Penentuan Kadar Glukosamin dalam Rendemen Hasil Fermentasi Secara
dalam sampel hasil fermentasi terdapat oligomer glukosamin, maka dapat terdeteksi.
Analisis dilakukan dengan tahapan penentuan panjang gelombang maksimum, penentuan absorbansi glukosamin hasil fermentasi, dan kalibrasi glukosamin
sampel dengan standar yang telah dibuat.
Pada tahap optimasi panjang gelombang, larutan PTH, larutan glukosamin standar, dan PITC murni di-scan dalam rentang panjang gelombang 200
sampai dengan 350 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil scanning panjang gelombang dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Hasil scanning panjang gelombang maksimum A fenil isotiosianat PITC, B larutan glukosamin-PITC PTH,
dan C larutan glukosamin
Dari hasil pengukuran diperoleh panjang gelombang maksimum untuk larutan PTH adalah 273 nm, sedangkan panjang gelombang maksimum untuk larutan
glukosamin dan PITC murni masing-masing adalah 210 dan 276 nm. Maka pada pengukuran larutan sampel dan standar glukosamin dilakukan pada
panjang gelombang 273 nm. Hasil pengukuran absorbansi standar pada panjang gelombang 273 nm dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari hasil tersebut,
dapat digambarkan kurva kalibrasi larutan standar berupa grafik kurva konsentrasi versus absorbansi dapat ditunjukkan pada Gambar 16.
Gambar 16. Kurva kalibrasi larutan standar senyawa PTH
Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi larutan standar pada berbagai konsentrasi, maka kurva kalibrasi larutan standar senyawa PTH diperoleh
hubungan yang linear antara absorbansi dengan konsentrasi yang ditunjukkan dengan koefisien korelasi R sebesar 0,9994. Besarnya nilai R ini mendekati
satu, sehingga dapat dikatakan bahwa absorbansi merupakan fungsi yang besarnya berbanding lurus dengan konsentrasi.
0,2 0,4
0,6 0,8
1 1,2
5 10
15 20
Abso rb
a n
si
Konsentrasi mgL
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai intersep sebesar – 0,0007 dan
slope sebesar 0,0697, sehingga persamaan yang diperoleh dari kurva pada Gambar 16 adalah :
y = 0,0697x – 0,0007
Dimana x : konsentrasi mgL y : absorbansi
Persamaan tersebut, pada kurva kalibrasi larutan standar senyawa PTH, digunakan sebagai pembanding dalam analisis kuantitatif glukosamin dalam
rendemen hasil fermentasi. Pengukuran absorbansi sampel dilakukan dengan 3x pengulangan, data yang diperoleh ditunjukkan pada Lampiran 9.
Absorbansi rata-rata dari masing-masing sampel rendemen glukosamin diplotkan ke persamaan regresi linear tersebut. Hasil yang diperoleh
diperhitungkan dengan faktor pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi glukosamin sebenarnya dalam sampel Lampiran 10.
Hasil pengukuran kandungan glukosamin menggunakan spektrofotometer UV- Vis menunjukkan bahwa kandungan glukosamin rata-rata dalam rendemen
hasil fermentasi adalah 9.623,31 mgL atau terdapat rata-rata 9.633,31 mg glukosamin dalam 1 Liter larutan sampel yang digunakan. Maka dalam 10 ml
larutan stok sampel glukosamin 10.000 mgL terdapat bobot glukosamin rata- rata dalam sampel 96,2331 mg atau 0,0962 gram. Bobot glukosamin
sebenarnya dalam rendemen hasil fermentasi pada tiap selang waktu 5 hari inkubasi dapat dilihat pada Lampiran 11.
Berdasarkan perhitungan, dapat diketahui bahwa bobot glukosamin sebenarnya dalam rendemen hasil fermentasi paling tinggi diperoleh pada hari ke 15
inkubasi. Sedangkan bobot glukosamin yang paling rendah diperoleh pada hari ke 45 inkubasi.
Dari data hasil perhitungan kadar glukosamin sebenarnya dalam rendemen pada Lampiran 11, dapat diketahui bahwa kadar glukosamin pada hari ke 5
sampai hari ke 45 waktu inkubasi, mencapai lebih dari 90 bobot rendemen hasil fermentasinya. Hal ini menunjukkan bahwa kitin hampir seluruhnya
diubah menjadi glukosamin atau oligomer glukosamin oleh enzim kitinase dari Actinomycetes ANL-4. Jika diamati, terdapat pengurangan dari bobot
rendemen glukosamin awal dengan bobot glukosamin hasil analisis rata-rata sebesar 0,024 gram. Apabila diasumsikan bahwa reaksi antara glukosamin
dengan PITC adalah sempurna, maka kemungkinan selisih bobot rendemen glukosamin awal dengan bobot glukosamin hasil analisis merupakan bobot dari
senyawa N-asetil glukosamin atau kitooligomer hasil degradasi kitin. Hubungan antara waktu inkubasi dengan persentase bobot rendemen hasil
fermentasi dan kadar glukosamin sebenarnya dalam rendemennya dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Hubungan waktu inkubasi hari dengan persentase bobot rendemen hasil fermentasi
b b
dan kadar Glc sebenarnya dalam rendemen
b b
Dari Gambar 17, dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan kadar glukosamin yang cukup besar dalam rendemen hasil fermentasi pada hari ke 5 sampai hari
ke 45. Perbedaan yang cukup jelas dapat terlihat pada bobot rendemen hasil fermentasi yang diperoleh. Meskipun hari ke 5 inkubasi menunjukkan kadar
glukosamin yang paling tinggi, namun bobot rendemen yang dihasilkan masih lebih rendah dari hari ke 15. Sehingga bobot glukosamin sebenarnya dalam
substrat awal kitin paling tinggi berada pada hari ke 15 inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa hari ke 15 merupakan waktu inkubasi optimum degradasi
kitin oleh Actinomycetes ANL-4.
Bagaimanapun, glukosamin yang dihasilkan dalam proses fermentasi ini juga masih mungkin bercampur dengan dimer, trimer, atau tetramernya oligomer,
20 40
60 80
100 120
10 20
30 40
50
Pe rs
e n
ta se
b b
Waktu Inkubasi hari
rendemen hasil fermentasi
kadar Glc dalam rendemen
sehingga analisis dengan menggunakan HPLC High Performance Liquid Cromatography diperlukan untuk mengetahui kemurnian glukosamin.