Studi Pemberian Makanan Tambahan Pendamping AS1 (MPASI) pada Anak Usiai Bawah Dm Tahun (Baduta) untuk Mencegah Penyusutan Protein Otot

STUD1 PEMBERIAN MA
P'ENDAMPING AS1 (MPASI)
DUA TAHUN

OLEH :

MARMAEL

PROGRAM PASC
INSTITUT
2002

TAMBAHAN
USIA BAWAH

h4ARDIAH. Studi Pemberian Makanan Tambahp (MPASI) pada Anak Usia Bawah
Dua Tahun (Baduta) untuk Mencegah ~enyus&xnProtein Otot. Dibimbing oleh
FRANSISKA ZAKARIA RUNGKAT dan ALI K/HoMsAN.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan menqtebabkan banyak anak menderita gizi
buruk. Kondisi ekonomi yang bunk menyeb&kan daya beli masyarakat menjadi
lrmah sehingga tidak dapat menyediakan pang* yang baik. Dalam penelitian ini

dicoba membuat makanan pendamping AS1 yabg terbuat dari bahan pangan lokal
yaitu kacang kedelai yang ditambah dengan ma1 . Kedelai merupakan sumber protein
yang penting dan penambahan malt ini dimaksu an untuk meningkatkan daya cerna
hdPASI. Intervensi pemberian MPASI diujikan ada anak usia 6-24 bulan selama 2
bulan di dua desa di Bogor, yaitu desa BojonPi! erta sebagai Desa Kontrol dan desa
Cimahpar sebagai Desa Perlakuan. Sebeluml dan sesudah intervensi dilakukan
pengukuran antropometri dan pengujian biokur/ia urin anak. Analisis urin meliputi
kadar kreatinin, urea dan protein urin. ~enguji+ terhadap kadar kreatinin dan urea
urin adalah untuk melihat seberapa jauh bongqran protein otot yang sering terjadi
akibat ketidakcukupan asupan protein dan energii Dalam penelitian ini juga dilakukan
pendidikan gizi kepada ibu baduta yaitu berupa @nyuluhan yang dilakukan seminggu
dua kali untuk meningkatkan keberhasilan intervqnsi pemberian MPASI.
Hasilnya menunjukkan adanya perubahan I berat badan yang cukup baik yaitu
sekitar 0.39 kg pada kelompok anak baduta kelbmpok usia 6-1 1 bulan dan 0.49 kg
n pada ibu mempunyai
pada kelompok anak baduta usia 12-24 bulan. ~ b n ~ u l u h agizi
pengaruh terhadap pola pikir dan tingkat kepedblian ibu untuk memberikan asupan
makanan yang baik bagi anaknya.
Status gizi anak baduta di kedua desa
rrlenunjukkan status gizi yang baik. Pengulkuran biokimia win anak baduta

lrienunjukkan kadar urea urin yang cenderung beningkat dari 47.10 -j~:63.43 (g/l)
menja& 51.53 76.38 (dl) (kelompok usia 4-1 1 bulan) dan 22.71 13.9 (g/l)
nlenjacb 29.06 34.41 (dl) (kelompok usia 12-24 bulan) dan kadar kreatinin urin
yang menurun 164.88 159.07 (mg/dl) menjad] 128.25 k 78.54 (mg/dl) (kelompok
usia 6-11 bulan ) dan 157.14 -jI: 107.98 (mg/dl) menjadi 146.58 141.06 (mg/dl)
(lcelompok usia 12-24 bulan). Peningkatan konskntrasi urea dalam urin menunjukkan
indikasi adanya penggunaan protein untuk energil yang disebabkan asupan energi dari
karbofiidrat dan lemak tidak mencukupi. Sedan n p e n m a n konsentrasi kreatinin
dalam urin menunjukkan terjadinya penurunan ngkaran protein otot. Hal ini berarti
tambahan kacang kedelai memberikan tambahaq protein yang cukup baik, meskipun
tt:rjadi bongkarm protein plasma akibat kuran ya asupan energ yang ditunjukkan
dengan meningkatnya konsentrasi urea dalam uri namun WAS1 ini mampu menahan
terjadinya bongkaran protein otot yang ditunj*an
dengan menurunnya konsentrasi
kreatinin &lam win.

&

*
*


*

*

btg;.

?

SURAT PERNYATAAN
Dbengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang beltjudul :

STUD1 PEMBERIAN MAKANAN TAMBAmN
(MPASI) PADA ANAK USIA B W A H DUA TAHUN
(BADUTA) UNTUK MENCEqAH PENYUSUTAN
PROTEIN OTOT
A,dalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakw telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.


STUD1 PEMBERIAN MAWNAN TAMBAHAN
PENDAMPING AS1 (MPASI) PAOA ANAK USIA BAWAH
DUA TAHUN (BADUTA) UNTUK MENCEGAH
PENYUSUTAN PROTEIN OTOT

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains gads
Program Studi Ilmu Pangan

PROGRAM PASCAPARJANA
INSTITUT PERTANIlAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Studi Pemberian Makaqan Tambahan Pendamping AS1

blama
hIRP

Program Studi

(MPASI) pada Anak Usiai Bawah Dm Tahun (Baduta) untuk
Mencegah Penyusutan Pro*in Otot
: Mardiah
: 98149
: Ilmu Pangan

Menyetujui :
1. Komisi Pernbirhbing

&k.Ir.FransiskaZakaria Rungbt,MSc
Ketua

Prof.Dr.Ir.AliKhomsan
Anggota

Mengetahui,
2. Ketua Promam Studi Ilmu Pangan


e r o f . ~ r . ~ r . ~ eSri
t t Laksmi
v
Jenie. M\k

Tanggal lulus : 26 Agustus 2002

A&

3

&&program

Pascasarjana

RIWAYAT HIOUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada +ggal 8 Oktober 1968 dari Bapak
(Aim) Djalil Harun dan Ibu Rohani. Penulis berupakan anak kedua c
h
i empat

be:rsaudara.
Tahun 1987 penulis lulus dari SMA Nege$8 Jakarta clan diterima di IPB pada
tiihun yang sama melalui jalur PMDK dengan mebilih jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi. Tahun 1992 penulis lulus sarjana S1. Ta un 1998 penulis melanjutkan studi
Pascasarjana S2 dengan mengambil Program Stu! c i Ilmu Pangan atas biaya BPPS dari
Departemen Pendidikan Tinggi Republik Indonesi
Penulis bekerja sebagi dosen PNS Kope is Wilayah IV yang ditempat di
Universitas Djuanda sejak tahun 1993. Penul4s mengajar di Fakultas Teknologi
Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.

k

Puji dan syukur penulis panjatkan k e p & Allah SWT atas segala karuniaNya
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Pdnelitian ini dilaksanakan pada bulan
Pebruari - April 2000 dengan judul Studi Pembedan Makanan Tambahan Pendamping
AS1

(MPASI) pa& Anak Usia Bawah Dua Tahun (Baduta) untuk Mencegah

Penyusutan Protein Otot.

Terima kasih penulis ucapkan kepada D$.Ir.Fransiska Zakaria Rungkat, MSc
dan Prof.Dr.1r.Ali Khomsan selaku pembimbinq. Terima kasih kepada Ir. Soetrisno
K-oswara selaku penguji dan juga tumt membMtu &lam pembuatan MPASI yang
diujicobakan. Terima kasih kepada WFP (Wotld Food Programme) atas bantuan
dananya selama penelitian dan kepada LSM YEH (Youth Ending Hunger) atas
bantuan kejasamanya di lapangan. Terima kasihi kepada Lurah Desa Bojongkerta dan

Desa Cimahpar atas kerjasamanya.

Terima kasih kepada adik-adik Susi, Ana,

Oke,Meti clan Fuji atas bantuannya di lapang. Terima kasih kepada my best @lend
AJsuhendra, mbak Mega, rekan-rekan & PascasalrJana IPB, teman sejawat di UNIDA
yang banyak memberi masukan saran dan d-gan

moril. Terima kasih pada

h4amaku tercinta yang selalu memberi motivagi penulis untuk terus berjuang dan
berkarya. Ungkapan terima kasih yang tulus penuis sampaikan kepada suarni tercinta
atas kesabarannya, anak-anakku tersayang Izza, Fbdhlan dan Amel atas pengertian clan

pengorbanan kalian semua serta seluruh kelqarga

atas segala doa dan kasih

sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Agustus 2002

Penulis

DAFTAR ISiI
Halaman

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................
PI3lDAHULUAN.....................................................................
Latar Belakang...................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................

Hipotesis..........................................................................
Manfmt Penelitian...............................................................
T [NJAUAN PUSTAKA...............................................................
Kurang Energi Protein..........................................................
Metabolisme Protein ............................................................
Makanan Pendamping AS1.....................................................
Pengetahuan Gizi ................................................................
Pengukuran Status Gizi.........................................................
NIETODOLOGI PENELITIAN.......................................................................
Tempat dan Waktu Penelitim .................................................
Bahan dan Alat ..................................................................
Pembuatan MPASI..............................................................
Cara Pemilihan Responden....................................................
Tempat dan Cara Penyuluhan Gizi ............................................
Cara Pemberian Makanan Tambahan........................................
Cara Pengambilan Data .........................................................
Pengolahan dan Analisis Data .................................................
Metode Analisis ..................................................................
HlASIL DAN PEMBAHASAN......................................................
Keadaan Umurn Lokasi Penelitian............................................

Kandungan Gizi dm Pengujian Aktivitas &lase Tepung Delvita ......
Uji Hedonik terhadap WAS1.................,................................
Pendidikan Gizi................................. ,................................
Konsumsi Makanan Tambahan....................;..........................................
Peningkatan Berat Badan ......................................................
Hasil Recall dan Tingkat Kecukupan Gizi.. .................................
Status Gizi...............................................................................................

NESIMPULAN DAN SARAN......................................................
Kesimpulan......................................................................
Saran..............................................................................

76
76
77

DAFTAR PUSTAKA..................................................................

78

DAFTAR TANEL
Halaman
1. Komposisi Air Susu Ibu ..........................................................

15

2. Kecukupan Energi dan Protein menurut FAOPiVHO (1983)................

17

3. Komposisi Kimia Biji-Bijian dan Kacang.Kacbgan .........................

20

4 . Kandungan Asam Amino Esensial Berbagai S p b e r Protein...............

21

5. Komposisi Kimia dan Kualitas Gizi Kedelai...................................

23

6. Tahapan Kekurangan Zat Gizi dan Cara Penilqian Status Gizi..............

30

7. D a h r Menu MPASI ..............................................................

41

8. Jumlah Responden Anak Menurut Jenis Kelanhin .............................

49

9. Jenis Pekerjaan Orang Tua Responden Anak .....................................

52

10. Jumlah Anak dalam Keluarga Responden di Diesa Bojongkerta............

53

11. Jwnlah Anak dalam Keluarga Responden di Dlesa Cimahpar...............

53

12. Komposisi Gizi Tepung Delvita.................................................

57

1.3. Komposisi Gizi Campuran Kedelai dan Berm ................................

57

14. Rata-Rata Hasil Skor Nilai Pengetahuan Gizi Responden Ibu ...............

62

1.5.Kategori Pengetahuan Gizi Responden Ibu ....................................

62

116. Rata-Rata Jumlah Konsumsi Makanan ~amb&an& Desa Perlakuan
(Desa Cimahpar)..................................................................

66

17. Perubahan Berat Badan Responden Anak setelah Pemberian MPASI......

68

18. Tingkat Kecukupan Gizi Berdasarkan Hasil Recall Desa Kontrol (Desa
Bojongkerta).......................................................................

70

19. Tingkat Kecukupan Gizi Berdasarkan Hasil Recall Desa Perlakuan
(Desa Cimahpar)..................................................................

71

20. Status Gizi Responden Anak Desa Kontrol Meburut BBIU (2Score)... .,.

72

2 I . Status Gizi Responden Anak Desa Perlakuan nYIenurut BBIU (Z Score)...

73

2;!. Uji Biokimia Urin Responden Anak di Desa Kbntrol (Desa Bojongkerta)

74

23. Uji Biokimia Urin Responden Anak di Desa Perlakuan (Desa Cirnahpar)

75

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 . Jalur Metabolisme Protein dan Asam Amino ....................................

13

2. Skema Pembuatan MPASI .........................................................

37

3 . Cara Penyiapan Bubur .............................................................

40

4. Grafik Tingkat Pendidikan Ibu....................................................

50

5 . Grafik Tingkat Pendidikan Ayah ..................................................

50

6. Grafik Hasil Uji Organoleptik Produk ............................................

60

7. Alasan Ibu memberi MPASI pada Anak Usia 6124 bulan.....................

64

8. Cara Pengolahan MPASI di Rumah oleh Ibu ....................................

64

9. Pemilihan Utama Pembelian Makanan untuk A ~ a............................
k

64

DAFTAR LAMHRAN
Balaman
1 . Kuesioner Pemilihan Responden .................................................

84

2. Formulir Uji Organoleptik.........................................................

85

3 . Daftar Kuesioner ....................................................................

86

4 . Contoh Materi Penyuluhan........................................................

89

5 . Produk Delvita.............................................................................................

90

6 . Recall Konsurnsi Harian...........................................................

91

7. Hail Analisis Produk ..............................................................

92

8. Status Gizi Berdasarkan Metode Z Score .......,...............................

93

9. Jurnlah Peserta Penyuluhan Desa Cimahpar (Dpsa Perlakuan)...............

94

1O.Tabel Pola Asuh Anak Desa Kontrol dan Desa iPerlakuan....................

95

A. Latar Belakang

Salah satu kebijakan di bidang pangaq dan gizi adalah peningkatan gizi
bayi, balita, dan ibu hamil serta penwzlnan penyakit gizi kurang atau Kurang
Energi Protein (KEP). Hal ini sangat tepat mqngingat saat ini prevalensi keadaan
gizi kurang dan buruk di Indonesia relatif mas* tinggi. Keadaan gizi kurang akan
mengakibatkan meningkatnya angka kematian bayi dan anak, meningkatnya angka
kesakitan, terharnbatnya pertumbuhan fisik daq perkembangan kecerdasan anak.
I

Krisis ekonomi yang sampai sek@ang masih m e l d Indonesia
menyebabkan semakin meningkatnya jumlah denderita gizi kurang, terutama pada
anak di bawah usia lima tahun. Helen Keller I$ternational(1999) telah melakukan
penppu1an data kecukupan gizi anak-a&

di bawah lima tahun antara bulan

Januari sampai Mei 1999 di daerah Jakarta, Sqrabaya, Ujung Pandang, Semarang,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lombok. Hasilnya menunjukkan
bahwa 20-30% anak-anak usia 12-23 bulan mempunyai status gizi kurang bila
digunakan pengukuran berdasarkan berat b@an menurut tinggi badan untuk
daerah Jakarta, Swabaya dan Ujung Pandahg. Keadaan ini disebabkan oleh
rendahnya daya beli masyarakat sehingga tic$& marnpu menyediakan makanan
dengan kandungan zat gizi yang cukup untuk pnak. Asupan makanan yang tidak
mencukupi dapat menyebabkan gangguan gizi.
Data Survai Sosial Ekonomi Nasionali (BPS, 1999) menunjukkan bahwa
prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) pad# anak balita di selurwh Indonesia

mencapai 34.47%, dimana prevalensi status gizi buruk 8.11% dan status gzi
kurang sebesar 26.36%. Sementara itu di Prppinsi Jawa Barat prevalensi status
gizi buruk balita sebesar 6.16% dan status gizii kurang sebesar 23.56%. Sebanyak
5.4% an&

berusia 6-17 bulan menderita gizi b u d dan sebanyak 16.2%

diantaranya menderita gizi sangat buruk di kabppaten Bogor.
Kurang Energi Protein (KEP) di nqara berkembang

paling banyak

ditemukan pada anak usia 12-24 bulan (S+ardjo, 1989), sedangkan menurut
Brown et al. (1995) dan HKI (2000) Kmanb Energi Protein terjadi pada usia
antara 6 - 24 bulan. Selanjutnya dinyatakan o

Claulfield et al. (1999) masalah

kurang gizi mulai muncul pada usia 6 bulan

1 ini disebabkan oleh beberapa

kemungkmm yaitu (a) usia penyapihan
terlalu lama tanpa diimbangi den*

alu dini, (b) usia penyapihan

pemberiarB makanan tambahan yang memadai

(c) insiden penyakit infeksi (d) makanan yane diberikan pada anak tidak cukup
mengandung energi, protein, mikronutrien b n (e) cara penyiapan dan cara
pemberian makanan yang ti&

baik. LebiQ lanjut dikatakan status gizi anak

sangat dipengaruhi oleh beberapa ha1 antara lain ketersediaan atau keberadaan
sumber bahan pangan setempat, tingkat penclapatan, pendidikan dan pengetahuan
gizi ibu.

Dampak yang tejadi akibat k w h energi protein banyak sekali,
diantaranya adalah adanya

gangguan

perturnbuhan (growth faltering)

(Brown et al., 1995) dan gangguan pada perl+embangan otak yang dalarn jangka
panjang menyebabkan kemampuan kerja danl daya pihr yang rendah, sehngga

tidak dapat menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas (Tandyo, 2000).
Hal ini perlu upaya untuk mencegah terjadinyd lost generation dengan melakukan
perbaikan konsurnsi pangan baik kuantitas mJaupun kualitasnya untuk mencapai
status gizi yang baik. Salah satu ha1 yang 4enyebabkan kurang energi protein
pada anak yaitu karena ketidakcukupan asupad energi yang disebabkan rendahnya
densitas energi yang dikonsumsi anak dan bahan makanan berprotein tinggt
dengan harga terjangkau.

Dalarn penelitiajr ini dicoba membuat suatu produk

pangan lokal yang telah terbukti bermutu tin$@ dari beberapa penelitian, yaitu
kedelai sebagai sumber protein yang ditambaQl dengan malt. Penambahan malt
sebagai sumber enzim malt bertujuan untbk meningkatlcan densitas energi
makanan. Produk MPASI ini merupakan l&

(sumber protein) pendamping

makanan pokok, sehingga diharapkan penggu+annya dapat lebih bervariasi, tidak
menimbulkan rasa bosan, disamping itu hareanya yang murah memungkinkan
untuk diproduksi dengan harga yang terjwgkau sesuai dengan daya beli
masyarakst. Menurut Zakaria (1999) pemberiw MPASI lokal, dalam arti terbuat
dari bahan dan resep lokal sesuai dengan kulw setempat, merupaSEan praktek yang
dapat membuat program intervensi berhasil,
Salah satu gejala kekurangan energi protein anak yaitu adanya penyusutan
protein otot tubuh dapat dilihat dari jwnldh kreatinin dalam urin. Tingkat
kecukupan protein dan kalori MPASI dapat diukur dari kadar urea urin anak.
Pengukuran hasil metabolit ini adalah untuki melihat seberapa jauh intervensi

MPASI dapat merespon pertumbuhan dan pencegah kurang energi protein.

Pemberian makanan pendamping AS1 berb#han baku kedelai ini diharapkan
mampu mengurangi penyusutan protein tubuh ~ n a ksehingga dapat berperan dalam
mengatasi kurang protein pada anak.
keadaan gizi kurang pada anak

Beherapa faktor yang mempengaruhi

seperti graktek pemberian makan, tingkat

pengetahuan gizi ibu juga dijadikan patarneger yang hams diukur untuk melihat
dampaknya terhadap perbaikan status gizi am&.

B. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujm untuk mempelajari pengaruh
pemberian makanan tambahan dengan bahan dasar kedelai terhadap status gizi
anak baduta.

Tujuan Khusus :
1. Mempelajari pengaruh pemberian

MPASI (Makanan Pendamping ASI)

berbasis kacang kedelai dan malt terhadafl perbaikan status gizi anak baduta
(anak bawah dua tahun).
2. Mengevaluasi pengaruh pemberian MPASI terhadap

pertumbuhan dan

perputaran protein tubuh (Protein Turnoverj .
3. Mempelajari pengaruh penyuluhan gizi pa* ibu terhadap tingkat pengetahuan

gizi dan tingkat keberhasilan pemberian @kanan dengan penyuluhan.

C. Bipotesis
1. Pemberian makanan tambahan pendampitrg AS1 (MPASI) berbasis kedelai

mampu memberikan tambahan protein dark penambahan malt sebagai sumber

enzim amilase dapat meningkatkan densit+ energ MPASI.

2. Pemberian MPASI

berbasis bahan bcang kedelai dan malt ini dapat

memberikan asupan makanan yang c*p

bagi anak, sehingga dapat

mengurang penyusutan protein otot Qan &pat menjaga keseimbangan
nitrogen agar dapat mencapai pertumbuhab yang optimal bagi anak.
I

3. Penyuluhan gizi terhadap responden ibu +pat meningkatkan pengetahuan gizi

ibu, sehingga akan mempengaruhi pebbahan sikap dalarn memberikan
makanan kepada anak.
D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan &pat :
1. Membantu keluarga yang tergolong tidaq mampu dalam mengatasi masalah

kurang gizi yang dialami oleh anak baduga dengan memberikan WAS1 yang
murah clan bergizi.
2. Menambah asupan protein pada pkoduk MPASI, sehingga dapat
meningkatkan status gizi baduta yang mengalami KEP (Kurang Energ
Protein).
3. Memberikan gambaran bagaimana konldisi pertumbuhan clan perputaran

protein dalam tubuh anak baduta setel& mengkonsurnsi MPASI berbasis
kacang kedelai dan malt.
4. Pedoman pendidikan gizi untuk meningkatkan perilaku ibu dalam pola

pengasuhan anak.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kurang Energi Protein
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan kondisi defisiensi gzi
(malnutrisi) yang timbul bila energi dan prdtein yang dikonsumsi tidak cukup.
Masalah kekurangan gizi merupakan manifeftmi dari kekulangan pangan yang
terjadi pa& level individu dalam rumah angga.
makanan yang bergizi pa& level rumah tan*

Kekurangan pangan atau

dapat diakibatkan oleh dua faktor

yaitu rendahnya daya beli keluarga dan r e n w y a ketersediaan pangan secara
regional (Zakaria, 1999).
Malnutrisi banyak melanda anak-an*

di negara berkembang.

Hasil

laporan dari UNICEF (2002) bahwa anak-mak yang mengalami malnutrisi di
negara berkembang berkisar antara 32-38% atau k 150 juta anak.

Hampir

setengahnya berada di Asia Selatan dan sepertiga ada di Afrika. Malnutrisi
menyebabkan hampir 12 juta kernatian anak sletiap tahun (WHO, 2002). Keadaan
kehidupan yang miskin mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya h a n g
energi protein. Menurut Sartono (1999) status gizi buruk balita sebesar 1.3% dan
gizi kurang 15%, namun setelah krisis ekogomi kasus gizi buruk meningkat
menjadi 2.2%, gizi sedang 18.2%, gzi baik 72:9% dan gizi lebih 6.7%.
Menurut Tandyo (2000) dan Soeyirman (2000) ada 3 ha1 yang
menyebabkan KEP yaitu (1)

Tidak cukupqya diet makanan yang masuk

(2)

Pola asuh dan perhatian yang kurang pada ibla dan anak (3) Pelayanan kesehatan

yang tidak memadai serta lingkungan hidup y@ng bwuk. Menurut UNICEF (2002)
malnutrisi disebabkan karena kerniskinan dan rendahnya pengetahuan gizi.
Menurut Abunain et al. (1989) rnalnutridi terjadi akibat terlalu dini usia
penyapihan dan terlalu lama periode peqyapihan tanpa diimbangi dengan
pemberian makanan tambahan yang memadai dan masalah ekonomi, dimana
sebagtan besar ibu-ibu berupaya mencari nafkah untuk membantu k a d w n
ekonomi keluarga dan sebagai konsekwensin~apengasuhan anak menjadi kurang
diperhatikan. Ekonomi juga merupakan faktw penting bagi tersedianya makanan
yang cukup dan upaya memperoleh pelayana~kesehatan yang layak. Penelitian
yang dilakukan oleh Brown et al. (1995) m$njelaskan bahwa rendahnya energi
yang dikonsumsi anak disebabkan oleh densit@ energi yang rendah dalam dietnya,
ketidakcukupan jumlah makanan yang dikonswsi dan rendahnya nafsu makan.
Tanda-tanda khusus anak yang mengalmi KEP yaitu badan menjadi kurus.
Penyusutan otot mudah terlihat pada bagian l&-qpn atas dan bahu bagian atas dan
bahu bagian belakang. Biasanya KEP disertai keadaan perut menjadi buncit, anak
menjadi kurang responsif mengarah kepada apatis, perkembangan kepandaian
lebih lambat dari normal (Suhardjo, 1989). Mpnurut WHO (1996) malnutrisi pada
anak ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan fisik yaitu rendahnya nilai

BBIumw;, gangguan tumbuh kernbang am&, menurunnya daya tahan tubuh
terhadap penyakit serta meningkatnya angka kqmatian pada anak.
Bila masalah kurang gizi tidak teratqi, maka akan mempunyai dampak
negatif terhadap sumber daya manusia. Kuraqg Energi Protein yang dialami pada

masa balita dapat berpengaruh negatif terhaqfap perkembangan intelektual pada
masa dewasanya. Pengaruh gizi kurang terha@ap perkernbangan otak mempunyai
hubungan yang erat terhadap perkembangan mental dan kemampuan berfikir.
Kekurangan protein dan energi menyebabkan perkembangan otak terganggu, yang
ditandai dengan terjadinya kehilangan IQ 5

-

10 poin (UNICEF, 1997). Anak

yang mengalami gizi kurang semasa bayi inempunyai IQ yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak yang lain (Suhardjo, 1989). Menurut Pujiadi (1990)
Kurang Enerp Protein (KEP) yang diderita pada masa dini menghambat

perkembangan otak karena akan mengur~gi sintesis protein DNA otak.
Pemberian rnakanan yang baik &an memwngaruhi perkembangan otak anak.
Menurut Husaini et al. (1991) terdapat hubungan linier antara pemberian rnakanan
dengan perubahan berat badan dan perkembangan motorik anak yaitu adanya
peningkatan &vasi

sel otak yang mempengmhi tingkah laku anak. Menurut

Pujiadi (1990) akibat KEP yang dialarni pada masa dini (usia anak kurang dari dua
tahun) perkembangan otak akan menguran$i sintesis protein DNA sehingga
jumlah sel otak berkurang walaupun besar c~taknyanormal. Jika KEP tejadi
setelah masa divisi sel otak berhenti, hambatar) sintesis protein akan menghasilkan
otak dengan jumlah sel yang normal tetapi ukuran otaknya lebih kecil. Program
perbaikan gizi untuk bayi dm balita perlu mendapat perhatian utarna sebab
pembentukan dan pertumbuhan otak khpsusnya yang berkaitan dengan
kemampuan fungsional masih berlanjut sarnpi kurang lebih 3 tahun (Khumaidi,
1989). Jaringan otak anak yang tumbuh noma1 akan mencapai 80% berat otak

orang dewasa sebelum benunur 3 tahun, sefilngga apabila pada masa ini terjadi
gangguan gizi kurang dapat menimbulkag kelainan fisik maupun mental
(Suhardjo,l989). Dobbing (1974) dalarn S1-rhardjo (1989) menyatakan bahwa
masa luitis dalarn perkembangan otak manusla yang rawan terhadap gizi kurang

adalah dari usia 3 bulan dalam kandungan ~ p aumur
i 2 tahun. Menurut Sartono
(1999) prevalensi gizi buruk banyak teqadi pada usia 9 bulan hingga 2 tahun.
KEP di negara berkembang banyak terjadi mda usia 6-24 bulan (Brown et al.,
1995)
Menurut WHO (1996) ada beberapg program yang diberikan kepada
masyarakat guna menanggulangi malnutrisi yqitu diantaranya promosi pemberian
AS1 dan keluarga berencana, pemberian MPASI, pendidikan gizi

pada ibu,

monitoring pertumbuhan an& dan kontrol terhadap defisiensi mikronutrien,
penyediaan air bersih dan terapi &are dengan pmberian oralit. Program UNICEF
(2002) dalam mengatasi kurang energt protein yaitu dengan melibatkan seluruh

kekuatan keluarga, kerjasarna berbagai lintas sektoral dan pelayanan kesehatan.

B. Metabolisme Protein
Protein dari diet, setelah dicerna asap aminonya akan diabsorpsi dan
masuk ke dalam pool asam amino untuk dimqtabolisme lebih lanjut yaitu melalui
reaksi katabolisme dan anabolisme. Katabolisae merupakan proses pembongkaran
asam amino menjadi energi atau disimpan ntenjadi glikogen atau lemak tubuh,
sedangkan anabolisme merupakan proses pembentukan protein baru untuk

selanjutnya difungsikan sebagai enzim pembentukan sel baru, antiboh,
hemoglobin, horrnon, glutation dan heath. Menurut Guthrie (1975) laju
pembentukm protein tergantung pada jumlah kalori. Jika kalori cukup, asam
amino dari diet akan digunakan untuk sinte.'s

protein. Jika kalori tidak ~ukup,

maka sel akan rnembongkar asam amino yang ada dalam tubuh yang akan
digunakan sebagai energi dengan melepaskan NH2 (amonia) dan tidak ada protein
yang terbentuk. Proses ini disebut deaminasi. Arnonia merupakm senyawa toksik
yang tidak boleh terakumulasi dalam sel (Warn konsentrasi tinggi). Tubuh
mendetoksifikasi amonia dengan mengubahnya menjadi glutamin untuk diangkut
di hati. Deaminasi glutamin dalam hati akan melepaskan amonia yang diubah
menjadi senyawa non toksik yaitu urea dan diikeluarkan melalui ginjal bersama
urin. Sisa asam amino yang tidak mengandung gugus nitrogen akan rnasuk siklus
metabolik karbohidrat dan lemak untulc selanjumya dioksidasi menjadi energ atau
dibentuk menjadi lemak yang disimpan sebagai energi cadangan (Cantarow,
1963). Hal ini menyebabkan berkurangnya sintesis protein yang menyebabkan

prtumbuhan terhambat.

Proses ini yang terjadi pada kasus kelapamn atau

lcuangnya masukan zat gizi (Kurang Energi Protlein)(Guthrie, 1975).
Sirkulasi urea meningkat bila tejadi pendatahan, shock, trauma, sepsis atau
tumor, dimana dapat menyebabkan peningk-

bongkaran protein (protein

breakdown). Hal ini juga terjadi jika diet tidak cukup mengandung protein tingg

(Widman, 1985). Namun ekskresi urea bervariasi t e r p t u n g jumlah protein

dalam diet. Peningkatan diet protein akan meningkatkan konsentrasi asam amino
dalarn darah dan meningkatnya urea dalam urin.
Kandungan energi dalarn diet memwngaruhi metabolisme protein yang
dapat dilihat dar~keseimbangan nitrogen. EkSkresi nitrogen meningkat jika kalori
yang masuk lebih rendah dari yang dibutuhktan. Sebaliknya peningkatan kalori
yang masuk dapat menurunkan ekskresi nitrogen dalam urin. Nitrogen dikatakan
seimbang jika nitrogen yang masuk seimbang dengan nitrogen yang dikeluarkan
untuk memelihara jaringan tubuh yang rusak tetapi ti&

ada pembentukan

jaringan baru. Keseimbangan positif terjadi jika nitrogen yang masuk melebih
nitrogen yang dikeluarkan.

Pada keseinibangan ini w a d i pertumbuhan.

Keseimbangan positif biasa terjadi pada mak-anak, ibu hamil maupun ibu
menyusui. Keseimbangan negatif terjadi bila nitrogen yang masuk kurang dari
nitrogen yang dikeluarkan. Hal ini disebabkm oleh ketidakcukupan protein yang
masuk dalarn tubuh. Keseimbangan negatif juga terjadi pada diet yang tidak
mengandung asam amino esensial (Cantarow, 1963 dan Jackson et al., 1993).
Kondisi ini menyebabkan terjadinya bongkafan protein tubuh (Guthrie, 1975).
Pada kasus malnutrisi berat kondisi yang terjadi yaitu keseimbangan negatif
dengan laju katabolisme lebih tinggi dari anab~lisme.
Kekurangan energi protein yang pac& pa& anak dapat menyebabkan
timbulnya penyakit kwashiorkor dan marasmqs gizi. Penyakit marasmus ditandai
dengan kehilangan massa otot. Umumnya terjadi karena k e h g a n masukan
pangan dalam jangka waktu yang lama. Kwashiorkor merupakan bentuk lain

kurang gizi protein-energl. Kwashiorkor wring disebabkan oleh penyakit infeksi
karena diet rendah protein. Kwashiorkor tidak menyebabkan pengurangan protein
otot, tetapi pengurangan pool protein dan menyebabkan terjadinya odema.
Ada hubungan linier antara massa otot dengan ekskresi kreatinin selama
masa pertumbuhan. Kteatinin adalah substmi yang berasal dari bongkaran otot,
yang terbentuk dari fosfokreatin dan kreatin. Fosfokreatin merupakan simpanan
keratin yang berenergi tinggi yang terdapat &lam otot. Kreatin terbentuk dalam
otot dari kreatinfosfat melalui proses dehidnasi nonenzimatik yang irreversible
dengan hilangnya fosfat. Kreatin clan fosfoheatin membentuk massa otot dalam
tubuh. Kadar kreatinin urin 24 jam secara proporsional berhubungan langsung
dengan jurnlah total massa otot tubuh. Dengan demikian ekskresi kreatinin dapat
digwakan sebagai indeks massa otot. Hal ini diasumsikan pada (1) semua kreatin
berasal dari otot rangka (98%) (2) diet tidak mengandung kreatin, (3) total pool
kreatin dan rata-rata konsentrasi heatinkg otot konstan dan (4) kreatin diubah
menjadi kreatinin secara stabil setiap hari secara non-enzimatik (Gibson, 1990).
Ekskresi kreatinin dapat menunjuklqan adanya bongkaran otot yang
menentukan laju perputarm metabolisme protein (protein turnover) (Welle et at.,
1996). Ekskresi kreatinin akan meningkat j ika katabolisme jaringan meningkat
(Cantarow, 1962). Berdasarkan hasil penelitian Pannemans et al. (1995) laju
protein turnover tubuh menurun menurut umw. Laju sintesis protein otot makin

tua usia maka lajunya makin lambat.

Proteinr turnover meningkat pada subyek

m
Dietary Protei:iO

I Dietary Protein

1

Asam amiflo

Turunan nikotinamida

]

Creatinin

Lemak &
Intemediate

KH & Intermediate
ornitin

Asam urat

Urea

Siklus Krebs

c02

Gambar 1. Jalur Metabolisme Protein dan Asm Amino (Cantarow dan
Schepartz,1963)

Hz0

yang diberi 12% energi dari protein dibanding dengan subyek yang diberi 21%
energi dari protein.
Menurut Cantarow (1962) laju protein turnover tinggi pada protein yang
terdapat di mukosa intestinal, pankreas dan ginjal, dengan waktu paruh (half life)
10 hari. Laju protein turnover rendah pada protein otot, kulit dan otak dengan

waktu paruh 80 hm.

C. Makanan Pendamping AS1
Makanan tambahan untuk anak dibewan menjadi makanan bayi (infant
food) yang diberikan pada bayi berusia di bawah enam bulan, dan makanan
tambahan (weaningfood) yang diberikan pa& bayi berusia 6-36 bulan. Makamn
bayi berupa makanan yang secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan anak yaitu
dapat mensubstitusi air susu ibu (biasanya s u ~ usapi yang diformulasi. Makanan
tambahan berupa makanan pelengkap disamping ASI. Makanan jenis ini dikenal
dengan istilah makanan pendarnping AS1 @IP-+ASI)
(Winarno, 1987).
Masa perturnbuhan bayi yang cepat pada umur enarn bulan ke atas
merupakan masa kritis dimana sering terjadi kegagalan pertumbuhan. Pada saat
itu pula, bay1 mulai memerlukan makanan tambahan disamping ASI. Air susu ibu
merupakan makanan bayi utama sejak lahir hingga bayi berusia dua tahun. Air
susu ibu mengandung hampir semua zat gizi dengan komposisi yang sesuai
dengan kebutuhan bayi (Tabel 1). Namun, s d a h bayi berusia menjelang empat

bulan jumlah dan komposisi AS1 mulai b$rkurang sehingga perlu diberikan
makanan tambahan pendamping AS1 (MPASI] (Mochji, 1989).

[ Energi (KaI/l)

I Protein (dl)

I

_ Lemak (dl)

Laktosa &/I)

Ca (mM)
Fosfat (mMl
Besi (pM)
Vitamin A (pg/I)
Vitamin C (mdl)
Vitamin D (pg/l)
Surnber : Poslutt, E.M.E. (1994)

Pemberian makanan tarnbahan pa@

680
9
42
70
9
5

12.5
600
38
0.4

bayi dimaksudkan sebagai

komplemen terhadap ASI agar anak memperoieh cukup energi, protein dan zat-zat
gizi lain (vitamin dan mineral) untuk turnbw dan berkembang secara normal
(Zakaria, 1999). Beberapa alasan pemberian qakanan pendamping AS1 yaitu : (1)
ASI yang dihasilkan mulai tidak menc$upi

atau mengalami penurunan

jumlahnya, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan bayi
yang bertambah tens (2) Untuk membiaqakan bayi pada berbagai macarn
makanan yang bergizi, mudah dicerna dengarl berbagai macam rasa, bentuk, dan
nilai gizi.
Makanan yang baik untuk bayi merupapCan makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan untuk tumbuh dan kembang (Berg, 1986).

Menurut Zakaria (1999)
15

agar dapat memenuhi kebutuhan bayi, pemberian MPASI hams memenuhi
beberapa persyaratan yaitu (1) Makanan ( t e r w u k ASI) harus memberikan semua
zat gizi yang #iperlukan oleh bayi.

Untuk menjamin kebutuhan gizi bayi yang

baik, makanan tersebut hams mengandung s&ligus zat tenaga, zat pembangun,

dan zat pengatur (2) Bayi dan balita memerl@n lebih dari satu kali makan sehari
sebagai komplemen terhadap ASI. Karena kagasitas perutnya masih kecil, volume
makanan yang diberikan pada bayi tidak boleh terldu banyak (3) Bayi yang
berumur 4-6 bulan perlu diberi makan 4-6 kali sehari sebagai tambahan terhadap
AS1 (4) MPASI sebaiknya diberikan setelah bayi selesai menyusu agar bayi tidak
terhambat untuk terns menyusu secara pen~h,sehingga asupan gizi bayi dan
produksi AS1 tetap tinggi (5) Pada permul& WAS1 harm diberikan dalam
bentuk halus, sampai umur 9 bulan bayi sudah mulai menyukai makanan yang
bentuk dan bertekstur lain. Setelah umur d~ tahun, bayi sudah dapat menerima
makanan seperti orang dewasa normal.
Menurut Zakaria (1999) pembuatan WAS1 sebaiknya diformulasi secara
optimum dalam bentuk bahan m a k a w cam-

sehingga diperoleh mutu yang

baik. Penyediaan makanan ini merrupakan pilihan yang beralasan, karena mudah
untuk diolah, didistibusikan dan disimpan, lebih terjamin keamanannya dan
berpotensi untuk menjadi wahana fortifikasi gizi mikro (vitamin dan mineral).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa bahan bakq utama untuk pembuatan MPASI
sebaiknya bersumber pada komaditi pangan lokal. Hal ini dimaksudkan supaya
produk makanan tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan juga biaya

produksinya cukup murah. Disamping itu ppnggunaan pangan lokal juga akan
berdampak positif pada peningkatan clan pem&rdayaan ekonomi di pedesaan.

Makanan bayi merupakan faktor y Ik g sangat berpengaruh terhadap
keadaan gizi, karena b a n g gizi pada anak d$ awal pertumbuhannya berpengaruh
buruk terhadap pertumbuhan fisik dan mebtal.

Makanan pendamping AS1

sebaiknya mengandung gizi yang lengkap, yang terdiri dari zat tenaga, zat
pembangun dan zat pengatur. Makanan pendt/mping AS1 harus memenuhi syaratsyarat tertentu yaitu menghasilkan energi setjnggi mungk_ln, sekurang-kurangnya
mengandung energi 360 Kkal1100 gram bahanl Kecukupan energi bayi h s i a 612 bulan adalah sekitar 800 Kkal, kecukupaq protein per hari adalah sekitar 15

gram. Sedan-

kecukupan energi anak us/la 1 sampai 3 tahun adalah sekitar

1250 Kkal, dan kecukupan protein per hari a/dalah sekitar 23 gram. Kecukupan
Widyakarya Nasional Pangan dm

energi dan protein menurut Muhilal et al, dal*
Gizi (1998) dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Kecuku~anEnerei dan Protein

I

7- 12 bulan

8.5

71

800

15

1-3 tahun

12

90

1250

23

Surnber : Muhilal et aZ.(1998)

Makanan pendamping AS1 hendaknya bersifat padat gizi, dan mengandung
serat kasar, serta bahan lain yang sukar dice-

seminirnal mungkin. Serat kasar

yang terlalu banyak jumlahnya akan menwggu pencernaan. MPASI ham
mengandung energi setinggi mungkin, minimum 360 Ka1/100g dengan kadar
protein 20 d l 0 0 g. WAS1 tidak boleh bersifat kamba (voluminous), sebab akan
cepat memberi rasa kenyang pada bayi. Sifat kamba terutama t a d a p t pada bahan
berkarbohidrat atau pati yang tinggi seperti serealia dan umbi-umbian, Menurut
Walker dan Rolls (1994) ada beberapa cara mtuk meningkatkan densitas energi
makanan bayi yaitu (1) melalui penambahan enerp dengan penambahan gula dan
minyak (2) melalui modifikasi kandungan patti baik secara fisik dengan ekstrusi
maupun secara kimia dengan germinasi (penambahan malt) yang kaya akan
arnilase. Penambahan malt dapat mengubah pati yang terdapat dalam biji-bijian
menjadi dekstrin. Dekstrin lebih sedikit manyerap air dan tidak mengembang
sehingga dengan volume yang kecil dapat membawa energi yang tinggi. (Zakaria,
1999).
1. Teknologi Pembuatan MPASI

Beberapa teknologi yang digunakan untuk memproduksi makanan bay1
diantaranya yaitu teknik drum dryer, teknik ekstrusi &an metoda sa.ngrai dan
pengglingan. Pada teknik drum dver, a d o m yang akan dikeringkan bersifat cair
atau kental dan untuk pengeringannya dilewatkan pada dm drum panas yang
berdekatan dan berputar dengan arab yang berlawanan. Drum tersebut mendapat
pemanasan dari uap panas.

Selama adonan mengalir dan drum panas berputar,
18

terjadi proses pengeringan dm adonan menjadi lempeng kering yang dikeruk dari
drum oleh pisau pengeruk. Lempeng kering yang dihasilkan lalu digiling sehingga
diperoleh produk bubuk kering yang matang (Fellows, 1992).
Teknik ekstrusi menggunakan mesin ekstruder.

Bahan yang akan

diekstrusi berupa tepung, adonan padat, biji-bijian ataupun pecahan biji. Produk
hasil ekstrusi dapat bersifat matang bila mesin dilengkapi dengan sistem

pemanasan misalnya m p panas. Bila diinginkan produk berbentuk tepung, setelah
diekstrusi produk dapat digiling (Fellows, 1992). Teknik lain yaitu metoda sangrai
dan penggilingan. Pada sistem ini, bahan baku urnumnya adalah biji-bijian atau
kacang-kacangan. Bahan baku disangrai dengan wajan besi atau tungku beton
yang mendapat panas dari api. Setelah matang, biji-bijian dan kacang-kacangan
digiling lalu diayak. Alat untuk proses ini sangat sederhw,
Dari ketiga teknik pembuatan WAS1 diatas, teknik yang paling ekonomis
dan sederhana adalah teknik sangrai dan penggilingan.

Tektllk ini dapat

diterapkan ds rumah tangga atau kelompok karena alat yang dlgunakan bisa berupa
alat yang terdapat di rumah tangga dengan kapasitas produksi kecil.
2. Tepung Kedelai

Bahan baku yang sering digunakan untuk pembuatan MPASI adalah susu,
beras, gandum, serealia dan kmmg-kacangan. Di antara jenis hang-kacangan,
kedelai merupakan sumber protein yang paling baik yaitu harnpir mencapai 4045%. Komposisi kimia beberapa bahan dapat dilihat pada Tabel 3. Dalam tabel

tersebut dapat dilihat bahwa kedelai mempunyai nilai protein tertinggi dan
kandungan mineral yang cukup tinggi.

33 1
158
345
Kalori (Kal)
10.3
34.9
22.2
Protein (g)
28.2
34.8
62.9
. Karbohidrat (g)
Lemak (g)
0.9
18.1
1.2
160
227
125
Kalsium (mg)
149
Fosfor (mg)
585
320
Besi (mg)
6.7
8.0
3.7
157
Vitamin A (SI)
Vitamin B (mg)
0.6
0.1
0.2
Vitamin C (mg)
6.0
Sumber : Hardinsyah dan Briawan, D. (1990)

-

-

355
9.2
73.7
3.9
10
256
2.4

-

0.4

-

248
8
50
1.2
10
95
1.5
110
1.1
0.1

360
6.8
78.9
0.7
60
140
0.8

-

0.1

-

Protein dalam b a n g kedelai bermutu tinggi dengan pola asam amino yang
mendekati pola yang direkomendasikan oleh FAO, dengan asam amino pembatas
metionin dan sistin (Muchtadi, 1979). Asam-asam amino pembatas merupakan

asarn amino esensial yang terdapat dalarn jumlah sedikit sehingga menjadi
pembatas bagi nilai grzi protein yang bersangkutan. Meskipun demikian kacang
kedelai mengandung asam amino lisin dalam jumlah yang relatif tinggi. Salah
satu upaya untuk meningkatkan nilai gizi protein kedelai adalah dengan
mencampurkan kacang kedelai dengan k o m d t i sumber protein lain yang banyak
mengandung metionin, misalnya beras. Protein berm mengandung lisin &lam
jumlah rendah, sehingga kombinasi kacang kedelai clan beras akan menghasilkan
carnpuran yang memiliki kandungan dan kualitas asam amino lisin dm metionin

yang lebih baik. Komposisi asam amino kacang kedelai dan beberapa sumber
protein lain dapat dilihat dalam Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Asam Amino Esensial Berbagai Surnber Protein
adlld
&?I"SW ~&8U&k@lf@kW8~$3B
Aaslh mi&@
(at#&B)

I

I

340
480
400
310
200
110
250
90
330
80

Isoleusin
Leusin
Lisin
- Fenilalanin
Tirosin
Sistin
Treonin
Triftofan
Valin
Metionin
Sumber : Koswara (1992)

320
535
236
307
269
80
24 1
65
415
142

407
630
496
31 1
323
57
292
90
440
149

415
553
403
365
262
149
317
100
454
197

Kandungan lemak kacang kedelai adalah 19.1% dari berat kering, dengan
total asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi (85%). Menurut Messina (1999)
rasio asarn lemak linoleat dengan asam lemak linolenat dalam kacang kedelai
adalah (7.5 : 1). Dalam tubuh asam lemak linoleat dapat Qubah menjadi EPA
(Eikosapentaenoic

acid)

dan

EPA

&pat

dikonversi

menjadi

DHA

(Dokosaheksaenoic acid), dirnana DHA sangat dibutuhkan untuk perkembangan
otak bayi.
Kandungan karbohidrat h a n g kedelai cukup tinggi yaitu 28% dengan
komponen terbesar terdiri dan polisakarida (amilosa dan amilopektin yaitu
mencapai 12-14%), serat yang tidak dapat dicerna dm disakarida (rafinosa dan
stakiosa penyebab flatulensi). Kacang kedelai juga rnerupakm sumber vitamin

dan mineral yang baik terutama asarn folat, zat besi dan kalsium. Komposisi
kimia dan kualitas zat gizi kedelai dapat dilihat dalam Tabel 5.
Dalam kacang kedelai disamping mengmdung senyawa yang bergma,
terdapat zat antigizi dan senyawa penyebab oflflavor (penyimpangan cita rasa dan
aroma pada produk olahan kedelai).

OgJEmor pada kacang kedelai yaitu bau

langu dan adanya rasa palut dan rasa kapur disebabkan oleh adanya senyawasenyawa glikosida, saponin, estrogen dalarn biji kedelai. Bau langu dihasilkan
oleh enzim lipoksidase yang terdapat dalam h a n g kedelai. Enzim lipoksidase
menghidrolisis lemak kedelai menghasilkan senyawa yang termasuk dalam
kelompok heksanal dan heksanol penyebab bau langu. Pada suhu tinggi enzim
lipoksigenase menjadi tidak aktif (Koswara, 1992).
Zat antigizi yang terdapat dalm kacang kedelai yaitu antitripsin,
hemaglutinin, asam fitat, saponin dan oligosakarida.

Antitripsin dapat

menghalangi pencernaan protein dan dapat memperbesar pankreas pada tikus
percobaan. Fitat dapat menunurkan ketersediaan mineral. Oligosakarida yang
terdiri dari rafinosa, stakiosa dan verbaskosa dapat menyebabkan flatulensi karena
dalam tubuh tidak tersedia enzim a galaktosidase.
Kacang kedelai yang digunalslan sebagai makanan tambalun (MPASI) yaitu
berupa tepung yang telah mengalami proses pemanasan. Proses pemanasan ini
bertujuan untuk menginaktifkan antitripsin dan menginaktiflcan enzim lipoksidase,
sehingga bau langu kedelai dapat dihilangkan (Koswara, 1992). Menurut Racks
et al. (1975) pengolahan dengan panas pada pembuatan tepung kedelai mampu

mengurangi aktivitas antitripsin. Pemanasan kering dapat mereduksi antitripsin
80-90% (MessinbM.J., 1999).

1 Protein

( 46.2

1 19.1

I

Lemak

I

1

Karbohidrat

28.5

Serat

3.7

1 Abu

16.1

I

I Kalsiwn (mg)

I 254

I

I

I

/ Fosfor (mg)
Besi (mg)

1 781
I11

Folat (pg)**

47

Zn (mg)**

0.99

1

I Riboflavin (pg)**

1 25

I

I Nilai cema

1 75-85 (83)

I

I Nilai hayati

1 41-74 (58)

I

Penggunaan kacang kedelai sebagai m h n pendamping AS1 telah
dicoba di Malawi, Afiika untuk mengatasi kasus malnutrisi pada anak. Tepung
kacang kedelai sebagai sumber protein dicampur dengan tepung maizena sebagai
sumber karbohidratnya. Campuran tepung ini cukup disukai sehingga &pat
menambah berat badan anak (FAO, 1997).

3. Malt

Menurut Claulfield et al. (1999) makanan pendamping AS1 untuk anak usia
6-12 bulan umumnya mengandung densitas energi dan protein yang tidak cukup.
Jumlah energr dalam MPASI dipengamhi oleh dua faktor yaitu volume makanan
dan densitas energi, dimana dua ha1 tersebut mempengaruhi kecukupan asupan
energi.

Sistem pencernaan pada anak mempunyai keterbatasan dalam

mengkonsurnsi makanan sehingga densitas energi merupakan faktor yang harus
diperhatikan dalam membuat WAS1 guna meningkatkan asupan energi sesuai
dengan jwnlah energi yang dibutuhkan. Hasil penelitian Capdevila et al. (1998)
menunjukkan bahwa densitas energi mernpunyai pengaruh besar terhadap asupan
energi.
Penarnbahan malt pada makanan WAS1 ini bertujuan untuk meningkatkan
densitas energi makanan. Kandungan enzim amilase yang terdapat dalam malt
diharapkan dapat menghidrolisis pati (nasi) menjadi dekstrin. Hal ini dapat
menurunkan viskositasnya sehingga perlu tambahan pati yang lebih banyak untuk
mencapai viskositas yang baik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Brown et 01.
(1995) konsurnsi energi untuk makanan anak usia 6-12 bulan ditentukan oleh
viskositasnya. Penambahan enzim amilase yang berasal dari Aspergillus oryzae,
dapat meningkatkan densitas energi makanan yang diberikan.
Enzim amilase banyak terdapat pada biji-bijian berkecambah, yang
berfungsi untuk memecah pati menjadi gula sederhana. Enzim a amilase secara

rnurni dapat diperoleh dan berbagai sumber misalnya dari dedak gandum, dan

hasil fermentasi mikroba (Winarno, 1983). Enzim amilase tergolong endoamilase,
yaitu enzim yang memecah amilosa pati secara a& dari tengah atau bagian dalam
molekul (Kulp, 1975). Selain itu enzim a amilase merupakan jenis enzim
hidrolase (Fogarty, 1983). Aktivitas optimal dari enzim dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor penting yang berpengaruh yaitu pH dan suhu. Kisaran pH optimum
untuk enzim a amilase berkisar antara 4.5 - 6.5. Suhu optimum aktivitas enzim
antara 40 - 60°C (Fogarty, 1983), sedangkan menurut Purnomo (1987) suhu
optimum antara 50 -60°C.
Enzim a amilase menghidrolisis ikatan a 1,4 glukosidik amilosa,
amilopektin dan glikogen. Enzim a amilase lebih mudah menghidrolisis ikatan
polimer pada amilosa daripada arnilopektin. Hidrolisis amilosa oleh a amilase
terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama adalah degradasi menjadi maltosa dan
maltotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat diikuti
dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua relatif lambat dengan
pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan caranya tidak acak
(Winamo, 1983). Laju hidrolisis akan meningkat pada rantai yang lurus dan
menurunnya tingkat polimerisasi. Hidrolisis enzim amilase pa& amilopektm lebih
lambat (Girindra, 1983). Kerja a amilase pada amilopektin akan menghasilkan
glukosa, maltosa dan berbagai jenis a limit dekstrin. Alpha limit dekstrin adalah
oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih residu gda yang semuanya
mengandung ikatan a 1,6 (Winamo, 1983).

D. Pengetahuan Gizi
Kondisi kemislunan dan kurangnya persediaan pangan yang bergizi
bukanlah satu-satunya faktor penyebab timbulnya pernasalahan gizi khususnya
masalah KEP di masyarakat. Sebab lain yang tidak kalah pentingnya adalah
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi dan permasalahannya, kurangnya
kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali
kandungan gizi makanan, sumber serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh.
Pengetahuan gizi ini mencakup proses kognitif yang dibutuhkan untuk
menggabungkan informasi grzi dengan perilaku makan agar struktur pengetahuan
yang baik tentang gizi dan kesehatan dapat dikembangkan (Saap dan Helen, 1997).
Menurut Suhadjo (1989) kurang energi protein juga disebabkan oleh
sanitasi lingkungan yang kurang baik dan ketidaktahuan orang tua terhadap gzi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Devi dan Geervani (1994) kasus KEP pada

anak selain disebabkan oleh ketidakcukupan pangan juga karena ketidakpedulian
ibu dalam pemberian makanan.
Pendidikan ibu mempunyai peranan penting terhadap praktek pemberian
makan pada anak. Pengaruh pendidikan terutama pendidikan ibu terhadap praktek
hidup sehat telah banyak didokwnentasikan. Banyak bukti menyebutkan bahwa
pendidikan ibu mempengaruhi kesehatan dan status gizi anaknya melalui praktek
ibu dalam pemeliharaan kesehatan. Ibu yang lebih berpendidikan tampaknya lebih
banyak mengakses pa& fasilitas kesehatan (baik sarana maupun prasarana)

dibandingkan ibu yang kurang berpendidikan (Dionisio, 2002). Menurut Piechulek
et al. (1999) ibu yang berpendidikan dapat memberikan praktek pemberian

makanan yang lebih baik. Menurut Abunain et a1.(1989) pada masyarakat yang
rata-rata pendidikannya rendah prevalensi gizi kurang tinggi, sebaliknya pada
masyarakat dengan tingkat pendidikan cukup tinggi maka prevalensi gizi kurang
rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Marce et al. (1999) menunjukkan bahwa
tingkat kepedulian ibu terhadap anak melalui cara pemberian makan anak
merupakan penentu terkuat untuk peningkatan status gizi an&, terutama untuk
anak yang berasal dari keluarga mislun dan anak yang ibunya berpendidikan
rendah. Dalam penelitian ini juga diperlihatkan bahwa anak yang berasal dari
keluarga miskin clan berpendidikan rendah dapat memperoleh skor status gizi
yang sarna bahkan setengahnya mempunyai Z skor yang lebih tinggi dibandingan
dengan anak yang berasal dari keluarga sejahtera dan berpendidikan tinggi.
Menurut Hardinsyah dan Guhardj