ADSORPSI ION Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), DAN Pb(II) DALAM LARUTAN OLEH ALGA Chaetoceros sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (THE ADSORPTION of Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) IONS in AQUEOUS SOLUTION by ALGAE Chaetoceros sp with SILICA-MAGN

(1)

(2)

ABSTRACT

THE ADSORPTION of Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) IONS in AQUEOUS SOLUTION by ALGAE Chaetoceros sp

with SILICA-MAGNETITE COATING

BY DWIYANTO

In this research it has been conducted synthesis of silica algae hybrid adsorbent (HAS) and HAS-magnetite derived from Chaetoceros sp algae biomass. The synthesis results were characterized by infrared (IR) spectrophotometry to identify functional groups and Scanning Electron Microscopy (SEM) to analyze the surface morphology. The Results of the analysis of the adsorbent HAS and HAS-magnetite with IR spectrophotometer demonstrated the synthesis was performed successfully marked by the presence of the absorption bands of wavenumbers 2931.80 cm-1 indicating the stretching vibration of C-H from (-CH2) aliphatic of Chaetoceros sp algae biomass . The adsorption test on adsorbent was carried out using solution of monometal, ion pairs and multimetal. The concentrations of metal ions were analyzed by atomic absorption spectrophotometry (AAS). The data of monometal absorption and multimetal by Chaetoceros sp of algae biomass, HAS, and HAS-magnetite follow these orders: Pb(II)>Cd (II)>Zn(II)>Cu(II)>Ni (II) ion. Desorption of metal ion on Chaetoceros sp algae, HAS, HAS-magnetite was done by using water and Na2EDTA solution produced a number of metal ion desorption following these orders : Zn(II)>Cd(II)> Cu(II)>Ni(II)>Pb(II).


(3)

ABSTRAK

ADSORPSI ION Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), DAN Pb(II) DALAM LARUTAN OLEH ALGA Chaetoceros sp DENGAN

PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT Oleh

DWIYANTO

Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis adsorben hibrida alga silika (HAS) dan HAS-magnetit yang berasal dari biomassa alga Chaetoceros sp. Hasil sintesis dikarakterisasi dengan spektrofotometer inframerah (IR) untuk mengidentifikasi gugus fungsional dan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui morfologi permukaan. Hasil analisis adsorben HAS dan HAS-magnetit dengan spektrofotometer IR menunjukkan bahwa sintesis telah berhasil dilakukan yang ditandai dengan adanya pita serapan pada bilangan gelombang 2931,80 cm-1 berasal dari vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik dari biomassa alga Chaetoceros sp. Uji adsorpsi pada adsorben dilakukan dengan menggunakan larutan monologam, pasangan ion dan multilogam. Kadar ion logam dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom (SSA). Data adsorpsi monologam dan multilogam oleh adsorben biomassa alga Chaetoceros sp, HAS, dan HAS-magnetit megikuti urutan sebagai berikut: ion Pb(II)>Cd(II)>Zn(II)>Cu(II)>Ni(II). Desorpsi ion logam pada alga Chaetoceros sp, HAS, HAS-magnetit dilakukan dengan menggunakan pendesorpsi air dan larutan Na2EDTA menghasilkan jumlah ion logam terdesorpsi dengan urutan sebagai berikut: Zn(II) > Cd(II )> Cu(II) > Ni(II) > Pb(II).


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biomassa Alga ... 4

B. Silika Gel... 5

C. Immobilisasi Biomassa Alga ... 6

D. Proses Sol-Gel... 8

E. Magnetit (Fe3O4) ... 10

F. Adsorpsi dan Desorpsi ... 11

G. Ion logam yang digunakan ... 17

H. Karakterisasi ... 20

1. Spektrofotometer inframerah (IR) ... 20

2. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA ) ... 20

3. Analisis morfologi Permukaan dengan SEM ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 23

C. Prosedur Penelitian ... 24

1. Pembuatan Biomassa Alga Chaetoceros sp ... 24

2. Sintesis ... 25

a. Hibrida alga silika (HAS) ... 25


(7)

3. Karakterisasi Material ... 26

4. Uji adsorpsi ... 26

a. Monologam……….. 26

b. Pasangan ion……… 26

c. Multilogam……….. 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Sintesis dan Karakterisasi ... 28

1. Karakterisasi dengan Spektrofotometer IR ... 29

2. Karakterisasi dengan SEM ... 31

B. Uji Adsorpsi ... 32

1. Monologam ... 32

2. Pasangan Ion ... 37

3. Multilogam ... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang di laut adalah alga. Berbagai jenis alga terdapat di lautan, antara lain alga hijau Nanocloropsis sp, dan alga coklat Chaetoceros sp. Ditinjau secara biologi, alga merupakan tumbuhan yang berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel dan berbentuk koloni. Alga memiliki banyak kandungan di dalamnya seperti bahan-bahan organik yakni polisakarida, hormon, vitamin, mineral, dan juga senyawa bioaktif (Setiawan, 2004).

Alga merupakan suatu mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan dalam sistem adsorpsi yang digunakan dalam proses pengambilan logam-logam berat dari perairan seperti kadmium (Cd), timbal (Pb), seng (Zn), merkuri (Hg), tembaga (Cu), dan besi (Fe) (Buhani et al., 2012). Jenis-jenis alga tertentu telah ditemukan mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam dalam keadaan hidup atau dalam sel mati (biomassa). Gugus fungsi yang terdapat dalam alga dapat berikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut antara lain: gugus karboksil, hidroksil, dan amino yang terdapat di dalam dinding sel dalam sitoplasma (Mahan et al., 1989). Akan tetapi, kemampuan alga dalam menyerap ion-ion logam sangat dibatasi oleh beberapa kelemahan seperti ukurannya yang


(9)

sangat kecil, berat jenisnya yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain. Untuk mengatasi kelemahan tersebut berbagai upaya dilakukan, diantaranya dengan mengimmobilisasi biomassanya (Harris and Ramelow,1990).

Salah satu material yang sering digunakan sebagai matriks pendukung untuk immobilisasi biomassa alga adalah silika gel. Silika gel merupakan padatan anorganik yang memiliki sisi aktif permukaan seperti gugus silanol (-Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) serta mempunyai luas permukaan yang besar. Oleh karena itu, immobilisasi biomassa alga dengan matriks pendukung silika diharapkan dapat meningkatkan stabilitas kimia dan kemampuan yang lebih besar dalam menyerap logam berat (Fahmiati dkk., 2004).

Lebih lanjut, biomassa alga dimodifikasi dengan teknik pelapisan partikel magnetit (Fe3O4). Teknik ini merupakan metode yang cukup baik untuk mengatasi adanya gumpalan padatan tersuspensi (flocculant) dalam limbah industri yang diolah (Jeon, 2011; Peng et al., 2010; Lin et al., 2011). Dengan dilakukannya pelapisan magnetit pada biomassa alga Chaetoceros sp ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas fisik dan laju adsorpsinya, sehingga dapat digunakan sebagai adsorben yang lebih efektif terhadap logam berat dari limbah cair yang dihasilkan industri (Jeon, 2011; Peng et al., 2010; Lin et al., 2011).

Pada penelitian ini telah dilakukan modifikasi biomassa alga dengan silka gel sebagai matriks yang telah dilapisi partikel magnetit (Fe3O4) sebagai adsorben


(10)

yang digunakan untuk adsorpsi pada ion logam Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) yang meliputi kajian adsorpsi pada larutan monologam, pasangan ion, dan multilogam. Material yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan

spektrofotometer inframerah untuk mengidentifikasi gugus fungsi. Analisis morfologi permukaan menggunakan spektofotometer Scanning Electron Microscopy (SEM). Kadar ion logam yang teradsorpsi dianalisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari proses sintesis dan karakterisasi material alga-silika, dan alga yang dilapisi silika-magnetit.

2. Mempelajari adsorpsi ion Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) dalam larutan monologam, pasangan ion, multilogam oleh biomassa alga Chaetoceros sp, HAS, dan HAS-magnetit.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang proses modifikasi alga, alga-silika, dan alga-silika-magnetit sehingga dapat diaplikasikan sebagai adsorben penyerap logam berat.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biomassa Alga

Banyak mikroorganisme yang hidup di daerah perairan salah satu adalah alga. Mikroorganisme ini memiliki bentuk dan ukuran yang beranekaragam, ada yang mikroskopis, bersel satu, berbentuk benang/ pita atau berbentuk lembaran. Alga dikelompokkan atas beberapa kelas diantaranya: Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga coklat), Chlorophyceae (alga hijau), dan Cyanophyceae (alga biru). Menurut Pratiwi (2000), alga Chaetoceros spmerupakan salah satu jenis alga yang termasuk spesies alga coklat (Phaeophyceae). Warna alga coklat disebabkan adanya pigmen coklat (fukosantin), yang secara dominan menyelubungi warna hijau dari klorofil pada jaringan.

Adapun biomassa alga yang digunakan pada penelitian ini adalah biomassa alga Chaetoceros sp. Chaetoceros sp merupakan salah satu jenis alga yang termasuk spesies alga coklat (Phaeophyceae). Warna alga coklat disebabkan adanya pigmen coklat (fukosantin), yang secara dominan menyelubungi warna hijau dari klorofil pada jaringan. Selain fukosantin, alga coklat juga mengandung pigmen lain seperti klorofil a, klorofil c, violaxantin, β- karotein, dan diadinoxantin (Pratiwi, 2000).


(12)

Alga memiliki kelemahan seperti ukurannya yang sangat kecil, berat jenisnya yang rendah dan mudah rusak karena terdegradasi oleh mikroorganisme lain sehingga kemampuan alga dalam menyerap ion-ion logam sangat di batasi oleh kelemahan tersebut. Immobilisasi biomassa adalah salah satu cara untuk mengatasi kelemahan tersebut, immobilisasi biomassa dapat dilakukan dengan mengunakan silika gel (Harris and Ramelow, 1990).

B. Silika Gel

Silika gel merupakan silika amorf tersusun dari tetrahedral SiO4 yang tersusun

secara tidak beraturan dan beragregasi membentuk kerangka tiga dimensi yang terbentuk karena kondensasi asam ortosilikat. Struktur satuan mineral silika pada dasarnya mengandung kation Si4+ yang terkoordinasi secara tetrahedral dengan anion O2-. Rumus kimia silika gel secara umum adalah SiO2.xH2O (Oscik, 1982).

Kemampuan adsorpsi silika gel dipengaruhi oleh adanya situs aktif pada

permukaannya yakni berupa gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si). Sifat adsorpsi silika gel ditentukan oleh orientasi dari ujung tempat gugus hidroksi yang berkombinasi (Hartono dkk., 2002). Ketidakteraturan susunan permukaan tetrahedral SiO4 pada silika gel menyebabkan jumlah distribusi satuan luas bukan

menjadi ukuran kemampuan adsorpsi silika gel walaupun gugus silanol dan siloksan terdapat pada permukaan silika gel. Kemampuan adsorpsi silika gel ternyata tidak sebanding dengan jumlah gugus silanol dan siloksan yang ada pada permukaan silika gel, namun bergantung pada distribusi gugus –OH per satuan luas adsorben (Oscik, 1982).


(13)

Silika banyak digunakan karena merupakan padatan pendukung yang memiliki kelebihan yaitu stabil pada kondisi asam, inert, biaya sintesis rendah, memiliki karakteristik pertukaran massa yang tinggi, porositas, luas permukaan, dan memiliki daya tahan tinggi terhadap panas. Selain itu, silika gel memiliki situs aktif berupa gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) di permukaan (Na et al., 2006).

Adapun kelemahan dari penggunaan silika gel adalah rendahnya efektivitas dan selektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan ion logam berat sehingga silika gel tidak mampu berfungsi sebagai adsorben yang efektif yang ada hanya berupa gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si). Akan tetapi, kekurangan ini dapat diatasi dengan memodifikasi permukaan dengan menggunakan situs aktif yang sesuai untuk mengadsorpsi ion logam berat yang dikehendaki (Nuzula, 2004).

C. Immobilisasi Biomassa Alga

Pemanfaatan biomassa alga terkadang memiliki beberapa kelemahan yaitu ukurannya yang sangat kecil, berat jenis yang rendah, dan strukturnya mudah rusak akibat degradasi oleh mikroorganisme lain. Untuk mengatasi kelemahan tersebut berbagai upaya dilakukan, diantaranya dengan mengimmobilisasi biomassanya. Immobilisasi biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan (1) matrik polimer seperti polietilena, glikol, dan akrilat, (2) oksida seperti alumina, silika, dan (3) campuran oksida seperti kristal aluminasilikat, asam polihetero, dan karbon (Harris and Rammelow, 1990).


(14)

Untuk meningkatkan kestabilan biomassa alga sebagai adsorben, maka dilakukan immobilisasi dengan matriks pendukung seperti silika gel. Silika gel merupakan salah satu adsorben yang paling sering digunakan dalam proses adsorpsi. Hal ini disebabkan oleh mudahnya silika diproduksi dan sifat permukaan (struktur geometri pori dan sifat kimia pada permukaan) dan dapat dengan mudah

dimodifikasi (Fahmiati dkk., 2004). Silika gel memiliki gugus silanol dan gugus siloksan tanpa pemodifikasian terlebih dahulu namun dapat juga mengadsorpsi ion logam (Sriyanti dkk., 2001). Namun, silika gel diketahui memiliki kapasitas dan selektivitas adsorpsi yang rendah apabila diinteraksikan dengan ion logam berat (Nuzula, 2004; Airoldi and Ararki, 2001).

Agar laju dan kapasitas adsorben meningkat dalam mengadsorpsi ion logam, maka dilakukan teknik pelapisan silika dengan magnetit (Fe3O4). Penambahan

magnetit ini dapat meningkatkan stabilitas adsorben dengan jalan melapisi permukaan silika dengan magnetit secara in-situ. Lapisan permukaan silika diharapkan berfungsi sebagai perisai terhadap pengaruh lingkungan, sehingga magnetit lebih stabil. Pertama, karena silika yang melapisi permukaan nanopartikel magnetit menghalangi gaya tarik-menarik magnetit dipolar

antarpartikel, sehingga terbentuk partikel yang mudah terdispersi di dalam media cair dan terlindungi dari kerusakan dalam suasana asam. Kedua, terdapatnya gugus silanol dalam jumlah besar pada lapisan silika mempermudah aktivasi magnetit. Gugus silanol menjadi tempat berikatnya berbagai gugus fungsi seperti karbonil, biotin, avidin, dan molekul lainnya sehingga memudahkan aplikasi magnetit terutama di bidang biomedis. Selain itu, lapisan silika memberikan sifat inert yang berguna bagi aplikasi pada sistem biologis (Pankhurst et al., 2003;


(15)

Deng, 2005). Metode ini merupakan salah satu teknik yang dapat mengatasi adanya gumpalan padatan tersuspensi dalam limbah industri yang diolah (Jeon, 2011; Peng et al., 2010; Lin et al., 2011).

D. Proses Sol-gel

Sol-gel adalah suatu suspensi koloid dari partikel silika yang digelkan ke bentuk padatan. Sol adalah suspensi dari partikel koloid pada suatu cairan atau larutan molekul polimer (Rahaman, 1995). Didalam sol ini terdapat terlarut partikel halus dari senyawa hidroksida atau senyawa oksida logam. Proses tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses gelasi dari sol tersebut untuk membentuk jaringan dalam suatu fasa cair yang kontinu, sehingga terbentuk gel (Sopyan dkk., 1997).

Gambar 1. Tetraetilortosilikat (TEOS).

Pada proses sol-gel, bahan dasar yang digunakan untuk membentuk sol dapat berupa logam alkoksida seperti TEOS. Rumus kimia dari TEOS adalah Si(OC2H5 )4. TEOS mudah terhidrolisis oleh air dan mudah digantikan oleh grup OH. Selanjutnya silanol (Si-OH) direaksikan antara keduanya atau direaksikan


(16)

dengan grup alkoksida non hidrolisis untuk membentu ikatan siloksan (Si-O-Si) dan mulailah terbentuk jaringan silika. Reaksi tersebut dapat dilihat dari

persamaan (Prassas, 2002):

Hidrolisis

≡Si-OR + H-OH ≡Si-OH + ROH Polikondensasi

≡Si-OH + HO-Si≡ ≡Si-O-Si≡ + H2O ≡Si-OH + RO-Si≡ ≡Si-O-Si≡ + ROH

Jaringan silika amorf 3 dimensi (3D) dapat terbentuk pada temperatur ruang. Viskositas larutan secara kontinu meningkat dimana pada saat itu larutan akan menjadi gel. Parameter yang berpengaruh pada reaksi ini adalah pH, kandungan air, konsentrasi, temperatur dan pengeringan (Prassas, 2002). Proses sol-gel telah banyak dikembangkan terutama untuk pembuatan hibrida, kombinasi oksida anorganik (terutama silika) dengan alkoksilan (Fahmiati dkk., 2004). Penggunaan proses sol-gel untuk sintesis beberapa bahan hibrida anorganik-organik telah banyak dilakukan diantaranya yaitu dengan metode pembuatan hibrida silika terutama proses sol-gel untuk tujuan adsorpsi. Penggunaan TEOS yang

digunakan sebagai bahan dasar yang dicampur dengan senyawa organik aktif 2-{2-{3-(trimetoksisilil)-propilamino}-etiltio} etanatiol (NSSH) (Airoldi and Ararki, 2001). Hibrida silika yang dihasilkan digunakan untuk adsorpsi logam divalen (Terrada et al., 1983).

Imobilisasi etilendiamin pada permukaan silika gel dari prekursor TEOS melalui proses sol-gel dan digunakan sebagai adsorben untuk adsorpsi ion Cu(II), Hg(II)


(17)

dan Co(II) (Cestari et al., 2000). Selain itu, ada pula modifikasi silika gel dari prekursor TEOS dengan 5-Amino- 1, 3, 4 - Tiadiazol -2-Tiol untuk adsorpsi beberapa ion logam berat yaitu Cu(II), Co(II), Ni(II), Cd(II), Pb(II), dan Hg(II) (Tzvetkova et al., 2010). Untuk modifikasi silika gel, melalui proses sol-gel inilah lebih sederhana dan cepat karena reaksi pengikatan berlangsung bersamaan dengan proses pembentukan padatan, sehingga diharapkan ligan yang

terimobilisasi lebih banyak (Sriyanti dkk., 2001).

E. Magnetit (Fe3O4)

Magnetit mempunyai rumus kimia Fe3O4 dan mempunyai struktur spinel dengan sel unit kubik yang terdiri dari 32 ion oksigen, celah-celahnya ditempati oleh ion Fe2+ dan Fe3+. Nanopartikel magnetit sangat intensif dikembangkan karena sifatnya yang menarik dalam aplikasinya di berbagai bidang, seperti fluida dan gel magnet, katalis, pigmen pewarna, dan diagnosa medik. Beberapa sifat

nanopartikel magnetit ini bergantung pada ukurannya. Magnetit ini akan bersifat superparamagnetitik ketika ukuran suatu partikel magnetitisnya di bawah 10 nm pada suhu ruang, artinya bahwa energi termal dapat menghalangi anisotropi energi penghalang dari sebuah nanopartikel tunggal. Karena itu, sintesis

nanopartikel yang seragam dengan mengatur ukurannya menjadi salah satu kunci masalah dalam ruang lingkup sintesis ini (Hook and Hall, 1991).

Magnetit (Fe3O4) atau oksida besi hitam merupakan oksida besi yang paling kuat sifat magnetisnya yang saat ini menarik perhatian para ilmuwan dan rekayasawan untuk mempelajarinya secara intensif (Teja and Koh, 2008). Magnetit yang


(18)

berukuran nano banyak dimanfaatkan pada proses-proses industri (misalnya sebagai tinta cetak, pigmen pada kosmetik) dan pada penanganan masalah-masalah lingkungan (misalnya sebagai magnetic carrier precipitation process untuk menghilangkan anion atau pun ion logam dari air dan air limbah).

Nanopartikel magnetit juga dimanfaatkan dalam bidang biomedis baik secara in vivo (di dalam tubuh) maupun in vitro (di luar tubuh), misalnya sebagai agen magnetis pada aplikasi-aplikasi biomolecule separation, drug delivery system, hyperthermia theraphy, maupun sebagai contrast agent pada magnetic Resonance Imaging (Cabrera et al., 2008).

F. Adsorpsi dan Desorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu komponen bergerak dari suatu fasa menuju permukaan yang lain sehingga terjadi perubahan konsentrasi pada permukaan. Zat yang diserap disebut adsorbat sedangkan zat yang menyerap disebut adsorben. Pada umumnya adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan adsorpsi fisika (fisisorpsi) (Keenan and Kleinfelter, 1984).

1. Adsorpsi ion logam

Adsorpsi menyangkut akumulasi atau pemusatan substansi adsorbat dan dapat terjadi pada antar muka dua fasa. Fasa yang menyerap disebut adsorben dan fasa yang terserap disebut adsorbat. Kebanyakan adsorben adalah bahan-bahan yang


(19)

memiliki pori karena adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam adsorben (Oscik, 1982).

Proses adsorpsi terjadi akibat adanya interaksi melalui gaya Van der Waals , gaya elektrostatik, ikatan hidrogen dan ikatan kovalen. Gaya Van der Waals timbul karena adanya osilasi (kekuatan saling mempengaruhi) awan elektron dari atom atau molekul yang letaknya berdekatan. Osilasi tersebut menimbulkan gaya tarik menarik yang lemah antara atom atau molekul satu sama lain (Oscik, 1982). Gaya elektrostatik timbul karena adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang berlawanan muatannya. Gaya tersebut akan menimbulkan tarikan ion-ion ke permukaan adsorben yang muatannya berlawanan. Ikatan hidrogen terjadi antara molekul jika atom hidrogennya berikatan secara kovalen dengan atom yang sangat elektronegatif. Ikatan kovalen terjadi karena penggunaan elektron secara

bersama-sama atau pembentukan ikatan kompleks antara gugus donor dan akseptor elektron (Keenan and Kleinfelter, 1984).

Proses adsorpsi larutan secara teoritis berlangsung lebih rumit dibandingkan proses adsorpsi pada gas, uap atau cairan murni. Hal ini disebabkan pada adsorpsi larutan melibatkan persaingan antara komponen larutan dengan situs adsorpsi. Proses adsorpsi larutan dapat diperkirakan secara kualitatif dari polaritas adsorben dan komponen penyusun larutan. Kecenderungan adsorben polar lebih kuat menyerap adsorbat polar dibandingkan adsorbat non-polar, demikian pula

sebaliknya. Kelarutan adsorbat dalam pelarut umumnya substansi hidrofilik sukar teradsorpsi dalam larutan encer (Shaw, 1983).


(20)

Proses adsorpsi padat cair dipengaruhi orientasi dari molekul yang teradsorpsi. Orientasi dari molekul yang teradsorpsi tergantung pada dua hal yaitu: sifat interaksi antara permukaan adsorben dan molekul dan sifat interaksi antara molekul-molekul pada larutan. Adapun interaksi antara ion logam (adsorbat) dengan adsorben pada proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Sifat logam dan ligan

Sifat ion logam yakni: (1) ukuran ion logam, makin kecil ukuran ion logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil, (2) polarisabilitas ion logam, makin tinggi polarisabilitas ion logam makan kompleks yang terbentuk semakin stabil, (3) energi ionisasi, makin tinggi energi ionisasi suatu logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil.

Sifat ligan yakni: (1) kebasaan, makin kuat basa Lewis suatu ligan maka semakin stabil kompleks yang terbentuk, (2) polarisabilitas dan momen dipol, makin tinggi polaritas dan polarisabilitas suatu ligan makin stabil kompleks yang terbentuk, dan (3) faktor sterik, tingginya rintangan sterik yang dimiliki oleh ligan akan menurunkan stabilitas kompleks (Huheey et al., 1993).

b. Pelarut

Proses adsorpsi dapat ditinjau melalui sifat kepolaran baik dari adsorben, komponen terlarut maupun pelarutnya. Pada adsorpsi padat cair, mekanisme adsorpsi bergantung pada gaya interaksi antara molekul dari komponen larutan dengan lapisan permukaan adsorben dengan pori-porinya. Pelarut dapat ikut teradsorpsi atau sebaliknya dapat mendorong proses adsorpsi. Di dalam pelarut


(21)

air umumnya zat-zat yang hidrofob dari larutan encer atau cenderung teradsorpsi lebih banyak pada adsorben dibanding zat hidrofil (Oscik, 1982).

c. Pengaruh pH sistem

Selain dari faktor interaksi ion logam dalam logam, pelarut, pH sistem juga berpengaruh dalam proses adsorpsi. Pada kondisi pH tinggi maka silika gel akan bermuatan netto negatif (kondisi larutan basa) sedangkan pada pH rendah (kondisi larutan asam) akan bermuatan netto positif sampai netral (Spiakov, 2006).

Pada pH rendah, permukaan ligan cenderung terprotonasi sehingga kation logam juga berkompetisi dengan H+ untuk terikat pada ligan permukaan. Pada pH tinggi, dimana jumlah ion OH- besar menyebabkan ligan permukaan cenderung terdeprotonasi sehingga pada saat yang sama terjadi kompetisi antara ligan permukaan dengan ion OH- untuk berikatan dengan kation logam (Stum and Morgan, 1996).

2. Parameter adsorpsi a. Selektivitas adsorpsi

Selektivitas adsorpsi merupakan kemampuan suatu adsorben untuk menyerap adsorbatnya. Selektifitas adsorpsi pada adsorben HAS dipelajari dengan

melakukan kompetisi adsorpsi ion Cd(II) (109 pm) terhadap pasangannya dengan ion Ni(II) (83 pm), Zn(II) (88 pm), dan Cu(II) (87 pm) dalam larutan. Ion-ion logam tersebut dipilih berdasarkan perbedaan jari-jari ion dan perbedaan keasaman ion-ion logamnya (Buhani et al., 2010).


(22)

Untuk menentukan jumlah logam teradsorpsi, rasio distribusi dan koefisien selektifitas pada proses adsorpsi ion logam terhadap adsorben alga Chaetoceros sp, (HAS) dan HAS-magnetit dapat digunakan persamaan berikut :

Q = (Co-Ce)V/W (1)

%A = (Co-Ce)/Co x 100 (2)

Dimana Q menyatakan jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg g-1), Co dan Ce

menyatakan konsentrasi awal dan kesetimbangan dari ion logam (mmol L-1), W adalah massa adsorben (g), V adalah volume larutan ion logam (L), A (%) persentase teradsorpsi (Buhani et al., 2009).

Persentase ikatan ionik ini dapat dihitung berdasarkan perbedaan

keelektronegatifan melalui persamaan Pauling (Douglas dkk, 1994) berikut ini: % Ikatan ionik A-B = 100. [1 - е-(1/4)(χA –χB)2] (3)

Dimana: χA =Harga elektronegatifitas Pauling atom A

χB =Harga elektronegatifitas Pauling atom B

Hasil perhitungan karakter ikatan ionik antara ion logam dengan atom O dalam molekul air. Masing-masing harga elektronegatifitas Pauling (Missler and Tarr, 1991) adalah χNi = 1,91, χCu = 1,9, χZn = 1,65, χCd = 1,69, dan χPb = 2,33, χO= 3,44, χN = 3,04 seperti yang terdapat pada Tabel 1.


(23)

Tabel 1. Persentase ikatan ionik hasil interaksi ion logam-ligan Interaksi

logam-ligan

Selisih

Elektronegatifitas Ikatan Ionik (%) Ikatan Kovalen (%)

Ni-O 1,53 44,30 55,70

Ni-N 1,13 27,33 72,67

Cu-O 1,54 44,73 55,27

Cu-N 1,14 27,74 72,26

Zn-O 1,79 55,11 44,89

Zn-N 1,39 38,31 61,69

Cd-O 1,75 53,49 46,51

Cd-N 1,35 36,59 63,41

Pb-O 1,11 26,51 73,49

Pb-N 0,71 11,84 88,16

Desorpsi adalah proses penyingkiran atom, molekul, atau ion yang terjerat pada permukaan (Oxford, 1994). Desorpsi dapat juga berarti suatu fenomena dimana suatu zat lepas dari permukaan. Wankasi (2005) meneliti proses desorpsi ion logam Pb(II) dan Cu(II) dengan biomassa Nypa Fruticans Wurmb dilakukan dengan menggunakan asam, basa, dan larutan netral. Kemudian persentase ion logam Cu(II) dan Pb(II) dihitung menggunakan rumus:

% Desorpsi

umlah ion logam terdesorpsi

umlah ion logam teradsorpsi

x 100% (4)

Maka diperoleh % desorpsi dari ion logam Pb(II) dan Cu(II) masing-masing adalah: dalam larutan asam 75,3 dan 63,7%, dalam larutan basa 18,9 dan 14,06%, serta 3,35 dan 2,44% pada larutan netral, waktu interaksi dilakukan selama 140 menit.


(24)

Desorpsi terjadi bila proses adsorpsi yang terjadi sudah maksimal, permukaan adsorben jenuh/tidak mampu lagi menyerap adsorbat dan terjadi kesetimbangan. Desorpsi biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan larutan tertentu untuk memulihkan kemampuan biomassa agar tidak rusak dan dapat digunakan kembali. Larutan yang biasa digunakan untuk desorpsi yaitu HCl, H2SO4, asam asetat,

HNO3 dengan konsentrasi yang bervariasi tergantung pada jenis alga dan logam

yang diserap (Volesky and Diniz, 2005).

G. Ion Logam yang digunakan

Bila ditinjau dari definisi asam-basa menurut G.N. Lewis, maka interaksi antara ion logam dengan adsorben dapat dipandang sebagai reaksi asam Lewis dengan basa Lewis, yang mana ion logam berperan sebagai asam Lewis yang menjadi akseptor pasangan elektron dan adsorben sebagai basa Lewis yang menjadi donor pasangan elektron. Dengan demikian, prinsip-prinsip yang berlaku dalam

interaksi asam-basa Lewis dapat digunakan dalam adsorpsi ion logam (Keenan dan Kleinfelter, 1984).

Prinsip yang digunakan secara luas dalam reaksi asam-basa Lewis adalah prinsip HSAB yang dikembangkan Pearson. Prinsip ini didasarkan pada polaribilitas unsur yang dikaitkan dengan kecenderungan unsur (asam atau basa) untuk berinteraksi dengan unsur lainnya. Ion-ion logam yang berukuran kecil, bermuatan positif besar, elektron terluarnya tidak mudah terdistorsi dan memberikan polarisabilitas kecil dikelompokkan dalam asam keras. Ion-ion logam yang berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah


(25)

terdistorsi dan memberikan polarisabilitas yang besar dikelompokkan dalam asam lunak. Ion Ni(II) dan Zn(II) merupakan golongan asam menengah yang mana akan berinteraksi dengan ligan yang bersifat basa keras, sehingga diharapkan dapat berinteraksi dengan semua ion logam divalen tersebut (Huheey et al., 1993). Adapun logam yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

a. Nikel (Ni)

Nikel merupakan unsur kimia dengan lambang Ni, dengan nomor atom 28 dan massa relatif 58,71. Nikel merupakan logam putih perak yang keras. Logam ini melebur pada 1455°C, dan bersifat sedikit magnetis. Memiliki sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan terhadap oksidasi dan kemampuan mempertahankan sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim (Cotton dan Wilkinson, 1989).

b. Seng (Zn)

Seng adalah unsur kimia dengan lambang Zn, dengan nomor atom 30 dan massa relatif 65,39. Seng tidak diperoleh bebas di alam, melainkan dalam bentuk terikat. Mineral yang mengandung seng di alam bebas antara lain kelamin, franklinit, smithsonit, willenit, dan zinkit. Seng merupakan logam putih kebiruan dan logam ini cukup reaktif. Seng melebur pada 410°C dan mendidih pada 906°C (Cotton dan Wilkinson, 1989).

c. Logam Cadmium (Cd)

Cadmium ( latin cadmia) adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cd dan nomor atom 48. Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi. Cadmium murni berupa logam berwarna putih


(26)

perak dan lunak, namun bentuk ini tak lazim ditemukan di lingkungan. Umumnya cadmium terdapat dalam kombinasi dengan elemen lain seperti Oksigen

(Cadmium Oxide), Clorine (Cadmium Chloride) atau belerang (Cadmium Sulfide) (Cotton dan Wilkinson, 1998).

d. Logam Tembaga (Cu)

Tembaga adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu dan nomor atom 29. Tembaga murni sifatnya halus dan lunak, dengan permukaan berwarna jingga kemerahan. Tembaga dicampurkan dengan timah untuk membuat perunggu (Cotton dan Wilkinson, 1989).

e. Logam Timbal (Pb)

Timbal (Pb) merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu

kebiruan dengan titik leleh 327 ºC dan titik didih 1,620 ºC. Pada suhu 550–600 ºC timbal menguap dan bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lentur, timbal sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah Pb(II) dan senyawa organometalik yang terpenting

adalah timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML : tetra methyl lead) dan timbal stearat merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau karat, sehingga sering digunakan sebagai bahan coating (Suciani, 2007).


(27)

H. Karakterisasi

1. Spektrofotometer inframerah (IR)

Spektrofotometri inframerah dari suatu molekul merupakan hasil transisi antara tingkat energi getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation). Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Panjang gelombang eksak dari adsorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Menurut Khopkar (2001) spektrum serapan IR merupakan suatu perubahan simultan dari energi vibrasi dan energi rotasi dari suatu molekul. Kebanyakan molekul organik cukup besar sehingga spektrum peresapannya kompleks. Konsep dasar dari spektra vibrasi dapat diterangkan dengan menggunakan molekul sederhana yang terdiri dari dua atom dengan ikatan kovalen.

2. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Metode analisis dengan SSA didasarkan pada penyerapan energi cahaya oleh atom-atom netral suatu unsur yang berada dalam keadaan gas. Penyerapan cahaya oleh atom bersifat karakteristik karena tiap atom hanya menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu yang energinya sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron-elektron dari atom yang bersangkutan di tingkat yang lebih tinggi, sedangkan energi transisi untuk masing-masing unsur adalah sangat khas.


(28)

Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional. Pada metode konvensional emisi tergantung pada sumber eksitasi, bila eksitasi dilakukan secara termal maka akan tergantung pada temperatur sumber (Khopkar, 2001).

Dalam proses adsorpsi, keberhasilan pembuatan adsorben tercetak ion dapat dilihat menggunakan SSA. Adsorben yang telah tercetak ion diharapkan

mengandung konsentrasi ion logam yang kecil. SSA juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar ion logam yang teradsorpsi maupun yang terdapat dalam adsorben. Ion logam yang teradsorpsi dihitung secara kuantitatif berdasarkan selisih konsentrasi ion logam sebelum dan sesudah adsorpsi (Yuliasari, 2003).

3. Analisis morfologi permukaan dengan SEM

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elektron digunakan sebagai alat pendeteksi objek pada skala yang amat kecil.

Prinsip kerja SEM, dengan cara mengalirkan arus pada kawat filamen tersebut dan perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron. Elektron tersebut

dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron difokuskan dengan sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron mengenai target,

informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda yang mengatur intensitasnya. Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari tabung sinar katoda dihubungkan dengan jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi tinggi dan menembus


(29)

cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar keluar dari aliran sinar utama, sehingga tercipta lebih banyak elektron bebas, dengan demikian energinya habis lalu melepaskan diri dari target. Elektron ini kemudian dialirkan ke unit

demagnifikasi dan dideteksi oleh detektor dan selanjutnya dicatat sebagai suatu foto (Wagiyo dan Handayani, 1997).


(30)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2013 di

Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Lampung. Pengambilan alga Chaetoceros sp di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Identifikasi gugus fungsional menggunakan alat spektrofotometer IR Prestige-21 Shimadzu dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Gajah Mada. Analisis morfologi permukaan menggunakan SEM type JSM 6360 LA, dan kadar ion logam yang teradsorpsi dilakukan analisis menggunakan SSA (Perkin Elmer 3100) dilakukan di Laboratorium Analitik FMIPA Universitas Gajah Mada.

.

B. Alat dan Bahan 1. Alat-alat

Peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium seperti gelas kimia, gelas plastik, gelas ukur, pipet tetes, spatula, corong, neraca analitis, pengaduk magnet, batang pengaduk, oven, pH indikator universal, kertas saring Whatman No.42, spektrofotometer IR,


(31)

Scanning Electron Microscope (SEM), dan Spektrofotometer serapan atom (SSA).

2. Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alga Chaetoceros sp, TEOS, HCl 1 M, NH3, magnetit (Fe3O4), Ni(NO3)2•6H2O p.a merck,

Cu(NO3)2•3H2O p.a merck, Zn(NO3)2•6H2O p.a Merck, Cd(NO3)2•4H2O p.a

Merck, Pb(NO3)2•6H2O p.a Merck, etanol p.a Merck, etanol teknis, akuades,

NaOH, dan Na2EDTA 0,1 M.

C. Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Biomassa Alga Chaetoceros sp

Biomassa alga diperoleh dari isolasi alga Chaetoceros sp yang dihasilkan dari pembudidayaan dalam skala laboratorium di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Biomassa alga yang dihasilkan dalam bentuk nata, dinetralkan dengan menggunakan akuades hingga pH 7, dan dikeringkan pada suhu ruang selama 3-4 hari. Kemudian alga yang sudah kering digerus sampai halus dan dioven pada suhu 40ºC selama 2-3 jam hingga berat konstan.


(32)

2. Sintesis

a. Hibrida alga silika (HAS)

Sebanyak 5 mL TEOS dicampurkan dalam 2,5 mL akuades yang dimasukkan ke dalam gelas kimia. Kemudian ditambahkan dengan 5 mL etanol dan biomassa alga Chaetoceros sp 0,6 g (Musrifatun, 2012) sambil diaduk dengan pengaduk magnet sampai larutan tersebut homogen. Setelah itu ditambahkan beberapa tetes HCl 1M hingga pH 2. Selanjutnya diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit sampai larutan homogen. Gel yang terbentuk didiamkan selama 24 jam. Kemudian dicuci dengan menggunakan akuades hingga pH 7. Setelah dicuci dengan etanol dan akuades, lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 40ºC dan dihaluskan. Hasil yang diperoleh kemudian dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer IR.

b. HAS-magnetit (Fe3O4)

Larutan A, sebanyak 5 mL larutan TEOS dan akuades 2,5 mL ditambahkan magnetit sebesar 0,2 g, lalu ditambahkan beberapa tetes HCl 0,1 M hingga pH 2. Diaduk dengan pengaduk magnet sampai larutan tersebut homogen. Larutan B, terdiri dari 4 mL etanol ditambah dengan biomassa alga Chaetoceros sp sebanyak 0,6 g (Musrifatun, 2012) dan diaduk dengan pengaduk magnet. Kedua larutan dicampur hingga terbentuk gel. Gel basah yang terbentuk didiamkan selama 24 jam kemudian dicuci dengan etanol dan akuades sampai pH 7, dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40oC sampai berat konstan selanjutnya digerus dengan ukuran 100-200 mesh.


(33)

3. Karakterisasi

Untuk mengetahui perubahan gugus-gugus fungsional utama dalam material alga, HAS dan HAS-magnetit dilakukan analisis dengan spektrofotometer IR. Analisis morfologi permukaan dari material alga, HAS, dan HAS-magnetit dilakukan analisis dengan SEM. Kadar ion logam yang teradsorpsi pada material alga, HAS, dan HAS-magnetit dilakukan analisis menggunakan spektrofotometer SSA.

4. Uji adsorpsi

a. Monologam

Sebanyak 50 mg material adsorben (alga, HAS, HAS-magnetit) ditambahkan dengan masing-masing 20 mL larutan ion logam Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) dengan konsentrasi 0,5 mmol L-1. Adsorpsi dilakukan dalam sistem batch menggunakan pengaduk magnet pada pH 6 dengan waktu selama 1 jam, lalu larutan disentrifugasi. Filtrat diambil untuk dianalisis kadar logam yang tersisa dalam larutan dengan spektofotometer SSA. Endapan yang diperoleh dibilas dengan 20 mL akuades kemudian ditambahkan dengan 20 mL Na2EDTA 0,1 M lalu disaring. Selanjutnya dilakukan analisis dengan spektrofotometer SSA (tiga kali pengulangan).

b. Pasangan ion

Sebanyak 50 mg material adsorben (alga, HAS, HAS-magnetit) diinteraksikan dengan 20 mL larutan yang mengandung pasangan ion logam Ni(II)/Cu(II), Ni(II)/Zn(II), Ni(II)/Cd(II), Ni(II)/Pb(II), Cu(II)/Zn(II), Cu(II)/Cd(II),


(34)

Cu(II)/Pb(II), Zn(II)/Cd(II), Zn(II)/Pb(II), Cd(II)/Pb(II) dengan masing-masing konsentrasi 0,5 mmol L-1. Adsorpsi dilakukan dalam sistem batch menggunakan pengaduk magnet pada pH 6 dengan waktu selama 1 jam. Larutan disentrifugasi, filtrat diambil untuk dianalisis kadar logam yang tersisa dalam larutan dengan spektofotometer SSA (tiga kali pengulangan).

c. Multilogam

Sebanyak 250 mg material adsorben (alga, HAS, HAS-magnetit) ditambahkan dengan 100 mL larutan yang mengandung ion logam Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) dengan masing-masing konsentrasi 0,5 mmol L-1. Adsorpsi dilakukan dalam sistem batch menggunakan pengaduk magnet pada pH 6 dengan waktu selama 1 jam. Larutan disentrifugasi, filtrat diambil untuk dianalisis kadar logam yang tersisa dalam larutan dengan spektrofotometer SSA (tiga kali pengulangan).


(35)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Identifikasi gugus fungsional menggunakan spektrofotometer IR

menunjukkan bahwa sintesis adsorben HAS, HAS-magnetit telah berhasil dilakukan.

2. Jumlah ion logam yang teradsorpsi pada adsorben alga Chaetoceros sp, HAS, dan HAS-magnetit baik adsorpsi secara monologam maupun multilogam mengikuti urutan sebagai berikut ion Pb(II) > Cd(II) > Zn(II) > Cu(II) > Ni(II).

3. Kompetisi adsorpsi melalui adsorpsi pasangan ion logam pada adsorben biomassa alga Chaetoceros sp, HAS, dan HAS-magnetit menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perbedaan jari-jari ion logam yang dikompetisikan dengan koefisien selektivitas adsorpsi (α).


(36)

B. Saran

Pada penelitian lebih lanjut disarankan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap adsorpsi ion Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) oleh HAS, dan HAS-magnetit menggunakan metode kontinyu agar dapat diaplikasikan pada skala yang lebih besar di lingkungan.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Airoldi, C. and L.N.N. Ararki. 2001. Immobilization of Ethlenesulfaide of Silica Surface Throught Sol-Gel Process and Some Thermodynamic Data of Divalent Cation Interaction. Polyhedron. 20: 929-936.

Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2009. Amino and Mercapto-Silica Hybrid for Cd(II) Adsorption in Aqueous Solution. Indonesian Journal Chemist. 9(2): 170-176.

Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2010. Production of Metal Ion Imprinted Polymer from Mercapto–Silica through Sol–Gel Process as Selective Adsorbent of Cadmium. Desalination. 251: 83-89.

Buhani, Suharso, and Sumadi. 2012. Production of Ionic Imprinted Polymer from Nannochloropsis sp Biomass Its Adsorption Characteristic toward Cu(II) Ion in Solutions. Asian Journal of Chemistry. Vol. 24, No.1: 133-140. Cabrera, L., S. Gutierrez, N. Menendez, M.P. Morales. and P. Herrasti. 2008.

Magnetite Nanoparticles: Electrochemical Synthesis and Characterization. Electrochimica Acta, 53: 3436-3441.

Cestari, A.R., E.F.S. Vieira, J.A. Simoni and C. Airoldi . 2000. Thermochemical Investigation on The Adsorption of Some Divalent Cations on Modified Silicas Obtained from Sol-Gel Process. Anal. Chim. Acta. 195: 338-342.

Cotton, F.A. dan G. Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan Sahati Suharto. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta.

Douglas, B., D., McDaniel and J. Alexander. 1994. Concepts and Models of Inorganic Chemistry. John Wiley & Sons, Inc. New York. 340.

Darmono. 2005. Toksikologi Logam Berat, Surabaya. Dalam: Kurniawan, 2008. Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Profil Darah pada Mekanik Kendaran Bermotor di Kota Pontianak. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang:11

Deng,Y., C. Wang., J. Hu., W. Yang., S. Fu. 2005. “ Investigation of Formation of Silica-coated magnetite nanoparticles via sol-gel process approach. J. Colloid Surfaces. Sci. 262, 87.


(38)

Fahmiati, Nuryono dan Narsito. 2004. Kajian Kinetika Adsorpsi Cd(II), Ni(II) dan Mg(II) Pada Silika Gel Termodifikasi 3-Merkapto-1,2,4-Triazol. Alchemy. 3(2): 22-28.

Harris, O. P. and J. G. Ramelow. 1990. Binding of Metal Ions by Particulate Quadricauda. Environt Scient and Technology. 24 : 220-227.

Hartono, Y.M.V., A.R.W. Barbara, Suparta, Jumadi dan Supomo. 2002. Pembuatan SiC dari Sekam Padi. Balai Besar Penelitian dan Pengembanagan Industri Keramik. Bandung.

Hook, J. R., & H.E. Hall. 1991. Solid state physics. 2nd edition, John Willey & Sons: England/Chichester, hal: 241

Huheey, J.E., E.A. Keiter and R.L. Keiter. 1993. Inorganic Chemistry :

Principles of Structure and Reactivity. 4th edition. Harpelcolling College Publisher. New York.

Jeon, P. 2011, Adsorption Characteristic of Cooperation Using Magnetically Modifield Medicinal Stones. J. Chem. Eng, 17: 1487-1493

Keenan, C.W. dan W. Kleinfelter. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi keenam. Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Hal. 512-543.

Khopkar, S.M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta

Lin, Y., H. Chen., K. Lin., B. Chen., and C. Chiou. 2011. Aplication of Magnetic Particles Modifield with Amino Groups to Adsorb Coopetionsin aqueous Solution. J.Environt. Sci, 23: 44-50

Mahan, C.A., V. Majidi and J.A. Helcombe. 1989. Evaluation of the Metal Uptake of Several Algae Strain in Multicomponent Matrixultizung. J.Environt. Anal. Chem. New York. Vol 61 : 624− 627.

Martell, A. E., and R.D. Hancock. 1996. Metal Complexes in Aqueose Solution. Plenum Press. New York.

Miessler, G.L., and Tarr, D.A. 1991. Inorganic Chemistry. Prentice Hall. New Jersey. 51.

Musrifatun. 2012. Isoterm Adsorpsi Ion Ni(II) dan Zn(II) Pada Material Alga Chaetoceros sp Yang Dimodifikasi Dengan Pelapisan Silika-magnetit. Universitas Lampung: Bandar Lampung

Na, J., X. Chang, H. Zheng, Q. He and Z. Hu. 2006. Selective Solid-Phase Extraction of Ni(II) Using a Surface-Imprinted Silica Gel Sorbent. Anal. Chim. Acta. 577: 225–231.


(39)

Nuzula, F. 2004. Adsorpsi Cd2+, Ni2+, dan Mg2+ pada 2-Merkapto Benzimidazol yang diimobilisasikan pada Silika Gel. (Tesis). FMIPA-UGM.

Yogyakarta.

Oscik, J. 1982. Adsorption. Ellis Horwood Limited. England. Oxford. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta.

Pankhurst, Q.A., J. Connolly., S.K. Jones., and J. Dobson. 2003. “Applications of

magnetic nanoparticles in biomedicine”, J. Phys. 36: R167-R181.

Peng, Q., Y. Liu., G. Zeng., W. Xu., C. Yang., and J. Zhang. 2010, Biosorption of Copper (II) Immobilizing Saccharomyces Sereviceae on the Surface of Chitosan Coated Magnetic nanoparticle from aqueous Sollution. J. Hazard. Mater. 177: 676-682

Prassas, M. 2002. Silica Glass from Aerogels, http//www.solgel.com

Pratiwi. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta Press, Inc. San Diego, California. Pp 839-880

Rahaman, M.N. 1995. Ceramics Pressing and Sintering. Departement of

Ceramics Engineering University of Missoury-Rolla Rolla Missouri. Hal 214-219

Setiawan, A. 2004. Potensi Pemanfaatan Alga Laut Sebagai Penunjang Perkembangan Sektor Industri. Makalah Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Shaw, D.J. 1983. Introduction to Colloid and Surface Chemistry. Butter Whorths. London.

Sopyan, I, Winarto, D.A., dan Sukartini, 1997, Pembuatan Bahan Keramik

Melalui Tekhnologi Sol Gel. Bidang Pengembangan teknologi BPPT. Hal 137-143.

Spiakov, B.Y. 2006. Solid Phase Extraction on Alkyl Bonded Silica Gels in Inorganics Analysis. Anal. Chim. Acta. 22: 45-60.

Sriyanti, Narsito dan Nuryono. 2001. Selektivitas 2-Merkaptobenzotiazol Terimpregnasi Pada Zeolit Alam Untuk Adsorpsi Kadmium(II) Dalam Campuran Cd(II)-Fe(II). Prosiding Seminar Nasional Kimia IX. Yogyakarta.

Stum, Z. and J.J. Morgan. 1996. Aquatic Chemistry : Chemical Equilibria in Natural Water. 3rd ed. John Willey and Sons. Inc. New York.


(40)

Suciani, S. 2007. Kadar Timbal dalam Darah Polisi Lalu Lintas dan

Hubungannya dengan Kadar Hemoglobin (Studi Pada Polisi Lalu Lintas yang Bertugas di Jalan Raya Kota Semarang). Diambil dari

:http://eprints.undip.ac.id/15877/1/Sri_Suciani.pdf [Diakses 3 Maret 2011].

Teja, A.S. and P.Y. Koh. 2008. Synthesis, properties, and applications of magnetic iron oxide nanoparticles. Progrees in Crystal Growth and Characterization of Materials. xx: 1-24.

Terada, K., K. Matsumoto and H. Kimora. 1983. Sorption of Copper (II) by Some Complexing Agents Loaded on Various Support. Anal. Chim. Acta. 153: 237-247.

Tzvetkova, P., P.Vassileva and Nickolov. 2010. Modified Silica Gel with 5-Amino- 1, 3, 4 - Thiadiazole -2-Thiol for Heavy Metal Ions Removal. Siz. Bulg. Sci. 113: 45-51.

Volensky, B and V. Diniz. 2005. Desorption Of Lanthanum, Europium and Ytterbium From Sargasum. McGill University. Canada.

Wagiyo dan A. Handayani. 1997. Petunjuk Praktikum Scanning Electron Microscope, SEM dan Energy Dispersive Spectrometer, EDS. Badan Tenaga Atom Nasonal. Tangerang.

Wankasi. 2005. Desorption of Pb2+ and Cu2+ from Nipa palm (Nypa Fruticans Wurmb) Biomass. Diakses tanggal 21 Maret 2013 Pukul 10.30 WIB. (http://www.google.com./desorption).

Yuliasari, L. 2003. Studi Penentuan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Dalam Organ Tubuh Ayam Broiler Secara Spektrofotometri Serapan Atom. (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Identifikasi gugus fungsional menggunakan spektrofotometer IR

menunjukkan bahwa sintesis adsorben HAS, HAS-magnetit telah berhasil dilakukan.

2. Jumlah ion logam yang teradsorpsi pada adsorben alga Chaetoceros sp, HAS, dan HAS-magnetit baik adsorpsi secara monologam maupun multilogam mengikuti urutan sebagai berikut ion Pb(II) > Cd(II) > Zn(II) > Cu(II) > Ni(II).

3. Kompetisi adsorpsi melalui adsorpsi pasangan ion logam pada adsorben biomassa alga Chaetoceros sp, HAS, dan HAS-magnetit menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perbedaan jari-jari ion logam yang dikompetisikan dengan koefisien selektivitas adsorpsi (α).


(2)

B. Saran

Pada penelitian lebih lanjut disarankan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap adsorpsi ion Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) oleh HAS, dan HAS-magnetit menggunakan metode kontinyu agar dapat diaplikasikan pada skala yang lebih besar di lingkungan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Airoldi, C. and L.N.N. Ararki. 2001. Immobilization of Ethlenesulfaide of Silica Surface Throught Sol-Gel Process and Some Thermodynamic Data of Divalent Cation Interaction. Polyhedron. 20: 929-936.

Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2009. Amino and Mercapto-Silica Hybrid for Cd(II) Adsorption in Aqueous Solution. Indonesian Journal Chemist. 9(2): 170-176.

Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2010. Production of Metal Ion Imprinted Polymer from Mercapto–Silica through Sol–Gel Process as Selective Adsorbent of Cadmium. Desalination. 251: 83-89.

Buhani, Suharso, and Sumadi. 2012. Production of Ionic Imprinted Polymer from Nannochloropsis sp Biomass Its Adsorption Characteristic toward Cu(II) Ion in Solutions. Asian Journal of Chemistry. Vol. 24, No.1: 133-140. Cabrera, L., S. Gutierrez, N. Menendez, M.P. Morales. and P. Herrasti. 2008.

Magnetite Nanoparticles: Electrochemical Synthesis and Characterization. Electrochimica Acta, 53: 3436-3441.

Cestari, A.R., E.F.S. Vieira, J.A. Simoni and C. Airoldi . 2000. Thermochemical Investigation on The Adsorption of Some Divalent Cations on Modified Silicas Obtained from Sol-Gel Process. Anal. Chim. Acta. 195: 338-342.

Cotton, F.A. dan G. Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan Sahati Suharto. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta.

Douglas, B., D., McDaniel and J. Alexander. 1994. Concepts and Models of Inorganic Chemistry. John Wiley & Sons, Inc. New York. 340.

Darmono. 2005. Toksikologi Logam Berat, Surabaya. Dalam: Kurniawan, 2008. Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Profil Darah pada Mekanik Kendaran Bermotor di Kota Pontianak. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang:11

Deng,Y., C. Wang., J. Hu., W. Yang., S. Fu. 2005. “ Investigation of Formation of Silica-coated magnetite nanoparticles via sol-gel process approach. J. Colloid Surfaces. Sci. 262, 87.


(4)

Fahmiati, Nuryono dan Narsito. 2004. Kajian Kinetika Adsorpsi Cd(II), Ni(II) dan Mg(II) Pada Silika Gel Termodifikasi 3-Merkapto-1,2,4-Triazol. Alchemy. 3(2): 22-28.

Harris, O. P. and J. G. Ramelow. 1990. Binding of Metal Ions by Particulate Quadricauda. Environt Scient and Technology. 24 : 220-227.

Hartono, Y.M.V., A.R.W. Barbara, Suparta, Jumadi dan Supomo. 2002.

Pembuatan SiC dari Sekam Padi. Balai Besar Penelitian dan

Pengembanagan Industri Keramik. Bandung.

Hook, J. R., & H.E. Hall. 1991. Solid state physics. 2nd edition, John Willey & Sons: England/Chichester, hal: 241

Huheey, J.E., E.A. Keiter and R.L. Keiter. 1993. Inorganic Chemistry :

Principles of Structure and Reactivity. 4th edition. Harpelcolling College Publisher. New York.

Jeon, P. 2011, Adsorption Characteristic of Cooperation Using Magnetically Modifield Medicinal Stones. J. Chem. Eng, 17: 1487-1493

Keenan, C.W. dan W. Kleinfelter. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi

keenam. Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Hal. 512-543.

Khopkar, S.M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta

Lin, Y., H. Chen., K. Lin., B. Chen., and C. Chiou. 2011. Aplication of Magnetic Particles Modifield with Amino Groups to Adsorb Coopetionsin aqueous Solution. J.Environt. Sci, 23: 44-50

Mahan, C.A., V. Majidi and J.A. Helcombe. 1989. Evaluation of the Metal Uptake of Several Algae Strain in Multicomponent Matrixultizung. J.Environt. Anal. Chem. New York. Vol 61 : 624− 627.

Martell, A. E., and R.D. Hancock. 1996. Metal Complexes in Aqueose Solution. Plenum Press. New York.

Miessler, G.L., and Tarr, D.A. 1991. Inorganic Chemistry. Prentice Hall. New Jersey. 51.

Musrifatun. 2012. Isoterm Adsorpsi Ion Ni(II) dan Zn(II) Pada Material Alga Chaetoceros sp Yang Dimodifikasi Dengan Pelapisan Silika-magnetit. Universitas Lampung: Bandar Lampung

Na, J., X. Chang, H. Zheng, Q. He and Z. Hu. 2006. Selective Solid-Phase Extraction of Ni(II) Using a Surface-Imprinted Silica Gel Sorbent. Anal. Chim. Acta. 577: 225–231.


(5)

Nuzula, F. 2004. Adsorpsi Cd2+, Ni2+, dan Mg2+ pada 2-Merkapto Benzimidazol

yang diimobilisasikan pada Silika Gel. (Tesis). FMIPA-UGM.

Yogyakarta.

Oscik, J. 1982. Adsorption. Ellis Horwood Limited. England. Oxford. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta.

Pankhurst, Q.A., J. Connolly., S.K. Jones., and J. Dobson. 2003. “Applications of

magnetic nanoparticles in biomedicine”, J. Phys. 36: R167-R181.

Peng, Q., Y. Liu., G. Zeng., W. Xu., C. Yang., and J. Zhang. 2010, Biosorption of Copper (II) Immobilizing Saccharomyces Sereviceae on the Surface of Chitosan Coated Magnetic nanoparticle from aqueous Sollution. J. Hazard. Mater. 177: 676-682

Prassas, M. 2002. Silica Glass from Aerogels, http//www.solgel.com

Pratiwi. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta Press, Inc. San Diego, California. Pp 839-880

Rahaman, M.N. 1995. Ceramics Pressing and Sintering. Departement of

Ceramics Engineering University of Missoury-Rolla Rolla Missouri. Hal 214-219

Setiawan, A. 2004. Potensi Pemanfaatan Alga Laut Sebagai Penunjang Perkembangan Sektor Industri. Makalah Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Shaw, D.J. 1983. Introduction to Colloid and Surface Chemistry. Butter Whorths. London.

Sopyan, I, Winarto, D.A., dan Sukartini, 1997, Pembuatan Bahan Keramik

Melalui Tekhnologi Sol Gel. Bidang Pengembangan teknologi BPPT. Hal 137-143.

Spiakov, B.Y. 2006. Solid Phase Extraction on Alkyl Bonded Silica Gels in Inorganics Analysis. Anal. Chim. Acta. 22: 45-60.

Sriyanti, Narsito dan Nuryono. 2001. Selektivitas 2-Merkaptobenzotiazol Terimpregnasi Pada Zeolit Alam Untuk Adsorpsi Kadmium(II) Dalam Campuran Cd(II)-Fe(II). Prosiding Seminar Nasional Kimia IX. Yogyakarta.

Stum, Z. and J.J. Morgan. 1996. Aquatic Chemistry : Chemical Equilibria in Natural Water. 3rd ed. John Willey and Sons. Inc. New York.


(6)

Suciani, S. 2007. Kadar Timbal dalam Darah Polisi Lalu Lintas dan

Hubungannya dengan Kadar Hemoglobin (Studi Pada Polisi Lalu Lintas yang Bertugas di Jalan Raya Kota Semarang). Diambil dari

:http://eprints.undip.ac.id/15877/1/Sri_Suciani.pdf [Diakses 3 Maret 2011].

Teja, A.S. and P.Y. Koh. 2008. Synthesis, properties, and applications of magnetic iron oxide nanoparticles. Progrees in Crystal Growth and Characterization of Materials. xx: 1-24.

Terada, K., K. Matsumoto and H. Kimora. 1983. Sorption of Copper (II) by Some Complexing Agents Loaded on Various Support. Anal. Chim. Acta. 153: 237-247.

Tzvetkova, P., P.Vassileva and Nickolov. 2010. Modified Silica Gel with 5-Amino- 1, 3, 4 - Thiadiazole -2-Thiol for Heavy Metal Ions Removal. Siz. Bulg. Sci. 113: 45-51.

Volensky, B and V. Diniz. 2005. Desorption Of Lanthanum, Europium and Ytterbium From Sargasum. McGill University. Canada.

Wagiyo dan A. Handayani. 1997. Petunjuk Praktikum Scanning Electron

Microscope, SEM dan Energy Dispersive Spectrometer, EDS.

Badan Tenaga Atom Nasonal. Tangerang.

Wankasi. 2005. Desorption of Pb2+ and Cu2+ from Nipa palm (Nypa Fruticans Wurmb) Biomass. Diakses tanggal 21 Maret 2013 Pukul 10.30 WIB. (http://www.google.com./desorption).

Yuliasari, L. 2003. Studi Penentuan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Dalam Organ Tubuh Ayam Broiler Secara Spektrofotometri Serapan Atom. (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.


Dokumen yang terkait

ISOTERM ADSORPSI ION Ni(II) dan Zn(II) PADA MATERIAL ALGA Chaetoceros sp YANG DIMODIFIKASI DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT

1 31 44

IMMOBILISASI BIOMASSA ALGA Tetraselmis sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT SEBAGAI ADSORBEN ION Ni(II) DAN Zn(II)

0 14 6

ADSORPSI ION Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) DALAM LARUTAN OLEH ALGA Tetraselmis sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (ADSORPTION OF Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) IONS IN SOLUTION By Tetraselmis sp ALGAE WITH A COATING SILICA-MAGNET

4 40 43

STUDI ADSORPSI ION Pb(II) dan Cu(II) PADA BIOMASSA ALGA Chaetoceros sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT ADSORPTION STUDY OF Pb (II) AND Cu (II) IONS ON Chaetoceros sp ALGAE BIOMASS WITH COATING OF SILICA-MAGNETITE

2 32 51

ADSORPSI ION Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), DAN Pb(II) DALAM LARUTAN OLEH ALGA Chaetoceros sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (THE ADSORPTION of Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) IONS in AQUEOUS SOLUTION by ALGAE Chaetoceros sp with SILICA-MAGN

1 12 40

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

0 9 52

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

1 39 55

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

3 39 57

SINTESIS ADSORBEN BIOMASSA ALGA Tetraselmis Sp DENGAN PELAPISAN SILIKA MAGNETIT UNTUK ADSORPSI ION Pb(II) DAN Cu(II)

1 5 52

MODIFIKASI BIOMASSA Nitzschia sp. DENGAN SILIKA-MAGNETIT SEBAGAI ADSORBEN ION Cd(II), Cu(II), DAN Pb(II) DALAM LARUTAN

2 20 53