Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada Fase Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai (Glycine max) di Lapangan

(1)

Lampiran 1


(2)

Lampiran 2

FOTO PERANGKAP

Perankap kuning (yellow trap)


(3)

Lampiran 3

FOTO SERANGGA

No. Gambar Pengamatan No. Gambar Pengamatan 1.

(Coleoptera: Coccinellidae ) 2.

( Coleoptera: Cryptorhynchinae) 3.

( Coleoptera :Cetoniidae)

4.

( Coleoptera : Rhynchophorinae) 5.

( Coleoptera : Carabidae)

6.


(4)

7.

( Coleoptera : Tenebrionidae) 8.

( Coleoptera :Scolytidae) 9.

(Diptera : Lucilinae)

10.

( Diptera : Tachinidae) 11.

( Diptera : Sciaridae )

12.

( Diptera : Tipulidae ) 13.

( Diptera : Agromyzidae)

14.


(5)

15.

( Diptera:Syrphidae)

16.

( Diptera : Tephritidae ) 17.

( Diptera : Bombyllidae)

18.

( Diptera : Myceptophilidae) 19.

( Diptera :Lauxaniidae)

20.

( Hymenoptera : Formicidae) 21.

( Hymenoptera : Pompilidae ) 22.


(6)

23.

( Hymenoptera : Eulophidae ) 24.

( Hymenoptera: Formicidae) 25.

( Hymenoptera : Braconidae ) 26.

( Hymenoptera: Vespidae) 27.

( Hymenopthera: Tiphiidae) 28.

( Orthoptera : Gryllidae ) 29.

( Orthoptera : Acrididae)

30.


(7)

31.

( Hemiptera : Pentatomidae) 32.

( Hemiptera : Alydidae) 33.

( Hemiptera: Nabidae)

34.

( Hemiptera : Hydrometridae) 35.

( Lepidoptera : Papilionidae) 36.

( Lepidoptera : Noctuidae ) 37.

( Acarida : Opiliocaridae)

38.


(8)

39.

(Odonata : Ghomphidae)

40.

(Homoptera: Cicadellidae) 41.


(9)

Lampiran 4

Identifikasi Serangga dari Setiap Family

Ordo coleoptera : family cocccinellidae memilik tubuh berukuran kecil, bulat, warna bervariasi merah sampai kering. Panjangnya 0,8-10 mm. Kepala tersembunyi di bawah pronotum, antena pendek 3-6 ruas. Umumnya dijumpai di bagian atas tajuk tanaman baik di habitat basah maupun kering (Pangaribuan, 2003).

Serangga dari ordo coleoptera : family cryptorhynchinae mempunyai elitra yang kasar dan menjendol. Apabila beristirahat, probosis biasanya ditarik ke belakang masuk ke dalam lekuk di dalam prosternum(Borror dkk., 1992).

Dari hasil identifikasi serangga dari ordo coleoptera : family cetoniidae berwarna kuning kecoklatan dan hitam, sangat berambut dan menyerupai tawon kebun yang besar, panjangnya 25 mm. Kumbang ini tidak mengembangkan sayapnya pada waktu dalam penerbangan. Apabila diganggu suatu bau yang tidak enak (Borror dkk., 1992).

Ordo coleoptera : family rhynchophorinae memiliki tubuh gemuk dan silindris, ukurannya beragam. Sungut timbul dekat mata, dan ruas dasar meluas ke posterior dekat mata. Dua per tiga atau lebih dasar gada sungut halus dan mengkilat. Panjang tubuh 20-30 mm. Kumbang ini berwarna kemerah-merahan dengan bintik-bintik hitam yang kecil pada elitra (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo coleoptera : family carabidae merupakan kumbang-kumbang tanah. Kebanyakan serangga jenis ini adalah gelap, mengkilat, dan agak gepeng, dengan elitra bergaris-garis. Kumbang-kumbang tanah umumnya ditemukan di bawah batu-batu, kayu gelondongan, kotoran atau air mengalir di


(10)

atas tanah. Bersembunyi pada waktu siang hari dan makan pada waktu malam hari. Kebanyakan kumbang-kumbang ini panjangnya 25 mm atau lebih. Bila dipegang, mereka mengeluarkan bau yang tidak sangat enak (Borror dkk., 1992).

Karakteristik dari serangga ordo coleoptera : family geotrupidae berbentuk bulat telur, cembung, bertubuh gendut yang mempunyai warna hitam atau coklat tua. Elitra biasanya berlekuk atau bergaris-garis halus, tarsi panjang dan ramping. Elitra sempurna menutupi abdomen. Mempunyai sungut 11 ruas. Kumbang ini

panjangnya bervariasi dari 5-25 mm, terdapat di bwah tinja atau bangkai (Borror dkk., 1992).

Dari identifikasi, serangga ordo coleoptera : family tenebrionidae adalah salah satu kelompok yang besar da beragam. Matanya biasa berlekuk, sungut hampir selalu 11 ruas baik sebagai bentuk benang dan lima sterna abdomen kelihatan. Kebanyakan tenebrionidae berwarna hitam atau kecoklat-coklatan, panjangnya 13-17 mm. Kebanyakan serangga ini makan material tumbuh-tumbuhan berbagai ragam (Borror dkk.,1992).

Ordo diptera : family tachinidae adalah lalat-lalat yang sangat berharga, karena tahapan-tahapan larvanya adalah parasit-parasit serangga-serangga lainnya, membantu mengontrol jenis hama. Memiliki rambut-rambut bulu kedua hipopleura dan pleura-pleura berkembang dan potskutel menonjol. Kebanyakan serangga ini sangat serupa dalam penampilan umumnya dengan lalat daging (muscidae). Banyak yang besar berambut dan penampilannya seperti lebah atau tabuhan (Borror dkk.,1992).

Serangga dari ordo diptera : family sciaridae ini serupa dengan myceptophilidae, tetapi mempunyai mata yang bertemu di atas dasar-dasar sungut


(11)

dan rangka melintang r-m adalah segaris dengan dan kelihatan sebagai satu perluasan dari Rs. Biasanya serangga ini berwarna kehitaman dan biasanya terdapatdi tempat teduh dan lembab (Borror dkk., 1992).

Ordo diptera : family tipulidae, disebut juga lalat pengangkat tubuh bertungkai panjang. Tungkai-tungkai biasanya panjang dan ramping dan mudah putus. Tubuh biasanya memanjang dan ramping dan sempit. Mempunyai panjang tubuh kadang-kadang melebihi 35 mm. Banyak jenis mempunyai sayap-sayap berawan dan berpola. Memiliki ruas ujung palpus maksila yang ramping dan lebih panjang daripada ruas sebelum yang akhir, dan sungut secara normal 13 ruas (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo diptera : family agromyzidae yang ditemukanmemiliki karakteristik berikut;Lalat berukuran kecil dan berwarna hitam dan kuning serta berambut, memiliki antena dan 3 pasang tungkai, sepasang mata majemuk dan sayap transparan serangga dari famili agromyzidae merupakan salah satu hama penting pada komoditas pertanian, terutama komoditas tanaman sayur-sayuran. Serangga ini merupakan hama yang bersifat polifag yang dapat menyerang berbagai komoditas hortikultura seperti kentang, kubis, bawang-bawangan, seledri, mentimun, tomat dan lain lain (Rauf 2005).

Ordo diptera : family myceptophilidae, adalah serangga yang ramping, seperti nyamuk dengan koksa-koksa yang memanjang dan tungkai-tungkai yang panjang, biasanya terdapat di tempat-tempat yang lembab dimana banyak tumbuhan busuk dan berjamur. Kebanyakan serangga ini seukuran nyamuk, dan beberapa panjangnya 13 mm atau lebih (Borror dkk., 1992).


(12)

Ciri-ciri dari familiy muscidae ordo diptera hanya memiliki satu pasang sayap depan. Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya, tetapi umumnya memiliki tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk pengisap. dengan metamorfosenya sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo diptera : family shyrphidae atau disebut juga dengan lalat bunga. Serangga ini dikenali dengan oleh rangka sayap semu dalam sayap antara radius dan media. Banyak yang berwarna cemerlang dan menyerupai berbagai macam lebah (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo diptera : family tephtritidae adalah lalat-lalat yang berukuran kecil sampai sedang yang biasanya mempunyai sayap-sayap yang bertotol-totol atau berpita, totol-totol seringkali membentuk pola yang menarik dan rumit. Mereka dapat dikenali oleh struktur dari subkosta, yang bagian ujungnya membengkok ke depan pada hampir satu sudut yang tepat dan kemudian melenyap keluar. Pada kebanyakan jenis sel anal memilki juluran distal yang lancip di bagian posterior (Borror dkk., 1992).

Ordo diptera : family bombyliidae merupakan lalat-lalat yang berambut lebat, bertubuh gendut, berukuran sedang sampai besar. Beberapa adalah ramping dan tidak begitu berambut dan beberapa sangat kecil.. banyak yang mempunyai probosis yang panjang dan langsing. Sayap pada waktu beristirahat biasanya dikembangkan. Banyak yang mempunyai sayap berpita atau bertotol (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo myceptophilidae merupakan agas-agas jamur yang ramping, seperti nyamuk dengan koksa-koksa yang memanjang dan


(13)

tungkai-tungkai yang panjang. Mereka biasanya terdapat di tempat-tempat yang lembab. Kebanyakan agas-agas jamur kira-kira seukuran nyamuk dan beberapa panjangnya 13 mm atau lebih (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo diptera : family lauxaniidae adalah lalat yang kecil, secara relatif adalah kokoh, jarang panjangnya lebih dari 6 mm. Beberapa memiliki sayap yang berpola dan warnanya beragam. Mereka biasanya dibedakan

dari muscoid-muscoid acalyptrat oleh subkosta yang sempurna (Borror dkk., 1992).

Ordo hymenoptera : famili formicidae sesuai dengan identifikasi yang dilakukan serangga ini mempunyai ciri-ciri yaitu : tubuh berwarna hitam, pronotum agak segiempat, 3 pasang tungkai, memiliki mata majemuk. Serangga ini merupakan predator pada serangga-serangga lainnya serta merupakan hama pada tanaman, beberapa memakan jamur dan banyak makan cairan tumbuh-tumbuhan (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo diptera : family pompilidae adalah tabuh-tabuhan yang ramping dengan tungkai-tungkai berduri yang panjang, pronotum yang agak segi empat pada pandangan lateral, dan satu lekukan transversal yang menicri melewati mesopleuron. Serang dari kelompok ini panjangnya 15-25 mm. Kebanyakan tubuh berwarna gelap dengan sayap-sayap yang berawan dan kekuning-kuningan (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo hymenoptera : family halictidae adalah lebah-lebah yang berukuran kecil sampai sedang, seringkali berwarna metalik, dan biasanya dapat dikenali oleh ruas bebas pertama yang sangat melengkung dari rangka sayap medial. Kebanyakan dari mereka bersarang dalam liang-liang tanah, di permukaan


(14)

tanah atau di tebing-tebing. Sayap depan dengan ruas pertama dari M yang sangat melengkung (Borror dkk., (1992).

Serangga dari ordo hymenoptera : family eulophidae memiliki karakteristik ukuran yang agak kecil dengan panjang 1-3 mm. Serangga ini dapat dikenali oleh tarsi yang beruas empat, dan aksilae meluas ke depan di belakang tegulae. Banyak di antara mereka berwarna hitam hijau metalik cemerlang. Mata berwarna coklat tua. Abdomen berwarna hitam hijau metalik. Pada bagian pronotum terdapat rambut-rambut halus berwarna hitam. Antena terdiri dari 3 segmenantara pedicel dan club. Sejumlah eulophidae ini berkembang sebagai endoparasit pada telur serangga (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo hymenoptera : family braconidae adalah serangga yang menyerupai ichnemoidae karena tidak mempunyai sebuah sel kosta. Yang dewasa biasanya relatif kecil 15 mm panjangnyan. Family ini mengandung kedua ektoparasit dan endoparasit, jenis soliter dan berkelompok (Borror dkk., 1992).

Family vespidae dari ordo hymenoptera adalah tabuhan-tabuhan kertas, pembuat sarang lumpur. Berwarna kebanyakan hitam dengan kuning atau tanda-tanda keputih-putihan atau kecoklat-coklatan. Panjangnya 10-20 mm. Sungut-sungut membesar ke bagian ujung (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo hymenoptera : family tiphiidae dengan mudah dikenali oleh lembaran-lembaran seperti piring yang meluas di atas dasar koksa-koksa tengah. Mereka adalah kebanyakan hitam, berukuran sedang, dan agak berambut, dengan tungkai-tungkai berduri yang pendek. Tabuhan-tabuhan ini adalah parasitlarva kumbang scarabidae (Borror dkk., (1992).


(15)

Serangga dari ordo orthoptera : family gryllidae adalah cengkerik-cengkerik menyerupai belalang bersungut panjang yang mempunyai sungut panjang yang melancip, organ-organ pembuat suara pada sayap depan pada yang jantan, dan organ-organ pendengaran pada tibia muka, tetapi berlainan dari mereka yang mempunyai tidak lebih dari ruas tarsus, alat perteluran biasanya seperti jarum (silindis), dan sayap-sayap depan membengkok ke bawah agak tajam pada sisi-sisi tubuh (Borror dkk., 1992).

Family acrididae khususnya ordo orthoptera memiliki sayap dua pasang yaitu Sayap depan dan sayap belakang. Dimana sayap depan lebih menyempit dibandingkan sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras. Dan tipe alat mulut menggigit mengunyah. Family ini mencakup kebanyakan belalang yang umum ada di padang rumput dan sepanjang sisi jalan dari pertengahan musim panas dan gugur. Sungut biasanya lebih pendek dari organ tubuh.kebanyakan warnanya kelabu atau kecoklat-coklatan dan beberapa mempunyai warna yang cemerlang pada sayap belakang (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo orthoptera : family gryllotalpidae adalah cengkerik penggali tanah (gangsir) yang berambut kecil lebat berwarna kecoklat-coklatan dengan sungut yang pendek dan tungkai depannya sangat lebar dan berbentuk sekop. Serangga-serangga ini membuat lubang dalam tanah lembab. Serangga ini biasanya panjangnya 25-30 mm (Borror dkk., 1992).

Serangga dari family pentatomidae mudah dikenali dengan bentuk mereka yang bulat atau bulat telur dan sungutnya lima ruas. Kepik ini paling umum dan banyak menghasilkan bau yang tidak enak. Banyak kepik bau busuk berwarna


(16)

cemerlang dan mempunyai tanda-tanda yang menyolok mata. Panjangnya 3,5-6,5 mm (Borror dkk., 1992).

Serangga dari family alydidae umumnya memiliki sayap dua pasang yakni sayap depan dan belakang. Sayap depan lebih tebal dibandingkan sayap belakang, Sayap belakang sedikit lebih pendek daripada sayap depan, dengan tipe alat mulut pencucuk pengisap. Kepala serangga ini lebar dan hampir sama panjangnya dengan pronotum, dan tubuh biasanya panjang dan sempit. Berwarna coklat kekuning-kuningan atau hitam. Menyerang pada bulir padi dan berbagai rumput gulma (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo hemiptera : Family nabidae adalah kepik-kepik yang kecil. Panjangnya 3,5-11 mm yang relatif langsing dengan femora depan yang agak membesar dan selaput tipis hemelitra (bila berkembang). Kepik perawan bangsawan yang paling umum dijumpai berwarna pucat kekuning-kuningan sampai kecoklat-coklatan. Beberapa dari nabidae terdapat dalam bentuk-bentuk yang bersayap panjang dan pendek. Dan yang paling sering dijumpai adalah kepik bersayap pendek (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo hemiptera : family hydrometridae atau sering disebut kepik pengukur air ini berukuran kecil dengan panjang kira-kira 8 mm, biasanya warnanya keabu-abuan, dan sangat ramping. Kepala sangat panjang dan ramping, dengan mata-mata yang lebar menonjol ke lateral. Serangga-serangga ini biasanya tidak bersayap. Mereka sering berjalan sangat perlahan-lahan di atas permukaan tumbuh-tumbuhan atau di atas permukaan air (Borror dkk., 1992).

Serangga dari ordo lepidoptera : family papilionidae berukuran besar. Biasanya kupu-kupu berwarna gelap yang mempunyai radius pada sayap depan


(17)

lima cabang dan biasanya mempunyai satu atau lebih perpanjangan seperti ekor pada sisi belakang dari sayap belakang (Borror dkk., (1992).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangga dari famili noctuidaeserangga ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut : ulat berwarna hijau dengan adanya spirakel hitam, dan tubuh terdapat rambut-rambut, memiliki 3 pasang tungkai pada bagian toraks, 2 pasang prolegs, memiliki mata tunggal, antena dan croset. MenurutSoemawinata (1992) menyatakan, serangga dari famili ini merupakan hama karena hampir semua larva sebagai pemakan tanaman, baik daun, batang, bunga maupun pucuk. Beberapa spesies sebagai penggerek batang dan buah.

Ordo blatodea : family blattelidae adalompok adalah suatu kelompok besar dari kecuak-kecuak yang kecil, kebanyakan panjangnya 12 mm atau kurang. Berwarna coklat muda dengan garis-garis longitudinal pada pronotum. Sejumlah jenis ini terdapat di luar rumah (Boror dkk., 1992).

Ordo odonata : family ghompidae – capung berekor gada adalah kelompok yang cukup besar, dan kebanyakan terdapat di aliran-aliran sungai dan pantai danau. Capung berekor gada panjangnya 50-75 mm. Kebanyakn jenis ini memiliki warna gelap dengan tanda hijau atau kuning dan cenderung hinggap di permukaan yang datar seperti bebatuan. Banyak jenis ini mempunyai ruas-ruas abdomen ujung yang menggembung (Boror dkk., 1992).

Pada familiy cicadelidae ordo homoptera memiliki dua sayap yakni sayap depan dan belakang dimana sayap depan dan belakang sama-sama keras. dengan tipe alat mulut menusuk menghisap, familiy ini sebagian besar dapat menjadi vector virus. Warna, bentuk dan ukuran dari serangga ini beragam. Banyak yang


(18)

ditandai dengan satu pola warna yang bagus, dan serangga dari family ini panjangnya jarang melebihi 13 mm (Borror dkk., 1992).

Ordo dermaptera : family forficulidae atau disebut juga dengan cocopet berekor duri, merupakan serangga hitam yang kecoklat-coklatan. Panjangnya 15-20 mm. Serangga itu secara luas tersebar di seluruh Canada bagian selatan sampai California Utara, dan Arizona. Sungut dengan 12-16 ruas (Boror dkk., 1992).


(19)

Lampiran 5. bagan posisi yellow trap

U

S

112 m


(20)

Lampitan 6. Bagan posisipitfall trap

U

S

112 m


(21)

Lampiran 7

Tabel Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap

Ordo Family

Fase Vegetatif Fase Generatif Pengamatan (ekor)

Total Pengamatan (ekor) Total

I II I II III IV V

Coleoptera

Tenebrionidae 0 4 4 0 0 0 0 0 0

Coccinelidae 36 77 113 61 155 112 16 32 376

Cetonidae 3 0 3 0 0 0 0 0 0

Rhyncophorinae 0 0 0 0 0 3 0 0 3

Carabidae 8 18 26 30 31 26 8 6 101

Geutropidae 6 0 6 3 0 0 0 0 3

Cryptorhynchinae 0 0 0 0 0 0 3 3 6

Scolytidae 0 5 5 0 0 4 2 0 6

Homoptera Cicadellidae 278 512 790 489 411 2089 3005 1675 7669

Diptera

Agromyzidae 23 18 41 6 68 96 42 23 235

Sciaridae 0 16 16 0 0 3 0 0 3

Lucilinae 0 0 0 2 0 0 0 0 2

Muscidae 11 23 34 16 47 30 32 0 125

Syrphidae 2 0 2 0 0 0 0 0 0

Tachinidae 0 0 0 0 2 6 0 0 8

Tephritidae 15 16 31 25 110 70 43 30 278 Tipulidae 15 12 27 24 166 101 97 75 463

Myceptophilidae 0 0 0 0 0 3 0 0 3

Bombyliidae 3 15 18 21 30 33 37 15 136

Luxaniide 0 4 4 0 0 0 0 0 0

Odonata Ghompidae 0 0 0 1 2 1 0 0 4

Hymenoptera

Braconidae 0 3 3 4 0 0 0 0 4

Eulophidae 0 0 0 0 6 10 8 0 24

Formicidae 12 8 20 7 3 4 3 3 20

Halictidae 0 3 3 2 20 27 5 2 56

Ichneumonidae 0 4 4 0 4 0 0 0 4

Pompilidae 0 4 4 7 10 0 4 0 21

Tiphiidae 0 0 0 0 3 2 0 0 5

Vespidae 3 4 7 4 6 5 8 3 26

Acarida Opiliocaridae 0 6 6 6 0 0 0 0 6

Hemiptera

Pentatomidae 0 0 0 20 31 5 2 1 59

Hydrometridae 0 0 0 0 0 0 0 5 5

Nabidae 0 0 0 1 0 0 0 0 1

Alydidae 0 1 1 2 7 22 34 3 68

Dermaptera Forficulidae 4 1 5 2 3 1 0 1 7

Orthoptera

Acrididae 3 1 4 3 6 1 2 0 12

Gryllidae 4 6 10 3 3 4 7 8 25

Gryllotalpidae 4 6 10 1 3 2 0 3 9

Blatodea Blatellidae 0 0 0 1 7 4 0 1 13

Lepidoptera Noctuidae 0 0 0 8 0 24 19 0 51

Papilionidae 0 0 0 0 0 1 6 0 7


(22)

Lampiran 8

Fase Vegetatif

Ordo Family Pengamatan KM KR (%) FM FR (%) Pi ln Pi H` I II

Coleoptera

Tenebrionidae 0 4 4 0,33 1 2,44 0,003 -5,70 0,02 Coccinelidae 36 77 113 9,44 2 4,88 0,094 -2,36 0,22 Cetonidae 3 0 3 0,25 1 2,44 0,003 -5,99 0,02 Rhyncophorinae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Carabidae 8 18 26 2,17 2 4,88 0,022 -3,83 0,08 Geutropidae 6 0 6 0,50 1 2,44 0,005 -5,30 0,03 Cryptorhynchinae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Scolytidae 0 5 5 0,42 1 2,44 0,004 -5,48 0,02 Homoptera Cicadellidae 278 512 790 66,00 2 4,88 0,660 -0,42 0,27

Diptera

Agromyzidae 23 18 41 3,43 2 4,88 0,034 -3,37 0,12 Sciaridae 0 16 16 1,34 1 2,44 0,013 -4,31 0,06 Lucilinae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Muscidae 11 23 34 2,84 2 4,88 0,028 -3,56 0,10 Syrphidae 2 0 2 0,17 1 2,44 0,002 -6,39 0,01 Tachinidae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Tephritidae 15 16 31 2,59 2 4,88 0,026 -3,65 0,09 Tipulidae 15 12 27 2,26 2 4,88 0,023 -3,79 0,09 Myceptophilidae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Bombyllidae 3 15 18 1,50 2 4,88 0,015 -4,20 0,06 Luxaniide 0 4 4 0,33 1 2,44 0,003 -5,70 0,02

Hymenoptera

Braconidae 0 3 3 0,25 1 2,44 0,003 -5,99 0,02 Eulophidae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Formicidae 12 8 20 1,67 2 4,88 0,017 -4,09 0,07 Halictidae 0 3 3 0,25 1 2,44 0,003 -5,99 0,02 Ichneumonidae 0 4 4 0,33 1 2,44 0,003 -5,70 0,02 Pompilidae 0 4 4 0,33 1 2,44 0,003 -5,70 0,02 Tiphiidae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Vespidae 3 4 7 0,58 2 4,88 0,006 -5,14 0,03

Hemiptera

Pentatomidae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Hydrometridae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Nabidae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Alydidae 0 1 1 0,08 1 2,44 0,001 -7,09 0,01 Orthoptera

Acrididae 3 1 4 0,33 2 4,88 0,003 -5,70 0,02 Gryllidae 4 6 10 0,84 2 4,88 0,008 -4,78 0,04 Gryllotalpidae 4 6 10 0,84 2 4,88 0,008 -4,78 0,04 Odonata Ghompidae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Lepidoptera Noctuidae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Papilionidae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Acarida Opiliocaridae 0 6 6 0,50 1 2,44 0,005 -5,30 0,03 Dermaptera Forficulidae 4 1 5 0,42 2 4,88 0,004 -5,48 0,02 Blatodea Blatellidae 0 0 0 0,00 0 0,00 0,000 0,00 0,00 Total 430 767 1197 100 41 100 1 -129,8 1,53


(23)

Lampiran 9

Fase Generatif

Ordo Family Pengamatan (ekor) KM KR (%) FM FR (%) Pi ln Pi H` I II III IV V

Coleoptera

Tenebrionidae 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Coccinelidae 61 155 112 16 32 376 3,82 5 4,27 0,04 -3,15 0,13

Cetonidae 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Rhyncophorinae 0 0 3 0 0 3 0,03 1 0,85 0,01 -4,76 0,04 Carabidae 30 31 26 8 6 101 1,03 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Geutropidae 3 0 0 0 0 3 0,03 1 0,85 0,43 -0,85 0,36 Cryptorhynchinae 0 0 0 3 3 6 0,06 2 1,71 0,02 -4,07 0,07 Scolytidae 0 0 4 2 0 6 0,06 2 1,71 0,02 -4,07 0,07

Diptera

Agromyzidae 6 68 96 42 23 235 2,39 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Sciaridae 0 0 3 0 0 3 0,03 1 0,85 0,01 -4,76 0,04 Lucilinae 2 0 0 0 0 2 0,02 1 0,85 0,01 -4,76 0,04 Muscidae 16 47 30 32 0 125 1,27 4 3,42 0,03 -3,38 0,12

Syrphidae 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tachinidae 0 2 6 0 0 8 0,08 2 1,71 0,02 -4,07 0,07 Tephritidae 25 110 70 43 30 278 2,82 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Tipulidae 24 166 101 97 75 463 4,70 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Myceptophilidae 0 0 3 0 0 3 0,03 1 0,85 0,01 -4,76 0,04 Bombyliidae 21 30 33 37 15 136 1,38 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Luxaniide 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0,00 0,00 0,00 0,00

Hymenoptera

Braconidae 4 0 0 0 0 4 0,04 1 0,85 0,01 -4,76 0,04 Eulophidae 0 6 10 8 0 24 0,24 3 2,56 0,03 -3,66 0,09 Formicidae 7 3 4 3 3 20 0,20 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Halictidae 2 20 27 5 2 56 0,57 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Ichneumonidae 0 4 0 0 0 4 0,04 1 0,85 0,01 -4,76 0,04 Pompilidae 7 10 0 4 0 21 0,21 3 2,56 0,03 -3,66 0,09 Tiphiidae 0 3 2 0 0 5 0,05 2 1,71 0,02 -4,07 0,07 Vespidae 4 6 5 8 3 26 0,26 5 4,27 0,04 -3,15 0,13

Hemiptera

Pentatomidae 20 31 5 2 1 59 0,60 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Hydrometridae 0 0 0 0 5 5 0,05 1 0,85 0,01 -4,76 0,04 Nabidae 1 0 0 0 0 1 0,01 1 0,85 0,01 -4,76 0,04 Alydidae 2 7 22 34 3 68 0,69 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Homoptera Cicadellidae 489 411 2089 3005 1675 7669 77,91 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Orthoptera

Acrididae 3 6 1 2 0 12 0,12 4 3,42 0,03 -3,38 0,12 Gryllidae 3 3 4 7 8 25 0,25 5 4,27 0,04 -3,15 0,13 Gryllotalpidae 1 3 2 0 3 9 0,09 4 3,42 0,03 -3,38 0,12 Odonata Ghompidae 1 2 1 0 0 4 0,04 3 2,56 0,03 -3,66 0,09 Lepidoptera Noctuidae 8 0 24 19 0 51 0,52 3 2,56 0,03 -3,66 0,09 Papilionidae 0 0 1 6 0 7 0,07 2 1,71 0,02 -4,07 0,07 Acarida Opiliocaridae 6 0 0 0 0 6 0,06 1 0,85 0,01 -4,76 0,04 Dermaptera Forficulidae 2 3 1 0 1 7 0,07 4 3,42 0,03 -3,38 0,12 Blatodea Blatellidae 1 7 4 0 1 13 0,13 4 3,42 0,03 -3,38 0,12 Total 749 1134 2689 3383 1889 9844 100 117 100 1,42 -136,57 3,78


(24)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2005. Kedelai, Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar.Penebarswadaya. Jakarta

Ampnir, M.L. 2001. Inventarisasi Jenis-jenis Hama Utama dan Ketahanan Biologi pada Beberapa VarietasKedelai (Glycine maxL.Merril) di Kebun Percobaan Manggoapi Manokwari

Andrianto, T.T danIndarto. 2004. Analisis Usaha Tani :Kedelai, KacangHijau, KacangPanjang. CetakanPertama. Penerbit Absolut, Yogyakarta. Hal. 9-22 Aryoudi, A. 2015. Interaksi Tropik Jenis Serangga di Atas Permukaan Tanah

(Yellow Trap) dan pada Permukaan Tanah(Pitfall Trap)pada Tanaman Terung Belanda(SolanumbetaceumCav.) diLapangan. Skripsi.Universitas Sumatera Utara. Medan.

Asikin S. 2004. Alternatif pengendalian hama serangga sayuran ramah lingkungan dilahan lebak. Laporan tahunan Balittra 2004.Balittra.Banjarbaru.

Atman. 2006. Budidya Kedelai Dilahan Sawah Sumatera Barat. Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Jurnal IlmiahTambuaVol,V, No 3 September-Desember 2006.

Baharsjah, J. S., D. Suardidan I. Las. 1985 dalamSomaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, O. ManurungdanYuswadi. 1985. Kedelai: InstitutPertanian Bogor. PusatPenelitiandanPengembanganTanamanPangan, Bogor. Hal 87-102

Borror, D.J., C.A. Triplehorndan N. F. Johnson. 1992. Pengenalan PelajaranSerangga. Edisi keenam.Soetiono Porto Soejono.Gajah mada University Press.Yogyakarta.

Cahyono, B. 2007.Kedelai, Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani.C.V. Aneka Ilmu. Semarang.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2015. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Kedelai. Jakarta.

Hanum C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Harsono A. 2008. Strategi Pencapaian Swasembada Kedelai Melalui Perluasan Areal Tanam Di Lahan Kering Masam. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan Dan Umbi-Umbian, Malang


(25)

Irwan, A. W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merill). FP Universitas Padjajaran. Jatinangor.

Jumar. 2000. Entomologi Serangga. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pest of Crop Indonesia.PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.

Krebs, 1978.Ecology.The Experimental Analysis of Distribution and Abudance.Third Edition.Harper and Row Publisher, New York.

Nasruddin, A., ahdin, G., Melina.2013. Ketahanan Beberapa Varietas Kedelai Terhadap Empoasca terminalis (Homoptera : Cicadellidae). Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Michael, P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium.Terjemahan Yanti R. Koester. UI-Press, Jakarta.

Muhadir, A., Dewi, V, S., Daha, L. 2015. Spesies Kumbang pada Pertanaman Alpukat di Kabupaten Banteng. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunders, Philadelphia.

Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama TerpadudanImplementasinya di Indonesia.UGM-Press, Yogyakarta.

Pangaribuan, S. 2003. Biologi dan Uji Kemampuan memangsa predator

Menochillus sexmaculata F (Coleoptera: Coccinellidae) Terhadap Kutu Daun

Macrosiphoniella sp (Homoptera : Aphididae) pada Tanaman Krisan

(Chrysanthemum sp)

Putra, N.S. 1994. Serangga Di Sekitar Kita. Kanisius, Yogyakarta.

Pimentel, B. 1986.Species Diversity and Insect Population Outbreks.Annent Soc. London.

Purba, G. L. 2014. Interaksi Trofik Jenis Serangga di atas Permukaan Tanah dan

Permukaan Tanah Pada Beberapa Pertanaman Varietas Jagung (Zea mays Linn). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Putra, N.S. 1994. Serangga Di Sekitar Kita. Kanisius. Yogyakarta

Prayogo, Y. 2011. Pengendalian Dini Hama Kepik Coklat pada Kedelai dengan Pemanfaatan Cendawan Entomopatogen Lecanicillum lecanii. Iptek Tanaman Pangan. Vol.6 No. 1. Malang.

Rauf A. 2005. Hama Pendatang: Liriomyzasativae B. (Diptera: Agromyzidae) :Biologi, TumbuhanInang, danParasitoidnya. Bogor: FakultasPertanian, InstitutPertanian Bogor.


(26)

Rubatzky VE dan Yamaguchi M. 1998.Sayuran Dunia: Prinsip, Produki, dan Gizi. Penerbit ITB, Bandung.

Rosalyn,I.2007.Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (ElaeisguineensisJacq.) di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nuantara III.Skripsi.Universitas Sumatera Utara. Medan.

Saenong,S.M.2007.Kiat Mengamankan Hasil Produksi Kedelai dari Investasi Organisme Pengganggu Tanaman. Peneliti Hama dan Penyakit pada Balitsereal MarosSul-Sel.

Saragih, A. 2008.Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) di Lapangan.Skripsi.Universitas Sumatera Utara. Medan. Sianipar, M. S. 2006. KeanekaragamandanKelimpahanPopoulasiSerangga Hama

danSeranggaMusuhAlamipadaBudidayaJamurTiram(Pleurotusostreatus(Jac q.Ex Fr.)Kummer).UniversitasPadjajaranFakultasPertanian. Jatinagor.

Sugeno, R. 2008. BudidayaKedelai. http:// warintekristek.go. Id/ Pertanian /kedelai. Pdf.2008

Suin, N. M. 1997.EkologiHewan Tanah. BumiAksara. Jakarta. Suprapto. 2001. BertanamKedelai. PenebarSwadaya, Jakarta.

Soemawinata, A.T. 1992. Diktat EntomologiTumbuhan. Life Inter University Center.Bogor Agriculture University.

Tengkano, W., S. Hardaningsih, Sumartini, Y. Prayogo, Bedjo, dan Purwantoro. 2006. Evaluasi status hama penyakit kedelai dan musuh alami sebagaiagens hayati untuk pengendalian OPT pada kedelai. Laporan HasilPenelitian 2006, Balikabi, Malang

Tambunan, G. R. 2013. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (ElaeisguineensisJacq.) di Kebun Helvetia PT. Perkebunan Nusantara II.J. Agrotekno.1(4):1081-1091.

Widati F dan IM Hidayat.2012. KedelaiSayur (Glycine max L. Merill) sebagaiTanamanPekarangan.BalaiPenelitianTanamanSayuran, Bandung.


(27)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di pertanaman kedelaidesa Tanjung Selamat kabupaten Deli Serdang. Dengan luas lahan 6720m² dan ketinggian tempat ± 40

meter di atas permukaan laut, dan identifikasiserangga dilakukan di laboratorium Hama, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.Penelitian ini berlangsung dari bulan September– November 2015 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kedelai varietas dering,imago serangga yang tertangkap, air bersih, detergen, plastik transparan, kertas warna kuning, lem perekat, tissue, tali plastik, kertas karton, formalin dan alkohol 70%.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples, pit fall trap, mikroskop, pinset, lup, hekter, gunting, kalkulator, kamera, dan buku kunci identifikasi serangga yaitu karangan Kalshoven (1981) & Borror dkk (1992) dan alat tulis.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

purposivesampling. Perangkap diletakkansesuai arah mata angin (utara-selatan-barat-timur).Perangkap yellow trapdan Pitfall trapdipasang sebanyak 4 titik di lahan secara persegi (segi empat). Penangkapan serangga dilakukan mulai dari masa vegetative 3 sampai masa pematangan polong. Pemasangan perangkap dilakukan pada pukul 08.00 WIB dan pengambilan serangga dilakukan pada sore hari pukul 17.00-18.00 WIB dengan interval pemantauan 3 hari sekali dalam 1


(28)

minggu.Pengamatan dilakukan sebanyak 7 kali. Serangga-serangga yang diperoleh dari setiap perangkap dikumpulkan, selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium Hama Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pelaksanaan Penelitian Survei Lokasi

Survei dilakukan pada lahan yang merupakan pertanaman kedelai di areal lahan BBI (Balai Benih Induk) Tanjung Selamat dengan ketinggian ± 40 m di atas permukaan laut dengan luas lahan sebesar6720 m2. kemudian ditentukan titik-titik pemasangan perangkap, untuk yellow trap ditentukan 4 titik dan untuk pitfall trap

ditentukan 4 titik (Purba, 2014).

Pemasangan perangkap (Trap)

a. Pemasangan Perangkap jatuh (Pitfall Trap)

Perangkap jatuh (Pit Fall Trap) digunakan untuk menangkap serangga yang hidup diatas permukaan tanah. Perangkap ini dibuat dari gelas plastik berdiameter 9 cm, kemudian kedalamgelas plastik tersebut dimasukkan air jernih yang dicampur dengan deterjen. Gelas plastik tersebut dimasukkan kedalam tanah hingga rata dengan permukaan tanah yang diletakkan selama tiga hari pada keempat sisi lahan dan di setiap cup diberi naungan agar apabilahujan datang air tidak memenuhi cup tersebut sehingga serangga yang tertangkap tidak keluar. Serangga yang jatuh kedalam cup tersebut dikumpulkan, kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.


(29)

Gambar 2. Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap) (Sumber : Foto Langsung)

b. Perangkap kuning(Yellow Sticky Trap)

Perangkap ini berukuran 30 cm x 20 cm yang diolesi lem perekat dan dipasang dengan menggunakan tonggak bambu setinggi 60cm dimana diberi lubang dandigantungkan pada tonggak dengan cara menempatkannya pada ketinggian sesuai dengan ketinggian kanopi tanaman. Setiap plot dipasang 4 buah perangkap sesuai arah mata angin (utara-selatan-barat-timur). Perangkap dibiarkan selama 3hari. Serangga yang diperoleh pada perangkap ini dikumpulkan, diidentifikasi, dan dihitung.

Gambar 3. Perangkap Kuning (Yellow Trap) (Sumber : Foto Langsung)


(30)

Identifikasi Serangga

Serangga yang tertangkap dari lapangan ada yang dapat diindentifikasi secara langsung dan ada yang belum dapat diidentifikasi secara langsung. Serangga yang belum diidentifikasi, dilakukan identifikasi di Laboratorium Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Identifikasi dilakukan sampai pada tingkat family.

Peubah Amatan

1. Jumlah dan jenis serangga tertangkap

Serangga yang tertangkap dikumpulkan, diidentifikasi dan dihitung sesuai dengan kelompok family masing-masing setiap serangga pada setiap pengamatan. 2. Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak, Frekuensi

Relatif pada setiap pengamatan.

Dengan diketahuinya jumlah populasi serangga tertangkap yang telah diidentifikasi maka dapat dihitung nilai kerapatan mutlak, kerapatan relative, frekuensi mutlak, frekuensi relative pada setiap pengamatan.

3. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga

Setelah jumlah serangga yang tertangkap pada setiap pengamatan diketahui, maka dihitung nilai indeks keanekaragaman pada masing-masing pengamatan dengan menggunakan rumus indeks Shanon-Weiner (H).

Parameter Pengamatan

a. Kerapatan Mutlak (KM) Suatu Jenis Serangga

Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak (Purba, 2014).


(31)

b. Kerapatan Relatif (KR) Suatu Jenis Serangga

Kerapatan relatif dihitung dengan rumus menurut(Suin, 2002dalam

Saragih, 2008) sebagai berikut: KR = KM x 100% ∑ KM

KR = Jumlah individu suatu jenis dalam setiap penangkapan x 100% Nilai KM Total dari setiap individu dari setiap penangkapan

c. Frekuensi Mutlak (FM) Suatu jenis Serangga

Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah kesering hadiran suatu serangga tertentu yang ditemukan pada habitat tiap pengamatan yang dinyatakan secara mutlak (Purba, 2014).

d. Frekuensi Relatif (FR) Suatu Jenis Serangga

Frekuensi relatif menunjukan kesering hadiran suatu serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut dan dihitung dengan rumus menurut (Suin, 2002dalam Saragih, 2008) sebagai berikut:

FR = FM x 100% FM

FR = Nilai FM suatu jenis individu pada setiap penangkapan x 100% Nilai FM total semua jenis seerangga setiap penangkapan

d. Indeks Keanekaragaman Suatu Jenis Serangga

Indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area (Tambunan, 2013). Untuk membandingkan tinggi rendahnya keanekaragaman jenis serangga yaitu keanekaragaman jenis serangga hama dan musuh alami digunakan indeks Shanon-Weiner (H) dengan rumus:


(32)

H´ = – ∑ pi ln pi

pi =

dimana : H´ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Weiner

pi = Proporsi jumlah individu ke-1 dengan jumlah total individu ni = Spesies ke-i

N = Jumlah total individu (Price, 1997 dalam Sianipar, 2006).

Dengan kriteria indeks keanekaragaman menurut Krebs (1978) sebagai berikut:

H > 3 = Tinggi H < H < 3 = Sedang

H < 1 = Rendah (Rosalyn, 2007). i=1

s

ni N


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap

Pengamatan terhadap jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada pertanaman kedelai pada fase vegetatif dan generatif dapat dilihat Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah dan Jenis Serangga yang tertangkap pada fase vegetatif dan generatif

Ordo Family

Fase Vegetatif Fase Generatif

Pengamatan (ekor)

Total Pengamatan (ekor) Total

I II I II III IV V

Coleoptera

Tenebrionidae 0 4 4 0 0 0 0 0 0

Coccinelidae 36 77 113 61 155 112 16 32 376

Cetonidae 3 0 3 0 0 0 0 0 0

Rhyncophorinae 0 0 0 0 0 3 0 0 3

Carabidae 8 18 26 30 31 26 8 6 101

Geotrupidae 6 0 6 3 0 0 0 0 3

Cryptorhynchinae 0 0 0 0 0 0 3 3 6

Scolytidae 0 5 5 0 0 4 2 0 6

Homoptera Cicadellidae 278 512 790 489 411 2089 3005 1675 7669

Diptera

Agromyzidae 23 18 41 6 68 96 42 23 235

Sciaridae 0 16 16 0 0 3 0 0 3

Lucilinae 0 0 0 2 0 0 0 0 2

Muscidae 11 23 34 16 47 30 32 0 125

Syrphidae 2 0 2 0 0 0 0 0 0

Tachinidae 0 0 0 0 2 6 0 0 8

Tephritidae 15 16 31 25 110 70 43 30 278

Tipulidae 15 12 27 24 166 101 97 75 463

Myceptophilidae 0 0 0 0 0 3 0 0 3

Bombyliidae 3 15 18 21 30 33 37 15 136

Lauxaniidae 0 4 4 0 0 0 0 0 0

Odonata Ghompidae 0 0 0 1 2 1 0 0 4

Hymenoptera

Braconidae 0 3 3 4 0 0 0 0 4

Eulophidae 0 0 0 0 6 10 8 0 24

Formicidae 12 8 20 7 3 4 3 3 20

Halictidae 0 3 3 2 20 27 5 2 56

Ichneumonidae 0 4 4 0 4 0 0 0 4

Pompilidae 0 4 4 7 10 0 4 0 21

Tiphiidae 0 0 0 0 3 2 0 0 5

Vespidae 3 4 7 4 6 5 8 3 26

Acarida Opiliocaridae 0 6 6 6 0 0 0 0 6

Hemiptera

Pentatomidae 0 0 0 20 31 5 2 1 59

Hydrometridae 0 0 0 0 0 0 0 5 5

Nabidae 0 0 0 1 0 0 0 0 1

Alydidae 0 1 1 2 7 22 34 3 68

Dermaptera Forficulidae 4 1 5 2 3 1 0 1 7

Orthoptera

Acrididae 3 1 4 3 6 1 2 0 12

Gryllidae 4 6 10 3 3 4 7 8 25

Gryllotalpidae 4 6 10 1 3 2 0 3 9

Blatodea Blatellidae 0 0 0 1 7 4 0 1 13

Lepidoptera Noctuidae 0 0 0 8 0 24 19 0 51

Papilionidae 0 0 0 0 0 1 6 0 7


(34)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangga yang tertangkap pada fase vegetagtif tanaman kedelai sebanyak 11 ordo yang terdiri atas 27 family dengan jumlah populasi sebesar 1197 ekor, sedangkan padafase generatif serangga yang tertangkap terdiri dari Ordo 11 dan 37 family dengan jumlah populasi serangga lebih besar yaitu9984 ekor.

Pada fase vegetatif dan generatif serangga dengan jumlah paling banyak berasal dari famili cicadellidae ordo homoptera, hal ini didukung oleh pernyataan Nasruddin (2013) yang menyatakan bahwa Empoasca terminalis Distant (Homoptera:Cicadellidae) adalah salah satu hama penting baru pada tanaman kedelai di Sulawesi Selatan.

Serangga yang memiliki jumlah paling sedikit pada fase vegetatif berasal dari family alydidae ordo hemiptera. Hal ini disebabkan tanaman kedelai masih pada fase vegetatif belum menghasilkan polong yang menjadi makanan bagi serangga. Hal ini didukung oleh pernyataan Prayogo (2011) yang menyatakan kepik coklat (Riptortus linearis)F. (Hemiptera: Alydidae) merupakansalah satu jenis hama pengisap polong kedelai yang sangat penting di Indonesia.

Sedangkan pada fase generatif serangga yang memiliki jumlah terendah berasal dari family nabidae ordo hemiptera. Hal ini disebabkan serangga tersebut merupakan predator yang keberadaannya lebih sedikit dibandingkan jumlah serangga ordo hemiptera lainnya yang pada umunya merupakan hama penghisap polong pada fase generatif di kedelai. Hal ini didukung oleh pernyataan Tengkano et al.(2006) yang menyatakan kepik coklat(Riptortus linearis)F. (Hemiptera: Alydidae) dibeberapa sentra produksi kedelai di Indonesia


(35)

menunjukkanbahwa daerah sebaran kepik coklat sangat luas dan populasinya lebih tinggidibandingkan dengan hama pengisap polong kedelai yang lain.

Dapat dilihat dari tabel 1 jumlah serangga paling banyak pada fase vegetatif dan generatif adalah jenis serangga yang sama yakni family cicadellidae dari ordo homoptera. Serangga tersebut merusak bagian daun dengan menghisap cairan dari permukaan bawah daun sehingga gejala serangan yang tampak daun berubah warna menjadi merah atau coklat, seringkali daun mengering dan mati atau daun menggulung/mengeriting di bagian ujung daun.

Jumlah serangga yang tertangkap di setiap penangkapan pada fase vegetatif berbeda-beda. Hal ini dikarenakan fase kedelai yang merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan kedelai mempengaruhi kehadiran serangga sebagai sumber makanan. Pada fase vegetatif jumlah serangga yang tertangkap pada penangkapan pertamalebih sedikit dibandingkan penangkapan kedua. Hal ini dikarenakan pada penangkapan kedua, kedelai berada pada fase vegetatif 4 (V4),dimana daun berangkai tiga pada buku keempat telah berkembang penuh, dan daun pada buku kelima sudah terbuka.

Jumlahserangga yang tertangkap pada fase generatif disetiap penangkapan juga berbeda-beda. Pada penangkapan serangga pertama sampai keempat jumlah serangga terus bertambah. Hal ini dikarenakan kedelai berada pada masa reproduksi, masa dimana kedelai mulai berbunga, berbunga penuh, pembentukan polong, hingga polong berisi penuh. Namun pada penangkapan kelima jumlah serangga yang tertangkap menurun, hal ini diakibatkan pada penangkapan kelima kedelai berada pada masa pematangan polong. Dimana polong yang sudah terisi penuh sudah mengeras dan berwarna kuning coklat matang.


(36)

Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif Pada Lahan

Nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, frekuensi relatif pada masing-masing family serangga yang terdapat pada fase vegetatif dan generatif dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai KM, KR, FM, FR pada fase vegetatif dan generatif Ordo Family

Fase Vegetatif Fase Generatif

KM KR (%) FM FR (%) KM KR (%) FM FR (%)

Coleoptera

Tenebrionidae 4 0,33 1 2,44 0 0 0 0 Coccinelidae 113 9,44 2 4,88 376 3,82 5 4,27

Cetonidae 3 0,25 1 2,44 0 0 0 0 Rhyncophorinae 0 0,00 0 0,00 3 0,03 1 0,85

Carabidae 26 2,17 2 4,88 101 1,03 5 4,27 Geotrupidae 6 0,50 1 2,44 3 0,03 1 0,85 Cryptorhynchinae 0 0,00 0 0,00 6 0,06 2 1,71 Scolytidae 5 0,42 1 2,44 6 0,06 2 1,71 Homoptera Cicadellidae 790 66,00 2 4,88 7669 77,91 5 4,27

Diptera

Agromyzidae 41 3,43 2 4,88 235 2,39 5 4,27 Sciaridae 16 1,34 1 2,44 3 0,03 1 0,85 Lucilae 0 0,00 0 0,00 2 0,02 1 0,85 Muscidae 34 2,84 2 4,88 125 1,27 4 3,42 Syrphidae 2 0,17 1 2,44 0 0 0 0 Tachinidae 0 0 0 0,00 8 0,08 2 1,71 Tephritidae 31 2,59 2 4,88 278 2,82 5 4,27 Tipulidae 27 2,26 2 4,88 463 4,70 5 4,27 Myceptophilidae 0 0,00 0 0,00 3 0,03 1 0,85 Bombyliidae 18 1,50 2 4,88 136 1,38 5 4,27 Lauxaniidae 4 0,33 1 2,44 0 0,00 0 0,00 Odonata Ghompidae 0 0,00 0 0,00 4 0,04 3 2,56

Hymenoptera

Braconidae 3 0,25 1 2,44 4 0,04 1 0,85 Eulophidae 0 0,00 0 0,00 24 0,24 3 2,56 Formicidae 20 1,67 2 4,88 20 0,20 5 4,27 Halictidae 3 0,25 1 2,44 56 0,57 5 4,27 Ichneumonidae 4 0,33 1 2,44 4 0,04 1 0,85 Pompilidae 4 0,33 1 2,44 21 0,21 3 2,56 Tiphiidae 0 0,00 0 0,00 5 0,05 2 1,71 Vespidae 7 0,58 2 4,88 26 0,26 5 4,27 Acarida Opiliocaridae 6 0,50 1 2,44 6 0,06 1 0,85 Hemiptera

Pentatomidae 0 0,00 0 0,00 59 0,60 5 4,27 Hydrometridae 0 0,00 0 0,00 5 0,05 1 0,85 Nabidae 0 0,00 0 0,00 1 0,01 1 0,85 Alydidae 1 0,08 1 2,44 68 0,69 5 4,27 Dermaptera Forficulidae 5 0,42 2 4,88 7 0,07 4 3,42

Orthoptera

Acrididae 4 0,33 2 4,88 12 0,12 4 3,42 Gryllidae 10 0,84 2 4,88 25 0,25 5 4,27 Gryllotalpidae 10 0,84 2 4,88 9 0,09 4 3,42 Blatodea Blatellidae 0 0,00 0 0,00 13 0,13 4 3,42 Lepidoptera Noctuidae 0 0,00 0 0,00 51 0,52 3 2,56 Papilionidae 0 0,00 0 0,00 7 0,07 2 1,71


(37)

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi pada fase vegetatif terdapat pada family cicadellidae dengan nilai KM = 790 dan KR = 66% sedangkan yang terendah pada family alydidae dengan nilai KM = 1 dan KR = 0,08%. Hal ini disebabkan karena family cicadellidae adalah family paling banyak tertangkap dan family yang sedikit tertangkap adalah family alydidae. Hal ini sesuai dengan Purba (2014) yang menyatakan bahwa kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak.

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif tertinggi pada fase vegetatif terdapat pada family coccinelidae, vespidae, formicidae, carabidae, cicadellidae, muscidae, agromyzidae, tipulidae, bombyliidae, tephritidae, forficulidae, acrididae, gryllidae, gryllotalpidae dengan nilai FM = 2 danFR = 4,88%. Nilai tersebut karena serangga tersebut sering hadir dalam lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas di daerah lahan pertanaman kedelai. Hal ini sesuai dengan Purba (2014) yang menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif terendah pada fase vegetatif terdapat pada family tenebrionidae, cetonidae, geutropidae, scolytidae, pompilidae, sciaridae, ichneumonidae, syrphidae, alydidae, lauxaniidae, braconidae, halictidae, opiliocaridae dengan nilai FM = 1 dan FR = 2,44 %. Nilai yang rendah disebabkan karena serangga tersebut jarang hadir pada lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut tidak luas pada lahan pengamatan. Hal ini sesuai dengan Purba (2014) yang menyatakan


(38)

bahwa frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

Pada pengamatan fase generatif diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi terdapat pada family cicadellidae dengan nilai KM = 7669 dan KR = 77,91 % sedangkan nilai yang terendah adalah family nabidaedengan nilai KM = 1 dan KR = 0,85 %. Hal disebabkan karena family cicadellidae adalah family yang paling banyak tertangkap dan yang paling sedikit tertangkap adalah family nabidae. Hal ini sesuai dengan Purba (2014) yang menyatakan bahwa kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak.

Pada fase generatif diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif tertinggi terdapat pada family coccinelidae, carabidae, cicadellidae, agromyzidae, tephritidae, tipulidae, bombyliidae, formicidae, halictidae, vespidae, pentatomidae, alydidae, gryllidae dengan nilaiFM = 5 dan FR = 4,27 %. Nilai tersebut karena serangga tersebut sering hadir dalam lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas di daerah lahan pertanaman kedelai. Hal ini sesuai dengan Purba (2014) yang menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif terendah pada fase generatif terdapat pada family rhyncophorinae, geutropidae, sciaridae, lucilinae, myceptophilidae, ichneumonidae, opiliocaridae, hydrometridae, nabidae, dengan nilaiFM = 1 dan FR = 0,85 %. Nilai yang rendah disebabkan karena serangga tersebut jarang hadir


(39)

pada lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut tidak luas pada lahan pengamatan. Hal ini sesuai dengan Purba (2014) yang menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

Klasifikasi Status Fungsi Serangga

Klasifikasi status fungsi serangga yang tertangkap sebagai hama, predator dan parasitoid menurut Aryoudi (2015) dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi status fungsi serangga hama, predator dan parasitoid

No. Nama Serangga Status Fungsi

Ordo Family

Coleoptera

Tenebrionidae Hama

Coccinelidae Predator

Cetonidae Hama

Rhyncophorinae Hama

Carabidae Predator

Geutropidae Hama

Cryptorhynchinae Hama

Scolytidae Hama

Homoptera Cicadellidae Hama

Diptera

Agromyzidae Hama

Sciaridae Hama

Luciliae Predator

Muscidae Hama

Syrphidae Predator

Tachinidae Parasitoid

Tephritidae Hama

Tipulidae Predator

Myceptophilidae Hama Bombyliidae Parasitoid

Lauxaniidae Hama

Odonata Ghompidae Predator

Hymenoptera

Braconidae Parasitoid Eulophidae Parasitoid Formicidae Predator

Halictidae Predator Ichneumonidae Parasitoid

Pompilidae Parasitoid Tiphiidae Parasitoid

Vespidae Predator

Acarida Opiliocaridae Hama

Hemiptera

Pentatomidae Hama

Hydrometridae Predator

Nabidae Predator

Alydidae Hama

Dermaptera Forficulidae Predator

Orthoptera

Acrididae Hama

Gryllidae Hama

Gryllotalpidae Hama

Blatodea Blatellidae Hama

Lepidoptera Noctuidae Hama


(40)

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa status serangga yang terdapat pada pertanaman kedelai yang paling dominan adalah sebagai hama dimana terdiri dari 10 ordo dan 21 family, kemudian diikuti serangga sebagai predator yang terdiri dari 6 ordo dan 13 family. Status serangga sebagai parasitoid berasal dari ordo diptera dan hymenoptera yang terdiri dari 6 family.

Penjelasan pada tabel 3, tampak bahwa terdapat adanya keseimbangan ekosistem diantara serangga – serangga pada areal tersebut. Hal ini terlihat bukan hanya dengan hadirnya serangga sebagai hama, melainkan terdapatnya juga parasitoid, dan predator. Hal ini sesuai dengan literatur Putra (1994) setiap serangga mempunyai sebaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan kepadatan populasi.

Dari dua cara penangkapan yang dilakukan, jenis serangga yang paling banyak tertangkap pada perangkap kuning (yellow trap) dan paling sedikit pada perangkap jatuh (pit fall trap). Hal ini dikarenakan serangga pada umumnya lebih tertarik pada gelombang cahaya warna kuning yang dipantulkan dari perangkap kuning sehingga mendekati perangkap kuning yang telah diberi perekat dan akhirnya melekat di perangkap.

Penggunaan perangkap jatuh (Pitfall trap) juga banyak menangkap serangga, namun hanya dalam kelimpahan jenis serangga tertentu saja, seperti ordo Orthoptera (Gryllidae) yang aktif dipermukaan tanah. Ordo Orthoptera (Gryllidae) inilah yang paling banyak populasinya yang tertangkap karena pada setiap perangkap yang digunakan, hampir selalu ada (tertangkap) jenis serangga tersebut.


(41)

Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga

Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga pada fase vegetatif dan generatif dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Nilai indeks fase vegetatif dan generatif Ordo Family

Fase Vegetatif Fase Generatif Pi ln Pi H` Pi ln Pi H`

Coleoptera

Tenebrionidae 0,003 -5,70 0,02 0 0 0 Coccinelidae 0,094 -2,36 0,22 0,04 -3,15 0,13

Cetonidae 0,003 -5,99 0,02 0 0 0 Rhyncophorinae 0,000 0,00 0,00 0,01 -4,76 0,04

Carabidae 0,022 -3,83 0,08 0,04 -3,15 0,13 Geotrupidae 0,005 -5,30 0,03 0,43 -0,85 0,36 Cryptorhynchinae 0,000 0,00 0,00 0,02 -4,07 0,07 Scolytidae 0,004 -5,48 0,02 0,02 -4,07 0,07 Homoptera Cicadellidae 0,660 -0,42 0,27 0,04 -3,15 0,13

Diptera

Agromyzidae 0,034 -3,37 0,12 0,04 -3,15 0,13 Sciaridae 0,013 -4,31 0,06 0,01 -4,76 0,04 Luciliae 0,000 0,00 0,00 0,01 -4,76 0,04 Muscidae 0,028 -3,56 0,10 0,03 -3,38 0,12 Syrphidae 0,002 -6,39 0,01 0 0 0 Tachinidae 0,000 0,00 0,00 0,02 -4,07 0,07 Tephritidae 0,026 -3,65 0,09 0,04 -3,15 0,13 Tipulidae 0,023 -3,79 0,09 0,04 -3,15 0,13 Myceptophilidae 0,000 0,00 0,00 0,01 -4,76 0,04 Bombyliidae 0,015 -4,20 0,06 0,04 -3,15 0,13 Luxaniide 0,003 -5,70 0,02 0,00 0,00 0,00 Odonata Ghompidae 0,000 0,00 0,00 0,03 -3,66 0,09

Hymenoptera

Braconidae 0,003 -5,99 0,02 0,01 -4,76 0,04 Eulophidae 0,000 0,00 0,00 0,03 -3,66 0,09 Formicidae 0,017 -4,09 0,07 0,04 -3,15 0,13 Halictidae 0,003 -5,99 0,02 0,04 -3,15 0,13 Ichneumonidae 0,003 -5,70 0,02 0,01 -4,76 0,04 Pompilidae 0,003 -5,70 0,02 0,03 -3,66 0,09 Tiphiidae 0,000 0,00 0,00 0,02 -4,07 0,07 Vespidae 0,006 -5,14 0,03 0,04 -3,15 0,13 Acarida Opiliocaridae 0,005 -5,30 0,03 0,01 -4,76 0,04 Hemiptera

Pentatomidae 0,000 0,00 0,00 0,04 -3,15 0,13 Hydrometridae 0,000 0,00 0,00 0,01 -4,76 0,04 Nabidae 0,000 0,00 0,00 0,01 -4,76 0,04 Alydidae 0,001 -7,09 0,01 0,04 -3,15 0,13 Dermaptera Forficulidae 0,004 -5,48 0,02 0,03 -3,38 0,12

Orthoptera

Acrididae 0,003 -5,70 0,02 0,03 -3,38 0,12 Gryllidae 0,008 -4,78 0,04 0,04 -3,15 0,13 Gryllotalpidae 0,008 -4,78 0,04 0,03 -3,38 0,12 Blatodea Blatellidae 0,000 0,00 0,00 0,03 -3,38 0,12 Lepidoptera Noctuidae 0,000 0,00 0,00 0,03 -3,66 0,09 Papilionidae 0,000 0,00 0,00 0,02 -4,07 0,07 Total 1 -129,8 1,53 1,42 -136,57 3,78


(42)

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan indeks keanekaragaman seranggafase vegetatif dan generatif. Pada fase vegetatif nilai indeks keanekaragaman sebesar 1,53 lebih kecil dari pada indeks keanekaragaman fasegeneratif dengan nilai sebesar 3,78. Hal ini disebabkan karena jenis dan jumlah yang tertangkap pada setiap fase berbeda yaitu pada fase vegetatifjumlah dan jenis serangga lebih sedikit dari pada jumlah dan jenis serangga pada fase generatif. Hal ini sesuai dengan Tambunan (2013) yang menyatakan bahwa indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area.

Nilai indeks keanekaragaman pada fase vegetatif adalah H’ = 1,53dimana nilai keragaman jenis sedang bila H’= 1-3 (Kondisi lingkungan stabil). Menurut Michael (1996) bila H’ 1-3 berarti keanekaragaman serangga yaitu mengarah hampir baik dimana keberadaan hama dan musuh alami hampir seimbang.

Pada fase generatif nilai indeks keanekaragaman serangga adalah H’ = 3,78.Sesuai dengan literatur Michael (1995), ini menyatakan bahwasanya kondisi lingkungannya memiliki keragaman jenis yang tinggi dan memiliki ekosistem yang stabil.

Penyebab perbedaan nilai indeks keanekaragaman disebabkan oleh tanaman vegetasi yang lain. Diantaranya pisang yang menjadi tanaman pagar lokasi penanaman kedelai, padi, jagung dan kacang hijau yang ditanam tidak jauh dari area pertanaman kedelai tersebut. Hal ini dapat membuat atau membentuk suatu ruang yang heterogen baik dalam skala mikro sehingga dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis serangga yang terdapat. Hal ini sesuai


(43)

dengan Krebs (1978)dalam Saragih (2008) yang menyatakan semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya.

Kondisi waktu ataupun iklim juga tidak terlepas pengaruhnya untuk melihat keanekaragaman jenis serangga yang terdapat. Curah hujan yang terjadi pada saat penanaman bahkan sampai panen tidak begitu tinggi, hanya sesekali terjadi hujan. Hal ini dapat mempengaruhi kenekaragaman jenis serangga yang terdapat tinggi dan stabil. Jikalau curah hujannya tinggi, bisa jadi menyebakan kehadiran hama semakin menurun dan tidak tertutup kemungkinan penyebaran penyakit yang semakin tinggi disebabkan kondisi lingkungan yang tergolong lembab.

Keanekaragaman jenis serangga pada fase generatif lebih tinggi dikarenakan faktor makanan yang menjadi sumber nutrisi bagi serangga semakin tersedia. Hal ini didukung oleh pernyataan Krebs (1978) dalam Saragih (2008) yang mengatakan bahwa nilai keragaman komunitas sejalan dengan berjalannya waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama berkembang lebih banyak terdapat organisme daripada komunitas muda yang belum berkembang.


(44)

KESIMPULAN

1. Jumlah serangga yang tertangkap pada pada fase generatif lebih banyak,sebanyak 9844 ekorterdiri atas 37 family,sedangkan jumlah serangga yang tertangkap pada fase vegetatif sebanyak 1197 ekor terdiri atas 27 family.Pada fase vegetatif dan generatif serangga dominan berasal dari ordo homoptera family cicadelidae

2. Nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatiftertinggi pada fase vegetatifterdapat pada family cicadellidae dengan nilai KM = 790 dan KR = 66 % sedangkan yang terendah pada family alydidae dengan nilai KM = 1 dan KR = 0, 08%. Sedangkan pada fase generatif kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggiterdapat pada family cicadellidae dengan nilai KM = 7669 dan KR = 77,91 % sedangkan nilai yang terendah adalah family nabidaedengan nilai KM = 1 dan KR = 0,85 %.

3. Nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif tertinggi pada fase vegetatif adalah FM = 2 danFR = 4,88% dan yang terendah adalah FM = 1 dan FR = 2,44 %. Sedangkan pada fase generatif nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif tertinggi adalahFM = 5 dan FR = 4,27 % dan terendah adalah FM = 1 dan FR = 0,85 %.

4. Ekosistem pertanaman kedelai fase vegetatif tergolong pada kondisi lingkungan sedang dengan nilai indeks keanekaragaman 1.53, sedangkan pada fase generatif kondisi lingkungan tergolong stabil dengan nilai indeks keanekaragaman 3.78.


(45)

Saran

Adanya penelitian lanjutan terhadap kestabilan ekosistem serangga pada pertanaman beberapa varietas kedelai yang berbeda di areal yang berdekatan.


(46)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kacang Kedelai

Adapun klasifikasi tanaman kedelai berdasarkan Adisarwonto (2005) adalah sebagi berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub-Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales

Family : Leguminosinae Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merrill

Gambar 1. Tanaman Kedelai Sumber : Foto Langsung

Struktur akar tanaman kedelai terdiri atas akar lembaga (radikula), akar tunggang (radix primaria), dan akar cabang (radix lateralis) berupa akar rambut. Akar kedelai memiliki bintil akar yang bentuknya bulat atau tidak beraturan yang merupakan koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri ini bersimbiosis dengan nitrogen bebas dari udara (Hanum, 2008).


(47)

Kedelai berbatang semak, dengan tinggi batang antara 30-100 cm. Setiap batang mampu membentuk 3-6 cabang. Bila jarak antara tanaman dalam barisan rapat, cabang menjadi berkurang atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan dapat dibedakan menjadi 3 macam yakni determinit, indeterminit, dan semi determinit (Suprapto, 2001)

Perilaku pembungaan berbeda-beda, mulai dari sangat tidak terbatas hingga sangat terbatas. Bunga berwarna putih, ungu pucat, atau ungu, dapat menyerbuk sendiri (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Polong bulat agak gepeng berwarna hijau terang hingga hijau tua, biji yang telah tua berbentuk elips dengan warna coklat muda. Kedelai sayur memiliki ukuran panjang polong sebesar 6-7 cm dengan jumlah biji sebanyak 2 hingga 4 tiap polongnya (Widati dan Hidayat, 2012).

Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil, sedang, dan besar. Bentuk biji bervariasi tergantung pada varietas tanaman yaitu, bulat, agak gepeng, dan bulat telur (Adisarwonto, 2005).

Biji kedelai memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang beragam, bergantung pada varietasnya. Bentuknya ada yang bulat lonjong, bulat dan bulat agak pipih. Warnanya ada yang putih, krem, kuning, hijau, cokelat, hitam dan sebagainya. Warna-warna tersebut adalah warna dari kulit bijinya. Ukuran biji ada yang berukuran kecil (6-10 g/100 biji), ukuran sedang (11-12 g/100 bji), dan yang berukuran besar (> 13 g/100 biji). Namun di luar negeri, misalnya Amerika dan Jepang biji yang memiliki bobot 25 g/100 biji dikategorikan berukuran besar. Sedangkan yang berukuran lebih dari 25 g/100 biji dikategorikan berukuran kecil.


(48)

Biji kedelai berkeping dua dan terbungkus oleh kulit. Biji mengandung 40 % protein, 8 % lemak dan sisanya pati, gula, vitamin, mineral, air, senyawa-senyawa lain yang berkhasiat obat(Cahyono, 2007).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman kedelai sebagaian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan (Sugeno, 2008).

Pada lingkungan yang optimal, biji kedelai berkecambah setelah 4 hari ditanam. Pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu 29-40C dan menurun bila suhu lebih rendah. Apabila air mencukupi, kedelai masih dapat tumbuh baik pada suhu yang sangat tinggi (360C) dan akan berhenti tumbuhpada suhu 90C

(Baharsjah, dkk, 1985 dalamSomaatmadja, dkk, 1985).

Melihat kondisi iklim di negara kita, maka kedelai umumnya ditanam pada musim mareng (musim kemarau), yakni setelah panen padi rendheng (padi musim hujan). Banyaknya curah hujan sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam menyediakan nitrogen. Namun, ketergantungan ini dapat diatasi, asalkan selama 30 – 40 hari suhu di dalam dan di permukaan pada musim panas sekitar 350C– 390 C, dengan kelembaban sekitar 60 – 70 %

(Andrianto dan Indarto, 2004).

Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5 – 300 m dpl (diatas permukaan laut). Sedangkan varietas


(49)

kedelaiberbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 dpl (Sugeno, 2008).

Tanah

Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5.8 – 7, namun pada tanah dengan pH 4.5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Dengan manambah kapur 2.4 ton per ha (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70 – 150cm), menyemak,berbulu halus, dengan sistem perakaran luas. Tanaman ini umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik. Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).

Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya yang datar, sehingga tidak perlu dibuat teras dan tanggul. Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman (Sugeno, 2008).


(50)

Keanekaragaman Serangga (Insect Diversity)

Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya. Untuk memperoleh keragaman jenis cukup diperlukan kemampuan mengenal atau membedakan jenis meskipun tidak dapat mengidentifikasi jenis hama (Krebs, 1978).

Pengukuran keragaman secara sederhana dapat dilakukan dengan menghitung jumlah jenis dalam habitat atau komunitas yang diteliti. Pengukuran keragaman jenis saja kurang sesuai karena jenis yang melimpah dengan jenis yang jarang dilakukan perhitungkan yang sama (Odum, 1971).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi meningkatnya kelimpahan serangga yaitu berhubungan dengan spesies tumbuhan inang yang ada dan lingkungan tempat serangga tersebut hidup. Adanya perubahan pada suatu komunitas seperti penurunan keanekaragaman suatu organisme dapat berpengaruh terhadap seluruh sistem. Kekayaan serangga herbivora tergantung pada kekayaan vegatasi yang dapat mengendalikan kelimpahan serangga herbivora. Keanekaragaman dapat menambah produktifitas, gangguan dan komposisi sebagai gangguan variabel yang dapat meningkatkan dinamika struktur dan fungsi dari komunitas (Knop et al., 1999 dalam Sianipar, 2006).

Serangga dapat berperan sebagai pemakan tumbuhan (serangga jenis ini yang terbanyak anggotanya), sebagai parasitoid (hidup secara parasit pada serangga lain), sebabagai predator (pemangsa), sebagai pemakan bangkai, sebagai penyerbuk misalnya tawon dan lebah dan sebagai penular (vector) bibit penyakit tertentu(Putra, 1994).


(51)

Serangga sering mempunyai ukuran dan penampilan yang mencolok dan juga dapat memproduksi suara dan kadang-kadang bisa menjadi hama yang merusak. Sebagian dari serangga ini tergolong fitofag, sementara yang lain hidup di sampah atau serangga lainnya. Beberapa mengkonsumsi tanaman dan makanan hewan sementara yang lain hidup di lumut dan tidak signifikan untuk pertanian. Serangga ini sangat sensitif terhadap faktor lingkungan, seperti temperatur, kelembaban, cahaya dan getaran (Kalshoven, 1981).

Dalam ekosistem alami semua makhluk hidup berada dalam keadaan seimbang dan saling mengendalikan sehingga tidak terjadi hama. Di ekosistem alamiah keragaman jenis sangat tinggi yang berarti dalam setiap kesatuan ruang terdapat flora dan fauna tanah yang beragam. Tingkat keanekaragaman pertanaman mempengaruhi timbulnya masalah hama. Sistem pertanaman yang beranekaragam berpengaruh kepada populasi spesies hama (Oka, 1995).

Besarnya nilai kerapatan mutlak (KM) menunjukkan banyaknya jumlah dan jenis serangga yang terdapat dalam habitat. Frekuensi mutlak (FM) menunjukkan jumlah individu serangga tertentu yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak. Sedangkan frekuensi relatif (FR) menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut (Suin, 1997).

Menurut Krebs (1978) ada 6 faktor yang saling berkaitan menentukan derajat naik turunnya keragaman jenis yaitu:

a. Waktu, Keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama berkembang lebih banyak terdapat organisme dari


(52)

komunitas muda yang belum berkembang waktu dapat berjalan dalam ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.

b. Heterogenitas ruang semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar dan semakin tinggi keragaman jenisnya.

c. Kompetisi terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang sama yang ketersediannya yang kurang atau walaupun ketersediaannya cukup, namun persaingannya tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut yang satu menyerang yang lain atau sebaliknya.

d. Pemasangan yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis yang bersaing yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar kemungkina hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman, apabila intensitas dari pemasangan terlalu tinggi atau rendah dapat menurunkan keragaman jenis.

e. Kestabilan iklim makin stabil suhu kelembapan,salinitas, PH dalam suatu lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan keberlansungan evolusi.

f. Produktifitas juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi.

Keenam faktor ini saling berinteraksi untuk menetapkan keanekaragaman jenis dalam komunitas yang berbeda. Keanekaragaman spesies sangatlah penting dalam menetukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam akibat turut campur tangan manusia (Michael, 1995).


(53)

Secara umum, Pimentel (1986) menjelaskan bahwa pertanaman beragam berpengaruh terhadap populasi hama. Spesies-spesies yang monofag cenderung menurun pada pertanaman keragaman tinggi, sedang spesies polifag meningkat demikian juga dengan predator. Teknik-teknik penganekaragaman pertanaman berpotensi untuk menurunkan hama.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Serangga

Perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam yang dimiliki serangga itu sendiri dan faktor luar yang berda di lingkungan sekitarnya. Tinggi rendahnya populasi suatu jenis serangga pada suatu waktu merupakan hasil antara kedua faktor tersebut.

Faktor Dalam

A. Kemampuan berkembang biak

Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh kepiridian dan fekunditas serta waktu perkembangan (kecepatan berkembang biak). Kepiridian (natalis) adalah besarnya kemampuan suatu jenis serangga untuk melahirkan keturunan baru. Serangga umunya memiliki kepiridinan yang cukup tinggi. Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah kemampuannya untuk memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan oleh suatu jenis serangga, maka lebih tinggi kemampuan berkembang biaknya. Biasanya semakin kecil ukuran serangga, semakin besar kepiridinannya.

B. Perbandingan Kelamin

Perbandingan kelamin adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dan betina yang diturunkan oleh serangga betina. Perbandingan kelamin ini umumnya adalah 1:1, akan tetapi karena pengaruh-pengaruh tertentu, baik faktor


(54)

dalam maupun faktor luar seperti keadaan musim dan kepadatan populasi maka perbandingan kelamin ini dapat berubah.

C. Sifat Mempertahankan Diri

Seperti halnya hewan lain, serangga dapat diserang oleh berbagai musuh. Untuk mempertahankan hidup, serangga memiliki alat atau kemampuan untuk mempertahankan dan melindungi dirinya dari serangan musuh. Kebanyakan serangga akan berusaha lari bila diserang musuhnya dengan cara terbang, lari, meloncat, berenang atau menyelam. Sejumlah serangga berpura-pura mati bila diganggu. Beberapa serangga lain menggunakan tipe pertahanan ”perang kimiawi”, seperti mengeluarkan racun atau bau untuk menghindari musuhnya. Beberapa serangga melakukan mimikri untuk menakut-nakuti atau mengelabui musuhnya. Mimikri terjadi apabila suatu spesies serangga mimiknya menyerupai spesies serangga lain (model) yang dijauhi atau dihindari sehingga mendapatkan proteksi sebab terkondisi sebelumnya serupa predator.

D. Siklus Hidup

Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi imago (dewasa). Pada serangga-serangga yang bermetamorfosis sempurna (holometabola), rangkaian stadia dalam siklus hidupnya terdiri atas telur, larva, pupa dan imago. Misalnya pada kupukupu (Lepidoptera), kumbang (Coleoptera), dan lalat (Diptera). Rangkaian stadia dimulai dari telur, nimfa, dan imago ditemui pada serangga dengan metamorfosis bertingkat (paurometabola), seperti belalang (Orthoptera), kepik (Hemiptera), dan sikada (homoptera).


(55)

E. Umur Imago

Serangga umumnya memiliki umur imago yang pendek. Ada yang beberapa hari,akan tetapi ada juga yang sampai beberapa bulan. Misalnya umur imago Nilavarpata lugens (Homoptera; Delphacidae) 10 hari, umur imago kepik

Helopeltis theivora (Hemiptera; Miridae) 5-10 hari, umur Agrotis ipsilon

(Lepidoptera; Noctuidae) sekitar 20 hari, ngengat Lamprosema indicata(Lepidoptera; Pyralidae) 5-9 hari, dan kumbang betina Sitophillus oryzae

(Coleoptera; Curculinoidae) 3-5 bulan.

Faktor Luar

A. Suhu dan Kisaran Suhu

Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Diluar kisaran suhu tersebut serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pengaruh suhu ini jelas terlihat pada proses fisiologi serangga. Pada waktu tertentu aktivitas serangga tinggi, akan tetapi pada suhu yang lain akan berkurang (menurun). Pada umunya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 15˚C, suhu optimum 25˚C dan suhu maksimum 45̊C. Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit.

B. Kelembaban/Hujan

Kelembaban yang dimaksud dalam bahasan ini adalah kelembaban tanah, udara, dan tempat hidup serangga di mana merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrem. Padaumumnya serangga lebih tahan terhadap terlalu banyak air, bahkan beberapa


(56)

serangga yang bukan serangga air dapat tersebar karena hanyut bersama air. Akan tetapi, jika kebanyakan air seperti banjir da hujan deras merupakan bahaya bagi beberapa jenis serangga. Sebagai contoh dapat disebutkan, misalnya hujan deras dapat mematikan kupu-kupu yang beterbangan dan menghanyutkan larva atau nimfa serangga yang baru menetas.

C. Cahaya/Warna/Bau

Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terdahap cahaya, sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi hari, siang, sore atau malam hari. Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya. Serangga ada yang bersifat diurnal, yakni yang aktif pada siang hari mengunjungi beberapa bunga, meletakkan telur atau makan pada bagian-bagian tanaman dan lain-lain. Seperti contoh Leptocorixa acuta. Selain itu serangga-serangga yang aktif dimalam hari dinamakan bersifat nokturnal, misalnya Spodoptera litura. Sejumlah serangga juga ada yang tertarik terhadap cahaya lampu atau api, seperti

Scirpophaga innotata. Selain tertarik terhadap cahaya, ditemukan juga serangga yang tertarik oleh suatu warna sepeti warna kuning dan hijau. Sesungguhnya serangga memiliki preferensi (kesukaan) tersendiri terhadap warna dan bau.

D. Angin

Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama bagi serangga yang berukuran kecil. Misalnya Apid (Homoptera; Aphididae) dapat terbang terbawa oleh angin sampai sejauh 1.300 km. Kutu loncat lamtoro,

Heteropsylla cubana (Homoptera; Psyllidae) dapat menyebar dari satu tempat ke tempat lain dengan bantuan angin. Selain itu, angin juga mempengaruhi


(57)

kandungan air dalam tubuh serangga, karena angin mempercepat penguapan dan penyebaran udara.

E. Faktor Makanan

Kita mengetahui bahwa makanan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh serangga untuk hidup dan berkembang. Jika makanan tersedia dengan kualitas yang cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik cepat. Sebaliknya, jika keadaan makanan kurang maka populasi serangga juga akan menurun. Pengaruh jenis makanan, kandungan air dalam makanan dan besarnya butiran material juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu jenis serangga hama. Dalam hubungannya dengan makanan, masing-masing jenis serangga memiliki kisaran makanan (inang) dari satu sampai banyak makanan (inang).

F. Faktor Hayati

Faktor hayati adalah faktor-fakor hidup yang ada di lingkungan yang dapat berupa serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus dan lain-lain. Organisme tersebut dapat mengganggu atau menghambat perkembangan biakan serangga, karena membunuh atau menekannya, memarasit atau menjadi penyakit atau karena bersaing (berkompetisi) dalam mencari makanan atau berkompetisi dalam gerak ruang hidup (Jumar, 2000).


(58)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada awal abad ke-19. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya (Irwan, 2006).

Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas pangan bergizitinggi sebagai sumber protein nabatidan rendah kolesterol dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak diolah untuk berbagai macam bahan pangan, seperti: tauge, susu kedelai, tahu, kembangtahu, kecap, oncom, tauco, tempe, es krim, minyak makan, dan tepung kedelai. Selainitu, juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak (Atman, 2006).

Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan kebutuhan tanaman yang bernilai gizi tinggi. Bahan makanan yang bernilai gizi tinggi itu, khususnya protein yang bersumber dari nabati, didominasi oleh kedelai. Kebutuhan kedelai sejak beberapa tahun ini terus meningkat mencapai lebih kurang 2 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mencapai 1,2 juta ton per tahun (BadanPusat Statistik, 2001).

Kedelai merupakan sumber protein nabati yang sangat dibutuhkanoleh masyarakat Indonesia, sehingga dengan meningkatnya jumlahpenduduk dan kesadaran akan kebutuhan protein berdampak padakebutuhan akan kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun . Rata-ratakebutuhan kedelai setiap tahunnya


(59)

sebesar 2,2 juta ton bijikering, akan tetapi kemampuan produksi dalam negeri saat ini barumampu memenuhi sebanyak 779.992 ton(ATAP Tahun 2013, BPS)atau 33,91 % dari kebutuhan sedangkan berdasarkan ARAM IItahun 2014 baru mencapai 921.336 ton atau 40,06 %

(Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2015).

Tanaman kedelai mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Hal ini yang mengakibatkan petani cenderung untuk meningkatkan produksinya dengan membuka lahan seluas-luasnya untuk menanam kedelai, namun kadang produksinya kurang baik atau menurun. Hal ini karena serangan hama yang sangat berat. Hama dalam arti luas adalah semua organisme/binatang yang karena aktifitas hidupnya merusak tanaman sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi manusia. Hama yang menyerang tanaman kedelai umumnya dari golongan serangga(Ampnir, 2011).

Pada tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 278 juta jiwa dan konsumsi kedelai per kapita 9,46 kg/tahun, sehingga dibutuhkan 2,6 juta ton produksi kedelai. Apabila program peningkatan produksi kedelai tidak direspon oleh petani, maka produksi kedelai nasional akan terus menurun dari 800 ribu ton pada tahun 2008 menjadi 630 ribu ton pada tahun 2020. Padahal kebutuhan kedelai akan meningkat dari 2,0 juta ton pada tahun 2008 menjadi sekitar 2,6 juta ton pada tahun 2020 sehingga akan terjadi defisit produksi sekitar 2,0 juta ton. Melihat perkembangan produktivitas kedelai di Indonesia dalam 10 tahun terakhir yang belum dapat melampaui 1,3 t/ha, maka untuk memenuhi kebutuhan kedelai pada tahun 2020 diperlukan luas areal tanam 2,1 juta ha. (Harsono, 2008).


(60)

Produksi kedelai pada tahun 2014 (ASEM) sebesar 5.705 ton, naik sebesar 2.476 ton atau sebesar 76,68persen dibanding produksi ATAP tahun 2013. Kenaikan produksi disebabkan oleh kenaikan luas panen sebesar1.898 hektar atau 60,72 persen dan hasil per hektar naik sebesar 1,03 ku/ha atau 9,97 persen.Kenaikan produksi kedelai pada tahun 2014 sebesar 2.476 ton (76,68%) terjadi pada subround Januari-Aprilsebesar 114 ton (6,38%), subround Mei-Agustus sebesar 434 ton (56,51%) dan subround September-Desembersebesar 1.928 ton (286,05%) dibandingkan dengan produksi pada subround yang sama di tahun 2013 (Berita Resmi Statistik, 2015)

Serangan hama pada tanaman kedelai dapat terjadi sejak tanaman mulai tumbuh hingga menjelang panen. Hal ini karena hubungan antara fenologi tanaman dan pemunculan serangga senantiasa ada sinkronisasi. Hama yang menyerang tanaman kedelai cukup banyak, akan tetapi yang mempunyai arti ekonomi yang penting antara lain hama Phaedonia inclusa, Plusia chalcites, Longitarsus suturellinus, Etiella zinckenella, Riptortus linearis, Nezara viridula,

Ophimya (Agromyza)phaseoli, Melanogromyza delichostigma, Lamprosema

indica, Spodoptera litura(Saenong, 2007).

Faktor – faktor yang mengatur kepadatan suatu populasi dapat dibagi 2 golongan yaitu faktor ekstenal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain persaingan antara individu dalam satu populasi atau dengan spesies lain, perubahan lingkungan kimia akibat adanya sekresi dan metabolisme, kekurangan makanan, serangga / parasit / penyakit, emigrasi, faktor iklim misalnya cuaca, suhu, kelembapan. Sedangkan faktor internal yaitu perubahan genetik dari populasi (Oka, 1995).


(61)

Salah satu kendala dalam budidaya tanaman kedelai adalah serangan hama.Hama yang menyerang tanaman kedelai umumnya dari golonganserangga. Kehilangan hasil kedelai yang diakibatkan oleh hama bisa mencapai 90% apabila tidak dikelola dengan baik. Karena hama yang menyerang tanaman kedelai sangat bervariasi dan menyerang tanaman kedelai sejak dari tanaman muda sampai tanaman menjelang panen. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti keragaman dan kelimpahan jenis serangga mulai dari fase vegetatif sampai generatif.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis serangga pada tanaman kedelai (Glycine maxL. Merill)

2. Untuk mengetahui jenis serangga hama dan serangga musuh alami pada tanaman kedelai (GlycinemaxL. Merill)

Hipotesa Penelitian

Ada perbedaan indeks keanekaragaman jenis serangga pada fase vegetatif dan generatif tanaman kedelai (GlycinemaxL. Merill) di lapangan.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh data dalam penyusunan skripsi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan mengenai kelimpahan dan keragaman jenis serangga pada fase vegetatif dan generatif tanaman kedelai (GlycinemaxL. Merill) di lapangan.


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.Adapun judul dari skripsi ini adalah “Indeks Keanekaragaman Jenis SeranggapadaFaseVegetatifdanGeneratifTanamanKedelai (Glycine max) di Lapangan”yang bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga pada fase vegetatif dan generatif tanaman kedelai (Glycinemax)dan untuk mengetahui jenis serangga hama dan serangga musuh alami pada tanaman kedelai (Glycinemax L. Merill) di lapangan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Komisi PembimbingDr.Ir.Marheni,MPselaku ketua danBapakIr. LahmuddinLubis, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Harun Bona Nainggolan, Frans Saragih, dan Selamat Ariyanto Gulo atas bantuan dan partisipasinya selama penelitian. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada teman-teman Agroekoteknologi angkatan 2011 serta keluarga besar minat Hama dan Penyakit Tumbuhan dan kepada seluruh staf pengajar serta kerabat di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, April 2016


(2)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN LatarBelakang ... .1

TujuanPenelitian ... .3

HipotesisPenelitian ... .4

KegunaanPenelitian ... .4

TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman kedelai(Glycine max) ... 6

Keanekaragaman Serangga (Insect Diversity) ... 11

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman Serangga... 14

BAHAN DAN METODE PENELITIAN TempatdanWaktuPenelitian ... .19

BahandanAlat ... .19

MetodePenelitian ... .19

PelaksanaanPenelitian ... ...20

Survei Lokasi ... ... ...20

PemasanganPitfall Trap ... .20

PemasanganYellow Trap ... .21

Identifikasi Serangga ... .21

Parameter Pengamatan ... .22

KerapatanMutlak ... .22

Kerapatan Relatif ... .23


(3)

FrekuensiRelatif ... .23

IndeksKeanekaragaman ... .23

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Jenis Serangga... 24

Nilai KM, KR, FM, dan FR Pada Lahan ... 27

Klasifikasi Status FungsiSeranag ...30

Indeks Keanekaragaman Serangga...31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA


(4)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

1. Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap... 25

2. Nilai KM, KR, FM, FR Pada Fase Vegetatif dan Generatif ... 28

3. Klasifikasi Status Fungsi Serangga ... ... 31


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1. Tanaman Kedelai ... 6 2 Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap) terpasang di lapangan ... 19 3. Perangkap Kuning (Yellow Trap) terpasang di lapangan ... 19


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Foto lahan penelitian...41

2. Bagan Perangkap... ...42

3. Foto Serangga... ...43

4. Bagan posisi yellow trap...44

5. Bagan posisi pit fall trap...45

6. Perhitungan indeks keanekaragaman fase vegetatif...46