PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GLUKOSAMIN DENGAN BANTUAN ENZIM KITINASE DARI ISOLAT ACTINOMYCETES ANL-4 SELAMA PROSES FERMENTASI BATCH KITOSAN

(1)

ABSTRAK

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GLUKOSAMIN DENGAN BANTUAN ENZIM KITINASE DARI ISOLAT ACTINOMYCETES ANL-4

SELAMA PROSES FERMENTASI BATCH KITOSAN Oleh

Lisa Eka Wahyuni

Telah dilakukan pembuatan dan karakterisasi glukosamin dengan bantuan enzim kitinase dari isolate actinomycetes ANL-4 selama proses fermentasi batch kitosan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan isolasi kitosan dan fermentasi batch dengan substrat kitosan sehingga diperoleh glukosamin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa glukosamin yang terbentuk sebesar 4,1 gram. Karakterisasi produk hasil degradasi kitosan dengan bantuan enzim kitinase dari isolat actinomycetes ANL-4 dengan menggunakan instrument analisis FTIR dan HPLC-ELSD. Hasil IR glukosamin standar dengan glukosamin hasil isolasi secara kualitatif mempunyai pita serapan yang relatif sama, yaitu: ʋ = 3500-3000 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur –OH dan –NH amina, ʋ = 1637,75cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekuk dari amina primer, ʋ = 1104,53 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur dari CN, ʋ = 912,71-773,54 cm-1 merupakan vibrasi tekuk dari NH, ʋ = 1431,70 cm-1 yang merupakan vibrasi tekuk CH, ʋ = 1095,09-1036,57 cm-1 yang merupakan vibrasi tekuk CO. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah glukosamin. Hasil kromatogram HPLC-ELSD menggunakan kolom C18 terlihat bahwa ada satu puncak dominan yang mengindikasikan bahwa produk degradasi adalah glukosamin pada waktu retensi 2,5.


(2)

ABSTRACT

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF GLUCOSAMINE WITH THE SUPPORT OF THE ENZYME CHITINASE OF ISOLATE

ACTINOMYCETES ANL-4 DURING THE BATCH FERMENTATION PROCESS OF CHITOSAN

By

Lisa Eka Wahyuni

Has done the manufacture and characterization of glucosamine with the support of the enzyme chitinase of isolate actinomycetes ANL-4 during the process of batch fermentation chitosan. To achieʋe that goal, the isolation of chitosan and batch fermentation with chitosan so that the substrate obtained glucosamine.The results showed that glucosamine is 4.1 grams. Preparation and characterization of the glucosamine with the supprot of the enzyme chitinase of isolate actinomycetes ANL-4 during batch fermentation process of chitosan by using FTIR analysis instrument and HPLC-ELSD. The results of FTIR Glucosamine standards and Glucosamine isolation qualitative results have relatively equal absorption bands, such as bands: ʋ = 35003000 cm1 shows the vibration of slacking off OH and -NH amine, ʋ = 1637, 75 cm-1 indicate the vibration buckling of a primary amine,

ʋ = 1104,53 cm-1 shows the vibration of slacking off from CN, ʋ = 912,71-773,54 cm-1 is the vibration buckling of NH, ʋ = 1431,70 cm-1 which is a vibration buckling CH, ʋ = 1095,09-1036,57 cm-1 which is a vibration buckling CO. The conclusion of analysis data the compound is glucosamine. The result of chromatogram HPLC-ELSD C18 column can be seen a single peak of 2,5 retention time is glucosamine.


(3)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GLUKOSAMIN DENGAN BANTUAN ENZIM KITINASE DARI ISOLAT ACTINOMYCETES ANL-4

SELAMA PROSES FERMENTASI BATCH KITOSAN (Skripsi)

Oleh

Lisa Eka Wahyuni

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kitosan adalah suatu biopolimer dari D-glukosamin yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin dengan menggunakan alkali kuat. Kitosan bersifat sebagai polimer kationik yang tidak larut dalam air, dan larutan alkali dengan pH di atas 6,5. Kitosan mudah larut dalam asam organik seperti asam formiat, asam asetat, dan asam sitrat (Mekawati dkk, 2000).

Kitosan dapat dirubah menjadi monomer ataupun oligomernya dengan bantuan enzim kitinase. Kitosan juga merupakan sumber karbon dan nitrogen yang dimanfaatkan oleh bakteri kitinase (Poernomo, 2004). Enzim kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang berfungsi dalam degradasi kitin. Secara umum kitinase digolongkan atas endokitinase, eksokitinase dan β-1,4-N-asetilglukosaminidase. Endokitinase adalah enzim yang memotong acak ikatan β-1,4 bagian internal mikrofibril kitin dengan produk akhir yang bersifat mudah larut berupa N-asetilglukosamin dengan berat molekul rendah seperti kitotetraose. Eksokitinase merupakan enzim yang mengkatalisis secara aktif pembebasan unit-unit diasetil kitobiose tanpa pembentukan unit-unit monosakarida dan oligosakarida.

Sedangkan β-1,4-N-asetilglukosaminidase merupakan kitinase yang bekerja pada pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose, kitotetraose, dan menghasilkan monomer N-asetilglukosamin (Harman et al, 1993).


(5)

Enzim kitinase dapat diproduksi oleh mikroorganisme kitinolitik, salah satunya adalah actinomycetes, karena actinomycetes ini mampu untuk mensintesis

metabolit senyawa yang memiliki aktivitas biologis dan spora dari actinomycetes sangat esensial untuk biokonversi (Xu et al., 1996). Isolat Actinomycetes yang digunakan adalah ANL-4, karena ANL-4 memiliki aktivitas kitinolitik paling tinggi diantara jenis isolat yang lain. Adapun aktivitasnya yaitu 5 U/mL (Anggraini, 2010). Substrat kitosan mudah dihidrolisis oleh actinomycetes menjadi karbohidrat yang lebih sederhana, selanjutnya karbohidrat ini akan digunakan dalam memproduksi glukosamin dengan bantuan fermentasi (Samsuri, 2007). Proses hidrolisis dan fermentasi ini dapat dilakukan dalam satu tempat, dimana proses ini disebut sebagai proses fermentasi batch.

Pada fermentasi batch, pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis produk berlangsung dalam media, kemudian setelah sintesis produk maksimum, semua substrat diambil bersamaan dan dilakukan proses isolasi produk (Suwandi, 2010). Fermentasi batch mempunyai kandungan nutrisi per volum jauh lebih pekat sehingga hasil per volum dapat lebih besar (Rieez, 2008). Dalam penerapan bioteknologi alternatif, pemanfaatan fermentasi batch menggunakan

actinomycetes pendegradasi kitosan pada udang dapat digunakan sebagai bioenergi dan bioproduk yang bermanfaat dengan biaya produksi yang murah (Angenent et al., 2004, Das dan Singh 2004).

Proses hidrolisis dan fermentasi kitosan akan menghasilkan monomer

glukosamin. Glukosamin (C6H13NO5) merupakan gula amino yang secara alami terdapat dalam tubuh terutama pada jaringan penghubung dan jaringan tulang


(6)

rawan, tetapi jika terjadi kerusakan jaringan tulang rawan yang berfungsi untuk melapisi tulang dan membantu pergerakan sendi. Sehingga dalam bidang farmasi dibuat kapsul glukosamin untuk membantu mengatasi masalah sendi pada

penderita osteoarthritis. Glukosamin terbukti dapat menstimulasi produksi tulang rawan dan menghambat enzim yang menghancurkan tulang rawan. Oleh karena itu di negara maju telah diproduksi secara komersial mengingat

manfaatnya di berbagai industri, selain bidang farmasi, yaitu seperti biokimia, bioteknologi, kosmetika, biomedika, pangan, tekstil, kertas, dan lain-lain.

Pemanfaatan tersebut didasarkan atas sifat-sifatnya yang dapat digunakan sebagai pengemulsi, koagulasi, pengkhelat, dan penebal emulsi.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan glukosamin secara enzimatis. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka enzim yang digunakan untuk mendegradasi kitosan menjadi glukosamin adalah enzim kitinase yang diperoleh dari proses fermentasi batch dengan substrat kitosan. Glukosamin sebagai produk degradasi kitosan akan dikarakterisasi menggunakan High Performance Liquid Chromatographic (HPLC) untuk menganalisis kemurniannya. Sedangkan analisis gugus fungsi dari

glukosamin akan dilakukan menggunakan Fourier Transfrom Infrared (FTIR).

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari pembuatan glukosamin dari kitosan dengan bantuan enzim kitinase selama proses fermentasi batch.


(7)

2. Mengkarakterisasi glukosamin yang diperoleh dengan metode HPLC dan FTIR.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang:

1. Proses fermentasi batch sebagai salah satu dari bioteknologi alternatif yang dapat digunakan dalam bidang industri.

2. Potensi actinomycetes hasil isolasi dalam menghasilkan enzim kitinase. 3. Potensi glukosamin hasil dari degradasi kitosan dalam bidang farmasi. 4. Pemanfaatan limbah kulit udang untuk pembuatan glukosamin yang lebih


(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Udang

Udang di Indonesia pada umumnya di konsumsi dalam bentuk daging murni yang mana kepala, ekor dan kulitnya telah dibuang. Namun sampai saat ini limbah tersebut belum diolah secara efisien sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan khususnya baunya dan estetika lingkungan yang buruk. Sebagian besar limbah udang yang dihasilkan oleh usaha pengolahan udang berasal dari kepala, kulit dan ekor yang kulit udang mengandung protein (25% - 40%), kitin(15% - 20%) dan kalsium karbonat (45% - 50%) (Marganof, 2003). Kandungan kitin dari kulit udang lebih sedikit dibandingkan dari kulit atau cangkang kepiting. Kandungan kitin pada limbah kepiting mencapai 50% - 60% sementara limbah udang menghasilkan 42% - 57% sedangkan cumi-cumi dan kerang masing-masing 40% dan 14% -15% (Mukhlis Siregar, 2009).Dengan pengolahan lebih lanjut limbah udang dapat dimanfaatkan menjadi senyawa kitosan.

B. Kitosan

Kitosan yang disebut juga dengan β-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan turunan dari kitin melalui proses deasetilasi. Kitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam


(9)

amino, gugus hidroksil primer dan skunder. Adanya gugus fungsi ini

menyebabkan kitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi (Tokura, 1995).

Kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl, HNO3, dan H3 PO4, dan tidak larut dalam H2SO4. Kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik (Hirano, 1986). Disamping itu kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan induistri kesehatan (Muzzarelli, 1986).

Gambar 1. Struktur Kitosan

Secara umum proses pembuatan kitosan meliputi 3 tahap, yaitu deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Proses deproteinasi bertujuan mengurangi kadar protein dengan menggunakan larutan alkali encer dan pemanasan yang cukup. Proses demineralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kadar mineral (CaCO

3) dengan menggunakan asam konsentrasi rendah untuk mendapatkan khitin, sedangkan proses deasetilasi bertujuan menghilangkan gugus asetil dari khitin melalui pemanasan dalam larutan alkali kuat dengan konsentrasi tinggi (Yunizal dkk., 2001).


(10)

C. Glukosamin

Glukosamin (C6H13NO5) merupakan gula amino dan prekursor penting dalam sintesis biokimia dari protein glikosilasi dan lipid. Glukosamin ditemukan sebagai komponen utama dari rangka luar krustasea, artropoda, dan cendawan.

Glukosamin merupakan salah satu monosakarida yang banyak dijumpai.

Glukosamin (C6H13NO5) merupakan gula amino dan di negara maju telah diproduksi secara komersial mengingat manfaatnya di berbagai industri, seperti bidang kesehatan, farmasi, biokimia, bioteknologi, kosmetika, biomedika, pangan, tekstil, kertas, dan lain-lain. Pemanfaatan tersebut didasarkan atas sifat-sifatnya yang dapat digunakan sebagai pengemulsi, koagulasi, pengkhelat, dan penebal emulsi.

Glukosamin sering ditemukan sebagai komponen utama pada rangka luar krustacea, antropoda, dan cendawan. Glukosamin merupakan salah satu monosakarida yang banyak dijumpai. Dalam industri, glukosamin diproduksi denga cara rangka luar krustacea dihidrolisis. Penggunaan glukosamin umumnya digunakan untuk meringankan gejala osteoartritis walaupun efek terapisnya masih diperdebatkan (Drovanti, et al, 1998).


(11)

D. Enzim Kitinase

Secara umum enzim sering digunakan dalam proses produksi. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal atau diisolasi dari bakteri. Penggunaan enzim dalam proses produksi dapat meningkatkan efisiensi yang kemudian

meningkatkan jumlah produksi. Bidang bioteknologi industri mengembangkan teknologi dan bioproses dengan segala ilmu pendukungnya, seperti

mikrobiologi, rekayasa genetika, biokimia atau ilmu pendukungnya. Bioproses, yang didalamnya meliputi bidang produksi antara lain antibiotika, asam amino, pengendalian limbah, ataupun enzim (Poernomo, 2004).

Enzim adalah kelompok protein yang berperan dalam proses aktifitas biologi. Enzim berfungsi sebagai katalisator di dalam sel dan sifatnya sangat khas. Dalam jumlah yang kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan hasil reaksi. Karena enzim

mengkatalisator reaksi-reaksi di dalam sistem biologis, maka enzim disebut sebagai biokatalisator (Murray, 2003).

Di bidang industri, enzim yang digunakan sebagian besar diisolasi dari

mikroorganisme. Pemilihan mikroorganisme sebagai sumber enzim mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan yang diisolasi dari tanaman maupun dari hewan. Antara lain adalah sel mikroorganisme relatif lebih mudah ditumbuhkan, kecepatan pertumbuhan relatif lebih cepat, skala produksi sel lebih mudah ditingkatkan bila dikehendaki skala produksi yang lebih besar, biaya produksinya relatif lebih rendah, kondisi selama produksi tidak tergantung oleh


(12)

adanya pergantian musim dan waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi lebih pendek (Poernomo dan Poerwanto, 2003).

Enzim kitinase mampu mendegradasi kitin. Kitinase banyak dihasilkan oleh berbagai organisme seperti bakteri, fungi, tumbuhan tingkat tinggi dan hewan. Organisme ini biasanya memiliki beragam gen kitinase yang ekspresinya

diinduksi oleh ekstraseluler kitin dan derifatnya. Pada hewan, kitinase digunakan untuk mengkonversi kitin menjadi monomer atau oligomernya. Kitinase juga dimanfaatkan oleh bakteri untuk asimilasi kitin sebagai sumber karbon dan nitrogen (Tsujibo et al, 1999). Sejumlah besar organisme memiliki enzim yang mampu menurunkan kitin fibril dan dikenal secara kolektif sebagai kitinase (Inbar dan Chet, 1991).

Kitinase menjadi perhatian yang besar, terutama karena peranannya dalam morfogenesis jamur dan parasitisme. Pemanfaatan enzim ini telah banyak dilakukan dalam aplikasi pengendalian hayati (Sahai dan Manoca, 1993). Kitinase yang dihasilkan mikroorganisme memiliki berat molekul berkisar antara 20.000-120.000 kDa. Pada bakteri, berat molekul antara 60.000-110.000 kDa, sedangkan pada actinomycetes yaitu 30.000 atau lebih rendah (Wang et al, 1997).

E. Actinomycetes

Actinomycetes merupakan organisme tanah yang memiliki sifat–sifat yang umum dimiliki oleh bakteri dan jamur. Terlihat dari luar seperti jamur (eukariotik), namun organisme ini sesuai dengan semua kriteria untuk sel


(13)

prokariotik, yaitu : dinding selnya mengandung asam muramat, tidak mempunyai mitokondrion, mengandung ribosom 70s, tidak mempunyai pembungkus nukleus, garis tengah selnya berkisar dari 0,5-2,0 µm, dan dapat dimatikan atau dihambat oleh banyak antibiotik bakteri (Wesley dan Wheeler, 1993 dan Rao, 1994).

Menurut Alexander, 1997, Actinomycetes memiliki dinding sel yang terdiri dari polimer-polimer gula, asam amino dan asam gula seperti dinding sel bakteri Gram positif. Sedangkan dinding sel fungi terdiri dari selulosa dan kitin. Hal tersebut sejalan dengan Lay dan Hastowo (1992), yang mengatakan bahwa actinomycetes merupakan kelompok mikroba bersifat Gram positif.

Walaupun actinomycetes dikatakan sebagai mikroorganisme peralihan antara bakteri dan fungi (Alexander, 1997), tetapi actinomycetes mempunyai ciri yang khas, yang cukup membatasinya menjadi satu kelompok yang jelas berbeda. Pada medium cair, pertumbuhan actinomycetes ditandai dengan keruhnya medium dan terbentuk lapisan tipis di permukaan medium.

Actinomycetes menyerupai fungi karena mempunyai hifa bercabang dengan membentuk miselium. Miselium tumbuh menjulang ke udara, dan memisah dalam fragmen–fragmen yang pendek sehingga terlihat seperti cabang pada bakteri (Sutedjo et al., 1991). Actinomycetes mempunyai kesamaan dengan bakteri yaitu struktur sel dan ukuran irisan melintang (Foth, 1991).

Menurut Rao (1994), pada lempeng agar, actinomycetes dapat dibedakan dengan mudah dari bakteri, dimana koloni bakteri tumbuh dengan cepat dan berlendir, sedangkan actinomycetes muncul perlahan dan berbubuk serta melekat erat pada


(14)

permukaan agar. Koloni actinomycetes biasanya keras, kasar, dan tumbuh tinggi di atas permukaan medium. Umumnya, actinomycetes tidak toleran terhadap asam dan jumlahnya menurun pada pH 5,0. Rentang pH dan temperatur yang cocok untuk pertumbuhan actinomycetes ini sekitar 6,5–8,0 dan 25–300C. Namun, ada beberapa actinomycetes termofilik yang dapat tumbuh pada temperatur sekitar 55– 650C seperti Thermoactinomycetes dan Streptomyces.

Medium yang baik untuk menumbuhkan actinomycetes adalah medium yang mengandung glukosa, gliserol atau tepung sebagai sumber karbon; nitrat atau kasein sebagai sumber nitrogen dan mineral–mineral tertentu seperti NaCl, K2HPO4, MgSO4.7H2O, CaCO3, FeSO4.7H2O. Inkubasi biasanya selama 2–7 hari (Jutono dalam Fithria, 2007). Populasi actinomycetes di alam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan organik, pH, kelembapan, temperatur, musim, dan lain- lain (Suwandi, 1989).

Menurut Sutedjo (1991), actinomycetes dapat membentuk dua tipe miselium, yaitu :

1. Miselium vegetatif

Miselium vegetatif merupakan miselium yang tumbuh di atas medium. Pada beberapa spesies miselium vegetatif berbentuk lurus dan panjang, sedang pada spesies lain berbentuk pendek, bercabang, atau bengkok. Diameter miselium vegetatif antara 0,2-0,8 mikron. Miselium vegetatif juga dapat membentuk pigmen.


(15)

Miselium udara (aerial) merupakan miselium yang tumbuh pada permukaan medium dan terbentuk konidia. Banyak actinomycetes khususnya yang termasuk dalam Streptomyces dapat membentuk miselium udara. Miselium udara berbentuk pendek dan lurus, atau berulir–ulir (spiral) dan bercabang, dapat membentuk spora yang lurus, serta beberapa hifa udara bersifat steril. Miselium udara memiliki pigmen putih, kelabu, lembayung, merah, kuning, hijau, atau warna lainnya.

A B (Anggraini, 2010)

Gambar 3. A. Isolat actinomycetes ANL-4, B. Isolat actinomycetes ANL-4 secara mikroskopik

F. Fermentasi

Menurut Saono (1974) fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu, dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winarno, dkk., 1980). Selanjutnya Shurleff dan Aoyagi (1979) menyatakan bahwa proses fermentasi adalah suatu aktivitas mikroorganisme terhadap senyawa molekul organik komplek seperti


(16)

protein, karbohidrat, dan lemak yang mengubah senyawa-senyawa tersebut menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, mudah larut dan kecernaannya tinggi . Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai (Winarno, dkk. 1980).

G. Fermentasi Fase Cair Sistem Tertutup (Batch)

Adatiga sistem fermentasi yang dikenal saat ini, yaitu fermentasi sistem batch, kontinu dan fed-batch, dimana perbedaan dari ketiganya terletak pada pengaturan suplai media dan sistem pemanenan kultur. Pada sistem batch, setelah media diinokulasikan tidak ada lagi penambahan media kedalam fermentor. Pemanenan pada sistem ini dilakukan sekaligus pada akhir fermentasi yang biasanya ditandai dengan menurun atau terhentinya pembentukan produk, yang merupakan akibat dari habisnya sumber nutrisi dalam media atau menumpuknya metabolit lain yang bersifat menghambat. Dalam sistem kontinu baik pemanenan maupun

penambahan media steril ke dalam reaktor dilakukan secara terus menerus selama proses fermentasi berlangsung, dengan laju pengenceran yang sesuai dengan laju pertumbuhan maksimum dari sel yang digunakan. Sehingga pada sistem ini konsentrasi substrat maupun densitas mikroba relatif konstan. Sementara itu pada sistem fed-batch, selama fermentas berlangsung dilakukan penambahan media steril, tetapi pemanenan dilakukan hanya sekali, yaitu pada akhir fermentasi (Stanbury dan Whitaker, 1984).

Untuk fermentasi pertumbuhan mikroba dan pembentukan produk bergantung dari permukaan pada substrat padat. Substrat tradisional yang digunakan berupa hasil produk agrikultur seperti beras, tepung, maizena, tebu, dan lain-lain. Substrat


(17)

tersebut dapat bermanfaat bagi organisme miselium untuk tumbuh pada konsentrasi nutrisi yang tinggi, dan menghasilkan berbagai macam enzim

ekstraseluler seperti sejumlah filamen jamur dan beberapa bakteri, actinomycetes dan satu strain dari Bacillus (Pandey, 2008).

1. Proses Fermentasi Fase Cair Sistem Tertutup (Batch)

Menurut Mitchel et al. (2006) tahapan–tahapan proses fermentasi batch secara umum, antara lain :

a) Persiapan substrat, dimana substrat harus dipotong, digiling, dipecahkan, atau dibuat menjadi butiran kecil. Dengan penambahan air dan nutrisi disebut dengan pra-perawatan substrat untuk menambah ketersediaan gizi. b) Persiapan inokulum, tipe dan persiapan inokulum tergantung pada

mikroorganisme yang digunakan. Banyak proses fermentasi batch melibatkan hifa khamir, maka digunakan spora hasil inokulasi. Tujuan dari langkah ini untuk mengembangkan sebuah inokulum dengan tingkat kelangsungan hidup mikoorganisme yang tinggi.

c) Persiapan wadah, dimana wadah harus dibersihkan setelah fermentasi sebelumnya dan perlu disterilkan sebelum penambahan substrat. d) Inokulasi dan pengerjaan, pengerjaan tahapan ini dengan menyebarkan

substrat pada media yang telah disterilkan secara hati–hati untuk menghindari kontaminasi dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. e) Proses fermentasi batch, pada proses ini banyak hal yang harus

diperhatikan antara lain pH medium, suhu, dan waktu inkubasi, kelembapan.


(18)

f) Kultivasi, pada tahapan ini memerlukan bantuan mekanis untuk

memisahkan substrat padat dari medium. Penggunaan kertas saring dan sentrifugasi dapat dipakai untuk memisahkan substrat.

2. Keuntungan Fermentasi Fase Cair Sistem Tertutup (Batch) Keuntungan dari fermentasi batch, antara lain biaya lebih murah, media produksi dapat menggunakan residu agroindustri, menggunakan sedikit air, limbah yang dihasilkan sedikit, proses sederhana, menggunakan wadah dalam jumlah kecil tetapi menghasilkan konsentrasi produk tinggi, tidak diperlukan penambahan substrat selama proses fermentasi

berlangsung dan proses aerasi lebih mudah.

3. Aplikasi Fermentasi Fase Cair Sistem Tertutup (Batch)

Menurut Holker et al. (2004) dan Pandey (2000) dapat menguraikan aplikasi dari fermentasi batch secara tradisional, antara lain :

a) Proses pembuatan bioetanol. Dimana pada proses ini substrat difermentasikan Saccharomyces cerevissiae.

b) Tahapan koji dalam pembuatan kecap yang melibatkan kultivasi dari khamir Aspergillus oryzae dalam kedelai rebus. Proses fermentasi miselium khamir menutupi kedelai dan menginjeksikan ke dalam campuran enzim. Kedelai hasil fermentasi kemudian dipindahkan ke dalam air asin selama beberapa bulan sehingga akan menghasilkan saus yang berwarna coklat tua.


(19)

c) “ang-kak” atau anggur merah melibatkan kultivasi dari khamir Monascus purpureus pada beras yang direbus. Produksi khamir menghasilkan pigmen berwarna merah gelap, pada tahap akhir fermentasi beras hasil fermentasi dikeringkan dan dihaluskan menjadi bubuk yang akan digunakan sebagai pewarna saat memasak.

Selain aplikasi di atas, kebanyakan dari aplikasi tersebut menghasilkan produk-produk seperti enzim, pigmen, senyawa aromatik, senyawa kimia, antibiotik, dan agen pengontrol biologis serta banyak aplikasi penggunaan mikroorganisme dalam fermentasi batch sebagai bagian dari proses perantara, yaitu pewarnaan zat warna, biobleaching, biopulping, dan bioremediation.

H. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

HPLC adalah suatu teknik kromatografi yang menggunakan fasa gerak cair. HPLC dapat digunakan untuk pemisahan sekaligus untuk analisis senyawa berdasarkan kekuatan atau kepolaran fasa geraknya. Berdasarkan polaritas relatif fasa gerak dan fasa diamnya, HPLC dibagi menjadi dua, yaitu fasa normal yang umum digunakan untuk identifikasi senyawa nonpolar dan fasa terbalik yang umum digunakan untuk identifikasi senyawa polar. Pada fasa normal, fasa gerak yang digunakan kurang polar dibandingkan fasa diam. Sedangkan pada fase terbalik, fasa gerak lebih polar dibandingkan fasa diam (Gritter dkk, 1991).

Prinsip pemisahan senyawa menggunakan HPLC adalah pebedaan distribusi komponen diantara fasa diam dan fasa geraknya. Semakin lama terdistribusi dalam fasa diam semakin lama waktu retensinya (Clark, 2007).


(20)

Gambar 4. Diagram Alir HPLC

Ada beberapa cara untuk mendeteksi substansi yang telah melewati kolom HPLC. Metode yang dipakai untuk pengukuran glukosamin adalah penggunaan detektor ELSD (Evaporative Light Scattering Detector). Evaporative Light Scattering Detector ( ELSD) adalah suatu HPLC dengan teknik pendeteksian berdasar pada kemampuan partikel unsur/butir untuk menyebar ketika mereka menerobos suatu berkas cahaya. Detektor akan bereaksi terhadap campuran yang lebih mudah menguap dibanding fasa gerak. ELSD oleh karena itu menawarkan suatu strategi pendeteksian alternatif untuk campuran yang tidak mempunyai suatu gugus pembawa warna UV (kromofor), dan, tidak sama dengan detektor indeks-refraksi, ELSD kompatibel dengan analisa gradien.

Kondisi HPLC untuk identifikasi glukosamin menggunakan kolom C18 yang bersifat nonpolar, fasa gerak adalah asetonitril/H2O (65/35) yang merupakan campuran pelarut polar, laju alir 0,8 mL/menit, dan waktu run 12 menit. Pada proses elusi, digunakan metode isokratik, yaitu eluennya menggunakan

pompa penghasil tekanan tinggi

Injeksi sampel

Sinyal ke prosesor

Pembuangan detekto Prosesor unit

pengolah data Wadah

Pelarut


(21)

perbandingan komponen yang tetap dari awal sampai dengan akhir pemeriksaan (Gritter dkk, 1991).

I. Fourier Transfrom Infrared (FTIR)

Spektroskopi FTIR merupakan metode yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa organik, gugus fungsi ini dapat ditentukan berdasarkan energi ikatan dari tiap atom. Sampel menyerap radiasi elektromagnetik di daerah infra merah yang menyebabkan terjadinya vibrasi ikatan kovalen. Karena senyawa organik memiliki ikatan kovalen yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan jenis vibrasi dan serapan yang berbeda-beda pada suatu spektrum IR. Suatu spektrum infra merah

merupakan grafik antara panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1) dan transmisi-persen (%T) atau absorbansi (A) (Silverstein et al., 1986).

Pada umumnya spektrum IR dibedakan menjadi tiga daerah.Daerah bilangan gelombang tinggi antara 4000-1300 cm-1 (2-7,7 µm) yang disebut daerah gugus fungsi karakteristik frekuensi tarik untuk gugus fungsi penting seperti C=O, OH, dan NH termasuk dalam daerah ini. Daerah frekuensi menengah, yakni antara 1300-900 cm -1 ( 7-11 µm) yang diketahui sebagai daerah fingerprint, yang mengabsorpsi secara lengkap dan umumnya kombinasi dari interaksi vibrasi, setiap molekul memberikan fingerprint yang unik. Spektrum pada daerah ini menunjukkan nilai khusus dan merupakan referensi untuk daerah lain. Daerah antara 900-650 cm-1 (11-15 μm) menunjukkan klasifikasi umum dari molekul yang terbentuk dari absorbansi seperti cincin benzen tersubstitusi. Adanya absorbansi pada daerah bilangan gelombang rendah dapat memberikan data yang


(22)

baik akan adanya senyawa aromatik. Selain itu adanya intensitas absorbansi di daerah frekuensi rendah juga menunjukkan adanya karakteristik senyawa dimer karboksilat, amina, atau amida (Coates, 2000).


(23)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2011 sampai dengan bulan Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu : pengambilan sampel limbah kulit udang di Restoran Seafood Jumbo, Teluk Betung, preparasi kulit udang, pembuatan serta karakterisasi glukosamin di Laboratorium Biomassa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Dalam penelitian ini alat–alat yang digunakan adalah alat gelas, Orbital shaker, Heating Magnetic Stirer, indikator pH , mikropipet, inkubator

Memmert-Germany/INCO2, laminar air flow, sentrifuse Hitachi CF 16 RX II, digital

waterbath Wiggen Hauser, autoclave, Freez Dry Scanvac Coolsafe, neraca digital, oven, HPLC (High Performance Liquid Chromatographic) Varian 940-LC, detektor ELS Varian 385-LC, kolom C18 Varian panjang 125 mm dan diameter 4,6 mm, FTIR (Foureer Transform infrared) Varian 2000 Scimitar series dan fermentor Atlas Syrris Scorpion. Adapun bahan–bahan yang digunakan adalah yeast ekstrak, malt ekstrak, dekstrosa, agar, cycloheximide, nalidixic, air laut, (NH4)2SO4 (p.a Merck), NaCl (p.a Merck), KH2PO4 (p.a Merck), K2HPO4 (p.a Merck), MgSO4 (p.a Merck), CaCl (p.a Merck), kitosan, NaOH (teknis), HCl


(24)

(p.a Merck), buffer pospat pH 6,5, kertas saring, standar kitosan produksi WAKO, standar Glukosamin produksi WAKO dan kulit udang.

C. Prosedur Penelitian

1.Pembuatan Kitosan

1.1 Preparasi Sampel

Limbah kulit udang yang telah didapatkan dibersihkan kemudian dikeringkan. Kemudian dihaluskan menggunakan alat grinding pada kecepatan 500 rpm selama 5 menit.

1.2 Deproteinasi

50 gram kulit udang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu bundar 1000 ml kemudian ditambah dengan 500 ml NaOH 20 % (b/v). Campuran kulit udang dan NaOH dipanaskan selama 1 jam pada temperatur 90°C sambil diaduk (Pareira, 2004). Setelah itu didinginkan, disaring dan residu dicuci dengan aquadest sampai pH netral, kemudian dikeringkan pada suhu 60°C selama 24 jam. Filtrat diuji mengunakan CuSO4.

1.3 Demineralisasi

30 gram residu kulit udang setelah deproteinasi ditambah dengan 300 ml HCl 1,25 N dan dipanaskan selama 1 jam pada temperatur 90°C sambil diaduk (Pareira, 2004). Setelah itu disaring dan dicuci dengan aquadest sampai pH netral. Kemudian endapan dikeringkan pada suhu 60°C selama 24 jam dan diperoleh kitin. Filtrat diuji dengan ammonium oksalat.


(25)

1.4 Deasetilasi

200 ml NaOH 70 % (b/v) ditambahkan ke dalam 10 gram kitin, kemudian direfluks selama 90 menit pada suhu 140°C. Hasil refluks didinginkan, disaring dan dicuci dengan aquades sampai pH netral. Residu dikeringkan pada suhu 60°C selama 24 jam.

2. Karakterisasi kitosan dengan FTIR

Kitosan yang diperoleh diidentifikasi dengan Spektrofotometer FTIR. Kitosan dibuat pelet dengan KBr, kemudian dilakukan scanning pada daerah frekuensi antara 4000 cm-1 sampai dengan 400 cm-1. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil pembacaan kitosan standar.

3. Pembuatan Media

3.1 Media ISP - 2

Medium ISP–2 terdiri dari 4 g yeast ekstrak, 10 g malt ekstrak, 4 g dekstrosa, dan 20 g agar dilarutkan dalam 1 L air laut steril kemudian diautoklaf. Setelah media sedikit dingin, ditambahkan cycloheximide (25 μg/mL) dan nalidixic acid (25

μg/mL) (Margavey et al., 2004).

3.2 Larutan Mineral Garam

Larutan ini terdiri dari 0,4% (NH4)2SO4, 0,6% NaCl, 0,1% K2HPO4, 0,01% MgSO4, 0,01% CaCl, dan 0,5% kitosan. Larutan disterilkan pada autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC.


(26)

3.3 Larutan Buffer Pospat pH 6,5

Sebanyak 0,964 g NaH2PO4.H2O dan 0.8078 g Na2HPO4.7H2O dilarutkan dalam 100 mL air kemudian dicek pH-nya. Ditambahkan NaOH atau H3PO4 bila dibutuhkan. Ini merupakan buffer pospat pH 6,5 1 M.

4. Pertumbuhan Actinomycetes

Strain actinomycetes yang digunakan adalah ANL–4 yang telah berhasil diisolasi dari sedimen mangrove pantai, ciri–ciri strain ini memiliki miselium aerial berwarna putih keabuan dan miselium substratnya berwarna krem keabuan.

Strain actinomycetes ditumbuhkan dalam media ISP-2. 25 μg/mL cycloheximide dan 25 μg/mL nalidixic acid ditambahkan untuk menghindari kontaminasi jamur dan bakteri (Amorso dan Clowell, 1998).

5. Persiapan Inokulum

Spora kultur 7–9 hari dipisahkan dan taruh dalam tabung Erlenmayer 250 mL berisi 100 mL larutan mineral garam. Tabung diletakkan pada shaker dengan kecepatan 120 rpm pada suhu 30°C selama 7 hari.

6. Fermentasi Fase Cair Sistem Tertutup (Batch)

Sebanyak 10 g substrat kitosan dimasukkan dalam Labu Duran 250 mL. Substrat kemudian dilembabkan dengan 50 mL larutan mineral garam yang terdiri dari 0,4% (NH4)2 SO4, 0,6% NaCl, 0,1% KH2PO4, 0,01% MgSO4, 0,01 % CaCl. pH larutan dikondisikan pada 7,0 dan media disterilisasi pada 1 atm selama 15 menit.


(27)

Sebanyak 50 mL kultur awal diinokulasikan dalam media kitosan dan diinkubasi pada 30°C dengan shaking 250 rpm selama 45 hari (Chahal et al, 2001).

Sejumlah hasil dari fermentasi batch dipanaskan dengan waterbath pada suhu 700C selama 45 menit. Campuran disaring menggunakan kain katun dan filtrat di sentrifuse dengan kecepatan 11.000 rpm selama 40 menit pada suhu 4oC. Filtrat yang diperoleh difrezee dry sampai terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk merupakan glukosamin.

7. Karakterisasi Glukosamin 7.1. Analisis dengan FTIR

Glukosamin yang diperoleh diidentifikasi dengan Spektrofotometer FTIR. Glukosamin dibuat pelet dengan KBr, kemudian dilakukan scanning pada daerah frekuensi antara 4000 cm-1 sampai dengan 400cm-1. Hasil yang diperoleh

dibandingkan dengan hasil pembacaan glukosamin standar WAKO.

7.2 Analisis dengan HPLC a. Pembuatan Standar Glukosamin

Larutkan 50 mg standar glukosamin ke dalam 25 mL aquabides. Kemudian larutan didiamkan selama 24 jam dan diperoleh konsentrasi akhir 2000 ppm.

b. Pembuatan Larutan Sampel Glukoamin

Dibuat larutan stok yang terdiri dari 1 mL fenilisothiosianate dan 9 mL metanol dalam labu ukur 10 mL hingga batas ukur. Kemudian 10 mg sampel glukosamin dilarutkan dengan larutan CH3COONa 0,1 M pada labu ukur 10 mL. Selanjutnya


(28)

masukkan 1mL sampel glukosamin hasil isolasi ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian tambahkan 80 µL larutan stok fenilisothiosianate dan 6 mL metanol serta akubides hingga tanda batas ukur. Campuran tadi diambil 5 mL, dipanaskan selama ± 15 menit pada suhu 800C lalu didinginkan pada suhu ruang. Larutan ini diekstraksi dengan 5 mL eter untuk membebaskan fenilisothiosianate yang tidak bereaksi.

Selanjutnya diambil masing – masing 10 µ L sampel glukosamin dan standar glukosamin, diinjeksikan kedalam kolom HPLC. Kondisi HPLC menggunakan kolom C18, fasa gerak adalah asetonitril/H2O (65/35), laju alir gas nitrogen 1,6 L/menit, suhu nebulisasi 400C, suhu evaporasi 300C dan waktu run 10 menit (Jacyno, 2004).


(29)

Tidak ada “kebetulan” di dunia ini. Semua terjadi atas Izin-NYA.

Ada sebab maka ada akibat. Namun kadang – kadang ada hal

terjadi diluar kekuasaan kita dan itupun ada alasanNYA

Orang yang berkata jujur akan mendapatkan 3 hal, yaitu:

KEPERCAYAAN, CINTA dan RASA HORMAT

-PS-Jalan Tuhan tak selalu mudah, tapi itu pasti yang terbaik. Miliki iman, dan DIA akan

menunjukkan padamu, apa yang harus kamu lakukan

-pepatah-Miliki pemikiran yang kuat, tapi selalu tempatkan hatimu lebih

kuat. Karena pada akhirnya, perasaan selalu mampu mengalahkan

logika


(30)

Judul : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GLUKOSAMIN DENGAN BANTUAN ENZIM KITINASE DARI ISOLAT ACTINOMYCETES ANL-4 SELAMA PROSES FERMENTASI BATCH KITOSAN

Nama : Lisa Eka Wahyuni

Nomor Pokok Mahasiswa : 0717011045

Jurusan : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. John Hendri, M.S. Dra. Aspita Laila, M.S. NIP 195810211987031001 NIP 196009091988112001

2. Ketua Jurusan

Andi Setiawan, Ph.D. NIP 195809221988111001


(31)

Dengan segala bentuk rasa syukur kehadirat ALLAH SWT,

kupersembahkan karya kecil ini sebagai wujud tanda cinta, kasih,

bakti dan tanggung jawabku

kepada

Orang

orang yang selalu mencintai, menyayangi, dan

mendoakanku:

Ayahanda Syamsi dan Mommy Kholidawati yang selalu berjuang

untukku

Adik

adikku (Karina, Arief, Rahmita, Afif) yang menjadi

semangat dan keceriaanku

Sahabat dan teman

teman yang tanpa lelah menemani,

memberi semangat dan warna

warni dalam hidupku

Guru guru yang dengan tulus ikhlas memberikan ilmu

ilmu yang

bermanfaat untukku

Seseorang yang akan mendampingi hidupku dan

menyempurnakan separuh agamaku


(32)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidorejo pada tanggal 05 Juni 1989 sebagai anak pertama dari lima bersaudara pasangan Syamsi dan Kholidawati, S.Pd.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak - kanak pada tahun 1995 di TK Assalam, tahun 2001 penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 5 Sukarame, tahun 2004 menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung, menyelesaikan Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2007 dan pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung pada jurusan kimia melalui jalur SPMB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten pembimbing praktikum pada mata kuliah Kimia Dasar untuk Jurusan Fisika Fakultas MIPA Unila. Penulis aktif dan menjadi anggota Bidang I Kaderisasi dan Pengembangan Organisasi pada Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) (2008). Pada tahun 2010 penulis melakukan Kerja Praktik di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan judul : “ANALISIS PROKSIMAT BATANG SORGUM KERING (Sorgum vulgare) di B2TP— BPPT SULUSUBAN LAMPUNG TENGAH”.


(33)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang Maha Besar dan Maha Segalanya, atas Izin dan Pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :

“PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GLUKOSAMIN DENGAN BANTUAN ENZIM KITINASE DARI ISOLAT ACTINOMYCETES ANL-4

SELAMA PROSES FERMENTASI BATCH KITOSAN”

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya. Aamiin.

Melalui kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril, maupun spiritual.


(34)

1. Bapak Prof. Dr. John Hendri, M.S. Selaku Dosen Pembimbing utama penulis yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan banyak ilmu

pengetahuan, arahan dan saran kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S. Selaku Dosen Pembimbing Kedua dan

Pembimbing Akademik penulis atas kesediaan waktu, memberikan petunjuk, saran, motivasi serta nasehat dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Heri Satria, M.Si selaku Pembahas yang telah memberikan kritik, saran dan arahan yang membangun sehingga skrisi ini menjadi lebih baik lagi. 4. Bapak Andi Setiawan, Ph.D. Selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, yang telah banyak memberikan arahan dan saran.

5. Bapak Prof. Suharso Selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

6. Seluruh dosen dan staf administrasi di Jurusan Kimia Fakultas Matematika Universitas Lampung yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Ayahanda Syamsi dan Ibunda Kholidawati atas semua cinta kasih yang tak akan pernah habis untukku, yang selalu menyisipkan namaku di setiap


(35)

8. Adik –adikku yang selalu memberikan keceriaan, Karina yang bawel, Arief yang sering buat rusuh, Rahmita yang sering dan Afif yang aktif banget. Kalian harus bisa jadi lebih baik dari uni.

9. Sahabat terbaik yang pernah saya miliki Fentri Paramitha Putri, S.Si yang telah bersedia memberikan banyak waktu, semangat dan keceriaan. 10.Biomass crew Mb Ipung, Mb Diah, Mb Peni, Mb Tri, Kak Eko ‘sang

penyelamat’, makasi buat bantuan, diskusi, serta saran –sarannya. 11.Teman – teman kimia angkatan 2007, Dewi, S.Si, Rivera S.Si, Sartika,

Kartika, Ika S.Si, Nurtika S.Si, Nia, Clara S.Si, Gia S.Si, Sari S.Si, Cantik, Rio, Hadi S.Si, Wikan S.Si, Mega S.Si, Hade S.Si, Ishom S.Si, Yuli S.Si, Halimah S.Si, Eka S.Si, Ekasul S.Si, Tian S.Si, Gunadi, Mitra, Septhian, Feby, Aprian, Yanti, Astri, Putri, Ratna S.Si, Dwi Fitrian, Puji S.Si, Heri, Riri, Winda, Refi, Mono. Terima kasih teman – teman buat semua warna selama ini, dan terutama buat bantuan, semangat dan doa dari kalian semua.

12.Teman – teman satu tim penelitian : Sunardi, S.Si, Ika, S. Si, Sari, S.Si, Puji, Siti, Riki, Raffel atas bantuan dan masukan selama ini.

13.Kakak – kakak dan adik –adik kimia angkatan ’04, ’05, ’06, ’08, ’09 atas kebersamaan selama ini.

14.Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril, materil maupun spiritual yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(36)

skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga Alloh SWT memberikan rahmat dan ridho-Nya bagi kita semua.

Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Bandar Lampung, 27 Januari 2012

Penulis


(37)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Fermentasi batch merupakan jenis fermentasi yang sesuai untuk

menghidrolisis kitosan menghasilkan glukosamin dengan bantuan enzim kitinase yang berasal dari actinomycetes (ANL-4).

2. Berdasarkan hasil analisis gugus fungsi menggunakan FTIR, maka dapat disimpulkan kristal yang dihasilkan merupakan glukosamin.

3. Berdasarkan kromatogram hasil pengukuran menggunakan HPLC dengan detektor ELS maka dimpulkan bahwa senyawa tersebut merupakan glukosamin.

4. Waktu fermentasi optimum actinomycetes (ANL-4) mendegradasi kitosan menghasilkan glukosamin adalah 45 hari.

5. Kemampuan enzim kitinase dari actinomycetes (ANL-4) mengubah kitosan menjadi glukosamin pada kondisi optimumnya adalah 41 % dari berat substrat awal 10 gram.


(38)

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat disarankan untuk mempelajari jenis fermentasi lain yang lebih baik untuk menghasilkan glukosamin serta mempelajari potensi mikroba lain yang dapat merubah kitosan menghasilkan glukosamin.


(1)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang Maha Besar dan Maha Segalanya, atas Izin dan Pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :

“PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GLUKOSAMIN DENGAN BANTUAN ENZIM KITINASE DARI ISOLAT ACTINOMYCETES ANL-4

SELAMA PROSES FERMENTASI BATCH KITOSAN”

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya. Aamiin.

Melalui kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril, maupun spiritual.


(2)

Dengan teriring salam dan doa serta ucapan terimakasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. John Hendri, M.S. Selaku Dosen Pembimbing utama penulis yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan banyak ilmu

pengetahuan, arahan dan saran kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S. Selaku Dosen Pembimbing Kedua dan

Pembimbing Akademik penulis atas kesediaan waktu, memberikan petunjuk, saran, motivasi serta nasehat dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Heri Satria, M.Si selaku Pembahas yang telah memberikan kritik, saran dan arahan yang membangun sehingga skrisi ini menjadi lebih baik lagi. 4. Bapak Andi Setiawan, Ph.D. Selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, yang telah banyak memberikan arahan dan saran.

5. Bapak Prof. Suharso Selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

6. Seluruh dosen dan staf administrasi di Jurusan Kimia Fakultas Matematika Universitas Lampung yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Ayahanda Syamsi dan Ibunda Kholidawati atas semua cinta kasih yang tak akan pernah habis untukku, yang selalu menyisipkan namaku di setiap


(3)

doanya untuk keberhasilanku , dan untuk semua pengorbanan dan perjuangan yang diberikan.

8. Adik –adikku yang selalu memberikan keceriaan, Karina yang bawel, Arief yang sering buat rusuh, Rahmita yang sering dan Afif yang aktif banget. Kalian harus bisa jadi lebih baik dari uni.

9. Sahabat terbaik yang pernah saya miliki Fentri Paramitha Putri, S.Si yang telah bersedia memberikan banyak waktu, semangat dan keceriaan. 10. Biomass crew Mb Ipung, Mb Diah, Mb Peni, Mb Tri, Kak Eko ‘sang

penyelamat’, makasi buat bantuan, diskusi, serta saran –sarannya. 11. Teman – teman kimia angkatan 2007, Dewi, S.Si, Rivera S.Si, Sartika,

Kartika, Ika S.Si, Nurtika S.Si, Nia, Clara S.Si, Gia S.Si, Sari S.Si, Cantik, Rio, Hadi S.Si, Wikan S.Si, Mega S.Si, Hade S.Si, Ishom S.Si, Yuli S.Si, Halimah S.Si, Eka S.Si, Ekasul S.Si, Tian S.Si, Gunadi, Mitra, Septhian, Feby, Aprian, Yanti, Astri, Putri, Ratna S.Si, Dwi Fitrian, Puji S.Si, Heri, Riri, Winda, Refi, Mono. Terima kasih teman – teman buat semua warna selama ini, dan terutama buat bantuan, semangat dan doa dari kalian semua.

12. Teman – teman satu tim penelitian : Sunardi, S.Si, Ika, S. Si, Sari, S.Si, Puji, Siti, Riki, Raffel atas bantuan dan masukan selama ini.

13. Kakak – kakak dan adik –adik kimia angkatan ’04, ’05, ’06, ’08, ’09 atas kebersamaan selama ini.

14. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril, materil maupun spiritual yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(4)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Akan tetapi dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga Alloh SWT memberikan rahmat dan ridho-Nya bagi kita semua.

Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Bandar Lampung, 27 Januari 2012

Penulis


(5)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Fermentasi batch merupakan jenis fermentasi yang sesuai untuk

menghidrolisis kitosan menghasilkan glukosamin dengan bantuan enzim kitinase yang berasal dari actinomycetes (ANL-4).

2. Berdasarkan hasil analisis gugus fungsi menggunakan FTIR, maka dapat disimpulkan kristal yang dihasilkan merupakan glukosamin.

3. Berdasarkan kromatogram hasil pengukuran menggunakan HPLC dengan detektor ELS maka dimpulkan bahwa senyawa tersebut merupakan glukosamin.

4. Waktu fermentasi optimum actinomycetes (ANL-4) mendegradasi kitosan menghasilkan glukosamin adalah 45 hari.

5. Kemampuan enzim kitinase dari actinomycetes (ANL-4) mengubah kitosan menjadi glukosamin pada kondisi optimumnya adalah 41 % dari berat substrat awal 10 gram.


(6)

35

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat disarankan untuk mempelajari jenis fermentasi lain yang lebih baik untuk menghasilkan glukosamin serta mempelajari potensi mikroba lain yang dapat merubah kitosan menghasilkan glukosamin.