :

1. Menghasilkan lulusan yang mampu mengembangkan ipteks dibidang ilmu

sosial dan politik dan memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah sosial dan

politik baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional.

2. Menghasilkan penelitian di bidang ilmu sosial dan politik untuk peningkatan

kesejahteraan masyarakat yang menjadi rujukan pada tingkat lokal, nasional

dan internasional.

3. Menghasilkan pengabdian masyarakat yang mendorong masyarakat madani

yang harmonis dan sejahtera.

4. Mewujudkan fakultas dengan tata kelola yang baik, bermutu dan berdaya

saing.

5. Menghasilkan Memorandum of Understanding (MoU) sebagai acuan


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pada tingkat pengetahuan mahasiswa tentang LGBT mahasiswa memiliki

pengetahuan yang cukup banyak tentang LGBT. Yaitu dilihat dari jawaban

responden yang sebagian besar menjawab mengetahui tentang item-item yang

disajikan.

2. Karena mahasiswa memiliki pengetahuan yang rata-rata memiliki pengetahuan

yang banyak tahu terhadap LGBT, maka pada tahap tingkatan sikap,

mahasiswa menyikapinya dengan baik terhadap LGBT, yaitu dengan tetap

menerima baik berteman dengan LGBT. Sikap yang baik juga menggambarkan

sikap toleransi mahasiswa terhadap LGBT.

3. Berdasarkan Pengetahuan yang banyak dan bersikap baik, tentu pada tahap

tindakan mahasiswa bersikap positif terhadap LGBT, hal ini ditandai dengan

jawaban responden yang menjawab setuju dan sangat setuju LGBT untuk tidak

di-bully, tidak dikucilkan, dan tidak diusir dalam lingkungannya.

4. Berdasarkan pada hasil uji regresi linear sederhana antara Pengetahuan (X1)

terhadap Tindakan kepada LGBT adalah tingginya tingkat pengetahuan tentang


(3)

75

5. Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi (R) sebesar 0,605 menandakan

nilai tersebut memberikan gambaran bahwa korelasi antara pengetahuan dan

sikap terhadap tindakan dikategorikan sedang. Dengan kata lain, hubungan

pengetahuan tentang LGBT dan sikap yang dilakukan kepada LGBT terhadap

tindakan yang dilakukan LGBT cukup erat.

6. Perhitungan koefisen determinasi didapatkan sebesar 0,366 atau sama dengan

36,6%. Nilai tersebut memberikan gambaran bahwa sumber variabel

independen yaitu pengetahuan dan sikap dengan variabel dependen yaitu

tindakan yang dilakukan terhadap LGBT sebesar 36,6%. Sedangkan sisanya

sebesar 63,4% disebabkan oleh faktor lain yang tidak termasuk sebagai

variabel dalam penelitian.

7. Berdasarkan uji anova dapat disimpulkan bahwa variabel dependen secara

keseluruhan (pengetahuan dan sikap) mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dipenden (tindakan).

8. Sebanyak 37 responden pernah berteman dengan LGBT dan memilih tetap

berteman yaitu sebanyak 34 responden serta 1 responden memilih untuk

menjauhi. Serta 2 responden memilih lainnya, dengan jawaban menjaga jarak

dengan seorang LGBT. Sedangkan 60 responden tidak pernah berteman

dengan LGBT, apabila responden tersebut memiliki teman LGBT, 43

responden diantaranya akan tetap berteman, dan 13 responden memilih untuk

menjauhinya. Sehingga rasa toleransi responden terhadap LGBT dapat


(4)

B. Saran

1. Dengan pengetahuan yang cukup banyak tentang LGBT, maka dapat bersikap

dan bertindak dengan tepat, maka dari itu kepada mahasiswa sebaiknya untuk

dapat bertindak dengan tepat dan dapat menghargai LGBT dengan cara

memperbanyak pengetahuan tentang LGBT, baik itu dengan cara datang ke

seminar/diskusi, membaca di media cetak/elektronik, dan langsung dapat

berinteraksi dengan seorang LGBT. Dengan pengetahuan yang banyak dan

tinggi, kita dapat bersikap dan bertindak dengan baik dan dapat lebih

menghargai LGBT..

2. Sebagai saran untuk mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tentang

LGBT agar dapat menggali lebih dalam lagi tentang LGBT. Penelitian harus

dipersiapkan dengan matang mulai dari pemilihan lokasi penelitian, responden

maupun intsrumen penelitian yang akan digunakan. Sehingga hasil yang


(5)

77

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, Rianse.2009. Metode Penelitian Sosial dan Ekonomi (Teori dan Aplikasi). Bandung : CV. ALFABETA

Ariyanto dan Ridho, 2008. Jadi, Kau Tak Merasa Bersalah? Studi Kasus Diskriminasi dan Kekerasan Terhadap LGBT. Jakarta : Arus Pelangi & Yayasan Tifa

Galink. 2013. Seksualitas Rasa Rainbowcake.Yogyakarta : PKBI

Manaf, Kamilia. 2011. Kami Tidak Bisu.Jakarta: Institut Pelangi Perempuan

Morrisan.2012. Metode Penelitian Survey. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Nasir, Moh.1998. Metode Penelitian.Jakarta: Galih Indonesia

Notoatmojo. 2007. Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

Oetomo, Dede. 2001. Memberi Suara Pada Yang Bisu.Yogyakarta:Galang Press

PKBI.2013.Waria: Kami Memang Ada. Yogyakarta : PKBI DIY

Ritzer, George dan Douglas J Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana

Sangadji, Etta Mamang, Sopiah. 2010. MetodelogiPenelitian: Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta : CV. Andi Offset

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi.1987. Metode Penelitian Survei.Jakarta: LP3ES


(6)

Sinyo. 2014. Anakku Bertanya Tentang LGBT. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Supranto, J. 2008. Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi ketujuh jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Umiarso dan Elbadiansyah. 2012. Interaksionisme Simbolik dari Era Klasik HinggaModern. Jakarta: Rajawali Pers

Sumber Internet :

http://www.suarakita.org/2014/09/gay-dan-transgender-menurut-dr-bambang-sukamto-dmsh/ (diakses pada tanggal 13 September 2014)

http://www.academia.edu/5661698/Pelanggaran_Hak_Asasi_Manusia_Terhadap_ Kaum_Homoseksual_Biseksual_dan_Transgender_di_Indonesia (Diakses pada tanggal 13 September 2014)

http://www.suarakita.org/2014/04/penerimaan-terhadap-kaum-homoseksual-penerimaan-semu/ (Diakses pada tanggal 15 September 2014)

SumberSuratKabar :

Tribun Lampung, 24 Oktober 2014