PENGGUNAAN KALIMAT EFEKTIF DALAM KARANGAN EKSPOSISI PERTENTANGAN SISWA KELAS X IPA 3 SEMESTER II DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 4 JAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014

PENGGUNAAN KALIMAT EFEKTIF DALAM KARANGAN
EKSPOSISI PERTENTANGAN SISWA KELAS X IPA 3
SEMESTER II DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 4 JAKARTA
TAHUN AJARAN 2013/2014

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh
Astuti Nurasani
1110013000013

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan suatu pembeda antara manusia dengan makhluk
lainnya. Bahasa sebagai alat esklusif antar manusia ketika berinteraksi.
Realitanya bahasa mempunyai peranan sebagai alat komunikasi manusia
untuk mengungkapkan, mengetahui gagasan yang menjadi maksud dan
tujuan penutur dan petutur. Bahasa digunakan oleh seluruh lapisan
masyarakat untuk berkomunikasi. Ada dua jenis bahasa yang digunakan
untuk berkomunikasi yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan
mudah dipahami dibandingkan bahasa tulis. Bahasa lisan dapat dipahami
dari faktor mimik, gerak-gerik, ataupun intonasi kejelasaan pembicaraan.
Adapun bahasa tulis, melalui serangkaian kalimat yang sempurna dan
penggunaan kaidah tata bahasa agar tercapainya tujuan komunikasi.
Tujuan tersebut, dapat dicapai melalui pembelajaran bahasa Indonesia.
Pembelajaran bahasa Indonesia mempelajari kaidah bahasa yang baik
dan benar. Melalui pembelajaran inilah, peserta didik memiliki
keterampilan

berbahasa


yaitu

keterampilan

menyimak,

berbicara,

membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Keterampilan
berbahasa juga dapat diklasifikasikan ke dalam dua aspek yaitu aspek
reseptif dan produktif. Keterampilan reseptif adalah keterampilan
berbahasa yang bersifat menerima, sedangkan keterampilan produktif
yaitu keterampilan berbahasa yang bersifat mengahasilkan. Keterampilan
menyimak dan membaca termasuk keterampilan reseptif sedangkan
keterampilan berbicara dan menulis termasuk keterampilan produktif.
Keterampilan menulis adalah satu dari keempat aspek keterampilan
berbahasa, yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia.
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang harus


1

2

dimiliki siswa. Keterampilan menulis dapat dilatih dengan membuat
karangan. Karangan adalah sebuah tulisan dari kesatuan pikiran tentang
suatu topik. Karangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, karangan
ekposisi.
Karangan

eksposisi

adalah

karangan

berisikan

informasi,


menerangkan, dan menguraikan suatu gagasan. Informasi yang dinyatakan
dalam karangan eksposisi harus mampu menerangkan dan menguraikan
ide atau gagasan agar dapat dipahami oleh pembaca. Ide atau gagasan
yang dimiliki penulis dituangkan dalam bentuk kalimat, maka kalimat
yang digunakan harus efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang
memiliki kemampuan menimbulkan kembali gagasan atau pikiran pada
diri pendengar atau pembaca, seperti apa yang ada dalam pikiran dan
benak pembicara atau penulisnya.
Kriteria untuk membuat karangan eksposisi yang baik adalah
menggunakan kalimat efektif. Syarat sebagai kalimat efektif, yaitu
strukturnya benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis
dan sesuai ciri-ciri kalimat efektif yaitu, kesepadaan struktur, keparalelan
bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan penalaran,
kepaduan gagasan, dan kelogisan.
Karangan ekposisi tidak hanya menyampaikan gagasan, tetapi
berusaha untuk menerangkan atau menjelaskan pokok pikiran yang dapat
memperluas pengetahuan pembaca. Oleh karena itu, informasi yang
penulis sampaikan harus menggunakan kalimat seefktif mungkin.
Penggunaan kalimat efektif menjadi unsur pengungkap gagasan yang

strategis. Kalimat efektif menjadi unsur yang berguna untuk menghindari
kesalahan pemahaman pembaca. Kesalahan pemahaman mengakibatkan
apa yang ingin disampaikan penulis berbeda dengan apa yang diterima
pembaca. Berdasarkan hal tersebut, sangatlan penting penggunaan kalimat
efektif dalam karangan atau tulisan.

3

Berdasarkan pengamatan penulis, penulisan karangan eksposisi di
sekolah-sekolah masih lemah. Kelemahan terletak

pada penggunaan

bahasa antara lain berkaitan dengan penggunaan ejaan, adanya subjek
ganda, pilihan kata yang tidak tepat, dan kalimat yang bertele-tele. Hal ini
terjadi karena guru hanya menekankan keterampilan berbicara, membaca,
dan kurang menekankan atau memperhatikan keterampilan menulis,
khususnya menulis karangan ekposisi yang baik dan efektif. Akibatnya,
siswa menjadi kurang terlatih untuk menulis karangan ekposisi dengan
efektif.

Saat pembelajaran mengarang, siswa-siswi tidak memperhatikan
penggunaan tanda baca. Adanya tanda baca akan memudahkan penulis
memahami isi tulisan. Sebaliknya, jika tidak ada tanda baca dalam
kalimat, akan menyulitkan pembaca memahami isi tulisan secara tepat.
Selain pengguna tanda baca, pilihan kata pun kurang diperhatikan.
Selain itu, permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran yaitu
siswa-siswi sulit menggunakan kalimat efektif dalam menulis karangan.
Ketidakpahaman dalam membuat kalimat efektif adalah salah satu
alasannya,

sehingga

ketidakefektifan kalimat

akan

ditemukan

dalam karangan.


kesalahan

kalimat

atau

Ketidakpahaman dalam

membuat kalimat efektif menjadi kendala dalam membuat karangan yang
baik. Hal ini menyebabkan penulis tertarik untuk meneliti penggunaan
kalimat efektif, judul penelitian ini adalah “Penggunaan Kalimat Efektif
dalam Karangan Eksposisi Pertentangan Siswa Kelas X IPA 3
Semester II di Madrasah Aliyah Negeri 4 Jakarta Tahun Ajaran
2013/2014”

4

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang di atas, permasalahan dalam
peneliti ini, meliputi:

1. Ketidaktepatan penggunaan tanda baca dalam karangan ekposisi
siswa.
2. Ketidaktepatan penggunaan pilihan kata dalam karangan eksposisi
siswa.
3. Penggunaan kalimat bertele-tele dalam karangan ekposisi siswa.
4. Rendahnya pengetahuan siswa tentang kalimat efektif.
5. Kurangnya perhatian guru terhadap keterampilan menulis.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah dalam penelitian ini
dibatasi pada penggunaan ciri-ciri kalimat efektif yaitu kesepadanan,
keparalelan, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, dan kelogisan
yang terdapat dalam karangan eksposisi pertentangan siswa kelas X IPA 3
Semester II di MAN 4 Jakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimana penggunaan ciri-ciri
kalimat efektif dalam karangan eksposisi pertentangan siswa kelas X IPA
3 Semester II di MAN 4 Jakarta?”
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan ciri-ciri

kalimat efektif dalam karangan ekposisi pertentangan siswa kelas X IPA 3
Semester II di MAN 4 Jakarta.

5

F. Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat dalam penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis.
1. Manfaat Teoretis
a. Penulis berharap dengan adanya penelitian ini, dapat bermanfaat
bagi dosen serta guru bahasa Indonesia dalam menerangkan materi
tentang keefektifan kalimat dalam karangan eksposisi siswa dan
membantu para guru dalam menjelaskan

kalimat efektif dan

karangan eksposisi
b. Selain itu, penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa yang sedang
mempelajari sub bab kalimat efektif yang diaplikasikan dengan
membuat karangan ekposisi yang baik dan benar.

2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam menganilisis
keefektifan kalimat dalam karangan ekposisi. Selain itu, dapat
membantu para penulis karangan-mengarang dalam memahami
hakikat dan ciri kalimat efektif, supaya karangan ekposisi dapat
termuat dalam surat kabar dan tulisan dapat dipahami oleh
pembaca dengan baik.
b. Penelitian ini, bermanfaat bagi penulis pemula atau siswa yang
ingin membuat sebuah karangan eksposisi yang baik dan benar,
sebaiknya memahami terlebih dahulu materi tentang kalimat
efektif.

BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Kajian Teori
1. Hakikat Kalimat Efektif
a. Pengertian Kalimat
Berbicara tentang penggunaan kalimat efektif, sudah seharusnya
membahas tentang pengertian kalimat terlebih dahulu. Kalimat dapat

disampaikan secara lisan maupun tulisan. Setiap orang sudah mampu
membuat kalimat, namun pemahaman tentang makna kalimat itu
sendiri belum tentu menjadi kalimat yang baik dan benar. Oleh karena
itu, perlunya memahami arti dari sebuah kalimat.
Abdul Chaer menyatakan, “Kalimat adalah satuan sintaksis yang
disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi
dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi
final”.1 Ida Bagus Putrayasa menjelaskan kalimat adalah satuan
gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada
akhir naik atau turun”.2 Dari kedua pendapat tersebut, kalimat adalah
satuan satuan gramatikal yang diakhiri dengan intonasi final.
Selain itu, Gorys Keraf menyatakan “Kalimat merupakan suatu
bentuk bahasa yang mencoba menyusun dan menuangkan gagasangagasan seseorang secara terbuka untuk dikomunikasikan kepada
orang lain”.3 Hasan Alwi mendefinisikan “Kalimat adalah satuan
bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan
pikiran yang utuh”.4 Penulis dapat menarik simpulan, kalimat adalah

1

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 44
Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat Fungsi, Kategori, dan Peran, (Bandung:
Refika Aditama, 2007), h. 20
3
Gorys Keraf, Komposisi, (Jakarta: Nusa Indah, 1979), h. 34
4
Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2003), h. 311
2

6

7

satuan

bahasa

terkecil

yang

menuangkan

gagasan

untuk

dikomunikasikan kepada orang lain.
Dalam wujud lisan dan tulisan sebagaimana dikatakan Hasan Alwi,
yaitu wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras
lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti
oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun
asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya.
Wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?) atau tanda seru (!),
sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti
koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda
tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda
baca lain sepadan dengan jeda.5
Berdasarkan pendapat

para ahli mengenai kalimat, dapat

disimpulkan kalimat adalah kesatuan gagasan atau pikiran utuh yang
dituangkan dalam wujud lisan atau tulisan dan diakhiri intonasi final.

b. Pengertian Kalimat Efektif
Setelah membahas pengertian kalimat, maka harus membahas
pengertian kalimat efektif, supaya memahami pengertian kalimat
efektif. Pengertian pertama kata „efektif’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)6.
Kalimat yang benar dan jelas akan mudah dipahami orang lain secara
tepat. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif.7 Kunjana
Rahardi menyatakan “Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki
kemampuan menimbulkan kembali gagasan atau pikiran pada diri
pendengar atau pembaca, seperti apa yang ada dalam pikiran dan
5

Ibid.
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: Gramedia, 2008, cet.
Ke VI), h. 352
7
Sabarti Akhadiah, dkk., Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Erlangga, 1995), h. 116
6

8

benak pembicara atau penulisnya. Jadi dengan kalimat efektif, ide,
gagasan penulis, atau pembicara itu akan dapat diterima secara utuh”.8
Dari kedua pendapat tersebut, kalimat efektif adalah suatu gagasan
penulis yang bisa diterima secara utuh oleh pembaca.
Dadan Suwarna menyatakan “Kalimat efektif adalah kalimat yang
memiliki pola dan struktur yang sederhana serta pola informasi yang
langsung, biasanya informasi yang disampaikannya bersifat tunggal”.9
Selain itu, Jos Daniel Parera mendefinisikan “Kalimat efektif adalah
kalimat atau bentuk kalimat yang dengan sadar dan sengaja disusun
untuk mencapai daya informasi yang tepat dan baik”.10 Keefektifan
kalimat diukur dari sudut pandang banyak sedikitnya kalimat itu
berhasil mencapai sasaran komunikasinya. Kalimat yang efektif dapat
meyakinkan dan menarik perhatian pendengar atau pembaca.11
Dari

definisi

yang

dipaparkan

para

ahli,

penulis

dapat

menyimpulkan kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki pola dan
struktur

sederhana, bentuk kalimatnya benar dan jelas, dapat

menimbulkan kembali gagasan atau pikiran pembicara maupun
penulisnya serta memberikan efek komunikasi.

c. Ciri-ciri Kalimat Efektif
Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi sehingga
kejelasan kalimat itu dapat terjamin. Berbicara kalimat efektif tidak
terlepas dari ciri-ciri yang terdapat di dalamnya. Agar kalimat yang
ditulis dapat dipahami dan memberikan informasi kepada pembaca
secara tepat dan jelas, maka perlu diperhatikan ciri-ciri kalimat efektif.
8

Kunjana Rahardi, Penyuntingan Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang,
(Jakarta: Erlangga, 2009), h. 129
9
Dadan Suwarna, Cerdas Berbahasa Indonesia, (Tanggerang: Jelajah Nusa,
2012), h. 19
10
Jos Daniel Parera, Belajar Mengemukakan pendapat, (Jakarta: Erlangga,
1987), h. 42
11
Alek A. dan H. Achmad H.P., Bahasa Indoneasia untuk Perguruan tinggi.
(Jakarta: Kencana, 2010), h. 248

9

Ciri-ciri kalimat efektif sangat beragam dari pendapat para ahli. Ciriciri tersebut ada yang mengklasifikasikan menjadi dua, empat, lima,
dan tujuh,
Dadan Suwarna mengklasifikasikan ciri-ciri kalimat efektif
menjadi dua meliputi, kesederhanaan struktur dan keefektifan pesan.
Berbeda

dengan

Mustakim

dan

Ida

Bagus

Putrayasa

yang

mengklasifikasikan ciri-ciri kalimat efektif menjadi empat yaitu
kelengkapan, kesejajaran, kehematan, dan variatif. Jos Daniel Parera
mengklasifikasikan ciri-ciri kalimat efektif menjadi lima meliputi
kesepadanan, keparalelan, ketegasan, kehematan, dan variasi. Kunjana
Rahardi, Zaenal Arifin, dan Rasyid Sartuni mengklasifikasikan ciri-ciri
kalimat efektif menjadi tujuh.
Kunjana Rahardi menyatakan “Ciri-ciri kalimat efektif, meliputi 1)
Kesepadanan struktur, 2) Keparalelan bentuk, 3) Ketegasan Makna 4)
Kehematan kata, 5) Kecermatan Penalaran, 6) Kepaduan gagasan, 7)
Kelogisan bahasa”.12 Dari pendapat para ahli mengenai penggolongan
ciri-ciri kalimat efektif berbeda, namun prinsip tetap sejalan.
Berdasarkan pendapat para ahli, penulis memilih ciri kalimat efektif
yang dikemukan Kunjana Rahardi. Ciri-ciri kalimat efektif meliputi :
1. Kesepadanan Struktur
Kalimat efektif harus mempunyai kesepadanan. Ciri pertama ini,
para ahli ada yang menggunakan istilah kesepadanan struktur,
kesatuan (unity), keutuhan, kelengkapan, kesederhanaan struktur dan
ketatabahasan. Walaupun istilah berbeda, tetapi mempunyai maksud
dan pengertian yang sama. Sabarti Akhadiah menjelaskan kesepadanan
adalah “Kalimat itu harus memiliki unsur-unsur subjek, predikat, atau
bisa ditambah dengan objek, keterangan, unsur-unsur subjek, predikat,
objek, keterangan, dan pelengkap, melahirkan keterpaduan arti yang

12

Rahardi, loc. cit.

10

merupakan ciri keutuhan kalimat”.13 Jadi, dapat disimpulkan
kesepadanan struktur adalah

kalimat yang terdiri dari subjek dan

predikat. Kesepadanan struktur mempunyai ciri sebagai berikut:
a) Kalimat itu mempunyai subjek dan predikat dengan jelas.
Kalimat sekurang-kurangnya memiliki unsur predikat dan subjek.14
Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja membuat
kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat
dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di,
dalam, bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan
sebagainya di depan subjek.15
Contoh kalimat salah: Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini
harus membayar uang kuliah.
Seharusnya: Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar
uang kuliah.
b) Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat
tunggal.
Alwi menyatakan “Konjungtor juga dinamakan

kata sambung

adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang
sederajat yaitu, kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa
dengan klausa”.16 Kata penghubung terbagi menjadi dua yaitu kata
penghubung

intrakalimat

dan

antarkalimat.

Kata

penghubung

intrakalimat adalah ungkapan/kata dalam sebuah kalimat yang
berfungsi menghubungkan unsur-unsur kalimat. Kata penghubung

13
14

Akhadiah. op. cit. , h. 118
Dalman, Keterampilan Menulis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), cet. 3,

h. 23
15

Zaenal Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi, (Jakarta: Akapress, 2009), h. 97
16
Hasan Alwi, dkk., op. cit., h. 296

11

antarkalimat berfungsi menghubungkan sebuah kalimat dengan
kalimat lain.17
Hasan Alwi mengelompokkan konjungsi antarkalimat meliputi:
biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun
demikian/begitu,
meskipun
demikian/begitu,
sungguhpun
demikian/begitu, kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya,
tambahan pula, lagi pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhnya,
bahwasannya, malah (an), bahkan, (akan) tetapi, namun, kecuali
itu, dengan demikian, oleh karena itu, oleh sebab itu, dan sebelum
itu.18
Contoh konjungsi intrakalimat :
Saya sedang menulis, sedangkan ibu sedang memasak.
Kata sedangkan termasuk dalam konjungsi intrakalimat. Konjungsi
intrakalimat dipakai untuk menghubungkan anak kalimat dan induk
kalimat dalam kalimat majemuk. Oleh karena itu penulisan kata
sedangkan tidak menggunakan huruf kapital dan tidak dipakai dalam
kalimat tunggal.
Contoh konjungsi antarkalimat:
Pak Budi terkena penyakit demam berdarah. Selain itu, dia juga
mengidap tekanan darah tinggi.
Kata selain itu termasuk konjungsi antarkalimat. Konjungsi
antarkalimat digunakan untuk menghubungkan kalimat yang satu
dengan kalimat yang lainnya. Oleh karena itu, penulisan kata selain itu
menggunakan huruf kapital.

17

Dendy Sugono (peny), Buku Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa
Indonesia, 2008), jilid 2, h. 93-94
18
Hasan Alwi,dkk., op. cit. , h. 300-301

12

c) Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang.
Agar menjadi kalimat efektif, kata yang tidak boleh mendahului
predikat.
Contoh kalimat yang salah: bahasa Indonesia yang berasal dari
bahasa Melayu.
Seharusnya: bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.19
Kata yang dalam contoh tersebut menjadi pemborosan kata. Tanpa
ada kata yang tidak mengurangi pemahaman pembaca. Menurut
Kunjan Rahardi, kahadiran kata yang di depan predikat jika mengubah
status kalimat sederhana menjadi frasa menjadi kalimat yang tidak
efektif.20 Oleh karena itu, hilangkan saja kata yang di depan predikat.
2. Keparalelan
Ciri kalimat efektif kedua yaitu keparalelan atau paralelisme.
Gorys Keraf meyatakan, “Paralelisme atau kesejajaran bentuk
membantu memberi kejelasan dalam unsur gramatikal dengan
mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi yang
sama”.21
Selain itu, Widyamartaya menyatakan Paralelisme (kesejajaran)
ialah penggunaan bentuk gramatikal yang sama untuk unsur-unsur
kalimat yang sama fungsinya. Jika sebuah pikiran dinyatakan
dengan frase, maka pikiran-pikiran lain yang sejajar harus
dinyatakan pula dengan frase. Jika satu gagasan dinyatakan dengan
kata benda verbal atau kata kerja bentuk me-, di-, dan sebagainya,
maka gagasan lain yang sejajar harus dinyatakan pula dengan kata
verbal atau kata kerja bentuk me-, di-, dan sebagainya.22

19

Arifin, op.cit., h. 97-99
Rahardi, op. cit. , h. 130
21
Keraf,op. cit. , h. 47
22
A. Widyamartaya, Seni Menggayakan Kalimat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990),
h. 30
20

13

Kesejajaran ialah menempatkan gagasan yang sama penting dan
fungsinya ke dalam struktur kebahasaan yang sama. Kesesajaran
memiliki tiga macam sebagaimana dikatakan Minto Rahayu sebagai
berikut:
1) Kesejajaran Bentuk
Bila salah satu gagasan ditempatkan dalam struktur kata benda,
maka kata lain yang berfungsi sama juga dalam struktur kata
benda, begitu seterusnya.
Contoh kalimat yang salah:
Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan
pengecatan tembok, memasang penerangan, pengujian sistem
pembagian air, dan pengaturan tata ruang.
Seharusnya:
Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan
pengecatan tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem
pembagian air, dan pengaturan tata ruang.
2) Kesejajaran Makna
Kesejajaran makna timbul oleh adanya relasi makna antarsatuan
dalam kalimat (subjek, predikat, dan objek).
Contoh kalimat yang salah: Adik memetiki setangkai bunga.
Kata memetiki tidak semakna dengan kata setangkai. Agar
semakna dengan kata setangkai diubah menjadi memetik
Seharusnya: Adik memetik setangkai bunga.

14

3) Kesejajaran Rincian Pilihan
Rincian pilihan harus berurutan.
Contoh kalimat yang salah
Pemasangan telepon akan menyebabkan melancarkan tugas,
untuk menambah wibawa, dan meningkatkan pengeluaran
Seharusnya:
Pemasangan telepon akan menyebabkan tugas lancar, wibawa
bertambah, dan pengeluaran meningkat.23
Jadi, dapat disimpulkan keparalelan atau kesejajaran adalah
penggunaan bentuk gramatikal yang sama untuk unsur-unsur kalimat
yang sama fungsinya.
3. Ketegasan Makna
Ciri ketiga kalimat efektif yaitu ketegasan makna atau penegasan
serta istilah lain yaitu penekanan. Ida Bagus Putrayasa berpendapat
yang dimaksud dengan “Penegasan dalam kalimat adalah upaya
pemberian aksentuasi, pementingan atau pemusatan perhatian pada
salah satu unsur atau bagaian kalimat, agar unsur atau bagian kalimat
yang diberi penegasan itu lebih mendapat perhatian dari pendengar
atau pembaca”24. Jadi, dapat disimpulkan ketegasan makna adalah
upaya memberi penekanan pada kalimat dengan tujuan mementingkan
ide pokok.

23

Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grasindo,
2007), h. 88-89
24
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, (Bandung:
Refika Aditama, 2009), cet. 2, h. 56

15

Setiap kalimat memiliki sebuah ide pokok. Inti pikiran ini biasanya
ingin ditekankan atau ditonjolkan oleh penulis atau pembicara dengan
memperlambat ucapan, meninggikan suara, dan sebaginya pada
kalimat tadi.

Ada berbagai cara untuk memberi penekanan pada

kalimat,antara lain dengan cara:
1) Pemindahan letak frase
Untuk memberi penekanan pada bagian kalimat itu pada bagian
depan kalimat. Cara ini disebut juga pengutamakan kalimat.25
Contoh:
a. Prof. Dr. Herman Yohanes berpendapat salah satu indikator yang
menunjukkan tidak efisiennya pertamina adalah rasio yang masih
timpang antar jumlah pegawai pertamina dan produksi minyaknya.
b. Salah satu indikator yang menunjukkan tidak efisiennya pertamina,
menurut Prof. Dr. Herman Yohanes adalah rasio yang masih
timpang antar jumlah pegawai pertamina dan produksi minyaknya.
2) Pengulangan Kata (Repetisi)
Pengulangan

Kata

dalam

sebuah

kalimat

kadang-kadang

diperlukan untuk memberikan penekanan pada bagian ujaran yang
dianggap penting.26 Pengulangan kata ini dapat membuat maksud
kalimat menjadi lebih jelas, jika dihilangkan kalimat akan menjadi
tidak jelas maknanya.
Contoh: Harapan kita demikianlah dan demikian pula harapan
setiap pejuang.

25
26

Ibid.
Minto Rahayu, op. cit. , h. 86

16

3) Pertentangan
Pertentangan dapat dipergunakan untuk menekan suatu gagasan.
Contoh : Anak itu rajin dan jujur.
Ia menghendaki perbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu.
Kedua kalimat tersebut mempunyai penekanan gagasan dari
kalimat yang bertentangan.
4) Partikel
Partikel diartikan sebagai pementing kata yang mendahuluinya.
Partikel yang demikian adalah pun, kah, lah, dan per.27
Contoh:
Setelah sampai di sisni, saya pun tidak melihat sesuatu yang aneh.
Renungkanlah saran kami.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
5) Urutan yang logis
Sebuah kalimat biasanya memberi suatu kejadian atau peristiwa.
Kejadian atau peristiwa yang berurutan hendaknya diperhatikan agar
urutannya tergambar dengan logis. Urutan yang logis dapat disusun
secara kronologis, dengan penataan urutan yang makin lama makin
penting atau dengan menggambarkan suatu proses.28
Contoh:
Telekomunikasi cepat-vital dimaksudkan untuk keamanan, mobilitas,
pembangunan, dan persatuan.
27

Rasyid Sartuni, Aplikasi Bahasa Indonesia di Peguruan Tinggi, (Bogor:
Maharini Press, 1996), h. 81-82
28
Sabarti Akhadiah, dkk., op.cit. , h. 125

17

Kehidupan anak muda itu sulit dan tragis.
4. Kehematan Kata
Ciri kalimat efektif keempat

yaitu kehematan, ahli lain

mengistilahkan kehematan menjadi ekonomi. Ramlan A. Gani dan
Mahmudah Fitriyah mengemukakan “Kehematan adalah penggunaan
kata atau frase yang tidak perlu.”29 Menurut Mustakim, “Kehematan
merupakan salah satu ciri kalimat yang efektif. Dalam penyusunan
kalimat, kehematan dapat diperoleh dengan menghilangkan bagianbagian tertentu yang tidak diperlukan atau yang mubazir”.30 Dari
kedua pendapat tersebut, kehematan adalah penggunaan kata atau frase
yang mubazir.
Selan itu, Ida Bagus Putrayasa berpendapat, “Kehematan adalah
hubungan jumlah kata yang digunakan dengan luasnya jangkauan
makna yang diacu.31 Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan
kehematan adalah menghilangkan kata atau frase yang tidak perlu dan
jika bagian tersebut dihilangkan tidak mengubah arti pada kalimat.
Kalimat yang berciri hemat dan efektif sebagaimana dikatakan
Kunjana Rahardi sebagai berikut:
1) Penghilangan pengulangan subjek
Penulis kadang-kadang tanpa sadar sering mengulang subjek dalam
satu kalimat. Abdul Razak berpendapat “Subjek adalah unsur yang
diperkatakan dalam sebuah kalimat”.32 Kridalaksana dalam Abdul
Chaer menjelaskan subjek adalah bagian klausa yang menandai apa

29

Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah, Disiplin Berbahasa Indoensia,
(Jakarta: FITK Press, 2010), h. 70
30
Musatakim, Membina Kemampuan Berbahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1994), cet. 1, h. 105
31
Ida Bagus Putrayasa, op. cit. , h. 55
32
Abdul Razak, Kalimat Efektif Struktur, Gaya, dan Variasi, (Jakarta: PT
Gramedia, 1985), h. 11

18

yang dinyatakan oleh pembicara.33 Dari dua pendapat tersebut, penulis
dapat menyimpulkan subjek adalah unsur yang menandai apa yang
dinyatakan pembicara.
Pengulanagn ini tidak membuat kalimat itu menjadi lebih jelas.
Karena itu, pengulangan bagian kalimat yang demikian tidak
diperlukan. Mustakim menyatakan, “Kalimat majemuk bertingkat yang
anak kalimat dan induk kalimatnya memiliki subjek yang sama dapat
dihilangkan salah satunya. Subjek yang dihilangkan adalah yang
terletak pada anak kalimatnya”.34
Contoh: 1.Sebelum surat ini dikirimkan, surat ini harus ditandatangani
lebih dahulu.
2. Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui bahwa
Presiden datang.
Seharusnya: 1. Sebelum dikirimkan, surat ini harus ditandatangani
lebih dahulu.
2. Hadirin serentak berdiri setelah mengetahui bahwa
Presiden datang.
2) Penghilangan superordinat
Bentuk superordinat itu lazimnya muncul kalau bentuk kebahasaan
yang dianggap sebagai superordinat itu memiliki sejumlah perincian.
Bentuk „bunga’ memiliki subordinat „mawar’, „melati’, „kenanga’ dan
seterusnya. Demikian pula bentuk „bunga mawar’ atau „bunga melati’
atau „bunga kenanga’ adalah bentuk kebahasaan yang sangat tidak
efektif karena di dalam bentuk kebahasan itu serta merta terdapat
superordinat dan subordinat sekaligus.

33
34

Chaer, op. cit. , h. 21
Mustakim., loc.cit.

19

3) Penghindaran kesinoniman
Hindari dua kata yang bersinonim dipakai dalam sebuah kalimat.
Bentuk „sekarang’ dan „sedang’, „kini’ dan „sedang’, „sekarang’ dan
„tengah’, atau „seperti’ dan „contoh’.
Contoh: Seperti contoh itu pernah dikemukakan.
Seharusnya: Contoh itu pernah dikemukakan.
4) Penghematan dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata
yang berbentuk jamak.35 Misalnya:
Para tamu-tamu

sebaiknya

para tamu

Beberapa orang-orang

sebaiknya

beberapa orang

Para hadirin

sebaiknya

hadirin

5. Kecermatan dan Kesantunan
Soedjito dan Djoko Saryono mendefinisikan, “Kalimat cermat
adalah kalimat yang stukturnya teratur dan sesuai dengan kaidah alatalat kalimat, yakni (1) urutan, (2) bentuk kata, (3) kata tugas, dan (4)
intonasi”.36 Ninik M. Kuntarto berpendapat, “Prinsip kecermatan
berarti cermat dan tepat menggunakan diksi”.37 Dari dua pendapat
tersebut, kecermatan adalah kalimat yang tepat menggunakan pilihan
kata.
Gorys Keraf menjelaskan, “Ketepatan pilihan kata mempersoalkan
kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang
tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang
35

Arifin. op.cit., h. 102
Soedjito dan Djoko Saryono, Tata Kalimat Bahasa Indonesia, (Malang: Aditya
Media Publishing, 2012), h. 170
37
Ninik M. Kuntarto, Cermat dalam Berbahasa teliti dalam Berpikir, (Jakarta:
Mitra Wacana Media, 2011), h. 176
36

20

dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara”.38 Pemilihan
kata, pembentukan kata, atau pembuatan kalimat yang tidak cermat
mengakibatkan nalar yang terkandung dalam kalimat terganggu. Hal
itu seharusnya dihindari oleh penyusun kalimat yang ingin
menyampaikan informasi secara tepat.39
Kunjana Rahardi menegaskan, baik buruknya bahasa seseorang,
santun atau tidaknya bentuk kebahasaan yang digunakan
seseorang, akan sangat ditentukan oleh pilihan kata yang
digunakan oleh orang yang bersangkutan. Bahasa yang cermat
pertimbangan dimensi-dimensi konteksnya, biasanya bahasa yang
cenderung bersifat santun. Dengan bahasa yang benar-benar cermat
dan santun, hubungan yang harmonis dan relasi yang cenderung
bersifat positif akan dapat terjadi dengan baik.40
Jadi, dapat disimpulkan kecermatan adalah ketepatan memilih kata
dalam sebuah kalimat dan tidak menimbulkan tafsir ganda. Berikut ini
contoh kalimat yang tidak cermat dan tidak santun.
Bentuk salah:
(1) Yang diceritakan buku itu menceritakan para putri raja
(2) Wajahmu norak persis seperti hantu kesiangan
Seharusnya:
(1) Buku itu menceritakan para putri raja.
(2) Wajahmu kurang menarik

38

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2009), cet. 19, h. 87
39

Dendy Sugono (peny), Buku Praktis Bahasa Indonesia, jilid 1, (Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007), cet. 4, h. 93
40
Kunjana Rahardi, op.cit., h. 134

21

6. Kepaduan Makna
Kalimat efektif dalam bahasa Indonesia harus memiliki ciri
kepaduan makna. Kunjana Rahardi menyatakan yang dimaksud „padu’
adalah „bersatu’. Bentuk kebahasaan yang „padu’ adalah bentuk
kebahasaan yang „tidak terpecah-pecah’, atau bentuk kebahasaan yang
„bersatu’.41 Soedjito dan Djoko Saryono menjelaskan kalimat padu
adalah “Kalimat yang fungsi unsur-unsurnya bertautan secara utuh dan
jelas”.42 Dari kedua pendapat tersebut, kepaduan adalah kalimat antar
unsurnya tidak terpecah-pecah atau padu.
Selain itu, Rasyid Sartuni menyatakan “Keterpaduan adalah
keterkaitan antar unsur yang berupa subjek, predikat, objek, dan
keterangan”.43 Dari beberapa pendapat tentang kepaduan makna,
penulis dapat menyimpulkan kepaduan makna adalah kalimat yang
utuh dan tidak bertele-tele.
Berikut ini contoh kalimat yang tidak padu.
Bentuk salah:
(1) Merokok, menurut dokter Darmawan, dapat menyebabkan
serangan jantung dan kanker.
(2) Kita harus memperhatikan dari pada kehendak rakyat.
Seharusnya:
(1) Menurut dokter Darmawan, merokok dapat menyebabkan
serangan jantung dan kanker.
(2) Kita harus memperhatikan kehendak rakyat.

41

Kunjana Rahardi, loc. cit.
Soedjito dan Djoko Saryono, op.cit., h. 162
43
Rasyid Sartuni, op., cit. h. 80
42

22

7. Kelogisan Makna
Ciri terakhir kalimat efektif adalah kelogisan makna. Lamuddin
Finoza menyatakan “Kelogisan ialah ide kalimat itu dapat diterima
oleh akal sehat”.44 Logis atau tidaknya suatu kalimat ditentukan
oleh hubungan antara makna gramatikal dengan makna leksikal
kata-kata yang membentuknya.45
Kelogisan makna sangat berkaitan dengan nalar, maka kalimat
yang logis disebut juga kalimat yang bernalar. Dari pendapat para
pakar, penulis dapat menarik kesimpulan, kelogisan makna adalah
kalimat yang logis atau masuk akal.
Contoh:
Bentuk Salah:
(1) Untuk mempersingkat waktu, kita teruskan acara ini.
Seharusnya:
(1) Untuk menghemat waktu, kita teruskan acara ini.
2. Hakikat Karangan
a. Pengertian Mengarang
Mengarang dalam materi bahasa Indonesia sangat penting untuk
dipelajari. Mengarang merupakan suatu kegiatan keterampilan
menulis. A. Widyamartaya menyatakan “Mengarang adalah suatu
proses kegiatan pikiran manusia yang hendak mengungkapkan
kandungan jiwanya kepada orang lain, atau kepada diri sendiri, dalam
tulisan”.46 Selain itu, Lamuddin Finoza mengatakan, “Mengarang
44

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diksi Insan Mulia,
2001), cet. 7, h. 141
45
Kusno Budi Santoso, Problematika Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990), cet. 1, h. 148
46
A. Widyamartaya, Kreatif Mengarang, (Yogyakarta: Kanisius, 1978), h. 9

23

adalah pekerjaan merangkai atau menyusun kata, frasa, kalimat, dan
alinea yang dipadukan dengan topik dan tema tertentu untuk
memperoleh hasil akhir berupa karangan”.47 Dari dua pendapat
tersebut,

mengarang

adalah

mengungkapkan

gagasan

dengan

merangkai kata-kata menjadi kalimat dan menjadi karangan.
Mengarang atau menulis ialah menurunkan atau melukiskan
lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang
dipahami oleh seseorang sehingga orang-orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafik tersebut.48 Dari beberapa pendapat, penulis
dapat menyimpulkan mengarang adalah proses pengungkapan gagasan
atau ide yang dirangkai melalui kata-kata menjadi kalimat dan
paragraf.
Kegiatan mengarang merupakan wujud kegiatan menulis yang
dilakukan secara sadar dan berarah. Hasil dari kegiatan mengarang
disebut karangan. Sudarno dan Eman A. Rahman menyatakan
“Karangan artinya rangkaian, susunan, atau komposisi. Yang dirangkai
adalah beberapa kesatuan pikiran yang diwujudkan dalam bentuk
kalimat-kalimat yang disusun sesuai dengan kaidah komposisi”.49
Karangan adalah sebuah tulisan dari kesatuan pikiran tentang suatu
topik.
b. Jenis Karangan
Berdasarkan tujuannya, karangan-karangan yang utuh dapat
dibedakan menjadi lima jenis karangan yaitu:
1) Eksposisi
Eksposisi adalah tulisan yang tujuan utamanya mengklarifikasi,
menjelaskan, mendidik, mengevaluasi sebuah persoalan. Penulis
berniat memberi informasi atau memberi petunjuk kepada para
47

Lamuddin Finoza, op.cit., h. 189
Henry Guntur Tarigan, Menulis: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa,
(Bandung: Angakasa, 2008), h. 22
49
Sudarno dan Eman A. Rahman, Terampil Berbahasa Indonesia, (Jakarta:
Hikmat Syahid Indah, 2001), h. 116
48

24

pembaca.50

Menurut

Ismail

Marahimin,

“Ekposisi

adalah

menyingkap. Dalam wacana eksposisi, yang disingkap itu adalah
buah pikiran atau ide, perasaan atau pendapat penulisnya untuk
diketahui orang lain”.51 Dari dua pendapat tersebut, penulis dapat
menarik kesimpulan eksposisi adalah sebuah karangan yang
menjelaskan atau memaparkan suatu hal dengan maksud memberi
informasi kepada para pembaca.
2) Argumentasi
Rosihan Anwar menyatakan “Argumentasi adalah karangan ini
membincangkan atau membahas suatu persoalan atau perkara”.52
Kemudian, menurut Minto Rahayu “Menulis argumentasi berarti
mengemukakan masalah dengan mengambil sikap yang pasti untuk
mengungkapkan segala persoalan dengan segala kesungguhan
intelektualnya, bukan sekedar mana suka atau pendekatan
emosional”.53 Jadi, dapat disimpulkan argumentasi adalah sebuah
tulisan mengungkapkan suatu masalah dengan adanya bukti-bukti
untuk mengungkapkan suatu kebenaran sedangkan dari pihak
pembaca ingin mendapat suatu kebenaran.
3) Persuasi
Persuasif berarti membujuk atau menyakinkan.54 Karangan
persuasi bertolok ukur pada pedoman bahwa pikiran manusia dapat
diubah. Dengan persuasi pikiran manusia dapat dipengaruhi untuk
berubah. Dengan demikian, karangan persuasi adalah bentuk
penyajian karangan yang berusaha untuk menyakinkan seseorang
agar melakukan sesuatu yang dikehendaki penulis pada waktu
50

A.Chaedar Alwasilah dan Senny Suzanna Alwasilah, Pokoknya Menulis,
(Bandung: Kiblat Buku Utama,2007), cet. 2, h. 111
51
Ismail Marahimin, Menulis Secara Populer, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,
1999), cet. 2, h. 194
52
Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi,
(Yogyakarta: Media Abadi, 2004), cet. 4, h. 113
53
54

Minto Rahayu, op.cit., h., 168
Sudarno dan Eman A. Rahman, op.cit., h. 174

25

sekarang atau pada waktu yang akan datang.55 Dari dua pendapat
para ahli dapat disimpulkan, persuasi adalah karangan yang
bersifat membujuk atau mempengaruhi pembaca.
4) Deskripsi
Adjat Sakri menyebut karangan deskripsi yaitu pemerian.
Menurutnya, “Pemerian membangkitkan gambaran tentang suatu
peristiwa, hal, atau adegan kepada pembaca dengan lengkap dan
jelas”. Kemudian, Rosihan Anwar menyatakan, “Deskripsi adalah
karangan ini melukiskan keadaan, lahir, atau batin, sesuatu benda
atau

perkara”.56

Jadi,

deskripsi

adalah

karangan

yang

menggambarkan atau melukiskan sesuatu dengan jelas sehingga
para pembaca dapat membayangkan apa yang dimaksud penulis.
5) Narasi
Narasi artinya cerita. Dengan cerita, penulis mengajak pembaca
untuk sama-sama menikmati apa yang diceritakan tersebut.57
Karangan narasi biasanya dihubung-hubungkan dengan cerita.58
Jadi, dapat disimpulkan narasi adalah karangan yang menceritakan
kejadian atau peristiwa dengan runtutan waktu yang jelas.

3. Hakikat Karangan Eksposisi
a. Pengertian Karangan Eksposisi
Kata eksposisi yang diambil dari kata bahasa Inggris exposition
sebenarnya berasal dari kata bahasa Latin yang berarti membuka atau
memulai.59 Karangan ekposisi merupakan karangan yang bertujuan
untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan
sesuatu. Dalam karangan eksposisi, masalah yang dikomunikasikan
terutama pemberitahuan atau informasi. Karangan ekposisi bersifat
55

Niknik M. Kuntarto, op.cit., h. 238-239
Rosihan Anwar, loc.cit.
57
Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah, op. cit., h. 93
58
E. zainal Arifin dan S. Amran Tasai, op.cit., h. 132
59
Lamuddin Finoza, op.cit., h. 196

56

26

memaparkan sesuatu, ekposisi juga dapat disebut dengan karangan
paparan.
Ekposisi atau paparan ialah salah satu jenis karangan yang
berusaha untuk menerangkan atau menjelaskan pokok pikiran yang
dapat memperluas pengetahuan orang yang membaca uraian tersebut.60
Selan itu, Gorys Keraf menyatakan “Eksposisi adalah suatu bentuk
wacana yang berusaha menguraikan suatu objek sehingga memperluas
pandangan atau pengetahuan pembaca”.61 Wacana ini digunakan untuk
menjelaskan wujud hakekat suatu objek, misalnya menjelaskan
pengertian

kebudayaan,

komunikasi,

perkembangan

teknologi,

pertumbuhan ekonomi kepada pembaca. Berdasarkan dari beberapa
pendapat di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa eksposisi
adalah suatu bentuk tulisan yang bertujuan untuk menerangkan,
menguraikan, dan menjelaskan suatu gagasan atau pokok pikiran
kepada para pembaca.

b. Syarat Menulis Ekposisi
Pada hakekatnya eksposisi bertujuan untuk memperluas pandangan
dan

pengetahuan pembaca. Oleh sebab itu, dalam usaha untuk

mencapai tujuan tersebut, seorang pengarang yang ingin menulis
sebuah eksposisi harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini:
(1) Penulis mengetahui serba sedikit tentang subjeknya, dengan
demikian

penulis

dapat

mengembangkan

pengetahuannya

mengenai subjeknya untuk kemudian ditampilkan dalam tulisan;
(2) Penulis harus mampu menganalisis persoalan yang ada dengan
jelas dan konkret.62

60

Bistok dkk., Pedoman Karangan-Mengarang, (Jakarta: Pemendikbud,
1985), h. 15
61
Gorys Keraf, Komposisi Lanjutan II, (Jakarta: Grasindo, 1995), h. 7
62
Gorys Keraf, Ekposisi dan Deskripsi, (Ende Flores: Nusa Indah,
1982), cet. 2, h. 6

27

c. Teknik Penulisan Karangan Eksposisi
Untuk menulis sebuah karangan, pastinya mempunyai cara atau
tekniknya masing-maisng. Misalnya saja karangan narasi mempunyai
tekniknya sendiri yaitu terdapat tokoh dan urutan waktu. Begitu juga
dengan karangan eksposisi yang mempunyai teknik penulisan untuk
mencapai karangan eksposisi yang maksimal.
Randall E. Decker berpendapat, “As in most patterns of writing, the
use of expository narration is most likely to be successful if the
writer constantly keeps his purpose and his audience in mind,
remembering that the only reason for using the method in the first
place-for doing any writing-is to communicate ideas. soundness,
clarity, and interest are the best means of attaining this goal”.
“Seperti dalam kebanyakan pola penulisan, penggunaan narasi
ekspositoris yang paling mungkin berhasil jika penulis selalu
membuat tujuan dan pendengarnya dalam pikiran, mengingat
bahwa satu satunya alasan untuk menggunakan metode di tempat
pertama untuk menulis apapun adalah untuk menyampaikan
gagasan-gagasan. Keadaan baik, kejelasan, dan minat adalah cara
terbaik untuk mencapai tujuan”63.
Karangan eksposisi mengandung tiga bagian utama, sebagaimana
dikatakan Gorys Keraf yaitu:
(1) Pendahuluan
Bagian pendahuluan menyajikan latar belakang, alasan
memilih

topik,

luas

lingkup,

batasan

pengertian

topik,

permasalahan dan tujuan penulisan, kerangka acuan yang
digunakan.

Pada tulisan populer, pendahuluan tidak perlu

menyajikan semua unsur yang dikemukaan sebelumnya, cukup
dipilih

beberapa

saja

dari

semua

segi

di

atas

mengembangkan tulisan eksposisi.

63

Randall E. Decker,Pattern of Exposition,(Little, Brown and
Company: Boston, 1966), cet. 6, h. 237

untuk

28

(2) Tubuh Ekposisi
Penulis harus mengembangkan sebuah organisasi atau
kerangka karangan terlebih dahulu. Berdasarkan organisasi, penulis
kemudian menyajikan uraiannya mengenai tiap bagian secara
terperinci, sehingga konsep atau gagasan-gagasan yang ingin
diinformasikan pada para pembaca tampak jelas.
Eksposisi

dapat

mempergunakan

bermacam

metode

penyajian untuk memaparkan suatu objek, mengajukan fakta-fakta
untuk mengkonkretkan informasi kaitan antara fakta-fakta harus
kelihatan logis dan masuk akal. Pendapat dan gagasan yang
disampaikan biasanya dijalin dalam alinea yang padu dan kompak.
(3) Kesimpulan
Penulis pada akhirnya menyajikan kesimpulan mengenai
apa yang disajikan dalam isi atau tubuh eksposisi. Karangan
eksposisi tidak mengarah pada usaha untuk mempengaruhi
pembaca. Kesimpulan yang diberikan hanya bersifat pendapat atau
kesimpulan yang diterima atau ditolak pembaca. Hal terpenting
dalam menulis eksposisi, penulis mampu menyajikan informasi
untuk memperluas wawasan atau pengetahuan pembaca.64

d. Metode Menulis Karangan Eksposisi
Penulisan karangan eksposisi dapat digunakan dengan beberapa
metode. Metode-metode yang bisa digunakan untuk menyampaikan
informasi dari karangan eksposisi sebagaimana dikatakan Gorys Keraf
yaitu:
(1) Metode Identifikasi
Identifikasi merupakan suatu metode untuk menggarap sebuah
eksposisi sebagai jawaban atas pertanyaan: Apa itu? dan Siapa itu?
Berdasarkan hubungan ini, maka pengertian identifikasi adalah
64

Gorys Keraf, op.cit., h. 8-10

29

proses penyebutan unsur-unsur yang membentuk suatu hal
sehingga ia dikenal sebagai hal tersebut, dengan kata lain metode
identifikasi merupakan sebuah metode yang berusaha menyebutkan
ciri-ciri atau unsur-unsur pengenal suatu objek tersebut.
(2) Metode Perbandingan atau Pertentangan
Perbandingan adalah suatu cara untuk menunjukkan kesamaankesamaan dan perbedaan-perbedaan antara dua objek atau lebih
menggunakan dasar-dasar tertentu. Tujuan perbandingan adalah
membicarakan sesuatu yang dianggap belum diketahui oleh
pembaca atau pendengar. Beberapa tujuan dalam menyampaikan
suatu uraian dengan menggunakan metode perbandingan yaitu,
menyampaikan suatu informasi tentang suatu hal, dengan
menghubungkan

hal

lain

yang

telah

dikenal

pembaca,

menyampaikan dua pokok persoalan (atau lebih) sekaligus
menghubungkannya dengan prinsip-prinsip umum bersama, dan
membandingkan dua pokok yang dikenal untuk menyampaikan
suatu prinsip umum atau suatu gagasan umum.
(3) Metode Ilustrasi atau Eksemplifikasi
Ilustrasi adalah suatu metode untuk mengadakan gambar atau
penjelasan yang khusus dan konkret atau suatu prinsip umum atau
sebuah gagasan umum. Metode ilustrasi atau eksemplifikasi
pengarang ingin menjelaskan suatu prinsip umum atau suatu
kaidah yang lebih luas lingkupnya dengan mengutip atau
menunjukkan suatu pokok khusus yang tercakup dalam prinsip
umum atau kaidah yang lebih luas cakupannya.
(4) Metode Klasifikasi
Klasifikasi merupakan suatu proses yang bersifat alamiah
untuk

menampilkan

pengelompokan-pengelompokan

sesuai

dengan pengalaman manusia. Klasifikasi merupakan metode untuk
menempatkan barang-barang dalam suatu sistem kelas. Klasifikasi
juga merupakan metode yang sering dipakai dalam menyusun

30

kaidah-kaidah ilmiah, khususnya untuk sampai pada suatu
pengalaman baru.
(5) Metode Definisi
Definisi merupakan suatu proses yang berusaha meletakkan
batas-batas penggunaan sebuah kata, sepeti tampak dalam makna
dari unsur-unsur kata itu sendiri. Definisi juga dapat digunakan
sebagai

metode

penulisan

eksposisi,

definisi

memberikan

pengetahuan kepada kita “kebenaran suatu barang”.
(6) Metode Analisa
Analisis adalah suatu cara membagi-bagi subjek ke dalam
komponen-komponennya.

Jadi,

analisis

berarti

melepaskan,

menanggalkan, atau menguraikan sesutau yang terikat. Analisis
sama sekali tidak menciptakan komponen-komponen. Bagianbagian itu ditemukan oleh penulis bukan diciptakan oleh penulis,
dengan menemukan bagian-bagian tersebut, penulis meminta
pembaca untuk memperhatikan bagian-bagian tersebut.
a) Analisa bagian adalah suatu teknik untuk membagi-bagi sebuah
objek

ke

dalam

unit-unit

yang

lebih

kecil,

yang

memperlihatkan hubungan-hubungan tertentu. Analisa bagian
berusaha menjawab pertanyaan: Apakah objek garapan itu
terdiri dari bagin-bagian tertentu? Inilah yang disebut analisa.
Suatu objek yang utuh dibagi-bagi menjadi komponenkomponen yang saling berhubungan.
b) Analisa fungsional merupakan proses lanjutan dari analisa
bagian, penulis harus mengaitkan bagian itu dengan fungsi
yang diemban tiap bagian itu, baik terhadap kesatuannya
maupun terhadap bagian lainnya.
c) Analisa proses adalah suatu metode yang berusaha menjawab
pertanyaan: Bagaimana sesuatu bekerja? Bagaimana sesuatu
terjadi? Analisa proses sebenarnya merupakan analisa lebih
lanjut dari analisa bagian dan fungsi harus dilanjutkan dan

31

berakhir dengan analisa proses. Analisa proses menjelaskan
tahap-tahap yang membentuk suatu peristiwa atau hal.
d) Analisa kausal adalah analisa yang berusaha menemukan
sebab-akibat dari suatu hal atau peristiwa. Analisa ini dianggap
sebagai suatu kesadaran manusia yang paling tinggi mengenai
alam dan dunia sekitarnya. Analisa ini juga dianggap sebagai
awal dari perkembangan ilmu dan teknologi.65

B. Penelitian yang Relevan
Penelitian relevan yang berkaitan dengan skripsi ini yaitu:
1. Skripsi mahasiswa Universitas Negeri Jakarta berjudul Analisis
Kemampuan Membandingkan Kalimat Efektif dengan Kalimat Tidak
Efektif Siswa Kelas II STM Di Jakarta Pusat pada tahun 1994, yang
ditulis oleh Analis meneliti tentang kalimat efektif dan kalimat tidak
efektif pada hasil tes materi kalimat efektif siswa kelas II STM di
Jakarta Pusat.

Tujuan penelitiannya yaitu untuk mendeskripsikan

perbedaan terhadap kemampuan siswa tentang pemahaman kalimat
efektif dan kalimat tidak efektif. Persamaan skripsi penulis dengan
skripsi Analis yaitu sama-sama membahas kalimat efektif dan tidak
efektif. Perbedaan penelitian Analis dengan skripsi penulis terletak
pada permasalahannya. Analis menganalisis hasil tes siswa tentang
materi kalimat efektif. Cara Analis mengambil sebuah data dengan
membuat soal pilihan ganda dan para siswa menjawab. Hasilnya untuk
mengukur kemampuan siswa memahami kalimat efektif dan tidak
efektif. Berbeda dengan skripsi penulis, permasalahan yang diteliti
oleh penulis adalah mendeskripsikan ketepatan dan kesalahan
penggunaan ciri-ciri kalimat efektif dalam karangan eksposisi
pertentatangan. Cara penulis mengambil data dari karangan ekposisi
yang dibuat oleh para siswa.
65

Gorys Keraf, op.cit., h. 43-45

32

2. Skripsi

mahasiswa

Universitas

Islam

Negeri

Jakarta

Syarif

Hidayatullah berjudul Penggunaan Kalimat Efektif dalam Karangan
Argumentasi Pada Siswa Kelas X-PI SMK CYBER MEDIA Tahun
Pelajaran 2010/2011 yang ditulis oleh Dewi Astuti membahas tentang
tingkat kemampuan menggunakan kalimat efektif dalam karangan
argumentasi dan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
kesalahan penggunaan kalimat efektif dalam karangan argumentasi.
Penelitiannya menggunakan metode deskripif kualitatif yaitu dengan
cara mendeskripsikan kemampuan menggunakan kalimat efektif dan
mendeskripsikan

faktor-faktor

yang

menyebabkan

kesalahan

penggunaan kalimat efektif. Karangan siswa yang digunakannya yaitu
karangan argumentasi. Persamaan dengan skripsi penulis yaitu samasama membahas tentang kalimat efektif. Namun, terdapat perbedaan
skripsi penulis hanya mendeskripsikan penggunaan ciri-ciri kalimat
efektif serta tidak mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya
kesalahan penggunaan kalimat efektif. Selain itu, pada skripsi penulis
menggunakan

jenis

karangan

eksposisi

pertentangan

atau

perbandinagan sedangkan skripsi Dewi Astuti menggunakan jenis
karangan argumentasi.
3. Skripsi

mahasiswa

Universitas

Islam

Negeri

Jakarta

Syarif

Hidayatullah berjudul Analisis Penggunaan Kalimat Efektif dalam
Teks Pidato Siswa Kelas X SMA Islam Terpadu Alqur‟aniyyah Pondok
Aren, Tanggerang Selatan, Banten yang ditulis oleh Fatmasari
membahas kemampuan siswa menggunakan kalimat efektif dalam teks
pidato. Persamaan skripsi penulis dengan skripsi Fatmasari yaitu samasama membahas penggunaan kalimat efektif. Penelitian yang
digunakan

menggunakan

metode

deskriptif

kualitatif

yaitu

mendeskripsikan kemampuan siswa dalam membuat teks pidato,
apakah sudah memenuhi kriteria kalimat efektif atau belum. Terdapat
perbedaan

skripsi

penulis

deng