PENDAHULUAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NARAPIDANA BARU ATAS TINDAK KEKERASAN YANG DILAKUKAN NARAPIDANA LAMA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB SLEMAN YOGYAKARTA.

(1)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang menegaskan bahwa perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem kepenjaraan yang memandang narapidana sebagai obyek tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan. pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan merupakan insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam sistem pembinaan yang terpadu.

Pada dasarnya pola sistem pemasyarakatan yang dianut dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan telah banyak mengadopsi

standard minimum Rules for the treatment of prisonesr (SMR). Salah satu

konsep pemasyarakatan yang merujuk pada SMR adalah dilihat dari tujuan akhir pemasyarakatan, pembinaan dan pembibingan terhadap narapidana atau anak pidana mengarah pada integrasi kehidupan didalam masyarakat. Dalam konsidern UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan secara jelas telah dinyatakan bahwa penerimaan kembali oleh masyarakat serta keterlibatan narapidana dalam pembangunan merupakan akhir dari penyelenggaraan pemasyarakatan.


(2)

Tujuan penyelenggaraan sistem Pemasyarakatan adalah pembentukan warga binaan menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana, kembali kemasyarakat, aktif dalam pembangunan, hidup wajar sebagai warga negara dan bertanggung jawab. Fungsi Pembinaan adalah menjadikan warga binaan menyatu (integral) dengan sehat dalam masyarakat serta dapat berperan bebas dan bertanggung jawab. Adapun maksud dari manusia seutunya adalah narapidana atau anak pidana sebagai individu yang diarahkan fitrahnya untuk menjalin hubungan dengan Tuhan, pribadi serta lingkungan. Sedangkan definisi terintegarasi secara sehat dapat diartikan sebagi pemulihan hubungan hubungan warga binaan pemasyarakatan dengan masyarakat.1

Di Indonesia, Lapas yang ada pada saat ini tidak sama dengan penjara yang ada pada masa lalu. Lapas yang ada pada saat ini adalah hasil penerapan dari sistem Pemasyarakatan (treatment system of prisoners). Dalam sistem ini, pelaku tindak pidana dimasukkan ke dalam lembaga bukan bertujuan sebagai suatu bentuk pembalasan dendam dari negara atas tindak pidana yang telah dilakukannya, melainkan sebagi tempat melakukan pembinaan Narapidana

(treatment of offenders). Di dalam LAPAS, Warga binaan pemasyarakatan

tidak akan mendapat berbagai macam bentuk siksaan dan penderitaan fisik, tetapi lebih ditujukan kepada upaya untuk menyadarkan pelaku tindak pidana yang bersangkutan akan kesalahanya. Hal ini bertolak belakang dengan fakta

1 Lukman Bratamidjaja,SH.,MH, Peningakatan Pembinaan Narapidana Melalui Optimalisasi Bulan Tertib Pemasyarakatan (PUSAT PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI, JAKARTA, 2009), hlm 1 dan 2


(3)

yang ada di lapangan, karena pada faktanya tindak kekerasan dan penderitaan fisik masih sering dilakukan Narapidana lama terhadap Narapidana yang baru masuk Lembaga Pemasyarakatan.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas Lembaga Pemasyrakatan (LAPAS) Seharusnya memberikan perlindungan hukum terhadap Narapidana yang baru supaya tidak terjadi tindak kekerasan yang dilakukan Narapidana lama. Tujuan pokok LAPAS berdasarkan ketentuan Pasal (2) UU No.12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan adalah: “Suatu upaya dari Negara, agar Narapidana yang bersangkutan dapat memperbaiki diri pribadi secara utuh, serta tidak akan mengulangi perbuatan pidananya, Sehingga dia dapat kembali hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai warga masyarakat yang baik dan bertanggung jawab, serta ikut dalam proses pembangunan masyarakat.”

Melihat tujuan-tujuan dari LAPAS tersebut, maka dapat diketahui bahwa keberadaan LAPAS sangatlah penting sebagai suatu bagian dari upaya penegakan hukum pidana di Indonesia guna menjaga adanya ketetiban, keamanan dan kesejahteraan seluruh anggota masyrakat. Selain itu bagi pelaku tindak pidana itu sendiri keberadaan LAPAS juga cukup vital, yaitu sebagai suatu media rehabilitasi diri pribadi secara menyeluruh (menyangkut perilaku, moral maupun mental) dalam upaya untuk kembali berintegrasi dengan masyarakat (resosialisasi) sebagai satu bagian dari sistem organisasi masyarakat yang ideal. Sejalan dengan hal tersebut Bambang Purnomo menyatakan: “Dari segi operasional, pelaksanaan pemidanaan dengan system pemasyarakatan ini memerlukan adanya kesinambungan antara aparat penegak


(4)

hukum yaitu polisi, jaksa, hakim, dan pegawai LAPAS (instrument input),2 anggota masyarakat sebagai wadah kehidupan manusia (environmental input), serta narapidana yang menjalani pemidanaan itu sendiri (Law input)”.

Sayangnya dalam pelaksanaannya, upaya untuk mencapai tujuan LAPAS tersebut seringkali menemui kendala. Baik yang bersumber dari faktor internal LAPAS maupun dari faktor eksternal LAPAS, seringkali hasil yang dicapai oleh LAPAS tersebut tidak sesuai dengan idealisme dari keberadaan LAPAS itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, adanya model pembinaan bagi narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai mejalani hukuman (bebas). Istilah penjarapun telah mengalami perubahan menjadi pemasyarakatan. Lahirnya istilah Lembaga Pemasyarakatan dipilih sesuai dengan visi dan misi lembaga itu untuk menyiapkan para narapidana kembali ke masyarakat. Istilah ini di cetuskan pertama kali oleh Saharjo,S.H yang menjabat menteri kehakiman RI pada saat itu. Beliau mengatakan bahwa pemasyrakatan dinyatakan sebagai suatu system pembinaan terhadap para pelanggar hukum dan sebagai suatu keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihya kesatuan hubungan antara Warga Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat.

Sejalan dengan perkembangan selanjutnya, sistem pemasyarakatan mulai dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12 Tahun

2

Dwida priatno. 2006, sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, hlm. 107


(5)

1995 tentang Pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan itu menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu system Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi warga binaan Pemasyarakatan. Mengacu pada pemikiran itu mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin mengatakan, ”Pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh Negara kepada narapidana dan tahanan untuk menjadi manusia yang menyadari kesalahannya.”

Pembinaan narapidana yang merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan dimulai dengan menerima narapidana dan menyelesaikan pencatatannya secara administratif, yang disusul dengan observasi/ identifikasi mengenai pribadinya secara lengkap oleh suatu Tim Pengamat Pemasyarakatan. Setelah selesai kemudian ditentukan bentuk dan cara perlakuan (treatment) yang akan ditempuh, antara lain penempatannya untuk tinggal, pekerjaan yang akan diberikan, pendidikan/pelatihan yang akan dijalaninya. Di samping diberi keterangan-keterangan tentang hak dan kewajibannya serta tata cara hidup dalam Lembaga Pemasyarakatan. Setelah berjalan beberapa lama dievaluasi untuk mengetahui keadaan narapidana yang bersangkutan apaka mengalami kemajuan sikap atau tingkah lakunya. Bila mengalami kemajuan dalam tingkah laku kemudian dilanjutkan dengan beberapa kemudahan yang berupa pemberian pekerjaan, pendidikan kesempatan untuk semakin dekat dengan keluarganya.3

3 H. R.Soegondo. 2006, Sistem Pembinaan Napi Di tengah Overload Lapas Indonesia. PT Insania Cita Press, Yogyakarta, hlm. 45


(6)

Melalui berbagai produk perundang-undangan maupun praktik hukum oleh birokrasi, aparat keamanan dan pengadilan, dapat diketahui bagaimana kekerasan beroperasi serta mereproduksi diri dalam berbagai sikap dan perilaku sosial masyarakat Indonesia. Pelaksanaannya hukum di Indonesia telah melembagakan kekerasan dalam berbagai bentuk pengaturan, kebijaksanaan, dan putusan hukum yang menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial ekonomi, diskriminasi, dan perilaku kekerasan sehari-hari.

Salah satu contoh kasus tindakan kekerasan yang dilakukan di dalam Lapas antara lain adalah kekerasan yang terjadi pada 24 juni 2011 antara narapidana penghuni lembaga pemasyarakatan (LP) Kelas I Tanjung Gusta Medan, kerap terjadi pada narapidana yang baru masuk, dilakukan oleh napi yang sudah lama menetap di LP tersebut. Kasus kekerasan yang selama ini terjadi berupa kekerasan fisik penganiayaan, pemerasan, asusila, dan kekerasan lainnya. Bahkan kasus-kasus yang selama ini terjadi pada napi baru itu tidak pernah ditindak lanjuti oleh petugas LP, berupa pembinaan atau hukuman yang dapat memberikan efek jera pada napi lama yang melakukan kekerasan fisik pada napi baru4.

Selain di Medan, perlakuan kekerasan yang dilakukan napi lama terhadap napi baru juga terjadi di Lembaga pemasyarakan Kelas IIA Karawang. Kekerasan tersebut sering dilakukan untuk melakukan upaya balas dendam, Karena kehidupan didalam Lapas dan sudah membudaya dalam

4 http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=201867:napi-baru-sering-disiksa-di-t-gusta&catid=14:medan&Itemid=27 14 maret 2012 pukul 12.00


(7)

kehidupan napi. Selain upaya balas dendam, kekerasan juga dilakukan untuk mendapatkan uang, karena para napi didalam Lapas mempunyai beban untuk membayar sewa kamar dan kewajiban membayar listrik5.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis di atas, dengan bergai persoalan yang terjadi maka, hal tersebut sangat mendorong penulis untuk melakukan penulisan hukum dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Baru Terhadap Tindak Kekerasan Yang Dilakukan Narapidana Lama Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogayakarta”

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis mencoba untuk merumuskan suatu permasalahan yaitu :

1. Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Narapidana Di LAPAS Kelas IIB Sleman?

2. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Baru Terhadap Tindak Kekerasan Yang Dilakukan Narapidana Lama Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman ?

5http://media-karawang.blogspot.com/2010/02/mengungkap-kehidupan-napi-di-lapas.html 15 maret 2012 pukul 12.45


(8)

C.Tujuan Penelitian

Penulisan hukum yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk:

1. Untuk memahami dan mengkaji tentang Faktor Penyebab Kekerasan di LAPAS.

2. Memperoleh data dan mengkaji tentang Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Baru Terhadap Tindak Kekerasan Yang Dilakukan Narapidana Lama Di Lembaga Pemmasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogyakarta.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan (dibidang ilmu pengetahuan hukum pidana). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya bidang hukum pidana, tentang Penologi dalam kaitannya dengan pelaksanaan hak-hak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman. Lebih khusus lagi mengenai pelaksanaan hak-hak narapidana untuk mendapatkan perlindungan hukum atas tindak kekerasan yang dialami narapidana tersebut.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan manfaat/masukan berupa liteterature dalam bidang ilmu hukum khususnya dalam bidang ilmu hukum pidana terutama


(9)

dalam bidang ilmu mengenai pemidanaan (penologi).

b. Bagi masyarakat, hasil penelitihan hukum ini di harapkan dapat memberikan wawasan dan cara pandang yang baru terhadap LAPAS dan Narapidana.

c. Supaya hasil penelitian hukum ini dapat memberikan sumbangan pedoman bagi pihak LAPAS sebagai suatu lembaga yang berperan sangat besar dalam proses pemasyarakatan narapidana. Bagi peneliti sendiri, hasil Penelitihan hukum ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan penulis agar dapat belajar dan menyadari hak-hak narapidana untuk mendapatkan perlindungan hukum.

E. Keaslian Penelitian

Dengan ini penulis menyatakan bahwa penelitian hukum/Skripsi ini merupakan karya asli dari penulis dan bukan merupakan hasil jiblakan atau plagiasi maupun duplikasi dari hasil karya penulis lain. Permasalahan hukum yang akan diteliti sepanjan pengetahuan penulis belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Dalam Penelitian ini penulis memfokuskan pada Perlindungan Hukum bagi Narapidana baru dari tindak kekerasan Narapidana lama.

Penelitian lain di bidang penology yang pernah di teliti diketahui oleh penulis, diteliti oleh Etty Indrawati dari Fakultas Hukum Atmajaya Yogyakarta, namun mempunyai titik kajian yang berbeda, yaitu Etty Indraputri, mengkaji kondisi sanitasi LAPAS berkenan dengan pemenuhan hak narapidana, Sedangkan Donatus Pramudianto mengkaji tentang peranan


(10)

balai Pemasyarakatan dalam pembimbingan pemasyarakatan di Yogyakarta. F. Batasan Konsep

Penulis akan menguraikan realisasi perlindungan hukum terhadap narapidana baru atas tindak kekerasan yang dilakukan narapidana lama di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogyakarta.

1. Realisasi :

Realisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) adalah proses menjadi nyata; perwujudan; pelaksanaan yang nyata.6

2. Perlindungan Hukum :

Suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh Aparat Penegak hukum atau Aparat Keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental kepada korban dan sanksi dari ancaman gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atas pemeriksaan disidan pengadilan.

3. Narapidana :

Pengertian napi (narapidana) menurut KBBI adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana) terhukum.7 Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang dimaksud dengan narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.

6

Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta,, hlm.936


(11)

4. Kekerasan :

Suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok yang merasa dirinya kuat kepada seseorang atau sekelompok orang yang dianggapnya lemah, dimana dapat dilakukan dengan cara memukul, membacok, menyiksa.

5. Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan menurut KBBI adalah tempat orang-orang menjalani hukuman pidana, penjara.8Menurut Undang-undang No 12 Tahun 1995 yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Sehubungan dengan judul penelitian di atas, maka jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris yang berfokus pada perilaku masyarakat hukum (law in action), dan penelitian ini mengunakan data primer sebagai data utama serta data sekunder sebagai data pendukung.Kajian dari jenis penelitian hukum ini adalah sosiologi hukum.


(12)

2. Sumber Data

Data-data yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah data primer dan data sekunder yang meliputi:

a. Data Primer, meliputi: 1) Lokasi penelitian

Sesuai dengan judul penulisan hukum, maka lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada lokasi tersebut dengan alasan dan pertimbangan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogyakarta telah menampung banyak narapidana baik yang lama maupun baru dengan demikian tidak tertutup kemungkinan akan terjadi tindakan semena-mena dari narapidana yang lama kepada narapidana yang baru masuk di Lembaga Pemasyarakatan tersebut, dengan demikian sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti yakni mengenaiPerlindunganhukum terhadap narapidana baru atas tindak kekerasan yang dilakukan narapidana lama.

2) Populasi dan metode penentuan sampel

Populasi adalah: keseluruhan obyek yang menjadi pengamatan peneliti. Mengingat populasi yang begitu luas serta keterbatasan peneliti untuk meneliti seluruhnya, maka peneliti mengunakan sampel.Sampel adalah sebagian atau contoh dari populasi.


(13)

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka sampel penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling atau penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subyek yang didasarkan pada tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dipilih karena alasan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, sehinga tidak dapatmengambil sampel yang besar jumlahnya dan jauh letaknya9. Dalam penelitian ini sampel populasi yang diambil terdiri dari narapidana yang menurut peneliti mempunyai ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik yang spesifik yang dimiliki oleh populasi itu antara lain beberapa narapidana yang sedang menjalani hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogyakarta.

3) Responden

Responden dalam penelitian ini adalah narapidana yang sedang menjalani hukuman di Lem baga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogyakarta.

4) Narasumber

Responden adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti yang berupa hokum yang berkaitan dengan permasalahan hokum yang diteliti. Dalam Penelitian Hukum ini yang penulis wawancarai adlah petugas-petugas LAPAS Sleman Yogyakarta.

9 Ronny Hanitio soemitro, 1990, Metodologi Penelitihan Hukum dan Jurnalistik, edisi keempat, Ghalia Indonesia, hlm 51


(14)

b. Data Sekunder, yang terdiri dari: 1) Bahan hukum primer, meliputi:

Norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan, yaitu: (a) Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, Pasal

28H ayat (5)

(b) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 14 ayat (1) butir g, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3614 Pasal 14 ayat (1) butir d.

(c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 29 ayat (1).

2) Bahan Hukum sekunder meliputi:

Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum yang diperoleh melalui buku-buku,hasil penelitian, internet, opini para sarjana hukum, yang relevan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis.

3) Bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).


(15)

3. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara dilakukan bagi narasumber dan responden di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Sleman.

b. Kuisioner

Kuisioner yang peneliti ambil adalah kuisioner tertutup dengan bertujuan untuk mempermuda pengambilan kesimpulan.

c. Studi kepustakaan

Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari buku-buku atau tulisan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

4. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari hasil penelitian, maka peneliti akan melakukan analisa secara kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu metode analisis data yang didasarkan pada pemahaman dan pengolahan data secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden, narasumber, kuisioner serta hasil penelitian kepustakaan. Data dianalisis kemudian ditarik kesimpulan dengan metode berpikir secara induktif, yaitu berpangkal dari peristiwa yang terjadi pada lingkungan Lembaga Pemasyarakatan secara khusus dan kemudian akan ditarik kesimpulan secara umum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku serta pendapat para ahli di bidang ini.


(16)

H. Sistematika Penulisan

Penulisan hukum berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Baru Atas Tindak Kekerasan Yang Dilakukan Narapidana Lama Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman, Yogyakarta” ini terbagi dalam tiga bagian besar.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Konsep, dan Metode Penelitian yang terdiri dari Jenis Penelitian, Sumber Data, Metode Pengumpulan Data serta Metode Analisis Data.

BAB II Perlindungan Hukum Bagi Narapidana Baru Yang Mengalami Tindak Kekerasan Yang Dilakukan Narapidana Lama Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan.

Bab ini membahas tentang :

A.Tinjaun Umum tentang Perlindungan Hukum yang meliputi: Pengertian tentang perlidungan, Pengertian Hukum, Pengertian perlindungan hukum.

B. Tinjaun Umum tentang kekerasan, meliputi : Pengertian kekerasan dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh narapidana

C.Pembinaan narapidana dan Perlindungan hukum di Lapas Kelas IIB Sleman, meliputi : Tindakan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman, tata cara proses pembinaan narapidana di Lapas.


(17)

BAB III PENUTUP

Bab ini berisi jawaban dari rumusan masalah yang berupa kesimpulan dan saran. Bagian akhir penulisan hukum ini terdiri dari daftar pustaka, peraturan-peraturan hukum yang terkait serta lampiran-lampiran yang dipakai dan berkaitan dengan penulisan hukum ini.


(1)

2. Sumber Data

Data-data yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah data primer dan data sekunder yang meliputi:

a. Data Primer, meliputi:

1) Lokasi penelitian

Sesuai dengan judul penulisan hukum, maka lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada lokasi tersebut dengan alasan dan pertimbangan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogyakarta telah menampung banyak narapidana baik yang lama maupun baru dengan demikian tidak tertutup kemungkinan akan terjadi tindakan semena-mena dari narapidana yang lama kepada narapidana yang baru masuk di Lembaga Pemasyarakatan tersebut, dengan demikian sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti yakni mengenaiPerlindunganhukum terhadap narapidana baru atas tindak kekerasan yang dilakukan narapidana lama.

2) Populasi dan metode penentuan sampel

Populasi adalah: keseluruhan obyek yang menjadi pengamatan peneliti. Mengingat populasi yang begitu luas serta keterbatasan peneliti untuk meneliti seluruhnya, maka peneliti mengunakan sampel.Sampel adalah sebagian atau contoh dari populasi.


(2)

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka sampel penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling atau penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subyek yang didasarkan pada tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dipilih karena alasan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, sehinga tidak dapatmengambil sampel yang besar jumlahnya dan jauh letaknya9. Dalam penelitian ini sampel populasi yang diambil terdiri dari narapidana yang menurut peneliti mempunyai ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik yang spesifik yang dimiliki oleh populasi itu antara lain beberapa narapidana yang sedang menjalani hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogyakarta.

3) Responden

Responden dalam penelitian ini adalah narapidana yang sedang menjalani hukuman di Lem baga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman Yogyakarta.

4) Narasumber

Responden adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti yang berupa hokum yang berkaitan dengan permasalahan hokum yang diteliti. Dalam Penelitian Hukum ini yang penulis wawancarai adlah petugas-petugas LAPAS Sleman Yogyakarta.

9 Ronny Hanitio soemitro, 1990, Metodologi Penelitihan Hukum dan Jurnalistik, edisi keempat, Ghalia


(3)

b. Data Sekunder, yang terdiri dari:

1) Bahan hukum primer, meliputi:

Norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan, yaitu: (a) Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, Pasal

28H ayat (5)

(b) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 14 ayat (1) butir g, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3614 Pasal 14 ayat (1) butir d.

(c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 29 ayat (1).

2) Bahan Hukum sekunder meliputi:

Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum yang diperoleh melalui buku-buku,hasil penelitian, internet, opini para sarjana hukum, yang relevan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis.

3) Bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).


(4)

3. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara dilakukan bagi narasumber dan responden di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Sleman.

b. Kuisioner

Kuisioner yang peneliti ambil adalah kuisioner tertutup dengan bertujuan untuk mempermuda pengambilan kesimpulan.

c. Studi kepustakaan

Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari buku-buku atau tulisan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

4. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari hasil penelitian, maka peneliti akan melakukan analisa secara kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu metode analisis data yang didasarkan pada pemahaman dan pengolahan data secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden, narasumber, kuisioner serta hasil penelitian kepustakaan. Data dianalisis kemudian ditarik kesimpulan dengan metode berpikir secara induktif, yaitu berpangkal dari peristiwa yang terjadi pada lingkungan Lembaga Pemasyarakatan secara khusus dan kemudian akan ditarik kesimpulan secara umum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku serta pendapat para ahli di bidang ini.


(5)

H. Sistematika Penulisan

Penulisan hukum berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap

Narapidana Baru Atas Tindak Kekerasan Yang Dilakukan Narapidana Lama Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman, Yogyakarta” ini terbagi dalam tiga bagian besar.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Konsep, dan Metode Penelitian yang terdiri dari Jenis Penelitian, Sumber Data, Metode Pengumpulan Data serta Metode Analisis Data.

BAB II Perlindungan Hukum Bagi Narapidana Baru Yang Mengalami Tindak Kekerasan Yang Dilakukan Narapidana Lama Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan.

Bab ini membahas tentang :

A.Tinjaun Umum tentang Perlindungan Hukum yang meliputi: Pengertian tentang perlidungan, Pengertian Hukum, Pengertian perlindungan hukum.

B. Tinjaun Umum tentang kekerasan, meliputi : Pengertian kekerasan dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh narapidana

C.Pembinaan narapidana dan Perlindungan hukum di Lapas Kelas IIB Sleman, meliputi : Tindakan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman, tata cara proses pembinaan narapidana di Lapas.


(6)

BAB III PENUTUP

Bab ini berisi jawaban dari rumusan masalah yang berupa kesimpulan dan saran. Bagian akhir penulisan hukum ini terdiri dari daftar pustaka, peraturan-peraturan hukum yang terkait serta lampiran-lampiran yang dipakai dan berkaitan dengan penulisan hukum ini.