PENDAHULUAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Jenjang Karir Dengan Kepuasan Kerja.

(1)

1

Manusia dalam bekerja tentunya memiliki keinginan untuk mencapai tujuan tertentu, untuk mencapai tujuan tersebut seseorang dituntut untuk melaksanakan pekerjaan dengan semaksimal mungkin. Sebagian orang mungkin saja mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan ketika bekerja, hal tersebut bisa disebabkan karena kurangnya informasi dan pengembangan karir dari tempat kerja sehingga pekerja merasa tidak puas dengan pekerjaan mereka.

For the last few decades job satisfaction has been one of the most popular interests among scientists, researchers and practitioners. According to Paul, job satisfaction is the most frequently studied variable in

organizational research”. Job satisfaction was proved to be an important

construct in emotional and psychological employees’ well-being

(Astrauskaitė Dkk, 2011). Selama beberapa dekade terakhir kepuasan kerja telah menjadi salah satu kepentingan paling populer di kalangan ilmuwa n, peneliti dan praktisi. Menurut Paul, kepuasan kerja merupakan variabel yang paling sering dipelajari dalam penelitian organisasi ". kepuasan kerja terbukti menjadi konstruk penting dalam emosi dan psikologis karyawan kesejahteraan.

Suma & Lesha (2013) menyatakan bahwa “Job satisfaction is understood to be affective response to the job viewed either in its entirety


(2)

(global satisfaction) or with regard to particular aspects (facet satisfact io n) i.e. pay, supervision etc”. yaitu kepuasan kerja sebagai respon afektif untuk pekerjaan dapat dilihat baik secara keseluruhan (kepuasan global) atau berkaitan dengan aspek-aspek tertentu yaitu membayar, pengawasan dll.

According to Smith, various researches put forward that, in general, Job satisfaction is powerfully inclined by employees’ assessment of the job and assignments they execute. job satisfaction usually put emphasis to measure it in individual are according to work nature or organization factors (Farooquia & Nagendrab, 2014). Kepuasan kerja yang kuat cenderung pada penilaian karyawan dari pekerjaan dan tugas yang mereka eksekusi. kepuasan kerja biasanya menekankan untuk mengukur dalam individ u sesuai dengan sifat pekerjaan atau faktor organisasi.

Marliani (2015) menyatakan peningkatan kepuasan kerja merupakan salah satu segi dari efektivitas perusahaan. Efektivitas dalam suatu organisasi atau perusahaan dapat dicapai melalui kelancaran proses komunikasi antarpihak dalam perusahaan yang pada akhirnya memperlancar perusahaan tersebut. Selain itu, kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh promosi. Menurut Flippo, promosi adalah kesempatan bagi karyawan untuk maju, mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa promosi jabatan berkaitan erat dengan kepuasan kerja karyawan.

Anoraga (2009) menyatakan bahwa orang akan merasa puas dengan pekerjaan mereka, apabila apa yang ia kerjakan itu dianggapnya telah


(3)

memenuhi harapannya, sesuai dengan tujuan ia bekerja. Apabila orang mendambakan sesuatu, maka itu berarti bahwa ia memiliki suatu harapan, dan dengan demikian ia akan termotivasi untuk melakukan tindakan ke arah pencapaian harapan tersebut. Dan jika harapannya itu terpenuhi, maka ia akan merasa puas. Dalam teori hierarki kebutuhan, Maslow mengatakan bahwa kunci dari segala aktivitas manusia adalah keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang selalu muncul dan muncul. Dalam teori hierarki kebutuhan manusia terdiri atas lima jenjang vertikal, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang paling mendasar seperti sandang, pangan, bernapafas, buang air dan lain-lain, (2) kebutuhan keamanan dan keselamatan, misalnya keterjaminan finansial, bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman dan sebagainya, (3) kebutuhan sosial, misalnya persahabatan, menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan kebutuhan cinta dari lawan jenis, (4) kebutuhan penghargaan dan pengakuan, pada level ini maslow membedakannya menjadi dua, yaitu; (a) tipe bawah, merupakan kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, perhatian, reputasi, kebanggaan diri dan kemasyuran, (b) tipe atas, merupakan penghargaan oleh diri sendiri, seperti kebebasan, kecakapan, keterampilan, dan kemampuan khusus (5) kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minat (Nasrudin, 2010)

Many studies have addressed the issue of nurses' satisfaction with their work. A careful study of the literature can reveal many interesting factors that contribute to the formation of a sense of satisfaction for nurses.


(4)

Furthermore, job satisfaction is a key issue for health care professiona ls around the world. Investigations reveal first of all that the organizatio na l features of a structure (usually a hospital) can greatly influence the job satisfaction for nurses. Such features are the personnel shortages, lack of equipment, intention to leave and others. Contemporary manageme nt believes that the satisfaction of nurses from their work is the result of rational management and has a strong link with proper leadership and motivation to healthcare organizations, leadership and job engageme nt. Finally, job satisfaction for nurses has a high correlation with specific issues such as occupational conditions (Platis Dkk, 2014). Banyak penelitian telah membahas masalah kepuasan perawat dengan pekerjaan mereka. Sebuah studi yang cermat dari literatur dapat mengungkapkan banyak faktor yang menarik yang berkontribusi pada pembentukan rasa kepuasan bagi perawat. Selanjutnya, kepuasan kerja merupakan isu utama bagi para profesiona l perawatan kesehatan di seluruh dunia. Investigasi mengungkapkan pertama -tama bahwa fitur organisasi struktur (biasanya rumah sakit) dapat sangat mempengaruhi kepuasan kerja untuk perawat. Fitur tersebut adalah kekurangan personil, kurangnya peralatan, niat untuk meninggalkan dan lain-lain. manajemen kontemporer percaya bahwa kepuasan perawat dari pekerjaan mereka adalah hasil dari manajemen rasional dan memiliki link kuat dengan kepemimpinan yang tepat dan motivasi untuk organisas i kesehatan, kepemimpinan dan keterlibatan pekerjaan. Akhirnya, kepuasan


(5)

kerja perawat memiliki korelasi yang tinggi dengan isu-isu spesifik seperti kondisi kerja.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan peneliti di RSUD Dr.Moewardi pada tanggal 27 Mei 2016 tentang kepuasan kerja perawat, mengungkapkan bahwa 25 dari 70 perawat BLUD :65 % perawat tidak puas dengan pekerjaan mereka. Gaji dan promosi jabatan merupakan faktor utama yang menjadikan perawat tidak puas dalam pekerjaan. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa gaji dan promosi jabatan adalah faktor yang berpengaruh besar. Rumah sakit sudah sepantasnya memberikan gaji yang sepadan dengan pekerjaan perawat dan memberikan promosi jabatan serta pengembangan karir bagi perawat. Sesuai dengan teori hierarki kebutuhan Maslow (Sobur, 2016) kebutuhan manusia dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu; kebutuhan yang bersifat fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan cinta, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Pemenuhan kebetuhan penghargaan menjurus pada kepercayaan terhadap diri sendiri dan perasaan diri berharga. Promosi merupakan kebutuhan penghargaan diri, Maslow membagi kebutuhan penghargaan diri menjadi dua jenis. Pertama penghargaan yang didasarkan atas respek terhadap kemampuan, kemandirian, dan perwujudan kita sendiri. Kedua, penghargaan yang didasarkan atas penilaian orang lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmad (2015) tentang kepuasan kerja pada desember 2014 diperoleh data bahwa kepuasan kerja yang dirasakan masih sangat rendah oleh karyawan, terutama pada aspek gaji dan


(6)

promosi yaitu sebesar 17%. Beberapa karyawan sering mengeluhka n kelebihan jam kerja yang tidak dibayarkan oleh perusahaan, beberapa karyawan juga merasakan jenjang karir mereka terhambat. Karyawan mengatakan bahwa penilaian kepangkatan yang dilakukan diperusahaan dijalankan secara tidak adil. Kategorisasi tingkat kepuasan kerja sebanyak 92 karyawan di PT Pusri Palembang terdapat 41 karyawan atau 45% karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi, serta 51 karyawan atau 55% karyawan memiliki kepuasan kerja yang rendah. Untuk meningkatka n kepuasan kerja karyawan, perusahaan membuat dan mengimplementas ika n berbagai jenis program yang dirancang untuk membuat pekerjaan menjadi lebih menarik, yaitu: menaikkan upah karyawan, memberikan kenaikan jabatan kepada karyawan yang berprestasi, kepastian kerja dan memberika n bonus kepada karyawan yang berkinerja baik (Marliani, 2015).

Anna (2014) yang diterbitkan oleh kompas mengatakan bahwa mayoritas karyawan di Indonesia sebenarnya memiliki tingkat kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaan mereka. Sayangnya, kepuasan kerja yang dirasakan tidak menjamin mereka menjadi loyal pada perusahaan. Jika mereka mendapat tawaran kompensasi yang lebih baik, para karyawan ini tak segan untuk pindah perusahaan. Pergantian karyawan (turn over) dalam sebuah perusahaan adalah hal yang tak terhindarkan. Tetapi untuk bidang pekerjaan tertentu yang membutuhkan keahlian tinggi, para profesional di bidangnya menjadi incaran perusahaan kompetitor. Menurut laporan Talent Trend 2014 yang diluncurkan oleh LinkedIn, jaringan profesional di


(7)

internet, terungkap beberapa alasan yang mendorong profesional untuk pindah kerja. Mereka antara lain mencari kompensasi dan tunjanga n pekerjaan yang lebih baik, pekerjaan yang lebih menantang, keseimbanga n antara kehidupan profesional dan personal, serta kesempatan untuk meningkatkan karier. Laporan tersebut dibuat berdasarkan survei terhadap 18.000 profesional di 26 negara, termasuk lebih dari 570 profesional di Indonesia. Sebanyak 84 persen responden mengatakan mereka puas dengan pekerjaan saat ini. Meski begitu, 48 persen responden rajin memperbarui resume dan profil profesional mereka. Angka ini lebih tinggi dibandingka n dengan rata-rata dunia (46%). Laporan ini juga mengungkapkan penyebab utama untuk berpindah pekerjaan, yakni persoalan hubunga n (Relationship). Pernyataan hubungan buruk dengan manajer dan tidak menyukai rekan kerja mendapatkan suara terbanyak dari kandidat aktif atau orang yang sedang mencari kerja secara aktif. Sementara itu, bagi kandidat pasif (tidak aktif mencari kerja tapi bersedia pindah kerja) di Indonesia, penyebab utama untuk mendapatkan pekerjaan baru adalah jabatan dan lokasi kantor yang lebih terjangkau. Jawaban ini serupa seperti yang diungkapkan oleh kandidat aktif maupun pasif di dunia. Profesional dari seluruh negara yang disurvei mengungkapkan bahwa reputasi perusahaan merupakan faktor terpenting dalam memilih pekerjaan. Mereka mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut merupakan tempat yang baik untuk bekerja. Sebanyak 44% profesional di Indonesia setuju akan hal ini. Fakta menarik yang juga diungkap adalah banyak head-hunter yang


(8)

menyadari bahwa profesional di Indonesia terbuka dalam menerima dan mempertimbangkan pekerjaan baru. Sebanyak 48% profesional di Indonesia melaporkan bahwa mereka dihubungi oleh perekrut dalam waktu satu bulan terakhir, angka ini merupakan angka tertinggi kedua di Asia tenggara, berada di bawah Singapura (52%) dan di atas Malaysia (44%).

Marquis dan Huston (2010) menyampaikan bahwa penerapan sistem jenjang karir merupakan salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk menghindari kebosanan dan indiferensi pekerjaan. Kebosanan dalam pekerjaan terbukti dapat meningkatkan terjadinya pemutusan kerja sejalan dengan waktu dan pekerjaan yang sama.

Herzberg et al.’s seminal two-factor theory of motivation postulated that satisfaction and dissatisfaction were not two opposite extremes of the same continuum, but two separate entities caused by quite different facets of work – these were labelled as “hygiene factors” and “motivators”. Hygiene factors are characterised as extrinsic components of job design that contribute to employee dissatisfaction if they are not met. Examples include : supervision, working conditions, company policies, salary, and relations with co-workers. Motivators, however, are intrinsic to the job itself and include aspects such as achievement, development, responsibility and recognition. On the other hand intrinsic factors have long been acknowledged as important determinants of motivation. There is a longstanding debate as to whether hygiene factors really contribute to job satisfaction (Furnham et al’s, 2009).


(9)

Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh banyak faktor, menurut teori kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg mengemukakan teori dua faktor yaitu faktor motivator dan faktor hygiene. Faktor motivator berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam pekerjaan itu sendiri (job content) atau disebut juga sebagai aspek intrins ik dalam pekerjaan sedangkan faktor hygiene yaitu faktor yang berada disekitar pelaksanaan pekerjaan, berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja

Berdasarkan fenomena diatas, perawat cenderung mencari rumah sakit dengan gaji yang lebih tinggi dan pekerjaan yang lebih menantang serta jabatan yang tinggi. Terkait dengan gagasan ini, peneliti berpendapat bahwa seharusnya rumah sakit memberikan kompensasi atau gaji yang sepadan sesuai dengan jenis pekerjaan karyawan dan sesuai gaji di rumah sakit lain, selain itu rumah sakit juga memberikan kesempatan pada perawat untuk meningkatkan karir (naik jabatan), kemudian atasan juga menciptakan suasana yang nyaman di lingkungan rumah sakit.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara Persepsi terhadap

Jenjang Karir dengan Kepuasan Kerja?, dengan judul penelitian “Hubungan antara Persepsi terhadap Jenjang Karir Dengan Kepuasan Kerja”.


(10)

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap jenjang karir dengan kepuasan kerja

2. Untuk mengetahui tingkat persepsi terhadap jenjang karir 3. Untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja

4. Untuk mengetahui sumbangan persepsi terhadap jenjang karir dengan kepuasan kerja

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Toritis

a. Memberikan pembelajaran kepada ilmuwan dalam menguk ur kepuasan kerja serta pembelajaran untuk penelitian selanjutnya. b. Penulis berharap penelitian ini mempunyai manfaat untuk

pengembangan ilmu psikologi serta bagi penelitian selanjutnya.

c. Memberikan pengetahuan kepada pembaca seputar hubungan antara Persepsi terhadap Jenjang Karir dan Kepuasan Kerja pada Karyawan

2. Manfaat Praktis

a. Bagi tempat penelitian, dapat memberi pengetahuan bahwa Persepsi terhadap Jenjang Karir dapat berpengaruh dalam kepuasan kerja karyawan sehingga pimpinan dapat memberikan program pengembangan karir pada karyawan.


(11)

b. Bagi peneliti selanjutnya, dapat digunakan sebagai acuan untuk membuat penelitian.


(1)

promosi yaitu sebesar 17%. Beberapa karyawan sering mengeluhka n kelebihan jam kerja yang tidak dibayarkan oleh perusahaan, beberapa karyawan juga merasakan jenjang karir mereka terhambat. Karyawan mengatakan bahwa penilaian kepangkatan yang dilakukan diperusahaan dijalankan secara tidak adil. Kategorisasi tingkat kepuasan kerja sebanyak 92 karyawan di PT Pusri Palembang terdapat 41 karyawan atau 45% karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi, serta 51 karyawan atau 55% karyawan memiliki kepuasan kerja yang rendah. Untuk meningkatka n kepuasan kerja karyawan, perusahaan membuat dan mengimplementas ika n berbagai jenis program yang dirancang untuk membuat pekerjaan menjadi lebih menarik, yaitu: menaikkan upah karyawan, memberikan kenaikan jabatan kepada karyawan yang berprestasi, kepastian kerja dan memberika n bonus kepada karyawan yang berkinerja baik (Marliani, 2015).

Anna (2014) yang diterbitkan oleh kompas mengatakan bahwa mayoritas karyawan di Indonesia sebenarnya memiliki tingkat kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaan mereka. Sayangnya, kepuasan kerja yang dirasakan tidak menjamin mereka menjadi loyal pada perusahaan. Jika mereka mendapat tawaran kompensasi yang lebih baik, para karyawan ini tak segan untuk pindah perusahaan. Pergantian karyawan (turn over) dalam sebuah perusahaan adalah hal yang tak terhindarkan. Tetapi untuk bidang pekerjaan tertentu yang membutuhkan keahlian tinggi, para profesional di bidangnya menjadi incaran perusahaan kompetitor. Menurut laporan Talent Trend 2014 yang diluncurkan oleh LinkedIn, jaringan profesional di


(2)

internet, terungkap beberapa alasan yang mendorong profesional untuk pindah kerja. Mereka antara lain mencari kompensasi dan tunjanga n pekerjaan yang lebih baik, pekerjaan yang lebih menantang, keseimbanga n antara kehidupan profesional dan personal, serta kesempatan untuk meningkatkan karier. Laporan tersebut dibuat berdasarkan survei terhadap 18.000 profesional di 26 negara, termasuk lebih dari 570 profesional di Indonesia. Sebanyak 84 persen responden mengatakan mereka puas dengan pekerjaan saat ini. Meski begitu, 48 persen responden rajin memperbarui resume dan profil profesional mereka. Angka ini lebih tinggi dibandingka n dengan rata-rata dunia (46%). Laporan ini juga mengungkapkan penyebab utama untuk berpindah pekerjaan, yakni persoalan hubunga n (Relationship). Pernyataan hubungan buruk dengan manajer dan tidak menyukai rekan kerja mendapatkan suara terbanyak dari kandidat aktif atau orang yang sedang mencari kerja secara aktif. Sementara itu, bagi kandidat pasif (tidak aktif mencari kerja tapi bersedia pindah kerja) di Indonesia, penyebab utama untuk mendapatkan pekerjaan baru adalah jabatan dan lokasi kantor yang lebih terjangkau. Jawaban ini serupa seperti yang diungkapkan oleh kandidat aktif maupun pasif di dunia. Profesional dari seluruh negara yang disurvei mengungkapkan bahwa reputasi perusahaan merupakan faktor terpenting dalam memilih pekerjaan. Mereka mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut merupakan tempat yang baik untuk bekerja. Sebanyak 44% profesional di Indonesia setuju akan hal ini. Fakta menarik yang juga diungkap adalah banyak head-hunter yang


(3)

menyadari bahwa profesional di Indonesia terbuka dalam menerima dan mempertimbangkan pekerjaan baru. Sebanyak 48% profesional di Indonesia melaporkan bahwa mereka dihubungi oleh perekrut dalam waktu satu bulan terakhir, angka ini merupakan angka tertinggi kedua di Asia tenggara, berada di bawah Singapura (52%) dan di atas Malaysia (44%).

Marquis dan Huston (2010) menyampaikan bahwa penerapan sistem jenjang karir merupakan salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk menghindari kebosanan dan indiferensi pekerjaan. Kebosanan dalam pekerjaan terbukti dapat meningkatkan terjadinya pemutusan kerja sejalan dengan waktu dan pekerjaan yang sama.

Herzberg et al.’s seminal two-factor theory of motivation postulated

that satisfaction and dissatisfaction were not two opposite extremes of the same continuum, but two separate entities caused by quite different facets of work – these were labelled as “hygiene factors” and “motivators”. Hygiene factors are characterised as extrinsic components of job design that contribute to employee dissatisfaction if they are not met. Examples include : supervision, working conditions, company policies, salary, and relations with co-workers. Motivators, however, are intrinsic to the job itself and include aspects such as achievement, development, responsibility and recognition. On the other hand intrinsic factors have long been acknowledged as important determinants of motivation. There is a longstanding debate as to whether hygiene factors really contribute to job satisfaction (Furnham et al’s, 2009).


(4)

Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh banyak faktor, menurut teori kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg mengemukakan teori dua faktor yaitu faktor motivator dan faktor hygiene. Faktor motivator berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam pekerjaan itu sendiri (job content) atau disebut juga sebagai aspek intrins ik dalam pekerjaan sedangkan faktor hygiene yaitu faktor yang berada disekitar pelaksanaan pekerjaan, berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja

Berdasarkan fenomena diatas, perawat cenderung mencari rumah sakit dengan gaji yang lebih tinggi dan pekerjaan yang lebih menantang serta jabatan yang tinggi. Terkait dengan gagasan ini, peneliti berpendapat bahwa seharusnya rumah sakit memberikan kompensasi atau gaji yang sepadan sesuai dengan jenis pekerjaan karyawan dan sesuai gaji di rumah sakit lain, selain itu rumah sakit juga memberikan kesempatan pada perawat untuk meningkatkan karir (naik jabatan), kemudian atasan juga menciptakan suasana yang nyaman di lingkungan rumah sakit.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara Persepsi terhadap Jenjang Karir dengan Kepuasan Kerja?, dengan judul penelitian “Hubungan antara Persepsi terhadap Jenjang Karir Dengan Kepuasan Kerja”.


(5)

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap jenjang karir dengan kepuasan kerja

2. Untuk mengetahui tingkat persepsi terhadap jenjang karir 3. Untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja

4. Untuk mengetahui sumbangan persepsi terhadap jenjang karir dengan kepuasan kerja

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Toritis

a. Memberikan pembelajaran kepada ilmuwan dalam menguk ur kepuasan kerja serta pembelajaran untuk penelitian selanjutnya. b. Penulis berharap penelitian ini mempunyai manfaat untuk

pengembangan ilmu psikologi serta bagi penelitian selanjutnya.

c. Memberikan pengetahuan kepada pembaca seputar hubungan antara Persepsi terhadap Jenjang Karir dan Kepuasan Kerja pada Karyawan 2. Manfaat Praktis

a. Bagi tempat penelitian, dapat memberi pengetahuan bahwa Persepsi terhadap Jenjang Karir dapat berpengaruh dalam kepuasan kerja karyawan sehingga pimpinan dapat memberikan program pengembangan karir pada karyawan.


(6)

b. Bagi peneliti selanjutnya, dapat digunakan sebagai acuan untuk membuat penelitian.