ADSORPSI ION Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) DALAM LARUTAN OLEH ALGA Tetraselmis sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (ADSORPTION OF Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) IONS IN SOLUTION By Tetraselmis sp ALGAE WITH A COATING SILICA-MAGNET

(1)

(2)

ABSTRACT

ADSORPTION OF Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) IONS IN SOLUTION By Tetraselmis sp ALGAE

WITH A COATING SILICA-MAGNETITE

By

MERSIANA

In this report, it has been carried out adsorption process of Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) ions toward adsorbent of Tetraselmis sp algae biomass, silica algae hybrid (HAS), and HAS-magnetite. Identification of the functional groups of Tetraselmis sp algae biomass, HAS, and HAS-magnetite was performed by using a spectrophotometer of infrared (IR) and surface morphology analysis using scanning electron microscope (SEM). Characterization results of spectrophotometer IR on HAS and HAS-magnetite adsorbent show that synthesis has been conducted successfully indicated with the absorption band in the wavenumber region 2931.80 cm-1 from streching vibration of C-H of (-CH2)

aliphatic from Tetraselmis sp algae biomass. Adsorption test of these adsorbents was conducted with using monometal, ion pairs, and multimetal solutions. Adsorption test results of monometal and multimetal solution show that interaction Pb-O dominated by covalent interaction while desorption test shows interaction Zn-O dominated by ionic interaction. In the competition of ion pair adsorption, interaction between metal ion and adsorbent are determined by characteristics of acidity metal and functional groups adsorbed on adsorbent.


(3)

ABSTRAK

ADSORPSI ION Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) DALAM LARUTAN OLEH ALGA Tetraselmis sp DENGAN

PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT

Oleh

MERSIANA

Pada penelitian ini, telah dilakukan proses adsorpsi ion Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) terhadap adsorben biomassa alga Tetraselmis sp, Hibrida alga silika (HAS), dan HAS-magnetit. Identifikasi gugus fungsi biomassa alga Tetraselmis sp, HAS, dan HAS-magnetit dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer inframerah (IR) dan analisis morfologi permukaan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hasil karakterisasi spektrofotometer IR pada adsorben HAS dan HAS-magnetit menunjukkan bahwa sintesis telah berhasil dilakukan ditandai dengan adanya pita serapan pada daerah bilangan gelombang 2931,80 cm-1 dari serapan vibrasi ulur C-H dari (-CH2)

alifatik yang berasal dari biomassa alga Tetraselmis sp. Uji adsorpsi pada adsorben dilakukan menggunakan larutan monologam, pasangan ion, dan multilogam. Hasil uji adsorpsi larutan monologam dan multilogam menunjukkan bahwa interaksi Pb-O lebih didominasi oleh interaksi kovalen sedangkan uji desorpsi menunjukkan interaksi ion Zn-O didominasi oleh interaksi ionik. Pada kompetisi adsorpsi pasangan ion, interaksi antara ion logam dan adsorben ditentukan oleh sifat keasaman logam dan gugus fungsional yang teradsorpsi pada adsorben.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biomassa Alga ... 5

B. Immobilisasi Biomassa Alga... 7

C. Silika Gel ... 8

D. Proses Sol-Gel ... 10

E. Magnetit (Fe3O4) ... 13

F. Adsorpsi dan Desorpsi ... 14

G. Logam Berat ... 19

H. Karakterisasi ... 21

1. Spektrofotometer inframerah (IR) ... 21

2. Spektrofotometer Scanning Electron Microscope (SEM) 22 3. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 25

C. Prosedur Penelitian ... 26

1. Penyiapan Biomassa Alga Tetraselmis sp ... 26

2. Sintesis Hidrida alga silika (HAS) ... 26


(7)

4. Karakterisasi Material ... 27

5. Uji adsorpsi ... 28

a. Monologam ... 28

b. Pasangan ion ... 28

c. Multilogam ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Sintesis dan Karakterisasi ... 30

1. Sintesis Hibrida alga silika (HAS) ... 30

2. Sintesis HAS-magnetit (Fe3O4) ... 31

3. Karakterisasi dengan Spektrofotometer IR ... 31

4. Karakterisasi dengan SEM ... 34

B. Uji Adsorpsi ... 35

1. Monologam ... 35

2. Pasangan ion . ... 41

3. Multilogam ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pencemaran lingkungan merupakan dampak yang ditimbulkan dari semakin majunya perkembangan di bidang industri. Salah satu pencemaran yang terjadi adalah pencemaran logam berat. Logam berat pada konsentrasi yang tinggi dapat bersifat toksik dan cenderung terakumulasi pada organisme. Proses terakumulasi tersebut dapat berdampak pada rantai makanan sehingga mempengaruhi kesehatan pada manusia. Beberapa contoh logam berat tersebut adalah kadmium (Cd), timbal (Pb), seng (Zn), merkuri (Hg), tembaga (Cu), dan besi (Fe) (Buhani et al., 2012). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menurunkan konsentrasi logam berat pada lingkungan yang sudah tercemar untuk mencegah timbulnya masalah yang baru. Beberapa metode yang sering digunakan untuk mengurangi konsentrasi ion logam berat antara lain metode presipitasi, koagulasi,

kompleksasi, ekstraksi pelarut, pemisahan membran, pertukaran ion, dan adsorpsi. Dari beberapa metode yang telah disebutkan, metode adsorpsi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam menyerap ion logam dalam larutan (Buhani et al., 2010).

Metode adsorpsi ini memiliki kelebihan dari metode yang lain karena prosesnya lebih sederhana, biayanya relatif murah, ramah lingkungan (Gupta and


(9)

Bhattacharyya, 2006) dan tidak adanya efek samping zat beracun (Blais et al., 2000). Proses adsorpsi diharapkan dapat mengambil ion-ion logam berat dari larutan. Metode adsorpsi pada umumnya berdasarkan interaksi logam dengan gugus fungsional yang ada pada permukaan adsorben melalui interaksi

pembentukan kompleks dan biasanya terjadi pada permukaan padatan yang kaya akan gugus fungsional seperti: -OH, -NH, -SH, dan –COOH (Stum and Morgan, 1996). Keberhasilan proses adsorpsi ion logam sangat ditentukan oleh jenis adsorben yang digunakan (Quintanilla et al., 2008). Salah satu contoh adsorben yang dapat digunakan dalam penanganan limbah logam berat adalah mikroalga (Cervantes et al., 2001).

Pada penelitian ini digunakan biomassa alga Tetraselmis sp karena kemampuan adsorpsinya yang cukup tinggi terhadap ion-ion logam dalam bentuk biomassa. Kemampuan biomassa alga sebagai adsorben logam berat telah diketahui dari hasil penelitian terdahulu, seperti biomassa Tetraselmis sp dalam mengadsorpsi ion Ni(II) dan Zn(II) (Suryani, 2013), biomassa Sargassum duplicatum

diaplikasikan pada proses adsorpsi-desorpsi terhadap ion Cu(II), Cd(II) dan Pb(II) (Suharso et al., 2010), biomassa Chlorella sp memiliki kemampuan adsorpsi terhadap ion logam Cu(II), Cd(II), dan Pb(II) dilaporkan oleh Buhani (2003). Pahlavanzadeh et al., (2010) juga telah melaporkan proses adsorpsi ion logam Ni(II) dari larutan oleh biomassa Sargasum glaucescens.

Tetraselmis sp merupakan salah satu mikroalga hijau yang banyak dijumpai di perairan, namun belum banyak digunakan sebagai adsorben. Alga hijau mampu mengadsorpsi ion-ion logam dalam keadaan hidup atau dalam sel mati


(10)

(biomassa), karena gugus fungsional yang dapat bertindak sebagai ligan yaitu gugus –COOH dan juga –NH2 yang dapat berikatan dengan ion logam (Suryani, 2013). Akan tetapi, biomassa alga ini memiliki beberapa kelemahan yaitu ukurannya yang kecil, berat jenis rendah, dan strukturnya yang mudah rusak karena dekomposisi oleh mikroorganisme lain, dan juga secara teknik sulit

digunakan dalam kolom untuk aplikasinya sebagai adsorben (Buhani et al., 2006). Oleh sebab itu, dilakukan immobilisasi biomassa alga dengan matriks silika gel melalui proses sol-gel. Proses sol-gel ini dapat menghomogenkan larutan namun tidak merusak strukturnya sehingga proses immobilisasi alga pada matriks silika diharapkan dapat mempertahankan keaktifan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada biomassa alga dan meningkatkan kapasitas adsorpsi ion-ion logam, terutama logam berat (Liu et al., 2010).

Selain peningkatan kapasitas adsorpsi melalui proses immobilisasi biomassa alga terhadap silika, maka peningkatan kualitas fisik dan laju adsorpsi pada biomassa alga sangat dibutuhkan, sehingga dapat digunakan sebagai adsorben yang lebih efektif terhadap logam berat dari limbah cair yang dihasilkan industri. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi pelapisan partikel magnetit pada matriks

pendukung seperti pelapisan silika-magnetit (Fe3O4) pada biomassa alga. Metode ini merupakan salah satu teknik yang dapat mengatasi adanya gumpalan padatan tersuspensi (flocculant) dalam limbah industri yang diolah (Jeon, 2011; Peng et al., 2010; Lin et al., 2011).

Pada penelitian ini telah dilakukan immobilisasi biomassa alga Tetraselmis sp dengan silika sebagai matriks pendukung yang dilapisi dengan partikel magnetit


(11)

(Fe3O4) sebagai adsorben yang digunakan untuk menentukan uji adsorpsi pada ion logam Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) dengan membandingkan adsorpsi pada larutan monologam, pasangan ion, dan multilogam. Material yang diperoleh dikarakterisasi dengan alat spektrofotometer inframerah (IR) untuk identifikasi gugus fungsional. Analisis morfologi permukaan dilakukan dengan

spektrofotometer Scanning Electron Microscope (SEM). Kadar ion logam yang teradsorpsi dilakukan analisis menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Mempelajari proses sintesis dan karakterisasi material Hibrida alga silika (HAS) dan HAS-Magnetit (Fe3O4).

2. Mempelajari proses adsorpsi ion logam Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) pada larutan monologam, pasangan ion, dan multilogam oleh biomassa alga Tetraselmis sp, HAS, dan HAS-Magnetit (Fe3O4).

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang proses immobilisasi alga Tetraselmis sp pada matriks silika yang dimodifikasi dengan magnetit (Fe3O4) untuk menghasilkan adsorben dengan kapasitas dan efektivitas adsorpsi yang lebih besar dalam mengadsorpsi logam berat.


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biomasa Alga

Alga merupakan mikroorganisme yang hidup di daerah perairan. Mikroorganisme ini memiliki bentuk dan ukuran yang beranekaragam, ada yang mikroskopis, bersel satu, berbentuk benang/pita atau berbentuk lembaran. Berdasarkan pigmen (zat warna) yang dikandung, alga dikelompokkan atas empat kelas, yaitu:

Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga coklat), Chlorophyceae (alga hijau), dan Cyanophyceae (alga biru).

Dari berbagai penelitian telah diketahui bahwa keempat alga golongan ini dalam keadaan hidup maupun dalam keadaan mati (biomassa) dan biomassa

terimmobilisasi telah mendapat perhatian untuk mengadsorpsi ion logam berat. Alga dalam keadaan hidup dimanfaatkan sebagai bioindikator tingkat pencemaran logam berat di lingkungan perairan sedangkan alga dalam bentuk biomassa

terimmobilisasi dimanfaatkan sebagai biosorben (material biologi penyerap logam berat) dalam pengolahan air limbah kronis (Harris and Rammelow, 1990).

Tetraselmis sp merupakan salah satu jenis alga yang termasuk spesies alga hijau. Hanya kira-kira 10% dari 7000 spesies alga hijau (Divisi Chlorophyta) ditemukan di laut, selebihnya di air tawar. Tetraselmis sp dikenali dengan warna hijau


(13)

rumput yang dihasilkan adanya klorofil a dan b yang lebih dominan dibanding pigmen lain. Sel-sel Tetraselmis sp berupa sel tunggal yang berdiri sendiri, ukurannya 7-12 µm, berklorofil sehingga warnanya hijau cerah, pigmen penyusunnya terdiri dari klorofil yang terdiri dari dua macam yaitu karotin dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan selulosa dan pektin (Burlew, 1995).

Menurut Burlew (1995) mengklasifikasikan Tetraselmis sp sebagai berikut: Filum : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales

Sub ordo : Chlamidomonacea Genus : Tetraselmis

Spesies : Tetraselmis sp

Secara umum, keuntungan pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben adalah (1) alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril, imadazol, sulfat, dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma, (2) bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak, (3) biaya operasional yang rendah, dan (4) tidak perlu nutrisi tambahan.

Alga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam proses pertumbuhannya, alga membutuhkan sebagai jenis logam sebagai nutrien alami,


(14)

sedangkan ketersediaan logam di lingkungan sangat bervariasi. Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang

diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga. Adapun syarat utama suatu alga sebagai bioindikator adalah harus memiliki daya tahan tinggi terhadap toksisitas akut maupun toksisitas kronis (Harris and Rammelow, 1990).

B. Immobilisasi Biomassa Alga

Pemanfaatan biomassa alga terkadang memiliki beberapa kelemahan yaitu ukurannya yang sangat kecil, berat jenis yang rendah, dan strukturnya mudah rusak akibat degradasi oleh mikroorganisme lain. Untuk mengatasi kelemahan tersebut berbagai upaya dilakukan, diantaranya dengan mengimmobilisasi biomassanya. Immobilisasi biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan (1) matriks polimer seperti polietilena, glikol, dan akrilat, (2) oksida seperti alumina, silika, dan (3) campuran oksida seperti kristal aluminasilikat, asam polihetero, dan karbon (Harris and Rammelow, 1990).

Untuk meningkatkan kestabilan biomassa alga sebagai adsorben, maka dilakukan immobilisasi dengan matriks pendukung seperti silika gel. Silika gel merupakan salah satu adsorben yang paling sering digunakan dalam proses adsorpsi. Hal ini disebabkan oleh mudahnya silika diproduksi dan sifat permukaan (struktur geometri pori dan sifat kimia pada permukaan) dan dapat dengan mudah

dimodifikasi (Fahmiati dkk., 2004). Silika gel memiliki gugus silanol dan gugus siloksan tanpa pemodifikasian terlebih dahulu namun dapat juga mengadsorpsi


(15)

ion logam (Sriyanti dkk., 2001). Namun, silika gel diketahui memiliki kapasitas dan selektivitas adsorpsi yang rendah apabila diinteraksikan dengan ion logam berat (Nuzula, 2004; Airoldi and Ararki, 2001).

Agar laju dan kapasitas adsorben meningkat dalam mengadsorpsi ion logam, maka dilakukan teknik pelapisan silika dengan magnetit (Fe3O4). Penambahan

magnetit ini dapat meningkatkan stabilitas adsorben dengan jalan melapisi permukaan silika dengan magnetit secara in-situ. Lapisan permukaan silika diharapkan berfungsi sebagai perisai terhadap pengaruh lingkungan, sehingga magnetit lebih stabil. Pertama, karena silika yang melapisi permukaan nanopartikel magnetit menghalangi gaya tarik-menarik magnetit dipolar

antarpartikel, sehingga terbentuk partikel yang mudah terdispersi di dalam media cair dan terlindungi dari kerusakan dalam suasana asam. Kedua, terdapatnya gugus silanol dalam jumlah besar pada lapisan silika mempermudah aktivasi magnetit. Gugus silanol menjadi tempat berikatnya berbagai gugus fungsi seperti karbonil, biotin, avidin, dan molekul lainnya sehingga memudahkan aplikasi magnetit terutama di bidang biomedis. Selain itu, lapisan silika memberikan sifat inert yang berguna bagi aplikasi pada sistem biologis (Pankhurst et al., 2003; Deng, 2005).

C. Silika Gel

Silika gel merupakan silika amorf yang tersusun dari tetrahedral SiO4 yang

tersusun secara tidak beraturan dan beragregasi membentuk kerangka tiga dimensi yang terbentuk karena kondensasi asam ortosilikat. Struktur satuan mineral silika pada dasarnya mengandung kation Si4+ yang terkoordinasi secara tetrahedral


(16)

dengan anion O2-. Rumus kimia silika gel secara umum adalah SiO2•xH2O (Oscik, 1982).

Silika gel memiliki sifat permukaan yang kompleks, gugus hidroksil yang tersebar tak berurutan dan masing-masing gugus terhidrasi dengan satu atau beberapa molekul air. Meskipun gugus siloksan juga terdapat di permukaan silika gel, namun adsorpsi spesifik pada material ini lebih tergantung pada gugus hidroksil (Oscik, 1982). Kemampuan adsorpsi silika gel dipengaruhi oleh adanya situs aktif pada permukaannya yakni berupa gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si). Sifat adsorpsi silika gel ditentukan oleh orientasi dari ujung tempat gugus hidroksi yang berkombinasi (Hartono dkk., 2002).

Silika banyak digunakan karena merupakan padatan pendukung yang memiliki kelebihan yaitu stabil pada kondisi asam, inert, biaya sintesis rendah, memiliki karakteristik pertukaran massa yang tinggi, porositas, luas permukaan, dan memiliki daya tahan tinggi terhadap panas. Selain itu, silika gel memiliki situs aktif berupa gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) di permukaan (Na et al., 2006).

Adapun kelemahan dari penggunaan silika gel adalah rendahnya efektivitas dan selektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan ion logam berat sehingga silika gel tidak mampu berfungsi sebagai adsorben yang efektif yang ada hanya berupa gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si). Akan tetapi, kekurangan ini dapat diatasi dengan memodifikasi permukaan dengan menggunakan situs aktif yang sesuai untuk mengadsorpsi ion logam berat yang dikehendaki (Nuzula, 2004).


(17)

D. Proses Sol-Gel

Sol-gel adalah suatu suspensi koloid dari partikel silika yang digelkan ke bentuk padatan. Sol adalah suspensi dari partikel koloid pada suatu cairan atau molekul polimer (Rahaman, 1995).

Proses sol-gel merupakan proses yang dapat digambarkan sebagai pembentukan suatu jaringan oksida melalui reaksi polikondensasi yang progresif dari molekul prekursor dalam medium cair atau merupakan proses untuk membentuk material melalui suatu sol, gelation dari sol dan akhirnya penghilangan pelarut. Proses sol-gel telah banyak dikembangkan terutama untuk pembuatan hibrida, kombinasi oksida anorganik (terutama silika) dengan alkoksisilan. Proses ini didasarkan pada prekursor molekular yang dapat mengalami hidrolisis, kebanyakan merupakan alkoksida logam atau semilogam (Schubert and Husing, 2000).

Proses sol-gel berlangsung melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Hidrolisis dan kondensasi

2. Gelation (transisi sol-gel) 3. Aging (pertumbuhan gel) 4. Drying (pengeringan)

Melalui polimerisasi kondensasi akan terbentuk dimer, trimer, dan seterusnya sehingga membentuk bola-bola polimer. Sampai pada ukuran tertentu (diameter sekitar 1,5 nm) dan disebut sebagai partikel silika primer. Gugus silanol

permukaan partikel bola polimer yang berdekatan akan mengalami kondensasi disertai pelepasan air sampai terbentuk partikel sekunder dengan diameter sekitar


(18)

4,5 nm. Pada tahap ini larutan sudah mulai menjadi gel ditandai dengan

bertambahnya viskositas. Gel yang dihasillkan masih sangat lunak dan tidak kaku yang disebut alkogel (Farook and Ravendran, 2000).

Tahap selanjutnya adalah proses pembentukan gel. Pada tahap ini, kondensasi antara bola-bola polimer terus berlangsung membentuk ikatan siloksan

menyebabkan menurunnya jari-jari partikel sekunder dari 4,5 nm menjadi 4 nm dan akan teramati penyusutan alkogel yang diikuti dengan berlangsungnya eliminasi larutan garam (Jamarun, 2000).

Tahap akhir pembentukan silika gel adalah xerogel yang merupakan fasa silika yang telah mengalami pencucian dan pemanasan. Pemanasan pada tempetarur 110oC mengakibatkan dehidrasi pada hidrogel dan terbentuknya silika gel dengan struktur SiO2.xH2O (Enymia et al., 1998). Produk akhir yang dihasilkan berupa bahan amorf dan keras yang disebut silika gel kering (Kalapathy et al., 2000).

Prekursor yang biasa digunakan dalam proses sol-gel adalah senyawa silikon alkoksida seperti tetrametilortosilikat (TMOS) atau TEOS (Jamarun, 2000). TMOS dan TEOS akan terhidrolisis dengan penambahan sejumlah tertentu air atau pelarut organik seperti metanol atau etanol, membentuk gugus silanol Si-OH sebagai intermediet. Gugus silanol ini kemudian terkondensasi membentuk gugus siloksan Si-O-Si. Reaksi hidrolisis dan kondensasi ini terus berlanjut hingga viskositas larutan meningkat dan membentuk gel (Brinker and Scherer, 1990).


(19)

Reaksi pada proses sol-gel dapat dilihat pada persamaan berikut:

Hidrolisis

≡Si-OR + H-OH ≡Si-OH + ROH Polikondensasi

≡Si-OH + HO-Si≡ ≡Si-O-Si≡ + H2O ≡Si-OH + RO-Si≡ ≡Si-O-Si≡ + ROH Senyawa TEOS dapat ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur TEOS (Brinker and Scherer, 1990).

Penggunaan proses sol-gel untuk sintesis beberapa bahan hibrida anorganik-organik telah banyak dilakukan diantaranya yaitu dengan metode pembuatan hibrida silika terutama proses sol-gel untuk tujuan adsorpsi (Terrada et al., 1983).

Untuk modifikasi silika gel, melalui proses sol-gel inilah lebih sederhana dan cepat karena reaksi pengikatan berlangsung bersamaan dengan proses

pembentukan padatan, sehingga diharapkan ligan yang terimmobilisasi lebih banyak (Sriyanti dkk., 2001). Proses yang sederhana dan cepat memungkinkan


(20)

dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat-alat sederhana. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan teknik sol-gel dalam pembuatan silika gel maupun modifikasinya untuk mengkaji proses adsorpsi pada ion Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi dari larutan.

E. Magnetit (Fe3O4)

Magnetit mempunyai rumus kimia Fe3O4 dan mempunyai struktur spinel dengan sel unit kubik yang terdiri dari 32 ion oksigen, celah-celahnya ditempati oleh ion Fe2+ dan Fe3+. Nanopartikel magnetit sangat intensif dikembangkan karena sifatnya yang menarik dalam aplikasinya di berbagai bidang, seperti fluida dan gel magnetit, katalis, pigmen pewarna, dan diagnosa medik. Beberapa sifat

nanopartikel magnetit ini bergantung pada ukurannya. Magnetit ini akan bersifat superparamagnetitik ketika ukuran suatu partikel magnetisnya di bawah 10 nm pada suhu ruang, artinya bahwa energi termal dapat menghalangi anisotropi energi penghalang dari sebuah nanopartikel tunggal. Oleh karena itu, sintesis nanopartikel yang seragam dengan mengatur ukurannya menjadi salah satu kunci masalah dalam ruang lingkup sintesis ini (Hook and Hall, 1991).

Magnetit (Fe3O4) atau oksida besi hitam merupakan oksida besi yang paling kuat sifat magnetisnya (Teja and Koh, 2008). Magnetit yang berukuran nano banyak dimanfaatkan pada proses-proses industri (misalnya sebagai tinta cetak, pigmen pada kosmetik) dan pada penanganan masalah-masalah lingkungan (misalnya sebagai magnetic carrier precipitation process untuk menghilangkan anion atau pun ion logam dari air dan air limbah). Nanopartikel magnetit juga dimanfaatkan


(21)

dalam bidang biomedis baik secara in vivo (di dalam tubuh) maupun in vitro (di luar tubuh), misalnya sebagai agen magnetis pada aplikasi-aplikasi biomolecule separation, drug delivery system, hyperthermia theraphy, maupun sebagai contrast agent pada magnetic Resonance Imaging (Cabrera et al., 2008).

F. Adsorpsi dan Desorpsi

Adsorpsi secara umum didefinisikan sebagai akumulasi sejumlah molekul, ion atau atom yang terjadi pada batas antara dua fasa. Adsorpsi menyangkut akumulasi atau pemutusan substansi adsorbat pada adsorben dan pada hal ini dapat terjadi pada antar muka dua fasa. Fasa yang menyerap disebut adsorben dan fasa yang terserap disebut adsorbat (Alberty and Daniel, 1987).

Adsorpsi merupakan proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul atau suatu akibat dari medan gaya pada permukaan padatan (adsorben) yang menarik molekul-molekul gas, uap atau cairan. Gaya tarik-menarik dari suatu padatan dibedakan menjadi dua jenis gaya, yaitu gaya fisika dan gaya kimia yang masing-masing menghasilkan adsorpsi fisika (physisorption) dan adsorpsi kimia (chemisorption) (Oscik, 1982).

Adsorpsi fisika adalah proses interaksi antara adsorben dengan adsorbat yang melibatkan gaya-gaya antar molekul seperti gaya Van der Waals, sedangkan adsorpsi kimia terjadi jika interaksi adsorben dan adsorbat melibatkan

pembentukan ikatan kimia. Dalam proses adsorpsi melibatkan berbagai macam gaya yakni gaya Van der Waals, gaya elektrostatik, ikatan hidrogen serta ikatan kovalen (Martell and Hancock, 1996).


(22)

Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh ion-ion logam terlarut terutama yang banyak berasal dari limbah industri dengan konsentrasi yang cukup tinggi, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi kerugian yang muncul dengan cara meminimalkan kadar ion logam terlarut dalam limbah sebelum dilepaskan ke lingkungan (Sinaga, 2009). Salah satu upaya untuk menurunkan pencemaran ion logam berat adalah melalui metode adsorpsi (Alloway and Ayres, 1997).

Adapun interaksi antara ion logam (adsorbat) dengan adsorben pada proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor:

a. Sifat logam dan ligan

Sifat ion logam yakni: (1) ukuran ion logam, makin kecil ukuran ion logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil, (2) polarisabilitas ion logam, makin tinggi polarisabilitas ion logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil, dan (3) energi ionisasi, makin tinggi energi ionisasi suatu logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil.

Sifat ligan yakni: (1) kebasaan, makin kuat basa Lewis suatu ligan maka semakin stabil kompleks yang terbentuk, (2) polarisabilitas dan momen dipol, makin tinggi polaritas dan polarisabilitas suatu ligan makin stabil kompleks yang terbentuk, dan (3) faktor sterik, tingginya rintangan sterik yang dimiliki oleh ligan akan menurunkan stabilitas kompleks (Huheey et al., 1993).

b. Pengaruh pH sistem

Selain dari faktor interaksi ion logam dalam logam, pelarut, pH sistem juga berpengaruh dalam proses adsorpsi. Pada kondisi pH tinggi maka silika gel akan


(23)

bermuatan netto negatif (kondisi larutan basa), sedangkan pada pH rendah (kondisi larutan asam) akan bermuatan netto positif sampai netral (Spiakov, 2006). Pada pH rendah, permukaan ligan cenderung terprotonasi sehingga kation logam juga berkompetisi dengan H+ untuk terikat pada ligan permukaan. Pada pH tinggi, dimana jumlah ion OH- besar menyebabkan ligan permukaan cenderung terdeprotonasi sehingga pada saat yang sama terjadi kompetisi antara ligan permukaan dengan ion OH- untuk berikatan dengan kation logam (Stum and Morgan, 1996).

c. Pelarut

Proses adsorpsi dapat ditinjau melalui sifat kepolaran baik dari adsorben, komponen terlarut maupun pelarutnya. Pada adsorpsi padat cair, mekanisme adsorpsi bergantung pada gaya interaksi antara molekul dari komponen larutan dengan lapisan permukaan adsorben dengan pori-porinya. Pelarut dapat ikut teradsorpsi atau sebaliknya dapat mendorong proses adsorpsi. Di dalam pelarut air umumnya zat-zat yang hidrofob dari larutan encer atau cenderung teradsorpsi lebih banyak pada adsorben dibanding zat hidrofil (Oscik, 1982).

Untuk menentukan jumlah logam teradsorpsi dan rasio distribusi pada proses adsorpsi ion logam terhadap adsorben hibrida amino silika dapat digunakan persamaan berikut:

Q = (Co-Ce)V/W (1)

D= Q/Ce (2)

%A = (Co-Ce)/Co x 100 (3) αM1/M2 = DM1/DM2 (4)


(24)

Dimana Q menyatakan jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg g-1), Co dan Ce menyatakan konsentrasi awal dan kesetimbangan dari ion logam (mmol L-1), W adalah massa adsorben (g), V adalah volume larutan ion logam (L), A (%) persentase teradsorpsi, D adalah rasio distribusi (mL g-1) dan αM1/M2 adalah

koefisien selektivitas (Buhani et al., 2009).

Desorpsi adalah proses penyingkiran atom, molekul, atau ion yang terjerat pada permukaan (Oxford, 1994). Desorpsi dapat juga berarti suatu fenomena dimana suatu zat lepas dari permukaan. Wankasi (2005) meneliti proses desorpsi ion logam Pb(II) dan Cu(II) dengan biomassa Nypa Fruticans Wurmb dilakukan dengan menggunakan asam, basa, dan larutan netral. Kemudian persentase ion logam Cu(II) dan Pb(II) dihitung menggunakan rumus:

% Desorpsi

x 100% (5)

Maka diperoleh % desorpsi dari ion logam Pb(II) dan Cu(II) masing-masing adalah: dalam larutan asam 75,3% dan 63,7%, dalam larutan basa 18,9 dan 14,06%, serta 3,35 dan 2,44% pada larutan netral, waktu interaksi dilakukan selama 140 menit.

Desorpsi terjadi bila proses adsorpsi yang terjadi sudah maksimal, permukaan adsorben jenuh/tidak mampu lagi menyerap adsorbat dan terjadi kesetimbangan. Desorpsi biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan larutan tertentu unutuk memulihkan kemampuan biomassa agar tidak rusak dan dapat digunakan kembali. Larutan yang biasa digunakan untuk desorpsi yaitu HCl, H2SO4, asam asetat,


(25)

yang diserap (Volesky and Diniz, 2005).

Air dapat digunakan sebagai salah satu medium pelarut, karena air memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

 Air memiliki daerah cair yang luas, yaitu titik beku 0oC dan titik didih 100oC.

 Air merupakan senyawa polar sehingga memiliki kemampuan yang tinggi untuk melarutkan bahan-bahan anorganik, umumnya bersifat ionik maupun polar.

 Air memiliki sifat netral, artinya air tidak bersifat asam dan tidak bersifat basa dan dapat mengalami disosiasi

Syarat agar suatu senyawa dapat dilarutkan dalam air adalah:

 Apabila ikatan antara zat terlarut dengan molekul air lebih kuat daripada ikatan antara molekul air, terutama ikatan hidrogen.

 Ikatan antara partikel dalam zat terlarut lebih lemah daripada ikatan antara zat terlarut dengan molekul air.

(Missler dan Tarr, 1991).

Ion EDTA merupakan komplekson, komplekson adalah zat-zat yang dapat membentuk senyawa kompleks khelat dengan ion logam. Ion EDTA terdapat sebagai kristal H4Y dan kristal garam dinatriumnya, Na2H2Y (Harjadi, 1993).

Adapun struktur senyawa EDTA ditampilkan pada Gambar 2.


(26)

Ion EDTA memiliki enam pasang elektron yang belum berikatan (masing-masing pada 2 atom N dan 4 gugus karboksil) mampu membentuk kompleks dengan ion logam. Ion EDTA merupakan asam tetraprotik, biasa disingkat H4Y. Bentuk

terionisasinya, Y4- dan apabila bereaksi dengan ion logam (M), membentuk kompleks MY2-. Adapun reaksinya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Reaksi pembentukan kompleks EDTA

Ion EDTA merupakan ligan heksadentat, reaksinya dengan ion logam membentuk kompleks EDTA oktahedral sebagaimana Gambar di atas.

G. Logam Berat

Logam berat merupakan elemen yang berbahaya di permukaan bumi. Logam berat merupakan salah satu sumber polusi lingkungan, dimana logam berat dapat ditransfer dalam jangkauan yang sangat jauh di lingkungan, selanjutnya

berpotensi mengganggu kehidupan biota lingkungan dan akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia walaupun dalam jangka waktu yang lama dan jauh dari sumber polusi utamanya (Suhendrayatna, 2001). Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas keracunan setiap jenis logam antara lain: bentuk senyawa

+

M


(27)

dari logam tersebut, daya kelarutan dalam cairan, ukuran partikel, dan beberapa sifat kimia dan sifat fisikanya (Palar, 1994).

Logam berat digolongkan menjadi dua jenis yaitu logam berat esensial dan non esensial. Logam berat esensial adalah logam yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, sedangkan logam berat non esensial yaitu logam yang keberadaannya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr. Logam ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagaimana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, selain itu logam berat ini akan bertidak sebagai penyebab alergi, mutagen atau karsinogen bagi manusia (Putra, 2006).

Bila ditinjau dari definisi asam-basa menurut G.N. Lewis, maka interaksi antara ion logam dengan adsorben dapat dipandang sebagai reaksi asam Lewis dengan basa Lewis, yang mana ion logam berperan sebagai asam Lewis yang menjadi akseptor pasangan elektron dan adsorben sebagai basa Lewis yang menjadi donor pasangan elektron. Dengan demikian, prinsip-prinsip yang berlaku dalam

interaksi asam-basa Lewis dapat digunakan dalam adsorpsi ion logam (Keenan dan Kleinfelter, 1984).

Prinsip yang digunakan secara luas dalam reaksi asam-basa Lewis adalah prinsip HSAB yang dikembangkan Pearson. Prinsip ini didasarkan pada polaribilitas unsur yang dikaitkan dengan kecenderungan unsur (asam atau basa) untuk


(28)

berinteraksi dengan unsur lainnya. Ion-ion logam yang berukuran kecil, bermuatan positif besar, elektron terluarnya tidak mudah terdistorsi dan memberikan polarisabilitas kecil dikelompokkan dalam asam keras. Ion-ion logam yang berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah terdistorsi dan memberikan polarisabilitas yang besar dikelompokkan dalam asam lunak. Ion Ni(II) dan Zn(II) merupakan golongan asam menengah yang mana akan berinteraksi dengan ligan yang bersifat basa keras, sehingga diharapkan dapat berinteraksi dengan semua ion logam divalen tersebut (Huheey et al., 1993). Pada penelitian ini digunakan logam nikel (Ni), tembaga (Cu), seng (Zn),

kadmium (Cd), dan timbal (Pb). Adapun sifat kimia logam tersebut ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat kimia dari ion Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II)

Unsur Nomor Konfigurasi Bilangan Jari-Jari Kompleks

Atom Elektron Oksidasi Ion (pm) Aqua

Ni 28 [Ar] 3d8 4s2 +1, +2, +3, +4 83 [Ni(H2O)6]2+ Cu 29 [Ar] 3d9 4s2 +1, +2, +3, +4 87 [Cu(H2O)6]2+

Zn 30 [Ar] 3d10 4s2 0, +1, +2 88 [Zn(H2O)6]2+

Cd 48 [Kr] 4d10 5s2 +1, +2 109 [Cd(H2O)6]2+

Pb 82 [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2 +2, +4 132 [Pb(H2O)6]2+ Sumber: (Martell and Hancock, 1996).

H. Karakterisasi Material

1. Spektrofotometer inframerah (IR)

Penentuan gugus fungsi suatu sampel dapat dilakukan analisis menggunakan spektrofotometri inframerah. Dengan spektrofotometri inframerah dapat diketahui gugus-gugus fungsi dari material alga Tetraselmis sp, AS dan AS-Magnetit.


(29)

Spektrofotometeri IR adalah spektrofotometer yang memanfaatkan sinar IR dekat, yakni sinar yang berada pada jangkauan panjang gelombang 2,5 - 25 m atau jangkauan frekuensi 400 - 4000 cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom pada posisi kesetimbangan dalam molekul dan kombinasi vibrasi dengan rotasi menghasilkan spektrum vibrasi-rotasi (Khopkar, 2001).

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation). Bila molekul menyerap radiasi

inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada pada keadaan vibrasi

tereksitasi (excited vibrational state); energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian

spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).

2. Spektrofotometer Scanning Electron Microscope (SEM)

Untuk melakukan karakterisasi material yang heterogen pada permukaan bahan pada skala mikrometer atau bahkan submikrometer serta menentukan komposisi unsur sampel secara kualitatif maupun kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan satu perangkat alat SEM. Pada SEM dapat diamati karakteristik bentuk, struktur, serta distribusi pori pada permukaan bahan (Goldstein et al., 1981).


(30)

Prinsip kerja SEM, dengan cara mengalirkan arus pada kawat filamen tersebut dan perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron. Elektron tersebut

dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron difokuskan dengan sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron mengenai target,

informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda yang mengatur intensitasnya. Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari tabung sinar katoda dihubungkan dengan jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi tinggi dan menembus

permukaaan target, elektron kehilangan energi, karena terjadi ionisasi atom dari cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar keluar dari aliran sinar utama, sehingga tercipta lebih banyak elektron bebas, dengan demikian energinya habis lalu melepaskan diri dari target. Elektron ini kemudian dialirkan ke unit

demagnifikasi dan dideteksi oleh detektor dan selanjutnya dicatat sebagai suatu foto (Wagiyo dan Handayani, 1997).

3. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Dalam proses adsorpsi, keberhasilan pembuatan adsorben tercetak ion dapat dilihat menggunakan SSA. Adsorben yang telah tercetak ion diharapkan

mengandung konsentrasi ion logam yang kecil. SSA juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar ion logam yang teradsorpsi maupun yang terdapat dalam adsorben. Ion logam yang teradsorpsi dihitung secara kuantitatif berdasarkan selisih konsentrasi ion logam sebelum dan sesudah adsorpsi (Yuliasari, 2003).

Metode analisis dengan SSA didasarkan pada penyerapan energi cahaya oleh atom-atom netral suatu unsur yang berada dalam keadaan gas. Penyerapan cahaya oleh atom bersifat karakteristik karena tiap atom hanya menyerap cahaya pada


(31)

panjang gelombang tertentu yang energinya sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron-elektron dari atom yang bersangkutan ditingkat yang lebih tinggi, sedangkan energi transisi untuk masing-masing unsur adalah sangat khas. Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional. Pada metode konvensional emisi tergantung pada sumber eksitasi, bila eksitasi dilakukan secara termal maka akan tergantung pada temperatur sumber (Khopkar, 2001).


(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Lampung, serta penyiapan alga Tetraselmis sp di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Identifikasi gugus fungsional menggunakan alat spektrofotometer IR Prestige-21 Shimadzu dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Gadjah Mada. Analisis morfologi permukaan menggunakan SEM type JSM 6360 LA dan kadar ion logam yang teradsorpsi menggunakan SSA Perkin Elmer 3100 dilakukan di Laboratorium Analitik FMIPA Universitas Gadjah Mada.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium, gelas kimia, gelas plastik, gelas ukur, pipet tetes, spatula, corong, neraca analitis, pengaduk magnet, oven, pH indikator universal, kertas saring Whatman No. 42, spektrofotometer IR, Scanning Electron


(33)

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah, biomassa alga

Tetraselmis sp, TEOS, etanol p.a merck, etanol teknis, akuades, HCl 1 M, magnetit

(Fe3O4), Na2EDTA 0,1 M, Ni(NO3)2•6H2O p.a merck, Cu(NO3)2•3H2O p.a merck,

Zn(NO3)2•4H2O p.a merck, Cd(NO3)2•4H2O p.a merck, Pb(NO3)2 merck.

C. Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Biomassa Alga

Biomassa alga diperoleh dari isolasi alga Tetraselmis sp yang dihasilkan dari pembudidayaan dalam skala laboratorium di Balai Budidaya Laut (BBL)

Lampung. Biomassa alga yang dihasilkan dalam bentuk nata, dinetralkan dengan menggunakan akuades hingga pH ≈ 7, dan dikeringkan pada suhu ruang selama 3-4 hari. Kemudian alga yang sudah kering dioven pada suhu 3-40ºC selama 2-3 jam dan digerus hingga halus.

2. Sintesis Hibrida alga silika (HAS)

Larutan A, sebanyak 5 mL TEOS dicampurkan dengan 2,5 mL akuades

dimasukkan ke dalam gelas plastik, lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2. Larutan B, sebanyak 0,6 g biomassa Tetraselmis sp (Suryani, 2013) dicampurkan dengan 5 mL etanol dimasukkan ke dalam gelas plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit. Larutan A yang telah homogen kemudian dicampur dengan larutan B disertai pengadukan menggunakan pengaduk magnet sampai larutan tersebut menjadi gel. Gel yang terbentuk didiamkan selama 24 jam lalu dicuci dengan


(34)

akuades dan etanol sampai pH ≈ 7. Gel dikeringkan dalam oven pada suhu 40ºC selama 2-3 jam, selanjutnya digerus dengan ukuran 100-200 mesh.

3. Sintesis HAS-magnetit (Fe3O4)

Larutan A, 5 mL TEOS dan 2,5 mL akuades ditambahkan 0,2 g partikel magnetit (Suryani, 2013) dimasukkan ke dalam gelas plastik, lalu diaduk selama 30 menit dengan pengaduk magnet. Saat pengadukan, ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2. Larutan B, sebanyak 0,6 g biomassa alga Tetraselmis sp (Suryani, 2013)

dicampurkan dengan 5 mL etanol diaduk dengan pengaduk magnet sampai larutan tersebut homogen. Kemudian kedua larutan tersebut dicampur hingga terbentuk gel. Gel yang terbentuk didiamkan selama 24 jam lalu dicuci dengan etanol dan akuades sampai pH ≈ 7. Gel dikeringkan di dalam oven pada suhu 40oC selama 2-3 jam, selanjutnya digerus dengan ukuran 100-200 mesh.

4. Karakterisasi Material

Untuk mengetahui perubahan gugus-gugus fungsional utama dalam biomassa alga Tetraselmis sp, HAS, dan HAS-magnetit dilakukan analisis dengan

spektrofotometer IR. Analisis morfologi permukaan dari biomassa alga Tetraselmis sp, HAS, dan HAS-magnetit dilakukan spektrofotometer SEM. Kadar ion logam yang teradsorpsi pada biomassa alga Tetraselmis sp, HAS, dan HAS-magnetit dilakukan analisis menggunakan spektrofotometer SSA.


(35)

5. Uji adsorpsi

a. Monologam

Sebanyak 50 mg adsorben (biomassa alga Tetraselmis sp, HAS, dan

HAS-magnetit) ditambahkan dengan masing-masing 20 mL larutan ion Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) dengan konsentrasi 0,5 mmol L-1. Adsorpsi dilakukan dalam sistem batch menggunakan pengaduk magnet pada pH 6 dengan waktu selama 1 jam, lalu larutan disentrifugasi. Filtrat diambil untuk dianalisis kadar logam yang tersisa dalam larutan dengan spektofotometer SSA. Endapan yang diperoleh dibilas dengan 20 mL akuades, kemudian ditambahkan dengan 20 mL Na2EDTA 0,1 M lalu disaring. Selanjutnya dilakukan analisis dengan

spektrofotometer SSA (tiga kali pengulangan).

b. Pasangan ion

Sebanyak 50 mg adsorben (biomassa alga Tetraselmis sp, HAS, dan

HAS-magnetit) diinteraksikan dengan 20 mL larutan yang mengandung pasangan ion Ni(II)/Cu(II), Ni(II)/Zn(II), Ni(II)/Cd(II), Ni(II)/Pb(II), Cu(II)/Zn(II),

Cu(II)/Cd(II), Cu(II)/Pb(II), Zn(II)/Cd(II), Zn(II)/Pb(II), Cd(II)/Pb(II) dengan masing-masing konsentrasi 0,5 mmol L-1. Adsorpsi dilakukan dalam sistem batch menggunakan pengaduk magnet pada pH 6 dengan waktu selama 1 jam. Larutan disentrifugasi, lalu filtrat diambil untuk dianalisis kadar logam yang tersisa dalam larutan dengan spektofotometer SSA (tiga kali pengulangan).


(36)

c. Multilogam

Sebanyak 250 mg adsorben (biomassa alga Tetraselmis sp, HAS, dan HAS-magnetit) ditambahkan dengan 100 mL larutan yang mengandung ion Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) dengan masing-masing konsentrasi 0,5 mmol L-1. Adsorpsi dilakukan dalam sistem batch menggunakan pengaduk magnet pada pH 6 dengan waktu selama 1 jam. Larutan disentrifugasi, lalu filtrat diambil untuk dianalisis kadar logam yang tersisa dalam larutan dengan


(37)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sintesis material HAS dan HAS – magnetit telah berhasil dilakukan yang ditunjukkan dengan karakterisasi menggunakan spektrofotometer IR. Adanya pita serapan 3000-2900 cm-1 mengindikasikan bahwa telah terjadi immobilisasi biomassa alga Tetraselmis sp pada silika dalam HAS dan HAS-magnetit dan pada bilangan gelombang 586,36 cm-1 menunjukkan adanya serapan

karakteristik dari partikel magnetit (Fe3O4).

2. Jumlah ion logam yang teradsorpsi pada adsorben biomassa alga

Tetraselmis sp, HAS, dan HAS-magnetit baik adsorpsi secara monologam maupun multilogam menunjukkan bahwa ion Pb(II) > Cd(II) > Zn(II) > Cu(II) > Ni(II).

3. Selisih perbedaan ukuran jari-jari ion tidak berpengaruh terhadap kompetisi adsorpsi pasangan ion, melainkan interaksi antara ion logam dan adsorben ditentukan oleh sifat keasaman logam dan gugus fungsional yang teradsorpsi pada adsorben.


(38)

B. Saran

Pada penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan sistem adsorpsi dengan metode kontinu pada saat kompetisi ion-ion logam agar lebih mudah diaplikasikan sebagai adsorben untuk pemisahan ion logam dari larutan di lingkungan.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Airoldi, C., and L.N.N. Ararki. 2001. Immobilization of Ethlenesulfaide of Silica Surface trought Sol-Gel Process and Some Thermodynamic Data of Divalent Cation Interaction. Polyhedron. 20: 929-936.

Alberty, R.A., and F. Daniel. 1987. Physical Chemistry. 5th ed. SI Version. John Willey and Sons Inc. New York.

Alloway, B.J. and D.C.Ayres. 1997. Chemical Principles of Environment Pollution. 2nd Edition. Blackie Academic & Profesional. London. Blais, J.F., B. Dufresne., and G. Mercier. 2000. State of The Art of Technologies

for Metal Removal from Industrial Effluents. Rev. Sci. Eau. 12(4): 687-711.

Brinker, C.J., and G.W. Scherer. 1990. Applications in : Sol Gel Science, the Physics and Chemistry of Sol-Gel Processing. Academic Press, Inc. San Diego, California. pp 839-880.

Buhani, Suharso, and Sumadi. 2012. Production of Ionic Imprinted Polymer from Nannochloropsis sp Biomass and its Adsorption Characteristic toward Cu(II) Ion in Solutions. Asian Journal Chemist. 24(1): 133-140. Buhani, Suharso, and H. Satria. 2011. Hybridization of Nannochloropsis sp

Biomass-Silika Through Sol-Gel Process to Adsorp Cd(II) ion In Aqueous Solutions. European Journal of Scientific Research. 51(4): 467-476. Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2010. Production of Metal Ion

Imprinted Polymer from Mercapto–Silica through Sol–Gel Process as Selective Adsorbent of Cadmium. Desalination. 251: 83-89.

Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2009. Amino and Mercapto-Silica Hybrid for Cd(II) Adsorption in Aqueous Solution. Indonesian Journal Chemist. 9(2): 170-176.

Buhani, Suharso, and Zipora Sembiring. 2006. Biosorption of Metal Ions Pb(II), Cu(II), and Cd (II) on Sargassum duplicatum Immobilized Silica Gel Matrix. Indonesian Journal Chemist. 6(3): 245-250.


(40)

Buhani. 2003. Adsorpsi ion logam Cu(II), Cd(II) dan Pb(II) pada Biomassa Alga yang Diimobilisasi Silika Gel. Jurnal Sains dan Teknologi. Vol. 9, No.2: 31-38.

Burlew, J.S. 1995. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie Institution of Washington. Washington.

Cabrera, L., S. Gutierrez, N. Menendez, M.P. Morales. and P. Herrasti. 2008. Magnetite Nanoparticles: Electrochemical Synthesis and

Characterization. Electrochimica Acta, 53: 3436-3441.

Cerventes, C., J. Compos-Garcia., D. Silvia., F.G. Corona., H.L. Tavera., J. Gusman., and R.M. Sanchez. 2001. Interaction of Chromium with Microorganisms and Plant. FEMS Microbiology Reviews, 25 : 335- 347. Deng,Y., C. Wang., J. Hu., W. Yang., and S. Fu. 2005. Investigation of Formation

of Silica-Coated Magnetite Nanoparticles Via Sol-Gel Process Approach. Journal of Colloids and Surfaces. 262, 87.

Douglas, B., McDaniel, D., and Alexander, J. 1994. Concepts and Models of Inorganic Chemistry. John Wiley & Sons, Inc. New York. 340. Enymia, S. dan N. Sulistriani. 1998. Pembuatan Silika Gel Kering dari Sekam

Padi Untuk Bahan Pengisi Karet Ban. Jurnal Kimia Indonesia. 7(1&2): 1-9.

Fahmiati, Nuryono, dan Narsito. 2004. Kajian Kinetika Adsorpsi Cd(II), Ni(II) dan Mg(II) pada Silika Gel Termodifikasi 3-Merkapto-1,2,4-Triazol. Alchemy. 3(2): 22-28.

Farook, A., and S. Ravendran. 2000. Saturated Fatty Acids Adsorption by Acidified Rice Hull Ash. Journal Chemistry Society. 77: 437-440. Goldstein, J.I., D.E. Nwberry, D.C. Echlin, J.C. Fiori., and E. Lifshin. 1981.

Scanning Elctron Microscopy and X-Rays Microanalysis. [A Textbook for Biologist]. Materials Scientists and Biologists. New York.

Gupta, S.S., and K.G. Bhattacharyya. 2006. Adsorption of Ni(II) on Clay. Journal Chemist Science. 295: 21-32.

Harjadi. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.

Harris, O. P., and J. G. Ramelow. 1990. Binding of Metal Ions by Particulate Quadricauda. Environt Scient and Technology. 24 : 220-227.

Hartono, Y.M.V., A.R.W. Barbara., J. Suparta dan Supomo. 2002. Pembuatan SiC dari Sekam Padi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Keramik. Bandung.


(41)

Hook, J. R., and H.E. Hall. 1991. Solid state physics. 2nd edition, John Willey & Sons: England/Chichester, hal: 241.

Huheey, J.E., E.A. Keiter. and R.L. Keiter. 1993. Inorganic Chemistry :

Principles of Structure and Reactivity. 4th edition. Harpelcolling College Publisher. New York.

Jamarun, N. 2000. Proses Sol Gel. (Tesis). FMIPA Kimia Universitas Andalas. Padang.

Jeon, C. 2011. Adsorption Characteristic of Cooperation Using Magnetically Modifield Medicinal Stones. Journal of Industrial and Engineering Chemistry. 17: 1487-1493.

Kalapathy, U., A. Proctor and J. Schultz. 2000. A Simple Method For Production of Pure Silica From Rice Hull Ash. Bioes. Tech. 73: 257-262.

Keenan, C.W. dan W. Kleinfelter. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi keenam. Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Hal. 512-543.

Khopkar, S.M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Lin, Y., H. Chen., K. Lin., B. Chen., and C. Chiou. 2011. Aplication of Magnetic Particles Modified with Amino Groups to Adsorb Cooper Ions in

Aqueous Solution. Journal Environmental Scient. 23 :44-50.

Liu, Y., Y. Zeng, W. Xu, C.Yang., and J. Zhang. 2010. Biosorption of copper(II) by Immobilizing Saccharomyces cerevisiae on the Surface of Chitosan-Coated Magnetic Nanoparticles from Aqueus Solution. Journal of Hazardous Materials. 177. 676-682.

Martell, A. E., and R.D. Hancock. 1996. Metal Complexes in Aqueose Solution. Plenum Press. New York.

Mawardi. 2002. Pengaruh Pereaksi Pemodifikasi Gugus Fungsi terhadap Biosorpsi Kadmium(II) oleh Biomassa Alga Mati. Universitas Padang. Sumatera Barat.

Miessler, G.L., and Tarr, D.A. 1991. Inorganic Chemistry. Prentice Hall. New Jersey. 51.

Na, J., X. Chang, H. Zheng, Q. He and Z. Hu. 2006. Selective Solid-Phase Extraction of Ni(II) Using a Surface-Imprinted Silica Gel Sorbent. Analytica Chimica Acta. 577: 225–231.


(42)

Nuzula, F. 2004. Adsorpsi Cd2+, Ni2+, dan Mg2+ pada 2-Merkapto Benzimidazol yang Diimobilisasikan pada Silika Gel. (Tesis). FMIPA-UGM.

Yogyakarta.

Oscik, J. 1982. Adsorption. Ellis Horwood Limited. England. Oxford. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta.

Pahlavanzadeh, H., A.R. Keshtkar, J. Safdari, Z. Abadi. 2010. Biosorption of Nickel(II) from Aqueous Solution by Brown Algae: Equilibrium,

Dynamic and Thermodynamic Studies. Journal of Hazardous Materials. 175, 304-310.

Palar, H. 1994. Pencernaan dan Toksikologi Logam Berat, PT Rineka Cipta Jakarta. Pembuatan SiC dari Sekam Padi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Keramik. Bandung.

Pankhurst, Q.A., J. Connolly., S.K. Jones., and J. Dobson. 2003. “Applications of Magnetic Nanoparticles in Biomedicine”. Journal of Physics. 36: R167-R181.

Peng, Q., Y. Liu., G. Zeng., W. Xu., C. Yang., and J. Zhang. 2010, Biosorption of Copper (II) Immobilizing Saccharomyces sereviceae on the Surface of Chitosan Coated Magnetic Nanoparticle from Aqueous Sollution. Journal of Hazardous Materials. 177: 676-682.

Putra, S.E. 2006. Tinjauan Kinetika dan Termodinamika Proses Adsorpsi Ion Logam Pb, Cd, dan Cu oleh Biomassa Alga Nannochloropsis sp yang Diimmobilisasi Polietilamina-Glutaraldehid. Laporan Penelitian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Quintanilla,D.P., Sanchez, A.S., Del Heirro,I., Fajardum., and sierra, I. 2008. Amino and Mercapto Silica Hybrid for Cd(II) Adsorption in Aqueous Solution. Indonesian Journal Chemist.

Rahaman, M.N. 1995. Ceramics Pressing and Sintering. Departement of

Ceramics Engineering University of Missoury-Rolla Rolla Missouri. Hal 214-219.

Schubert, U., and N. Husing. 2000. Synthesis of Inorganic Material. Willey-VCH Verlag Gmbh. D-69469 Wernbeim. Federal Republik of Germany. Science, The Physics and Chemistry of Sol-Gel Processing. Academic. Sinaga, S. 2009. Studi Pemanfaatan Silika Gel Tersalut Kitosan Untuk

Menurunkan Kadar Logam Besi dan Seng Dalam Larutan Kopi. (Tesis). Medan.


(43)

Spiakov, B.Y. 2006. Solid Phase Extraction on Alkyl Bonded Silica Gels in Inorganics Analysis. Analytica Chimica Acta. 22: 45-60.

Sriyanti, Narsito dan Nuryono. 2001. Selektivitas 2-Merkaptobenzotiazol Terimpregnasi pada Zeolit Alam untuk Adsorpsi Kadmium(II) dalam Campuran Cd(II)-Fe(II). Prosiding Seminar Nasional Kimia IX. Yogyakarta.

Stum, Z., and J.J. Morgan.1996. Aquatic Chemistry : Chemical Equilibria in Natural Water. 3rd ed. John Willey and Sons Inc. New York.

Suharso, Buhani and Sumadi. 2010. Immobilization of S. duplicatum Supported Silica gel matrix and its Application on Adsorption-Desorption of Cu(II), Cd(II) and Pb(II) Ions. Desalination. 263: 64-69.

Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Mikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Seminar On-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21, 1-14 Februari 2001. Supratman, U. 2010. Equilibrium Penentuan Senyawa Organik. Padjajaran.

Bandung.

Suryani, D.P. 2013. Immobilisasi Biomassa Alga Tetraselmis sp Dengan Pelapisan Silika-Magnetit Sebagai Adsorben Ion Ni(II) dan Zn(II). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Teja, A.S., and P.Y. Koh., 2008. “Synthesis, Properties, and Applications of Magnetic Iron Oxide Nanoparticles”, Progrees in Crystal Growth and Characterization of Materials, xx: 1-24.

Terrada, K., K. Matsumoto and H. Kimora. 1983. Sorption of Copper (II) by Some Complexing Agents Loaded on Various Support. Analytica Chimica Acta. 153: 237-247.

Volensky, Bohumil and V. Diniz. 2005. Desorption Of Lanthanum, Europium and Ytterbium From Sargasum. McGill University. Canada.

Wagiyo dan A. Handayani. 1997. Petunjuk Praktikum Scanning Electron

Microscope, SEM dan Energy Dispersive Spectrometer, EDS. Badan Tenaga Atom Nasonal. Tangerang.

Wankasi. 2005. Desorption of Pb2+ and Cu2+ from Nipa palm (Nypa Fruticans Wurmb) Biomass. Diakses tanggal 21 Maret 2013 Pukul 10.30 WIB. (http://www.google.com./desorption).

Yuliasari, L. 2003. Studi Penentuan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Organ Tubuh Ayam Broiler Secara Spektrofotometri Serapan Atom. (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.


(1)

B. Saran

Pada penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan sistem adsorpsi dengan metode kontinu pada saat kompetisi ion-ion logam agar lebih mudah diaplikasikan sebagai adsorben untuk pemisahan ion logam dari larutan di lingkungan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Airoldi, C., and L.N.N. Ararki. 2001. Immobilization of Ethlenesulfaide of Silica Surface trought Sol-Gel Process and Some Thermodynamic Data of Divalent Cation Interaction. Polyhedron. 20: 929-936.

Alberty, R.A., and F. Daniel. 1987. Physical Chemistry. 5th ed. SI Version. John Willey and Sons Inc. New York.

Alloway, B.J. and D.C.Ayres. 1997. Chemical Principles of Environment Pollution. 2nd Edition. Blackie Academic & Profesional. London. Blais, J.F., B. Dufresne., and G. Mercier. 2000. State of The Art of Technologies

for Metal Removal from Industrial Effluents. Rev. Sci. Eau. 12(4): 687-711.

Brinker, C.J., and G.W. Scherer. 1990. Applications in : Sol Gel Science, the Physics and Chemistry of Sol-Gel Processing. Academic Press, Inc. San Diego, California. pp 839-880.

Buhani, Suharso, and Sumadi. 2012. Production of Ionic Imprinted Polymer from Nannochloropsis sp Biomass and its Adsorption Characteristic toward Cu(II) Ion in Solutions. Asian Journal Chemist. 24(1): 133-140. Buhani, Suharso, and H. Satria. 2011. Hybridization of Nannochloropsis sp

Biomass-Silika Through Sol-Gel Process to Adsorp Cd(II) ion In Aqueous Solutions. European Journal of Scientific Research. 51(4): 467-476. Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2010. Production of Metal Ion

Imprinted Polymer from Mercapto–Silica through Sol–Gel Process as Selective Adsorbent of Cadmium. Desalination. 251: 83-89.

Buhani, Narsito, Nuryono and E.S. Kunarti. 2009. Amino and Mercapto-Silica Hybrid for Cd(II) Adsorption in Aqueous Solution. Indonesian Journal Chemist. 9(2): 170-176.

Buhani, Suharso, and Zipora Sembiring. 2006. Biosorption of Metal Ions Pb(II), Cu(II), and Cd (II) on Sargassum duplicatum Immobilized Silica Gel Matrix. Indonesian Journal Chemist. 6(3): 245-250.


(3)

Buhani. 2003. Adsorpsi ion logam Cu(II), Cd(II) dan Pb(II) pada Biomassa Alga yang Diimobilisasi Silika Gel. Jurnal Sains dan Teknologi. Vol. 9, No.2: 31-38.

Burlew, J.S. 1995. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie Institution of Washington. Washington.

Cabrera, L., S. Gutierrez, N. Menendez, M.P. Morales. and P. Herrasti. 2008. Magnetite Nanoparticles: Electrochemical Synthesis and

Characterization. Electrochimica Acta, 53: 3436-3441.

Cerventes, C., J. Compos-Garcia., D. Silvia., F.G. Corona., H.L. Tavera., J. Gusman., and R.M. Sanchez. 2001. Interaction of Chromium with Microorganisms and Plant. FEMS Microbiology Reviews, 25 : 335- 347. Deng,Y., C. Wang., J. Hu., W. Yang., and S. Fu. 2005. Investigation of Formation

of Silica-Coated Magnetite Nanoparticles Via Sol-Gel Process Approach. Journal of Colloids and Surfaces. 262, 87.

Douglas, B., McDaniel, D., and Alexander, J. 1994. Concepts and Models of Inorganic Chemistry. John Wiley & Sons, Inc. New York. 340. Enymia, S. dan N. Sulistriani. 1998. Pembuatan Silika Gel Kering dari Sekam

Padi Untuk Bahan Pengisi Karet Ban. Jurnal Kimia Indonesia. 7(1&2): 1-9.

Fahmiati, Nuryono, dan Narsito. 2004. Kajian Kinetika Adsorpsi Cd(II), Ni(II) dan Mg(II) pada Silika Gel Termodifikasi 3-Merkapto-1,2,4-Triazol. Alchemy. 3(2): 22-28.

Farook, A., and S. Ravendran. 2000. Saturated Fatty Acids Adsorption by Acidified Rice Hull Ash. Journal Chemistry Society. 77: 437-440. Goldstein, J.I., D.E. Nwberry, D.C. Echlin, J.C. Fiori., and E. Lifshin. 1981.

Scanning Elctron Microscopy and X-Rays Microanalysis. [A Textbook for Biologist]. Materials Scientists and Biologists. New York.

Gupta, S.S., and K.G. Bhattacharyya. 2006. Adsorption of Ni(II) on Clay. Journal Chemist Science. 295: 21-32.

Harjadi. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.

Harris, O. P., and J. G. Ramelow. 1990. Binding of Metal Ions by Particulate Quadricauda. Environt Scient and Technology. 24 : 220-227.

Hartono, Y.M.V., A.R.W. Barbara., J. Suparta dan Supomo. 2002. Pembuatan SiC dari Sekam Padi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Keramik. Bandung.


(4)

Hook, J. R., and H.E. Hall. 1991. Solid state physics. 2nd edition, John Willey & Sons: England/Chichester, hal: 241.

Huheey, J.E., E.A. Keiter. and R.L. Keiter. 1993. Inorganic Chemistry :

Principles of Structure and Reactivity. 4th edition. Harpelcolling College Publisher. New York.

Jamarun, N. 2000. Proses Sol Gel. (Tesis). FMIPA Kimia Universitas Andalas. Padang.

Jeon, C. 2011. Adsorption Characteristic of Cooperation Using Magnetically Modifield Medicinal Stones. Journal of Industrial and Engineering Chemistry. 17: 1487-1493.

Kalapathy, U., A. Proctor and J. Schultz. 2000. A Simple Method For Production of Pure Silica From Rice Hull Ash. Bioes. Tech. 73: 257-262.

Keenan, C.W. dan W. Kleinfelter. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi keenam. Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Hal. 512-543.

Khopkar, S.M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Lin, Y., H. Chen., K. Lin., B. Chen., and C. Chiou. 2011. Aplication of Magnetic Particles Modified with Amino Groups to Adsorb Cooper Ions in

Aqueous Solution. Journal Environmental Scient. 23 :44-50.

Liu, Y., Y. Zeng, W. Xu, C.Yang., and J. Zhang. 2010. Biosorption of copper(II) by Immobilizing Saccharomyces cerevisiae on the Surface of Chitosan-Coated Magnetic Nanoparticles from Aqueus Solution. Journal of Hazardous Materials. 177. 676-682.

Martell, A. E., and R.D. Hancock. 1996. Metal Complexes in Aqueose Solution. Plenum Press. New York.

Mawardi. 2002. Pengaruh Pereaksi Pemodifikasi Gugus Fungsi terhadap Biosorpsi Kadmium(II) oleh Biomassa Alga Mati. Universitas Padang. Sumatera Barat.

Miessler, G.L., and Tarr, D.A. 1991. Inorganic Chemistry. Prentice Hall. New Jersey. 51.

Na, J., X. Chang, H. Zheng, Q. He and Z. Hu. 2006. Selective Solid-Phase Extraction of Ni(II) Using a Surface-Imprinted Silica Gel Sorbent. Analytica Chimica Acta. 577: 225–231.


(5)

Nuzula, F. 2004. Adsorpsi Cd2+, Ni2+, dan Mg2+ pada 2-Merkapto Benzimidazol yang Diimobilisasikan pada Silika Gel. (Tesis). FMIPA-UGM.

Yogyakarta.

Oscik, J. 1982. Adsorption. Ellis Horwood Limited. England. Oxford. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta.

Pahlavanzadeh, H., A.R. Keshtkar, J. Safdari, Z. Abadi. 2010. Biosorption of Nickel(II) from Aqueous Solution by Brown Algae: Equilibrium,

Dynamic and Thermodynamic Studies. Journal of Hazardous Materials. 175, 304-310.

Palar, H. 1994. Pencernaan dan Toksikologi Logam Berat, PT Rineka Cipta Jakarta. Pembuatan SiC dari Sekam Padi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Keramik. Bandung.

Pankhurst, Q.A., J. Connolly., S.K. Jones., and J. Dobson. 2003. “Applications of Magnetic Nanoparticles in Biomedicine”. Journal of Physics. 36: R167-R181.

Peng, Q., Y. Liu., G. Zeng., W. Xu., C. Yang., and J. Zhang. 2010, Biosorption of Copper (II) Immobilizing Saccharomyces sereviceae on the Surface of Chitosan Coated Magnetic Nanoparticle from Aqueous Sollution. Journal of Hazardous Materials. 177: 676-682.

Putra, S.E. 2006. Tinjauan Kinetika dan Termodinamika Proses Adsorpsi Ion Logam Pb, Cd, dan Cu oleh Biomassa Alga Nannochloropsis sp yang Diimmobilisasi Polietilamina-Glutaraldehid. Laporan Penelitian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Quintanilla,D.P., Sanchez, A.S., Del Heirro,I., Fajardum., and sierra, I. 2008. Amino and Mercapto Silica Hybrid for Cd(II) Adsorption in Aqueous Solution. Indonesian Journal Chemist.

Rahaman, M.N. 1995. Ceramics Pressing and Sintering. Departement of

Ceramics Engineering University of Missoury-Rolla Rolla Missouri. Hal 214-219.

Schubert, U., and N. Husing. 2000. Synthesis of Inorganic Material. Willey-VCH Verlag Gmbh. D-69469 Wernbeim. Federal Republik of Germany. Science, The Physics and Chemistry of Sol-Gel Processing. Academic. Sinaga, S. 2009. Studi Pemanfaatan Silika Gel Tersalut Kitosan Untuk

Menurunkan Kadar Logam Besi dan Seng Dalam Larutan Kopi. (Tesis). Medan.


(6)

Spiakov, B.Y. 2006. Solid Phase Extraction on Alkyl Bonded Silica Gels in Inorganics Analysis. Analytica Chimica Acta. 22: 45-60.

Sriyanti, Narsito dan Nuryono. 2001. Selektivitas 2-Merkaptobenzotiazol Terimpregnasi pada Zeolit Alam untuk Adsorpsi Kadmium(II) dalam Campuran Cd(II)-Fe(II). Prosiding Seminar Nasional Kimia IX. Yogyakarta.

Stum, Z., and J.J. Morgan.1996. Aquatic Chemistry : Chemical Equilibria in Natural Water. 3rd ed. John Willey and Sons Inc. New York.

Suharso, Buhani and Sumadi. 2010. Immobilization of S. duplicatum Supported Silica gel matrix and its Application on Adsorption-Desorption of Cu(II), Cd(II) and Pb(II) Ions. Desalination. 263: 64-69.

Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Mikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Seminar On-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21, 1-14 Februari 2001.

Supratman, U. 2010. Equilibrium Penentuan Senyawa Organik. Padjajaran. Bandung.

Suryani, D.P. 2013. Immobilisasi Biomassa Alga Tetraselmis sp Dengan Pelapisan Silika-Magnetit Sebagai Adsorben Ion Ni(II) dan Zn(II). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Teja, A.S., and P.Y. Koh., 2008. “Synthesis, Properties, and Applications of Magnetic Iron Oxide Nanoparticles”, Progrees in Crystal Growth and Characterization of Materials, xx: 1-24.

Terrada, K., K. Matsumoto and H. Kimora. 1983. Sorption of Copper (II) by Some Complexing Agents Loaded on Various Support. Analytica Chimica Acta. 153: 237-247.

Volensky, Bohumil and V. Diniz. 2005. Desorption Of Lanthanum, Europium and Ytterbium From Sargasum. McGill University. Canada.

Wagiyo dan A. Handayani. 1997. Petunjuk Praktikum Scanning Electron

Microscope, SEM dan Energy Dispersive Spectrometer, EDS. Badan Tenaga Atom Nasonal. Tangerang.

Wankasi. 2005. Desorption of Pb2+ and Cu2+ from Nipa palm (Nypa Fruticans Wurmb) Biomass. Diakses tanggal 21 Maret 2013 Pukul 10.30 WIB. (http://www.google.com./desorption).

Yuliasari, L. 2003. Studi Penentuan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Organ Tubuh Ayam Broiler Secara Spektrofotometri Serapan Atom. (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.


Dokumen yang terkait

ISOTERM ADSORPSI ION Ni(II) dan Zn(II) PADA MATERIAL ALGA Chaetoceros sp YANG DIMODIFIKASI DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT

1 31 44

IMMOBILISASI BIOMASSA ALGA Tetraselmis sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT SEBAGAI ADSORBEN ION Ni(II) DAN Zn(II)

0 14 6

ADSORPSI ION Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) DALAM LARUTAN OLEH ALGA Tetraselmis sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (ADSORPTION OF Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) IONS IN SOLUTION By Tetraselmis sp ALGAE WITH A COATING SILICA-MAGNET

4 40 43

STUDI ADSORPSI ION Pb(II) dan Cu(II) PADA BIOMASSA ALGA Chaetoceros sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT ADSORPTION STUDY OF Pb (II) AND Cu (II) IONS ON Chaetoceros sp ALGAE BIOMASS WITH COATING OF SILICA-MAGNETITE

2 32 51

ADSORPSI ION Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), DAN Pb(II) DALAM LARUTAN OLEH ALGA Chaetoceros sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (THE ADSORPTION of Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) IONS in AQUEOUS SOLUTION by ALGAE Chaetoceros sp with SILICA-MAGN

1 12 40

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

0 9 52

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

1 39 55

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

3 39 57

SINTESIS ADSORBEN BIOMASSA ALGA Tetraselmis Sp DENGAN PELAPISAN SILIKA MAGNETIT UNTUK ADSORPSI ION Pb(II) DAN Cu(II)

1 5 52

MODIFIKASI BIOMASSA Nitzschia sp. DENGAN SILIKA-MAGNETIT SEBAGAI ADSORBEN ION Cd(II), Cu(II), DAN Pb(II) DALAM LARUTAN

2 20 53