Tinjauan Simbol sebagai Alat Komunikasi

Tinjauan Simbol sebagai Alat Komunikasi Ritual
Suku Asmat
Oleh :
Jerry Dounald Rahajaan
Program Studi Desain Komunikasi Visual STISI Telkom
email: jerry@dkv.stisitelkom.ac.id

Abstract
Symbols in the Asmat people is an expression of the embodiment of a sense of community and faith.
The symbol is sometimes become the most important part of the lives of its people, because symbols
in the Asmat tribe is a sign that determines and shows the someone s potitio i the community
structure.
From these observations the authors looked for signs of visual and meaning and symbols emerge
from carving forms contained in the lives of its people. Visual meaning of the symbols is a form of
embodiment of nature around them. The other meaning of the symbols Asmat tribe is as a
communication tool in it and mixed with natural forms. The colors in the symbol is the personification
of all backgrounds caste and clan diversity in the Asmat tribe itself. But from observation of the form
of the symbol in its application as a medium of communication in the rituals of tribal beliefs, the
authors look at the use of the form of a symbol or a symbol as a sign of Asmat tribe in verbal
communication can be a ritual meaning. The reason for this symbol in the allocation for the
recognition of the social status of the community, but on the other hand is a symbol as well as a

media or means of communication in any rituals beliefs that exist in tribal societies asmat.
Keywords: forms, meanings, symbols, ritual communication

Pendahuluan
Indonesia sebagai negara yang besar dan
memiliki keragaman seni dan budaya,
merupakan
potensi
utama
untuk
kemajuan bangsa. Kebudayaan Irian Jaya
merupakan sebagian kecil dari budaya
yang ada di Indonesia. Irian Jaya yang
merupakan pulau terbesar di dunia,
memiliki begitu banyak budaya lokal yang
beragam. Budaya lokal Irian Jaya terbagi
menurut suku-suku yang berdiam di
dalamnya. Suku Asmat merupakan salah
satu suku yang di kenal dengan berbagai
ciri khas budayanya. Simbol adalah salah

satu sistem penerapan yang ada dalam

Suku Asmat dan di pakai sebagai alat-alat
komunikasi ritualnya. Sebagai alat
komunikasi ritual, simbol yang ada hanya
dapat dimengerti dan dipahami oleh
masyarakat Suku Asmat dan suku-suku
lain yang berdiam disekitarnya.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan
ruang lingkup dalam penggunaan simbol
tersebut, dan komunikasi yang terbatas
dalam masyarakat, keterbatasan ruang
lingkup inilah yang menjadikan simbol
Suku Asmat hanya dapat di pergunakan di
dalam lingkungan Suku Asmat itu sendiri.
Disamping itu, keterbatasan komunikasi

18 | J e r r y D o u n a l d R a h a j a a n : T i n j a u a n S i m b o l s e b a g a i A l a t K o m u n i k a s i
Ritual Suku Asmat


yang terjadi, disebabkan karena adanya
perbedaan bahasa diantara suku-suku
yang ada di Irian Jaya. Oleh sebab itu, hal
tersebut menjadi permasalahan yang
utama dalam pengembangan simbolsimbol yang ada di Irian Jaya untuk
menjadi alat komunikasi yang bersifat
nasional.
Tinjauan Pustaka
Untuk tinjauan pustaka, dalam melakukan
peneltian ini, maka penulis akan
mengunakan (i) teori Pierce (Pierce 1974)
untuk melihat tanda verbal (ikon, indeks,
simbol); teori Barthes (Barthes : 2004)
untuk melihat kode (kode hermeneutik,
kode semantik, kode simbolik, kode
narasi, dan kode kebudayaan); (iii) teori
Saussure untuk melihat makna konotatif
dan makna denotatif).
Tinjauan data penelitian lainnya diperoleh
dari berbagai informasi seperti tulisan

mengenai Adat istiadat Suku Asmat, serta
budaya masyarakat Papua. Data berupa
tulisan tersebut dikumpulkan dengan
menggunakan metode observasi dan
dokumentasi. Kemudian, data dianalisis
menggunakan
pendekatan
semiotik
struktural dan pascastruktural. Semiotik
struktural dengan mendasarkan pada teori
Pierce untuk melihat tanda (ikon, indeks,
simbol). Teori Barthes untuk melihat kode:
kode hermeneutik, kode semantik, kode
simbolik, kode narasi / proairetic (aksi)
dan kode kultural (kebudayaan).
Metode
pertama
mengunakan
pendekatan semiotik untuk melihat tanda
dan simbol dari simbol-simbol Suku Asmat

yang ada, dan kedua dengan mengunakan
metode pendekatan pascastruktural untuk
memahami unsur budaya yang terdapat
pada simbol tersebut. Dari kedua
pendekatan tersebut kemudian di ambil
sebuah benang merah tentang hubungan
yang terkait, agar dapat di tarik ke
simpulan mengenai adanya pengaruh

komunikasi dalam penerapan simbol
sebagai sarana dalam ritual-ritual
masyarakat asmat.
Selanjutnya dalam penelitian ini, penulis
akan mengunakan semiotika sebagai
disiplin ilmu untuk mengeksplorasi simbol
di atas. Dengan alasan bahwa semiotika
merupakan ilmu yang mempelajari
berbagai hal mengenai tanda. Ada
berbagai macam teori semiotik yang bisa
di gunakan untuk mengkaji makna simbol

ini. Kajian mengenai semiotika tersebut di
mulai dari teori pemahaman tentang
semiotika, pendekatan semiotika (arti dan
tanda dalam semiotika), uraian tentang
ikon, indeks dan simbol serta kode. Selain
itu di urai pula tentang pengolongan
semiotika yaitu pragmatik, sintatik dan
semantic, paparan mengenai kode dalam
semiotika serta hubungan tanda dengan
makna konotatif dan denotatif.
Dalam penelitian ini objek didekati dengan
metode pendekatan kualitatif dalam
bentuk deskriptif analisis, sementara
untuk menganalisa objek digunakan
metode analisis tekstual yaitu dengan
mengunakan konsep semiotika struktural
dan pendekatan pascastruktural. Dalam
tulisan di makalah ini penelitian yang
dilakukan adalah menginterpretasikan
simbol dalam fungsinya sebagai alat

komunikasi ritual.
Dari hasil pembahasan penelitian ini,
dapat di ambil dua kualitas data yang
mana data tersebut berupa data sekunder
dan data primer. Data sekunder yang
merupakan
data
teoritik
tentang
pemahaman makna secara tekstual
(semiotika), dan data primer yang
merupakan data langsung berupa hasil
survey serta kajian lapangan yang berupa
dokumentasi lapangan. Data yang
terpublikasi
ataupun
tidak
yang
merupakan temuan lapangan dimana
objek berada.

Selanjutanya validitas data tersebut

19 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

kemudian dikaji dengan metodologi
melalui beberapa urutan. Pertama
menentukan topik penelitian berupa latar
belakang masalah, kemudian membuat
suatu rumusan masalah. Objek penelitian
sudah dirumuskan dan dibatasi terlebih
dahulu masalahnya supaya tidak melebar
tetapi fokus. Objek penelitian kemudian
diurai melalui data yang ada (primer dan
sekunder) melalui sebuah pendekatan
yang dalam hal ini penulis melakukannya
dengan pendekatan semiotika.
Simbol sebagai alat komunikasi ritual
pada Suku Asmat, dalam penerapanya
dapat juga dipakai dalam kehidupan
masyarakat modern dewasa ini, salah satu

cara penerapanya yaitu, pada arsitektur
rumah tinggal. Seperti yang kita ketahui,
dunia arsitektur terutama arsitektur
rumah tinggal dewasa ini, semarak
dengan gaya-gaya yang bertemakan
kebudayaan (kedaerahan), hal tersebut
dapat dipakai sebagai salah satu obyek,
untuk memasyarakatkan simbol Suku
Asmat dikalangan masyarakat luas.
Aplikasi Simbol Pada Komunikasi Ritual
Dalam penerapanya, simbol-simbol Suku
Asmat dapat dilihat dari berbagai bentuk
barang atau benda yang dipakai dalam
keseharianya maupun upacara-upacara
tertentu.
Penggunaan
simbol
ini,
merupakan suatu komunikasi ritual yang
dilakukan untuk menggambarkan tentang

keyakinan mereka pada apa yang mereka
percayai dalam hidupnya.
Dalam pandangan Suku Asmat, dunia atau
alam merupakan inspirasi yang sangat
berkaitan erat dengan acara religius
mereka.
Upacara Ritual Suku Asmat
Dalam kehidupan masyarakat Suku Asmat,
upacara-upacara ritual diselanggarakan
tidak secara besar-besaran yang memakan
banyak
biaya,
tenaga
dan

mengembangkan secara luas hubunganhubungan antar kelompok, meskipun
sebagian besar penduduk Irian Jaya, telah
menganut agama kristen katolik dan
protestan, namun sampai saat ini mereka
masih menjalankan beberapa upacara

ritual, sehubungan dengan lingkaran
(daur) hidup, serta aktifitas sehari-hari,
dengan demikian upacara-upacara yang
mereka laksanakan dapat dikategorikan
atas upacara daur hidup dan upacara adat
lainya.
Simbol Komunikasi Ritual
Suku Asmat adalah suku yang besar dan
cukup terkenal di pulau ini, dunia luar
banyak mengenalnya lewat ukiranukiranya yang spesifik dan penuh daya
ritus berfalsafah tinggi. Suku Asmat dalam
keseharianya baik tatanan sosial maupun
budaya, kerapkali mempergunakan simbol
sebagai ciri khas atau sebagai alat
komunikasinya.
Dalam penggunaan simbol sebagai alat
komunikasi ritual Suku Asmat, terdapat
bentuk-bentuk yang umum dipergunakan
antara lain:
1. Bipane Wow, ukiran bentuk simbol ini
berbentuk bulan sabit, dan kebanyakan
diukir pada perisai atau pada tifa. Ukiran
ini melambangkan kebesaran dan
keberanian seseorang, agar lawan gentar.
2. Bokoper Wow, ukiran digambarkan
dengan tiga lapisan lingkaran. Lingkaran
tengah sering berupa titik hitam, ini
melambangkan putaran hidup manusia,
fungsinya supaya semua orang taat pada
ketentuan hukum atau peraturan adat.
3. Tar Wow, diukir untuk melambangkan
pengayau dan keberhasilan seorang
pahlawan, fungsinya sama dengan
Buamber Wow.
4. Tar Efe Wow, diukir pada perisai, dengan
bentuk
jari-jari
kelelawar
yang
dihubungkan dengan roh orang mati.

20 | J e r r y D o u n a l d R a h a j a a n : T i n j a u a n S i m b o l s e b a g a i A l a t K o m u n i k a s i
Ritual Suku Asmat

5. Ufir Kus Wow, simbol ini mengandung
dua pengertian. Pertama, melambangkan
kebesaran seorang panglima atau
pengayau yang disegani. Kedua, burung
ini diteladani sebagai lambang pengintai
dan keberhasilan dalam pengayau,
fungsinya
supaya
semua
orang
mempunyai kemampuan otak dan fisik
yang baik untuk keselamatanya, serta
masyarakat lainya.
6. Viriyak Wow, arti dan fungsinya sama
dengan Aluiyak Wow.
7. Manmak wow, simbol dengan bentuk
bulat panjang, dengan sebuah lingkaran
atau garis datar di tengah. Simbol mata
adalah pertanda adanya perhatian roh
leluhur kepada orang hidup didunia,
diukir pada perisai, tombak dan lain-lain,
fungsinya supaya orang sabar, bahwa roh
selalu memperhatikan mereka.
8. Merparam
Wow,
simbol
yang
menggambarkan cahaya yang terpancar,
biasanya terdapat pada pinggiran perisai,
perahu, wadah-wadah dan lain-lain,
melambangkan
keberuntungan
seseorang pengayau.
9. Pomor Wow, simbol ini diukir di kepala
perahu dan perisai. Burung ini lambang
seorang panglima yang pandai mengintai
musuh, berpanca indra tajam serta bisa
menyelamatkan diri dari serangan.
10. Seisi Wow, simbol ini juga disebut
bianam, berupa gambar kapak batu
dengan tangkainya, menggambarkan
kesabaran panglima atau seorang yang
dianggap pemimpin kelompok, fungsinya
untuk menunjukan kedudukan seseorang
dalam masyarakat.
11. Ucu Wow, melambangkan perlindungan
roh nenek moyang, fungsinya sebagai
peringatan terhadap pohon beringin
sebagai tempat tinggal roh.
12. Ufirep Wow, simbol kakak tua hitam atau
kakak tua raja ini melambangkan seorang

13.

14.

15.

16.
17.

18.

19.

20.

panglima atau pengayau yang disegani
masyarakat.
Bei Wow, simbol kaki ini sama seperti
simbol tangan yang diukir pada perisai,
tifa, terompet bambu, perahu dan lainlain.
Kaki
merupakan
lambang
keberanian serta semangat tinggi untuk
berperang ke tempat jauh, fungsinya
supaya berhasil dalam usaha perjuangan
hidup ditempat yang jauh.
Bete O kos Wow, gelang babi sering
pula diukirkan pada benda-benda kayu,
seperti pada perisai, terompet bambu,
dan lain-lain, fungsinya terutama dipakai
laki-laki agar selalu bersifat berani.
Wanet Wow, simbol belalang sembah
melambangkan panglima perang dan
pengayau, biasanya diukir pada perisai,
tombak, tifa, dan lain-lain.
Worot Wow, simbol ini arti dan fungsinya
sama dengan Ufir Kus Wow.
Kiki Wow, simbol berbentuk garis lurus,
menggambarkan tulang atau bagian
tubuhyang menonjol keluar atau
kedalam, biasanya diukir pada patungpatung
kerabat
yang
meninggal,
fungsinya agar orang tetap memperingati
kerabat-kerabat yang sudah meninggal.
Kewenak Wow, figur manusia diukir
untuk mengenangkan kerabat-kerabat
yang meninggal, simbol manusia ini ada
yang berbentuk relif dan patung,
fungsinya untuk memanggil roh supaya
menjamin keselamatan jasmani dan
rohani orang banyak.
Aminfum Wow, ukiran pohon fum
terkenal dengan dongeng fumeripits yang
tinggal diatasnya, fungsinya untuk
mendapat berkat karena berkekuatan
gaib dari fumeripits, pendiri kebudayaan
Asmat.
Cemen Wow, bagi orang Asmat
merupakan sesuatu yang berharga dan
dinilai sangat tinggi dan luhur, bagi laki-

21 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

laki merupakan lambang kegagahan dan
kehidupan. Ukiran ini amat sering
ditemukan pada setiap ukiran kayu Suku
Asmat,
fungsinya
supaya
orang
menjunjung hidup serta nilai-nilainya.
21. Cen Wow, simbol ini lambang kesuburan
dan sekaligus lambang kehidupan untuk
wanita, karena bisa melahirkan anak dan
berperan penting dalam ekonomi rumah
tangga, fungsinya supaya menghargai
wanita sebagai pusat kehidupan.
22. Kave Wow, merupakan gabungan dari
dua simbol Wenet (belalang sembah).
Baik Kave maupun Wanet sama-sama
melambangkan nenek moyang atau
kerabat yang sudah meninggal. (Anur E.
Mulhadiono, 1988 : 9-20).

Kesimpulan
Secara keseluruhan aspek yang ada, pada
simbol Suku Asmat yang dipergunakan
sebagai alat komunikasi ritual, telah
mampu berkomnikasi dengan masyarakat
pemakainya secara baik dan benar. Hal ini
tampak pada
kemampuan
simbol
tersebut, untuk menyampaikan maksud
dan tujuan dari apa yang divisualkan
secara ritual, pesan atau maksud yang
diterjemahkan dalam bentuk visual
(simbol), dapat secara jelas dimengeti dan
dpahami oleh masyarakat yang dituju atau
konsumen.
Dari kajian ilmu komunikasi, simbol Suku
Asmat telah memiliki unsur-unsur yang
melekat pada visual simbol tersebut,
antara lain yang ada pada kriteria
komunikasi visual, misalnya : dari warna,
bentuk ( wujud ), komposisi ( penerapan )
dan yang utama mampu membawa pesan
kepada masyarakat.

Daftar Pustaka
Amir Piliang, Yasraf. 2003. Hiper
Semiotika: Tafsir Cultural Studies Atas
Matinya Makna. Jalasutra: Yogyakarta
Budiman, Kris. 2004. Semiotika Visual.
Yogyakarta: Buku Baik dan Yayasan Seni
Cemeti
Barthes, Roland. 2004. Mitologi, (Terj.
Nurhadi & Sihabul Millah). Yogyakarta:
Kreasi Wacana
Cobley, Paul dan Jansz, Litza. 2002.
Mengenal Semiotika For Beginners.
Bandung: Penerbit Mizan
Fiske, John. 2006. Cultural and
Communication
Studies:
Sebuah
Pengantar Komprehensif. Yogyakarta:
Jalasutra
Panuti Sujiman, dan Zoest Van Aart,
“erba-serbi
“i iotika ,
Jakarta
:
Gramedia Pustaka, 1996.
Onong Uchjane ; Prof. Drs. MA, Di a ika
Ko u ikasi ,
Bandung
:
Remaja
Rosdakarya, 1992
Raimundo Panikkar,
Dialog I tra
‘eligius , Yogyakarta : Kanisius, 1994.
Koentjaraningrat, Iria Jaya, Me ba gun
Masyarakat
Maje uk ,
Jakarta
:
Djambatan, 1994.

22 | J e r r y D o u n a l d R a h a j a a n : T i n j a u a n S i m b o l s e b a g a i A l a t K o m u n i k a s i
Ritual Suku Asmat

Pengaruh Globalisasi pada Desain Busana
Pengantin Wanita di Indonesia
Oleh:
Arini Arumsari
Program Studi Kriya Tekstil dan Mode STISI Telkom
email: arini@stisitelkom.ac.id

Abstract
Beside the main function of clothes in everyday life to protect and cover the body, through
clothes people can express their identity, opinions and tastes of each person.
Devinitiflyclothes or fashion can be defined as an item worn on the human body for the
purpose to protect our physical, ethical, and aesthetical and symbolic which appropriate
with the environment, social and cultural values.
Wedding dress is a kind of clothes that can not be worn arbitrary. Because it symbolize a
hopes that would only be used once in a lifetime. And it will only be used by the right people
at the right time for the right reasons. And involving many other things such as culture,
religion, ideology and others. So all the meaning and majesty contained therein that attract
many people to better understand, analyze, and process.
In this discussion I will discuss the impact of globalization on the bride's dress design in
Indonesia. Currently, many people of Indonesia especially women who prefer to use modern
dress (european / west) wther than use kebaya or other traditional dress. Although initially
these dresses are derived from European culture and especially Christians, but along with the
times and cultural globalization that occurred in Indonesia, the use of modern wedding
dresses is also being rapidly adopted.
With the increasing of this modern dresses needs, in Indonesia fashion industry people were
competing in this business, with weighing the benefits to be derived from this field. Modern
wedding dresses can be very varied in the model or style. Can also combine different types of
styles, not just consist of one style only. Due to the design of a wedding gown involves many
factors such as religion, culture, traditions, tastes, trends and other
Keywords: wedding dress, globalization, modern

1. Pendahuluan
Dalam bukunya Fashion From Concept
to Costumer, Gini Stephens Frings
menjelaskan definisi fashion dari
konsep dasarnya, yaitu fashion
sebagai sebab akibat dan refleksi yang

terjadi akibat keadaan sosial, politik,
ekonomi dan kekuatan artistik yang
sedang berkembang pada saat
tersebut. Gaya yang berkembang dan
berevolusi dari faktor-faktor tersebut

23 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

menceritakan kejadian prasejarah
atau kejadian-kejadian sosial yang
berdampak pada bagaimana orang
bepakaian dan berubah secara
periodik
sesuai
berkembangnya
keadaan sosial dan faktor lainnya yang
mempengaruhi di atas. Seluruh ruang
ganti dari zaman ke zaman mampu
menceritakan dan mencerminkan
siklus trend pada bagaimana cara
orang berfikir dan hidup. Maka busana
atau pakaian merupakan hal yang
tidak dapat dipisahkan
dalam
kehidupan manusia dan selalu
berubah mengikui perkembangan
zaman. Hal ini berlaku juga terhadap
busana pengantin terutama busana
pengantin wanita.
2.1 Globalisasi
Globalisasi adalah sebuah istilah yang
memiliki
hubungan
dengan
peningkatan
keterkaitan
dan
ketergantungan antarbangsa dan
antarmanusia di seluruh dunia dunia
melalui
perdagangan,
investasi,
perjalanan, budaya populer, dan
bentuk-bentuk interaksi yang lain
sehingga batas-batas suatu negara
menjadi bias.
Dalam
banyak
hal,
globalisasi
mempunyai banyak karakteristik yang
sama
dengan
internasionalisasi
sehingga kedua istilah ini sering
dipertukarkan. Sebagian pihak sering
menggunakan istilah globalisasi yang
dikaitkan dengan berkurangnya peran
negara atau batas-batas negara.
Berikut ini beberapa ciri yang
menandakan semakin berkembangnya
fenomena globalisasi di dunia.
1. Perubahan dalam konsep ruang
dan
waktu.
Perkembangan

barang-barang seperti telepon
genggam, televisi satelit, dan
internet menunjukkan bahwa
komunikasi
global
terjadi
demikian cepatnya, sementara
melalui
pergerakan
massa
semacam turisme memungkinkan
kita merasakan banyak hal dari
budaya yang berbeda.
2. Pasar dan produksi ekonomi di
negara-negara yang berbeda
menjadi
saling
bergantung
sebagai akibat dari pertumbuhan
perdagangan
internasional,
peningkatan
pengaruh
perusahaan multinasional, dan
dominasi organisasi semacam
World Trade Organization (WTO).
3. Peningkatan interaksi kultural
melalui perkembangan media
massa (terutama televisi, film,
musik, dan transmisi berita dan
olah raga internasional). saat ini,
kita dapat mengonsumsi dan
mengalami
gagasan
dan
pengalaman baru mengenai halhal yang melintasi beraneka
ragam budaya, misalnya dalam
bidang fashion, literatur, dan
makanan.
4. Meningkatnya masalah bersama,
misalnya pada bidang lingkungan
hidup, krisis multinasional, inflasi
regional dan lain-lain.
Globalisasi terdiri dari:
1. Globalisasi Budaya
2. Globalisasi Ekonomi
3. Globalisasi Informasi

24 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a
Pengantin Wanita Indonesia

Perkembangan
desain
busana
pengantin ini masuk dalam kategori
globalisasi kebudayaan. Kebudayaan
dapat diartikan sebagai nilai-nilai
(values) yang dianut oleh masyarakat
ataupun persepsi yang dimiliki oleh
warga masyarakat terhadap berbagai
hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi
berkaitan
dengan
aspek-aspek
kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang
terdapat dalam alam pikiran. Aspekaspek kejiwaan ini menjadi penting
artinya apabila disadari, bahwa
tingkah laku seseorang sangat
dipengaruhi oleh apa yang ada dalam
alam
pikiran
orang
yang
bersangkutan. Sebagai salah satu hasil
pemikiran dan penemuan seseorang
adalah kesenian, yang merupakan
subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala
tersebarnya nilai-nilai dan budaya
tertentu keseluruh dunia (sehingga
menjadi budaya dunia atau world
culture) telah terlihat semenjak lama.
Cikal bakal dari persebaran budaya
dunia ini dapat ditelusuri dari
perjalanan para penjelajah Eropa
Barat ke berbagai tempat di dunia ini
(Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi
kebudayaan secara intensif terjadi
pada
awal
ke-20
dengan
berkembangnya teknologi komunikasi.
Kontak melalui media menggantikan
kontak fisik sebagai sarana utama
komunikasi antarbangsa. Perubahan
tersebut menjadikan komunikasi
antarbangsa lebih mudah dilakukan,
hal ini menyebabkan semakin
cepatnya perkembangan globalisasi
kebudayaan.

Ciri
berkembangnya
globalisasi
kebudayaan yaitu:
1. Berkembangnya
pertukaran
kebudayaan internasional.
2. Penyebaran
prinsip multi
kebudayaan (multiculturalism),
dan kemudahan akses suatu
individu terhadap kebudayaan
lain di luar kebudayaannya.
3. Berkembangnya turisme dan
pariwisata.
4. Semakin banyaknya imigrasi
dari suatu negara ke negara
lain.
5. Berkembangnya mode yang
berskala
global,
seperti
pakaian, film dan lain lain.
6. Bertambah banyaknya kegitankegiatan
berskala
global,
seperti Piala Dunia FIFA.
2.1 Gaun Pengantin Modern
Gaun pengantin adalah pakaian yang
dikenakan oleh pengantin wanita
pada upacara pernikahan. Warna,
gaya dan berbagai kepentingan untuk
proses upacaranya sangat penting,
tergantung agama, dan kebudayaan
kedua mempelai. Pada tradisi modern,
warna gaun pengantin barat adalah
putih. Putih dalam hal ini termasuk
juga yang bernuansa putih seperti,
putih gading, ivory, putih kulit telur.
Kepopuleran warna putih ini dapat
ditelusuri kembali ke tahun 1840 pada
pernikahan Ratu Victoria dan Albert of
Saxe-Coburg. Sang ratu memilih
menggunakan gaun putih pada acara
tersebut
untuk
melambangkan
kesucian
cintanya,
walaupun
sebenarnya warna gaun pernikahan
kerajaan pada saat itu adalah perak.

25 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

Pernikahan tersebut disebarluaskan
besar-besaran, maka para wanita pun
menjadi terinspirasi untuk melakukan
hal yang sama pada pernikahannya.

Pernikahan Ratu Victoria dengan Albert of
Saxe-Coburg

Dan tradisi tersebut berlanjut hingga
kini. Walaupun sebelumnya para
wanita menikah dengan gaun
pengantin berwarna apapun selain
hitam.Tetapi warna putih telah
menjadi simbol kesucian hati dan
kepolosan.Lalu seiring berjalannya
waktu ditambahkan bahwa putih juga
melambangkan keperawanan, yang
justru merupakan pendapat yang
salah karena seharusnya warna biru.
(The History of the White Wedding
Dress by Kelsey McIntyre)

Pada kebudayaan timur, misalnya Cina
gaun pengantin biasanya berwarna
merah
yang
melambangkan
keberuntungan, tetapi saat ini para
pengantin wanita lebih memilih gaun
pengantin modern berwarna putih
untuk pernikahannya.Juga di India
bagian utara, warna gaun pernikahan
tradisional mereka adalah merah.
Orang India Selatan menggunakan
warna putih atau krem pada sari yang
mereka gunakan sebagai gaun
pengantin.
Kelsey McIntyre dalam tulisannya
erjudul The History of White
Wedding Dress juga e ge ukaka
pendapat yang sama jika tradisi gaun
pengantin putih ini dimulai oleh Ratu
Victoria pada pernikahannya, dan
memberikan pengaruh yang sangat
besar. Pada uku Godey’s Lady’s
Book , 1 4 , terdapat kali at i i:
Custom has decided, from the earliest
ages, that white is the most fitting
hue, whatever may be the material. It
is an emblem of the purity and
innocence of girlhood, and the
unsullied heart she now yields to the
hose o e.
Juga terdapat puisi kuno tentang
bagaimana
warna
memberikan
pengaruh terhadap masa depan:
Married i
hite, you ill ha e
chosen all right. Married in grey, you
will go far away. Married in black, you
will wish yourself back. Married in red,
you’ll ish yourself dead. Married i
blue, you will always be true. Married
i pearl, you’ll li e i a hirl. Married
in green, ashamed to be seen, Married
in yellow, ashamed of the fellow.
Married i
ro , you’ll li e out of

26 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a
Pengantin Wanita Indonesia

town. Married in pink, your spirits will
si k.
Revolusi Industri juga membawa
dampak perubahan. Mulai tahun 1890
dan kemunculan department store,
hampir
semua
wanita
dapat
mewujudkan
impiannya
untuk
menikah dengan mengenakan gaun
pengantin yang baru. Gaun pengantin
putih menjadi populer, dan pada
tahun 1890, Ladies Home Journal
menulis: That fro ti es i
e orial
the ride’s go
has ee
hite .
Walaupun pernyataan ini kurang
tepat, namun ini menunjukan betapa
sangat
diterimanya
jika
gaun
pengantin berwarna putih.
Pada saat pesta pernikahan, gaun
pegantin eropa ini biasanya dilengkapi
oleh beberapa aksesoris yang merupa
kan ciri khas utama yaitu:
1.

Veil / kerudung.

Bangsa Yunani dan Romawi Kuno
percaya bahwa veil dapat menjaga
pengantin perempuan dari kekuatan
jahat. Pada budaya timur, pemakaian
veil berkaitan dengan mitos bahwa
pengantin pria tidak boleh melihat
wajah pengantinnya sebelum upacara
pernikahan, untuk menghindari halhal yang buruk. Di Zaman Victoria, veil
menjadi bagian penting dari sebuah
gaun pengantin. Pernikahan Ratu
Victoria memang menjadi acuan
dalam tradisi pernikahan di abad 19.
Ia memadukan veil dengan bunga
orange blossom yang kemudian
menjadi tren.
Pada masa kini, bahan yang biasanya
digunakan sebagai bahan veil adalah
kain tulle. Veil berbahan kain tulle ini
pertama kali digunakan oleh Nellie
Curtis, anak perempuan dari George
Washington, presiden Amerika Serikat
yang pertama. Berawal saat Nellie
sedang duduk dibalik tirai tulle saat
ayahnya
berjalan
memasuki
kamarnya.
2.

Tiara

27 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

Sejak zaman Mesir dan Yunani kuno,
tiara, yang awalnya menyimbolkan
kedaulatan dan kekuasaan, hanya
dipakai oleh raja-raja dan pemuka
agama yang dianggap tinggi dan
terhormat. Seiring berjalannya waktu,
penggunaan tiara menjadi semakin
popular. Pemakaiannya berkembang
mulai dari zaman Napoleon, sampai
setelah restorasi monarki di Prancis.
Wedding Tiara adalah adaptasi dari
tradisi kuno. Sebelumnya, baju
pengantin tradisional tidak memakai
tiara. Tiara pertama kali dipakai
sebagai aksesori yang melengkapi
gaun pengantin oleh para pengrajin
perhiasan di Inggris pada abad ke-19.
Ini merupakan simbol kekayaan
seseorang pada masa itu.
3.

karma. Sejak abad pertengahan,
sarung tangan memang memiliki arti
yang berhubungan dengan cinta dan
kesetiaan.
Ada
tradisi
yang
mengharuskan calon pengantin pria
menghadiahkan
sarung
tangan
sebagai hadiah pertunangan, dan
pengantin perempuan memakainya di
hari pernikahan mereka. Walaupun
sempat
menghilang,
pemakaian
sarung tangan bagi pengantin
perempuan kembali hidup pada tahun
1930-an.
4. Buket bunga

Sarung tangan

Di zaman Victoria, pemakaian sarung
tangan yang dipadankan dengan gaun
pengantin
menyiratkan
seorang
perempuan yang mempunyai tata

Semula, pengantin perempun hanya
membawa sejumput tanaman obat,
karena dipercaya wanginya dapat
menangkal pengaruh kekuatan jahat,
kesialan dan penyakit. Bawang putih
adalah tanaman yang paling sering
digunakan. Pada Zaman Yunani dan
Romawi, tradisi ini digantikan dengan
mengenakan rangkaian bunga di

28 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a
Pengantin Wanita Indonesia

rambut sebagai simbol kehidupan
baru dan kesuburan.
3. Analisa Data
Walaupun seperti telah diketahui dari
keterangan diatas bahwa pada
awalnya gaun pengantin ini memang
berasal dari kebudayaan Eropa dan
terutama umat Kristiani, namun
seiring dengan perkembangan zaman
dan globalisasi budaya yang terjadi di
Indonesia, saat ini mulai bayak wanita
Indonesa
yang
lebih
memilih
menggunakan
gaun
pengantin
modern (Eropa/barat) dibandingkan
kebaya ataupun pakaian daerah
lainnya.
Salah satu buktinya adalah fenomena
beberapa tahun belakangan ini, mulai
berkembangnya
industri
penyelenggara pernikahan (wedding
organizer), bridal, dan desain gaun
pengantin. Tahun ini saja banyak
diadakan pameran–pameran bridal
(wedding exhibition) di kota-kota
besar di Indonesia, dan masyarakat
pun menyambutnya dengan sangat
antusias. Seperti pameran Bridal
World, Bridal Vaganza, Wong Hang
Wedding Exhibition, dan lain-lain yang
diadakan hampir setiap bulan dengan
megah di gedung-gedung besar
ataupun di ballroom hotel berintang
di Kota Bandung. Karena pada saat ini
gaya hidup masyarakat telah berubah
dan jasa bridal ini kini sudah menjadi
salah satu kebutuhan masyarakat di
kota-kota besar di Indonesia.
“uasa a pada pa era Bridal World
2011 di Graha Manggala Siliwangi,
Bandung
29 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

Dengan mulai dibutuhkannya industri
gaun pengantin modern ini di
Indonesia, maka orang pun berlombalomba untuk menggeluti usaha ini,
dengan
menimbang-nimbang
keuntungan
besar
yang
akan
diperoleh dari bidang ini. Sebagai
contoh saat ini banyak desainer
terkemuka Indonesia anggota APPMI
dan IPMI yang membuat line khusus
wedding dress pada rumah modenya
seperti Adjie Notonegoro, Deden
Siswanto, Biyan, Rusly Tjohnardi,
Harry Ibrahim, Ferry Sunarto dan lainlain seiring dengan meningkatnya
permintaan terhadap gaun pengantin
modern ini.

Dokumentasi karya para desainer anggota
APPMI Jawa Barat, pada acara Fahion
Tendence APPMI Jawa Barat 2011 di
Hotel Hyatt, Bandung

Selain peran para desainer, kalangan
yang berperan menciptakan trend ini
adalh kalangan artis dan public figur di
Indonesia yang memilih untuk
menggunakan
gaun
pengantin
modern pada saat pesta pernikahan
mereka yang tentu saja pesta
pernikhan tersebut diekspos oleh
media dan dilihat oleh masyarakat
yang kemudian ingin menirunya.

30 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a
Pengantin Wanita Indonesia

Namun dibalik maraknya penggunaan
gaun pengantin modern ini, bukan
berarti busana pengantin daerah
Indonesia ditinggalkan begitu saja.
Busana pengantin daerah tetap
menjadi pilihan utama misalnya
kebaya, tetapi desain kebaya saat ini
sudah berkembang menjadi sangat
beragam dan cenderungsemakin
modern.sebagai contoh, karya kebaya
modern paling popular saat ini adalah
kebaya modern karya Anne Avantie,
desainer
anggota
APPMI
asal
Semarang, Jawa tengah. Yang
karyanya selalu dipakai oleah para
selebritis
dan
kaum
sosialita,
termasuk selalu digunakan untuk Putri
Indonesia pada ajang pemilihan Miss
Universe pada sesi busana daerah.
Ia bahkan berhasil mencatatkan
prestasi tak hanya di dalam negeri
namun hingga ke mancanegara.
Pelanggannya datang dari kalangan
pejabat hingga selebritis. Beberapa
Miss Universe yang datang ke
Indonesia juga pernah mengenakan
kebaya rancangan Anne. Mereka
antara lain, Jennifer Hawkins (Miss
Universe 2004 asal Australia), Chyntia
Ollavaria (runner up 1 Miss Universe
2005 asal Puerto Rico), Zulyeka Rivera
Mendoza (Miss Universe 2006 asal
Puerto Rico), Riyo Mori (Miss Universe
2007 asal Jepang), serta Dayana
Mendoza (Miss Universe 2008 asal
Venezuela)
Di tangan Anne Avantie ini, kebaya
yang awalnya cenderung dianggap
sebagai busana konvensional yang
ketinggalan zaman, diubah menjadi
adibusana yang menembus garis batas
kedaerahan tanpa meninggalkan akar

budaya
bangsa.
Kebaya
hasil
kreativitasnya memberi warna baru
bagi perkembangan dunia fashion
Indonesia karena keberaniannya
menerobos aturan baku tentang
kebaya yang terkesan kuno dan kaku.
Dengan ciri khas tersebut, ia telah
menciptakan trend yang merupakan
tonggak baru eksplorasi garis rancang
dan siluet kebaya.
Kebaya ala Anne Avantie kemudian
banyak menginspirasi para pelakon
industri fashion untuk memproduksi
karya mirip kebaya Anne Avantie.

31 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

Kebaya modern karya Anne Avantie

Kebaya modern karya desainer Indonesa
lainnya

4. Kesimpulan
Melihat betapa gemerlap dan
megahnya gaya hidup masyarakat
Indonesia saat ini yang dapat dilihat
dari penggunaan gaun pengantin
yang mewah ini. Walaupun sebagai
pembenaran sering dikatakan bahwa
gaun pengantin ini kan memang
sangat istimewa karena hanya
dikenakan satu hari pada saat
pernikahan yang merupakan momen
yang sangat istimewa dan sakral
dalam kehidupan manusia.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa
dampak globalisasi budaya ini bukan
hanya terdapat pada tradisi dan
desain gaun pengantinnya saja,
tetapi
secara
umum
sangat
mempengaruhi gaya hidup orang
Indonesia
menjadi
berbudaya
konsumerisme.
Budaya
konsumerisme
adalah
budaya
konsumsi
yang
dikonstruksi
kapitalisme
melalui
proses
pe iptaaa difere si , itra , gaya
dan gaya hidup.Budaya belanja
didoro g oleh logika hasrat desire
da
kei gi a
want) yang jauh
lebih
besar
daripada
logika
kebutuhan
(need).
Orang
dikondisikan tidak sekedar membeli
barang, tetapi membeli citra, ilusi,
status simbol, prestise, dan gaya
hidup. Hal ini dikembangkan rasa
ketakutan untuk tidak mengikuti
yang baru (trend, fashion, mode).
Budaya ko su eris
the culture of
consumerism) adalah
kegiatan
konsumsi yang dimuati dengan
makna-makna simbolik tertentu
(prestise, status, kelas) dengan pola
dan tempo pengaturan tertentu.
Konsumsi ditopang oleh proses

32 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a
Pengantin Wanita Indonesia

penciptaaan difere si secara terus
e erus le at pe ggu aa
itra
dan tanda dalam proses konsumsi.
Konsumsi
adalah
aktivitas
menghabiskan nilai tanda (sign/
value). Maka dapat disimpulkan
bahwa pengaruh globalisasi yang
mengakibatkan konsumerisme pada
masyarakat ini salahsatu contohnya
dapat
dilihat
dari
fenomena
perubahan desain gaun pengantin ini.
Daftar Pustaka
Agus Sachari & Yan Yan Sunarya
Sejarah dan Perkembangan Desain
dan Dunia Kesenirupaan di Indonesia
Penerbit ITB 2002 Bandung

Hitchcock, Michael. 1991. Indonesian
Textiles. Singapore : Peripilus Edition
(HK) Ltd
Hottenroth, Friedrich. 2002, L’Art du
Costume, Pra is: L A e turi e.
O Hara,
Georgi a.
1
.
The
Encyclopedia of Fashion. London:
Thames and Hudson Ltd
Tim Penyusun Seri Buku Indonesia
Indah, 1997, Indonesia Indah Seri
Busana Daerah, Jakarta: Yayasan
Harapan Kita / BP3 TMII

Andrean, Tina. 2006. Wedding
Inspiration by Tina Andrean. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
Frings, Gini Stephens. 1987. Fashion
From Concept To Consumer. New
Jersey – USA : Prentice Hall, Inc

33 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2