Page 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai lembaga yang menjalankan kegiatan operasional berlandaskan azas kepercayaan, Bank bukan saja dituntut untuk dapat memberikan produk
dan layanan terbaik pada nasabah namun juga dituntut untuk memastikan keamanan transaksi setiap layanan bisnis yang diberikan. Oleh karena itu,
Bank diharapkan senantiasa menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat Good Corporate Governance pada setiap aktivitas bisnis yang
dilakukan untuk memastikan kepentingan stakeholder terlindungi. Seiring dengan berkembangnya dunia perbankan di Indonesia, banyak
dari perbankan melakukan ekspansi bisnis dengan tujuan untuk memperoleh laba yang setinggi – setingginya. Strategi bisnis tersebut selain dibidang
penyaluran kredit juga dibidang penggalangan dana termasuk market trading yang dilakukan oleh Bank itu sendiri. Dalam rangka pencapaian ekspansi yang
maksimal, setiap Bank pasti mengeluarkan berbagai macam target yang ditunjang dengan kebijakan – kebijakan yang dapat bersaing di pasar
perbankan nasional maupun internasional. Dalam menunjang ekspansi bisnis tersebut, banyak dari petugas maupun
pejabat Bank melakukan berbagai strategi dan cara untuk mencapai target ekspansi yang diinginkan. Selain itu, dengan semakin tingginya kebutuhan
Page 2
hidup di setiap kalangan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyak terjadinya aktivitastindakan yang tidak terlepas dari praktek kecurangan atau
fraud. Dalam hal apapun, kecurangan yang terjadi tidak mudah untuk dihilangkan seperti membalikan kedua telapak tangan, namun kecurangan
dapat diminimalisir bahkan dicegah. Banyak tindakan kecurangan yang masih terjadi dan sulit untuk diatasi serta ditekan keberadaannya.
Tindakan kecurangan yang terjadi tidak hanya dilakukan oleh orang perorangan, namun tidak sedikit juga kecurangan tersebut dilakukan oleh
sekelompok orang didalam organisasi yang bekerjasama dalam melakukan praktek kecurangan. Beberapa kecurangan kebanyakan terjadi di perusahaan –
perusahaan yang memiliki struktur organisasi yang cukup kompleks, tetapi tidak menutup kemungkinan dalam perusahaan kecil pun yang baru berdiri
indikasi terjadinya kecurangan atau fraud lebih besar terjadi. Di Bank bjb misalnya, dimana Bank bjb merupakan sebuah Bank yang saat ini sedang
berkembang dan terbilang cukup pesat. Dimana pada saat ini sudah berusia 54 tahun dengan asset sudah mencapai kurang lebih Rp. 70 T, kasus fraud tetap
saja terjadi namun dengan intensitas yang menurun. Dengan semakin berkembangnya Bank bjb, maka kompleksitas
keorganisasiannya juga semakin besar. Selain itu, ekspansi bisnis juga semakin besar dan akan terus maju. Oleh karena itu, risiko akan terjadinya
fraud menjadi semakin besar seiring dengan pertambahan pegawai yang semakin banyak. Trend terjadinya fraud di bank bjb dari tahun 2009 sebanyak
Page 3
22 kasus dengan nominal rata – rata dibawah Rp. 100 Jt sampai dengan tahun 2014 sebanyak 9 kasus dengan nominal rata – rata dibawah Rp. 100 Jt dengan
berbagai modus dan tingkat kerugian bank yang bervariasi. Kondisi tersebut menjadi salah satu latar belakang dikeluarkannya SE No. 1328DPNP tanggal
9 Desember 2011 tentang penerapan strategi anti fraud oleh Bank Indonesia yang menjadi salah satu penyebab penurunan kasus – kasus fraud di bank bjb
pada khususnya. Fraud atau kecurangan merupakan penipuan yang sengaja dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang sehingga menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi
pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena tiga hal utama, yaitu: adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan, adanya kesempatan yang
bisa begini, mumpung ada di posisi enak, mumpung ada kesempatan”. Bagi mereka yang kurang kuat iman, membuat mereka tergoda untuk
memanfaatkan kesempatan tersebut dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, dan pada saat itu, Fraud mudah terjadi. Kurangnya kontrol atau pengawasan
juga membuat seseorang menjadi leluasa untuk berbuat kesalahan yang disengaja, terlebih bila jabatan yang sedang dipegang termasuk jabatan tinggi,
penting, dan “basah”. Rasionalization atau pembenaran merupakan faktor lain yang memudahkan seseorang tergelincir melakukan kecurangan.
Dalam prakteknya, kecurangan yang terjadi khususnya di perbankan biasanya disebabkan oleh sistem pengendalian internal perusahaan itu sendiri
Page 4
tidak mampu untuk menekan tindakan kecurangan yang dilakukan oleh pegawai maupun pejabatnya. Selain pengendalian internal perusahaan,
karakter dari pegawai itu sendiri mempengaruhi atas tindakan kecurangan yang dilakukan, kemudian lemahnya tingkat keamanan dari sistem yang ada
dalam perusahaan itu sendiri, sehingga memudahkan bagi pelaku kecurangan untuk berbuat kecurangan tersebut. Untuk perilaku kecurangan yang dilakukan
oleh perorangan, biasanya pelaku tersebut mempunyai kekuasaan dan kesempatan untuk melakukan kecurangan yang dapat merugikan perusahaan.
Kecurangan tidak hanya terjadi pada jajaran pegawai tingkat bawah saja, tetapi banyak juga pegawai jajaran tingkat atas yang melakukan kecurangan
dengan skala lebih besar. Senada dengan pendapat tersebut, Holtfreter 2005 menjelaskan
bahwa terjadinya kecurangan oleh pegawai disebabkan oleh faktor internal pelaku dan faktor eksternal dari pelaku yang dalam hal ini adalah kondisi
pekerjaan pelaku. Faktor internal pelaku terdiri dari umur, gender, pendidikan dan posisi atau jabatan dalam pekerjaannya sedangkan faktor eksternal terdiri
dari karakteristik organisasi perusahaan, jenis organisasi, ukuran perusahaan, sistem atau tingkatan pengupahan dan lemahnya internal kontrol perusahaan.
Henle 2005 menekankan bahwa kecurangan karyawan meningkat ketika kedua motivasi perangsang dan rasionalisasi dan peluang untuk
melakukannya ada. Diasumsikan pengendalian internal sebagai suatu faktor yang mempengaruhi perangsang dan rasionalisasi untuk melakukan
Page 5
kecurangan dan kualitas pengendalian internal sebagai peluang untuk melakukan kecurangan.
Sitompul 2005 mengatakan memberantas kejahatan perbankan merupakan
sebuah tantangan bagi pengawasan bank. Lebih jauh dinyatakannya kejahatan perbankan yang dilakukan oleh “orang dalam”
sangat erat kaitannya dengan dominasi terhadap kebijakan dan administrasi oleh seorang atau beberapa orang, dan lemahnya pengawasan baik
pengawasan yang dilakukan oleh pengawas internal maupun pengawas eksternal. Di samping itu, berbagai ketentuan yang berlaku menyebabkan bank
sering mengambil risiko yang berlebihan, yang menyebabkan turunnya tingkat pengawasan internal, sehingga kegagalan bank yang disebabkan oleh
kecurangan orang dalam menjadi lebih tinggi. Supaijo 2008 dalam penelitiannya tentang penanggulangan kejahatan
di bidang perbankan menyatakan penanggulangan kejahatan perbankan perlu memperhatikan karakter dan tipologi dari kejahatan perbankan itu sendiri,
yaitu menyangkut secara luas kegiatan perbankan dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Penetapan kebijakan lebih diprioritaskan pada upaya
penanggulangan kejahatan secara non penal dengan pertimbangan bahwa akar kausa kejahatan yang perlu diberantas, dengan merumuskan kebijakan di
bidang perbankan yang mampu mengkondisikan dan menjamin kepentingan masyarakat banyak sebagai nasabah bank. Sedangkan secara internal di
kalangan perbankan perlu diperkuat penegakkan etika professional perbankan.
Page 6
Dalam hal pencegahan terjadinya Fraud melalui pengendalian internal. Perusahaan dibidang perbankan menjadi lahan basah bagi orang atau
kelompok untuk melakukan kecurangan. Perbankan memberikan peluang yang cukup besar untuk berbuat kecurangan. Beberapa tahun terakhir ini
banyak kasus kecurangan yang terjadi di bidang perbankan mulai dari penggelapan dana nasabah, kredit fiktif, transaksi fiktif, dan kecurangan –
kecurangan lainnya. Beberapa kasus fraud yang terjadi di bidang perbankan terjadi akibat tindakan yang dilakukan oleh orang di dalam Bank yang
bersangkutan. Hal tersebut dapat terjadi karena lemahnya kontrol internal suatu Bank dalam memagari ketentuan-ketentuan untuk kegiatan operasional
Bank tersebut. Kasus terakhir yang paling menggemparkan dunia perbankan nasional
di Indonesia ialah kasus Melinda Dee, seorang karyawan di salah satu Bank Swasta di Indonesia yang membobol rekening milik nasabahnya hingga
meraup Rp. 17 M. kepolisian menjerat Melinda Dee dalam kasus pembobolan dana nasabah Citibank ini dengan pasal 49 ayat 1 dan 2 UU No. 7 tahun 1992
sebagaimana diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU No. 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25
Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU No. 8
Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang. Selain itu juga, Melinda Dee diduga dengan sengaja melakukan kejahatannya dengan mengaburkan
Page 7
transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa slip transfer penarikan dana pada rekening nasabahnya dengan dibantu tersangka D Chempornet, 30
Maret 2011. Pakar tindak pidana pencucian uang, Yenti Ganarsih mengatakan
kasus-kasus kejahatan perbankan belakangan ini sudah termasuk dalam kategori kejahatan pencucian uang karena modusnya dengan menyebarkan
dana yang berhasil digelapkan kepada beberapa pihak atau perusahaan lain. Yenti meyarankan agar pihak berwajib juga menggunakan UU pencucian uang
untuk menyelesaikan berbagai kasus perbankan belakangan ini, sehingga bisa melacak larinya dana yang digelapkan tersebut dari dunia perbankan.
Beberapa kasus kejahatan perbankan hanya akan diselidiki menggunakan UU pidana perbankan atau UU korupsi jika pelaku adalah pejabat negara
atau pimpinan perusahaan negara, namun para penerima dana sulit diungkap atau dipidanakan Arsip Berita, 14 mei 2011 .
Dari beberapa kasus yang pernah terjadi didunia perbankan Indonesia, membuktikan bahwa perbankan di Indonesia masih rawan terhadap tindakan
kecurangan atau fraud. Kasus fraud perbankan rata-rata disebabkan oleh tindakan kecurangan dari orang di dalam Bank dimana tempat dia sendiri
bekerja, hal itu dapat terjadi karena lemahnya fungsi pengendalian internal dalam perusahaan itu sendiri, atau adanya kelalaian penyelia dalam
mengontrol tugas dari bawahannya.
Page 8
Berkaitan dengan permasalahan tersebut diatas, maka penulis sangat tertarik untuk menganalisis SE No. 1328DPNP tanggal 9 Desember 2011
tentang penerapan strategi anti fraud oleh Bank Indonesia dalam mengatasi kecurangan di dunia perbankan Indonesia khususnya di Bank bjb.
1.2. Identifikasi Masalah