30 nilai yang hampir sama yaitu berkisar antara 83.52 - 99.29 dengan rataan
91.41. Persentase polong isi pada galur kedelai memiliki rataan lebih besar dibandingkan varietas pembanding walaupun berdasarkan hasil analisis ragam
tidak ada pengaruh yang nyata terhadap perlakuan Tabel 8. Tabel 8. Keragaan karakter persentase polong isi, jumlah biji per polong, bobot
100 biji, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak genotipe kedelai di tanah masam
Galur Polong isi
Jumlah biji per
polong Bobot 100
biji g Bobot biji
per tanaman g
Bobot biji per petak
g M100-29A-42-14
95.29 2.3 14.13
+a
4.82 377.82 M100-33-6-11
96.00 2.1
13.48
+a
6.13 327.17 M100-46-44-6
98.18 2.4 14.13
+a
5.04 250.37 M100-47-52-13
96.52 2.3 13.94
+a
4.77 284.34 M100-96-53-6
97.04 2.5 14.07
+a
6.13 348.56 M150-7B-41-10
97.96 2.2 12.71
+a
2.63 144.77 M150-29-44-10
99.22 2.2 14.11
+a
5.50 217.99 M150-69-47-4
96.59 2.2 12.60
+a
5.94 219.00 M150-92-46-4
95.50 2.4
14.03
+a
4.94 224.95 M200-13-47-7
94.93 2.2 14.72
+a+b
3.49 163.82 M200-37-71-4
96.95 2.2 14.99
+a+b
3.80 226.07 M200-39-69-4
98.16 2.1 14.58
+a+b
4.05 169.63 M200-58-59-3
99.45 2.3 14.23
+a+b
5.30 222.29 M200-93-49-6
93.98 2.2 12.87
+a
5.09 223.02 M200-93-49-13
94.49 2.4
+a+b
15.27
+a+b
6.08 264.33 Rata-rata 96.68
2.1 13.99
3.63 179.62
Tanggamus
83.52 1.9 9.10 3.64 170.47
Argomulyo 99.29 2.4
12.02 1.84 117.17
Rata-rata 91.41 2.1
10.56 2.74
143.82
Ket : Angka yang diikuti dengan huruf a atau b memiliki nilai berbeda nyata lebih rendah - dan lebih tinggi + dibandingkan dengan nilai varietas pembanding Tanggamus a dan
Argomulyo b berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5
Jumlah biji per polong merupakan suatu karakter yang perlu diperhatikan karena setiap polong diharapkan menghasilkan biji yang lebih banyak. Karakter
jumlah biji per polong galur kedelai berkisar antara 2.1 – 2.5 dengan rataan sebesar 2.3. Pada varietas pembanding, jumlah biji yang dihasilkan berbeda nyata
terhadap galur kedelai. Jumlah biji varietas pembanding berkisar antara 1.9 – 2.4
31 dengan rataan sebesar 2.1. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett, dapat dilihat
bahwa galur M200-93-49-13 memiliki jumlah biji per polong nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Tanggamus dan Argomulyo Tabel 8.
Bobot 100 biji merupakan suatu karakter kuantitatif yang dapat menggambarkan ukuran biji tersebut. Adie dan Krisnawati 2007 menyatakan
bahwa pengelompokan ukuran biji kedelai berbeda antar negara, di Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar bobot 14 g100 biji, sedang 10 - 14
g100 biji, dan kecil 10 g100 biji. Bobot 100 biji galur kedelai pada penelitian ini berkisar antara 12.60 g – 15.27 g dengan rataan sebesar 13.99 g,
sedangkan bobot 100 biji varietas pembanding Argomulyo dan Tanggamus berkisar antara 9.10 g – 12.02 g dengan rataan 10.56 g. Berdasarkan hasil uji
lanjut t-Dunnett, bobot 100 biji semua galur kedelai nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Tanggamus. Selain itu, galur M200-13-47-7,
M200-37-71-4, M200-39-69-4, M200-58-59-3, dan M200-93-49-13 memiliki bobot 100 biji nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Argomulyo. Galur kedelai
putatif mutan memiliki ukuran biji sedang hingga besar, sedangkan varietas Tanggamus memiliki ukuran biji kecil.
Menurut Arsyad et al. 2007, pengembangan varietas - varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman
ideal plant-ideotype yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki biji berukuran sedang yaitu 12 g100 biji. Berdasarkan
deskripsi varietas Tanggamus, varietas tersebut memiliki bobot 100 biji sebesar 11 g Hermanto et al., 2002.
Bobot biji per tanaman galur kedelai berkisar antara 2.63 g – 6.13 g dengan rataan 4.91 g, sedangkan bobot biji per tanaman varietas pembanding
berkisar antara 1.84 g – 3.64 g dengan rataan 2.74 g. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata pada semua galur
maupun varietas pembanding. Namun apabila dilihat dari nilai tengah, hampir semua galur kedelai memiliki nilai tengah yang lebih besar daripada nilai tengah
varietas Argomulyo kecuali galur M150-7B-41-10 yang memiliki nilai bobot biji
32 per tanaman terendah yaitu 2.63 g dan galur M100-33-6-11 serta M100-96-53-6
merupakan galur yang memiliki bobot biji per tanaman tertinggi.
Gambar 3. Keragaan biji genotipe - genotipe kedelai hasil pertanaman di tanah masam
Bobot biji per petak galur kedelai berkisar antara 144.77 g – 377.82 g dengan rataan 244.28 g, sedangkan bobot biji per petak varietas pembanding
berkisar antara 117.17 g – 170.47 g dengan rataan 143.82 g. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata pada semua
galur maupun varietas pembanding. Namun apabila dilihat dari nilai tengah, galur - galur kedelai memiliki nilai tengah bobot biji per petak yang lebih besar
daripada nilai tengah varietas Argomulyo sebagai varietas asal galur - galur tersebut ataupun Tanggamus sebagai pembanding toleran lahan masam. Galur
M100-29A-42-14 merupakan galur yang memiliki bobot biji per petak tertinggi.
33
Keragaman Genetik Galur Kedelai M7
Pendugaan ragam pada galur kedelai adaptif tanah masam ini dilakukan untuk setiap karakter yang diamati. Komponen ragam terdiri dari ragam
lingkungan atau galat, ragam fenotipik dan ragam genetik. Nilai ragam lingkungan tertinggi terdapat pada karakter bobot biji per petak sedangkan yang
terendah terdapat pada karakter jumlah biji per polong. Nilai ragam genetik tertinggi terdapat pada karakter bobot biji per petak dan terendah pada karakter
tinggi tanaman saat panen. Ragam genetik untuk karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif dan persentase polong isi bernilai negatif. Angka
negatif pada ragam genetik disebabkan nilai kuadrat tengah galur lebih rendah daripada nilai kuadrat tengah galat. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan
fenotipe tanaman lebih disebabkan faktor lingkungan Tabel 9. Tabel 9. Nilai komponen ragam, heritabilitas, dan koefisien keragaman genetik
KKG galur kedelai di tanah masam Karakter v
e
v
p
v
g
h
2 bs
KKG Umur berbunga HST
0.93 11.30
10.37 91.77 11.56
Umur panen HST 12.33
31.32 18.99
60.63 5.66 Tinggi tanaman cm
30.67 26.09
-4.58 0.00 0.00
Jumlah cabang produktif 0.41
0.39 -0.03
0.00 0.00 Jumlah buku produktif
1.33 4.13
2.80 67.80 22.89
Jumlah polong bernas 31.98
38.67 6.69
17.29 15.97 Jumlah polong total
26.79 395.82
369.03 93.23 90.19
Persentase polong isi 34.6
30.60 -4.00
0.00 0.00 Jumlah biji per polong
0.06 0.91
0.85 93.41 37.18
Bobot 100 biji g 0.58
2.40 1.82
75.83 9.93 Bobot biji per tanaman g
2.07 2.61
0.54 20.54 15.70
Bobot biji per petak g 5853.37
8037.34 2183.97 27.17 20.10
Keterangan : v
e
= ragam lingkungan, v
p
= ragam fenotipik, v
g
= ragam genotipik, h
2
= nilai heritabilitas, KKG = Koefisien Keragaman Genetik , Ragam genotipik negatif
dianggap nol pada perhitungan selanjutnya
Stansfield 1983 menyatakan bahwa nilai heritabilitas digolongkan menjadi tiga kriteria yaitu nilai heritabilitaas tinggi h
2
50, heritabilitas sedang 20 h
2
50, dan heritabilitas rendah h
2
20. Tabel 9 menunjukkan bahwa karakter yang termasuk ke dalam heritabilitas rendah adalah tinggi tanaman saat
34 panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas dan persentase polong isi.
Karakter yang termasuk ke dalam heritabilitas sedang adalah bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak, sedangkan karakter yang termasuk ke dalam
heritabilitas tinggi adalah umur berbunga, umur panen, jumlah buku produktif, jumlah polong total, jumlah biji per polong dan bobot 100 biji.
Karakter dengan nilai koefisien keragaman genetik KKG yang bernilai nol menunjukkan bahwa keragaman genetik pada karakter tersebut bernilai
negatif. Alnopri 2004 menyatakan bahwa luas sempitnya nilai koefisien keragaman genetik KKG dibagi menjadi 3 kriteria yaitu sempit 0 – 10,
sedang 10-20, dan luas 20. Berdasarkan tabel 9, karakter yang termasuk ke dalam KKG sempit adalah umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah
cabang produktif, persentase polong isi, dan bobot 100 biji. Karakter yang termasuk ke dalam KKG sedang adalah umur berbunga, jumlah polong bernas dan
bobot biji per tanaman, sedangkan karakter yang termasuk ke dalam kriteria KKG luas adalah jumlah buku produktif, jumlah polong total, jumlah biji per polong,
dan bobot biji per petak.
Uji Korelasi Beberapa Karakter Tanaman
Dalam perakitan varietas unggul perlu diketahui hubungan antar sifat tanaman. Apabila seleksi dilakukan pada suatu sifat, maka perlu diketahui
pengaruhnya terhadap sifat lain Arsyad et al., 2007. Uji korelasi merupakan pengujian untuk mengetahui hubungan keeratan antara dua peubah atau lebih.
Koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Koefisien korelasi sering
dinotasikan dengan r dan nilainya berkisar antara -1 dan 1 -1 ≤ r ≤ 1, nilai r yang
mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Sedangkan nilai r yang mendekati nol menggambarkan hubungan
kedua peubah tersebut tidak linier Mattjik dan Sumertajaya, 2006. Nilai korelasi positif maupun negatif berada pada taraf sangat nyata P 0.01, taraf nyata 0.01
P 0.05 dan taraf tidak nyata P 0.05 Gomez dan Gomez, 1995.
35 Hasil korelasi menunjukkan bahwa karakter - karakter yang diuji memiliki
nilai korelasi yang beragam. Karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total berkorelasi positif dan
sangat nyata terhadap karakter bobot biji per tanaman Tabel 10. Hasil korelasi ini sejalan dengan penelitian Prasetyo 2010 bahwa koefisien korelasi pada
karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas dan jumlah polong total menunjukkan korelasi
yang positif dan nyata atau sangat nyata terhadap bobot biji per tanaman. Hal ini berarti bahwa perbaikan dan pemilihan kriteria pada karakter tersebut dapat
meningkatkan hasil bobot biji per tanaman. Karakter bobot biji per petak berkorelasi positif sangat nyata dan nyata
terhadap karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas, dan bobot biji per tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan bobot biji per tanaman akan meningkatkan hasil bobot biji per petak.
Tabel 10. Hasil uji korelasi Pearson antar karakter pada galur kedelai putatif mutan UB UP
TTSP JCP JBP JPB JPT
JBPP PI
BBTan BSB
UP 0.696
0.000 TTSP
0.190 0.282
0.116 0.515
JCP -0.254
0.147 0.047
0.790 0.558
0.001 JBP
0.014 0.936
0.126 0.476
0.400 0.019
0.466 0.005
JPB -0.007
0.969 0.161
0.364 0.759
0.000 0.854
0.000 0.454
0.007 JPT
-0.030 0.868
0.005 0.978
0.228 0.194
0.278 0.112
-0.601 0.000
0.398 0.020
JBPP -0.127
0.475 -0.221
0.209 -0.015
0.931 0.068
0.704 -0.796
0.000 0.084
0.635 0.915
0.000 PI
-0.566 0.000
-0.746 0.000
0.251 0.153
0.338 0.050
0.129 0.468
0.167 0.345
-0.059 0.742
0.068 0.702
BBTan -0.359
0.037 -0.156
0.378 0.472
0.005 0.860
0.000 0.297
0.088 0.837
0.000 0.464
0.006 0.278
0.112 0.304
0.080 BSB
-0.708 0.000
-0.547 0.001
-0.397 0.020
0.072 0.688
-0.274 0.117
-0.223 0.205
0.161 0.364
0.323 0.062
0.337 0.051
0.275 0.115
BBPtk -0.208
0.238 -0.203
0.249 0.457
0.007 0.627
0.000 0.307
0.077 0.576
0.000 0.254
0.147 0.155
0.381 0.279
0.110 0.753
0.000 0.321
0.064
Keterangan : UB = Umur Berbunga, UP = Umur Panen, TTSP = Tinggi Tanaman Saat Panen, JCP = Jumlah Cabang Produktif, Jumlah Buku Produktif, JPB, Jumlah Polong Bernas, JPT = Jumlah Polong Total, JBPP = Jumlah Biji per Polong, PI = Persentase Polong Isi, BBTan = Bobot Biji per Tanaman,
BSB = Bobot 100 Biji, BBPtk = Bobot Biji per Petak. Nilai dalam kurung menunjukkan nilai peluang koefisien korelasi diatasnya; angka yang diikuti dengan = berbeda sangat nyata pada
α = 1, = berbeda nyata pada α = 5
Seleksi merupakan tindakan yang terpenting dari kegiatan pemuliaan tanaman, karena dari seleksi akan dihasilkan populasi tanaman yang unggul.
Seleksi dapat dilaksanakan berdasarkan satu kriteria atau berdasarkan sejumlah kriteria atau karakter. Berdasarkan kriteria seleksi yang digunakan, seleksi dapat
dibagi atas seleksi langsung dan tidak langsung. Seleksi langsung adalah seleksi Arsyad et al. 2007 menjelaskan bahwa pengembangan varietas - varietas
kedelai yang beradaptasi baik pada lahan yang kurang subur kandungan hara makro rendah, misalnya lahan masam dengan kandungan aluminium dan mangan
tinggi, umur sedang, tahan hama dan penyakit utama, sifat agronomis baik, dan mutu biji yang baik. Tipe tanaman ideal plant-ideotype yang berdaya hasil tinggi
dan dianggap sesuai adalah memiliki umur berbunga 40 - 45 hari, umur masak 90 - 95 hari, tipe tumbuh semi-determinate, tinggi tanaman 80 - 100 cm, percabangan
banyak 5 - 6 cabang, daun berukuran sedang dan berwarna hijau, batang kokoh tidak rebah, polong tidak mudah pecah pada cuaca panas, biji berukuran sedang
12 g100 biji, bulat, dan berwarna kuning. Galur - galur pada penelitian ini memiliki warna hipokotil ungu. Tipe
tumbuh semua galur adalah determinit dengan bentuk percabangan agak tegak- tegak hingga agak tegak. Galur - galur tersebut memiliki warna bunga yang sama
yaitu ungu dan menghasilkan kecerahan kulit biji yang tidak mengkilap. Namun pada galur M100-33-6-11 memiliki kecerahan kulit biji yang mengkilap.
Karakteristik sifat kuantitatif galur - galur yang diuji terdapat pada Tabel 11. Galur - galur yang diuji pada penelitian ini adalah galur hasil irradiasi
sinar gamma dosis rendah pada varietas Argomulyo dengan dosis 50 Gy, 100 Gy, 150 Gy, dan 200 Gy generasi M7. Diperoleh 4 populasi hasil irradiasi yang
dikembangkan sampai M4 dengan seleksi pedigree untuk karakter agronomi dan daya hasil tinggi. Pada generasi M5 dilakukan seleksi untuk toleransi terhadap
kekeringan di rumah plastik dan terpilih 50 galur. Kelima puluh galur M6 kemudian ditanam di lahan kering bertanah masam di Kecamatan Natar, Lampung
Selatan dan diseleksi 25 galur paling toleran. Untuk penelitian ini 15 galur M7 terpilih dievaluasi dalam uji daya hasil lanjutan untuk memperoleh galur kedelai
adaptasi tanah masam dengan daya hasil yang tinggi.
Deskripsi Galur - Galur Kedelai Putatif Mutan
Tabel 11. Karakteristik sifat kuantitatif genotipe - genotipe kedelai yang diuji
Galur Karakter
Umur Berbunga
HST Umur
Panen HST
Tinggi Tanaman
cm Jumlah
Cabang Produktif
Jumlah Buku
Produktif Jumlah
Polong Bernas
Jumlah Polong
Total Jumlah
Biji Polong
Bobot Biji Tanaman
g Bobot
100 Biji g
Bobot Biji Petak
g M100-29A-42-14
29.5 75.0
27.1 2.0
8.0 14.8
15.4 2.3
4.82 14.14
377.82 M100-33-6-11 27.0
85.0 33.4
2.7 8.5
24.7 25.8
2.1 6.13
13.48 327.17
M100-46-44-6 27.0 75.0
28.1 1.6
7.5 15.4
15.7 2.4
5.04 14.13
250.37 M100-47-52-13 27.0
76.5 28.5
2.1 7.9 15.6
16.1 2.3 4.77 13.94
284.34 M100-96-53-6 28.0
75.0 29.3
2.1 8.5
18.6 19.3
2.5 6.13
14.07 348.56
M150-7B-41-10 26.0 75.0
26.1 1.3 6.5
10.1 10.4
2.2 2.63 12.71 144.77
M150-29-44-10 25.5 78.0
28.4 2.4 8.1
18.1 18.3
2.2 5.50 14.11 217.99
M150-69-47-4 26.0 75.0
33.0 2.5
8.8 23.1
24.0 2.2
5.94 12.60
219.00 M150-92-46-4 25.5
75.0 26.4
2.1 7.9
14.9 15.5
2.4 4.94
14.03 224.95
M200-13-47-7 26.0 75.0
25.8 1.8
6.6 10.6
11.2 2.2
3.49 14.72
163.82 M200-37-71-4 28.0
75.0 25.2
1.5 7.3
11.9 12.2
2.2 3.80
14.99 226.07
M200-39-69-4 27.0 76.5
24.8 1.8
7.2 13.5
13.8 2.1
4.05 14.58
169.63 M200-58-59-3 27.0
75.0 26.8
1.9 8.2
17.7 17.8
2.3 5.30
14.23 222.29
M200-93-49-6 26.0 75.0
30.1 2.0
8.0 18.6
19.6 2.2
5.09 12.87
223.02 M200-93-49-13 27.0
75.0 28.5
2.0 8.2 17.4
18.3 2.4 6.08 15.27
264.33 Tanggamus 39.0
94.0 37.2
1.8 8.8
22.3 25.4
1.9 3.64
9.10 170.47
Argomulyo 32.0
75.0 27.7
1.0 5.4
7.0 7.0
2.4 1.84
12.02 117.18
yang dilakukan atas karakter yang dituju seperti bobot biji per tanaman atau hasil panen per plot. Seleksi tidak langsung adalah seleksi yang dilakukan terhadap
suatu karakter lain yang berhubungan karakter yang akan diperbaiki seperti seleksi terhadap jumlah polong per tanaman yang dilakukan untuk memperbaiki
bobot biji per tanaman. Berdasarkan hasil penelitian Wirnas et al. 2006, bahwa karakter jumlah
cabang, jumlah buku total, jumlah polong isi, jumlah polong total, dan persentase polong isi dapat digunakan untuk membentuk indeks seleksi dalam rangka
pengembangan kedelai berdaya hasil tinggi. Karakter yang digunakan sebagai kriteria seleksi untuk daya hasil selain berkorelasi positif dengan daya hasil, juga
harus memiliki nilai heritabilitas yang tinggi sehingga akan diwariskan pada generasi berikutnya. Dengan demikian perlu dipilih karakter yang mempunyai
nilai heritabilitas yang tinggi. Galur - galur yang terbaik yang direkomendasikan untuk dilakukan uji
daya hasil lanjutan berdasarkan karakter agronomi dan karakternya lebih baik dari pembanding dan sesuai untuk tanah masam adalah M100-33-6-11, M100-96-53-6,
dan M200-93-49-13. Galur tersebut memiliki jumlah buku produktif dan jumlah polong total yang lebih tinggi dari varietas asal yaitu varietas Argomulyo, serta
jumlah biji per polong dan bobot 100 biji yang lebih tinggi dari pembanding toleran lahan kering masam yaitu varietas Tanggamus. Galur tersebut memiliki
ukuran biji sedang hingga besar. Galur M100-33-6-11 memiliki umur berbunga 27 HST dan umur panen 85
HST. Bobot biji per tanamannya merupakan bobot biji per tanaman tertinggi dibandingkan dengan galur lainnya yaitu 6.13 gram per tanaman. Ukuran biji
sedang yaitu 13.48 gram100 biji. Tinggi tanaman pada galur ini juga mencapai tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan galur lainnya yaitu 33.4 cm dengan
jumlah cabang produktif dan jumlah polong total terbanyak masing-masing sebesar 2.7 dan 25.8.
Galur M100-96-53-6 memiliki umur berbunga 28 HST dan umur panen 75 HST. Tinggi tanaman pada galur ini mencapai 29.3 cm. Bobot biji per
tanamannya sama dengan galur M100-33-6-11 yaitu sebesar 6.13 gram per tanaman dengan ukuran biji besar yaitu 14.07 gram100 gram.
Galur M200-93-49-13 memiliki umur berbunga 27 HST dan umur panen 75 HST. Tinggi tanaman galur ini mencapai 28.5 cm dengan jumlah buku
produktif 8.2 dan jumlah polong total 18.3. Bobot biji per tanaman sebesar 6.08 gram per tanaman dengan ukuran biji paling besar yaitu 15.27 gram100 biji.
Galur – galur kedelai putatif mutan terpilih tersebut memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding. Namun hasil yang
didapatkan masih tergolong lebih rendah dari produksi kedelai di lahan subur atau optimum. Maka dari itu, perlu adanya uji daya hasil galur kedelai lanjutan di lahan
optimum. Hal ini bertujuan untuk melihat potensi hasil galur – galur tersebut pada kondisi optimum.
41
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini yaitu : 1.
Galur – galur kedelai putatif mutan menunjukkan perbedaan keragaan terhadap karakter umur berbunga, umur panen, jumlah buku produktif,
jumlah polong total, jumlah biji per polong dan bobot 100 biji. Galur tidak berpengaruh nyata terhadap karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah
cabang produktif, jumlah polong bernas, persen polong isi, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak.
2. Semua galur kedelai putatif mutan menghasilkan bobot biji per petak yang
lebih besar daripada nilai tengah pembanding Argomulyo sebagai varietas asal galur - galur tersebut ataupun Tanggamus sebagai pembanding toleran
lahan masam. 3.
Galur yang menunjukkan penampilan baik untuk beberapa karakter komponen hasil adalah galur M100-33-6-11, galur M100-96-53-6, dan
galur M200-93-49-13.
Saran
Penelitian kedelai di tanah masam harus menetapkan faktor pembatas dan memperhatikan kondisi tanah yang akan diuji terutama pada pH dan kandungan
Al yang terdapat pada lahan. Galur – galur M100-33-6-11, M100-96-53-6, dan M200-93-49-13 disarankan diuji lebih lanjut dalam uji multilokasi dan uji kualitas
nutrisi yang terkandung serta uji ketahanan penyakit yang selanjutnya akan direkomendasikan sebagai varietas baru kedelai adaptasi lahan masam karena
menunjukkan penampilan yang baik.
42
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., A. Mulyani, dan Irawan. 2007. Sumber daya lahan untuk kedelai di Indonesia, hal 168 - 184. Dalam Sumarno, Suyamto, A.
Widjono. Hermanto, H. Kasim Eds. Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Adie, M. M., dan A. Krisnawati. 2007. Biologi tanaman kedelai, hal 45 - 73. Dalam
Sumarno, Suyamto, A. Widjono. Hermanto, H. Kasim Eds. Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor. Alnopri. 2004. Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat-sifat pertumbuhan bibit
tujuh genotipe kopi robusta-arabica. Jurnal Ilmu - Ilmu Pertanian Indonesia 62:91-96.
Arief, V. N. 2001. Uji Pendahuluan Genotipe - Genotipe Kedelai Hasil Seleksi In Vitro
terhadap Cekaman Aluminium dan pH Rendah. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
59 hal. Arsyad, D. M. dan M. Syam. 2000. Varietas unggul dan strategi pemuliaan
kedelai di Indonesia, hal. 39 - 42. Dalam L.W. Gunawan, N. Sunarlim, T. Handayani, B. Soegiarto, W. Adil, B. Priyanto dan Suwarno Eds.
Penelitian dan Pengembangan Produksi Kedelai di Indonesia. Direktorat Teknologi Lingkungan. Badan Pengakajian dan Penerapan Teknologi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pendidikan, Sains, Riset dan
Teknologi Jerman.
Arsyad, D. M., M. M. Adie, dan H. Kuswantoro. 2007. Perakitan varietas unggul kedelai spesifik agroekologi, hal 205-228. Dalam Sumarno, Suyamto, A.
Widjono. Hermanto, H. Kasim Eds. Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Atman. 2006. Pengelolaan tanaman kedelai di lahan kering masam. Jurnal Ilmiah Tambua V3:281-287.
Balitbangtan. 2011. SL-PTT kedelai untuk tingkatkan produksi kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
http:www.litbang.deptan.go.id. [14 Oktober 2011]. Balitkabi. 2010. Varietas unggul kedelai adaptif lahan sawah, lahan kering masam
dan lahan rawa pasang surut. Bank Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia. http:ftp.pustaka-deptan.go.idbppi. [18 Oktober 2011].
43 BMKG. 2012. Data Iklim Bogor Tahun 2012. Badan Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. Bogor BPS. 2012. Tabel luas panen produktivitas produksi tanaman kedelai seluruh
provinsi. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Jakarta. http:www.bps.go.idtnmn_pgn.php. [24 Juli 2012].
Gomez, K.A., dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian. Edisi kedua. Penerjemah E. Sjamsudin dan J. E. Baharsjah. Statistical Procedure
for Agriculture Research . UI-PRESS. Jakarta. 698 hal.
Hairiah, K, Widianto, dan D. Suprayogo. 2005. Dapatkah pengembangan budidaya tanaman pangan pada tanah masam selaras dengan konsep
pertanian sehat?, hal 87 – 115. Dalam A. K. Makarim, Suharsono, D. M. Arsyad, T. Adisarwanto, Marwoto, dan N. Saleh Eds. Prosiding
Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-optimal. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Malang.
Hermanto, W.H. Adil, D. Sadikin., dan E. Hikmat. 2002. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija 2001-2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman pangan P3TP. Balitbangtan. 39 hal. Hidajat, O.O. 1985. Morfologi tanaman kedelai. Hal 73 - 86. Dalam S.
Somaatmaja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S. O. Manurung dan Yuswadi Eds.. Kedelai. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.
Iswari, R. A. 2002. Studi Pemanfaatan Limbah Mud cake sebagai Substitusi Kapur Pertanian dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Kedelai Glycine max L. Merr. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hal.
Makarim, A.K. 2006. Cekaman Abiotik Utama dalam Peningkatan Produktivitas Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Bioteknologi untuk
Mengatasi Cekaman Abiotik pada Tanaman. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Hal 1-11.
Makmur, A. 2003. Pemuliaan Tanaman Bagi Lingkungan Spesifik. IPB Press. Bogor. 53 hal.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar - Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hal.
44 Mariska, I., S. Hutami, M. Kosmiatin dan W. H. Adil. 2001. Regenerasi massa sel
embrionik kedelai setelah diseleksi pada kondisi Al berbeda dan pH rendah. Berita Puslitbangtan 20:1-3.
Marwoto dan S. Hardaningsih. 2007. Pengendalian hama terpadu pada tanaman kedelai, hal 296 - 318. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono. Hermanto,
H. Kasim Eds. Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Mattjik, A. A., dan I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor. 276 hal.
Norman, M. J. T., C. J. Pearson,and P. G. E. Searle. 1995. The Ecology of Tropical Food Crops. Cambridge University Press. Cambridge. 430 p.
Poehlman, J. and D. A. Sleper. 1996. Field Crops Fourth Edition. Iowa State University Press. USA. 494 p.
Poehlman, J. M. 1959. Breeding Soybeans, p 221 - 240. In H. T. Croasdale Ed. Breeding Field Crops. University of Missouri. New York.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar – Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Insitut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hal.
PPVT. 2007. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Kedelai. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman.
Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. Prasetyo, D. 2010. Uji Daya Hasil Lanjutan Kedelai Glycine max L. Merr.
Toleran Naungan di Bawah Tegakan Karet Rakyat di Provinsi Jambi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 57 hal.
Prihatman, K. 2000. Kedelai Glycine max L.. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan, Proyek PEMD, BAPPENAS.
Sadjad, S. 2006. Benih yang Membawa dan Dibawa Perubahan. IPB Press. Bogor. Shibels, R. M, I. F. Wardlaw and R. A. Fischer. 1975. Soybean, p 151 – 190. In
Evan L. T. Ed. Crop Physiology some case histories. Cambridge University Press. New York.
Somaatmadja, S. 1985. Peningkatan produksi kedelai melalui perakitan varietas, hal 243 – 259. Dalam M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S. O. Manurung,
dan Yuswadi, Eds. Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
45 Stansfield, W. D. 1983. Theory and Problems of Genetics. Second edition. Mc.
Graw-Hill, New York. 417 p. Subadra, I. S. 2004. Pengujian Generasi Ke-enam Nomor - nomor Kedelai
Glycine max L. Merr. Harapan untuk Ketahanan terhadap Tanah Masam. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal.
Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan Cara Bercocok Tanamnya. Buletin Teknik No. 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Bogor. 53 hal. Sumarno dan A. G. Manshuri. 2007. Persyaratan Tumbuh dan Wilayah Produksi
Kedelai di Indonesia, hal 74-103. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono. Hermanto, H. Kasim Eds. Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sunihardi, Yunastri, dan S. Kurniasih. 1999. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija 1993-1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman pangan
P3TP. Balitbangtan. Hal. 28. Wirnas, D., I. Widodo, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan D. Sopandie. 2006.
Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Buletin Agron. 341:19-24.
Zaini, Z. 2005. Prospek pengembangan kedelai di lahan kering masam, hal 47 - 54. Dalam A. K. Makarim, Suharsono, D. M. Arsyad, T. Adisarwanto,
Marwoto, dan N. Saleh Eds. Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-optimal. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Malang.
46
LAMPIRAN
47 Lampiran 1. Hasil analisis ragam karakter umur berbunga
Sumber Keragaman
DB JK KT F-Hit PrF Rataan Galur 16
346.76 21.67
23.30 .0001
27.85 Ulangan 1
10.62 10.62
11.42 0.0038
Galat 16 14.88
0.93 Umum 33
372.26 KK : 3.46
Lampiran 2. Hasil analisis ragam karakter umur panen Sumber
Keragaman DB JK KT F-Hit PrF Rataan
Galur 16 804.88
50.30 4.08 0.0038 77.05 Ulangan 1 11.76 11.76 0.95 0.3432
Galat 16
197.23 12.33
Umum 33
1010.88 KK : 4.56
Lampiran 3. Hasil analisis ragam karakter tinggi tanaman saat panen Sumber
Keragaman DB JK KT F-Hit PrF Rataan
Galur 16 344.22
21.51 0.70 0.7569
28.62 Ulangan 1 72.85 72.85 2.38 0.1428
Galat 16
490.67 30.67
Umum 33
907.74 KK : 19.35
Lampiran 4. Hasil analisis ragam karakter jumlah cabang produktif Sumber
Keragaman DB JK KT F-Hit PrF Rataan
Galur 16 5.83 0.36 1.26 0.2780
1.91 Ulangan
1 0.52 0.52 0.89 0.5936
Galat 16
6.58 0.41
Umum 33
12.93 KK : 33.55
48 Lampiran 5. Hasil analisis ragam karakter jumlah buku produktif
Sumber Keragaman
DB JK KT F-Hit PrF Rataan Galur
16 110.93 6.93
5.21 0.0010 7.31 Ulangan
1 0.05 0.05 0.04 0.8492
Galat 16
21.30 1.33
Umum 33
132.28 KK : 15.77
Lampiran 6. Hasil analisis ragam karakter jumlah polong bernas Sumber
Keragaman DB JK KT F-Hit PrF Rataan
Galur 16 725.69
45.35 1.42 0.2463
16.19 Ulangan
1 0.34 0.34 0.01 0.92
Galat 16
511.71 31.98
Umum 33
1237.74 KK : 34.92
Lampiran 7. Hasil analisis ragam karakter jumlah polong total Sumber
Keragaman DB JK KT F-Hit PrF
Rataan Galur 16
12237.49 764.84 28.55
.0001 21.30
Ulangan 1 4.01 4.01 0.15 0.7038
Galat 16
428.59 26.79
Umum 33
12670.10 KK : 24.29
Lampiran 8. Hasil analisis ragam karakter jumlah biji per polong Sumber
Keragaman DB JK KT F-Hit PrF Rataan
Galur 16 28.19
1.76 26.24 .0001
2.48 Ulangan
1 0.06 0.05 0.86 0.3679
Galat 16
1.07 0.06
Umum 33
29.32 KK : 10.43
49 Lampiran 9. Hasil analisis ragam karakter persen polong isi
Sumber Keragaman
DB JK KT F-Hit PrF Rataan Galur 16
425.63 26.60
0.77 0.6975 96.06
Ulangan 1 9.53
9.53 0.28 0.6069 Galat
16 553.67
34.60 Umum
33 988.84
KK : 6.12 Lampiran 10. Hasil analisis ragam karakter bobot biji per tanaman
Sumber Keragaman
DB JK KT F-Hit PrF Rataan Galur 16 50.24
3.14 1.51 0.2088 4.66
Ulangan 1 0.005 0.005 0.00 0.9608 Galat
16 33.24
2.07 Umum
33 83.48
KK : 30.93 Lampiran 11. Hasil analisis ragam karakter bobot seratus biji
Sumber Keragaman
DB JK KT F-Hit PrF Rataan Galur
16 67.49 4.22 7.29 0.0001 13.58
Ulangan 1 1.98
1.98 3.43 0.0826 Galat
16 9.25
0.58 Umum
33 78.72
KK : 5.59 Lampiran 12. Hasil analisis ragam karakter bobot biji per petak
Sumber Keragaman
DB JK KT F-Hit PrF
Rataan Galur 16
163540.59 10221.29 1.75 0.1377
232.45 Ulangan 1 18363.32
18363.32 3.14 0.0956
Galat 16
93653.96 5853.37
Umum 33
275557.87 KK : 32.91
50 Lampiran 13. Data iklim bulanan BMKG 2012 Darmaga Bogor
Bulan Temperatur
Rata-Rata
o
C Kelembaban
Rata-Rata Hari
Hujan Hari
Curah Hujan mm
Februari 25.6 87 12
204 Maret 26.1
85 13
167 April 26.0
86 13
362 Mei 26.1
85 9
206 Juni 26.2
79 10
132 Jumlah 130
422 57
1071 Rataan 26
84.4 11.4
214.2 Maksimum 26.1
87 13 362 Minimum 25.6 85 9
167 Keterangan : Curah Hujan dan Hari Hujan ditakar di perkebunan Jasinga
Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Lokasi
: Klimatologi Bogor Elevasi
: 190 m Lokasi
: 06.33 LS 106.45 BT
51 Lampiran 14. Hasil analisis contoh tanah pertama sebelum tanam kedelai di Desa Bagoang, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat 2012
52 Lampiran 15. Hasil analisis contoh tanah kedua
53 Lampiran 16. Deskripsi varietas pembanding
1. Argomulyo
Nama Varietas : Argo Mulyo
Asal : Introduksi dari Thailand, oleh PT Nestle Indonesia
pada tahun 1988, dengan nama asal Nakhon Sawan I Warna hipokotil
: Ungu Warna
bunga :
Ungu Warna
biji :
Kuning Warna hilum biji
: Putih terang Warna
bulu :
Coklat Tipe
tumbuh :
Determinate Tinggi tanaman
: 40 cm Percabangan
: 3-4 cabang dari batang utama Umur mulai berbunga
: 35 hari Umur saat panen
: 80-82 hari Kerebahan
: Tahan
rebah Kandungan minyak biji
: 20,8 Kandungan protein biji
: 39,4 Daya hasil
: 1,5-2 tonha Ketahanan terhadap penyakit : Toleran terhadap penyakit karat
Keteranngan : Sesuai untuk bahan baku susu kedelai
Pemulia : Rodiah S., C. Ismail, Gatot Sunyoto, dan Sumarno
Penyedia Breeder Seed : BPTP Karangploso, Malang
Tahun dilepas
: 1998
Sumber : Sunihardi, Yunastri, dan S. Kurniasih 1999
54 2.
Tanggamus Nama
Varietas :
Tanggamus Tahun pelepasan
: 2001 SK
Mentan :
536KptsTP.240102001 Nomor
induk :
K3911-66 Warna hipokotil
: Ungu Warna
epikotil :
Hijau Kotiledon
: Kuning
Asal : Persilangan tunggal Single cross antara Kerinci x
No. 3911 Umur berbunga
: 35 hari Warna
bunga :
Ungu Warna
biji :
Kuning Warna hilum biji
: Coklat tua Warna polong masak
: Coklat Warna
bulu :
Coklat Tinggi tanaman
: 67 cm Tipe
tumbuh :
Determinate Bentuk
daun :
Lanceolate Umur panen
: 88 hari Hasil Rata - rata
: 1,5 tonha Bentuk
biji :
Oval Ukuran
biji :
Sedang Percabangan
: 3 – 4 cabang Jumlah polongtanaman
: 47 Bobot 100 biji
: 11,0 gr Ketahanan penyakit
: Moderat terhadap penyakit karat daun Kadar
lemak :
12,9 Kadar
protein :44,5
Kadar air
: 6,1
Kerebahan :
Tahan
55 Pecah
polong :
Tahan Wilayah adaptasi
: Lahan kering masam Pemulia
: Darman M. Arsyad, M. Muchlis Adie, Heru Kuswantoro, Purwantoro
Sumber : Hermanto, W.H. Adil, D. Sadikin., E. Hikmat 2002
UJI DAYA HASIL GALUR KEDELAI Glycine max L. Merr
HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA DI TANAH MASAM Yield Trial of Soybean Glycine max L. Merr Lines Gamma Ray Irradiation Produced at Acid Soil
Fitria Puspa Juwita
1
, Trikoesoemaningtyas
2
, Yudiwanti Wahyu E.K.
2
1
Mahasiswa, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
2
Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
Abstract
Soybean Glycine max L. is one of the main commodity nuts in Indonesia because it is a source of vegetable protein important to diversify food. The objective of the research was to
evaluate the yield of fifteen soybean lines gamma ray irradiation produced with two check varieties, namely Argomulyo as progeny and Tanggamus as drought acid tolerant varieties. The
evaluation was aimed to gain information on the performance of agronomic characters of the advanced breeding lines of soybean and to select high yielding lines for released high yield
variety soybean acid adaptability. The research c
onduted at folk’s field in Jasinga subdistrict, Bogor regency, in February 2012
– June 2012 as a part of preface trial. The design used was randomized complete block design RCBD with 3 replication. The research result showed that
flowering time, harvesting time, number of productive node, number of total pod, number of seedpod, and 100 seed weight were very significantly different among lines evaluated. Plant
height, number of productive branch, number of filled pod, and number of total pod had positive correlated to seedplant weight. Lines that showed of the good performance for the some
characters to influenced the yield were M100-33-6-11, M100-96-53-6, dan M200-93-49-13.
Keyword : yield trial, soybean, acid adaptability
ii
RINGKASAN
FITRIA PUSPA JUWITA. Uji Daya Hasil Galur Kedelai Glycine max L. Merr. Hasil Iradiasi Sinar Gamma di Tanah Masam. Dibimbing oleh
TRIKOESOEMANINGTYAS dan YUDIWANTI WAHYU E. K.
Kedelai Glycine max L. merupakan salah satu komoditas utama kacang-
kacangan di Indonesia karena merupakan sumber protein nabati penting untuk diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Pengembangan pertanaman kedelai dapat diarahkan pada tiga agroekosistem utama, yaitu: lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, dan lahan kering.
Dengan mempertimbangkan produktivitas yang paling tinggi dan resiko kegagalan yang paling kecil, lahan sawah setelah padi dan lahan kering
mempunyai potensi paling besar untuk pengembangan tanaman kedelai. Lahan kering di Indonesia umumnya bertanah masam. Permasalahan yang dihadapi
dalam budidaya kedelai tanah masam adalah berkurangnya hasil produksi yang diperoleh akibat dari lingkungan yang kurang optimal. Cara yang efektif untuk
mengatasi kendala tersebut adalah dengan mengembangkan varietas toleran pada tanah masam melalui program pemuliaan kedelai.
Penelitian ini merupakan rangkaian dari penelitian kedelai hasil mutasi dengan menggunakan irradiasi sinar gamma yang bertujuan untuk menghasilkan
varietas yang mampu beradaptasi baik pada tanah masam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di kebun milik
masyarakat di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Laboratorium Penelitian Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak RKLT faktor tunggal dengan tiga
ulangan. Galur harapan kedelai yang terdiri dari 15 galur dan 2 varietas pembanding adalah sebagai perlakuan. Varietas pembanding yaitu Argomulyo
sebagai varietas asal dan Tanggamus sebagai pembanding toleran lahan kering masam. Galur - galur yang digunakan adalah M100-29A-42-14, M100-33-6-11,
iii M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-96-53-6, M150-7B-41-10, M150-29-44-
10, M150-69-47-4, M150-92-46-4, M200-13-47-7, M200-37-71-4, M200-39-69- 4, M200-58-59-3, M200-93-49-6, dan M200-93-49-13.
Kondisi tanaman secara umum menunjukkan keragaan yang baik pada dua ulangan, namun pada satu ulangan keragaannya kurang baik. Pada ulangan
tersebut tanaman mengalami kekerdilan, klorosis, bercak daun, diameter batang yang sangat kecil, dan tidak mampu membentuk polong. Hasil analisis tanah pada
ulangan tersebut menunjukkan bahwa nilai pH sebesar 4.0 dan konsentrasi Al
3+
sebesar 5.38. Oleh karena itu, data dari perlakuan pada ulangan tersebut ditiadakan pada hasil penelitian.
Galur – galur kedelai yang diuji pada penelitian ini berbeda sangat nyata pada karakter umur berbunga, umur panen, jumlah buku produktif, jumlah polong
total, jumlah biji per polong dan bobot 100 biji. Karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total
berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap karakter bobot biji per tanaman. Galur yang menunjukkan penampilan baik untuk beberapa karakter komponen
hasil adalah M100-33-6-11, M100-96-53-6, dan M200-93-49-13.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai Glycine max L. merupakan salah satu komoditas utama kacang - kacangan di Indonesia karena merupakan sumber protein nabati penting untuk
diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Biji kedelai dapat diolah menjadi beberapa produk diantaranya tempe, tahu, susu kedelai,
tauco, dan sebagai bahan baku kosmetik. Faktor pertambahan jumlah penduduk, berkembangnya industri pangan dan pakan mengakibatkan kebutuhan kedelai di
Indonesia pada 2010 telah mencapai 2.3 juta ton, sementara produksi dalam negeri baru memenuhi 35 – 40 dari kebutuhan. Pemerintah telah mencanangkan
program peningkatan produksi kedelai nasional dan menjadikan tahun 2014 sebagai tahun swasembada kedelai dalam rangka mengurangi ketergantungan
impor Balitbangtan, 2011. Saat ini luas panen kedelai di Indonesia sebesar 622,254 ha dengan hasil
panen sebesar 851,286 ton sehingga produktivitas kedelai sebesar 1.368 tonha. Kondisi ini lebih kecil dibandingkan luas panen kedelai di Indonesia pada tahun
1993 sebesar 1,468,316 ha dengan hasil panen kedelai sebesar 1,707,126 ton dengan produktivitas hanya sebesar 1.163 tonha. Menurut angka ramalan I
ARAM I, diperkirakan luas lahan kedelai berkurang namun terdapat peningkatan produktivitas kedelai. Luas panen yang diperkirakan pada tahun 2012
sebesar 566,693 ha dengan produktivitas sebesar 1.376 tonha sehingga produksi kedelai mencapai 779,741 ton BPS, 2012.
Usaha meningkatkan produksi kedelai dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam Arsyad et al., 2007.
Pengembangan pertanaman kedelai dapat diarahkan pada tiga agroekosistem utama, yaitu: lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, dan lahan kering.
Dengan mempertimbangkan produktivitas yang paling tinggi dan resiko kegagalan yang paling kecil, lahan sawah setelah padi dan lahan kering
mempunyai potensi paling besar untuk pengembangan tanaman kedelai Zaini, 2005.
2 Umumnya lahan kering di Indonesia bertanah masam. Permasalahan yang
dihadapi dalam budidaya kedelai tanah masam adalah berkurangnya hasil produksi yang diperoleh akibat dari lingkungan yang kurang optimal. Kendala
tersebut dapat diatasi dan dikendalikan dengan melakukan pengapuran pada lahan, namun cara tersebut kurang ekonomis dan dapat dan menimbulkan pencemaran
tanah. Cara yang lebih efektif adalah dengan mengembangkan varietas toleran pada tanah masam melalui program pemuliaan kedelai.
Saat ini terdapat 7 varietas unggul kedelai adaptif lahan kering masam, yaitu varietas Slamet, Sindoro, Tanggamus, Sibayak, Nanti, Ratai dan Seulawah.
Daya hasil varietas-varietas tersebut 2.2 – 2.5 tonha pada lahan kering agak masam pH 5.5, Al 30 - 35. Varietas tersebut umumnya berumur sedang 86 -
93 hari. Enam varietas berukuran biji sedang 10.5 – 12.7g100 biji dan satu varietas Seulawah berbiji kecil 9.5100 biji. Tiga varietas yaitu Nanti, Ratai
dan Seulawah tahan penyakit karat, sedangkan empat varietas yaitu Tanggamus, Nanti, Ratai dan Seulawah toleran kekeringan Balitkabi, 2010. Perakitan
varietas toleran tanah masam juga dilakukan dengan meradiasi massa sel somatik varietas Wilis, Slamet dan Sindoro dengan sinar gamma 0 dan 400 rad, yang
kemudian diseleksi pada pH 4 dan Al dengan taraf 0 – 500 ppm Mariska et al., 2001. Iswari 2002 melakukan penelitian mengenai produktivitas kedelai pada
tanah masam di Jasinga memperoleh kisaran hasil di bawah produktivitas nasional yaitu 0.53-1.18 tonha.
Pada lokakarya tahun 1976 Lewis telah menemukan empat tingkatan ketepatan penelitian bagi pengungkapan aspek genetik pada masalah cekaman
tanah mineral, yaitu 1 penyaringan dan pengujian di lapang, 2 penyaringan di laboratorium disertai studi genetik, 3 studi fisiologi tentang interaksi genotipe
dengan cekaman, dan 4 studi pada tingkat sel dan molekuler Makmur, 2003. Arsyad et al. 2007 menyatakan bahwa upaya peningkatan keragaman genetik
kedelai dapat dilakukan melalui introduksi, persilangan, transformasi genetik dan mutasi.
3 Salah satu tujuan program pemuliaan kedelai ini adalah untuk memperoleh
varietas yang beradaptasi baik pada kondisi tanah masam. Untuk itu dilakukan penelitian uji daya hasil galur - galur harapan kedelai hasil dari irradiasi sinar
gamma di lahan kering bertanah masam dengan tujuan untuk memperoleh keragaan karakter agronomi.
Galur yang digunakan pada penelitian ini adalah generasi M7 dari hasil irradiasi Sinar Gamma varietas Argomulyo dengan dosis 50, 100,150 dan 200
Gy. Diperoleh 4 populasi hasil irradiasi yang dikembangkan sampai M4 dengan seleksi pedigree untuk karakter agronomi dan daya hasil tinggi. Pada generasi M5
dilakukan seleksi untuk toleransi terhadap kekeringan di rumah plastik dan terpilih 50 galur. Kelima puluh galur M6 kemudian ditanam di lahan kering
bertanah masam di Kecamatan Natar, Lampung Selatan dan diseleksi 25 galur paling toleran. Pada penelitian ini 15 galur generasi M7 terpilih dievaluasi dalam
uji daya hasil lanjutan untuk memperoleh galur kedelai adaptasi tanah masam dengan daya hasil yang tinggi.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menguji daya hasil galur - galur kedelai hasil irradiasi sinar gamma sebagai bagian uji daya hasil lanjutan. Selain itu, pengujian
tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai keragaan karakter agronomi galur - galur hasil irradiasi sinar gamma di tanah masam.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini adalah : 1.
Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomi di antara galur - galur yang diuji di tanah masam.
2. Terdapat perbedaan hasil dari galur - galur yang diuji di tanah masam.
3. Terdapat galur kedelai putatif mutan yang memiliki penampilan baik untuk
beberapa komponen hasil.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kedelai
Pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max L. Merill. Klasifikasi tanaman kedelai
sebagai berikut : Divisio
: Spermatophyta Classis
: Dicotyledoneae Ordo
: Rosales Familia
: Papilionaceae Genus
: Glycine Species
: Glycine max L. Merill Tanaman kedelai yang dibudidayakan merupakan tanaman tegak,
bersemak dan berdaun banyak. Apabila tanaman kedelai memiliki ruang tumbuh yang cukup, tanaman akan membentuk cabang yang sedalam–dalamnya
Poehlman, 1959. Adie dan Krisnawati 2007 menambahkan bahwa karakteristik kedelai yang dibudidayakan Glycine max L. Merril di Indonesia
merupakan tanaman semusim, tanaman tegak dengan tinggi 40 - 90 cm, bercabang, memiliki daun tunggal dan daun bertiga, bulu pada daun dan polong
tidak terlalu padat dan umur tanaman antara 72 - 90 hari. Kedelai introduksi umumnya tidak memiliki atau memiliki sangat sedikit percabangan dan sebagian
bertrikoma padat baik pada daun maupun polong. Biji berkembang dalam waktu yang lama beberapa hari setelah
pembuahan. Perpanjangan dimulai sekitar 5 hari dan panjang maksimum didapatkan setelah 15 – 20 hari. Pembelahan sel pada kotiledon terjadi dua
minggu setelah pembuahan. Perkembangan kotiledon yang cepat ditandai dengan akumulasi berat protein dan lemak Shibels et al., 1975. Biji merupakan
komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis Adie dan Krisnawati, 2007. Jumlah biji per polong pada kedelai berkisar 1 – 5 biji, umumnya varietas
kedelai yang dipasarkan memiliki 2 atau 3 biji per polong. Ukuran biji kedelai
5 sangat bervariasi yang dapat diukur dari bobot 100 biji. Kisaran bobot 100 biji
kedelai adalah 5 – 35 g Poehlman, 1959. Pengelompokan ukuran biji kedelai berbeda antar negara, di Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar bobot
14 g100 biji, sedang 10 - 14 g100 biji, dan kecil 10 g100 biji. Biji sebagian besar dilapisi oleh kulit biji testa. Antara kulit biji dan kotiledon
terdapat lapisan endosperm Adie dan Krisnawati, 2007. Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang
terbentuk dari calon akar sekunder yang tersusun dalam empat barisan sepanjang akar tunggang, cabang akar sekunder, dan cabang akar adventif yang tumbuh dari
bagian bawah hipokotil. Bintil akar pertama terlihat 10 hari setelah tanam. Umumnya sistem perakaran terdiri dari akar lateral yang berkembang 10 - 15 cm
di atas akar tunggang. Dalam berbagai kondisi, sistem perakaran terletak 15 cm di atas akar tunggang, tetap berfungsi mengapsorpsi dan mendukung kehidupan
tanaman Adie dan Krisnawati, 2007. Akar lateral kedelai muncul 3 – 7 hari setelah berkecambah. Sebulan kemudian akar primer muncul sepanjang 45 – 60
cm Shibels et al., 1975. Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji
masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang berbatasan dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian
kecil dari poros bakal akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada epikotil yang terdiri dari dua daun sederhana, yaitu primordial daun bertiga
pertama dan ujung batang. Sistem perakaran di atas hipokotil berasal dari epikotil dan tunas aksilar. Pola percabangan akar dipengaruhi oleh varietas dan
lingkungan, seperti panjang hari, jarak tanam, dan kesuburan tanah Adie dan Krisnawati, 2007.
Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu kotiledon atau daun biji, dua helai daun primer sederhana, daun bertiga, dan profila. Bentuk daun kedelai
adalah lancip, bulat, dan lonjong, serta terdapat perpaduan bentuk daun misalnya antara lonjong dan lancip. Sebagian besar bentuk daun kedelai yang ada di
Indonesia adalah berbentuk lonjong dan hanya terdapat satu varietas Argopuro berdaun lancip Adie dan Krisnawati, 2007.
6 Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang bersifat kleistogami.
Polen dari anter jatuh langsung pada stigma bunga yang sama. Bunga membuka pada pagi hari tetapi terlambat membuka pada cuaca yang dingin Poehlman and
Sleper, 1995. Periode berbunga dipengaruhi oleh waktu tanam, berlangsung 3 - 5 minggu. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa tidak semua bunga kedelai
berhasil membentuk polong, dengan tingkat keguguran 20 - 80. Umumnya varietas dengan banyak bunga per buku memiliki persentase keguguran bunga
yang lebih tinggi daripada yang berbunga sedikit. Adie dan Krisnawati, 2007. Pertumbuhan tanaman dibagi dalam dua fase stadia yakni fase vegetatif
dan fase generatif reproduktif. Fase vegetatif dilambangkan dengan huruf V, sedangkan fase generatif atau reproduktif dengan huruf R.
a Stadia pertumbuhan vegetatif Fase vegetatif V diawali pada saat tanaman muncul dari tanah dan
kotiledon belum membuka Ve. Jika kotiledon telah membuka dan diikuti oleh membukanya daun tunggal unifoliat maka dikategorikan fase kotiledon Vc.
Penandaan fase vegetatif berikutnya berdasarkan pada membukanya daun bertiga trifoliat sekaligus menunjukkan posisi buku yang dihitung dari atas tanaman
pada batang utama. Adie dan Krisnawati, 2007. Tabel 1. Uraian stadia vegetatif tanaman kedelai
Stadium Tingkat stadium
Uraian Ve
Stadium pemunculan Kotiledon muncul dari dalam tanah
Vc Stadium kotiledon
Daun unifoliat berkembang V1
Stadium buku pertama Daun terurai pada buku unifiloat
V2 Stadium buku kedua
Daun bertiga yang terurai penuh pada buku diatas buku unifoliat
V3 Stadium buku ketiga
Tiga buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh
Vn Stadium buku ke-n
n buku pada batang utama dengan daun terurai penuh
Sumber : Hidajat 1985
7 b Stadia pertumbuhan reproduktif
Stadia pertumbuhan reproduktif generatif dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan
biji. Tabel 2. Uraian stadia generatif tanaman kedelai
Stadium Tingkatan stadium
Uraian R1
Mulai berbunga
Bunga terbuka pertama pada buku manapun di batang utama
R2 Berbunga penuh
Bunga terbuka pada salah satu dari dua buku teratas pada batang utama dengan
daun terbuka penuh
R3 Mulai berpolong Polong
sepanjang 5 mm pada salah satu dari 4 buku teratas batang utama
dengan daun terbuka penuh R4
Berpolong penuh Polong sepanjang 2 cm pada salah satu
dari 4 buku teratas batang utama dengan daun terbuka penuh
R5 Mulai berbiji
Biji sebesar 3 mm dalam polong di salah satu dari 4 buku teratas batang
utama dengan daun terbuka penuh
R6 Berbiji penuh
Polong berisi
satu biji hijau di salah atu dari 4 buku teratas pada batang utama
dengan daun terbuka penuh R7
Mulai matang Satu polong pada batang utama telah
mencapai warna polong matang R8
Matang penuh
95 polong telah mencapai warna polong matang
Sumber : Hidajat 1985 Uraian stadia vegetatif dan generatif dapat terlihat pada Tabel 1 dan 2
dimana tanaman kedelai memiliki dua periode tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan generatif. Stadia vegetatif tergantung genotipe dan lingkungan, terutama panjang
hari dan suhu. Di daerah tropis, stadia vegetatif sebagian besar kultivar berkisar antara 4 - 5 minggu. Periode vegetatif dihitung sejak tanaman muncul dari dalam
tanah. Setelah stadia kotiledon, penandaan stadia vegetatif berdasarkan jumlah
8 buku. Stadia generatif dinyatakan sejak waktu berbunga hingga perkembangan
polong, perkembangan biji, dan saat matang biji Hidajat, 1985. Pertumbuhan tanaman kedelai selain dibagi atas dasar lamanya periode
vegetatif dan generatif, juga dapat dibedakan berdasarkan batang dan bunga. Maka dari itu tipe pertumbuhan kedelai terdiri dari tipe determinit, indeterminit
dan semi-determiniit. Pada tipe determinit, pertumbuhan vegetatif berhenti setelah fase berbunga, buku bagian atas mengeluarkan bunga pertama, batang tanaman
teratas cenderung berukuran sama dengan batang bagian tengah sehingga pada kondisi normal batang tidak melilit. Tipe indeterminit, pertumbuhan vegetatif
berlanjut setelah fase berbunga, buku bagian bawah mengeluarkan bunga pertama, batang tanaman teratas cenderung berukuran lebih kecil dengan batang bagian
tengah sehingga pada kondisi normal batang melilit. Varietas kedelai yang ada di Indonesia umumnya bertipe tumbuh determinit Adie dan Krisnawati, 2007.
Syarat Tumbuh Kedelai
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah
hujan sekitar 100 - 400 mmbulan. Untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100 - 200 mmbulan. Suhu yang
dikehendaki tanaman kedelai antara 21 – 34
o
C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23 – 27
o
C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30
o
C. Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0.5 - 300 m dpl. Varietas kedelai
berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300 - 500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl
Prihatman, 2000. Komponen lingkungan yang menjadi penentu keberhasilan usaha produksi
kedelai adalah faktor iklim suhu, sinar matahari, curah dan distribusi hujan, dan kesuburan fisiko-kimia tanah dan biologi tanah solum, tekstur, pH, ketersediaan
hara, kelembaban tanah, bahan organik dalam tanah, drainase dan aerasi tanah, serta mikroba tanah. Rhizobium sp. yang hidup pada akar bersimbiosis dengan
9 tanaman kedelai sangat penting bagi pertumbuhan kedelai. Rhizobium sp.
umumnya memiliki persyaratan hidup yang sama dengan persyaratan tumbuh kedelai Sumarno dan Manshuri, 2007. Bakteri penambat nitrogen dalam tanah
dipengaruhi oleh sifat fisik tanah seperti tekstur tanah dan kelembaban tanah. Tanah yang tergenang mengurangi bintil akar kedelai sekitar 15 Norman et al.,
1995. Genotipe varietas kedelai memiliki persyaratan adaptasi spesifik
walaupun pada suatu lingkungan ditentukan oleh interaksi antar genotipe dengan lingkungan. Varietas kedelai dari wilayah subtropik tidak tumbuh atau
berproduksi optimal pada lingkungan tumbuh terbaik di Indonesia. Lingkungan tumbuh yang sangat sesuai bukan jaminan mutlak untuk keberhasilan usaha
produksi kedelai. Mutu benih, waktu tanam, pengendalian OPT, pengelolaan tanaman yang optimal merupakan hal yang sama penting dengan lingkungan
tumbuh yang sesuai Sumarno dan Manshuri, 2007.
Toleransi Kedelai terhadap Tanah Masam
Penyebaran tanah kering di Indonesia sekitar 60 luas lahannya ditempati oleh tanah bereaksi masam Hairiah et al., 2005. Dengan demikian, jelaslah
bahwa potensi tanah masam sangat besar untuk pembangunan pertanian, baik masa kini maupun masa mendatang. Sejak awal tahun 1970, tanah masam di
Indonesia telah dimanfaatkan untuk keperluan transmigrasi dan sekaligus untuk pembangunan pertanian, baik untuk tanaman pangan maupun untuk tanaman
perkebunan dan kehutanan. Tanah masam dicirikan oleh pH yang rendah 5.5, yang berkaitan
dengan kadar Al tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan basa - basa dapat ditukar dan KTK rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas racun, peka
erosi, dan miskin elemen biotik. Tanah – tanah tersebut umumnya terdapat di wilayah beriklim basah yang mengalami proses pelapukan kimiawi secara sangat
insentif. Lingkungan yang lembab dengan suhu tinggi sangat cepat melapukkan mineral - mineral primer tanah dan batuan induk tanah yang menghasilkan
lapukan berupa basa - basa tanah Ca, Mg, K, dan Na. Curah hujan yang tinggi
10 juga mengakibatkan basa - basa dalam tanah tercuci keluar lingkungan tanah dan
yang tertinggal dalam kompleks adsorpsi liat dan humus adalah ion H dan Al. akibatnya tanah menjadi bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah dan
menunjukkan kejenuhan aluminium yang tinggi Abdurachman, et al., 2007. Luas total tanah yang tersedia di Indonesia sebagian besar bereaksi masam
dengan status Al tinggi, kapasitas tukar kation dan kandungan unsur haranya rendah ini menyebabkan produksi kedelai lebih rendah. Teknologi budidaya
kedelai yang dianjurkan di lahan kering masam adalah penggabungan teknologi ameliorasi tanah masam dengan penggunaan varietas unggul toleran tanam
masam. Selain itu, waktu tanam, cara tanam, perawatan tanaman, dan panen yang tepat sangat mempengaruhi peningkatan produksi kedelai Atman, 2006.
Makmur 2003 menyatakan bahwa derajat ketoleranan terhadap pH rendah sejalan dengan ketoleranan terhadap tingkat kandungan Al-dd dan efisiensi
terhadap pupuk fosfat. Dalam kondisi tercekam Al, galur - galur toleran lebih mampu menyerap Ca
++
dan Mg
++
. Perakitan varietas kedelai adaptif lahan kering masam lebih diarahkan
untuk mendapatkan varietas yang toleran kemasaman tanah dan toleran kekeringan serta mempunyai sifat-sifat agronomi yang baik yaitu tanaman kokoh,
tinggi, tidak mudah rebah, polong banyak, ukuran biji besar atau sedang Balitkabi, 2010.
Pemuliaan Tanaman Kedelai
Pemuliaan tanaman dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang perubahan – perubahan susunan genetik sehingga diperoleh tanaman yang menguntungkan
manusia Poespodarsono, 1988. Arsyad et al. 2007 menambahkan strategi perakitan varietas diarahkan untuk menghasilkan varietas baru guna
meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Strategi perakitan varietas ditujukan untuk mengatasi permasalahan atau hambatan produksi pada
agroekosistem yang bersangkutan, yang meliputi permasalahan biologis dan non biologis fisik, peluang keberhasilan, dan kemungkinan pengembangan di masa
mendatang.
11 Umumnya proses kegiatan pemuliaan diawali dengan i usaha koleksi
plasma nutfah sebagai sumber keragaman, ii identifikasi dan karakterisasi, iii induksi keragaman, misalnya melalui persilangan ataupun dengan transfer gen,
yang diikuti dengan iv proses seleksi, v pengujian dan evaluasi, vi pelepasan, distribusi dan komersialisasi varietas.
Dalam program pemuliaan tanaman untuk ketahanan atau toleransi terhadap cekaman lingkungan fisik, teknik seleksi dapat dibedakan ke dalam :
a seleksi tidak langsung indirect breeding, b seleksi langsung direct breeding
, dan c seleksi pada lingkungan terkontrol Lewis and Christiansen, 1981. Seleksi didasarkan pada penampilan individu dalam populasi, antara lain
jumlah polong isi atau tinggi tanaman. Hasil – hasil penelitian korelasi antar ciri- ciri agronomik tetap penting untuk mengidentifikasi genotipe – genotipe superior,
sedangkan pengukuran hasil diperlukan untuk meningkatkan perbaikan genetik mengenai kapasitas hasil secara maksimal Somaatmadja, 1985.
Sumarno dan Harnoto 1983 menyatakan pemuliaan kedelai ditujukan untuk mendapatkan varietas unggul dengan sifat-sifat potensi hasil tinggi yaitu
mencapai 2 tonha, umur genjah 75 - 90 hari, tahan penyakit karat daun Phakopsora pachyrhyzi, toleran tanah masam, dan beradaptasi baik pada tanah
tanpa pengolahan intensif. Arsyad 2000 menambahkan tujuan pemuliaan kedelai antara lain mengembangkan varietas yang dapat beradaptasi baik pada lahan
kurang subur, umur tanaman tergolong tengahan hingga panjang, tahan hama penyakit utama, memiliki sifat agronomis yang baik, penampilan serta mutu biji
yang baik, beradaptasi baik pada kondisi kekurangan air dan responsif terhadap lingkungan yang lebih baik atau subur.
Pengembangan varietas unggul pada tanaman kedelai perlu terus dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu cara yang
dapat dilakukan dalam pengembangan varietas unggul adalah dengan melakukan perbaikan daya hasil dan adaptasi tanaman. Perakitan varietas baru memerlukan
populasi dasar yang memiliki keragaman genetik yang tinggi. Saat ini keragaman genetik kedelai di Indonesia masih cukup rendah, sehingga perlu upaya
peningkatan keragaman genetik tanaman. Upaya peningkatan keragaman genetik
12 kedelai dapat dilakukan melalui introduksi, persilangan, transformasi genetik, dan
mutasi Arsyad et al., 2007. Tanaman kedelai kini telah dikembangkan galur harapan hasil dari induksi
mutasi dengan irradiasi sinar gamma. Perakitan varietas toleran tanah masam dilakukan dengan meradiasi massa sel somatik varietas Wilis, Slamet dan Sindoro
dengan sinar gamma 0 dan 400 rad, yang kemudian diseleksi pada pH 4 dan Al dengan taraf 0, 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa varietas Wilis, Sindoro, dan Slamet mampu membentuk struktur embrio somatik. Dari embrio somatik yang terbentuk, kemudian diperoleh benih somatik
menunjukkan bahwa dari 39 benih yang diaklimatisasi, 12 diantaranya mampu tumbuh dan menghasilkan polong dengan jumlah bervariasi. Mariska et al.,
2001. Arief 2001 melakukan pengujian benih yang berasal dari 12 genotipe
tersebut di tanah masam dan tanah normal. Pengujian dibagi atas dua seri dikarenakan keterbatasan lahan. Seri pertama dilakukan pada tanah masam
dengan pH 4.80 dan kejenuhan Al 51, dan pada tanah normal dengan pH 5.20 dan kejenuhan Al 0. Genotipe yang diuji terdiri atas Wilis radiasi Al-300 A,
Sindoro radiasi Al-100 H dan Sindoro radiasi pH 4 I, yang mempunyai jumlah polong lebih besar atau sama dengan 60 polong. Dari pengujian ini dipilih
genotipe Sindoro radiasi Al-100 yang paling toleran dan berpenampilan kompak di lapangan dengan rataan komponen hasilnya tidak berbeda dengan kontrol
Sindoro untuk diuji lebih lanjut. Seri kedua dilakukan pada tanah masam dengan pH 4.37dan kejenuhan Al 81, menggunakan sembilan genotipe lainnya yang
memiliki jumlah polong kurang dari atau sama dengan 60 polong. Pada pengujian seri kedua diketahui bahwa genotipe Wilis radiasi Al-500 E memiliki penurunan
hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan delapan genotipe lainnya.
Uji Daya Hasil Kedelai
Potensi hasil suatu galur harapan dapat dilakukan melalui suatu pengujian yaitu uji daya hasil. Uji daya hasil dilakukan terhadap galur - galur terbaik hasil
seleksi pada generasi tertentu. Beberapa tahapan pengujian daya hasil yaitu uji
13 daya hasil pendahuluan UDHP, uji daya hasil lanjutan UDHL, dan uji
multilokasi UML. Pengujian tahap awal uji daya hasil pendahuluan diutamakan 50 - 60
galur homozigot di lokasi yang terbatas 1 – 2 lokasi. Pada musim berikutnya, pengujian daya hasil lanjutan, diuji 15 – 20 galur di 4 – 5 lokasi. Selanjutnya,
dalam uji multilokasi, diuji 8 – 10 galur di 10 – 12 lokasi selama dua musim tanam. Ukuran petak percobaan pada pengujian daya hasil pendahuluan lebih
kecil 6 – 8 m
2
dan pada pengujian daya hasil lanjutan dan uji multilokasi lebih besar 10 – 15 m
2
Arsyad et al., 2007. Pengujian daya adaptasi dan hasil lanjutan beberapa varietas kedelai pada
berbagai lokasi dengan jenis tanah dan iklim yang berbeda akan memberikan masukan bagi pengembangan benih - benih unggul kedelai serta mendapatkan
calon varietas unggul yang cocok dengan kondisi spesifik lokasi. Arsyad et al
. 2007 menyatakan bahwa pengembangan varietas - varietas kedelai yang beradaptasi baik pada lahan yang kurang subur kandungan hara makro rendah,
misalnya lahan masam dengan kandungan aluminium dan mangan tinggi, umur sedang, tahan hama dan penyakit utama, sifat agronomis baik, dan mutu biji yang
baik. Tipe tanaman ideal plant-ideotype yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah memiliki umur berbunga 40 - 45 hari, umur masak 90 - 95 hari, tipe
tumbuh semi-determinate, tinggi tanaman 80 - 100 cm, percabangan banyak 5 - 6 cabang, daun berukuran sedang dan berwarna hijau, batang kokoh tidak rebah,
polong tidak mudah pecah pada cuaca panas, biji berukuran sedang 12 g100 biji, bulat, dan berwarna kuning.
Saat ini terdapat 7 varietas unggul kedelai adaptif lahan kering masam, yaitu varietas Slamet, Sindoro, Tanggamus, Sibayak, Nanti, Ratai dan Seulawah.
Daya hasil varietas-varietas tersebut 2.2 - 2,5 tonha pada lahan kering agak masam pH 5.5, Al 30 - 35. Varietas tersebut umumnya berumur sedang 86 -
93 hari. Enam varietas berukuran biji sedang 10,5 - 12,7g100 biji dan satu varietas Seulawah berbiji kecil 9,5100 biji. Tiga varietas yaitu Nanti, Ratai
dan Seulawah tahan penyakit karat, sedangkan empat varietas yaitu Tanggamus, Nanti, Ratai dan Seulawah toleran kekeringan Balitkabi, 2010.
14
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2012 di kebun masyarakat di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan
Laboratorium Penelitian Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah 15 galur kedelai putatif mutan hasil irradiasi sinar gamma dan 2 varietas pembanding, yaitu Argomulyo sebagai
varietas asal dan Tanggamus sebagai pembanding toleran tanah kering masam. Galur - galur yang digunakan adalah M100-29A-42-14, M100-33-6-11, M100-46-
44-6, M100-47-52-13, M100-96-53-6, M150-7B-41-10, M150-29-44-10, M150- 69-47-4, M150-92-46-4, M200-13-47-7, M200-37-71-4, M200-39-69-4, M200-
58-59-3, M200-93-49-6, dan M200-93-49-13. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-
masing 100 kgha, 200 kgha, dan 150 kgha, inokulan rhizobium dengan dosis 250 g40 kg benih, insektisida karbofuran 3G dengan dosis 2 kgha, dan pestisida
dengan bahan aktif deltamethrin.
Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak RKLT faktor tunggal dengan tiga ulangan. Galur harapan
kedelai yang terdiri dari 15 galur dan 2 varietas pembanding adalah sebagai perlakuan. Varietas Argomulyo sebagai pembanding toleran terhadap penyakit
karat Sunihardi, 1999 dan Tanggamus sebagai pembanding toleran tanah kering masam Hermanto et al., 2002 sehingga terdapat 51 satuan percobaan.
Penanaman dilakukan pada petak berukuran 2 m x 1 m, jarak tanam 30 cm x 15 cm dengan 2 benih per lubang tanam.
15 Model adiptif linier rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Y
ij
= µ + α
i
+ β
j
+ ε
ij
Keterangan : Yij
= Nilai pengamatan galur ke-i, ulangan ke-j µ
= Nilai rataan umum αi
= Pengaruh adaptif perlakuan ke-i i = 1,2,3,.....17 βij
= Pengaruh kelompok ke-j j = 1,2,3 ε
= Pengaruh galat percobaan adaptif galur ke-i, ulangan ke-j
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian diawali dengan survey lahan dilanjutkan persiapan lahan. Persiapan lahan dimulai dengan pembersihan lahan dari gulma dan pengolahan
lahan. Petak percobaan sebanyak 51 petak berukuran 2 m x 1 m dibuat untuk tiga ulangan kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lubang tanam serta penanaman
genotipe - genotipe kedelai dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm. Genotipe - genotipe tersebut ditanam sebanyak 2 benih per lubang diikuti dengan aplikasi
karbofuran 3G dengan dosis 2 kgha serta pemupukan. Pupuk diberikan dalam alur yang dibuat diantara barisan genotipe - genotipe kedelai.
Kegiatan penyulaman dilakukan setelah 1 Minggu Setelah Tanam MST. Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian OPT di lapang yang dilakukan
secara manual dan kimiawi. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabuti gulma menggunakan alat pertanian sederhana. Pengendalian hama
dan penyakit dilakukan dengan sistem terpadu yaitu diawali dengan peninjauan hama dan penyakit, pengendalian secara manual, dan pengendalian pestisida
dengan bahan aktif deltamethrin melalui penyemprotan. Tanaman dipanen apabila 80 telah masak polong. Pengambilan tanaman
sampel sebanyak 10 tanaman dilakukan sebelum tanaman di dalam petakan dipanen. Kegiatan selanjutnya adalah penjemuran brangkasan di bawah sinar
matahari, perontokan biji kedelai dari brangkasan, penimbangan bobot biji per
16 petak, bobot biji per tanaman, serta bobot 100 biji. Data hasil pengamatan diolah
dan dianalisis.
Pengamatan Penelitian
Pengamatan yang dilakukan meliputi fase pertumbuhan tanaman dan keragaan karakter agronomi serta hasil. Pengamatan terhadap fase vegetatif
dilakukan dengan mengamati pertumbuhan tanaman pada setiap satuan percobaan. Sedangkan pengamatan terhadap keragaan karakter agronomi dan hasil dilakukan
pada 10 tanaman sampel di masing-masing satuan percobaan. Peubah - peubah yang diamati adalah sebagai berikut:
a. Tinggi tanaman cm
Tinggi tanaman diukur dari buku pertama sampai dengan titik tumbuh setelah panen.
b. Umur berbunga HST
Umur berbunga ditentukan dengan mengamati petakan dalam setiap satuan percobaan, yaitu apabila tanaman dalam petakan ± 50 telah berbunga.
c. Umur panen HST
Pemanenan dilakukan apabila ± 80 tanaman pada setiap satuan percobaan telah menunjukkan masak polong disertai dengan daun yang menguning dan
gugur. d.
Jumlah cabang produktif Jumlah cabang produktif diketahui dengan menghitung jumlah cabang yang
menghasilkan polong. e.
Jumlah buku produktif Jumlah buku produktif diamati dengan menghitung jumlah buku yang
menghasilkan polong. f.
Jumlah polong bernas Jumlah polong bernas diketahui dengan menghitung seluruh polong yang
menghasilkan biji.
17 g.
Jumlah polong total Jumlah polong total dihitung dengan menjumlahkan polong bernas dengan
polong hampa. h.
Persentase polong isi Persentase polong isi dihitung dengan membandingkan jumlah polong yang
menghasilkan biji dengan jumlah polong total dikalikan 100. i.
Jumlah biji per polong Jumlah biji per polong dihitung dengan menghitung jumlah biji pada satu
tanaman dibagi dengan jumlah polong total. j.
Bobot 100 biji gram Bobot 100 biji dihitung dengan menimbang 100 biji kedelai.
k. Bobot biji per tanaman
Bobot biji per tanaman dihitung dengan menimbang biji yang dihasilkan setiap tanaman sampel.
l. Bobot biji per petak
Bobot biji per petak diketahui dengan menimbang bobot biji setiap petakan.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F untuk mengetahui perbedaan antara nilai tengah karakter yang diamati. Jika perlakuan genotipe berpengaruh
nyata terhadap karakter yang diuji maka dilanjutkan dengan uji lanjut t-Dunnet pada taraf 5.
Pendugaan parameter genetik meliputi pendugaan komponen ragam dan pendugaan nilai heritabilitas dalam arti luas h
2 bs
untuk menentukan sumber keragaman atau besarnya ragam genetik, dan koefisien keragaman genetik KKG.
18 Tabel 3. Analisis ragam dan komponen pendugaan ragam
Sumber Keragamam SK
Derajat Bebas db
Kuadrat Tengah KT
E KT FK 1
Ulangan r-1 M3
σ
2
+ g σ
2 u
Galur g-1
M2 σ
2
+ r σ
2 g
Galat gr-1 M1
σ
2
Total g.r
Pendugaan komponen ragam diperoleh dengan cara sebagai berikut: Ragam lingkungan besarnya diduga dari KT galat
σ
2 e
Ragam genetik σ
2 g
diduga dari : M2-M1 r Ragam fenotipik
σ
2 p
= σ
2 e
+ σ
2 g
Pendugaan nilai heritabilitas diperoleh dengan cara : h
2
= σ
2 g
σ
2 p
X 100
Allard 1960 mengemukakan bahwa setiap sebaran data pada masing – masing karakter pengamatan pada populasi dapat dihitung dengan menghitung
koefisien keragaman genetiknya KKG yang merupakan nisbah antara ragam genetik dengan rataan umum. Nilai KKG dapat dihitung melalui rumus :
KKG = σ g X x 100
Hubungan antar karakter dianalisis dengan menghitung nilai koefisien korelasi Pearson. Masing - masing nilai koefisien diuji pada taraf nyata 0.05
Gomez dan Gomez, 1995. Nilai koefisien korelasi yang dihitung adalah koefisien korelasi fenotipik r
p
yang dihitung dengan rumus : r
p
=
.
dengan db = n – 2 dimana, cov
xy
= peragam antara karakter x dengan karakter y, var
x
= ragam karakter komponen hasil, var
y
= ragam karakter hasil, dan n = banyaknya data yang diamati pada karakter x dan y.
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian ini merupakan rangkaian dari penelitian kedelai hasil mutasi dengan menggunakan sinar irradiasi gamma yang bertujuan untuk menghasilkan
varietas yang mampu beradaptasi baik pada tanah masam. Penelitian yang dilaksanakan di Desa Bagoang, Kecamatan Jasinga ini, dimulai pada bulan
Februari 2012 sampai dengan Juni 2012. Curah hujan di Kecamatan Jasinga pada bulan Februari 2012 sebesar 204 mm, Maret 167 mm, April 362 mm, Mei 206
mm, dan Juni 132 mm, dengan rata - rata curah hujan sebesar 214.2 mmbulan,dan rata - rata hari hujan adalah 11.4 hari. Rata -rata kelembaban udara adalah 84.4
dan rata - rata suhu udara adalah 26
o
C BMKG, 2012. Umumnya kebutuhan air tanaman kedelai yang dipanen pada umur 80 - 90
hari berkisar antara 360 - 405 mm, setara dengan curah hujan 120 - 135 mmbulan. Lahan untuk usaha produksi kedelai di Indonesia umumnya memiliki
lapisan olah yang dangkal yaitu sekitar 15 - 30 cm sehingga penambahan air dari hujan atau irigasi lebih sering diperlukan. Pada umumnya curah hujan yang
merata 100 - 150 mmbulan pada dua bulan sejak tanam merupakan kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan kedelai Sumarno dan Manshuri, 2007.
Gambar 1. Kondisi tanaman kedelai 3 MST kiri dan kondisi tanaman menjelang panen kanan
Berdasarkan hasil analisis tanah pertama diperoleh nilai pH sebesar 4.4 dan konsentrasi Al
3+
2.79 cmol
c
kg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tanah di
20 daerah penelitian termasuk ke dalam kriteria tanah masam yang diinginkan untuk
pelaksanaan penelitian daya hasil galur kedelai di tanah masam. Namun seiring berjalannya waktu penelitian, terlihat bahwa pada salah satu ulangan penelitian
keragaan tanaman kedelai sangat buruk. Secara keseluruhan pada ulangan tersebut tanaman mengalami kekerdilan, daun mengalami klorosis, diameter batang sangat
kecil, dan tidak mampu membentuk polong. Kondisi ini dapat diduga bahwa kondisi tanah yang terdapat pada ulangan
tersebut mengalami kondisi kekurangan nutrisi dan memiliki nilai pH yang sangat rendah. Oleh karena itu, dilakukan analisis tanah kedua terhadap sampel tanah
yang berasal dari ulangan tersebut. Hasil analisis tanah kedua menunjukkan nilai pH sebesar 4.0 dan konsentrasi Al
3+
5.38 cmol
c
kg. Kondisi tanah tersebut merupakan kriteria tanah yang kurang cocok dalam penelitian ini karena kondisi
tanah yang terdapat pada ulangan tersebut sangat masam. Oleh karena itu, data pada ulangan tersebut tidak digunakan.
Sumarno dan Manshuri 2007 menyatakan bahwa kedelai tumbuh baik pada tanah yang sedikit masam sampai mendekati netral yaitu pada pH 5.5 - 7.0,
dan pH optimal 6.0 - 6.5. Pada tanah yang bereaksi masam pH kurang dari 5.5, hara fosfat P, kalsium Ca, magnesium Mg, kalium K, dan sulfur S tidak
mudah tersedia bagi tanaman. Pada tanah masam, mineral Mn, Al, dan Fe tersedia secara berlebihan sehingga dapat meracuni tanaman. Pada tanah masam yang
mengandung Al tinggi dengan kadar lebih dari 20, dapat menyebabkan terjadinya keracunan pada akar kedelai sehingga akar tidak berkembang, tanaman
tumbuh kerdil, daun berwarna kuning kecoklatan, dan tidak mampu membentuk polong. Perkembangan bakteri Rhizobium juga terhambat pada tanah yang masam.
Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya fotosintat dari daun. Pada awal pertumbuhan, daya berkecambah galur - galur kedelai yang
diamati sekitar 76. Kondisi nilai daya berkecambah ini cukup rendah sehingga dilakukan penyulaman pada umur 1 MST. Begitu pula pada benih varietas
pembanding yang memiliki daya berkecambah yang sangat rendah sehingga pada hari ke-17 dilakukan penanaman ulang untuk varietas pembanding. Benih varietas
pembanding yang digunakan untuk penanaman ulang tidak diperoleh dari sumber
21 benih yang sama dari sebelumnya. Benih tersebut diperoleh dari hasil benih
kedelai yang baru dipanen untuk benih Tanggamus, dan benih yang disimpan sekitar 3 bulan pada benih Argomulyo. Tidak tumbuhnya benih varietas
pembanding pada penanaman pertama diduga disebabkan oleh benih yang sudah disimpan lama, benih berwarna hitam, dan benih yang sudah kisut.
Sadjad 2006 menyatakan bahwa secara spesifik, penggunaan benih bermutu tinggi berdampak terhadap pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil
panen yang tinggi. Syarat benih bermutu adalah murni dan diketahui nama varietasnya, daya tumbuh tinggi minimal 80 dan vigornya baik; biji sehat,
bernas, tidak keriput, dipanen pada saat biji telah matang; dipanen dari tanaman yang sehat, tidak terinfeksi penyakit cendawan, bakteri dan virus; dan benih
tidak tercampur biji tanaman lain atau biji rerumputan. Organisme pengganggu tanaman pada penelitian ini adalah gulma, hama
dan penyakit. Gulma yang mendominasi di sekitar tanaman adalah Borreria laevis
, Borreria alata, Digitaria sp. dan Mimosa pudica. Hama yang menyerang tanaman antara lain kelinci hutan, kepik polong Riptortus linearis Fabricius, ulat
grayak Spodoptera litura Fabricius, kumbang hijau, hama penggerek batang, belalang Valanga nigricornis., dan rayap Odontotermes spp.. Pada fase
vegetatif beberapa petak daun tanaman kedelai dimakan hama kelinci hutan Nesolagus netscheri. Oleh karena itu, dilakukan pemagaran di sekitar lahan
penelitian ini. Pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman menjadi tidak optimal karena adanya serangan kelinci hutan Nesolagus netscheri.
Penyakit yang menyerang pertanaman kedelai adalah bercak daun dan klorosis yang disebabkan dari segi nutrisi tanah yang kurang atau keracunan. Pada
lahan percobaan ulangan 3, keragaan tanaman kedelai secara keseluruhan mengalami kekerdilan dan penampakan morfologi tanaman yang sangat buruk
hingga tanaman tidak mampu membentuk polong secara optimal. Keadaan ini mulai muncul pada saat tanaman dalam fase vegetatif, yaitu berumur 17 HST,
hingga tanaman mencapai fase generatif. Akibatnya tinggi tanaman, jumlah polong dan biji pun sangat rendah hasilnya.
22
Borreria laevis Borreria alata Digitaria
sp. Mimosa pudica
Tanaman dimakan Akar tanaman
Kepik polong kelinci hutan
terserang rayap Riptortus linearis
Nesolagus netscheri Odontotermes spp. sehingga daun patah
Belalang Kepik hijau
Ulat grayak Valanga nigricornis Nezara viridula
Spodoptera Litura
Gejala bercak daun Cercospora Gejala klorosis Gambar 2. Hama, penyakit dan gulma pada pertanaman kedelai selama penelitian
23 Pemanenan dilakukan saat 80 tanaman pada setiap satuan percobaan
telah menunjukkan masak polong disertai dengan daun yang menguning dan gugur. Kegiatan pemanenan dilakukan tidak serempak karena kondisi satuan
percobaan yang berbeda. Panen dilakukan sebanyak delapan kali sesuai dengan kondisi lapang yaitu pada saat kondisi lapang tidak hujan.
Keragaan Karakter Agronomi
Pengamatan keragaan karakter agronomi galur kedelai putatif mutan meliputi karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah
cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, persen polong isi, jumlah biji per polong, bobot 100 biji, bobot biji per
tanaman, dan bobot biji per petak. Keragaan galur – galur putatif mutan yang diuji untuk semua karakter dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi nilai tengah, simpangan baku, dan kisaran beberapa karakter agronomi galur kedelai putatif mutan
Karakter Nilai Tengah ±
Simpangan baku Kisaran
Umur berbunga HST 26.8 ± 1.1
25.5 – 29.5 Umur panen HST
76.1 ± 2.6 75.0 – 85.0
Tinggi tanaman saat panen cm 28.1 ± 2.6
24.7 – 33.4 Jumlah cabang produktif
2.0 ± 0.4 1.3 – 2.6
Jumlah buku produktif 7.8 ± 0.7
6.5 – 8.8 Jumlah polong bernas
16.3 ± 4.1 10.1 – 24.7
Jumlah polong total 16.9 ± 4.3
10.4 – 25.8 Persentase polong isi
96.68 ± 1.68 93.98 – 99.45
Jumlah biji per polong 2.3 ± 0.1
2.1 – 2.5 Bobot 100 biji g
13.99 ± 0.79 12.60 – 15.27
Bobot biji per tanaman g 4.91 ± 1.04
2.63 – 6.13 Bobot biji per petak g2 m
2
244.28 ± 66.84 144.77 – 377.82
24 Tabel 5. Rekapitulasi hasil analisis ragam keragaan karakter agronomi genotipe
kedelai Karakter
KT Galur Fhit
PrF KK
Umur berbunga HST 21.67
23.30 .0001
3.46 Umur panen HST
50.30 4.08
0.0038 4.56
Tinggi tanaman saat panen cm 21.51
0.70 0.7569
19.35 Jumlah cabang produktif
0.36 1.26
0.2780 33.55
Jumlah buku produktif 6.93
5.21 0.0010
15.77 Jumlah polong bernas
45.35 1.42
0.2463 34.92
Jumlah polong total 764.84
28.55 .0001
24.29 Persentase polong isi
26.60 0.77
0.6975 6.12
Jumlah biji per polong 1.76
26.24 .0001
10.43 Bobot 100 biji g
4.22 7.29
0.0001 5.59
Bobot biji per tanaman g 3.14
1.51 0.2088
30.93 Bobot biji per petak g2 m
2
10221.29 1.75
0.1377 32.91
Ket : = berbeda sangat nyata pada taraf 1 pada uji F; HST = Hari Setelah Tanam.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap karakter umur berbunga, umur panen, jumlah buku produktif,
jumlah polong total, jumlah biji per polong dan bobot 100 biji. Genotipe tidak berpengaruh nyata pada karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang
produktif, jumlah polong bernas, persen polong isi, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak.
Umur Berbunga dan Umur Panen
Umur berbunga galur – galur yang diuji berkisar antara 25.5 – 29.5 HST dengan nilai rataan 26.8 HST, sedangkan varietas pembanding memiliki umur
berbunga berkisar antara 32.0 – 39.0 HST dengan nilai rataan 35.5. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett terlihat bahwa umur berbunga semua galur nyata lebih
rendah dibandingkan varietas pembanding Tanggamus, kecuali galur M100-29A- 42-14 yang memiliki umur berbunga tidak berbeda nyata dari varietas Argomulyo
Tabel 6. Galur – galur yang memiliki umur berbunga lebih rendah menunjukkan bahwa galur tersebut berumur genjah. Galur – galur kedelai yang berbunga lebih
cepat daripada pembanding tersebut rata - rata memiliki hasil yang lebih tinggi
25 untuk beberapa komponen hasil seperti bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan
bobot biji per petak. Tabel 6. Keragaan karakter karakter umur berbunga, umur panen, dan periode
pengisian polong genotipe kedelai di tanah masam Galur
Umur berbunga HST
Umur panen HST Periode
Pengisian Polong Hari
M100-29A-42-14 29.5
-a
75.0
-a
45.5 M100-33-6-11
27.0
-a-b
85.0
+b
58.0 M100-46-44-6
27.0
-a-b
75.0
-a
48.0 M100-47-52-13
27.0
-a-b
76.5
-a
49.5 M100-96-53-6
28.0
-a-b
75.0
-a
47.0 M150-7B-41-10
26.0
-a-b
75.0
-a
49.0 M150-29-44-10
25.5
-a-b
78.0
-a+b
52.5 M150-69-47-4
26.0
-a-b
75.0
-a
49.0 M150-92-46-4
25.5
-a-b
75.0
-a
49.5 M200-13-47-7
26.0
-a-b
75.0
-a
49.0 M200-37-71-4
28.0
-a-b
75.0
-a
47.0 M200-39-69-4
27.0
-a-b
76.5
-a
49.5 M200-58-59-3
27.0
-a-b
75.0
-a
48.0 M200-93-49-6
26.0
-a-b
75.0
-a
49.0 M200-93-49-13
27.0
-a-b
75.0
-a
48.0 Rata-rata 26.8
76.1 49.2 Tanggamus
39.0 94.0 55.0
Argomulyo 32.0 75.0
43.0 Rata-rata 35.5
84.5 49.0
Ket : Angka yang diikuti dengan huruf a atau b memiliki nilai berbeda nyata lebih rendah - dan lebih tinggi + dibandingkan dengan nilai varietas pembanding Tanggamus a dan
Argomulyo b berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5
Menurut Adie dan Krisnawati 2007, apabila tanaman kedelai memiliki umur berbunga antara 25 – 30 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman
berumur genjah, apabila tanaman kedelai memiliki umur berbunga antara 31 – 35 hari tanaman tersebut tergolong tanaman berumur medium, dan apabila tanaman
kedelai memiliki umur berbunga antara 35 - 40 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur dalam. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa galur -
galur kedelai yang diuji memiliki umur berbunga yang lebih genjah dibandingkan
26 varietas pembandingnya. Menurut Arsyad et al. 2007 pengembangan varietas -
varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal plant-ideotype yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai
adalah tanaman yang memiliki umur berbunga 40 – 45 hari. Panen kedelai dilakukan saat 80 tanaman pada setiap galur telah
menunjukkan masak polong disertai dengan daun yang menguning dan gugur. Kegiatan pemanenan dilakukan tidak serempak karena kondisi galur yang
berbeda. Panen dilakukan sebanyak delapan kali sesuai dengan kondisi lapang yaitu pada saat kondisi lapang tidak hujan. Umur panen galur kedelai berkisar
antara 75.0 – 85.0 HST dengan rataan galur 76.1 hari, sedangkan umur panen varietas pembanding berkisar antara 75.0 – 94.0 HST dengan rataan 84.5 hari.
Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett dengan varietas Tanggamus Tabel 6, menunjukkan bahwa hampir semua galur nyata lebih rendah terhadap varietas
pembanding kecuali galur M100-33-6-11. Hasil uji lanjut t-Dunnett dengan varietas Argomulyo Tabel 6, dapat dilihat bahwa galur M100-33-6-11 dan
M150-29-44-10 nyata lebih tinggi terhadap varietas pembanding. Varietas pembanding Tanggamus pada penelitian ini memiliki umur panen yang sangat
dalam. Menurut Adie dan Krisnawati 2007, apabila tanaman kedelai memiliki
umur panen antara 70 - 79 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur genjah, apabila tanaman kedelai memiliki umur panen antara 80 - 85 hari
maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur medium, apabila tanaman kedelai memiliki umur panen antara 86 - 90 hari maka tanaman tersebut tergolong
tanaman berumur dalam, dan apabila tanaman kedelai memiliki umur panen lebih dari 90 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur sangat dalam.
Menurut Arsyad et al. 2007 pengembangan varietas - varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal plant-
ideotype yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang
memiliki umur masak 90 - 95 hari.
27 Jarak antara umur berbunga sampai umur panen merupakan periode
pengisian polong tanaman kedelai. Apabila dibandingkan dengan varietas Argomulyo, galur – galur kedelai memiliki periode pengisian polong lebih lama.
Rata – rata periode pengisian polong pada galur kedelai sebesar 49.24 HST, sedangkan pada varietas Argomulyo sebesar 43 HST. Akibatnya, komponen hasil
seperti jumlah polong dan bobot biji pada galur – galur kedelai lebih besar dibandingkan varietas Argomulyo.
Tinggi Tanaman Saat Panen, Jumlah Cabang Produktif, Jumlah Buku Produktif, dan Jumlah Polong bernas
Galur - galur kedelai yang ditanam di tanah masam memiliki kisaran tinggi tanaman antara 24.8 cm – 33.4 cm dengan rataan 28.1 cm, sedangkan tinggi
tanaman varietas pembanding berkisar antara 27.7 cm – 37.2 cm dengan rataan 32.5 cm. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh yang nyata pada semua galur maupun varietas pembanding. Menurut Pusat Perlindungan Varietas Tanaman 2007 menyatakan bahwa tanaman yang
memiliki tinggi tanaman berkisar antara 15 cm – 50 cm termasuk dalam tanaman pendek. Semua galur memiliki tinggi yang tidak berbeda nyata terhadap varietas
Argomulyo Tabel 7. Adapun salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman yang pendek adalah kondisi lahan yang masam atau lahan yang
kekurangan hara dan nutrisi. Menurut Arsyad et al. 2007, pengembangan varietas-varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan
masam, tipe tanaman ideal plant-ideotype yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki tinggi tanaman 80 – 100 cm.
Sedangkan pada kondisi umum, varietas Argomulyo memiliki tinggi tanaman sebesar 40 cm Sunihardi et al., 1999.
Karakter jumlah cabang produktif galur kedelai berkisar antara 1.3 – 2.6 dengan rataan 2.0, sedangkan pada varietas pembanding memiliki jumlah cabang
produktif antara 0.9 – 1.8 dengan rataan 1.3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa galur tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif. Kondisi
ini kurang sesuai dengan pernyataan Arsyad et al. 2007 yang menyatakan bahwa pengembangan varietas - varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur
28 misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal plant-ideotype yang berdaya hasil
tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki percabangan yang banyak yaitu 5 – 6 cabang. Semakin rendahnya tinggi tanaman yang dimiliki oleh
tanaman maka semakin besar pula kemungkinan bahwa cabang produktif yang diperoleh tanaman semakin sedikit. Sedangkan pada kondisi umum, varietas
Argomulyo dan Tanggamus memiliki jumlah percabangan sebesar 3 – 4 Sunihardi et al., 1999; Hermanto et al., 2002.
Tabel 7. Keragaan karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah
polong total genotipe kedelai di tanah masam
Galur Tinggi
tanaman cm
Jumlah cabang
produktif Jumlah
buku produktif
Jumlah polong
bernas Jumlah
polong total
M100-29A-42-14 27.1
2.0 8.0
14.8 15.4
M100-33-6-11 33.4 2.7 8.5
+b
24.7 25.8
+b
M100-46-44-6 28.1
1.6 7.5
15.4 15.7
M100-47-52-13 28.5
2.1 7.9
15.6 16.1
M100-96-53-6 29.3 2.1 8.5
+b
18.6 19.3
M150-7B-41-10 26.1
1.3 6.5
10.1 10.4
M150-29-44-10 28.4
2.4 8.1
18.1 18.3
M150-69-47-4 33.0
2.5 8.8
+b
23.1 24.0
+b
M150-92-46-4 26.4
2.1 7.9
14.9 15.5
M200-13-47-7 25.8
1.8 6.6
10.6 11.2
M200-37-71-4 25.2
1.5 7.3
11.9 12.2
M200-39-69-4 24.8
1.8 7.2
13.5 13.8
M200-58-59-3 26.8
1.9 8.2
17.7 17.8
M200-93-49-6 30.1
2.0 8.0
18.6 19.6
M200-93-49-13 28.5
2.0 8.2
+a+b
17.4 18.3
+a+b
Rata-rata 28.1
2.0 7.8
16.3 16.9
Tanggamus 37.2
1.8 8.8
22.3 25.4
Argomulyo 27.7
1.0 5.4
7.0
7.0
Rata-rata 32.5
1.4 7.1
14.7 16.2
Ket : Angka yang diikuti dengan huruf a atau b memiliki nilai berbeda nyata lebih rendah - dan lebih tinggi + dibandingkan dengan nilai varietas pembanding Tanggamus a dan
Argomulyo b berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5
Jumlah buku produktif galur kedelai berkisar antara 6.5 – 8.8 dengan rataan 7.8, sedangkan jumlah buku produktif varietas pembanding berkisar antara
29 5.4 – 8.8 dengan rataan 7.1. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata pada semua galur maupun varietas. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett yang dilakukan dapat dilihat bahwa galur
M100-33-6-11, M100-96-53-6, M150-69-47-4, dan M200-93-49-13 memiliki jumlah buku produktif nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas
Argomulyo. Sedangkan galur M200-93-49-13 memiliki jumlah buku produktif nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Tanggamus
Jumlah polong bernas galur kedelai berkisar antara 10.1 – 24.7 dengan rataan 16.3, sedangkan jumlah polong bernas varietas pembanding berkisar antara
7.0 – 22.3 dengan rataan 14.7. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa galur tidak berpengaruh nyata. Apabila dilihat dari nilai
tengah, nilai tengah jumlah polong bernas yang dihasilkan oleh galur kedelai memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan varietas Argomulyo.
Jumlah polong total galur kedelai berkisar antara 10.4 – 25.8 dengan rataan 16.9, sedangkan jumlah polong total varietas pembanding berkisar antara
7.0 – 25.4 dengan rataan 16.2. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata pada perlakuan.
Apabila dibandingkan dengan varietas Argomulyo, dapat diperoleh hasil uji lanjut t-Dunnett pada karakter jumlah polong total menunjukkan bahwa galur M100-33-
6-11, M150-69-47-4, dan M200-93-49-13 nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Argomulyo. Sedangkan galur M200-93-49-13 nyata lebih besar
dibandingkan dengan varietas Tanggamus.
Persentase Polong Isi, Jumlah Biji per Polong, Bobot 100 Biji, Bobot Biji per Tanaman, Bobot Biji per Petak
Persentase polong isi merupakan hasil dari jumlah polong yang menghasilkan biji dengan jumlah polong total dikalikan 100. Persentase polong
isi merupakan suatu karakter yang diharapkan memiliki nilai yang besar sehingga peluang untuk mencapai hasil biji yang didapatkan semakin besar besar pula.
Persentase polong isi galur kedelai berkisar antara 93.98 – 99.45 dengan rataan 96.68, sedangkan persentase polong isi varietas pembanding memiliki
30 nilai yang hampir sama yaitu berkisar antara 83.52 - 99.29 dengan rataan
91.41. Persentase polong isi pada galur kedelai memiliki rataan lebih besar dibandingkan varietas pembanding walaupun berdasarkan hasil analisis ragam
tidak ada pengaruh yang nyata terhadap perlakuan Tabel 8. Tabel 8. Keragaan karakter persentase polong isi, jumlah biji per polong, bobot
100 biji, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak genotipe kedelai di tanah masam
Galur Polong isi
Jumlah biji per
polong Bobot 100
biji g Bobot biji
per tanaman g
Bobot biji per petak
g M100-29A-42-14
95.29 2.3 14.13
+a
4.82 377.82 M100-33-6-11
96.00 2.1
13.48
+a
6.13 327.17 M100-46-44-6
98.18 2.4 14.13
+a
5.04 250.37 M100-47-52-13
96.52 2.3 13.94
+a
4.77 284.34 M100-96-53-6
97.04 2.5 14.07
+a
6.13 348.56 M150-7B-41-10
97.96 2.2 12.71
+a
2.63 144.77 M150-29-44-10
99.22 2.2 14.11
+a
5.50 217.99 M150-69-47-4
96.59 2.2 12.60
+a
5.94 219.00 M150-92-46-4
95.50 2.4
14.03
+a
4.94 224.95 M200-13-47-7
94.93 2.2 14.72
+a+b
3.49 163.82 M200-37-71-4
96.95 2.2 14.99
+a+b
3.80 226.07 M200-39-69-4
98.16 2.1 14.58
+a+b
4.05 169.63 M200-58-59-3
99.45 2.3 14.23
+a+b
5.30 222.29 M200-93-49-6
93.98 2.2 12.87
+a
5.09 223.02 M200-93-49-13
94.49 2.4
+a+b
15.27
+a+b
6.08 264.33 Rata-rata 96.68
2.1 13.99
3.63 179.62
Tanggamus
83.52 1.9 9.10 3.64 170.47